Jangan tunggu Jakarta menjadi Atlantis

advertisement
PROPERTI
Bisnis Indonesia, Sabtu, 9 Oktober 2010
Jangan tunggu Jakarta
menjadi Atlantis
Hunian pesisir pantai masih memikat konsumen
OLEH YUSUF WALUYO JATI
Wartawan Bisnis Indonesia
Kisah tragis kehancuran
total kota-kota besar di
dunia akibat bencana alam
bukan lagi suatu rekayasa
sutradara-sutradara kondang Hollywood. Mimpi
buruk yang selanjutnya
tampil dalam layar perak
itu justru diilhami dari
kisah nyata tentang kian
rapuhnya kondisi Bumi.
akarta adalah salah satu
kota besar di Asia yang
diakui paling rentan terhadap bencana. Sejak dahulu, Jakarta berdiri di atas
tanah yang teramat rapuh
mengingat teksturnya lebih rendah
dibandingkan dengan permukaan air
laut.
Para ahli Bumi, pengamat perkotaan hingga LSM lingkungan memprediksi cepat atau lambat kota yang
pernah menyandang nama Sunda
Kelapa (1397 – 1527) akan
tenggelam atau hancur lebur.
Menurut mereka, hilangnya Kota
Jakarta dari peta Indonesia tak
hanya disebabkan oleh letaknya
yang berdekatan dengan sabuk api
(lempeng/zona patahan aktif)
J
Eurasia dan memicu gempa, tetapi
juga mencakup akumulasi kerusakan lingkungan yang menyebabkan
masuknya air laut ke daratan.
Jika yang pertama adalah tentang
kekuatan geologis, penyebab kedua
justru sebagian besar terjadi akibat
ulah manusia. Kota tua ini bisa tenggelam secara bertahap apabila penyusutan air tanah akibat pembangunan infrastruktur dan gedung
bertingkat diklaim tak bisa dikendalikan.
Menurut penelusuran dari berbagai sumber, besarnya konsumsi air
tanah menyebabkan muncul rongga
di dalam tanah. Selanjutnya, rongga
itu diisi oleh air laut. Mengingat
tingkat kepadatan berbeda dibandingkan dengan sebelumnya, tanah
Jakarta saat ini sangat rentan amblas
dan retak.
Selain itu, faktor pemanasan
global ikut memicu peningkatan
suhu air laut dari sekitar 27 derajat
menjadi 33 derajat Celcius. Kondisi
ini hanya akan mempercepat naiknya muka air laut dan mendorongnya ke daratan. Padahal, tinggi permukaan tanah Jakarta diramalkan
bisa 40-60 cm lebih rendah daripada
permukaan laut dalam beberapa
tahun ke depan.
Atas situasi ini, para ahli pun
melontarkan prediksi bermacammacam. Kota yang berpenduduk
12,5 juta jiwa ini akan tenggelam
secara bertahap mulai 2012 dan
terus membesar pada 2025. Pada
2030, tanah Jakarta tinggal 30% dan
tenggelam total pada 2050.
Kawasan pesisir
Sebelumnya, Ketua Wahana
Lingkungan Hidup (Walhi) Jakarta
Ubaydillah mengatakan tenggelamnya Jakarta akan dimulai dari kawasan pesisir yakni sepanjang
Cilincing, Ancol, Pluit hingga Kapuk.
Hal ini, jelasnya diperkuat dari
data yang tertulis dalam master plan
tata ruang Jakarta. Pada 1965-1985,
masih terdapat 37,2% atau 241,8
km2 ruang terbuka hijau (RTH) di
Jakarta dari total luasnya. Namun,
pada 2000-2010 luas tersebut berkurang jauh menjadi 13,94% atau
sebesar 96,6 km2 dari luas Jakarta
661,52 km2.
Kondisi resapan air di Jakarta juga
dinilainya memprihatinkan. Jika
pada zaman Belanda Jakarta masih
punya 266 situ, sekarang tidak lebih
dari 33 situ. “Itu pun dengan kondisi
yang memprihatinkan. Dampaknya,
Jakarta mengalami defisit air tanah
sebanyak 66,6 juta m3 setiap tahun,”
ungkapnya.
Meski begitu, banyak pengembang
yang telanjur membangun kawasan
hunian di pesisir Jakarta. Tidak
sedikit di antara mereka bahkan
menganggap proyek properti di
pesisir sangat elok dan eksklusif
dengan alasan pemandangan yang
menghadap ke laut.
Maraknya pembangunan properti
di pesisir pantai juga tak lepas dari
kian menyempitnya lahan dan
ketatnya persaingan di tengah kota.
Sedikitnya, tercatat tiga pengembang
besar yang bermain di pesisir pantai.
Ketiganya adalah PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJA), PT Agung
Podomoro Group (APG) serta PT
Intiland Development Tbk (Intiland).
PJA dikenal dengan proyek hunian
The Bukit dan The Forest di atas
lahan seluas 5,4 ha.
Melalui anak usahanya yakni PT
Badan Kerja Sama Mutiara Buana
(BKSM), Intiland mengembangkan
apartemen mewah dengan konsep
futuristik bernama Regatta I dan II
dengan lahan sekitar 9 ha.
Adapun, APG terkenal dengan
megaproyek Bukit Golf Mediterania
seluas 200 ha di Pantai Indah
Kapuk. Proyek ini digarap bersama
oleh tiga developer yakni Agung
Sedayu Group, Salim Group, dan
Agung Podomoro Group.
APG juga sedang serius
menuntaskan proyek tematik pesisir
yakni Green Bay Pluit. Superblok
yang dibangun di atas lahan seluas 5
hektare di Pluit tersebut, akan
dibangun sejumlah menara
apartemen dan proyek komersial.
Para pengembang berpendapat
pasar hunian mewah di pesisir
pantai tak sebesar di tengah kota
karena sebagian konsumen di
tempat itu dari golongan atas.
Karena itu, masih bisa
dikembangkan lebih besar dengan
memperhatikan konsep bangunan
yang bersahabat dengan lingkungan.
Meski demikian, para praktisi
lingkungan justru menuding
kehadiran kompleks properti di
pesisir Jakarta menjadi salah satu
penyebab intrusi air laut yang
memicu rob akibat tata kelola yang
semrawut. Karena itu, kawasan
utara Jakarta dinilai paling rentan
tergenang pada musim penghujan.
Jangan disalahkan
BISNIS/MELLY RIANA SARI
Apartemen semakin ramaikan properti di sekitar kawasan pantai
Di tempat terpisah, Direktur Pemasaran APG Indra W. Antono menjelaskan APG bersama mitra strategis
mengaku sangat berhati-hati dalam
mengembangkan lahan untuk properti di kawasan pesisir Jakarta.
Karena itu, dia menolak jika
dikatakan pembangunan properti di
kawasan itu dapat memicu susutnya
penyerapan air tanah yang akan
menenggelamkan Jakarta. Dia bahkan memperkirakan di kawasan pesisir, populasi pengembangan properti justru tak sepadat kota-kota
BISNIS/ANDRY T. KURNIADY
Kawasan pesisir pantai makin dilirik pengembang permukiman mewah
lain di Asia.
“Jujur harus kita akui pengembangan proyek-proyek properti di
pesisir Jakarta tak seagresif kota-kota
lain di Malaysia, Hong Kong,
Singapura, Vietnam. Apakah kotakota di sana akan tenggelam juga?
Jika dibuat persentase, mungkin
hanya nol koma sekian persen dari
total area pesisir Jakarta yang dimanfaatkan untuk properti,” katanya
kepada Bisnis.
Jika Jakarta tenggelam akibat
pembangunan properti yang memicu
kerusakan di kawasan pesisir, jelasnya, kota-kota pesisir di negara lain
justru yang seharusnya lebih dahulu
tenggelam karena populasi gedung
bertingkatnya lebih padat. “Logikanya seharusnya begitu,” kata Indra.
Karena itu, dia meminta kalangan
akademisi, pemerintah dan lembaga
swadaya (LSM) bisa membuat
proyeksi yang lebih objektif terkait
dengan kondisi Jakarta sehingga
hasilnya tak membuat keresahan di
masyarakat.
Dia meminta seluruh pemangku
kepentingan jangan melihat masalah
tenggelamnya Jakarta secara sepotong-sepotong yang berujung pada
kerugian dari aspek bisnis. Padahal,
setiap pembangunan proyek properti
baru, para pengembang telah memperhitungkan aspek lahan dan lingkungan.
“APG telah menyiapkan lahan hijau seluas 3 ha [di Green Bay Pluit].
Kalau sampai ada kebijakan pemerintah yang merugikan masyarakat
terkait dengan masukan yang kurang objektif, industri properti di
pesisir dan masyarakat juga yang
akan terkena imbasnya,” katanya.
Menurut kajian Himpunan Ahli
Teknik Tanah Indonesia (HATTI), pengembangan gedung di kawasan pesisir Jakarta membutuhkan
konstruksi khusus mengingat
kondisi tanahnya yang lunak.
Wakil Ketua HATTI Y.P. Chandra
menjelaskan kawasan Jakarta mulai
Thamrin ke utara merupakan tanah
muda atau lunak. Adapun, tanah
dari Thamrin ke selatan tergolong
tanah keras.
Meskipun begitu, ujarnya, bukan
berarti gedung bertingkat tidak bisa
dibangun di Jakarta Utara. “Setiap
pembangunan pasti harus mengikuti
prosedur. Jika sudah ada izin dari
Pemprov DKI berarti konstruksi bisa
direalisasikan,” jelasnya.
Karena itu, jelasnya, HATTI
mendesak pemprov segera
menerbitkan regulasi tata cara
pembangunan properti di kawasan
ini mengingat tanggung jawab
pengamanan bangunan di seluruh
Jakarta ada di pundak mereka.
Meski begitu, setelah amblasnya
sebagian ruas jalan R.E. Martadinata,
wacana tenggelamnya Jakarta
merebak. Seharusnya, kondisi ini
harus segera disikapi secara waspada
dengan berbagai pencegahan oleh
semua pihak yang berkompeten.
Roland Emmerich, sutradara film
kontroversial 2012, menyatakan
sebelum bencana besar terjadi, alam
biasanya akan mengirimkan pesan
berupa tanda-tanda kecil kerusakan.
Akankah Jakarta kita biarkan seperti
negeri Atlantis yang hilang tertelan
air laut? Jangan biarkan itu terjadi.
([email protected])
Langganan banjir, harga tanahnya kok mahal?
OLEH YUSUF WALUYO JATI
Wartawan Bisnis Indonesia
akarta Utara adalah wilayah
administrasi yang paling rawan banjir dibandingkan
dengan daerah lain di Jakarta
maupun kota-kota penyangga pada
sekitarnya. Jangankan di musim
penghujan, pada musim kemarau
pun daerah ini kebanjiran karena
rob.
Beberapa kelurahan pada
umumnya mengalami genangan
rob seperti Sunter Timur I & II,
Kelapa Gading, Sunter Barat, Selatan, Pademangan, Jembatan V, Teluk Gong, Angka Bawah.
Meski begitu, tanah di Jakut justru termasuk salah satu yang ter-
J
mahal setelah Jakarta Pusat. Artinya, tanah di wilayah banjir ini
tetap menarik sebagai tempat berinvestasi. Menurut analisis L.J.
Hooker, lembaga broker properti,
harga tanah di Jakarta Utara tak
pernah turun.
Ketua Umum Dewan Pimpinan
Pusat Persatuan Perusahaan
Realestat Indonesia (DPP-REI) Teguh Satria berpendapat senada.
Faktor banjir tak memengaruhi
penurunan harga tanah di Jakut.
Terlebih, harga tanah di kawasan
pesisir yang saat ini digunakan para
pengembang mendirikan sejumlah
proyek properti.
Jakut, jelasnya, adalah kawasan
tua yang menjadi embrio berkembangnya komunitas masyarakat dan
BISNIS/YAYUS YUSWOPRIHANTO
Pantai Indah Kapuk dan Kelapa Gading menjadi lahan termahal di Jakut
bisnis di Jakarta. Setelah penuh sesak, kawasan bisnis mulai bergeser
ke tengah, melebar ke barat dan
timur hingga ke selatan.
“Saya tak tahu persis penyebab
seringnya banjir di Jakut apakah
karena penurunan ketinggian tanah
atau ada sebab lain. Namun, kalau
boleh fair, tak hanya Jakut yang kebanjiran, wilayah lain kondisinya
juga tak jauh berbeda. Karena itu,
harga tanah di Jakut tak mungkin
turun meski sering banjir,”
jelasnya.
REI menyatakan jika suatu kawasan berada dalam kondisi yang
sama, harga tanah disusun berdasarkan hasil pemantauan permintaan jual dan beli yang terjadi
di pasar.
Adapun, variasi harga di setiap
kawasan bisa disebabkan oleh
beberapa hal seperti surat hak yang
terdiri dari hak milik, hak guna bangunan (HGB), hak pengelolaan
lingkungan (HPL), hak sewa, hingga hak pakai.
Selain itu, bentuk kaveling entah
kotak, persegi, atau huk, turut
memengaruhi harga lahan. Ukuran
ideal, posisi kaveling, lebar jalan,
letak kaveling terhadap jalan, posisi
hadap, juga merupakan indikator
penentu harga lahan. Jangan lupa,
tanah yang sudah dibangun juga
dinilai lebih mahal 5%-10%.
L.J. Hooker mencatat lahan di
Jakut memiliki rentang yang sangat
luas dari Rp3 juta hingga Rp20 juta
per m2. Daerah termahal berada di
Pantai Indah Kapuk dan Kelapa Gading. Adapun, turn over harga lahan
di tempat ini bisa mencapai 20% per
BISNIS/YAYUS YUSWOPRIHANTO
Harga lahan dan produk properti di Jakarta Utara ‘selangit’
tahun atau paling tinggi di Jakarta.
Berdasarkan data harga lahan
Jakut per Mei 2010 dari situs
www.bicaraproperti.wordpress.com,
lahan di daerah Kelapa Gading
berada di kisaran Rp4 juta hingga
Rp20 juta per m2, Pantai Indah
Kapuk (Rp4 juta – Rp11 juta), Pluit
(Rp3,5 juta – Rp7,5 juta), Ancol
(Rp4 juta – Rp6,5 juta), Sunter
(Rp3,5 juta – Rp7,5 juta).
Dari seluruh wilayah di Jakarta,
Jaktim merupakan daerah yang
terbilang paling sepi peminat sehingga harga lahan di tempat itu
terbilang paling murah yakni
berkisar Rp1 juta per m2 hingga
Rp6 juta per m2. Rendahnya harga
lahan di tempat itu karena infrastruktur dan fasilitas umum belum
selengkap dan sebaik daerah
lainnya di Jakarta.
Atas kenyataan tersebut, Teguh
yakin harga lahan di Jakut tak akan
pernah turun meski kerap dilanda
banjir dan masalah lingkungan.
Menurut dia, harga lahan di Jakut
hanya bisa ditaklukkan oleh
kejadian yang sangat luar biasa.
“Kejadian yang luar biasa itu
bukan banjir karena masalah ini
selalu dihadapi Jakarta. Harga
lahan bisa turun drastis jika
wacana pemindahan ibu kota dari
Jakarta ke tempat lain
direalisasikan. Artinya, penurunan
harga tanah tak hanya terjadi di
Jakut tetapi seluruh Jakarta,”
terangnya. ([email protected])
Download