15 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1
Pricing Strategy dalam bisnis akomodasi
2.1.1.1 Pengertian Pemasaran (Marketing)
Ali Hasan (2009:1) berpendapat sebagai ilmu pengetahuan, marketing
merupakan ilmu pengetahuan yang objektif, yang diperoleh dengan penggunaan
instrumen-instrumen tertentu untuk mengukur kinerja aktifitas bisnis dalam
membentuk,
mengembangkan,
mengarahkan
pertukaran
yang
saling
menguntungkan dalam jangka panjang antara produsen dan konsumen. Berikut ini
beberapa ahli pemasaran mengemukakan pengertian atau definisi pemasaran
seperti yang diuraikan dalam Tabel 2.1 di bawah ini:
TABEL 2.1
PENGERTIAN PEMASARAN MENURUT PARA AHLI
No.
1.
2.
Nama Para Ahli
Walker dalam Buchory
(2010:2)
Keegan dalam Saladin (2010:2)
Definisi
Marketing is total system of business designed to plan, price,
promote, and distribute want satisfying products to target markets
to achieve organization objective.
Marketing is the process of focusing the resources and objective of
an organization an environmental opportunities and needs.
Pemasaran merupakan sebuah konsep ilmu dalam strategi bisnis
3.
Ali Hasan (2009:1)
yang bertujuan untuk mencapai kepuasan berkelanjutan bagi
stakeholder (pelanggan, karyawan, dan pemegang saham).
Suatu
4.
fungsi
organisasi
dan
serangkaian
proses
untuk
American Marketing
menciptakan, mengomunikasikan, dan memberikan nilai kepada
Association (AMA) 2009
pelanggan dan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara
yang menguntungkan organisasi dan pemangku kepentingannya.
Suatu proses sosial dan manajerial dimana individu-individu dan
5.
Kotler dan Keller (2009:7)
kelompok-kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan
inginkan akan melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran
Mohamad Fauzan, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
15
16
produk-produk yang bernilai.
The process of planning and executing the conception, pricing,
6.
Simon Hudson (2008:9)
promotion, and distribution of ideas, goods, and services to create
exchanges that satisfy individual (customer) and organizational
objectives.
Sumber: Modifikasi dari berbagai sumber, 2010
Achmad Buchory (2010:2) mengemukakan, pengertian pemasaran adalah
suatu proses sosial dan manajerial antara individu dan kelompok untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginan melalui penciptaan, penawaran dan pertukaran (nilai)
produk dengan yang lain. Dalam peranannya strategi pemasaran mencakup setiap
usaha untuk mencapai kesesuaian antara perusahaan dengan lingkungannya dalam
rangka mencari pemecah atas masalah. Penentuan dua pertimbangan pokok yakni
bisnis apa yang dimasuki masa mendatang dan kedua bagaimana bisnis yang
dipilih tersebut dapat dijalankan dengan sukses dalam lingkungan persaingan atas
dasar perspektif distribusi, produk, harga, dan promosi yang telah lama dikenal
sebagai bauran pemasaran (marketing mix). Berikut ini elemen bauran pemasaran
original menurut Borden dalam Fandy Tjiptono (2009:8):
TABEL 2.2
ELEMEN BAURAN PEMASARAN ORIGINAL
No.
1.
Elemen Bauran Pemasaran
Product Planning
2.
Pricing
3.
Branding
Deskripsi
Kebijakan dan prosedur menyangkut:

Lini yang ditawarkan (kualitas, desain, dll.)

Pasar yang dilayani: siapa, di mana, kapan, dan dalam
kuantitas berapa.

Kebijakan produk baru: program riset dan pengembangan.
Kebijakan dan prosedur berkenaan dengan:

Tingkat harga

Harga spesifik (misalnya, odd-even pricing)

Kebijakan harga (one price vs. varying price,
mempertahankan harga, daftar harga, dll.)
Kebijakan dan prosedur menyangkut:

Pemilihan merek dagang

Kebijakan merek (individualized brand vs. family brand)

Penjualan melalui private label atau tanpa merek
(unbranded)
17
4.
Channels of Distribution
5.
Personal Selling
6.
Advertising
7.
Promotions
8.
Packaging
9.
Display
10.
Servicing
11.
Physical Handling
12.
Fact Finding and Analysis
Kebijakan prosedur dalam hal:

Saluran distribusi antara pabrik dan konsumen

Tingkat selektivitas pedagang grosir dan pengecer

Upaya kerja sama dengan para distributor
Kebijakan dan prosedur menyangkut anggaran dan metode
personal selling yang diterapkan pada:

Organisasi pemanufaktur

Segmen grosir dalam distribusi

Segmen ritel dalam distribusi
Kebijakan prosedur dalam hal:

Anggaran periklanan

Copy platform: citra produk dan perusahaan yang diinginkan

Bauran periklanan (ditujukan bagi perantara, melalui
perantara, bagi konsumen)
Kebijakan dan prosedur menyangkut:

Anggaran untuk rencana penjualan spesifikasi yang
ditujukan bagi atau melalui distributor

Bentuk-bentuk promosi bagi konsumen dan bagi ditributor.
Kebijakan dan prosedur berkenaan dengan formulasi kemasan dan
label
Kebijakan dan prosedur menyangkut:

Anggaran bagi upaya memanjang produk sedemikian rupa
sehingga menarik penjualan

Metode untuk mendapatkan pajangan
Kebijakan dan prosedur dalam penyediaan layanan sesuai
kebutuhan
Kebijakan dan prosedur menyangkut pergudangan, transportasi,
dan manajemen sediaan
Kebijakan dan prosedur dalam pengumpulan, menganalisis, dan
memanfaatkan fakta dalam operasi pemasaran
Sumber: Borden dalam Fandy Tjiptono (2009:8), 2010
Bauran pemasaran di atas yang terdiri dari dua belas elemen tersebut
kemudian disederhanakan dan dipopulerkan oleh Jerome McCarthy tahun 1968
yang merumuskan ke dalam empat elemen pokok yaitu Product, Price, Place, dan
Promotion yang hingga kini dikenal dengan istilah the four Ps of marketing, dan
menurut Kotler dan Keller (2009:62) pengertian dari ke empat bauran pemasaran
adalah sebagai berikut:
1. Product:
Inti dari sebuah penjualan adalah menyampaikan produk kepada
konsumennya. Produk sebagai awal komponen marketing mix. Komponen lain
18
tidak dapat ditentukan tanpa adanya produk yang sudah tersedia. Kotler dan
Keller (2009:356) Mengemukakan pengertian produk adalah segala sesuatu yang
ditawarkan untuk mendapatkan perhatian, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi
yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan
2. Price:
Harga sebagai alat tukar seorang konsumen untuk mendapatkan barang
atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan. Sebuah perusahaan harus menetapkan
harga yang tepat untuk sebuah barang atau jasa dengan melihat faktor-faktor dan
pasar sasaran yang tepat. Kotler dan Keller (2009:415) mengatakan harga
merupakan satu-satunya bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan,
sedangkan unsur lainnya menimbulkan biaya. Harga juga merupakan salah satu
unsur bauran pemasaran yang paling fleksibel dan dapat diubah dengan cepat.
3. Place (saluran distribusi)
Sebuah perusahaan harus menyampaikan sebuah produk tepat dan sesuai
dengan harapan konsumen, baik ketepatan waktu maupun ketepatan sasaran pasar.
Kotler dan Keller (2009:449) berpendapat, Saluran distribusi dapat diartikan
sebagai kegiatan pemasaran yang berusaha memperlancar dan mempermudah
penyampaian barang dan jasa dari produsen ke konsumen, sehingga penggunanya
sesuai dengan yang diperlukan (jenis, jumlah, tempat, dan saat dibutuhkan).
4. Promotion
Kegiatan promosi termasuk kegiatan untuk mempengaruhi konsumen
untuk membeli sebuah produk dan juga sebagai pemberian informasi kepada
konsumen mengenai barang atau jasa yang ditawarkan oleh sebuah perusahaan.
19
Promosi merupakan strategi paling kuat untuk mempengaruhi konsumen dalam
membeli sebuah produk. Kotler dan Keller (2009:539) mengutarakan, pengertian
promosi adalah salah satu bentuk komunikasi pemasaran, sedangkan yang
dimaksud dengan komunikasi pemasaran adalah aktifitas pemasaran yang
berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi atau membujuk, dan kemudian
mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya, agar bersedia
menerima, membeli, dan setia pada produk yang ditawarkan oleh perusahaan yang
bersangkutan.
Zeithaml (2009:23) mengatakan konsep dasar yang paling baik dalam
pemasaran sebagai elemen kontrol sebuah perusahaan adalah marketing mix yang
terdiri dari product, place, price,dan promotion. Sedangkan untuk service
marketing dibutuhkan variabel-variabel tambahan selain dari keempat variabel
tradisional tersebut seperti:
1. People
Semua orang yang berperan dalam pemberian layanan dan akan
mempengaruhi persepsi pembeli, seperti: karyawan perusahaan, pelanggan dan
pelanggan lain dalam lingkungan pelayanan.
2. Physical Evidence
Lingkungan dimana layanan ini disampaikan dan dimana perusahaan dan
pelanggan berinteraksi, dan setiap komponen nyata yang memfasilitasi kinerja
atau komunikasi layanan.
20
3. Process
Prosedur aktual, mekanisme, dan aliran aktivitas dimana layanan ini
disampaikan, penyampaian layanan dan sistem operasi.
Lovelock (2011:44) juga mengatakan the traditional marketing mix does
not cover managing the customer interface. we therefore need to extend the
marketing mix by adding three Ps associated with service delivery yaitu process,
physical environment, dan people. 7P ini dapat menjadi tuas dalam service
marketing untuk menciptakan konsep layanan yang akan menawarkan nilai untuk
menargetkan pelanggan dan memenuhi kebutuhan mereka secara lebih baik.
Bernard T Widjaja (2009:75), menambahkan elemen bauran pemasaran
jasa dengan psychological. Yaitu, elemen penting khusus dalam services,
dikarenakan nilai intangible sangat dipengaruhi oleh faktor emotional, terlebih
pada industri jasa.
Morrison (2002:249) dalam bukunya yang berjudul Hospitality and Travel
Marketing terdapat 8p yang terdiri dari empat bauran pemasaran tradisional dan
empat elemen tambahan yaitu:
1. People
Semua orang yang berperan dalam pemberian layanan yang berfungsi
untuk menjalani kerjasama antara karyawan, perusahaan, dan konsumen.
2. Packaging
Kombinasi produk atau jasa yang berhubungan dan saling melengkapi
menjadi sebuah penawaran harga tunggal.
21
3. Programming
Sebuah teknik yang berkaitan erat dengan kemasan dalam pengembangan
kegiatan khusus, acara, atau program untuk meningkatkan pengeluaran konsumen,
atau memberikan daya tarik tambahan ke paket atau lainnya.
4. Partnership
Kerjasama promosi dan upaya pemasaran lainnya untuk membangunan,
memeliharaan, dan meningkatkan hubungan jangka panjang dengan pelanggan,
pemasok, dan perusahaan lainnya.
Pada umumnya berbagai perusahaan jasa maupun produk menggunakan
marketing mix sebagai elemen yang menjadi patokan perusahaan dari keempat
bauran pemasaran tradisional ataupun ketujuh bauran pemasaran jasa yang telah
dikemukakan oleh beberapa para ahli pemasaran di atas, memiliki fungsi dan
kegunaannya masing-masing dalam menjalankan strategi perusahaan. Cannon
(2008:47) berpendapat, penting untuk ditekankan bahwa pemilihan pasar dan
penyusunan bauran pemasaran harus ditentukan secara bersamaan karena
keduanya saling berhubungan. Oleh karena itu, pemasar harus menganalisis target
pasar mereka secara hati-hati.
Menurut Kotler dan Keller (2009:415), mengatakan harga merupakan satusatunya bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan, sedangkan unsur
lainnya menimbulkan biaya. Harga juga merupakan salah satu unsur bauran
pemasaran yang paling fleksibel dan dapat diubah dengan cepat. Sedangkan Ali
Hasan (2009:298), mengatakan bagi konsumen, harga merupakan segala biaya
bentuk moneter yang dikorbankan oleh konsumen untuk memperoleh, memiliki,
22
memanfaatkan sejumlah kombinasi dari barang beserta pelayanan dari suatu
produk. Harga merupakan salah satu elemen bauran pemasaran yang
membutuhkan pertimbangan cermat, oleh karena itu perusahaan harus dapat
menyeimbangkan penetapan harga yang dibuat dengan permintaan yang ada dan
pola perubahan konsumen pasarnya.
2.1.1.2 Pengertian Pricing Strategy
Kegiatan penetapan harga memainkan peranan penting dalam proses
bauran pemasaran, karena penentuan harga terkait langsung nantinya dengan
pendapatan yang diterima oleh perusahaan khususnya perusahaan jasa. Keputusan
penetapan harga juga sangat penting dalam menentukan seberapa jauh layanan
jasa dinilai oleh konsumen dan juga memberikan persepsi tertentu dalam hal
kualitas, dalam proses membangun atau menciptakan keputusan pembelian.
Berikut ini pengertian pricing strategy menurut beberapa para ahli:
Lovelock (2011:158) mengatakan pricing strategy adalah “Creating a
viable service a business model that allows for the costs of creating and
delivering, plus a margin for profit.”, dan Achmad Buchory (2010:159)
berpendapat “Pricing strategy merupakan komponen bauran pemasaran yang
menghasilkan pendapatan, sedangkan yang lainnya mengeluarkan biaya.
Zeithaml (2009:512) mengungkapkan “Price is a key signal of quality in
service” Sedangkan Kotler dan Keller (2009:67) mengutarakan “Pricing strategy
adalah strategi penetapan sejumlah uang yang ditagihkan untuk suatu produk atau
23
jasa dengan nilai yang dipertukarkan konsumen untuk mendapatkan manfaat,
memiliki, atau pembelian produk atau jasa.”
Menurut Fandy Tjiptono (2009:137) mengutarakan “pricing strategy
merupakan tugas yang paling penting untuk menunjang keberhasilan operasi
organisasi profit maupun non-profit.” Ali Hasan (2009:298) juga mengungkapkan
“harga merupakan segala bentuk biaya moneter yang dikorbankan oleh konsumen
untuk memperoleh, memiliki, memanfaatkan sejumlah kombinasi dari barang
beserta pelayanan dari suatu produk.”
Berdasarkan pengertian-pengertian dari para ahli pemasaran di atas, maka
diperoleh penjelasan bahwa pricing strategy merupakan salah satu dari unsur
bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan dan akan mempengaruhi
kuantitas dari tingkat harga yang ditetapkan.
Simon Hudson (2008:179) berpendapat “The pricing element of the
marketing mix is unique in that it is the only one that directly affects an
organization’s revenues, and hence its profits.” Singkat kata, berbagai manfaat
yang dimiliki oleh suatu produk atau jasa harus dibandingkan dengan berbagai
biaya (pengorbanan) yang ditimbulkan dalam mengkonsumsi produk atau jasa
tersebut. Dalam berbagai situasi, konsumen dihadapkan kepada berbagai
pertimbangan mengenai apa yang akan mereka dapatkan dengan biaya sekian bila
mengkonsumsi produk atau jasa tersebut.
Keputusan dalam penetapan harga tidaklah mudah dilakukan, Fandy
Tjiptono (2009:137) berpendapat bahwa harga yang terlalu mahal bisa
meningkatkan laba jangka pendek, tetapi akan sulit dijangkau konsumen dan
24
sukar bersaing dengan kompetitor. Sedangkan harga yang terlalu murah pangsa
pasar bisa melonjak, namun margin kontribusi dan laba bersih yang diperoleh
akan berkurang. Selain itu, sebagian konsumen bisa saja mempersepsikan
kualitasnya jelek.
Achmad Buchory (2010:160) mengatakan dalam pasar yang konsumennya
sangat sensitif terhadap harga, bila suatu perusahaan menurunkan harganya, maka
para pesaingnya harus menurunkan pula harga mereka dalam menetapkan harga
untuk mempertahankan hubungan yang stabil antara harga suatu perusahaan dan
harga pemimpin perusahaan yang menjadi leader.
Ali Hasan (2009:302) mengungkapkan bahwa kondisi persaingan sangat
mempengaruhi penentuan harga. Oleh karena itu, marketer perlu mengetahui
reaksi persaingan yang terjadi dipasar serta sumber-sumber yang menyebabkan
persaingan itu terjadi, umumnya persaingan bersumber dari produk sejenis yang
dihasilkan oleh perusahaan lain (produk subtitusi).
Lovelock (2011:159) berpendapat any pricing strategy must be based on a
clear understanding of a company’s pricing objectives. The most common pricing
objective are related to revenue and profits as well as building demand and
developing a user base. Menurut Morrison (2002:514) mengungkapkan there are
good and bad approaches to pricing, all of which are evident in a industry.
Pricing is a determinant of profitability, the other role of pricing is as an implicit
promotional-mix element. People trend to base their perceptions of services and
products partly on the price.
25
Cannon (2008:456) mengutarakan “Pricing decisions effect both the
number one of sales a firm makes and how much money it earns. Price is what a
customers must give up to get the benefits offered by the rest of a firm’s marketing
mix, so it plays a direct role in shaping customers value.” Sedangkan Kotler dan
Keller (2009:416) berpendapat “Price has operated as the major determinant of
buyer choice. Many firm are bucking the low price trend and have been successful
in trading customers up to more expensive products and services by combining
unique product formulations with engaging marketing campaigns.”
Zeithaml (2009:512) mengungkapkan “What role does price play in
customers decisions about services? How important is price to potential buyers
compared with other factors and service features? Service companies must
understand how pricing works, but first they must understand how customers
perceive prices and price changes.”
Semakin tingginya tingkat persaingan di berbagai macam perusahaan
membuat pelaku perusahaan tersebut merancang berbagai strategi penetapan
harga yang dapat menjadikan perusahaan menjadi leader diantara pesaing lainnya.
Selanjutnya Bernard T Widjaja (2009:79) mengutarakan bahwa “pricing strategy
dapat dilakukan dengan berbagai pemilihan strategi dan mempertimbangkan juga
berbagai elemen lainnya seperti tingkat fungsional psikologi jasa yang
ditawarkan, tingkat persaingan, derajat uniqueness produk dan jasa yang
ditawarkan, target market, kombinasi product service dan cost based.”
Berdasarkan pernyataan di atas pricing strategy dilakukan oleh berbagai
macam perusahaan, baik perusahaan yang baru muncul atau perusahaan yang
26
sudah lama berada di dunianya, pricing strategy inilah yang akan menunjang
keberhasilan sebuah perusahaan dalam meraih berbagai macam hal yang dapat
membangun perusahaan agar dapat bertahan di dunia persaingan ataupun untuk
membangun ke tingkat yang lebih tinggi lagi.
2.1.1.3 Tujuan Pricing Strategy
Metode penetapan harga harus dimulai dengan pertimbangan atas tujuan
penetapan harga itu sendiri. Adapun tujuan-tujuan tersebut menurut Ali Hasan
(2009:299), antara lain:
a. Tujuan berorientasi pada laba, setiap perusahaan selalu memilih harga yang
dapat menghasilkan laba paling tinggi, tetapi memaksimalisasi laba sangat
sulit dicapai karena kesulitan dalam memperkirakan jumlah penjualan yang
dapat dicapai dalam tingkat harga tertentu. Oleh sebab itu, perusahaan harus
memiliki target yaitu target marjin dan target return on investment.
b. Tujuan berorientasi pada volume, selain tujuan berorientasi pada laba, ada
pula perusahaan yang menetapkan harganya berdasarkan tujuan yang
berorientasi pada volume tertentu. Harga ditetapkan sedemikian rupa agar
dapat mencapai target volume penjualan.
c. Tujuan berorientasi pada citra, citra perusahaan dapat dibentuk melalui
strategi penetapan harga. Perusahaan dapat menetapkan harga tinggi untuk
membentuk atau mempertahankan citra dalam meningkatkan persepsi
konsumen terhadap keseluruhan bauran produk yang ditawarkan perusahaan.
27
d. Tujuan stabilisasi harga, dilakukan dengan cara menetapkan harga untuk
mempertahankan hubungan yang stabil antara harga suatu perusahaan dan
harga pemimpin (leader).
e. Tujuan-tujuan
lainnya
seperti,
tujuan
mencegah
masuknya
pesaing,
mempertahankan loyalitas pelanggan, mendukung penjualan ulang, atau
menghindari campur tangan pemerintah.
Menurut Fandy Tjiptono (2009:473) Program penetapan harga merupakan
pemilihan yang dilakukan perusahaan terhadap tingkat harga umum yang berlaku
untuk produk tertentu. Keputusan harga memiliki peran strategik yang penting
dalam implementasi strategi pemasaran seperti dalam Tabel 2.3 berikut:
TABEL 2.3
STRATEGI PEMASARAN DAN TUJUAN
PRICING STRATEGY
STRATEGI PEMASARAN
Strategi permintaan primer
TUJUAN PRICING STRATEGY
1.
Meningkatkan jumlah pemakaian


2.
Menaikan tingkat pembelian


Mengurangi risiko ekonomi dari percobaan produk.
Menawarkan nilai yang lebih baik dibandingkan bentuk/kelas
produk pesaing.
Meningkatkan frekuensi konsumsi.
Menambah aplikasi/pemakaian dalam situasi yang lebih banyak.






Melayani segmen yang berorientasi pada harga.
Menawarkan versi produk yang lebih mahal.
Mengalahkan pesaing dalam hal harga.
Pembelian harga untuk mengidikasikan kualitas tinggi.
Mengeliminasi keunggulan harga pesaing.
Menaikan penjualan produk komplementer.
Strategi permintaan selektif
1.
Memperluas pasar yang dilayani
2.
Merebut pelanggan pesaing
3.
Mempertahankan/meningkatkan
permintaan pelanggan saat ini
Sumber: Fandy Tjiptono (2009:474), 2010
Menurut Fandy Tjiptono (2009:475) mengatakan bahwa ada beberapa
faktor yang mempengaruhi dalam tujuan penetapan harga yang dijabarkan ke
dalam program penetapan harga, kesuksesan program penetapan harga ditentukan
oleh beberapa faktor, diantaranya: faktor elastisitas harga dari permintaan pasar
28
dan permintaan perusahaan, faktor aksi dan reaksi pesaing, faktor biaya dan
konsekuensinya pada profitabilitas, dan faktor kebijakan lini produk.
Menurut Ali Hasan (2009:304), keputusan harga yang baik adalah apabila
mampu mencerminkan seluruh kepentingan perusahaan. Oleh karena itu,
perusahaan harus paham mengenai faktor-faktor yang secara langsung
mempengaruhi tingkat harga yang akan ditentukan yaitu, faktor kondisi
perekonomian, faktor tujuan perusahaan, faktor biaya, faktor ukuran bisnis, faktor
persaingan, faktor legal dan etis, faktor permintaan dan penawaran, faktor
karakteristik produk, faktor sifat pasar, dan faktor bauran pemasaran.
2.1.1.4 Metode Pricing Strategy
Menurut Ali Hasan (2009:311) mengatakan, kompleksitasnya persoalan
dalam hal produk, pasar, harga, distribusi, promosi serta informasi permintaan
biaya/harga yang tidak lengkap akan menjadi kendala dalam menetapkan harga.
Informasi tentang perminataan, biaya, pesaing yang lengkap, dan pertimbanganpertimbangan yang relevan dapat memudahkan penghitungan harga. Dalam
menetapkan tingkat harga, marketer dapat menggunakan salah satu atau
kombinasi dari berbagai metode penghitungan harga.
Metode penghitungan harga yang sudah dipilih ditindaklanjuti dengan
memasukan data yang diperlukan untuk menghasilkan satu tingkat harga tertentu,
tingkat harga ini yang ditawarkan kepada konsumen. Beberapa metode dalam
menetapkan harga menurut Ali Hasan (2009:311) sebagai berikut:
29
2.1.1.4.1
Metode Berorientasi Biaya
1. Metode Mark-up Pricing
Metode penetapan harga yang dipandang paling sederhana dan paling
banyak digunakan adalah menambah sejumlah kenaikan (mark-up) pada biaya
produk. Metode semacam ini disebut metode penetapan harga mark-up (mark-up
pricing) atau cost-plus pricing. Mark-up merupakan jumlah rupiah yang
ditambahkan kepada biaya produk untuk menghasilkan harga jual. Mark-up
ditetapkan dengan maksud untuk menutupi biaya overhead (biaya tidak langsung)
dan laba bagi perusahaan.
2. Metode Target Return On Investment Pricing
Kebijakan penetapan harga untuk mencapai tingkat pengembalian
investasi (rate of return on investment) merupakan kebijakan yang banyak dipakai
oleh perusahaan-perusahaan besar. Dalam metode ini perusahaan menetapkan
besarnya target ROI tahunan berdasarkan rasio antara laba dan investasi total yang
ditanamkan perusahaan pada fasilitas produksi dan aset yang mendukung produk
tertentu, kemudian harga ditentukan agar dapat mencapai ROI.
3. Metode Break Even
Dalam break even pricing kita dapat mengetahui tentang bagaimana satusatuan produk itu dijual pada harga tertentu untuk mengambalikan dana yang
tertanam dalam produk tersebut. Masalah yang dianggap paling serius dalam
penetapan harga break even ini adalah masalah kurangnya permintaan, karena
berkaitan dengan harga. Harga yang optimal sangat dipengaruhi oleh hubungan
antara harga jual eceran dan jumlah produk yang akan dibeli oleh konsumen,
30
dengan mengkombinasikan harga dan volume break even yang paling
menguntungkan dengan mempertimbangkan faktor persaingan, pengalaman dalam
penetapan harga, dan kondisi produk yang ditawarkan.
4. Metode Biaya Variabel
Ide penetapan harga biaya variabel (variable cost pricing) bahwa biaya
total tidak selalu harus ditutup untuk menjalankan kegiatan bisnis yang
menguntungkan. Sistem penetapan harga biaya variabel dapat digunakan untuk
menentukan harga minimum yang mampu ditawarkan.
5. Metode Peak-Load Pricing
Metode penetapan harga beban puncak (peak-load pricing) merupakan
bentuk khusus metode penetapan biaya variabel. Metode ini dapat dipakai jika
jumlah barang dan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan sangat terbatas dan
permintaan pembelian cenderung berubah dikemudian hari. Dalam metode ini,
perusahaan dapat menaikan harga diatas biaya rata-rata selama periode
permintaan tinggi, dan mengurangi pada biaya variabel periode permintaan
rendah.
2.1.1.4.2
Metode Berorientasi Persaingan,
1. Above Market Pricing
Harga yang ditetapkan lebih tinggi dari harga pasar. Metode ini hanya
sesuai digunakan oleh perusahaan yang sudah memiliki reputasi atau perusahaan
yang menghasilkan produk prestise.
31
2. Below Market Pricing
Harga yang ditetapkan di bawah pasar, banyak diterapkan oleh produsen
produk-produk generik dan pengecer yang menjual produk dengan private brand.
3. Loss Leader pricing
Perusahaan yang menjual harga suatu produk di bawah biayanya untuk
keperluan promosi khusus. Tujuannya bukan untuk meningkatkan penjualan
produk yang bersangkutan, tetapi untuk menarik konsumen untuk membeli
produk-produk lainnya, khususnya produk-produk yang ber-markup cukup tinggi
yang dijadikan sebagai penarik agar produk yang lainnya tejual.
4. Sealed Bid Pricing
Metode ini menggunakan sistem penawaran harga dan biasanya
melibatkan agen pembelian (buying agency). Jika ada perusahaan atau lembaga
yang ingin membeli suatu produk, maka yang bersangkutan menggunakan jasa
agen pembelian untuk menyampaikan spesifikasi produk yang dibutuhkan kepada
para calon produsen.
2.1.1.4.3
Metode Berorientasi Permintaan,
1. Maksimalisasi Laba
Tujuan memaksimalisasi laba sering dianggap tidak realistis, dan dapat
dilakukan jika produknya mempunyai siklus kehidupan yang pendek. Sejak
perusahaan memutuskan untuk memaksimalkan laba, maka biaya tetap dan biaya
variabel harus dikumpulkan untuk membantu dalam penentuan harga optimum.
32
2. Maksimalisasi Pendapatan
Maksimalisasi pendapatan banyak digunakan oleh para manajer untuk
mempertahankan eksistensi perusahaan. Untuk memaksimalisasi pendapatan,
sering dipengaruhi oleh faktor pemisahan manajemen dari pemiliknya, sistem
penggajian, dan berbagai risiko yang mungkin dihadapi.
3. Maksimalisasi Volume Unit
Penetapan harga yang didasarkan pada volume unit maksimum yang
mungkin terjual akan memberikan kemungkinan bagi perusahaan untuk
mendapatkan laba yang lebih kecil, sebab masing-masing perusahaan sudah
ditentukan batas maksimum tingkat pangsa pasar (market share) sehingga tidak
dapat melebihi ketentuan tersebut.
2.1.1.4.4
Metode Berorientasi Pelanggan.
Zeithaml dalam Ali Hasan (2009:332) mengatakan bahwa penetapan harga
yang berorientasi pada pelanggan dimaksudkan adalah nilai produk yang
dipersepsikan atau dirasakan (perceived value) oleh pelanggan, baik manfaat
ekonomis dan fungsional maupun manfaat psikologis. Konsumen biasanya
membandingkan harga-harga yang dibebankan oleh perusahaan dan pesaingnya
pada manfaat atau nilai yang mereka peroleh dari pembelian produk.
2.1.1.5 Dimensi Pricing Strategy
Pricing strategy digunakan di berbagai penelitian agar setiap perusahaan
dapat bersaing di dunia perusahaan yang begitu berkembang pesat. Sebagai salah
satu elemen bauran pemasaran, harga mengandung dimensi strategik sekaligus
33
taktikal dan membutuhkan pertimbangan cermat. Berikut ini berbagai dimensi
pricing strategy yang dikemukakan para ahli:
Lovelock (2011:160) mengungkapkan dimensi dari pricing strategy for service
marketing terdiri dari:
a) Cost based pricing, penetapan harga berdasarkan harga dasar dengan
menghitung seluruh biaya yang digunakan untuk menghasilkan dan
memasarkan sebuah produk.
b) Value based pricing, penetapan harga dilihat dari nilai produk yang dirasakan
oleh pelanggan baik manfaat ekonomis, fungsional, maupun psikologis.
c) Competition based pricing, penetapan harga berdasarkan harga pesaing atau
harga perusahaan yang menjadi leader diantara pesaing lainnya pada pasar
yang sama.
Berry dalam Fandy Tjiptono (2009:179) mengatakan dimensi pricing strategy for
service marketing terdiri dari:
a) Satisfaction based pricing, adalah untuk mengurangi ketidakpastian yang
dirasakan pelanggan karena dalam pembelian suatu produk atau jasa terdapat
berbagai macam ketidakpastian yang biasanya muncul dalam benak
pelanggan.
b) Relationship pricing, merupakan upaya menarik, mempertahankan, dan
meningkatkan relasi dengan para pelanggan.
c) Efficiency pricing, elemen utama dalam strategi ini adalah pemahaman,
pengelolaan dan penekanan biaya yang akan diteruskan kepada para
34
pelanggan untuk meningkatkan persepsi positif konsumen terhadap nilai
produk.
Ali Hasan (2009:333) mengatakan dimensi pricing strategy terdiri dari:
a) Penetapan harga produk baru, harus dapat memberikan pengaruh yang baik
bagi pembentukan dan pertumbuhan dan kelangsungan hidup produk
bersangkutan.
b) Penetapan harga produk mapan, meskipun produk sudah mapan di pasar,
perusahaan harus selalu meninjau kembali strategi penetapan harga tersebut.
c) Penetapan harga psikologi, faktor psikologi juga dapat mempengaruhi persepsi
pelanggan, penyesuaian harga sesuai dengan harapan pelanggan dalam
hubungan antara harga dan nilai yang dapat memenuhi kebutuhan nonekonomi
konsumen.
d) Penetapan harga bersaing, strategi bersaing lewat harga maupun nonharga
diperlukan untuk memperoleh cost effectiveness yang tinggi sebagai dasar
penentu harga jual yang bersaing.
Simon Hudson (2008:189) mengatakan dimensi pricing strategy terdiri dari:
a) Cost based methods, penetapan harga berdasarkan biaya yang telah
dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk dan menentukan harga akhir
dari seluruh biaya.
b) Demand based methods, penetapan harga yang berfokus pada perspektif
konsumen dan memberikan pertimbangan kepada konsumen.
c) Competition oriented, penetapan harga berdasarkan perusahaan-perusahaan
lain dengan pasar yang sama.
35
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, Ali Hasan (2009:333) berpendapat
bahwa setiap organisasi yang berorientasi pada laba harus menetapkan harga agar
harga yang ditetapkan itu tepat, para eksekutor perusahaan harus memiliki
berbagai alternatif strategi dalam penetapan harga. Pengguna strategi tersebut bisa
salah satu atau dengan kombinasi beberapa strategi, dalam penelitian ini berfokus
kepada perspektif konsumen. Oleh karena penelitian ini menganut pendapat dari
Simon Hudson (2008:191) yang menyatakan penetapan harga yang berfokus pada
demand based methods menggunakan sejumlah strategi yang dapat dilakukan
adalah sebagai berikut: demand based pricing methods mencakup buyer based
pricing, psychological pricing, negotiation, dan price lining. Hal ini dikarenakan
dimensi-dimensi tersebut sesuai dengan kondisi objek penelitian di lapangan
sehingga diiharapkan dapat memberikan informasi yang akurat mengenai pricing
strategy pada objek yang diteliti.
Ali Hasan (2009:333) mengungkapkan ketika perusahaan pertama kali
mengembangkan produk baru, memperkenalkan produk ke saluran pemasaran,
menghadapi perubahan pasar, atau ketika merespon pesaing, dan sebagainya harus
dapat memberikan pengaruh baik bagi pembentukan dan pertumbuhan pasar, dan
sedapat mungkin mencegah timbulnya persaingan harga. Sedangkan menurut
Fandy Tjiptono (2009:483) mengatakan bahwa harga bagi sebuah produk baru
maupun yang sudah mapan harus ditetapkan secara cermat, karena berpengaruh
terhadap potensi pertumbuhan dan kelangsungan hidup produk.
Simon Hudson (2008:191) menyatakan bahwa penetapan harga yang
berfokus pada perspektif konsumen dapat memberikan pertimbangan kepada
36
konsumen dan memberikan kenyamana sebagai nilai lebih dari sebuah produk,
karena beberapa alasan seperti adanya perubahan dalam lingkungan pemasaran,
adanya pergeseran permintaan karena perubahan selera konsumen, dan adanya
produk baru atau subtitusi yang menawarkan manfaat lebih dengan harga yang
sama. Penetapan harga yang berfokus pada demand based methods, perusahaan
memiliki empat alternatif strategi yaitu:
1. Buyer Based Pricing
Simon Hudson (2008:192) mengutarakan, buyer based pricing merupakan
strategi yang menetapkan harga sesuai dengan permintaan dan penawaran
konsumen terhadap suatu produk. Strategi ini efektif dalam memberikan
kenyaman dan nilai lebih kepada konsumen terhadap kualitas sebuah produk yang
ditawarkan perusahaan. Perspektif konsumen terhadap harga yang diinginkan
mempermudah perusahaan untuk melakukan segmentasi pasar yang dilayani
misalnya, untuk melayani para pelanggan yang tidak terlalu sensitif terhadap
harga. Jika strategi ini berhasil diterapkan, maka perusahaan akan menikmati
marjin penjualan yang lebih besar, pasar yang tersegmentasi dan dapat
meningkatkan hubungan baik antara perusahaan dengan konsumennya.
Perusahan dapat melakukan segmentasi pasar yang dilayani dengan
merespon keinginan konsumen, pasar mana yang sensitif dengan harga dan pasar
mana yang tidak sensitif dengan harga. Pasar yang tidak sensitif terhadap harga
cenderung mimilih harga premium dengan melihat kualitas dan spesifikasi produk
yang dapat menguntungkannya. Menurut Bernard (2009:75) mengatakan, harga
37
yang tinggi menunjukan kualitas yang tinggi, karena persepsi pelanggan terhadap
kualitas dilihat dari harga yang tinggi.
2. Psychological Pricing
Simon Hudson (2008:192) mengungkapkan bahwa psychological pricing
dilakukan untuk mempengaruhi persepsi konsumen dalam hubungan harga
dengan nilai. Strategi ini bertujuan untuk menarik konsumen untuk membeli
produk yang telah ditawarkan oleh perusahaan dan mengurangi sensitifitas
konsumen terhadap harga tanpa mengurangi pandangan konsumen terhadap
kualitas sebuah produk. Adanya perubahan lingkungan konsumen dan pesaing
membuat konsumen mencari berbagai alternatif agar biaya yang dikeluarkannya
lebih efisien dengan apa yang didapat.
Menurut Kotler dan Keller (2009:419) menyatakan banyak konsumen
menggunakan harga sebagai indikator dari kualitas suatu produk atau jasa dan
konsumen akan mencari berbagai macam informasi mengenai harga, manfaat, dan
kualitas produk yang konsumen inginkan dengan berbagai alternatif. Misalnya
melalui penawaran brosur obral suatu produk, penawaran paket sebuah produk
dengan berbagai macam produk yang dikemas dalam satu harga.
3. Negotiation
Simon Hudson (2008:193), Strategi negotiation ini menetapkan harga
produk sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak antara konsumen dengan
produsen. Strategi ini sangat baik untuk menjalin hubungan antara perusahaan
dengan konsumen agar mereka nyaman dengan harga dan pelayanan yang
perusahaan berikan, seperti merespon terhadap kebutuhan pelanggan, memberikan
38
kebebasan pelanggan untuk memilih, dan akhirnya terbentuk kesepakatan yang
akan memberikan kenyaman kepada pelanggan sehingga mendorong terbentuknya
keunggulan kompetitif yang berkelanjutan di masa yang akan datang.
Persaingan dalam sebuah perusahaan saat ini semakin tinggi, perang harga
sudah menjadi sebuah fenomena, banyak cara dilakukan oleh perusahaan untuk
mendapatkan keunggulan bersaing dan selalu berhadapan dengan perubahan
lingkungan dari masa ke masa. Perusahaan percaya dengan menurunkan harga
akan meningkatkan volume penjualan yang lebih tinggi dan akan mengakibatkan
unit lebih rendah biaya dan keuntungan jangka panjang lebih tinggi, hal ini akan
menguntungkan perusahaan di masa yang akan datang. Menurut Zeithaml
(2009:524), berpendapat bahwa menentukan harga berdasarkan perpektif
konsumen memberikan nilai terhadap sebuah harga produk baik dari segi kualitas
maupun manfaat yang dirasakan konsumen.
4. Price Lining
Simon Hudson (2008:192) berpendapat price strategy yang digunakan
perusahaan yang memasarkan lebih dari satu jenis atau lini produk. Produsen
dapat melakukan strategi ini dengan menjual setiap item produk dengan harga
yang sama kepada pengecer. Kemudian pengecer menambahkan persentase mark
up yang berbeda dengan masing-masing item sehingga tingkat harganya berbeda
ataupun dengan merancang produk dengan tingkat harga yang berbeda-beda dan
pengecer menambahkan persentase mark up yang relatif sama, sehingga harga jual
yang ditawarkan kepada konsumen akhir akan bervariasi.
39
Strategi ini akan membuat perbedaan yang jelas antara harga dengan
kualitas dan konsumen harus menerima perbedaan itu dan memilih salah satunya.
Pada umumnya price lining yang efektif berkisaran antara tiga hingga empat
macam tingkat harga, bila terlampau banyak konsumen justru akan kebingungan.
Menurut Ali Hasan (2009:344) berpendapat penetapan harga yang digunakan
untuk menjual satu kategori produk dengan harga yang sama agar memudahkan
konsumen memilih.
2.1.1.6 Bisnis Akomodasi dalam Pariwisata
Menurut Gamal Suwantoro (74:2004) pariwisata adalah adalah suatu
proses kepergian sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain di luar
tempat tinggalnya. Dorongan kepergiannya adalah karena berbagai kepentingan
seperti kepentingan ekonomi, sosial, kebudayaan, politik, agama, kesehatan
maupun kepentingan lain seperti karena sekedar ingin tahu, menambah
pengalaman ataupun untuk belajar. Adapun pendapat McIntosh dalam buku
muljadi (2009:7) yang mengatakan pengertian pariwisata adalah a composite of
activities, service and industries that delivers a travel experience: transportation,
accomodation , eating and dringking establishment, shops, entertainment, activity,
and other hospitality service available for individuals or group that are away
from home.
Istilah pariwisata berhubungan erat dengan pengertian perjalanan wisata,
yaitu sebagai suatu perubahan tempat tinggal sementara seseorang di luar tempat
tinggalnya karena suatu alasan dan bukan untuk melakukan kegiatan
40
menghasilkan upah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perjalanan wisata
merupakan suatu perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih dengan
tujuan antara lain untuk mendapatkan kenikmatan dan memenuhi hasrat ingin
mengetahui sesuatu. Dapat juga karena kepentingan yang berhubungan dengan
kegiatan olah raga untuk kesehatan, konvensi, keagamaan dan keperluan usaha
yang lainnya.
Gamal Suwartono (76:2004) berpendapat pengertian wisatawan adalah
seseorang atau kelompok orang yang melakukan suatu perjalanan wisata disebut
dengan wisatawan (tourist), jika lama tinggalnya sekurang-kurangnya 24 jam di
daerah atau negara yang dikunjungi. Apabila mereka tinggal di daerah atau negara
yang dikunjungi dengan waktu yang kurang dari 24 jam maka mereka disebut
pelancong (excursionst). Sedangkan Menurut Undang-Undang kepariwisataan
BAB I pasal 1 mengenai ketentuan umum butir 1, wisata adalah kegiatan
perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan
mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau
mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu
sementara, dan pada butir 2, wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.
Saat ini kegiatan wisatawan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu
wisatawan yang melakukan kegiatan berlibur dan wisatawan yang melakukan
kegiatan berbisnis. Tony Roger (20:2003) berpendapat Business tourism, in
particular, can involve a substantial leasure element. Incentive travel, for
example, may a consist entirely of leisure, sport and entertainment. But, even for
conference delegates, visitors to trade fairs and individual business travelers,
41
excursions to local restaurants and places of entertainment, or sightseeing tours,
can be a way of relaxing at the end of the working day.
Lloyo hudman & richard jackson (2003:23), berpendapat The definition of
tourism includes three common element:
1. Movement of people between two or more places (origin and destination)
2.
Length of time of movement (temporary)
3. Purpose
The concept of tourism does not include normal activities of work and
play, such as daily or weekly journeys to work. It does not include the availibility
of recreation and other leisure pursuits within a reasonable distance that can be
reashed in a same day roundtrip after work or on a weekend day.
MICE merupakan salah satu segmen pasar wisata yang saat ini sangat
berkembang dan mulai dikenal secara internasional. Perusahaan yang bergerak di
bidang industri pariwisata ikut mendorong peningkatan kegiatan MICE karena
industri ini sangat berperan dalam memberikan pelayanan pada peserta MICE,
MICE dapat mempercepat proses pertumbuhan ekonomi dan merupakan ujung
tombak perekonomian negara,.
Menurut Muljadi (167:2009) berpendapat segmen pasar wisata MICE
sangat
potensial
bagi
keberhasilan
kepariwisataan
suatu
negara
yang
penyelenggaran kegiatan MICE tersebut, karena dampak dari kegiatan tersebut
selain citra pariwisata dimata internasional juga akan terjadi peningkatan
penerimaan negara dan devisa, khususnya dari peserta asing. Semakin banyak
pembelanjaan, maka semakin besar pula devisa yang diterima negara.
42
Perbedaan karakteristik wisatawan yang ada, menjadikan tantangan
sekaligus menjadi sebuah peluang bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak di
bidang pariwisata untuk mengembangkan fasilitas-fasilitas yang menunjang
kepariwisataan agar menjadi lebih berkembang lagi.
Keberadaan akomodasi sudah menjadi hal yang sangat penting sekali di
industri pariwisata, karena dengan adanya akomodasi para wisatawan dapat
menghabiskan waktunya dengan menginap di hotel yang wisatawan inginkan.
Oleh karena itu perkembangan industri perhotel mengikuti dengan perkembangan
pariwisata yang ada sekarang ini.
Muljadi A.J (147:2009) mengemukakan Hotel adalah suatu jenis
akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangungan untuk
menyediakan jasa penginapan, makanan dan minuman serta jasa lainnya bagi
umum, yang dikelola secara komersial. Hotel merupakan bagian yang integral dari
usaha pariwisata dan dapat dikatakan sebagai usaha akomodasi yang
dikomersialkan dengan menyediakan fasilitas-fasilitas.
Menurut Tom Power & Clayton W. Barrows (261:2006) mengungkapkan
lodging properties can be categorized according to varied. classification criteria
can include price, funtion, location, particular market segment, and
distinctiveness of style of offerings. Perkembangan indutri akomodasi yang
mengikuti perkembangan pariwisata saat ini, banyak jenis hotel menjadi ke dalam
lebih dari satu jenis kategori.
Wisatawan MICE yang terus berkembang membawa keuntungan bagi
hotel yang memprioritaskan hotelnya sebagai hotel bisnis yang menyediakan
43
berbagai kebutuhan yang diperlukan untuk kegiatan MICE, karena karakteristik
wisatawan bisnis ini cenderung berkelompok yang akan mendatangkan
pemasukan yang cukup besar bagi industri pariwisata.
2.1.2
Proses Keputusan Pembelian Organisasi
2.1.2.1 Konsep Keputusan Pembelian Organisasi
Konsep keputusan penggunaan dalam penelitian ini diadopsi dari teori
keputusan pembelian Kotler & Keller (2009:184) mengatakan proses pengambilan
keputusan konsumen untuk melakukan pembelian suatu produk berdasarkan
adanya kesadaran atas pemenuhan kebutuhan dan keinginan yang oleh Assael
dalam Schiffman dan Kanuk (2004:561) disebut need arousal. Kebanyakan
penulis menyatakan tahapan ini sebagai tahap menyadari adanya masalah
(problem recognition), selanjutnya jika sudah disadari adanya kebutuhan dan
keinginan maka konsumen akan mencari informasi mengenai karakteristik produk
yang ditetapkan pada produk yang diinginkannya. Proses pencarian informasi ini
akan dilakukan dengan mengumpulkan semua informasi yang berhubungan
dengan karakteristik produk atau jasa dari produk yang diinginkan. Dari berbagai
informasi yang diperoleh konsumen melakukan seleksi atas alternatif-alternatif
yang tersedia. Proses seleksi inilah yang disebut sebagai tahap evaluasi informasi.
Dengan pembelian berbagai kriteria yang ada dalam benak konsumen.
Kotler & Keller (2009:184) mengungkapkan bahwa keputusan pembelian
merupakan tahap pengambilan keputusan pembelian di mana konsumen benarbenar membeli produk atau jasa. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dikatakan
44
keputusan pembelian merupakan suatu tahapan setelah konsumen benar-benar
melakukan pembelian.
Keputusan pembelian timbul karena adanya penilaian objektif atau karena
dorongan kebutuhan dan keinginan. Menurut Achmad Buchory (2010:74)
mengatakan bahwa sebagian besar orang berpikir tentang konsumen akhir
individu ketika mereka mendengar istilah pelanggan. Akan tetapi, pelanggan
dapat dibagi menjadi dua yaitu pelanggan individu dan pelanggan organisasi atau
pelanggan bisnis, dalam dunia perusahaan jasa biasa disebut dengan tamu bisnis.
Cannon (2008:213) juga mengatakan bahwa dalam pelanggan bisnis biasanya
berfokus pada faktor-faktor ekonomis ketika membuat keputusan pembelian dan
kurang emosional dalam pembelian dibandingkan konsumen akhir. Dalam segmen
pelanggan bisnis, proses pengambilan keputusan pembelian sebuah produk
dipengaruhi sejumlah orang yang terlibat di dalam pengambilan keputusan
tersebut.
Menurut Achmad Buchory (2010:76), sejumlah orang yang memiliki
keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan pembelian diantaranya:
a) Pencetus (initiator) orang pertama kali menyadari adanya kebutuhan yang
belum terpenuhi dan berinisiatif mengusulkan untuk membeli produk tertentu.
b) Pemakai (users) anggota kelompok yang akan pembelian produk atau jasa
tersebut.
c) Pendorong (influencers) orang yang mempengaruhi keputusan pembelian.
45
d) Penentu (deciders) orang yang berperan sebagai pengambil keputusan dalam
menentukan apakah produk jadi dibeli, produk apa yang akan dibeli,
bagaimana cara membeli, dan dimana produk itu dibeli.
e) Yang menyetujui (approvers) orang-orang yang menyetujui, yang memiliki
kekuasaan untuk memutuskan pembelian.
f) Pembeli (buyers) orang-orang dengan wewenang formalnya menyeleksi atau
memilih produk atau jasa yang akan digunakan.
g) Penjaga gerbang (gatekeepers) orang yang mengendalikan arus informasi
dalam organisasi.
Tamu bisnis membentuk berbagai pertimbangan-pertimbangan pada saat
menentukan keputusan. Karena pembuatan keputusan adalah sebuah proses,
bukan hanya tindakan sederhana memilih diantara antara alternatif yang ada.
Menurut Robbins & Coulter (2010: 161) berpendapat bahwa pembelian organisasi
adalah proses pengambilan keputusan oleh organisasi atau perusahaan dalam
menetapkan kebutuhan barang atau jasa yang dibutuhkan, dan ada delapan
langkah dalam proses pembuatan keputusan pembelian tamu bisnis yang diambil
oleh deciders yaitu sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi suatu masalah
Setiap keputusan diawali dengan masalah yang dirasakan oleh initiator, yaitu
perbedaan antara kondisi yang ada dan yang diinginkan. Sesuatu yang
dibutuhkan
menjadi
tamu/perusahaan.
sebuah
masalah
yang
sedang
dihadapi
setiap
46
2. Mengidentifikasi kriteria keputusan
Setelah initiator mengidentifikasi masalah, deciders memegang peran penting
dalam mengambil sebuah keputusan yang harus mengidentifikasi kriteria
keputusan yang dapat memecahkan masalah. Setiap pembuat keputusan
mempunyai kriteria yang memandu keputusannya dalam hal apa saja yang
dapat memenuhi kebutuhannya dan menjadi alternatif untuk memenuhi
kebutuhan users mereka.
3. Mengalokasikan bobot pada kriteria
Setiap kriteria tidak sama pentingnya, influencers yang harus mengalokasikan
dan menilai kembali dari masing-masing alternatif yang sudah menjadi pilihan
agar dapat memberikan prioritas yang tepat dalam membuat keputusan, mana
yang paling penting dan yang paling dibutuhkan users.
4. Mengembangkan alternatif
Mengembangkan alternatif menjadi suatu hal yang harus dilakukan dalam
proses pembuatan keputusan agar dapat mengetahui mana saja yang menjadi
alternatif deciders dalam memilih produk atau jasa yang akan digunakan.
5. Menganalisis alternatif
Deciders harus mengevaluasi setiap alternatif yang telah dikembangkan oleh
influencers. Manfaat yang bisa didapat oleh users menjadi sebuah keputusan
approvers untuk pembelian produk atau jasa hotel tersebut.
47
6. Memilih sebuah alternatif
Deciders dapat memilih hasil penilain, mana manfaat dan kegunaan yang
paling tinggi dirasakan dari sebuah produk atau jasa yang telah menjadi
alternatif.
7. Mengimplementasikan alternatif
Pembelian dan merasakan manfaat dan kegunaan yang didapat menjadi sebuah
keputusan yang diambil oleh buyers dalam menciptakan sebuah proses
keputusan pembelian produk atau jasa yang telah dipilih.
8. Mengevaluasi efektivitas keputusan
Mengevaluasi kembali keputusan yang telah diambil oleh approvers, dengan
merasakan seberapa besar manfaat dan kegunaan bagi users yang telah
merasakannya dan melihat keputusan yang diambil oleh deciders adalah benar
dapat memecahkan masalah sesuai yang diinginkan.
Menurut Achmad Buchory (2010:75), ada lima keputusan yang dilakukan
oleh pembeli organisasi, yaitu:
1. Spesifikasi Produk
Deciders akan menilai dan melihat produk mana yang akan memenuhi kriteria
users, setelah itu approvers akan memutuskan pembelian yang akan dilakukan
oleh buyers. Dalam hal ini perusahaan harus mengetahui produk yang
bagaimana yang dapat memenuhi kebutuhan sebuah organisasi yang menjadi
pangsa pasarnya. Misalnya bentuk layout kapasitas meeting room dan
sebagainya yang dibutuhkan sebuah perusahaan yang akan mengadakan
meeting.
48
2. Waktu Pembelian
Keputusan organisasi dalam memilih waktu pembelian bisa berbeda-beda
yang disesuaikan dengan kegiatan organisasi tersebut, oleh sebab itu perlu
adanya kontak antara penyedia dengan organisasi, misalnya jam pembelian,
dan kapan mereka akan mengadakan meeting.
3. Jumlah Pemesanan
Organisasi dapat mengambil keputusan seberapa banyak jumlah yang akan
dipesan oleh organisasi pada setiap pembeliannya. Misalnya jumlah peserta
yang akan meeting dan berapa jumlah meeting room yang akan digunakan.
4. Syarat Pembayaran
Setiap organisasi memilih sebuah produk yang akan digunakan oleh
anggotanya, organisasi tersebut pasti akan melakukan sebuah transaksi. Pada
saat transaksi inilah biasanya organisasi ada yang melakukan pembayaran
secara tunai maupun mebebankan pada organisasinya. Hal ini tergantung dari
kesanggupan buyers dalam melakukan suatu transaksi.
5. Pilihan Saluran Distribusi
Organisasi harus mengambil keputusan mana yang akan digunakan untuk
melakukan booking-an meeting room yang akan digunakan. Setiap organisasi
berbeda-beda dalam hal menentukan cara yang mana yang paling efektif
dikarenakan faktor lokasi, harga, dan persediaan meeting room yang tersedia
dan sebagainnya.
Achmad Buchory (2010:74) mengatakan bahwa ada empat macam pasar
organisasi, yaitu pasar perusahaan (perusahaanal market), pasar penjual (reseller
49
markets), pasar pemerintah (government markets), dan pasar global (global
markets). Dan menurut Cannon (2008:213) mengatakan tidak semua pelanggan
organisasi adalah perusahaan bisnis, meskipun demikian, mereka terkadang
disebut pembeli bisnis dan para manajer pemasaran sering menyebut pelanggan
organisasi secara kolektif sebagai pasar “business to business” atau disingkat B2B
market. Berdasarkan pengertian diatas, dapat dikatakan tamu bisnis adalah
sebagian dari B2B market. Dalam perusahaan jasa pasar organisasi berfokus pada
segmen pasar indusrti dan pasar pemerintah.
Kotler & Keller (2009:184) mengungkapkan lima tahap proses keputusan
pembelian (pembelian) individual yaitu sebagai berikut:
Pengenalan masalah
Pencarian berbagai informasi
Evaluasi berbagai alternatif merek produk
Keputusan pembelian
Perilaku pasca pembelian
Sumber : Kotler dan Keller (2009:185)
GAMBAR 2.1
PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN KONSUMEN
50
a. Pengenalan kebutuhan (need recognition)
Proses pembelian dimulai ketika konsumen menyadari suatu masalah atau
kebutuhan yang dipicu oleh rangsangan internal atau eksternal. Dengan
rangsangan internal seperti rasa lapar, haus, seks yang naik ke tingkat
maksimum dan menjadi dorongan; atau kebutuhan bisa timbul akibat
rangsangan eksternal.
b. Pencarian informasi (information search)
Pada tingkat ini, konsumen hanya menjadi reseptif terhadap informasi tentang
sebuah produk.
c. Pengevaluasian alternatif (evaluation of alternative) adalah tahap proses
keputusan
pembelian
dimana
konsumen
pembelian
informasi
untuk
mengevaluasi berbagai produk alternatif di dalam serangkaian pilihan.
d. Keputusan pembelian (purchase decision) adalah tahap proses keputusan
dimana konsumen secara aktual melakukan pembelian produk berdasarkan
karakteristik produk yang sesuai dengan gaya hidupnya.
e. Perilaku setelah pembelian (post purchase behavior) adalah tahap proses
keputusan pembelian konsumen di dalam melakukan tindakan lebih lanjut
setelah pembelian berdasarkan pada kepuasan atau ketidakpuasan.
Perbedaan antara pembelian tamu individual dengan pembelian tamu
bisnis akan banyak menghadapi bebagai masalah dan keputusan yang berbeda,
seperti halnya masalah yang terstruktur yang bersifat langsung, dikenal, dan
mudah didefinisikan membutuhkan keputusan yang terprogram yaitu keputusan
yang dapat diatasi dengan pembelian pendekatan rutin. Sedangkan masalah yang
51
tidak terstruktur yang bersifat masalah baru dengan informasi yang sulit
membutuhkan keputusan yang tidak terprogram yaitu keputusan yang unik dengan
membutuhkan solusi yang disesuaikan.
2.1.2.2 Jenis Situasi Pembelian Organisasi
1) Pembelian ulang langsung (straight rebuy), adalah situasi di mana bagian
pembelian
suatu
perusahaan
memesan
ulang
produk-produk
yang
dibutuhkannya, dan ini dilakukannya secara rutin.
2) Pembelian ulang dengan penyesuaian (modified rebuy), adalah suatu situasi di
mana pembeli ingin mengubah spesifikasi produk, harga, persyartanpersyaratan lain atau mengubah bentuk lainnya.
3) Tugas baru (new task), adalah pembeli yang membeli produk atau jasa untuk
pertama kali.
Besarnya persepsi risiko bervariasi dengan jumlah keyakinan diri
konsumen. Konsumen melakukan pengurangan risiko secara rutin seperti
penghindaran putusan, pengumpulan informasi lebih banyak dan pencarian
produk dengan penetapan harga yang tepat. Pemasar harus memahami faktor yang
menimbulkan suatu perasaan tentang risiko dalam konsumen dan memberikan
informasi serta dukungan yang akan mengurangi risiko dengan situasi ini di mana
pembuat keputusan dapat membuat keputusan yang akurat karena semua hasil
sudah diketahui.
52
2.1.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Organisasi
Agar dapat sukses dalam persaingan, maka perusahaan harus berusaha
menciptakan dan mempertahankan pelanggan dengan cara menghasilkan dan
menyampaikan produk yang diinginkan konsumen dengan harga layak. Oleh
karena itu, setiap perusahaan harus selalu berupaya memahami perilaku
pelanggan. Melalui pemahaman perilaku pelanggan bisnis secara mendalam,
perusahaan dapat menyusun strategi dan program pemasaran yang tepat untuk
memanfaatkan setiap peluang yang ada secara optimal untuk menghasilkan laba di
atas para pesaingnya.
Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku
konsumen dalam melakukan setiap pembelian menurut Achmad Buchory
(2010:76):
Faktor
Lingkungan
Faktor
Organisasi
Individu
Perorangan

Tingkat permintaan

Pandangan ekonomi

Biaya modal

Tujuan

Usia

Wewenang
Tingkat perubahan


Kebijakan

Pendapatan
Kedudukan
teknologi


Prosedur

Pendidikan
Empati
Perkembangan


Struktur organisasi

Posisi jabatan
Sikap meyakinkan
politik dan peraturan


Sistem perusahaan

Kepribadian

Sikap terhadap resiko


Perkembangan
Faktor
Antarpribadi
persaingan
Sumber: Achmad Buchory (2010:76)
GAMBAR 2.2
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PEMBELIAN ORGANISASI
53
2.1.2.4 Pertimbangan Pengambilan Keputusan Organisasi
1) Rasionalitas
Jenis pengambilan keputusan di mana pilihan bersifat logis dan konsisten
serta memaksimalkan nilai. Pembuat keputusan yang rasional sangat objektif dan
logis yang mempunyai tujuan jelas dan spesifik serta mengetahui semua alternatif
yang akan diambil serta konsekuensinya dan akan secara konsisten menghasilkan
pemilihan alternatif yang memaksimalkan kemungkinan tercapainya tujuan.
2) Rasionalitas terikat
Pengambilan keputusan yang rasional tetapi terbatas (terikat) oleh
kemampuan individu untuk mengidentifikasi masalah, mempertimbangkan
alternatif, mengumpulkan informasi, dan bertindak tegas namun bijaksana agar
mendapatkan solusi yang baik.
3) Intuisi
Pembuatan keputusan berdasarkan pengalaman, perasaan, dan akumulasi
pertimbangan dengan mengidentifikasi dari lima elemen yaitu keputusan
berdasarkan kognitif (keterampilan, pengetahuan, dan pelatihan), keputusan
berdasarkan perasaan atau emosi, keputusan berdasarkan pengalaman, keputusan
berdasarkan nilai etika atau budaya, dan keputusan berdasarkan mental bawah
sadar.
Apabila organisasi telah memutuskan alternatif yang akan dipilih dan
sesuai dengan evaluasi dari keputusan yang diambil. Pembelian meliputi
keputusan organisasi mengenai apa yang dibeli, apakah membeli/tidak, kapan dan
dimana membeli dan bagaimana cara membayarnya. Sehingga yang harus
54
diperhatikan disini adalah keinginan yang sudah bulat untuk membeli sesuatu
produk berdasarkan karakteristik kebutuhan organisasi tersebut.
Sedangkan jenis-jenis perilaku pembelian menurut Kotler (2009:221),
yaitu:
1. Perilaku pembelian yang kompleks
Konsumen melakukan perilaku pembelian yang kompleks manakala
sangat terlibat dalam pembelian dan merasa perbedaan yang berarti di antara
harga yang ditetapkan. Konsumen mungkin sangat terlibat apabila produk itu
mahal, berisiko, jarang dibeli dan terlalu swaekspresif. Biasanya, konsumen harus
belajar tentang kategori harga produk. Pembeli ini harus melalui proses belajar,
pertama mengembangkan keyakinan terhadap harga produk, kemudian sikap dan
lalu membuat pilihan pembelian yang bijaksana. Pemasar produk berketerlibatn
tinggi harus memahami pengumpulan informasi dan evaluasi perilaku konsumen
yang keterlibatan tinggi. Mereka perlu membantu pembeli belajar tentang atribut
kelas-produk dan arti-penting relatifnya dan tentang apa yang ditawarkan harga
perusahaan atas atribut penting.
2. Perilaku pembelian yang mengurangi ketidakcocokan
Perilaku pembelian yang mengurangi ketidakcocokan terjadi kalau
konsumen sangat terlibat dalam pembelian yang mahal, jarang atau berisiko tetapi
terdapat sedikit perbedaan di antara merek-merek.
3. Perilaku pembelian yang merupakan kebiasaan
Perilaku pembelian yang merupakan kebiasaan terjadi pada keadaan
keterlibatan konsumen adalah rendah dan sediki perbedaan harga yang berarti.
55
Oleh karena pembeli tidak terlalu terikat pada merek yang manapun, pemasar
produk yang berketerlibatan rendah dengan sedikit perbedaan harga sering
pembelian harga dan promosi penjualan untuk mendorong coba-coba pakai
produk.
4. Perilaku pembelian yang mencari variasi
Konsumen menjalani perilaku pembelian yang mencari variasi dalam
situasi yang dicirikan oleh keterlibatan konsumen rendah tetapi cukup merasakan
perbedaan harga. Dalam keadaan seperti itu, konsumen sering melakukan
penggantian merek.
Proses keputusan dimulai ketika seorang konsumen menyadari adanya
kebutuhan yang tak terpenuhi. Proses pemecahan masalah konsumen selanjutnya
terfokus pada bagaimana sebaiknya memenuhi kebutuhan tersebut. Pengenalan
masalah sering terjadi secara cepat. Cannon, et al, (2008:201) juga mengatakan
terdapat tiga tingkat pemecahan masalah yang bermanfaat, yaitu:
1. Pemecahan masalah ekstensif
Konsumen pembelian pemecahan masalah ekstensif ketika mereka
berupaya keras untuk memutuskan bagaimana memenuhi suatu kebutuhan, seperti
halnya melakukan pembelian sesuatu yang baru atau untuk memenuhi kebutuhan
yang penting.
2. Pemecahan masalah terbatas
Pemecahan masalah terbatas digunakan oleh konsumen ketika dibutuhkan
suatu upaya dalam memutuskan cara terbaik untuk memuaskan suatu kebutuhan.
56
Hal ini biasa ketika konsumen memiliki pengalaman sebelumnya dengan sebuah
produk tetapi tidak yakin benar pilihan mana yang diambil pada saat itu.
3. Perilaku respon rutin
Seorang konsumen pembelian perilaku respon rutin saat ia secara reguler
memilih cara tertentu untuk memuaskan suatu kebutuhan ketika kebutuhan itu
muncul. Respon rutin bersifat tipikal/khas ketika seorang konsumen memiliki
banyak pengalaman dalam hal bagaimana memenuhi suatu kebutuhan dan tidak
menharuskan informasi baru.
Proses pengambilan keputusan berakhir pada tahap perilaku purnabeli di
mana konsumen merasakan tingkat kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan
akan mempengaruhi perilaku beikutnya. Jika organisasi tersebut merasa puas,
mereka akan memperlihatkan peluang yang besar untuk melakukan pembelian
ulang atau membeli produk lain pada perusahaan yang sama di masa mendatang,
dan cenderung merekomendasikan kepada orang lain. Banyak orang berpendapat
bahwa pembeli yang puas merupakan iklan yang terbaik bagi produk.
2.1.3
Pengaruh Pricing Strategy Terhadap Keputusan Penggunaan
Pricing strategy merupakan peran penting bagi perusahaan untuk
mendapatkan laba ataupun pangsa pasar yang besar di dalam dunia persaingan.
Menetapkan harga agar konsumen memahami dan menerima harga suatu produk
atau jasa, merupakan prioritas pemasaran yang penting karena berpengaruh
langsung terhadap keputusan konsumen untuk membeli ataupun pembelian ulang
suatu produk atau jasa tersebut.
57
Keputusan konsumen untuk membeli selalu diharapkan oleh setiap pelaku
bisnis, mayoritas pandangan pertama yang dilihat konsumen untuk pembelian
sebuah produk atau jasa yang diinginkan yaitu harga sebelum konsumen melihat
kualitas, faktor inilah yang menjadi hal yang sangat penting ketika konsumen
akan membeli, kemenarikan harga yang ditetapkan akan membuat konsumen
memutuskan untuk pembeliannya.
Pricing strategy yang salah akan menimbulkan masalah yang serius dalam
sebuah perusahaan karena akan berdampak terhadap laba atau kelangsungan hidup
perusahaan. Menurut Ali Hasan (2009:333) Sebagai salah satu elemen bauran
pemasaran, harga mengandung dimensi strategik sekaligus taktikal dan
membutuhkan pertimbangan cermat mengenai penetapan harga.
Demand based pricing methods inilah yang akan mempertahankan bahkan
menaikan perusahaan dalam dunia persaingan yang semakin tinggi saat ini,
dengan beberapa faktor dari indikator yang digunakan dalam demand based
pricing methods yang dijalankan akan membuat perusahaan tetap bertahan. Simon
Hudson (2008:192) Penetapan harga yang berfokus pada demand based pricing
methods, perusahaan memiliki tiga alternatif strategi yaitu:
1. Buyer Based Pricing
Strategi ini efektif dalam memberikan kenyaman dan nilai lebih kepada
konsumen terhadap kualitas sebuah produk dengan harga yang ditawarkan Hotel
Bumi Asih Jaya Bandung. Perspektif konsumen terhadap harga yang diinginkan
mempermudah perusahaan untuk melakukan segmentasi pasar yang dilayani.
58
2. Psychological Pricing
Adanya perubahan lingkungan konsumen dan persaingan membuat
konsumen mencari berbagai alternatif agar biaya yang dikeluarkannya lebih
efisien dengan apa yang didapat. Strategi ini bertujuan untuk menarik konsumen
untuk membeli produk yang telah ditawarkan oleh perusahaan dan mengurangi
sensitifitas konsumen terhadap harga tanpa mengurangi pandangan konsumen
terhadap kualitas sebuah produk.
3. Negotiation
Strategi ini sangat baik untuk menjalin hubungan antara perusahaan
dengan konsumen agar mereka nyaman dengan harga dan pelayanan yang
perusahaan berikan, seperti merespon terhadap kebutuhan pelanggan, memberikan
kebebasan pelanggan untuk memilih, dan akhirnya terbentuk kesepakatan yang
akan memberikan kenyaman kepada pelanggan sehingga mendorong terbentuknya
keunggulan kompetitif yang berkelanjutan di masa yang akan datang.
Upaya Hotel Bumi Asih Jaya Banung dengan menerapkan pricing strategy
demand based methods bertujuan untuk dapat memberikan sebuah keputusan bagi
konsumen untuk membeli atau pembelian produk atau jasa yang telah ditawarkan
agar perusahaan dapat bertahan dalam persaingan yang semkin tinggi.
59
2.1.4
Hasil Penelitian Terdahulu dan Orisinilitas Penelitian
Berikut ini tersaji tabel mengenai hasil penelitian yang berkaitan dengan
pricing strategy dan keputusan pembelian:
TABEL 2.4
PENELITIAN TERDAHULU DAN ORISINALITAS PENELITIAN
No
1.
Nama peneliti
Ika Putri Iswayanti,
2010
2.
Fitria
2010
3.
M Rhendria Dinawan,
2010
4.
Made Novandri SN,
2010
5.
Risa Chaerun Nisa,
2009
Kusumastuti,
Judul
Analisis Pengaruh Kualitas Produk, Kualitas
Layanan, Harga, dan Tempat Terhadap Keputusan
Pembelian Soto Angkring Mas Boed di Surabaya
Pengaruh Harga, Atribut Produk dan Promosi
Terhadap Keputusan Pembelian Produk Telepon
Seluler Sony Ericsson
Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Keputusan Pembelian
Analisis Pengaruh Kualitas Produk, Harga, dan
Iklan Terhadap Keputusan Pembeliaan Sepeda
Motor Yamaha pada Harpindo Jaya cabang
Ngaliyan
Pengaruh harga dan kualitas Produk Terhadap
Keputusan Pembelian Konsumen Wanita dalam
Pembeli Produk Fashion di Ramayana
Departemen Store Semarang
Temuan penelitian
Variabel kualitas produk, layanan, harga
dan tempat berpengaruh signifikan
terhadap keputusan pembelian
Variabel harga, atribut produk dan
promosi berpengaruh signifikan
terhadap keputusan pembelian.
Vaiabel-variabel yang mempengaruhi
signifikan terhadap keputusan
pembelian adalah variable kualitas
produk, harga kompetitif, dan citra
merek.
Variable kualitas produk, harga, dan
iklan, memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap keputusan
pembelian
Variabel harga dan kualitas produk
memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap keputusan pembelian.
Sumber : Diolah dari beberapa sumber 2010
Persamaan dalam penelitian ini dengan peneliti terdahulu adalah terletak
pada variable yang diteliti yaitu pricing strategy dan keputusan pembelian yang di
samping itu, bahwa pada kenyataannya, sampai saat ini pricing strategy masih
terus berkembang dalam dunia pariwisata khususnya industri jasa.
Perbedaaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah terletak pada
teori yang digunakan pada variabel independent yang mengambil teori Simon
Hudson (2008:191) yaitu pricing strategy demand based methods, yang terdiri
dari buyer based pricing, psychological pricing, dan negotiating serta objek
penelitian yang menjadi pusat penelitian. Objek penelitian ini adalah Hotel Bumi
Asih Jaya Bandung. Penelitian ini berusaha untuk memperoleh temuan mengenai
upaya meningkatkan keputusan pembelian melalui pricing strategy, yang dimana
60
keputusan pembelian merupakan indikator dari segmentasi dari pasar sasaran,
sehingga memudahkan perusahaan untuk mengelompokan pasar sasaran yang ada.
2.2
Kerangka Pemikiran
Perusahaan jasa merupakan sektor ekonomi yang sangat besar dan tumbuh
sangat pesat. Pertumbuhan tersebut selain diakibatkan oleh pertumbuhan jenis jasa
yang sudah ada sebelumnya, juga disebabkan oleh munculnya jenis jasa baru,
sebagai akibat dari tuntutan dan perkembangan teknologi. Sudut pandang dari
konteks globalisasi, pesatnya pertumbuhan perusahaan jasa antar negara ditandai
dengan meningkatnya intensitas pemasaran lintas negara serta terjadinya aliansi
berbagai penyedia jasa di dunia.
Pada dasarnya manusia itu memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi, oleh
sebab itu setiap perusahaan yang bergerak di bidang produk dan jasa harus
memiliki berbagai strategi untuk mendapatkan apa yang diharapkan sebuah
perusahaan. Menurut Kotler dan Keller (2009:7), pemasaran adalah suatu proses
sosial dan manajerial dimana individu-individu dan kelompok-kelompok
mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan melalui penciptaan,
penawaran, dan pertukaran produk-produk yang bernilai.
Berbagai elemen yang dapat menunjang tumbuhnya perusahaan produk
dan jasa yang sedang dikelola, dengan tidak terlepas dari strategi yang dijalankan
oleh perusahaan tersebut, dalam teori marketing mix yang diungkapkan oleh
Lovelock (2011:44) terdapat tujuh bauran pemasaran yang sering digunakan
dalam pelayanan yang terdiri dari product, price, place, promotion, people,
61
process and physical evidence, tetapi menurut Kotler dan Keller (2009:63),
mengatakan harga merupakan satu-satunya bauran pemasaran yang menghasilkan
pendapatan, sedangkan unsur lainnya menimbulkan biaya. Harga juga merupakan
salah satu unsur bauran pemasaran yang paling fleksibel dan dapat diubah dengan
cepat.
Keputusan dalam penetapan harga tidaklah mudah dilakukan, Fandy
Tjiptono (2009:137)
mengatakan
bahwa harga yang terlalu mahal bisa
meningkatkan laba jangka pendek, tetapi akan sulit dijangkau konsumen dan
sukar bersaing dengan kompetitor. Sedangkan menurut Ali Hasan (2009:302)
mengatakan bahwa kondisi persaingan sangat mempengaruhi penentuan harga.
Oleh karena itu, marketer perlu mengetahui reaksi persaingan yang terjadi dipasar
serta sumber-sumber yang menyebabkan persaingan itu terjadi, umumnya
persaingan bersumber dari produk sejenis yang dihasilkan oleh perusahaan lain
(produk subtitusi). Situasi persaingan yang semakin tinggi saat ini membuat para
pelaku pembisnis melakukan berbagai strategi harga termasuk strategi harga
dalam produk yang sudah mapan. Meskipun produk itu sudah mapan di pasar luar,
perusahaan harus selalu meninjau kembali strategi penetapan harga yang
disebabkan perubahan selera konsumen atau perubahan lingkungan persaingan.
Simon Hudson (2008:192) Penetapan harga yang berfokus pada demand
based methods, perusahaan memiliki empat alternatif strategi yang terdiri dari
buyer based pricing, psychological pricing, negotiation dan price lining.
Buyer based pricing, merupakan strategi yang menetapkan harga sesuai
dengan permintaan dan penawaran konsumen terhadap suatu produk. Strategi ini
62
efektif dalam memberikan kenyaman dan nilai lebih kepada konsumen terhadap
kualitas sebuah produk yang ditawarkan perusahaan. Perspektif konsumen
terhadap harga yang diinginkan mempermudah perusahaan untuk melakukan
segmentasi pasar yang dilayani misalnya, untuk melayani para pelanggan yang
tidak terlalu sensitif terhadap harga. Jika strategi ini berhasil diterapkan, maka
perusahaan akan menikmati marjin penjualan yang lebih besar, pasar yang
tersegmentasi dan dapat meningkatkan hubungan baik antara perusahaan dengan
konsumennya.
Psychological pricing, dilakukan untuk mempengaruhi persepsi konsumen
dalam hubungan harga dengan nilai. Strategi ini bertujuan untuk menarik
konsumen untuk membeli produk yang telah ditawarkan oleh perusahaan dan
mengurangi sensitifitas konsumen terhadap harga tanpa mengurangi pandangan
konsumen terhadap kualitas sebuah produk. Adanya perubahan lingkungan
konsumen dan pesaing membuat konsumen mencari berbagai alternatif agar biaya
yang dikeluarkannya lebih efisien dengan apa yang didapat.
Negotiation, ini menetapkan harga produk sesuai dengan kesepakatan
kedua belah pihak antara konsumen dengan produsen. Strategi ini sangat baik
untuk menjalin hubungan antara perusahaan dengan konsumen agar mereka
nyaman dengan harga dan pelayanan yang perusahaan berikan, seperti merespon
terhadap kebutuhan pelanggan, memberikan kebebasan pelanggan untuk memilih,
dan akhirnya terbentuk kesepakatan yang akan memberikan kenyaman kepada
pelanggan sehingga mendorong terbentuknya keunggulan kompetitif yang
berkelanjutan di masa yang akan datang.
63
Pricing strategy sangat mempengaruhi keputusan konsumen untuk
membeli produk atau jasa yang mereka butuhkan. Perilaku konsumen sangat
menentukan untuk menciptakan keputusan pembelian, sama halnya dengan
perilaku pembelian organisasi (tamu bisnis), hanya saja pada pembelian pada
sebuah organisasi atau perusahaan banyak sekali pertimbangan-pertimbangan
pada saat menentukan sebuah keputusan dan dipengaruhi sejumlah orang yang
terlibat di dalam pengambilan keputusan.
Sheryl E. Kimes dalam jurnal Pricing and Revenue Management 2009
yang mengungkapkan “In order to successfully use price as a strategic weapon,
firms must address two questions: what prices to charge and how to determine
which customers or market segments should be offered those prices determine his
decision”. Sedangkan Stowe Shoemaker and Anna S. Mattila dalam jurnal Pricing
In Services 2009 yang berpendapat “services have characteristics that make
pricing in a different service with the goods”.
Menurut Achmad Buchory (2010:76) sejumlah orang yang memiliki
keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan pembelian pada organisasi
diantaranya yaitu, initiator, users, influencers, decider, approvers, buyers, dan
gatekeeper, sedangkan menurut Robbins & Coulter (2010:161) proses
pengambilan keputusan yang dilakukan organisasi diantaranya yaitu, identifikasi
masalah, identifikasi kriteria keputusan, alokasi bobot kriteria, pengembangan
alternatif, analisis alternatif, pemilihan alternatif, implementasi alternatif, dan
evaluasi efektifitas keputusan bersama dalam organisasi.
64
Ada beberapa faktor yang menjadi kriteria sebuah keputusan, menurut
Achmad Buchory (2010:75), ada lima keputusan yang dilakukan oleh pembeli
organisasi, yaitu:
1. Spesifikasi Produk
Deciders akan menilai dan melihat produk mana yang akan memenuhi kriteria
users, setelah itu approvers akan memutuskan pembelian yang akan dilakukan
oleh buyers. Dalam hal ini perusahaan harus mengetahui produk yang
bagaimana yang dapat memenuhi kebutuhan sebuah organisasi yang menjadi
pangsa pasarnya. Misalnya bentuk layout kapasitas meeting room dan
sebagainya yang dibutuhkan sebuah perusahaan yang akan mengadakan
meeting.
2. Waktu Pembelian
Keputusan organisasi dalam memilih waktu pembelian bisa berbeda-beda
yang disesuaikan dengan kegiatan organisasi tersebut, oleh sebab itu perlu
adanya kontak antara penyedia dengan organisasi, misalnya jam pembelian,
dan kapan mereka akan mengadakan meeting.
3. Jumlah Pemesanan
Organisasi dapat mengambil keputusan seberapa banyak jumlah yang akan
dipesan oleh organisasi pada setiap pembeliannya. Misalnya jumlah peserta
yang akan meeting dan berapa jumlah meeting room yang akan digunakan.
4. Syarat Pembayaran
Setiap organisasi memilih sebuah produk yang akan digunakan oleh
anggotanya, organisasi tersebut pasti akan melakukan sebuah transaksi. Pada
65
saat transaksi inilah biasanya organisasiada yang melakukan pembayaran
secara tunai maupun mebebankan pada organisasinya. Hal ini tergantung dari
kesanggupan buyers dalam melakukan suatu transaksi.
5. Pilihan Saluran Distribusi
Organisasi harus mengambil keputusan mana yang akan digunakan untuk
melakukan booking-an meeting room yang akan digunakan. Setiap organisasi
berbeda-beda dalam hal menentukan cara yang mana yang paling efektif
dikarenakan faktor lokasi, harga, dan persediaan meeting room yang tersedia
dan sebagainnya.
Pricing strategy demand based methods yang membentuk keputusan
pembelian pada sebuah organisasi, memegang peranan penting bagi kemajuan
setiap perusahaan produk dan jasa. Faktor-faktor penentu yang digunakan dalam
proses keputusan pembelian terhadap pricing strategy demand based methods
yang dijalankan perusahaan terdiri dari buyer based pricing, psychological
pricing, dan negotiation dengan mengukur melalui faktor keputusan pembelian
sebuah organisasi yang terdiri dari spesifikasi produk, waktu pembelian, jumlah
pemesanan, syarat pembayaran, dan pilihan saluran distribusi.
Berdasarkan penjelasan teori di atas, secara teoritis penjelasan pricing
strategy demand based methods yang terdiri dari buyer based pricing,
psychological pricing dan negotiation mempunyai hubungan yang positif terhadap
keputusan pembelian. Keterkaitan antara dua konsep di atas merupakan kerangka
berpikir yang dijadikan landasan dalam penelitian sebagaimana terlihat dalam
bagan kerangka pemikiran seperti yang disajikan Gambar 2.3 berikut ini:
MARKETING MIX
MARKETING
MANAGEMENT
Kotler & Keller
(2009:7)

Product

Place

Promotion

PRICE

People

Process

Physical Evidence
PRICING
STRATEGY




KEPUTUSAN
PENGGUNAAN
Spesifikasi Produk

BUYER BASED PRICING
DEMAND BASED
METHODS

Waktu Pembelian

PSYHOLOGICAL PRICING

Jumlah Pemesanan
Competition Oriented

NEGOTIATION

Syarat Pembayaran

Pilihan Saluran
Ditribusi
Cost Based Methods
Simon Hudson
(2008:189)
Simon Hudson (2008:191)
Achmad Buchory
(2010:75)
Lovelock
(2011:44)
= Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti
= Pengaruh
= Feed Back (tidak diteliti)
GAMBAR 2.3
KERANGKA PEMIKIRAN
UPAYA MENINGKATKAN KEPUTUSAN PENGGUNAAN MEETING PACKAGE DI HOTEL BUMI ASIH JAYA
BANDUNG MELALUI DEMAND BASED PRICING METHODS
Mohamad Fauzan, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
66
67
Berdasarkan kerangka pemikiran maka disusun paradigma penelitian
penciptaan keputusan penggunaan meeting package pada tamu wisatawan bisnis
melalui demand based pricing methods yang terdiri dari buyer based pricing,
psychological pricing, dan negotiation. Sedangkan keputusan penggunaan
meeting package adalah, spesifikasi produk, waktu pembelian, jumlah pemesanan,
syarat pembayaran, pilihan saluran distribusi. Secara jelas digambarkan dalam
Gambar 2.4 di bawah ini:
Demand Based Pricing Methods
Buyer Based
Pricing
Psychological
Pricing
Keputusan
Penggunaan
Negotiation
GAMBAR 2.4
PARADIDMA PENELITIAN
UPAYA MENINGKATKAN KEPUTUSAN PENGGUNAAN MEETING
PACKAGE DI HOTEL BUMI ASIH JAYA BANDUNG MELALUI
DEMAND BASED PRICING METHODS
2.3
Hipotesis
Ulber Silalahi (2009: 160) mengutarakan bahwa Hipotesis merupakan
pernyataan atau jawaban tentatif atas masalah dan kemudian hipotesis dapat
diversifikasi hanya setelah hipotesis diuji secara empiris. Jadi, hipotesis juga dapat
dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum
merupakan jawaban yang empirik.
68
Berdasarkan penyusunan hipotesis penelitian ini, didukung oleh beberapa
premis yang mendukung bahwa pricing strategy mempunyai pengaruh terhadap
keputusan penggunaan (pembelian) sebagai berikut:
1.
Menurut
Compeau
dalam
Solomon
(2011:95)
mengatakan
survey
consistentlyshow that consumers consider price the most important factor
when they buy.
2.
Ali Hasan (2009:298) mengutarakan bahwa harga mempengaruhi kinerja
finansial dan memiliki pengaruh penting terhadap persepsi pembelian.
3.
Fandy Tjiptono (2009:468) mengungkapkan bahwa berdasarkan hukum
permintaan harga mempengaruhi pembelian, semakin tinggi harga semakin
sedikit permintaan, sebaliknya semakin rendah harga semakin tinggi
permintaan.
4.
Harga merupakan faktor utama penentu posisi dan harus diputuskan sesuai
dengan pasar sasaran, bauran ragam produk, dan pelayanan, serta persaingan.
(Kotler dan Amstrong dalam Bernard 2009:78)
5.
Gregorius Chandra (2008:468) berpendapat bahwa Harga bersifat fleksibel,
artinya dapat disesuaikan dengan cepat. Dari empat unsur bauran pemasaran
tradisional, harga adalah elemen yang paling mudah diubah dan diadaptasikan
dengan dinamika pasar. Berdasarkan hukum permintaan, besar kecilnya harga
mempengaruhi kuantitas produk yang dibeli konsumen.
6.
Eric T. Anderson and Duncan I. Simester
dalam jurnal Price cues and
customer price knowledge (2009:150) yang mengungkapkan ”Pricing strategy
is one of the marketing tactics used to convince customers that the prices
69
provide good value compared with competitors’ prices and will affect
customers to evaluate a price that in its decision
Berdasarkan uraian permasalahan-permasalahan di atas, maka penulis
merumuskan bahwa:
“Terdapat pengaruh secara positif antara keputusan penggunaan meeting
package di Hotel Bumi Asih Jaya Bandung melalui demand based pricing
methods yang terdiri dari buyer based pricing, psychological pricing, dan
negotiation”.
Download