aplikasi elektrokoagulasi menggunakan pasangan

advertisement
APLIKASI ELEKTROKOAGULASI MENGGUNAKAN
PASANGAN ELEKTRODA ALUMINIUM UNTUK PENGOLAHAN
AIR DENGAN SISTEM KONTINYU
APLICATION OF ELECTROCOAGULATION USING ALUMINIUM
ELECTRODE PAIRS FOR WATER TREATMENT
WITH CONTINUOUS SYSTEM
Karina Rindang Trapsilasiwi1 dan Abdu Fadli Assomadi, S.Si., MT.
1,2
2
Jurusan Teknik Lingkungan-FTSP-ITS
1
email: [email protected]
Abstrak
Penelitian elektrokoagulasi ini menggunakan sampel berupa efluen proses prasedimentasi PDAM Karang
Pilang I Surabaya dengan kekeruhan 100-150 NTU dan pH 6-8. Penelitian ini dilakukan dengan sistem batch dan
kontinyu. Variasi yang digunakan pada sistem batch adalah waktu kontak (30, 45, 60, 120 detik) dan kuat arus (0,3; 0,6;
0,9; 1,2 A). Pada sistem kontinyu digunakan kuat arus 2 A dan variasi waktu kontak (9,8 menit; 12,25 menit; 16,33
menit). Variasi tersebut didapatkan dari kondisi yang paling efektif pada sistem batch.
Dari hasil penelitian pada sistem batch, perlakuan dengan waktu kontak 120 detik dan kuat arus 0,9 A
merupakan perlakuan paling efektif untuk menurunkan kekeruhan sebesar 87% serta warna sebesar 59,03%. Pada
sistem kontinyu, perlakuan dengan waktu kontak 16,33 menit dan kuat arus 2 A merupakan perlakuan paling efektif
untuk menurunkan kekeruhan sebesar 84,15% serta warna sebesar 52,43%. Dari hasil penelitian juga didapatkan bahwa
biaya yang diperlukan untuk metode elektrokoagulasi 40% dari biaya untuk metode jartest.
Kata kunci: Elektrokoagulasi, Elektroda Aluminium, Sistem Kontinyu, Pengolahan Air
Abstract
This electrocoagulation study use samples of the effluent prasedimentasi process of PDAM Karang Pilang I
Surabaya with turbidity 100-150 NTU and pH 6-8. This research was conducted by batch and continuous systems.
Variations used in the batch system is the contact time (30; 40; 60; 120 seconds) and strong currents (0,3; 0,6; 0,9; 1,2
A). In the system used a strong continuous flow of 2 A and variations of contact time (9,8 min; 12,25 min; 16,33 min).
Variation is obtained from the most effective conditions in batch system.
From the research results on the batch system, treatment with a contact time of 120 seconds and the strong flow of 0.9
A is the most effective treatment to reduce turbidity by 87% and the color of 59.03%. In continuous systems, treatment
with a contact time of 16,33min and a strong flow of 2 A is the most effective treatment to reduce the turbidity of
84.15% and 52.43% for color. From the research results also showed that cost of the electrocoagulation method is
40%r from cost of the jartest method.
Key words : Electrocoagulation, Aluminium Electroda, Continuous System, Water Treatment
1
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Air sungai merupakan air baku yang umum digunakan oleh Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) di Indonesia. Untuk menjadi air baku air minum, air sungai tersebut harus memenuhi
parameter baku mutu yang berlaku. Keberhasilan proses pengolahan air minum berkaitan erat
dengan penurunan kekeruhan dan kontaminan lain yang terkandung di dalam air baku. Air yang
memenuhi standar atau persyaratan kesehatan adalah air yang tidak berbau, berwarna dan berasa
serta memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas
air minum.
Elektrokoagulasi merupakan metode yang mampu menyisihkan berbagai jenis polutan
dalam air, yaitu partikel tersuspensi, logam-logam berat, produk minyak bumi, warna pada zat
pewarna, larutan humus, dan deflouridasi air. Metode ini mempunyai kelebihan yaitu nilai
efisiensinya cukup tinggi dan tidak diperlukan penambahan bahan kimia. Metode tersebut terbukti
dapat menurunkan kekeruhan dan warna, seperti pada penelitian Purbaningsih (2008), pasangan
elektroda Besi (Fe) sebagai anoda dan Carbon (C) sebagai katoda dapat menurunkan parameter
kekeruhan sebesar 91,5% dan parameter warna sebesar 88,7% pada pengolahan lindi dengan
menggunakan reaktor batch, demikian juga pada penelitian Herawati (2008), diperoleh penurunan
kekeruhan sebesar 71,41% dan penurunan warna sebesar 71,16% pada pengolahan lindi dengan
menggunakan aliran kontinyu
1.2. Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan, sebagai berikut:
1. Pengaruh waktu kontak dan kuat arus terhadap efisiensi penurunan kekeruhan serta warna
pada pasangan elektroda Aluminium (Al) dengan sistem batch.
2. Pengaruh debit aliran dan kuat arus terhadap efisiensi penurunan kekeruhan serta warna
pada pasangan elektroda Aluminium (Al) dengan sistem kontinyu.
3. Perbandingan biaya yang diperlukan antara metode elektokoagulasi dengan metode jartest.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menentukan waktu kontak dan kuat arus yang efektif terhadap efisiensi penurunan
kekeruhan serta warna pada pasangan elektroda Aluminium (Al) dengan sistem batch.
2
2. Menentukan waktu kontak dan kuat arus yang efektif terhadap efisiensi penurunan
kekeruhan serta warna pada pasangan elektroda Aluminium (Al) dengan sistem kontinyu.
3. Menganalisa perbandingan biaya yang diperlukan antara metode elektokoagulasi dengan
metode jartest..
1.4. Teori
Koagulasi merupakan suatu proses pengolahan air dengan menggunakan sistem pengadukan
cepat sehingga dapat mereaksikan bahan kimia (koagulan) secara seragam ke seluruh bagian air di
dalam suatu reaktor. Flokulasi merupakan suatu proses pengolahan air dengan menggunakan sistem
pengadukan lambat sehingga dapat membentuk flok-flok yang berukuran lebih besar dan dapat
diendapkan diproses sedimentasi (Reynold, 1997). Pada koagulasi kimiawi, bahan kimia yang
ditambahkan sebagai koagulan yang berbentuk garam (aluminium sulfat) di dalam larutan akan
membuat air menjadi asam.
Elektrokoagulasi merupakan metode elektrokimia untuk pengolahan air dimana pada anoda
terjadi pelepasan koagulan aktif berupa ion logam (biasanya Aluminium atau besi) ke dalam
larutan, sedangkan pada katoda terjadi reaksi elektrolisis berupa pelepasan gas hidrogen (Holt et al.,
2005). Sedangkan menurut Mollah (2004), elektrokoagulasi adalah sebuah proses kompleks yang
melibatkan fenomena kimia dan fisik dengan menggunakan elektroda untuk menghasilkan ion yang
digunakan untuk mengolah air limbah.
Berikut ini adalah salah satu contoh gambar reaktor elektrokoagulasi yang memakai
konfigurasi elektroda monopolar dengan rangkaian paralel.
Gambar 1. Reaktor Elektrokoagulasi Yang Memakai
Konfigurasi Elektroda Monopolar Dengan Rangkaian Paralel
(Pretorius et al., 1991 dalam Mollah et al., 2004)
3
Berikut ini adalah salah satu contoh gambar reaktor elektrokoagulasi yang memakai
konfigurasi elektroda monopolar dengan rangkaian seri.
Gambar 2. Reaktor Elektrokoagulasi Yang Memakai
Konfigurasi Elektroda Monopolar Dengan Rangkaian Seri
(Pretorius et al., 1991 dalam Mollah et al., 2004)
Berikut ini adalah gambar yang dapat menunjukkan interaksi/mekanisme yang terjadi di
dalam reaktor elektrokoagulasi.
Gambar 3. Mekanisme di Dalam Elektrokoagulasi
(Holt et al., 2002)
Untuk menghasilkan ion logam yang berfungsi sebagai koagulan diperlukan beda potensial
diantara elektroda. Perbedaan potensial ini diperlukan untuk menimbulkan reaksi elektrokimia pada
masing-masing elektroda. Reaksi yang terjadi di dalam elektroda adalah reaksi reduksi dan oksidasi.
4
Reaksi reduksi dan oksidasi ditandai oleh adanya transfer elektron dari zat yang dioksidasi
(reduktor) menjadi zat yang direduksi (oksidator).
Reaksi elektrokimia dengan logam M sebagai anoda sekaligus katoda adalah sebagai
berikut:
• Pada Anoda :
M(s)
M(aq)n+ + ne+
4H
2 H2O(l)
(aq)
(1)
-
+ O2(g) + 4e
(2)
• Pada Katoda :
M(aq)n+ + ne- M(s)
(3)
2 H2O(l) + 2e- H2(g) + 2OH-
(4)
Reaksi yang terjadi di katoda tergantung pada pH air yang diolah. Pada kondi netral atau
basa, gas hydrogen terjadi dengan reaksi :
2 H2O(l) + 2e- H2(g) + 2OH-
E0c = - 0,83 V (5)
Sedangkan pada kondisi asam, reaksi pembentukan gas hydrogen adalah sebagai berikut :
2H+ + 2e- → H2
E0c = - 0,83 V (6)
Reaksi-reaksi lain yang dapat terjadi di katoda :
1. Larutan yang mengandung ion-ion alkali, alkali tanah, ion Al3+ dan Mn2+, maka ion-ion ini
tidak direduksi dalam larutan air (karena potensial redoksnya lebih kecil daripada air)
sedangkan yang mengalami reduksi hanyalah pelarutnya (air) terbentuk gas H2 pada katoda.
2H2O + 2e- → H2(g) + 2OH-
(7)
2. Larutan yang mengandung ion-ion logam lain, maka ion-ion logam tersebut akan direduksi
pada katodanya (karena potensial logam tersebut lebih besar dibanding potensial air) dan
diendapkan pada permukaan katoda.
Mx+ + Xe- → M(menempel pada katoda)
(8)
Hukum Faraday membuat hubungan antara kuat arus (I) yang mengalir dengan jumlah
massa yang terlepas ke larutan, hal ini merupakan pendekatan secara teoritis untuk menghitung
jumlah aluminium yang terlepas ke larutan. Adapun rumus dari hukum Faraday adalah sebagai
berikut :
w=
IxtxMr
nxF
(9)
Dimana :
w
= berat aluminium yang larut (gram)
I
= kuat arus yang digunakan (Ampere)
5
t
= waktu kontak (detik)
Mr
= berat molekul aluminium, yaitu 27 gram.Mol
n
= valensi aluminium, yaitu 3
F
= konstanta Faraday, 96500 Coulomb/mol
2. METODOLOGI
Pada penelitian ini akan dilakukan proses elektrokoagulasi dengan menggunakan plat
aluminium pada sampel yang berasal dari efluen proses prasedimentasi PDAM Karang Pilang I
Surabaya dengan kriteria kekeruhan : 100 -150 NTU dan pH : 6 – 8. Terdapat dua penelitian yang
akan dilaksanakan yaitu penelitian pendahuluan (dengan sistem batch) dan penelitian lanjutan
(dengan sistem kontinyu). Penelitian pendahuluan digunakan untuk mendapatkan waktu kontak dan
kuat arus yang paling efektif.
Pada penelitian pendahuluan digunakan beberapa variabel yaitu variabel waktu kontak (30;
40; 60; 120 detik) dan variabel kuat arus (0,3; 0,6; 0,9; 1,2 Ampere). Tegangan yang digunakan
adalah 9 Volt dengan menggunakan elektroda Aluminium (Al) yang berukuran plat 15cm x 5cm x
0,5cm sejumlah 2 pasang dan elektrodanya berjarak 1,5 cm satu sama lain. Untuk
pengoperasiannya, listrik dinyalakan selama masing-masing variasi waktu kontak dan dengan
kecepatan pengadukan 200 rpm, kemudian 5 menit listrik dimatikan dengan kecepatan pengadukan
50 rpm, dan yang terakhir 15 menit listrik dimatikan tanpa pengadukan.
Setelah didapatkan waktu kontak dan kuat arus yang paling efektif, maka dilaksanakan
penelitian lanjutan dengan sistem kontinyu. Pada penelitian lanjutan ini digunakan waktu kontak
dan kuat arus yang paling efektif dari percobaan pendahuluan sebagai acuan untuk menentukan
variasi pada variabel kuat arus dan waktu kontak. Tegangan yang digunakan masih tetap sebesar 9
Volt. Namun elektroda Aluminium (Al) yang digunakan berbeda ukuran, yaitu 30cm x 5cm x
0,5cm sejumlah 5 pasang dan memiliki jarak antar elektroda sebesar 1,5 cm. Proses dilakukan
selama 4 jam dan dilakukan pengambilan sampel setiap 30 menit sekali untuk diukur parameter
kekeruhan, warna, pH, dan konduktivitas (DHL). Hasil yang didapatkan akan dibahas dalam Hasil
dan Pembahasan berikut.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Percobaan Pendahuluan (Sistem Batch)
Percobaan pendahuluan dengan sistem batch ini menggunakan 2 variabel yaitu kuat arus dan
waktu kontak, yang masing-masing variabelnya mempunyai 4 variasi. Variasi yang digunakan pada
6
variabel kuat arus adalah 0,3 A; 0,6 A; 0,9 A; dan 1,2 A, sehingga diperlukan 4 jenis adaptor (DC
Power Supply) dengan voltase sebesar 9 Volt. Kuat arus tersebut dialirkan dari adaptor menuju
pasangan elektroda Aluminium (Al). Variasi yang digunakan pada variabel waktu kontak adalah 30;
40; 60; dan 120 detik.
Pembentukan ion Al3+ sebagai koagulan dapat terjadi karena adanya reaksi yang terjadi pada
anoda dan katoda sebagai pasangan elektroda selama proses elektrokoagulasi, dimana reaksi
tersebut dapat dituliskan seperti pada Persamaan 4.1 berikut ini.
Anoda : Al
→ Al3+ + 3e-
E0 = 1,66
Katoda : 2H2O(l)+ + 2e- → H2(g) + 2OH-
E0 = -0,83
2Al + 6H2O(l) + → 2Al3+ + 6OH- + 3H2
E0 = 0,83
Berikut ini adalah hasil dari percobaan pendahuluan dengan beberapa parameter yang
dianalisa.
Gambar 4. Grafik Prosentase Penurunan Kekeruhan
Gambar 5. Grafik Prosentase Penurunan Warna
7
Gambar 6. Grafik Prosentase Penurunan DHL
Berdasarkan Gambar 4-6 diatas dapat terlihat bahwa semakin besar kuat arus dan waktu
kontak maka semakin besar pula prosentase efisiensi penurunan kekeruhan, warna, dan DHL yang
terjadi. Secara teoritis, hal ini disebabkan karena semakin besar kuat arus dan waktu kontak yang
digunakan maka semakin besar pula ion aluminium (Al3+) yang keluar dari anoda, dimana ion
aluminium (Al3+) ini berfungsi sebagai koagulan. Koagulan tersebut akan berikatan dengan partikel
koloid yang ada di dalam air sampel sehingga mulai terbentuk flok. Flok yang telah terbentuk mulai
membesar dan mengalami flotasi serta sedimentasi sehingga menyebabkan kekeruhan, warna dan
DHL pada air sampel semakin menurun. Penurunan tersebut mengakibatkan semakin meningkatnya
prosentase efisiensi penurunan yang terjadi pada setiap perlakuan dengan sistem batch.
Pada Gambar tersebut juga terlihat bahwa pada kuat arus 0,3 A hingga 0,9 A terjadi
kenaikan prosentase efisiensi penurunan kekeruhan, warna dan DHL pada masing-masing waktu
kontak, namun pada kuat arus 1,2 A prosentase efisiensi penurunan pada air sampel menurun
kembali. Hal ini dikarenakan pada kuat arus 1,2 A dengan waktu kontak selama 120 detik, ion
aluminium (Al3+) yang keluar dari anoda dan berfungsi sebagai koagulan terlalu banyak/berlebih.
Ion Aluminium (Al3+) berlebihan tersebut dapat menyebabkan bertambahnya kekeruhan, warna dan
DHL yang terjadi di dalam air sampel, sehingga prosentase efisiensi penurunan yang terjadi dapat
menurun kembali. Ion aluminium yang keluar dari anoda setara dengan berat elektroda yang terlarut
di dalam air. Semakin besar kuat arus pada masing-masing waktu kontak semakin banyak pula ion
aluminium yang keluar.
8
3.2. Percobaan Lanjutan (Sistem Kontinyu)
Hasil pengolahan data dari percobaan pendahuluan (sistem batch) yang paling efektif
digunakan sebagai acuan untuk menentukan kuat arus dan variasi pada variabel waktu kontak untuk
percobaan lanjutan (sistem kontinyu). Dimana dari percobaan pendahuluan dengan menggunakan
sistem batch didapatkan kuat arus 0,9 A dengan waktu kontak 120 detik yang merupakan kombinasi
variasi paling efektif untuk pengolahan air sampel dengan menggunakan metode elektrokoagulasi.
Sehingga kombinasi variasi tersebut yang digunakan pada sistem kontinyu untuk menentukan kuat
arus dan variasi pada variabel waktu kontak melalui beberapa tahapan perhitungan seperti di bawah
ini.
•
Waktu kontak paling efektif (td) sistem batch = 120 detik
•
Kuat arus paling efektif (I) sisem batch
•
Volume ruang elektrokoagulasi = 24500 cm3 = 24,5 L
•
Qelektrokoagulasi = volume
=
td
= 0,9A
24 , 5 L
120 det ik
= 0,2 L/detik
= 12 L/menit
•
Kuat arus kontinyu = Ibatch x Qelektrokoagulasi
= 0,9 A x 12 L/menit
= 10,8 A ≈ 10 A
•
Q elektrokoa gulasi
5
12 L
menit
5
2,5 L/menit
•
=
I kontinyu
5
= 10 Ampere
5
= 2 Ampere
Waktu kontak =
volume
Q elektrokoa
=
gulasi
24 , 5 L
2 , 5 L / menit
= 9,8 menit
Dari perhitungan diatas, didapatkan bahwa kuat arus dan waktu kontak yang digunakan
untuk sistem kontinyu adalah 2 Ampere dan 9,8 menit. Secara teori, metode elektrokoagulasi
dipengaruhi oleh waktu kontak dan kuat arus, sehingga untuk memperoleh efisiensi penurunan
parameter yang tinggi pada sistem kontinyu digunakan waktu kontak yang divariasikan secara
meningkat. Hal tersebut dilakukan untuk memperlama waktu kontak yang terjadi pada proses
9
elektrokoagulasi dengan sistem kontinyu. Variasi waktu kontak yang digunakan yaitu 9,8 menit;
12,25 menit; dan 16,33 menit. Variasi waktu kontak tersebut diaplikasikan ke dalam sistem
kontinyu dengan cara mengatur debit aliran, dimana debit aliran yang digunakan pada masingmasing waktu kontak yaitu 2,5 L/menit; 2 L/menit; dan 1,5 L/menit.
Berikut ini adalah hasil percobaan lanjutan dengan beberapa parameter yang dianalisa.
Gambar 7. Grafik Prosentase Efisiensi Kekeruhan Pada Sistem Kontinyu
Gambar 8. Grafik Prosentase Efisiensi Warna Pada Sistem Kontinyu
10
Gambar 9. Grafik Prosentase Efisiensi DHL Pada Sistem Kontinyu
Dari Gambar 7-9 diatas dapat bahwa semakin besar waktu kontaknya dan semakin lama
waktu pengambilan sampel maka semakin besar prosentase efisiensi penurunan parameter yang
terjadi. Menurut teori, hal ini disebabkan karena semakin besar waktu kontak yang digunakan maka
semakin banyak pula ion aluminium yang keluar dari anoda yang berfungsi sebagai koagulan.
Koagulan ini akan berikatan dengan senyawa yang ada di dalam air sampel, sehingga mulai
terbentuk flok, dimana flok tersebut mulai membesar dan mengalami flotasi dan sedimentasi
sehingga menyebabkan kekeruhan, warna, serta DHL pada air sampel semakin menurun.
Namun, pada masing-masing variasi waktu kontak tersebut besarnya prosentase efisiensi
penurunan parameter yang terukur dapat meningkat kembali pada waktu tertentu. Seperti halnya
untuk waktu kontak 9,8 menit prosentase efisiensi penurunan parameter dari air sampel kembali
menurun pada waktu 210 menit, untuk waktu kontak 12,25 menit prosentase efisiensi penurunan
parameter dari air sampel kembali menurun pada waktu 180 menit, dan untuk waktu kontak 16,33
menit prosentase efisiensi penurunan parameter dari air sampel kembali menurun pada waktu 150
menit. Secara teoritis, hal ini disebabkan karena saat waktu-waktu tersebut pada masing-masing
waktu kontak terjadi penurunan kuat arus yang dikarenakan adanya lapisan yang menempel di
sekitar elektroda. Lapisan tersebut dapat mencegah arus listrik untuk mengalir ke dalam larutan
sehingga ion Aluminium yang keluar dari anoda yang berfungsi sebagai koagulan tidak sebesar
pada menit sebelumnya. Sehingga koagulan yang akan berikatan dengan senyawa yang ada di
dalam air sampel lebih sedikit bila dibandingkan dengan menit sebelumnya dan menyebabkan flok
yang terbentuk lebih sedikit. Sedikitnya flok yang terbentuk pada proses flokulasi menyebabkan
flok yang mengalami flotasi dan sedimentasi juga sedikit, sehingga menyebabkan prosentase
11
efisiensi penurunan parameter pada air sampel menurun bila dibandingkan dengan menit
sebelumnya.
Hal tersebut dapat diatasi dengan cara membalik posisi anoda dan katodanya, yang semula
sebagai anoda menjadi katoda, begitu pula sebaliknya. Jadi apabila lapisan pada elektroda telah
tertutupi oleh pengotor maka elektroda tidak perlu dilepas untuk dibersihkan, namun hanya dilepas
untuk dibalik posisinya, sehingga pada menit pengambilan sampel selanjutnya besarnya parameter
yang terukur kembali menurun pada masing-masing waktu kontak.
3.3. Perbandingan Metode Elektrokoagulasi dengan Metode Jartest
Pada penelitian ini juga dilakukan percobaan dengan metode jartest untuk dapat
membandingkan efisiensi pengolahan dan karakteristik flok yang dihasilkan oleh penggunaan
pasangan elektroda pada metode elektrokoagulasi dengan penggunaan bahan kimia (alum) pada
metode jartest. Dosis bahan kimia (alum) yang dibutuhkan untuk metode jartest didapatkan dari
data sekunder. Menurut data sekunder yang didapatkan dari PDAM Karang Pilang I Surabaya,
untuk air sampel dengan kekeruhan 100-150 NTU diperlukan dosis alum sebesar 40 ppm.
Metode jartest yang akan dilakukan pada penelitian kali ini meliputi proses koagulasi,
flokulasi, dan sedimentasi. Pada proses koagulasi, bahan kimia berupa Al2O3 dengan kadar 1%
sebanyak 4 ml dimasukkan ke dalam 1000ml sampel sehingga mendapatkan 40 ppm dan dilakukan
pengadukan dengan kecepatan pengadukan sebesar 200 rpm selama 120 detik. Proses flokulasi
dilakukan pengadukan juga, namun dengan kecepatan yang lebih rendah yaitu 50 rpm selama 5
menit. Untuk proses sedimentasi dilakukan selama 15 menit tanpa pengadukan.
Pengambilan sampel dilakukan setelah proses sedimentasi. Sampel diambil dengan
menggunakan pipet volumetrik. Pengambilan sampel dilakukan sebelum proses koagulasi dan
setelah proses sedimentasi untuk dilakukan analisa parameter kekeruhan, warna, pH, dan
konduktivitas (DHL) dari masing-masing sampel.
Berikut ini data yang dapat dibandingkan antara metode elektrokoagulasi dengan metode
jartest.
12
Tabel 1 Perbandingan Metode Elektrokoagulasi dengan Metode Jartest
Metode Elektrokoagulasi
No
Pengamatan
1
Kekeruhan
2
% Removal Kekeruhan
3
Warna
4
% Removal Warna
5
DHL
6
% Removal DHL
7
pH
Metode Jartest
Sebelum
proses
Setelah proses
Sebelum proses
Setelah proses
120 NTU
15,6 NTU
105 NTU
13 NTU
87%
2,7035
mg/l Pt-Co
87,60%
1,1076
mg/l Pt-Co
2,7337
mg/l Pt-Co
59,03%
435 µmhos/cm
60,28%
315 µmhos/cm
446 µmhos/cm
27,60%
7,58
1,0857
mg/l Pt-Co
404 µmhos/cm
9,42%
7,56
7,45
7,25
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa efisiensi penurunan dari masing-masing
parameter lebih besar dengan menggunakan metode jartest daripada elektrokoagulasi. Namun, dari
pengamatan yang telah dilakukan pada saat proses elektrokoagulasi dan jartest didapatkan bahwa
waktu pembentukan flok pada proses elektrokoagulasi lebih cepat daripada jartest. Flok yang
dihasilkan dari proses elektrokoagulasi mengalami flotasi (pengapungan) dan sedimentasi
(pengendapan) serta flok yang dihasilkan dari proses jartest mengalami sedimentasi (pengendapan).
Flok yang terbentuk pada elektrokoagulasi memiliki kesamaan dengan flok yang berasal dari
koagulasi kimia, namun flok dari proses elektrokoagulasi berukuran lebih besar dengan kandungan
air yang sedikit dan lebih stabil. Lumpur yang dihasilkan dari proses elektrokoagulasi relatif sedikit,
stabil, dan mudah dipisahkan karena berasal dari oksida logam. Pada metode elektrokoagulasi, ion
Al3+ yang digunakan sebagai koagulan bersifat lebih murni dikarenakan berasal dari logam yang
memiliki kemurnian tinggi bila dibandingkan dengan bahan kimia.
Selain dilakukan perbandingan terhadap efisiensi pengolahan dan karakteristik flok yang
dihasilkan oleh penggunaan pasangan elektroda pada metode elektrokoagulasi dengan penggunaan
bahan kimia (alum) pada metode jartest, pada penelitian ini juga dilakukan perbandingan terhadap
analisa biaya yang diperlukan oleh masing-masing metode. Berikut ini adalah perhitungan analisa
biaya pada masing-masing metode.
13
1. Metode Elektrokoagulasi
•
Tegangan yang digunakan (V)
= 9 Volt
•
Kuat arus yang paling efektif (I)
= 0,9 Ampere/L
•
Waktu kontak yang paling efektif (t) = 120 detik
•
Daya (P)
=VxI
= 9volt x 0,9Ampere/L
= 8,1 watt/L
•
Energi listrik yang dibutuhkan (W)
W
=Pxt
=
= 0,00027 kwh/L
•
Tarif listrik/kwh
•
Tarif listrik total = W x Tarif listrik/kwh
= Rp 495,00/kwh
= 0,00027 kwh/L x Rp 495,00/kwh
= Rp 0,13365/Liter
•
Berat plat aluminium yang larut berdasarkan hasil penimbangan, yaitu :
o Berat plat Al awal
= 180,9842 gram
o Berat plat Al setelah proses
= 180,975 gram
o Berat plat Al yang larut
= 180,9842 – 180,975
= 0,0092 gram/liter
•
Harga plat Al per kg = Rp 60.000,00/kg (harga tertinggi yang ada di pasaran)
•
Harga total plat Al =
= Rp 0,55/Liter
•
Harga total yang diperlukan untuk metode elektrokoagulasi :
= Tarif listrik total + Harga total plat Al
= Rp 0,13365/Liter + Rp 0,55/Liter
= Rp 0,68365/Liter
2. Metode Jartest
•
Dosis koagulan Al2O3 1%
•
Harga koagulan Al2O3 100% = Rp 880/kg
= 0,04 ppm
14
•
Berat jenis Al2O3
= 1,37 kg/l
•
Daya (P) dari alat jartest
= 200 watt
•
Waktu operasi (t)
= 60 detik
•
Kebutuhan koagulan Al2O3 100% untuk membuat larutan koagulan Al2O3 1% sebanyak 100
ml:
o 1ml koagulan Al2O3 100% dilarutkan ke dalam aquadest hingga volume 100 ml.
o Berat koagulan Al2O3 100% yang diperlukan :
= 0,001 liter x 1,37 kg/liter
= 0,00137 kg untuk 100 ml koagulan Al2O3 1%
o Berat koagulan Al2O3 100% untuk 1 ml koagulan Al2O3 1% = 0,0000137 kg/ml.
•
Untuk dosis 40 ppm diperlukan 4ml koagulan Al2O3 1%, sehingga berat koagulan Al2O3
100% yang diperlukan :
= 0,0000137 kg/ml x 4 ml
= 0,0000548 kg untuk mengolah air sampel sebanyak 1 liter.
•
Harga bahan kimia untuk metode jartest per liter
= Kebutuhan alum x Harga alum per gram
= 0,0000548kg/L x Rp 880/kg
= Rp 0,05/Liter
•
Energi listrik yang dibutuhkan (W)
W
=Pxt
=
= 0,003 kwh/L
•
Tarif listrik/kwh
•
Tarif listrik total = W x Tarif listrik/kwh
= Rp 495,00/kwh
= 0,003 kwh/L x Rp 495,00/kwh
= Rp 1,65/Liter
•
Harga total yang diperlukan untuk metode jartest :
= Tarif listrik total + Harga bahan kimia
= Rp 1,65/Liter + Rp 0,05/Liter
= Rp 1,7/Liter
15
Dari perhitungan analisa biaya diatas, didapatkan bahwa biaya yang diperlukan untuk
metode elektrokoagulasi 40% dari biaya yang diperlukan untuk metode jartest dan dapat disimpulkan
bahwa metode jartest lebih mahal bila dibandingkan dengan metode elektrokoagulasi. Hal ini
dikarenakan pada metode jartest digunakan alat jartest yang memerlukan daya listrik yang jauh
lebih besar bila dibandingkan dengan metode elektrokoagulasi.
4. KESIMPULAN
1. Hasil dari percobaan dengan sistem batch didapatkan bahwa waktu kontak selama 120
detik dan kuat arus sebesar 0,9A merupakan variasi yang efektif untuk dapat
menurunkan kekeruhan serta warna sebesar 87% dan 59,03% dengan menggunakan
pasangan elektroda Aluminium.
2. Hasil dari percobaan dengan sistem kontinyu didapatkan bahwa waktu kontak selama
16,33 menit dan kuat arus sebesar 2A merupakan variasi yang efektif untuk dapat
menurunkan kekeruhan serta warna sebesar 84,15% dan 52,43% dengan menggunakan
pasangan elektroda Aluminium.
3. Biaya yang diperlukan untuk metode elektrokoagulasi 40% dari biaya yang diperlukan
untuk metode jartest, meskipun efisiensi pengolahan dengan metode jartest sedikit lebih
besar bila dibandingkan dengan metode elektrokoagulasi.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Herawati. (2008). Studi Aplikasi Teknik Elektrokoagulasi dengan Aliran Kontinyu untuk Pengolahan
Lindi TPA Benowo Menggunakan Alumunium dan Besi sebagai Anoda. Tugas Akhir Jurusan
Teknik Lingkungan FTSP- ITS
Holt, P. K., Barton, G. W., Wark, M., and Mitchell, C. A. (2002). A Quantitative Comparison Between
Chemical Dosing and Electrocoagulation. Colloids and Surfaces A: Physicochem. Eng. Aspects,
211:233-248
Holt, P. K., Barton, G. W., and Mitchell, C. A. (2005). The Future for Electrocoagulation as A Localised
Water Treatment Technology. Chemosphere. 59: 355-367
Iswanto, B., Rachmawati S.W., dan Winarni. (2009). Pengaruh pH Pada Proses Koagulasi Dengan
Koagulan Aluminium Sulfat dan Ferri Klorida. Jurnal Teknologi Lingkungan. 5, 2: 40-45.
Mollah, M. Y. A., Schennach, R., Parga, J. R., and Cocke, D. L. (2001). Electrocoagulation (EC) – Science
and Application. Journal of Hazardous Materials, B84:29-41.
16
Mollah, M. Y. A., Morkovsky, P., Gomes, J. A. G., Kesmez, M., Parga, J., and Cocke, D. L. (2004).
Fundamentals, Present and Future Perspectives of Electrocoagulation. Journal of Hazardous
Materials, B114:199 – 210.
Purbaningsih, G. (2008). Pengolahan Lindi TPA Benowo dengan Proses Elektrokoagulasi dengan
Variasi Jarak Antar Elektroda dan Kuat Arus. Tugas Akhir Jurusan Teknik Lingkungan FTSPITS
Reynold & Richards. (1997). Unit Operations and Processes in Environmental Engineering. 3th Editions.
USA: ITP
17
Download