Mengenal Bank Syariah MENGENAL BANK SYARIAH Oleh: Ahmad Ifham Sholihin Ahmad Ifham Sholihin Page 1 Mengenal Bank Syariah DAFTAR ISI BAB I OVERVIEW ................................................................................................ 3 BAB II KONSEP DASAR ..................................................................................... 20 BAB III PENGHIMPUNAN DANA ....................................................................... 54 BAB IV PENYALURAN DANA ........................................................................... 62 BAB V JASA, INSTRUMEN DAN SURAT BERHARGA .................................... 105 BAB VI MANAJEMEN OPERASIONAL ............................................................ 132 Ahmad Ifham Sholihin Page 2 Mengenal Bank Syariah BAB I OVERVIEW 1. Definisi Bank Syariah adalah bank yang kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip syariah/hukum Islam, dan dikenal juga dengan Bank Islam. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah mendefinisikan bank syariah sebagai Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas bank umum syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Secara umum, bank syariah merupakan lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima/menghimpun dana, menyalurkan dana, dan memberikan berbagai jasa-jasa perbankan syariah, seperti mengirimkan uang dan berbagai produk yang memudahkan nasabah dalam bermuamalah. Bank Syariah di Indonesia saat ini terdiri dari 3 macam yaitu Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS), dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Definisi masing-masing akan dibahas pada bagian lain di buku ini. 2. Sejarah Dalam sejarah perekonomian umat Islam, pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai syariah telah menjadi bagian dari tradisi umat Islam sejak zaman Rasulullah saw. Menurut Adiwarman Azwar Karim, institusi bank sebenarnya tidak dikenal dalam kosa kata fikih Islam, karena memang institusi ini tidak dikenal oleh masyarakat Islam, baik pada masa Rasulullah saw., Khulafaur Rasyidin, Dinasti Umayyah, maupun Dinasti Abbasyiyyah. Namun demikian, fungsi-fungsi perbankan, yaitu menerima deposit, menyalurkan dana, dan melakukan transfer dana telah lazim dilakukan, tentunya dengan akad yang sesuai syariah. Ahmad Ifham Sholihin Page 3 Mengenal Bank Syariah Penggunaan cek juga telah dikenal luas sejalan dengan meningkatnya perdagangan antara negeri Syam dengan Yaman, yang paling tidak berlangsung dua kali dalam setahun. Bahkan, pada masa pemerintahannya, Khalifah Umar bin al-Khattab ra menggunakan cek untuk membayar tunjangan kepada mereka yang berhak. Perbankan mulai berkembang pesat ketika beredar banyak jenis mata uang pada zaman Abbasyiyyah sehingga perlu keahlian khusus untuk membedakan antara satu mata uang dengan mata uang lainnya. Hal ini diperlukan karena setiap mata uang mempunyai kandungan logam mulia yang berlainan sehingga mempunyai nilai yang berbeda pula. Orang yang mempunyai keahlian khusus ini disebut naqid, sarraf, dan jihbiz. Aktivitas ekonomi ini merupakan cikal bakal dari apa yang kita kenal sekarang sebagai praktik penukaran mata uang (money changer). Istilah jihbiz itu sendiri mulai dikenal sejak zaman Khalifah Muawiyyah (661-680 M) yang sebenarnya dipinjam dari bahasa Persia: kahbad atau kihbud. Kemajuan praktik perbankan pada zaman itu ditandai dengan beredarnya saq (cek) dengan luas sebagai media pembayaran. Bahkan, peranan bankir telah meliputi tiga aspek, yakni menerima deposit, menyalurkannya, dan mentransfer uang. Dalam hal yang terakhir ini, uang dapat ditransfer dari satu negeri ke negeri lainnya tanpa perlu memindahkan fisik uang tersebut. Para money changer yang telah mendirikan kantorkantor di banyak negeri telah memulai penggunaan cek sebagai media transfer uang dan kegiatan pembayaran lainnya. Dalam sejarah perbankan Islam, adalah Sayf alDawlah al-Hamdani yang tercatat sebagai orang pertama yang menerbitkan cek untuk keperluan kliring antara Baghdad (Irak) dan Aleppo (Spanyol). Dalam perkembangan berikutnya, kegiatan yang dilakukan oleh perorangan (jihbiz) kemudian dilakukan oleh institusi yang saat ini dikenal sebagai bank. Ketika Ahmad Ifham Sholihin Page 4 Mengenal Bank Syariah bangsa Eropa mulai menjalankan praktik perbankan, persoalan mulai timbul karena transaksi yang dilakukan menggunakan instrumen bunga yang dalam pandangan fikih adalah riba, dan oleh karenanya haram. Transaksi berbasis bunga ini semakin merebak ketika Raja Henry VIII pada 1545 membolehkan bunga (interest) meskipun tetap mengharamkan riba (usury) dengan syarat bunganya tidak boleh berlipat ganda (excessive). Setelah wafat, Raja Henry VIII digantikan oleh Raja Edward VI yang membatalkan kebolehan bunga uang. Hal ini tidak berlangsung lama. Ketika wafat, ia digantikan oleh Ratu Elizabeth I yang kembali memperbolehkan praktik pembungaan uang. Ketika mulai bangkit dari keterbelakangannya dan mengalami renaissance, Bangsa Eropa melakukan penjelajahan dan penjajahan ke seluruh penjuru dunia, sehingga aktivitas perekonomian dunia didominasi oleh bangsa-bangsa Eropa. Pada saat yang sama, peradaban muslim mengalami kemerosotan dan negara-negara muslim satu per satu jatuh ke dalam cengkeraman penjajahan bangsa-bangsa Eropa. Akibatnya, institusi-institusi perekonomian umat Islam runtuh dan digantikan oleh institusi ekonomi bangsa Eropa. Keadaan ini berlangsung terus sampai zaman modern kini. Oleh karena itu, institusi perbankan yang ada sekarang di mayoritas negara-negara muslim merupakan warisan dari bangsa Eropa, yang notabene berbasis bunga. Usaha modern pertama untuk mendirikan bank tanpa bunga pertama kali dilakukan di Malaysia pada pertengahan 1940-an, namun usaha ini tidak sukses. Eksperimen lain dilakukan di Pakistan pada akhir 1950an, dengan didirikannya suatu lembaga perkreditan tanpa bunga didirikan di pedesaan negara itu. Namun demikian, eksperimen pendirian bank syariah yang paling sukses dan inovatif pada masa Ahmad Ifham Sholihin Page 5 Mengenal Bank Syariah modern ini dilakukan di Mesir pada 1963, dengan berdirinya Mit Ghamr Local Saving Bank. Bank ini mendapat sambutan yang cukup hangat di Mesir, terutama dari kalangan petani dan masyarakat pedesaan. Namun sayang, karena terjadi kekacauan politik di Mesir, Mit Ghamr mulai mengalami kemunduran, sehingga operasionalnya diambil alih oleh National Bank of Egypt dan bank sentral Mesir pada 1967. Pengambilalihan ini menyebabkan prinsip nirbunga pada Mit Ghamr mulai ditinggalkan, sehingga bank ini kembali beroperasi berdasarkan bunga. Pada 1971, akhirnya konsep nirbunga kembali dibangkitkan pada masa rezim Sadat melalui pendirian Nasser Social Bank. Tujuan bank ini adalah untuk menjalankan kembali bisnis yang berdasarkan konsep yang telah dipraktikkan oleh Mit Ghamr. Kesuksesan Mit Ghamr ini memberi inspirasi bagi umat muslim di seluruh dunia, sehingga timbullah kesadaran bahwa prinsipprinsip Islam ternyata masih dapat diaplikasikan dalam bisnis modern. Ketika OKI akhirnya terbentuk, serangkaian konferensi internasional mulai dilangsungkan, dengan salah satu agenda ekonomi mendirikan bank Islam. Akhirnya terbentuklah Islamic Development Bank (IDB) pada bulan Oktober 1975 yang beranggotakan 22 negara Islam pendiri. Bank ini menyediakan bantuan finansial untuk pembangunan negara-negara anggotanya, membantu mereka untuk mendirikan bank Islam di negara mereka masing-masing, dan memainkan peranan penting dalam penelitian ilmu ekonomi, perbankan dan keuangan Islam. Kini, bank yang berpusat di Jeddah-Arab Saudi itu telah memiliki lebih dari 43 negara anggota. Pada perkembangan selanjutnya pada era 1970-an, usahausaha untuk mendirikan bank Islam mulai menyebar ke banyak negara. Ahmad Ifham Sholihin Page 6 Mengenal Bank Syariah Beberapa Negara seperti Pakistan, Iran dan Sudan, bahkan mengubah seluruh sistem keuangan di negara itu menjadi sistem nirbunga, sehingga semua lembaga keuangan di Negara tersebut beroperasi tanpa menggunakan bunga. Di negara Islam lainnya seperti Malaysia dan Indonesia, bank nirbunga beroperasi berdampingan dengan bank-bank konvensional. Kini, perbankan syariah telah mengalami perkembangan yang cukup pesat dan menyebar ke banyak negara, bahkan ke negara-negara Barat. The Islamic Bank International of Denmark tercatat sebagai bank syariah pertama yang beroperasi di Eropa, yakni pada 1983 di Denmark. Kini, bank-bank besar dari negara-negara Barat seperti Citibank, ANZ Bank, Chase Manhattan Bank, Jardine Fleming, HSBC telah pula membuka Islamic window agar dapat memberikan jasa-jasa perbankan yang sesuai dengan syariat Islam. 3. Bank Syariah di Indonesia Bank Syariah yang berdiri pertama kali di Indonesia adalah Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991 dan resmi beroperasi sejak 1992. Bank ini berbentuk Bank Umum Syariah (BUS) karena didirikan dengan bentuk Perseroan Terbatas tersendiri, tidak menginduk pada bank lain. Selanjutnya disusul oleh bank syariah lain yang berdiri dengan bentuk Unit Usaha Syariah (UUS), BUS, maupun Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Bank Umum Syariah Bank Umum Syariah (BUS) adalah bank syariah yang sudah berbentuk badan hukum tersendiri, atau bank syariah yang sudah terpisah dari bank induknya (bank konvensional), jika sebelumnya berbentuk UUS. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah mendefinisikan BUS sebagai bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip Ahmad Ifham Sholihin Page 7 Mengenal Bank Syariah syariah dan dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Ada beberapa cara pembentukan BUS: (1) membentuk BUS dari awal, contoh: Bank Muamalat; (2) melakukan konversi terhadap bank konvensional, contoh: Bank Susila Bakti dikonversi menjadi Bank Syariah Mandiri, Bank Tugu dikonversi menjadi Bank Syariah Mega Indonesia; (3) melakukan spin off (pemisahan), yaitu UUS dipisah dari bank induk menjadi BUS. Contoh UUS BRI spin off menjadi Bank BRI Syariah, UUS Bank Jabar Banten menjadi Bank Jabar Banten Syariah. Sementara itu, spin off dapat ditempuh melalui dua alternatif yaitu: (1) mendirikan bank syariah baru; atau (2) mengakuisisi bank konvensional dan dikonversi menjadi bank umum syariah. Langkah tersebut tentu dibarengi dengan transfer asset dan liabilities dari UUS sebelumnya. BUS yang pertama kali berdiri adalah Bank Muamalat pada 1991 dan beroperasi sejak 1992. Kemudian disusul oleh Bank Syariah Mandiri yang merupakan konversi dari Bank Susila Bakti. Semenjak munculnya PBI yang mengatur kemudahan spin off (pemisahan), muncullah berbagai BUS yang merupakan pemisahan UUS dari bank induknya. Data Statisik Perbankan Syariah BI bulan Maret 2010 menyebutkan bahwa saat ini ada 8 Bank Umum Syariah, yaitu Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, Bank Syariah Mega Indonesia, Bank Syariah BRI, Bank Syariah Bukopin, Panin Syariah, Bank Victoria Syariah, dan BCA Syariah. Segera menyusul Bank Jabar Banten Syariah serta beberapa bank lain yang akan membentuk BUS. Dari jumlah tersebut, BUS telah memiliki 934 jaringan. Jumlah ini akan terus bertambah seiring dengan rencana sebuah BUS yang akan membuka hingga lebih dari 100 cabang di tahun 2010 ini. Adapun kegiatan usaha Bank Umum Syariah (BUS) adalah meliputi: (1) menghimpun dana dalam bentuk Ahmad Ifham Sholihin Page 8 Mengenal Bank Syariah simpanan berupa giro, tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadiah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; (2) menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa deposito, tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudarabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; (3) menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudarabah, akad musyarakah, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; (4) menyalurkan Pembiayaan berdasarkan akad murabahah, akad salam, akad istisna, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; (5) menyalurkan Pembiayaan berdasarkan akad qardh atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; (6) menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; (7) melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; (8) melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan prinsip syariah; (9) membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan prinsip syariah, antara lain, seperti akad ijarah, musyarakah, mudarabah, murabahah, kafalah, atau hawalah; (10) membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia; (11) menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga berdasarkan prinsip syariah; (12) melakukan Penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu akad yang berdasarkan prinsip syariah; (13) menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan prinsip syariah; Ahmad Ifham Sholihin Page 9 Mengenal Bank Syariah (14) memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah berdasarkan prinsip syariah; (15) melakukan fungsi sebagai Wali Amanat berdasarkan akad wakalah; (16) memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan prinsip syariah; dan (17) melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; (18) melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal; (19) melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya; (20) menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan sarana elektronik; (21) menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka pendek berdasarkan prinsip syariah baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar uang; dan (22) menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha bank umum syariah lainnya yang berdasarkan prinsip syariah. Sementara itu, Bank Umum Syariah (BUS) dilarang: (a) melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah; (b) melakukan kegiatan jual beli saham secara langsung di pasar modal; (c) melakukan penyertaan modal, kecuali: (i) melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank umum syariah atau lembaga keuangan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah; (ii) melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya; dan (d) melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen pemasaran produk asuransi syariah. Ahmad Ifham Sholihin Page 10 Mengenal Bank Syariah Unit Usaha Syariah Unit Usaha Syariah (UUS) adalah unit kerja dari kantor pusat bank umum konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah. UUS yang pertama kali berdiri adalah UUS Bank IFI pada 1999, kemudian disusul UUS-UUS lain seperti UUS BNI, UUS Bank Danamon, dan lain-lain. Data Statisik Perbankan Syariah BI bulan Maret 2010 menyebutkan bahwa saat ini ada 25 Unit Usaha Syariah dengan 299 jaringan. UUS tersebut adalah Bank BNI Syariah, Bank Danamon Syariah, PermataBank Syariah, BII Syariah, CIMB Syariah, HSBC Syariah, Bank Jabar Banten Syariah (yang saat ini sudah spin off menjadi BUS), Bank DKI Syariah, BPD DIY Syariah, Bank Jateng Syariah, Bank Jatim Syariah, BPD Aceh Syariah, Bank Sumut Syariah, Bank Nagari Syariah, Bank Riau Syariah, Bank Sumsel Syariah, BPD Kalsel Syariah, BPD Kalbar Syariah, BPD Kaltim Syariah, BPD Sulsel Syariah, BPD NTB Syariah, Bank BTN Syariah, BTPN Syariah, OCBC NISP Syariah, serta Bank Sinarmas Syariah. Meskipun secara struktural masih menginduk pada bank konvensionalnya, namun secara operasional memiliki aturan dan kewenangan tersendiri yang disesuaikan dengan nilai syariah. Dasar hukum kegiatan Unit Usaha Syariah, antara lain: (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah; (2) Peraturan Bank Indonesia No.11/10/PBI/2008 tanggal 19 Maret 2009 tentang Unit Usaha Syariah. Kegiatan usaha Unit Usaha Syariah (UUS) meliputi: (1) menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan Ahmad Ifham Sholihin Page 11 Mengenal Bank Syariah dengan itu berdasarkan akad wadiah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; (2) menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudarabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; (3) menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudarabah, akad musyarakah, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; (4) menyalurkan Pembiayaan berdasarkan akad murabahah, akad salam, akad istisna, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; (5) menyalurkan Pembiayaan berdasarkan akad qardh atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; (6) menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; (7) melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; (8) melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan prinsip syariah; (9) membeli dan menjual surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan prinsip syariah, antara lain, seperti akad ijarah, musyarakah, mudarabah, murabahah, kafalah, atau hawalah; (10) membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia; (11) menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga berdasarkan prinsip syariah; (12) menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan prinsip syariah; (13) memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah berdasarkan prinsip syariah; (14) memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi Ahmad Ifham Sholihin Page 12 Mengenal Bank Syariah berdasarkan prinsip syariah; dan (15) melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; (16) melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan prinsip syariah; (17) melakukan kegiatan penyertaan modal pada Bank Umum Syariah atau lembaga keuangan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah; (18) melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya; (19) bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana pension berdasarkan prinsip syariah; (20) melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal; (21) menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan sarana elektronik; (22) menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka pendek berdasarkan prinsip syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar uang; (23) menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar modal; dan (24) menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan prinsip syariah. Sementara itu, Unit Usaha Syariah (UUS) dilarang: (a) melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah; (b) melakukan kegiatan jual beli saham secara langsung di pasar modal; (c) melakukan penyertaan modal, kecuali melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya; Ahmad Ifham Sholihin Page 13 Mengenal Bank Syariah dan (d) melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen pemasaran produk asuransi syariah. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) sebelumnya disebut sebagai Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) adalah bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) meliputi: (a) menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk: (1) Simpanan berupa tabungan atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadiah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; dan (2) Investasi berupa deposito atau tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudarabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; (b) Menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk: (1) Pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudarabah atau musyarakah; (2) Pembiayaan berdasarkan akad murabahah, salam, atau istisna; (3) Pembiayaan berdasarkan akad qardh; (4) Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan Akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; dan (5) Pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah; (c) Menempatkan dana pada bank syariah lain dalam bentuk titipan berdasarkan akad wadiah atau Investasi berdasarkan akad mudarabah dan/atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; (d) Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah melalui rekening Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang ada di bank umum syariah, bank umum konvensional, dan UUS; dan (e) menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha bank syariah lainnya yang sesuai dengan prinsip syariah berdasarkan persetujuan Bank Indonesia. Ahmad Ifham Sholihin Page 14 Mengenal Bank Syariah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dilarang: (a) melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah; (b) menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran; (c) melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, kecuali penukaran uang asing dengan izin Bank Indonesia; (d) melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen pemasaran produk asuransi syariah; (e) melakukan penyertaan modal, kecuali pada lembaga yang dibentuk untuk menanggulangi kesulitan likuiditas Bank Pembiayaan Rakyat Syariah; dan (f) melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha BPRS. Data Statisik Perbankan Syariah BI bulan Maret 2010 menyebutkan bahwa saat ini tercatat ada 143 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dengan 266 jaringan. Office Channeling Office Channeling (OC) dan bisa disebut juga dengan Unit Pelayanan Syariah (UPS) merupakan kantor Bank setingkat Kantor Cabang Pembantu yang kegiatan usahanya membantu Kantor Cabang induknya. Jenis layanan adalah penghimpunan dan penyaluran dana. Layanan syariah melalui office channeling ini tertuang dalam peraturan Bank Indonesia No. PBI 8/3/2006. Pada Bab I pasal 1 ayat 20 dijelaskan bahwa layanan syariah merupakan kegiatan penghimpunan dana yang dilakukan oleh Kantor Cabang dan atau Kantor di bawah Kantor Cabang untuk dan atas nama Kantor Cabang Syariah pada Bank yang sama. OC biasanya dimiliki oleh UUS, dan bertempat di bank konvensional induknya. Namun, sebenarnya memungkinkan juga dilakukan oleh BUS yang bekerja sama dengan bank konvensional. Saat ini terdapat hampir 2000 jaringan OC yang dimiliki oleh bank syariah di Indonesia. Ahmad Ifham Sholihin Page 15 Mengenal Bank Syariah 4. DSN dan DPS Salah satu pembeda antara Bank Syariah dan Bank Konvensional adalah Bank Syariah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari keberadaan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN – MUI). Dewan Syariah Nasional Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah dewan yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia yang bertugas dan memiliki kewenangan untuk menetapkan fatwa tentang produk, jasa, dan kegiatan bank yang melakukan Kegiatan usaha Berdasarkan prinsip syariah. Dewan Syariah Nasional merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia. Dewan Syariah Nasional membantu pihak terkait, seperti Departemen Keuangan, Bank Indonesia, dan lain-lain dalam menyusun peraturan/ketentuan untuk lembaga keuangan syariah. Anggota Dewan Syariah Nasional terdiri atas para ulama, praktisi dan para pakar dalam bidang yang terkait dengan muamalah syariah. Anggota Dewan Syariah Nasional ditunjuk dan diangkat oleh MUI untuk masa bakti 4 (empat) tahun. Adapun Tugas DSN adalah sebagai berikut: (i) Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan sektor keuangan pada khususnya, termasuk usaha bank, asuransi dan reksadana; (ii) mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan; (iii) mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah. Badan Pelaksana Harian DSN adalah badan yang sehari-hari melaksanakan tugas Dewan Syariah Nasional; (iv) mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan. Wewenang DSN adalah (a) Mengeluarkan fatwa yang mengikat Dewan Pengawas Syariah dimasing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait; (b) Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang Ahmad Ifham Sholihin Page 16 Mengenal Bank Syariah dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Departemen Keuangan dan Bank Indonesia; (c) Memberikan rekomendasi dan/atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah pada suatu lembaga keuangan syariah; (d) Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan dalam maupun luar negeri; (e) Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional; (f) Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan. Dewan Pengawas Syariah Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah Dewan yang keanggotaannya direkomendasikan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan ditempatkan pada Bank yang melakukan Kegiatan Usaha Berdasarkan prinsip syariah, dengan tugas dan kewenangan yang diatur oleh Dewan Syariah Nasional. DPS melakukan pengawasan terhadap penerapan prinsip syariah dalam lembaga keuangan syariah. Fungsi DPS pada masing-masing lembaga keuangan syariah adalah sebagai berikut: (i) melakukan pengawasan secara periodik pada bank syariah yang berada di bawah pengawasannya; (ii) berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan bank syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN; (iii) melaporkan perkembangan produk dan operasional bank syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran; (iv) merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan DSN. Syarat wajib anggota DPS: (a) integritas; (b) kompetensi; dan (c) reputasi keuangan. Anggota Dewan Ahmad Ifham Sholihin Page 17 Mengenal Bank Syariah Pengawas Syariah yang memenuhi persyaratan integritas, antara lain adalah pihak-pihak yang: (a) memiliki akhlak dan moral yang baik; (b) memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku; (c) memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan operasional Bank yang sehat; (d) tidak termasuk dalam daftar tidak lulus sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Anggota Dewan Pengawas Syariah yang memenuhi persayaratan kompetensi adalah pihak-pihak yang memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang syariah mu‟amalah dan pengetahuan di bidang perbankan dan atau keuangan secara umum. Anggota Dewan Pengawas Syariah yang memenuhi persyaratan reputasi keuangan adalah pihak-pihak yang (a) tidak termasuk dalam kredit/pembiayaan macet; (b) tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi Direksi atau Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, dalam waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum dicalonkan. Tugas, wewenang dan tanggung jawab DPS antara lain meliputi: (a) memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional Bank terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh DSN; (b) menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional, dan produk yang dikeluarkan Bank; (c) memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional Bank secara keseluruhan dalam laporan publikasi Bank; (d) mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwa untuk dimintakan fatwa kepada DSN; (e) menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap 6 (enam) bulan kepada Direksi, Komisaris, Dewan Syariah Nasional dan Bank Indonesia. Ketua DPS adalah ketua Dewan Pengawas Syariah di sebuah bank syariah. Penunjukan ketua DPS dapat dilakukan oleh BUS, Bank Umum Konvensional (BUK) yang memiliki UUS, Direktur UUS atau kesepakatan di antara para anggota DPS. Anggota DPS adalah anggota Dewan Ahmad Ifham Sholihin Page 18 Mengenal Bank Syariah Pengawas Syariah di sebuah bank syariah yang biasanya terdiri dari 3 orang. Persetujuan atas permohonan calon anggota DPS diberikan berdasarkan pada antara lain: (a) penilaian terhadap komitmen calon anggota DPS dalam pengawasan kegiatan usaha UUS dan ketersediaan waktu; dan (b) wawancara terhadap calon anggota DPS. Pengangkatan DPS dapat dilakukan oleh Komisaris BUS atau BUK sepanjang telah diberikan kewenangan oleh rapat umum pemegang saham. Persetujuan Bank Indonesia terhadap anggota DPS berlaku setelah mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham atau Komisaris BUS atau BUK sepanjang telah diberikan kewenangan oleh rapat umum pemegang saham. Ahmad Ifham Sholihin Page 19 Mengenal Bank Syariah BAB II KONSEP DASAR 1. Kaidah Fikih Selain Al Quran, Hadis, Ijma’ dan Qiyas, berikut ini ada berbagai kaidah fikih yang digunakan sebagai dasar dalam pelaksanaan transaksi di lembaga keuangan syariah pada umumnya dan di bank syariah khususnya. “Al Ashlu Fil Mua’malati Al Ibahah Hatta Yadullu Ad Daliilu Ala Tahrimiha, artinya; hukum asal dalam urusan muamalah adalah boleh, kecuali ada dalil yang mengharamkannya.” “Kesulitan dapat menarik kemudahan.” “Keperluan dapat menduduki posisi darurat.” “Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat kebiasaan sama dengan sesuatu yang berlaku berdasarkan syara‟ (selama tidak bertentangan dengan syariat).” “Menghindarkan kerusakan (kerugian) harus didahulukan (diprioritaskan) atas mendatangkan kemaslahatan.” “Maa laa yudraqu kulluh la yudroqu kulluh, artinya: kalau tidak bisa melakukan seluruhnya, jangan tinggalkan seluruhnya.” “Konsep Fikih Muamalah adalah untuk Mewujudkan Kemaslahatan” “Menetapkan Harga yang Kompetitif.” “Meninggalkan Intervensi yang Dilarang.” “Menghindari Eksploitasi.” “Memberikan Kelenturan dan Toleransi.” “Jujur dan Amanah” “Prinsip dasar dalam bidang ibadah adalah menunggu dalil dan mengikutinya.” “Berubah dan berbedanya fatwa itu sesuai dengan perubahan tempat, zaman, kondisi sosial, niat, dan adat kebiasaan.” “Bahwa sesungguhnya fondasi bangunan dari syari‟at itu didirikan atas hikmah-hikmah dan kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat.” Ahmad Ifham Sholihin Page 20 Mengenal Bank Syariah “Setiap tindakan hukum yang tidak mencapai sasaran yang dituju, maka tindakan hukum itu membatalkan.” “Di mana terdapat kemaslahatan, di sana terdapat hukum Allah." “Bahaya (beban berat) harus dihilangkan.” “Segala mudharat harus dihindarkan sedapat mungkin.” “Setiap utang piutang yang mendatangkan manfaat (bagi yang berpiutang, muqridh) adalah riba.” 2. Karakteristik Transaksi Transaksi syariah berazaskan pada prinsip: (1) persaudaraan (ukhuwah), (2) keadilan („adalah), (3) kemaslahatan (maslahah), (4) keseimbangan (tawazun), dan (5) universalisme (syumuliyah). Prinsip persaudaraan (ukhuwah) esensinya merupakan nilai universal yang menata interaksi sosial dan harmonisasi kepentingan para pihak untuk kemanfaatan secara umum dengan semangat saling tolong-menolong. Transaksi syariah menjunjung tinggi nilai kebersamaan dalam memperoleh manfaat (sharing economics) sehingga seseorang tidak boleh mendapat keuntungan di atas kerugian orang lain. Ukhuwah dalam transaksi syariah berdasarkan prinsip saling mengenal (ta’aruf), saling memahami (tafahum), saling menolong (ta’awun), saling menjamin (takaful), saling bersinergi dan beraliansi (tahaluf). Prinsip keadilan („adalah) esensinya menempatkan sesuatu hanya pada tempatnya dan memberikan sesuatu hanya pada yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai posisinya. Implementasi keadilan dalam kegiatan usaha berupa aturan prinsip muamalah yang melarang adanya unsur: (a) riba (unsur bunga dalam segala bentuk dan jenisnya, baik riba nasiah maupun fadhl), (b) kezaliman (unsur yang merugikan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan), (c) maysir (unsur judi dan sikap spekulatif), (d) gharar (unsur ketidakjelasan), dan (e) Ahmad Ifham Sholihin Page 21 Mengenal Bank Syariah haram (unsur haram baik dalam barang maupun jasa serta aktivitas operasional yang terkait). Esensi riba adalah setiap tambahan pada pokok piutang yang dipersyaratkan dalam transaksi pinjammeminjam serta derivasinya dan transaksi tidak tunai lainnya, dan setiap tambahan yang dipersyaratkan dalam transaksi pertukaran antarbarang-barang ribawi termasuk pertukaran uang (money exchange) yang sejenis secara tunai maupun tangguh dan yang tidak sejenis secara tidak tunai. Esensi kezaliman (dzulm) adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, memberikan sesuatu tidak sesuai ukuran, kualitas dan temponya, mengambil sesuatu yang bukan haknya dan memperlakukan sesuatu tidak sesuai posisinya. Kezaliman dapat menimbulkan kemudaratan bagi masyarakat secara keseluruhan, bukan hanya sebagian; atau membawa kemudaratan bagi salah satu pihak atau pihak-pihak yang melakukan transaksi. Esensi maysir adalah setiap transaksi yang bersifat spekulatif dan tidak berkaitan dengan produktivitas serta bersifat perjudian (gambling). Esensi gharar adalah setiap transaksi yang berpotensi merugikan salah satu pihak karena mengandung unsur ketidakjelasan, manipulasi dan eksploitasi informasi serta tidak adanya kepastian pelaksanaan akad. Sementara esensi haram adalah segala unsur yang dilarang secara tegas dalam Alquran dan As-sunnah. Haram ini dibagi menjadi dua, yakni (a) haram li-dzatih; (b) haram li-ghairih/’aridhi. Haram li-dzatih adalah perbuatan yang diharamkan karena bahayanya terdapat dalam zat perbuatan itu sendiri, contohnya minum khamr, makan bangkai, darah, dan lain-lain. Sedangkan Haram li-ghairih adalah perbuatan yang diharamkan selain karena zat-nya. Haram merupakan tindakan yang tidak dibenarkan untuk dilakukan menurut syariah Prinsip kemaslahatan (mashlahah) esensinya merupakan segala bentuk kebaikan dan manfaat yang Ahmad Ifham Sholihin Page 22 Mengenal Bank Syariah berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif. Kemaslahatan yang diakui harus memenuhi dua unsur yakni kepatuhan syariah (halal) serta bermanfaat dan membawa kebaikan (thayyib) dalam semua aspek secara keseluruhan yang tidak menimbulkan kemudaratan. Transaksi syariah yang dianggap bermaslahat harus memenuhi secara keseluruhan unsur-unsur yang menjadi tujuan ketetapan syariah (maqasid syariah) yaitu berupa pemeliharaan terhadap: (a) akidah, keimanan dan ketakwaan (dien), (b) intelek („aql), (c) keturunan (nasl), (d) jiwa dan keselamatan (nafs), dan (e) harta benda (mal). (4) Prinsip keseimbangan (tawazun) esensinya meliputi keseimbangan aspek material dan spiritual, aspek privat dan publik, sektor keuangan dan sektor riil, bisnis dan sosial, dan keseimbangan aspek pemanfaatan dan pelestarian. Transaksi syariah tidak hanya menekankan pada maksimalisasi keuntungan perusahaan semata untuk kepentingan pemilik (shareholder). Sehingga manfaat yang didapatkan tidak hanya difokuskan pada pemegang saham, akan tetapi pada semua pihak yang dapat merasakan manfaat adanya suatu kegiatan ekonomi. Prinsip universalisme (syumuliyah) esensinya dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk semua pihak yang berkepentingan (stakeholder) tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan, sesuai dengan semangat kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin). Transaksi syariah terikat dengan nilai-nilai etis meliputi aktivitas sektor keuangan dan sektor riil yang dilakukan secara koheren tanpa dikotomi sehingga keberadaan dan nilai uang merupakan cerminan aktivitas investasi dan perdagangan. Implementasi transaksi yang sesuai dengan paradigma dan azas transaksi syariah juga tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money) karena keuntungan yang didapat dalam kegiatan usaha terkait dengan risiko yang melekat pada kegiatan Ahmad Ifham Sholihin Page 23 Mengenal Bank Syariah usaha tersebut sesuai dengan prinsip al-ghunmu bil ghurmi (no gain without accompanying risk). Transaksi perbankan syariah juga dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta untuk keuntungan semua pihak tanpa merugikan pihak lain sehingga tidak diperkenankan menggunakan standar ganda harga untuk satu akad serta tidak menggunakan dua transaksi bersamaan yang berkaitan (ta’alluq) dalam satu akad. Syariah tidak membenarkan adanya distorsi harga melalui rekayasa permintaan (najasy), maupun melalui rekayasa penawaran (ihtikar) serta tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap (risywah). Transaksi syariah dapat berupa aktivitas bisnis yang bersifat komersial maupun aktivitas sosial yang bersifat nonkomersial. Transaksi syariah komersial dilakukan antara lain berupa: investasi untuk mendapatkan bagi hasil; jual beli barang untuk mendapatkan laba; dan atau pemberian layanan jasa untuk mendapatkan imbalan. Transaksi syariah nonkomersial dilakukan antara lain berupa: pemberian dana pinjaman atau talangan (qardh); penghimpunan dan penyaluran dana sosial seperti zakat, infak, sedekah, wakaf dan hibah. Transaksi Dilarang Menurut ketentuan di atas, ada beberapa transaksi yang dilarang dalam muamalah, yaitu transaksi yang mengandung unsur riba, gharar, maysir, ihtikar, ta’alluq, risywah, bai’ najasy, dan lain-lain. Berikut ini diulas satu per satu mengenai transaksi yang dilarang tersebut. Pertama adalah tentang riba. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah mendefinisikan riba sebagai penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam Ahmad Ifham Sholihin Page 24 Mengenal Bank Syariah transaksi pinjam-meminjam yang mempersyaratkan Nasabah Penerima Fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi’ah). Bunga bank konvensional adalah termasuk riba. Hal yang mencolok dapat diketahui bahwa bunga bank itu termasuk riba adalah ditetapkannya akad di awal. Jadi, ketika kita sudah menabung dengan tingkat suku bunga tertentu, kita akan mengetahui hasilnya dengan pasti. Berbeda dari prinsip bagi hasil yang hanya memberikan nisbah bagi hasil bagi deposannya. Dampaknya akan sangat panjang pada transaksi selanjutnya. Yaitu, bila akad ditetapkan di awal/persentase yang didapatkan penabung sudah diketahui, yang menjadi sasaran untuk menutupi jumlah bunga tersebut adalah para pengusaha yang meminjam modal dan apa pun yang terjadi, kerugian pasti akan ditanggung oleh peminjam. Berbeda dari bagi hasil yang hanya memberikan nisbah tertentu pada deposannya. Maka yang dibagi adalah keuntungan dari yang didapat kemudian dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Bunga bank (yang termasuk riba), pun tidak dapat dimanfaatkan dengan alasan darurat. Misalnya dengan dalih bahwa di suatu tempat (kota, kabupaten, atau provinsi) belum ada bank syariah, sementara yang ada hanya bank konvensional yang memberi atau mengambil riba. Memanfaatkan riba adalah haram, baik di suatu tempat yang sudah ada bank syariahnya maupun yang belum ada bank syariahnya. Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua. Yaitu riba utang-piutang dan riba jual beli. Riba utang-piutang terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Sedangkan riba jual beli terbagi atas riba fadhl dan riba nasi’ah. Riba qardh adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang Ahmad Ifham Sholihin Page 25 Mengenal Bank Syariah berutang (muqtaridh). Riba Jahiliyyah adalah utang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan. Riba Fadhl adalah pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi. Sedangkan Riba Nasi’ah adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian. Transaksi berikutnya yang dilarang adalah transaksi yang mengandung unsur gharar. Menurut bahasa, gharar berarti ancaman/bahaya (risk or uncertainty). Menurut istilah, berikut ini ada beberapa definisi ulama tentang gharar: (a) Imam Sarakhsi: tidak diketahui hasilnya; (b) Imam Qorafi: tidak diketahui terjadi/hasil/tidak; (c) Imam Asnawi: dua kemungkinan yang paling dominan yang paling ditakutkan; (d) Ibnu Taimiyah: tidak diketahui akibatnya. (e) Ibnu Qoyyim: yang tidak dapat diserah terimakan; (f) Musthofa Zarqa‟: jual beli yang tidak jelas batasannya dan objeknya karena risiko sehingga mirip judi. Gharar juga diartikan sebagai transaksi yang mengandung ketidakjelasan dan/atau tipuan dari salah satu pihak; seperti bai’ ma’dum (jual beli sesuatu yang belum ada barangnya). Sementara itu, Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah mendefinisikan gharar sebagai transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah. Ahmad Ifham Sholihin Page 26 Mengenal Bank Syariah Bentuk-bentuk gharar antara lain: (a) tidak adanya kepastian penjual untuk menyerahkan objek akad pada waktu terjadi akad, baik objek akad itu sudah ada maupun belum ada, (b) menjual sesuatu yang belum berada di bawah penguasaan penjual, (c) tidak adanya kepastian kriteria kualitas dan kuantitas barang/jasa, (d) tidak adanya kepastian jumlah harga yang harus dibayar dan alat pembayaran, (e) tidak adanya ketegasan jenis dan objek akad, (f) kondisi objek akad tidak dapat dijamin kesesuaiannya dengan yang ditentukan dalam transaksi, (g) adanya unsur eksploitasi salah satu pihak karena informasi yang kurang atau dimanipulasi dan ketidaktahuan atau ketidakpahaman yang ditransaksikan. Berikutnya adalah maysir. Secara sederhana, yang dimaksud dengan maysir atau perjudian adalah suatu permainan yang menempatkan salah satu pihak harus menanggung beban pihak yang lain akibat permainan tersebut. Setiap permainan atau pertandingan, baik yang berbentuk game of chance, game of skill ataupun natural events, harus menghindari terjadinya zero sum game, yakni kondisi yang menempatkan salah satu atau beberapa pemain harus menanggung beban pemain yang lain. Dengan demikian, dalam sebuah pertandingan sepakbola misalnya, dana partisipasi yang dimintakan dari para peserta tidak boleh dialokasikan, baik sebagian ataupun seluruhnya, untuk pembelian trophy atau bonus para juara. Untuk menghindari terjadinya maysir dalam sebuah permainan misalnya, pembelian trophy atau bonus untuk para juara jangan berasal dari dana partisipasi para pemain, melainkan dari para sponsorship yang tidak ikut bertanding. Dengan demikian, tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas kemenangan pihak yang lain. Pemberian bonus atau trophy dengan cara tersebut dalam istilah fikih disebut sebagai hadiah, dan halal hukumnya. Ahmad Ifham Sholihin Page 27 Mengenal Bank Syariah Transaksi yang dilarang berikutnya adalah ihtikar. Ihtikar disebut juga rekayasa pasar dalam supply. Rekayasa pasar dalam supply terjadi bila seorang produsen/penjual mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara mengurangi supply agar harga produk yang dijualnya naik. Ihtikar biasanya dilakukan dengan membuat entry barrier, yakni menghambat produsen/penjual lain masuk ke pasar, agar ia menjadi pemain tunggal di pasar (monopoli). Karena itu, biasanya orang menyamakan ihtikar dengan monopoli dan penimbunan, padahal tidak selalu seorang monopolis melakukan ihtikar. Demikian pula tidak setiap penimbunan adalah ihtikar. BULOG juga melakukan penimbunan, tetapi justru untuk menjaga stabilitas harga dan pasokan. Demikian pula dengan negara apabila memonopoli sektor industri yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak, bukan dikategorikan sebagai ihtikar. Ihtikar terjadi bila syarat-syarat di bawah ini terpenuhi: (a) Mengupayakan adanya kelangkaan barang baik dengan cara menimbun stock atau mengenakan entry-barriers; (b) Menjual dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan harga sebelum munculnya kelangkaan; (c) Mengambil keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan keuntungan sebelum dua komponen tersebut dilakukan. Selain itu ada bai’ najasy atau Rekayasa Pasar dalam Demand. Rekayasa pasar dalam demand terjadi bila seorang produsen/pembeli menciptakan permintaan palsu, seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk sehingga harga jual produk itu akan naik. Hal ini terjadi misalnya dalam bursa saham (praktik goreng-menggoreng saham), bursa valas, dan lain-lain. Cara yang ditempuh bisa bermacam-macam, mulai dari menyebarkan isu, melakukan order pembelian, sampai benar-benar melakukan pembelian pancingan agar tercipta sentimen pasar untuk ramairamai membeli saham/mata uang tertentu. Ahmad Ifham Sholihin Page 28 Mengenal Bank Syariah Bila harga sudah naik sampai level yang diinginkan, yang bersangkutan akan melakukan aksi ambil untung dengan melepas kembali saham/mata uang yang sudah dibeli, sehingga ia akan mendapatkan untung besar. Rekayasa demand ini dalam istilah fikihnya disebut dengan bai’ najasy. Transaksi yang dilarang berikutnya adalah ta’alluq yaitu ketergantungan akad dengan akad lainnya. Kesahihan suatu akad tidak boleh ada ketergantungan dengan akad yang lain. Ta’alluq terjadi bila kita dihadapkan pada dua akad yang saling dikaitkan, di mana berlakunya akad 1 tergantung pada akad 2. Contoh: misalkan A menjual barang X seharga Rp120 juta secara cicilan kepada B, dengan syarat bahwa B harus kembali menjual barang X tersebut kepada A secara tunai seharga Rp100 juta. Transaksi tersebut haram, karena ada persyaratan bahwa A bersedia menjual barang X ke B asalkan B kembali menjual barang tersebut kepada A. Dalam kasus ini, disyaratkan bahwa akad 1 berlaku efektif bila akad 2 dilakukan. Penerapan syarat ini mencegah terpenuhinya rukun. Dalam terminologi fikih, kasus di atas disebut bai’ al-‘Inah. Transaksi dilarang berikutnya adalah risywah (suap menyuap). Yang dimaksud dengan perbuatan risywah adalah memberi sesuatu kepada pihak lain untuk mendapatkan sesuatu yang bukan haknya. Suatu perbuatan baru dapat dikatakan sebagai tindakan risywah (suap-menyuap) jika dilakukan kedua belah pihak secara sukarela. Jika hanya salah satu pihak yang meminta suap dan pihak yang lain tidak rela atau dalam keadaan terpaksa atau hanya untuk memperoleh haknya, peristiwa tersebut bukan termasuk kategori risywah, melainkan tindak pemerasan. Para fukaha lebih jauh menyatakan bahwa pemberi suap dan penerima suap sama-sama bisa diseret ke pengadilan jika keduanya terbukti memiliki tujuan dan keinginan yang sama. Ulama ahli fikih juga Ahmad Ifham Sholihin Page 29 Mengenal Bank Syariah menegaskan bahwa hadiah-hadiah yang diberikan kepada para pejabat adalah bentuk suap, uang haram, dan penyalahgunaan wewenang. Pelaku suap disebut ar-rasyi, sedang penerimanya disebut al-murtasyi. Tindakan suap dalam bentuk uang, fasilitas, atau bentuk lainnya yang melanggar hukum sebagai upaya mendapatkan fasilitas atau kemudahan dalam suatu transaksi. 3. Wa’ad dan Akad Wa’ad adalah janji (promise) yang disampaikan salah satu pihak untuk melaksanakan transaksi. Wa’ad merupakan keinginan yang dibahasakan seseorang untuk bertanggung jawab akan sesuatu dalam rangka memberikan keuntungan bagi pihak lain. Sekalipun wa’ad hanya mengikat satu pihak dan berkonsekuensi moral, akan tetapi, wa’ad ‘ala wa’ad mengikat secara hukum sebagaimana kontrak jika janji berhubungan dengan sesuatu sebagai alasan dan disebutkan dalam perjanjian. Misalnya: Wa’ad I: A berjanji akan menjual saham PT XYZ seharga Rp500 per lembar sebanyak 1 juta saham kepada B, pada 3 bulan yang akan datang. Wa’ad II: A berjanji, bila ia tidak melaksanakan wa’ad pertama, A akan membayar kompensasi finansial kepada B sebesar Rp100 juta. Dibandingkan dengan akad, wa’ad lebih merupakan janji (promise) antara satu pihak kepada pihak lainnya yang hanya mengikat satu pihak atau oneway. Pihak yang diberi janji tidak memikul kewajiban apa pun kepada pihak pemberi janji. Terms and condition pada wa’ad tidak welldefined. Pada wa’ad, belum ada kewajiban yang ditunaikan oleh pihak mana pun. Bila janji tak terpenuhi, sanksi yang diterima merupakan sanksi moral. Sementara itu, akad adalah kesepakatan perkataan atau keinginan positif dari salah seorang pihak (yang terlibat) kontrak dan diterima oleh pihak lainnya yang Ahmad Ifham Sholihin Page 30 Mengenal Bank Syariah berpengaruh pada subjek kontrak sehingga (menjadikannya) permulaan berlakunya suatu perbuatan. Akad dalam transaksi syariah adalah suatu perikatan yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba (bunga), zulmu (penganiayaan), risywah (suap), barang haram, maksiat. Dalam fikih, akad didefinisikan dengan irtibathu ijabin bi qabulin ‘ala wajhin masyruin’ yatsbutu atsaruhu fi mahallihi, yakni pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan kabul (pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh pada objek perikatan. Akad bersifat mengikat kedua belah pihak yang saling bersepakat, yakni masing-masing pihak terikat untuk melaksanakan kewajiban mereka masing-masing yang telah disepakati terlebih dahulu. Terms and condition-nya sudah ditetapkan secara rinci dan spesifik (sudah well-defined). Bila kewajiban tidak dapat dipenuhi, sanksi yang diterima sesuai dengan kesepakatan awal kontrak. Akad dilakukan berdasarkan asas: a. ikhtiyari/sukarela; setiap akad dilakukan atas kehendak para pihak, terhindar dari keterpaksaan karena tekanan salah satu pihak atau pihak lain. b. amanah/menepati janji; setiap akad wajib dilaksanakan oleh para pihak sesuai dengan kesepakan yang ditetapkan oleh yang bersangkutan dan pada saat yang sama terhindar dari cedera janji. c. ikhtiyati/kehati-hatian; setiap akad dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan dilaksanakan secara tepat dan cermat. d. luzum/tidak berubah; setiap akad dilakukan dengan tujuan yang jelas dan perhitungan yang cermat, sehingga terhindar dari praktik spekulasi atau maysir. e. saling menguntungkan; setiap akad dilakukan untuk memenuhi kepentingan para pihak sehingga tercegah dari praktik manipulasi dan merugikan salah satu pihak. f. taswiyah/kesetaraan; para pihak dalam setiap akad memiliki kedudukan yang setara, dan mempunyai hak dan kewajiban yang Ahmad Ifham Sholihin Page 31 Mengenal Bank Syariah seimbang. g. transparansi; setiap akad dilakukan dengan pertanggungjawaban para pihak secara terbuka. h. kemampuan; setiap akad dilakukan sesuai dengan kemampuan para pihak sehingga tidak menjadi beban yang berlebihan bagi yang bersangkutan. i. taisir/kemudahan; setiap akad dilakukan dengan cara saling memberi kemudahan kepada masing-masing pihak untuk dapat melaksanakannya sesuai dengan kesepakatan. j. itikad baik; akad dilakukan dalam rangka menegakkan kemaslahatan, tidak mengandung unsur jebakan dan perbuatan buruk lainnya. k. sebab yang halal; tidak bertentangan dengan hukum, tidak dilarang oleh hukum dan tidak haram. Semua akad yang dibentuk secara sah berlaku sebagai nash syariah bagi mereka yang mengadakan akad. Suatu akad tidak hanya mengikat untuk hal yang dinyatakan secara tegas di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu menurut sifat akad yang diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, dan nash-nash syariah. Suatu akad hanya berlaku antara pihak-pihak yang mengadakan akad. Suatu akad dapat dibatalkan oleh pihak yang berpiutang jika pihak yang berutang terbukti melakukan perbuatan yang merugikan pihak yang berpiutang. Berikut ini ada berbagai jenis akad dengan definisinya. Akad yang batal adalah akad yang kurang rukun dan atau syaratsyaratnya. Akad yang fasad (rusak) adalah akad yang terpenuhi rukun dan syarat-syaratnya, tetapi terdapat segi atau hal lain yang merusak akad tersebut karena pertimbangan maslahat. Akad yang sah adalah akad yang terpenuhi rukun dan syarat-syaratnya. Sedangkan akad tidak sah apabila bertentangan dengan: a. syariat Islam; b. peraturan perundang-undangan; c. ketertiban umum; dan/atau d. kesusilaan. Ahmad Ifham Sholihin Page 32 Mengenal Bank Syariah Akad „Ainiyah adalah akad yang disyaratkan dengan penyerahan barang-barang seperti jual beli. Akad Amanah adalah akad yang mengandung prinsip bahwa yang bertanggung jawab atas kerusakan benda adalah pemilik benda, bukan oleh yang memegang benda, seperti titipan (ida’). Akad Ashliyah adalah akad yang berdiri sendiri tanpa memerlukan adanya sesuatu dari yang lain, seperti jual beli dan i’arah. Akad Berbasis Jual Beli adalah akad yang dalam praktik perbankan syariah didasarkan pada praktik jual bel. Akad ini dibedakan atas dasar (i) penyerahan barang secara tunai dan pembayaran harga jual secara cicilan, (ii) pembayaran secara spot/tunai ketika akad disepakati dengan penyerahan barang secara ditunda, dan (iii) pembayaran secara bertahap atas dasar penyelesaian/pengiriman barang yang bertahap pula. Akad Dhaman adalah akad yang menjadi tanggung jawab pihak kedua sesudah benda-benda itu diterima seperti qaradh. Akad Fasid adalah akad yang tidak memenuhi segala ketentuan rukun dan syarat menurut ketetapan syar’i (cacat hukum). Akad Fasihah adalah akad yang cacat atau cedera karena kurang salah satu syaratnya, baik syarat umum maupun syarat khusus seperti nikah tanpa wali. Akad Fauri adalah akad yang dilakukan dengan segera atau dalam merealisasikan akad tersebut tidak memerlukan waktu yang lama. Contohnya jual beli, setelah pihak penjual menyerahkan barang dan pembeli membayar maka selesailah akad jual beli kedua belah pihak. Akad Ghairu ‘Ainiyah adalah akad yang tidak disertai dengan penyerahan barang-barang karena tanpa penyerahan barang-barang pun akad sudah berhasil, seperti akad amanah. Akad ini tidak bersifat kebendaan dan berhubungan dengan jasa (service). Ahmad Ifham Sholihin Page 33 Mengenal Bank Syariah Akad Ghairu Musammah adalah akad yang namanya diberikan oleh dan timbul dari masyarakat menurut perkembangan dan kebutuhannya dengan ketentuan tidak keluar dari nilai-nilai dan prinsip umum dalam muamalah. Misalnya: Bai’ al Wafa’ dan Bai’ Istisna. Akad Ida’ atau akad titipan adalah akad yang dalam fikih muamalah merupakan jenis dari akad ida’/wadiah. Dalam perbankan syariah dapat dicontohkan dalam tabungan wadiah dan giro wadiah Akad Istimrar adalah akad yang memiliki status hukum yang terus berjalan (zamaniyah) seperti I‟arah. Akad Isyarah adalah akad yang akan dilakukan oleh pihak/badan hukum dengan cara memberi isyarat. Misalnya akad jual beli yang dilakukan dengan/oleh orang bisu. Akad Ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan tertentu (’iwadh/ju’l) atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan. Akad Kitabah adalah akad yang dilakukan oleh para pihak/badan hukum dengan mempergunakan media tulis (surat). Dalam praktik kegiatan perdagangan konvensional baik dalam skala mikro maupun makro (perdagangan nasional maupun internasional) jenis akad ini banyak dipraktikkan untuk kemudahan dalam proses transaksi perdagangan antarnegara. Akad Mabrur adalah akad yang mentransaksikan barang-barang (komoditi) yang dibolehkan/dihalalkan syara’. Akad Majhul adalah akad yang mengandung unsur penipuan dan spekulatif (gharar) yang akan mengakibatkan kerugian bagi salah satu pihak. Contoh, akad jual beli dengan mencegat para kafilah (pedagang) di tengah jalan yang membawa barang dagangan mereka ke pasar. Akad Maliyah adalah akad yang bersifat kebendaan (berhubungan dengan harta benda). Ahmad Ifham Sholihin Page 34 Mengenal Bank Syariah Akad Mamnu’ah adalah akad yang terlarang menurut syara‟, seperti membeli ikan dalam kolam dan membeli buah-buahan yang masih di pohon. Akad Mauquf adalah akad yang bertalian dengan persetujuan-persetujuan, seperti akad fudhuli. Akad Mauqufah adalah akad bahasa berarti akad yang ditangguhkan. Maksudnya adalah akad yang dilakukan oleh seseorang/badan hukum yang dipandang cakap hokum (orang yang dapat bertindak hukum tanpa bantuan orang lain), namun ia tidak bisa melangsungkan akad tersebut karena kekuasaannya terhadap objek akad belum ada padanya. Akad Mu’allaq adalah akad yang di dalam pelaksanaannya terdapat syarat-syarat yang telah ditentukan dalam akad, misalnya penentuan penyerahan barang-barang yang diakadkan setelah adanya pembayaran. Akad Mu’awadhah adalah akad yang berlaku atas dasar timbal balik seperti jual beli. Akad Mudhaf adalah akad yang dalam pelaksanaannya terdapat syarat-syarat mengenai penanggulangan pelaksanaan akad, pernyataan yang pelaksanaannya ditangguhkan hingga waktu yang ditentukan. Perikatan ini sah dilakukan pada waktu akad, tetapi belum mempunyai akibat hukum sebelum tibanya waktu yang telah ditentukan. Akad Munjiz adalah akad yang dilaksanakan langsung pada waktu selesainya akad. Akad Musamah adalah akad yang nama, dasar (status) hukum, dan tata cara pelaksanaannya telah ditetapkan secara jelas dan tegas oleh syara’. Seperti: akad wakalah (perwakilan), ijarah (sewa), ji’alah (sayembara), jual beli, wadiah (titipan), dan lain-lain. Akad Mustamir adalah akad yang memerlukan waktu untuk melangsungkan atau merealisasikannya. Contoh: akad ijarah. Akad Musyara’ah adalah akad yang dibenarkan oleh syara‟ seperti gadai dan jual beli. Ahmad Ifham Sholihin Page 35 Mengenal Bank Syariah Akad Nafidzah adalah akad yang bebas atau terlepas dari penghalang-penghalang akad. Sehingga telah memenuhi rukun dan syarat serta tidak terdapat halangan (mani’) dalam merealisasikan (proses) akad tersebut. Akad Ridaiyah adalah akad yang dilakukan oleh para pihak/badan hukum atas dasar kerelaan atau suka sama suka (taraadhin) tanpa adanya paksaan (ikrah) dari pihak lain. Akad Shahihah adalah akad yang mencukupi persyaratannya, baik syarat yang khusus maupun syarat yang umum. Akad Syariah adalah suatu perikatan yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba (bunga), zulmu (penganiayaan), risywah (suap), barang haram, maksiat. Akad Tabarru’ (Gratuitous Contract) adalah segala macam perjanjian yang menyangkut not for profit transaction (transaksi nirlaba). Akad Tabarru’at adalah akad yang berlaku atas dasar pemberian dan pertolongan, seperti hibah. Akad Tauqiyan adalah akad yang dikaitkan berlakunya dengan sesuatu yang lain. Akad Thahi’iyah adalah akad yang membutuhkan adanya yang lain, seperti adanya rahn, tidak dilakukan bila tidak ada utang. Akad Tijarah/Mu’awadah (Compensational Contract) adalah segala macam perjanjian yang menyangkut profit transaction. Akad-akad ini dilakukan dengan tujuan mencari keuntungan, karena itu bersifat komersial. Contoh akad tijarah adalah akad-akad investasi, jual beli, sewa-menyewa, dan lain-lain. Akad Trust adalah perjanjian tertulis yang digunakan dalam pembiayaan kredit berdokumen yang diberikan kepada pembeli atau importir; pembeli berjanji untuk memegang barang yang diterima atas nama bank yang menyediakan pembiayaan sekalipun bank tetap menguasai kepemilikan barang tersebut; Ahmad Ifham Sholihin Page 36 Mengenal Bank Syariah penerima fasilitas trust mengizinkan seorang importir menjual barang tersebut sebelum dibayar kepada bank penerbit L/C (trust receipt) Akad yang Sah adalah akad yang telah memenuhi rukun dan syarat-syaratnya. Akad yang Sempurna untuk Dilaksanakan adalah akad yang dilangsungkan dengan memenuhi rukun dan syaratnya dan tidak ada penghalang untuk melaksanakannya. Akad yang Tidak Sahih adalah akad yang terdapat kekurangan pada rukun dan syarat-syaratnya, sehingga seluruh akibat hukum akad itu tidak berlaku dan tidak mengikat pihak-pihak yang berakad. Berikut ini bisa kita cermati perbandingan wa’ad dan akad dalam perjanjian pembiayaan menurut perspektif hukum positif dan syariah: (1) Bentuk dari Wa’ad adalah (a) Perjanjian Kredit/PK (line facility); (b) MoU (dealer financing); (c) MoU joint financing; (d) Perjanjian Pembiayaan IMBT; (e) Offering Letter. (2) Bentuk dari akad adalah (a) Perjanjian Kredit/PK (simple murabahah); (b) Surat Permohonan Realisasi Pembiayaan (SPRP) atau Surat Persetujuan Pencairan Pembiayaan (SP3); (c) Lampiran PK (menggunakan akad wakalah). 4. Tabarru’ dan Tijarah Dalam praktek transaksi perbankan syariah, akad dibagi menjadi 2 yaitu tabarru’ dan tijarah. Akad tabarru’ (kebajikan, derma, sedekah (charity), merupakan jenis akad yang berorientasi pada kepentingan social, yaitu emua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebaikan dan tolong-menolong, bukan untuk tujuan komersial. Termasuk dalam akad tabarru’ adalah qardh al hasan, sedekah, qardh, hibah, infak, dan wakaf. Fungsi akad tabarru’ ini adalah akad-akad untuk mencari keuntungan akhirat, karena itu bukan akad bisnis. Jadi, akad ini tidak dapat digunakan untuk tujuan-tujuan komersial. Bank syariah sebagai lembaga Ahmad Ifham Sholihin Page 37 Mengenal Bank Syariah keuangan yang bertujuan mendapatkan laba tidak dapat mengandalkan akad-akad tabarru’ untuk mendapatkan laba. Bila tujuan kita adalah mendapatkan laba, gunakanlah akad-akad yang bersifat komersial, yakni akad tijarah. Namun demikian, bukan berarti akad tabarru’ sama sekali tidak dapat digunakan dalam kegiatan komersial. Bahkan pada kenyataannya, penggunaan akad tabarru’ sering sangat vital dalam transaksi komersial karena akad tabarru’ ini dapat digunakan untuk menjembatani atau memperlancar akad-akad tijarah. Dalam akad tabarru’, pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratkan imbalan apa pun kepada pihak lainnya. Imbalan dari akad tabarru’ dari Allah Swt., bukan dari manusia. Namun demikian, pihak yang berbuat kebaikan tersebut boleh meminta kepada counter-part-nya untuk sekadar menutupi biaya (cover the cost) yang dikeluarkannya untuk dapat melakukan akad tabarru’ tersebut. Tapi, ia tidak boleh sedikit pun mengambil laba dari akad tabarru’ itu. Contoh akad-akad tabarru’ adalah qard, rahn, hawalah, wakalah, kafalah, wadiah, hibah, wakaf (wakaf), sedekah, hadiah, dan lain-lain. Pada dasarnya, akad tabarru’ ini adalah memberikan sesuatu (giving something) atau meminjamkan sesuatu (lending something). Bila akadnya adalah meminjamkan sesuatu, objek pinjamannya dapat berupa uang (lending $) atau jasa kita (lending yourself). Dalam akad tabarru’, pinjaman uang bisa diberikan tanpa mensyaratkan apa pun selain mengembalikan pinjaman tersebut setelah jangka waktu tertentu. Bentuk meminjamkan uang seperti ini disebut dengan qardh. Selanjutnya, jika dalam meminjamkan uang ini si pemberi pinjaman mensyaratkan suatu jaminan dalam Ahmad Ifham Sholihin Page 38 Mengenal Bank Syariah bentuk atau jumlah tertentu, bentuk pemberian pinjaman seperti ini disebut dengan rahn. Ada lagi suatu bentuk pemberian pinjaman uang, dengan tujuan mengambil alih piutang dari pihak lain. Bentuk pemberian pinjaman uang dengan maksud seperti ini disebut hawalah. Jadi, ada tiga bentuk akad meminjamkan uang, yakni qardh, rahn, dan hawalah. Bila kita meminjamkan “diri kita” (yakni jasa keahlian/keterampilan, dan sebagainya) saat ini untuk melakukan sesuatu atas nama orang lain, maka hal ini disebut wakalah. Karena kita melakukan sesuatu atas nama orang yang kita bantu tersebut, sebenarnya kita menjadi wakil orang itu. Itu sebabnya akad ini diberi nama wakalah. Selanjutnya, bila akad wakalah ini kita rinci tugasnya, yakni bila kita menawarkan jasa kita untuk menjadi wakil seseorang, dengan tugas menyediakan jasa custody (penitipan, pemeliharaan), bentuk peminjaman jasa seperti ini disebut akad wadiah. Ada variasi lain dari akad wakalah, yakni contingent wakalah (wakalah bersyarat). Dalam hal ini, kita bersedia memberikan jasa kita untuk melakukan sesuatu atas nama orang lain, jika terpenuhi kondisinya, atau jika sesuatu terjadi. Misalkan, seorang dosen menyatakan kepada asistennya demikian: “Anda adalah asisten saya. Tugas Anda menggantikan saya mengajar bila saya berhalangan”. Dalam kasus ini, yang terjadi adalah wakalah bersyarat. Asisten hanya bertugas mengajar (yakni melakukan sesuatu atas nama dosen) bila dosen berhalangan (yakni bila terpenuhi kondisinya, jika sesuatu terjadi). Jadi, asisten ini tidak otomatis menjadi wakil dosen. Wakalah bersyarat ini dalam terminologi fikih disebut sebagai akad kafalah. Dengan demikian, ada 3 (tiga) akad meminjamkan jasa, yakni wakalah, wadiah, dan kafalah. Ahmad Ifham Sholihin Page 39 Mengenal Bank Syariah Selain itu, ada lagi kategori akad tabarru’ yaitu memberikan sesuatu (giving something). Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah akad-akad sebagai berikut: hibah, wakaf, sedekah, hadiah, dan lain-lain. Dalam semua akad tersebut, si pelaku memberikan sesuatu kepada orang lain. Bila penggunaannya untuk kepentingan umum dan agama, akadnya dinamakan wakaf. Objek wakaf ini tidak boleh diperjualbelikan begitu dinyatakan sebagai aset wakaf. Sedangkan hibah dan hadiah adalah pemberian sesuatu secara sukarela kepada orang lain. Begitu akad tabarru’ sudah disepakati, akad tersebut tidak boleh diubah menjadi akad tijarah (yakni akad komersial, yang akan segera kita bahas) kecuali ada kesepakatan dari kedua belah pihak untuk mengikatkan diri dalam akad tijarah tersebut. Misalnya, bank setuju untuk menerima titipan mobil dari nasabahnya (akad wadiah, dengan demikian, bank melakukan akad tabarru’) bank tersebut dalam perjalanan kontrak tersebut tidak boleh mengubah akad tersebut menjadi akad tijarah dengan mengambil keuntungan dari jasa wadiah tersebut. Sebaliknya, jika akad tijarah sudah disepakati, akad tersebut boleh diubah menjadi akad tabarru’ bila pihak yang tertahan haknya dengan rela melepaskan haknya, sehingga menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya. Sementara itu, akad tijarah diartikan sebagai akad perdagangan, yaitu mempertukarkan barang dagangan dengan mata uang menurut cara yang ditentukan. Tijarah juga berarti mempertukarkan harta dengan harta menurut cara yang telah ditentukan dan bermanfaat serta dibolehkan oleh syariah. Tijarah merupakan semua bentuk akad yang ditujukan untuk tujuan komersial, yaitu akad yang ditujukan untuk memperoleh keuntungan. Termasuk dalam akad tijarah adalah (i) akad yang mengacu pada konsep bagi hasil, di antaranya mudarabah dan Ahmad Ifham Sholihin Page 40 Mengenal Bank Syariah musyarakah; (ii) akad yang mengacu pada konsep jual beli, di antaranya bay’ bi tsaman ajil, murabahah, salam, dan istisna; (iii) akad yang mengacu pada konsep sewa, di antaranya ijarah dan ijarah muntahiyah bit tamlik; (iv) akad yang mengacu pada konsep titipan, di antaranya wadiah yad al amanah dan wadiah yad dhamanah. 5. NCC dan NUC Akad/kontrak dalam transaksi tijarah, dibagi menjadi 2 yaitu Natural Certainty Contract (NCC) dan Natural Unertainty Contract (NUC). Natural Certainty Contract (NCC) adalah kontrak yang dilakukan dengan menentukan secara pasti nilai nominal dari keuntungan di awal kontrak perjanjian. Contoh: prinsip jual beli dan sewa. Prinsip jual beli didasarkan pada transaksi riil (pembelian barang atau jasa dilakukan oleh bank syariah kemudian nasabah mengangsur kepada bank syariah). Nasabah tidak akan secara langsung mendapatkan uang tunai dari bank syariah. Produk pembiayaan yang menggunakan prinsip jual beli adalah murabahah, salam, dan istisna. Dalam NCC, kedua belah pihak saling mempertukarkan aset yang dimilikinya, karena itu objek pertukarannya (baik barang maupun jasa) pun harus ditetapkan di awal akad dengan pasti, baik jumlahnya (quantity), mutunya (quality), harganya (price), dan waktu penyerahannya (time of delivery). Jadi, kontrak-kontrak ini secara “sunnatullah” (by their nature) menawarkan return yang tetap dan pasti. Pada NCC, cash flow-nya bisa diprediksi dengan relatif pasti, karena sudah disepakati oleh kedua belah pihak yang bertransaksi di awal akad. Kontrak-kontrak ini sifatnya “fixed and predetermined”. Objek pertukarannya (baik barang maupun jasa) pun harus ditetapkan di awal akad dengan pasti, baik jumlahnya (quantity), mutunya (quality), Ahmad Ifham Sholihin Page 41 Mengenal Bank Syariah harganya (price), dan waktu penyerahannya (time of delivery). Yang termasuk dalam kategori ini adalah kontrakkontrak jual beli, upah-mengupah, sewa-menyewa, dan lain-lain. Dalam kontrak jenis ini, pihak-pihak yang bertransaksi saling mempertukarkan asetnya (baik real assets maupun financial assets). Jadi masing-masing pihak tetap berdiri-sendiri (tidak saling bercampur membentuk usaha baru), sehingga tidak ada pertanggungan risiko bersama. Juga tidak ada percampuran aset si A dengan aset si B. Yang ada misalnya adalah si A memberikan barang ke B, kemudian sebagai gantinya B menyerahkan uang kepada A. Di sini barang ditukarkan dengan uang, sehingga terjadilah kontrak jual beli. Kontrak-kontrak natural certainty ini dapat diterangkan dengan sebuah teori umum yang diberi nama teori pertukaran (the theory of exchange). Sementara itu, Natural Uncertainty Contract (NUC) adalah kontrak yang dilakukan tidak dengan menyepakati nominal keuntungan yang akan diterima melainkan menyepakati nisbah bagi hasil yang akan diterima sehingga tidak ada kepastian nilai nominal yang akan diterima karena tergantung pada keuntungan usaha. Prinsip ini mengharuskan pemanfaatan dana pada bank syariah menggunakan dana yang dimohon untuk usaha produktif. Dalam NUC, pihak-pihak yang bertransaksi saling mencampurkan asetnya (baik real assets maupun financial assets) menjadi satu kesatuan, dan kemudian menanggung risiko bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan. Di sini, keuntungan dan kerugian ditanggung bersama. Pada NUC, tingkat return-nya bisa positif, negatif, atau nol. Yang termasuk dalam kontrak ini adalah kontrak-kontrak investasi. Kontrak-kontrak investasi ini secara “sunnatullah” (by their nature) tidak Ahmad Ifham Sholihin Page 42 Mengenal Bank Syariah menawarkan return yang tetap dan pasti. Jadi sifatnya tidak “fixed and predetermined”. Dalam kontrak jenis ini, pihak-pihak yang bertransaksi saling mencampurkan asetnya (baik real assets maupun financial assets) menjadi satu kesatuan, dan kemudian menanggung risiko bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan. Di sini, keuntungan dan kerugian ditanggung bersama. Natural Uncertainty Contracts ini dapat diterangkan pula dengan sebuah teori umum yang diberi nama teori percampuran (the theory of venture). 6. Percampuran dan Pertukaran Interaksi transaksi dibagi menjadi 2 yaitu Teori Percampuran dan Teori Pertukaran. Teori ini mengungkap interaksi transaksi dalam perbankan syariah terutama yang menggunakan prinsip Tijarah. Teori Pertukaran terdiri atas dua pilar, yaitu (1) objek pertukaran; dan (2) waktu pertukaran. Fikih membedakan dua jenis objek pertukaran, yaitu (1) ‘ayn (real asset) berupa barang dan jasa; (2) dayn (financial asset) berupa uang dan surat berharga. Fikih membedakan dua waktu pertukaran yaitu (1) naqdan (Immediate delivery) yang berarti penyerahan saat itu juga; (2) ghairu naqdan (deferred delivery) yang berarti penyerahan kemudian. Dari segi objek pertukaran, dapat diidentifikasi tiga jenis pertukaran yaitu (1) Pertukaran real asset (‘ayn) dengan real asset (‘ayn); (2) Pertukaran real asset (‘ayn) dengan financial asset (dayn); (3) Pertukaran financial asset (dayn) dengan financial asset (dayn). Sementara itu, Teori Percampuran terdiri atas dua pilar, yaitu: (1) objek percampuran; dan (2) waktu percampuran. Fikih juga membedakan dua jenis objek percampuran, yaitu: (a) ‘ayn (real asset) berupa barang dan jasa; (b) dayn (financial asset) berupa uang dan surat berharga. Ahmad Ifham Sholihin Page 43 Mengenal Bank Syariah Dari segi waktunya, fikih membedakan dua waktu percampuran, yaitu (a) naqdan (immediate delivery) yakni penyerahan saat itu juga. (b) ghairu naqdan (deferred delivery) yakni penyerahan kemudian. Dari segi objek percampurannya dapat diidentifikasi tiga jenis percampuran, yaitu: (a) Percampuran real asset (‘ayn) dengan real asset (‘ayn); (b) percampuran real asset (‘ayn) dengan financial asset (dayn); (c) percampuran financial asset (dayn) dengan financial aset (dayn). Dari segi waktunya, baik dalam teori percampuran maupun pertukaran, dapat dibedakan menjadi dua: immediate delivery (naqdan, penyerahan saat itu juga), dan deferred delivery (muajjal, penyerahan kemudian). Sedangkan dari segi objeknya, dalam kedua teori ini dapat dibedakan menjadi dua pula: ‘ayn (real asset, barang dan jasa) dan dayn (financial asset, uang dan nonuang). 7. Prinsip Operasional Berikut ini adalah Alur dan Operasional Bank Syariah; (1) Bank syariah menghimpun dan menyalurkan dana; (2) Bank syariah memperoleh imbalan atas penyaluran dana yang diberikan; (3) Bank syariah membagikan imbalan kepada nasabah penghimpun dana sesuai nisbah yang disepakati di awal perjanjian; (4) Bagian dari nisbah bank dipergunakan oleh bank untuk membiayai operasional bank dan sisanya menjadi laba usaha bank; (5) Bank syariah juga menyelenggarakan berbagai jasa keuangan dan memperoleh imbalan berupa fee (fee based income). Pengimpunan dana bank syariah dilakukan dengan prinsip mudarabah dan wadiah. Sedangkan penyaluran dana bank syariah dijalankan dengan menggunakan prinsip murabahah, salam, istisna, ijarah, musyarakah, mudarabah, qardh, serta pembiayaan untuk multijasa. Sementara jasa yang dilakukan oleh bank syariah menggunakan prinsip wakalah, hawalah, dan kafalah. Ahmad Ifham Sholihin Page 44 Mengenal Bank Syariah Bank syariah juga memiliki berbagai instrumen untuk memperoleh fee based income, seperti Safe Deposit Box, Letter of credit, Sharf, Syariah Card Card, Syariah Card, Pasar Uang Antar Bank Syariah, serta berbagai Sertifikat Berharga. Berbagai prinsip ini akan dijelaskan lebih rinci pada bab selanjutnya di buku ini. 8. Bagi Hasil Bagi Hasil didefinisikan sebagai suatu sistem yang meliputi pembagian hasil usaha antara pemodal dan pengelola dana pembagian hasil usaha. Misalnya, antara bank syariah dengan penyimpan dana serta antara bank syariah dengan nasabah penerima dana. Akad yang digunakan bisa menggunakan akad mudarabah dan akad musyarakah. Bagi hasil muncul dalam bentuk return dari kontrak investasi, yakni yang termasuk ke dalam Natural Uncertainty Contracts. Pembagian hasil usaha di antara para pihak (mitra) dalam suatu bentuk usaha kerja sama boleh didasarkan pada prinsip Bagi Untung (Profit Sharing), yakni bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi biaya pengelolaan dana, dan boleh pula didasarkan pada prinsip Bagi Hasil (Revenue Sharing), yakni bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Pada profit sharing (bagi laba), perhitungan bagi hasil yang mendasarkan pada laba, yaitu pendapatan usaha dikurangi beban usaha. Misalnya, pendapatan usaha Rp 1.000,00 dan beban usaha Rp 700,00 maka laba yang akan dibagi adalah Rp 300,00 (Rp1.000,00Rp700,00). Dalam hal ini semua pihak yang terlibat dalam akad akan mendapat bagi hasil sesuai dengan laba yang diperoleh bahkan tidak mendapatkan laba apabila pengelola laba mengalami kerugian. Di sini, unsur keadilan dalam berusaha betul-betul diterapkan, Ahmad Ifham Sholihin Page 45 Mengenal Bank Syariah sehingga bila laba besar maka pemilik juga mendapatkan bagian besar dan sebaliknya. Sementara pada revenue sharing (bagi pendapatan), perhitungan bagi hasil yang mendasarkan pada pendapatan usaha tanpa dikurangi beban usaha. Misalnya, pendapatan usaha Rp 1.000,00 dan beban usaha Rp 700,00 maka dasar untuk menentukan bagi hasil adalah pendapatan yang Rp 1.000,00 tanpa harus dikurangi beban. Sepanjang pengelola memperoleh revenue maka pemilik dana mendapat bagi hasilnya (tanpa memperhatikan beban usaha). Pengelola dana harus menjalankan usaha dengan prinsip prudent atau usaha penuh kehati-hatian sehigga resiko kerugian dapat ditekan sekecil mungkin. Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), saat ini, pembagian hasil usaha sebaiknya digunakan prinsip Bagi Hasil (Revenue Sharing). Hal ini sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional MUI. Penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih tersebut harus disepakati dalam akad. Berbagi hasil dalam bank syariah menggunakan istilah nisbah bagi hasil, yaitu proporsi bagi hasil antara nasabah dan bank syariah. Misalnya, jika customer service bank syariah menawarkan nisbah bagi hasil Tabungan iB sebesar 65:35. Itu artinya nasabah bank syariah akan memperoleh bagi hasil sebesar 65% dari return investasi yang dihasilkan oleh bank syariah melalui pengelolaan dana-dana masyarakat di sektor riil. Sementara itu bank syariah akan mendapatkan porsi bagi hasil sebesar 35%. Untuk produk pendanaan/simpanan bank syariah, misalnya Tabungan iB dan Deposito iB, penentuan nisbah bagi hasil dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: jenis produk simpanan, perkiraan pendapatan investasi dan biaya operasional bank. Hanya produk simpanan iB dengan skema investasi (mudarabah) yang mendapatkan return bagi hasil. Sementara itu, untuk produk simpanan Ahmad Ifham Sholihin Page 46 Mengenal Bank Syariah iB dengan skema titipan (wadiah), return yang diberikan berupa bonus. Pertama, hitung besarnya tingkat pendapatan investasi yang dapat dibagikan kepada nasabah. Ekspektasi pendapatan investasi ini dihitung oleh bank syariah dengan melihat performa kegiatan ekonomi di sektor-sektor yang menjadi tujuan investasi, misalnya di sektor properti, perdagangan, pertanian, telekomunikasi atau sektor transportasi. Setiap sektor ekonomi memiliki karakteristik dan performa yang berbeda-beda, sehingga akan memberikan return investasi yang berbeda-beda juga. Sebagaimana layaknya seorang investment manager, bank syariah akan menggunakan berbagai indikator ekonomi dan keuangan yang dapat mencerminkan kinerja dari sektoral tersebut untuk menghitung ekspektasi /proyeksi return investasi. Termasuk juga indikator historis (track record) dari aktivitas investasi bank syariah yang telah dilakukan, yang tercermin dari nilai rata-rata dari seluruh jenis pembiayaan iB yang selama ini telah diberikan ke sektor riil. Dari hasil perhitungan tersebut, maka dapat diperoleh besarnya pendapatan investasi dalam bentuk equivalent rate- yang akan dibagikan kepada nasabah misalnya sebesar 11%. Selanjutnya dihitung besarnya pendapatan investasi yang merupakan bagian untuk bank syariah sendiri, guna menutup biaya-biaya operasional sekaligus memberikan pendapatan yang wajar. Besarnya biaya operasional tergantung dari tingkat efisiensi bank masing-masing. Sementara itu, besarnya pendapatan yang wajar antara lain mengacu kepada indikator-indikator keuangan bank syariah yang bersangkutan seperti ROA (Return On Assets) dan indikator lain yang relevan. Dari perhitungan, diperoleh bahwa bank syariah memerlukan pendapatan investasi -yang juga dihitung dalam equivalent rate- misalnya sebesar 6 %. Ahmad Ifham Sholihin Page 47 Mengenal Bank Syariah Dari kedua angka tersebut, maka kemudian nisbah bagi hasil dapat dihitung. Porsi bagi hasil untuk nasabah adalah sebesar: [11% dibagi (11%+6%)] = 0.65 atau sebesar 65%. Dan bagi hasil untuk bank syariah sebesar: [6% dibagi (11%+6%)] = 0.35 atau sebesar 35%. Maka nisbah bagi hasilnya kemudian dapat dituliskan sebagai 65:35. Tentu saja dalam prakteknya nasabah iB tidak perlu terlalu pusing dengan perhitungan “njlimet” bagi hasil semacam ini. Masyarakat hanya tinggal menanyakan berapa rate indikatif dari Tabungan iB atau Deposito iB yang diminatinya. Rate indikatif ini adalah nilai equivalent rate dari pendapatan investasi yang akan dibagikan kepada nasabah, yang dinyatakan dalam persentase misalnya 11% atau 8% atau 12%. Jadi masyarakat dengan cepat dan mudah dapat menghitung berapa besar keuntungan yang akan diperolehnya dalam menabung sekaligus berinvestasi di bank syariah. Sementara itu, prosedur perhitungan pendapatan yang akan dibagikan adalah sebagai berikut: (1) hitung saldo (out standing) rata-rata pembiayaan; (2) hitung saldo (out standing) rata-rata penempatan pada bank lain; (3) hitung saldo (out standing) rata-rata surat berharga; (4) hitung saldo (out standing) rata-rata SWBI; (5) hitung saldo (out standing) rata-rata aktiva produktif lainnya; (6) hitung saldo (out standing) rata-rata dana per produk: giro, tabungan, dan deposito; (7) cara menghitung saldo rata-rata adalah jumlahkan saldo akhir hari setiap harinya mulai dari tanggal 1 (satu) sampai akhir bulan pada bulan berjalan termasuk saldo pada hari libur dibagi dengan jumlah hari selama bulan berjalan. Cara perhitungan ini berlaku untuk dana, pembiayaan, penempatan pada bank lain, SWBI, aktiva produktif lainnya. (8) Hitung jumlah pendapatan selama satu bulan berjalan per aktiva produktif, yakni (i) Pendapatan dari pembiayaan (ii) pendapatan dari penempatan pada bank lain; (iii) pendapatan dari surat Ahmad Ifham Sholihin Page 48 Mengenal Bank Syariah berharga; (iv) pendapatan dari SWBI; (v) pendapatan dari aktiva produktif lainnya; (9) hitung pendapatan aktiva produktif yang akan dibagikan kepada pemilik dana (PAD). Ada beberapa variasi distribusi bagi hasil. Pertama, sentralisasi atau desentralisasi. Sentralisasi yaitu bagi hasil dihitung di kantor pusat bank syariah sehingga bagi hasil seluruh kantor bank syariah sama. Desentralisasi yaitu bagi hasil dihitung oleh masingmasing cabang kantor bank syariah sehingga suatu bank akan memberikan bagi hasil yang berbeda-beda di masing-masing cabangnya. Kedua, memakai bobot atau tidak memakai bobot. Memakai bobot yaitu setiap kelompok dana seperti giro, tabungan, deposito dikalikan dengan angka (bobot) tertentu terlebih dahulu baru dimasukkan dalam perhitungan bagi hasil. Kalau tidak memakai bobot tentu sebaliknya, yaitu tidak menggunakan bobot pada kelompok dana tersebut. Ketiga, memasukkan unsur GWM dana pihak ketiga yang akan dibagihasilkan dikeluarkan terlebih dahulu sebesar GWM yang diwajibkan oleh Bank Indonesia, atau tidak memasukkan unsur GWM tersebut. Keempat, berdasarkan prioritas pendapatan tidak memakai prioritas (pooling). Bagi hasil yang belum dibagikan merupakan kewajiban mudarib (bank) kepada shahibul mal atas bagian keuntungan hasil usaha yang telah disisihkan dari pengelolaan dana mudarabah. Sementara itu, dalam sistem pencatatan dan pelaporan (akuntansi) keuangan dikenal ada dua sistem, yaitu Cash Basis dan Accrual Basis. Cash Basis adalah prinsip akuntansi yang mengharuskan pengakuan biaya dan pendapatan pada saat terjadinya. Sehingga pencatatan pendapatan dan pengeluaran yang dilakukan saat penerimaan atau pengeluaran tunai. Accrual Basis adalah prinsip akuntansi yang membolehkan pengakuan biaya dan pendapatan Ahmad Ifham Sholihin Page 49 Mengenal Bank Syariah didistribusikan pada beberapa periode. Sehingga mengakui seluruh pendapatan dan biaya pada tahun buku tertentu meskipun realisasinya baru terjadi dalam tahun buku selanjutnya. Pada prinsipnya, bank syariah boleh menggunakan sistem Accrual Basis maupun Cash Basis dalam administrasi keuangan. Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), dalam pencatatan sebaiknya digunakan sistem Accrual Basis; akan tetapi, dalam distribusi hasil usaha hendaknya ditentukan atas dasar penerimaan yang benar-benar terjadi (Cash Basis). Penetapan sistem yang dipilih ini harus disepakati dalam akad. 9. Pajak Pajak merupakan isu sensitif bagi bank syariah. Hal ini terjadi karena ada produk bank syariah yang memiliki 2 kali transaksi jual beli seperti murabahah, namun industri syariah berharap kemudahan diberlakukan 1 kali pembayaran pajak pada produk tersebut. Akhirnya segenap industri syariah bisa bernafas lega dengan munculnya ketentuan yang mengatur pengenaan 1 kali pajak untuk produk syariah yang secara prinsip terjadi 2 kali transaksi jual beli. Ketentuan tersebut adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pajak Penghasilan Kegiatan Usaha Berbasis Syariah. Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan pada Lembaga Keuangan Syariah (bank syariah khususnya), diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pajak Penghasilan Kegiatan Usaha Berbasis Syariah. Ahmad Ifham Sholihin Page 50 Mengenal Bank Syariah Peraturan ini mengatur Perlakuan Pajak Penghasilan dari kegiatan Usaha Berbasis Syariah meliputi: penghasilan, biaya, dan pemotongan pajak atau pemungutan pajak. Biaya dari kegiatan Usaha Berbasis Syariah termasuk: hak pihak ketiga atas bagi hasil, margin, dan kerugian dari transaksi bagi hasil. Hak pihak ketiga atas bagi hasil yang dibayarkan merupakan biaya yang dapat dikurangkan. Bagi hasil ini berbeda dengan dividen yang dibagikan, terkait dengan status dana yang digunakan. Dividen diberikan atas modal yang ditanamkan pada usaha yang menunjukkan kepemilikan usaha. Sedangkan bagi hasil dibayarkan atas dana pihak ketiga yang digunakan untuk jangka waktu tertentu yang tidak menunjukkan kepemilikan usaha. Kerugian yang timbul dari transaksi bagi hasil merupakan biaya yang dapat dikurangkan. Kerugian yang timbul harus diteliti lebih lanjut, apabila kerugian tersebut timbul akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian tersebut merupakan tanggung jawab pengelola dana. Sedangkan apabila setelah diteliti diketahui bahwa kerugian tersebut timbul dan terjadi bukan karena kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian tersebut dibebankan kepada pemilik modal sesuai dengan akad/perjanjian. Pemotongan pajak atau pemungutan pajak dari kegiatan Usaha Berbasis Syariah dilakukan juga terhadap: hak pihak ketiga atas bagi hasil, bonus, margin, dan hasil berbasis syariah lainnya yang sejenis. Hak pihak ketiga atas bagi hasil, bonus, margin, dan hasil berbasis syariah lainnya yang sejenis merupakan penghasilan yang dibayarkan berkenaan dengan penggunaan dana pihak ketiga yang tidak terkait dengan kepemilikan usaha, contoh: pada produk Deposito Mudarabah, Giro Wadiah, dan Pembiayaan Murabahah. Ahmad Ifham Sholihin Page 51 Mengenal Bank Syariah Deposito Mudarabah menggunakan akad Mudarabah. Terhadap para deposan diberikan bagi hasil atas pemanfaatan dana yang disimpan pada bank syariah. Giro pada bank syariah menggunakan akad wadiah (titipan), karena dana yang disimpan dapat ditarik setiap saat. Terhadap pemegang giro, bank syariah tidak menjanjikan hasil yang diberikan, tetapi dapat memberikan bonus yang tidak ditentukan besarnya. Pembiayaan Murabahah menggunakan prinsip jual beli sehingga memunculkan margin yang merupakan selisih antara dana yang diberikan dengan total dana yang harus dikembalikan oleh penerima dana. Karena terkait dengan pembiayaan, bukan semata-mata transaksi jual beli, maka terhadap margin tersebut diperlakukan sebagai penghasilan yang merupakan objek pemotongan Pajak Penghasilan. Ketentuan mengenai penghasilan, biaya, dan pemotongan pajak atau pemungutan pajak dari kegiatan Usaha Berbasis Syariah tersebut berlaku mutatis mutandis ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan. Pemberlakuan secara mutatis mutandis ini dimaksudkan bahwa ketentuan perpajakan yang berlaku umum berlaku pula untuk kegiatan Usaha Berbasis Syariah. Contoh, perlakuan perpajakan mengenai bunga berlaku pula untuk imbalan atas penggunaan dana pihak ketiga yang tidak termasuk dalam kategori modal perusahaan. Imbalan tersebut dapat berupa hak pihak ketiga atas bagi hasil, margin, atau bonus, sesuai dengan pendekatan transaksi syariah yang digunakan. Pada ketentuan perpajakan secara umum, bunga merupakan penghasilan bagi pihak penerima dan merupakan pengurang penghasilan bagi pihak pembayar. Berkenaan dengan kewajiban pemotongan Pajak Penghasilan, pihak pembayar wajib memotong Pajak Penghasilan atas bunga yang dibayarkan. Ahmad Ifham Sholihin Page 52 Mengenal Bank Syariah Pemotongan tersebut dapat dilakukan sesuai dengan transaksi dan lembaga yang bertransaksi. Perlakuan perpajakan tersebut juga berlaku terhadap hak pihak ketiga atas bagi hasil, margin, atau bonus yang timbul dari penggunaan dana pihak ketiga yang tidak termasuk dalam kategori modal perusahaan, sesuai dengan transaksi dan lembaga yang bertransaksi. Pajak Pertambahan Nilai Ketentuan Pajak Pertambahan Nilai produk bank syariah dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Dalam UU ini dinyatakan bahwa penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak yang membutuhkan Barang Kena Pajak. Contoh, dalam transaksi murabahah, bank syariah bertindak sebagai penyedia dana untuk membeli sebuah kendaraan bermotor dari Pengusaha Kena Pajak A atas pesanan Nasabah Bank Syariah (Tuan B). Meskipun berdasarkan prinsip Syariah, Bank Syariah harus membeli dahulu kendaraan bermotor tersebut dan kemudian menjualnya kepada Tuan B, berdasarkan Undang-Undang ini, penyerahan kendaraan bermotor tersebut dianggap dilakukan langsung oleh Pengusaha Kena Pajak A kepada Tuan B. Ahmad Ifham Sholihin Page 53 Mengenal Bank Syariah BAB III PENGHIMPUNAN DANA Bank Syariah menghimpun dana dari masyarakat baik individu maupun lembaga, perusahaan, organisasi, atau bahkan dari bank lain dalam berbagai bentuk produk, yaitu Giro, Tabungan, dan Deposito. 1. Giro Giro Syariah adalah sarana penyimpanan dana yang disediakan bagi nasabah dengan pengelolaan dana berdasarkan prinsip Mudarabah atau dengan prinsip Wadiah. Giro Mudarabah Giro dengan prinsip Mudarabah memosisikan nasabah sebagai pemilik dana (shahibul maal) dan Bank bertindak sebagai pengelola dana (mudarib). Kemudian Bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya melakukan akad Mudarabah dengan pihak lain. Pada Giro Mudarabah, modal harus dalam bentuk tunai dan bukan piutang, serta dinyatakan jumlah nominalnya. Nasabah wajib memelihara saldo Giro minimum yang ditetapkan oleh Bank dan tidak dapat ditarik oleh nasabah kecuali dalam rangka penutupan rekening. Pembagian keuntungan pada Giro Mudarabah harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening. Pemberian keuntungan untuk nasabah didasarkan pada saldo terendah setiap akhir bulan laporan. Bank menutup biaya operasional Giro dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya. Pada Giro Mudarabah ini, Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan. Ahmad Ifham Sholihin Page 54 Mengenal Bank Syariah Giro Wadiah Di Indonesia, Giro syariah lazim dijalankan dengan akad Wadiah. Wadiah yang digunakan adalah jenis yad ad-dhamanah (trustee depository) yaitu titipan dengan risiko ganti rugi. Sebagai konsekuensi dari yad ad-dhamanah, semua keuntungan yang dihasilkan dari dana titipan tersebut milik Bank (demikian juga ia adalah penanggung seluruh kemungkinan kerugian). Sebagai imbalan, si penyimpan mendapat jaminan keamanan terhadap hartanya, demikian juga fasilitas-fasilitas Giro lainnya. Imbal hasil pada Giro Wadiah ini berupa bonus yang tidak wajib diberikan dan tidak boleh diperjanjikan di awal. Perhitungan/pemberian bonus ditentukan sepihak oleh pihak Bank. Fitur Giro di Bank Syariah memiliki kesamaan dalam berbagai hal, seperti ketentuan mengenai saldo minimum, setoran awal, setoran minimum, fasilitas rekening koran, buku cek, penggunaan ATM, dan memungkinkan juga digunakan untuk pembayaran zakat. Transaksi yang dijalankan juga bisa berupa setoran tunai maupun non tunai, penarikan tunai maupun non tunai, auto save, auto debit, blokir dana, Standing Instruction, dan berbagai fasilitas lain. Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya cek/bilyet Giro, biaya meterai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening, serta biaya administrasi rekening pasif. Rekening Giro akan dikelompokkan dalam golongan “rekening pasif” apabila selama kurun waktu tertentu yang ditentukan oleh pihak Bank syariah, tidak terdapat transaksi atas inisiatif nasabah. Kelompok rekening pasif bisa dikembalikan ke dalam kelompok rekening aktif melalui mekanisme yang diatur oleh pihak Bank syariah. Giro Syariah ini bisa dimiliki oleh pemerintah maupun swasta yang terdiri dari perorangan, Ahmad Ifham Sholihin Page 55 Mengenal Bank Syariah perusahaan, perusahaan Asuransi, koperasi, Yayasan dan Lembaga Sosial, dan lain-lain. 2. Tabungan Tabungan adalah jenis simpanan pada Bank bagi perorangan/badan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu. Tabungan Syariah adalah tabungan yang dijalankan menggunakan prinsip-prinsip syariah. Ada 2 jenis akad yang melandasi Tabungan syariah yaitu Mudarabah dan Wadiah. Tabungan Mudarabah Tabungan dengan prinsip Mudarabah adalah jenis investasi pada Bank bagi perorangan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu. Tabungan Mudarabah merupakan investasi yang dapat dipergunakan oleh Bank (mudarib) dengan imbalan bagi hasil bagi pemilik dana (shahibul maal). Tabungan Mudarabah ini biasanya menggunakan akad Mudarabah Mutlaqah yang berarti pihak mudarib (Bank) diberi kuasa penuh untuk menjalankan usahanya tanpa batasan sepanjang memenuhi syarat-syarat Syariah dan tidak terikat dengan waktu, tempat, jenis usaha dan nasabah/pelanggannya. Telah menjadi hukum Mudarabah bahwa modal berasal dari pemilik modal (shahibul maal) dan usaha dilakukan oleh pengelola (mudarib), sehingga Mudarabah menjadi tidak sah jika shahibul maal turut dalam usaha yang dibiayainya. Jumlah uang yang disetorkan sebagai modal ditentukan pada saat akad/perjanjian dan diserahkan kepada pengusaha (mudarib) sebaiknya setelah Ijab Qabul. Bank memberikan imbalan bagi hasil kepada nasabah/investor sesuai dengan besarnya nisbah yang telah disepakati. Besarnya Nisbah pembagian hasil ditentukan pada saat akad (di awal). Dan tentu perlu diingat bahwa yang disepakati adalah persentase dari keuntungan atas Mudarabah yang dilakukan, bukan Ahmad Ifham Sholihin Page 56 Mengenal Bank Syariah persentase dari jumlah tabungan sebagaimana yang terjadi pada Bank Konvensional. Tabungan Mudarabah ini menjadi tidak sah jika keuntungan hanya diperoleh salah satu pihak saja atau keuntungan yang diambil oleh salah satu pihak tidak sesuai dengan kesepakatan yang terjadi pada saat ijab kabul. Tabungan dengan prinsip Mudarabah ini bisa diatur dengan batasan jumlah nominal dan jangka waktu. Boleh ada saldo minimal, setoran awal, dan berbagai administrasi riil yang dibenarkan secara syariah. Bagi Hasil yang dibagikan pada Tabungan Mudarabah ini diberikan oleh Bank kepada penabung berdasarkan perjanjian tersendiri dan memenuhi ketentuan minimum saldo Mudarabah dan minimum jangka waktu. Bagi hasil biasanya dibagikan pada setiap akhir bulan melalui metode distribusi bagi hasil, berdasarkan saldo Tabungan dengan prinsip Mudarabah rata-rata harian bulan berjalan. Bagi hasil dikenakan pajak sesuai ketentuan pemerintah. Penerapan Mudarabah dengan profit/loss sharing, jika terjadi kerugian, maka shahibul maal sepenuhnya menanggung kerugian tersebut sedangkan mudarib tidak mendapat apa-apa. Jika tidak terdapat keuntungan atau kerugian, maka shahibul maal berhak atas seluruh modal yang disetorkan, sedangkan pengusaha tidak memperoleh apapun. Penerapan Mudarabah dengan revenue sharing, jika terjadi kerugian, maka kerugian ditanggung oleh pihak mudarib. Sementara itu, syarat kedua belah pihak yang menjalankan akad Tabungan Mudarabah adalah orang yang berakal, bertanggung jawab, tidak dibatasi haknya untuk membelanjakan uang/hartanya, yang dapat disebabkan tanggungan hutang. Tabungan Mudarabah ini dapat diikuti oleh perorangan, yayasan, badan hukum, dan lembaga lainnya yang namanya tercantum dalam Buku Tabungan, dengan ketentuan terkait yang diatur oleh Bank. Ahmad Ifham Sholihin Page 57 Mengenal Bank Syariah Bank sebagai mudarib, boleh menutup biaya operasional Tabungan dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya. Sementara itu, Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan. Tabungan Wadiah Tabungan Wadiah merupakan titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja penyimpan menghendakinya. Prinsip yang digunakan dalam perbankan syariah adalah Wadiah Yad ad Dhamanah. Wadiah Yad ad Dhamanah adalah titipan dana nasabah pada Bank yang dapat dipergunakan oleh Bank dengan seijin nasabah di mana Bank menjamin akan mengembalikan titipan tersebut secara utuh (sebesar pokok yang dititipkan). Pada Tabungan Wadiah ini, Bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan nasabah bertindak sebagai penitip dana. Nasabah menitipkan dananya pada Bank dalam mata uang Rupiah atau Valuta asing, sesuai dengan mata uang yang disediakan oleh Bank. Nasabah harus memberikan persetujuan kepada pihak Bank untuk mengelola keseluruhan atau sebagian dananya dalam kegiatan operasional Bank dengan menandatangani Aplikasi Pembukaan Rekening dan akad Wadiah. Sementara itu, Bank menjamin pembayaran keseluruhan atau sebagian dari jumlah dana tersebut apabila dibutuhkan oleh nasabah. Bank dapat memberikan bonus atau yang sejenis pada nasabah sebagai tanda terima kasih atas penggunaan dana tersebut oleh Bank, selama pemberian bonus tersebut tidak dituangkan dalam perjanjian, tidak disyaratkan atau tidak diinformasikan baik secara lisan maupun tulisan. Bonus diberikan atas dasar kebijaksanaan Bank, yang diambil dari keuntungan porsi Bank pada akhir bulan berjalan yang akan dibagikan sebagai bonus Tabungan Wadiah. Ahmad Ifham Sholihin Page 58 Mengenal Bank Syariah Besarnya bonus yang diberikan kepada masingmasing nasabah adalah berdasarkan perbandingan antara jumlah saldo rata-rata Tabungan Wadiah harian nasabah bulan itu dengan total rata-rata saldo Tabungan Wadiah sesuai catatan Bank dikalikan dengan angka rupiah total bonus Tabungan Wadiah yang ditentukan manajemen untuk setiap akhir bulannya. Bonus dikenakan pajak sesuai ketentuan pemerintah. Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya meterai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening. Tabungan Wadiah ini bisa diikuti oleh perorangan, yayasan, badan hukum, dan lembaga lainnya yang namanya tercantum dalam Buku Tabungan. 3. Deposito Deposito adalah simpanan dana berjangka yang ketentuan penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan Bank. Deposito yang diterapkan di Bank syariah menggunakan prinsip Mudarabah, dan tidak mengenal prinsip Wadiah. Secara umum yang diperbolehkan membuka rekening Deposito adalah perorangan atau Badan Hukum dan Yayasan Sosial yang memiliki domisili tetap, sehingga untuk itu disyaratkan harus dapat menunjukkan identitas diri yang sah. Sesuai dengan jangka waktu yang diperjanjikan, Deposito dengan prinsip Mudarabah biasanya dibedakan menjadi: Deposito Mudarabah 1 bulan, Deposito Mudarabah 3 bulan, Deposito Mudarabah 6 bulan, Deposito Mudarabah 12 bulan, dan Deposito Mudarabah 24 bulan. Sedangkan jika dilihat dari perlakuan setelah saat jatuh tempo, dapat dibedakan menjadi 2, yaitu (1) Deposito Mudarabah dengan Automatic Roll Over (ARO), Ahmad Ifham Sholihin Page 59 Mengenal Bank Syariah yakni bisa diperpanjang otomatis; dan (2) Deposito Mudarabah dengan sistem Non Automatic Roll Over (NonARO), yakni tidak otomatis diperpanjang. Pada Deposito Mudarabah ini, nasabah (shahibul maal) menginvestasikan dananya di Bank (mudarib). Bank menerima dana (maal) dari nasabah (shahibul maal) berdasarkan prinsip Mudarabah, yaitu suatu perjanjian kerja sama antara pihak yang mempunyai modal (shahibul maal) dengan pihak Bank (Mudarib). Pengelolaan dana oleh Bank dapat dilakukan sesuai batasan-batasan yang ditetapkan oleh pemilik dana (Mudarabah Muqayyadah) atau dilakukan dengan tanpa batasan-batasan dari pemilik dana (Mudarabah Mutlaqah). Dalam akad Mudarabah Muqayyadah harus dinyatakan secara jelas syarat-syarat dan batasan tertentu yang ditentukan oleh nasabah. Bank dan pihak ketiga menyetujui pembagian keuntungan dari hasil investasi dana berdasarkan nisbah yang telah disepakati. Nisbah Deposito disesuaikan dengan nisbah yang berlaku pada saat akad/perjanjian. Expected return dari hasil nisbah Deposito nasabah diperhitungkan dengan ketentuan maksimum suku bunga dalam program penjaminan pemerintah, kecuali deposan yang bisa menerima untuk tidak ikut program penjaminan. Program penjaminan ini adalah kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Nasabah perlu memastikan bahwa Bank terkait sudah menjadi anggota LPS, meskipun lazimnya sebuah Bank adalah anggota LPS. Bank tidak diperkenankan untuk mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan. Nasabah harus menyadari hal ini, dan pihak Bank juga tidak boleh semena-mena menzalimi nasabah karena mungkin ketidaktahuan nasabah. Special Nisbah bisa diberikan kepada nasabah, sesuai dengan kriteria yang ditentukan oleh Bank. Untuk Deposito dengan perpanjangan otomatis (ARO), maka nisbah Deposito saat perpanjangan harus disesuaikan Ahmad Ifham Sholihin Page 60 Mengenal Bank Syariah dengan nisbah yang berlaku dan dapat pula diberikan special nisbah dengan persetujuan dari pejabat Bank yang berwenang. Bagi hasil dalam Deposito Mudarabah dikenakan pajak. Pemotongan pajak atas bagi hasil dilakukan pada saat dibayarkannya nisbah bagi hasil dan secara otomatis dibukukan sesuai aturan perpajakan yang berlaku. Nasabah dapat meminta bantuan Bank untuk melakukan pemotongan zakat atas bagi hasil yang didapatkan sesuai ketentuan zakat yang berlaku (tertuang dalam aplikasi pembukaan), dan secara otomatis dibukukan pada perkiraan Titipan ZIS oleh sistem. Deposito dengan prinsip Mudarabah tidak bisa dicairkan sebelum jatuh tempo. Deposito yang diperpanjang setelah jatuh tempo akan diperlakukan sama seperti pembukaan Deposito baru, tetapi bila pada perjanjian sudah dibuat persyaratan perpanjangan otomatis (ARO), maka perjanjian baru tidak perlu dibuatkan. Jika Deposito dengan prinsip Mudarabah yang dicairkan sebelum jatuh tempo, maka nasabah dikenakan ta’widh/ganti rugi dengan jumlah sesuai ketentuan yang berlaku dan diakui sebagai pendapatan operasional lainnya. Deposito dengan prinsip Mudarabah bisa dijadikan sebagai jaminan atas suatu pembiayaan. Jumlah pembiayaan yang diberikan dengan jaminan sertifikat Deposito, ditentukan oleh pihak Bank. Bank sebagai Mudarib menutup biaya operasional Deposito dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya. Bank tidak diperkenankan mengambil hak nisbah nasabah untuk biaya operasional. Pada prakteknya, Deposito syariah memiliki berbagai ketentuan operasional sebagaimana Deposito Bank pada umumnya. Seperti ketentuan mengenai pembukaan rekening, setoran minimum, transaksi tunai maupun non tunai, pencairan tunai maupun non tunai, blokir Deposito, dan lain-lain. Ahmad Ifham Sholihin Page 61 Mengenal Bank Syariah BAB IV PENYALURAN DANA 1. Murabahah Murabahah merupakan akad jual beli antara Bank selaku penyedia barang, dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang dan Bank memperoleh keuntungan yang disepakati bersama. Berdasarkan akad jual beli dimaksud, Bank membeli barang yang dipesan dan menjualnya kepada nasabah. Harga jual Bank adalah harga beli dari supplier ditambah keuntungan yang disepakati. Cara pembayaran dan jangka waktunya disepakati bersama, dapat secara lumpsum ataupun dengan cara angsuran. Akad Murabahah biasanya digunakan oleh Bank untuk memfasilitasi nasabah melakukan pembelian barang dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan, seperti: (1) barang konsumsi: rumah, kendaraan/alat transportasi, alat-alat rumah-tangga dan sejenisnya (tidak termasuk renovasi atau proses membangun); (2) persediaan barang dagangan; (3) bahan baku dan atau bahan pembantu produksi (tidak termasuk proses produksi); (4) barang modal: pabrik, mesin dan sejenisnya; serta (5) aset lain yang tidak bertentangan dengan syariah dan disetujui Bank. Dalam penerapan Murabahah di bank syariah, pihak Bank dan nasabah harus melakukan akad Murabahah yang bebas riba. Barang yang diperjualbelikan juga tidak diharamkan oleh syariah Islam. Bank bisa membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang. Bank kemudian menjual barang Ahmad Ifham Sholihin Page 62 Mengenal Bank Syariah tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini, Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan. Kemudian nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli Murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank. Bank berhak menentukan supplier atas barang yang dibeli oleh nasabah. Bank menerbitkan Purchase Order (PO) dan Delivery Order (DO) kepada supplier sesuai kesepakatan dengan nasabah, agar barang tersebut dikirimkan kepada nasabah. Bank akan mentransfer uang pembelian barang langsung kepada penjual/supplier. Biaya asuransi barang ditanggung oleh nasabah (musytari). Bank berhak meminta dan memperoleh surat kuasa dari nasabah untuk mendebit rekening nasabah pada Bank guna pembayaran kewajiban (angsuran) pada setiap saat kewajiban jatuh tempo. Nasabah dapat dibebani biaya administrasi sehubungan dengan pengelolaan fasilitas, seperti biaya notaris dan lainnya. Apabila di kemudian hari nasabah ternyata tidak dapat menyelesaikan kewajibannya kepada Bank sebagaimana yang telah disepakati, maka harus dicarikan jalan penyelesaian yang sebaik-baiknya. Dalam rangka menunjukkan kesungguhan nasabah dalam permintaan pembiayaan Murabahah dari bank syariah, bank syariah dapat meminta uang muka. Dalam jual beli ini, bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan. Ahmad Ifham Sholihin Page 63 Mengenal Bank Syariah Jika uang muka memakai kontrak „urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka berlaku ketentuan: (1) jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga; (2) jika nasabah menolak untuk membeli barang setelah membayar uang muka, maka biaya riil Bank harus dibayar dari uang muka tersebut dan bank harus mengembalikan kelebihan uang muka kepada nasabah. Namun jika nilai uang muka kurang dari nilai kerugian yang harus ditanggung oleh Bank, maka Bank dapat meminta lagi pembayaran sisa kerugiannya kepada nasabah. Ketentuan harga jual Bank ditetapkan pada awal perjanjian dan tidak boleh berubah selama waktu akad. Apabila nasabah memberikan uang muka (down payment), maka uang muka tersebut dianggap sebagai angsuran pertama yang akan mengurangi jumlah kewajiban yang harus dibayar/diangsur. Namun demikian, akad jual beli yang dibuat antara Bank dengan nasabah tetap berpedoman kepada harga jual beli awal yang telah disepakati. Murabahah memperbolehkan adanya jaminan, agar nasabah serius dengan pesanannya. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang, maupun agunan tambahan selain barang yang dibiayai Bank. Fasilitas Murabahah dapat dicairkan setelah akad ditandatangani dan Bank telah menerima dokumen bukti transaksi serta penyerahan barang dari supplier kepada nasabah selaku wakil Bank. Harga pembelian barang tersebut dibayarkan langsung oleh Bank kepada supplier, sedangkan nasabah selaku pembeli akhir, menandatangani tanda terima barang yang dibeli dari Bank dengan pembayaran secara tangguh. Sementara itu, secara prinsip, penyelesaian utang nasabah dalam transaksi Murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual Ahmad Ifham Sholihin Page 64 Mengenal Bank Syariah kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan utangnya kepada bank. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan utangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan. Nasabah yang memiliki kemampuan, tidak dibenarkan menunda penyelesaian utangnya. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. Salah satu prinsip dasar dalam Murabahah adalah penjualan suatu barang kepada pembeli dengan harga (tsaman) pembelian dan biaya yang diperlukan ditambah keuntungan sesuai dengan kesepakatan. Penjual (bank) terkadang memperoleh potongan harga (diskon) dari penjual pertama (supplier), sehingga dengan adanya diskon timbul permasalahan: apakah diskon tersebut menjadi hak penjual (bank) sehingga harga penjualan kepada pembeli (nasabah) menggunakan harga sebelum diskon, ataukah merupakan hak pembeli (nasabah) sehingga harga penjualan kepada pembeli (nasabah) menggunakan harga setelah diskon. Harga (tsaman) dalam jual beli adalah suatu jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak, baik sama dengan nilai (qîmah) benda yang menjadi obyek jual beli, lebih tinggi maupun lebih rendah. Harga dalam jual beli Murabahah adalah harga beli dan biaya yang diperlukan ditambah keuntungan sesuai dengan kesepakatan. Jika dalam jual beli Murabahah bank mendapat diskon dari supplier, harga sebenarnya adalah harga Ahmad Ifham Sholihin Page 65 Mengenal Bank Syariah setelah diskon. Oleh karena itu, diskon adalah hak nasabah. Jika pemberian diskon terjadi setelah akad, pembagian diskon tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian (persetujuan) yang dimuat dalam akad. Dalam akad, pembagian diskon setelah akad hendaklah diperjanjikan dan ditandatangani. Sistem pembayaran dalam akad Murabahah pada bank syariah pada umumnya dilakukan secara cicilan dalam kurun waktu yang telah disepakati antara bank dengan nasabah. Jika nasabah melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang telah disepakati, bank sering diminta nasabah untuk memberikan potongan dari total kewajiban pembayaran tersebut. Jika nasabah dalam transaksi Murabahah melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang telah disepakati, bank boleh memberikan potongan dari kewajiban pembayaran tersebut, dengan syarat tidak diperjanjikan dalam akad Bank boleh memberikan potongan dari total kewajiban pembayaran kepada nasabah dalam transaksi (akad) Murabahah yang mengalami penurunan kemampuan pembayaran. Besar potongan sebagaimana dimaksud di atas diserahkan pada kebijakan dan pertimbangan Bank boleh melakukan penyelesaian Murabahah bagi nasabah yang tidak bisa menyelesaikan/melunasi pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, dengan ketentuan: (1) objek Murabahah dan atau jaminan lainnya dijual oleh nasabah kepada atau melalui bank dengan harga pasar yang disepakati; (2) nasabah melunasi sisa utangnya kepada bank dari hasil penjualan; (3) apabila hasil penjualan melebihi sisa utang maka bank mengembalikan sisanya kepada nasabah; (4) apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa utang maka sisa utang tetap menjadi utang nasabah; (5) apabila nasabah tidak mampu membayar sisa utangnya, maka bank dapat membebaskannya. Ahmad Ifham Sholihin Page 66 Mengenal Bank Syariah Jika nasabah mengalami penurunan kemampuan dalam pembayaran cicilan, maka ia dapat diberi keringanan yang dapat diwujudkan dalam bentuk konversi dengan membuat akad baru dalam penyelesaian pembayaran kewajiban, dengan tidak menambah jumlah tagihan yang tersisa. Pembebanan biaya dalam proses penjadualan kembali juga harus merupakan biaya riil. Perpanjangan masa pembayaran harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Akad Murabahah dihentikan dengan cara objek Murabahah dijual oleh nasabah kepada bank syariah dengan harga pasar. Nasabah melunasi sisa utangnya kepada bank syariah dari hasil penjualan. Apabila hasil penjualan melebihi sisa utang maka kelebihan itu dapat dijadikan uang muka untuk akad Ijarah atau bagian modal dari Mudarabah dan Musyarakah. Apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa utang maka sisa utang tetap menjadi utang nasabah yang cara pelunasannya disepakati antara bank syariah dan nasabah. Bank syariah dan nasabah eks-Murabahah tersebut dapat membuat akad baru dengan akad: Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik; atau Mudarabah; atau Musyarakah. Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan utangnya, bank harus menunda tagihan utang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan. Sementara itu, denda dikenakan jika pembeli lalai dalam melakukan kewajibannya sesuai dengan akad, dan denda yang diterima diakui sebagai bagian dana kebajikan. 2. Salam Secara etimologi, salam artinya salaf (pendahuluan). Secara terminologi (ta’rif) muamalah salam adalah: “Penjualan suatu barang yang disebutkan sifat-sifatnya sebagai persyaratan jual beli dan barang Ahmad Ifham Sholihin Page 67 Mengenal Bank Syariah tersebut masih dalam tanggungan penjual, dimana syarat-syarat tersebut diantaranya adalah mendahulukan pembayaraan pada waktu di akad majlis (akad disepakati)”. Dalam teknis perbankan, salam adalah akad jual beli suatu barang (komoditi) di mana harganya dibayar dengan segera, sedang barangnya akan diserahkan kemudian dalam jangka waktu yang disepakati. Produk salam ini diutamakan untuk pembelian dan penjualan hasil produksi pertanian atau peternakan atau perkebunan. Menurut Ibn Qudamah, “Karena orang-orang mempunyai kebutuhan akan salam dan karena petani, pekebun dan peternak memerlukan uang untuk biayabiaya hidup mereka dan melakukan pengeluaran atas usaha mereka agar mendatangkan hasil, sehingga mereka menghadapi kebutuhan keuangan”. Salam-lah sebagai salah satu cara bagi mereka sehingga mereka bisa mengambil manfaat. Dalam akad salam ini, barang yang diperjualbelikan adalah hasil produksi yang akan dibeli (dipesan) harus jelas spesifikasi, jenis, tipe, ukuran, mutu, dan jumlahnya. Hasil produksi tersebut tidak termasuk dalam kategori yang dilarang syara’ (najis, haram, samar (tidak jelas), atau menimbulkan kemudharatan (menimbulkan maksiat) Barang tersebut juga dapat diakui sebagai hutang. Penyerahan barang dilakukan kemudian. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan. Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya. Barang juga tidak boleh ditukar, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan. Harga jual dan waktu penyerahannya harus jelas dan dicantumkan dalam perjanjian serta tidak boleh berubah. Cara penyerahan barang dan jangka waktunya disepakati bersama. Akad salam biasanya dipakai oleh Bank untuk memfasilitasi pemenuhan kebutuhan permodalan atau pembiayaan bagi para petani/pekebun/peternak dengan Ahmad Ifham Sholihin Page 68 Mengenal Bank Syariah cara melakukan pemesanan pembelian dengan pembayaran sekaligus di muka. Barang dalam akad Salam ini bisa berupa hasil produksi pertanian, perkebunan atau peternakan harus diketahui jelas ciri-cirinya dan bersifat umum seperti: jenis (type), macam (kind), ukuran (size), mutu (quality), dan banyaknya (quantity). Hasil produksi yang diterima harus sesuai dengan ciri-ciri yang diminta, apabila terjadi kekeliruan atau cacat maka produsen harus bertanggung jawab. JIka seluruh atau sebagian barang tidak tersedia sesuai dengan waktu penyerahan, kualitas atau jumlahnya sebagaimana kesepakatan maka Bank memiliki pilihan untuk membatalkan (mem-fasakh-kan) Akad dan meminta pengembalian dana hak Bank, atau menunggu penyerahan barang tersedia, atau meminta kepada nasabah untuk mengganti dengan barang lainnya yang sejenis atau tidak sejenis sepanjang nilai pasarnya sama dengan barang pesanan semula. Jika nasabah menyerahkan barang kepada Bank dengan kualitas yang lebih tinggi maka nasabah tidak boleh meminta tambahan harga, kecuali terdapat kesepakatan antara Bank dengan nasabah. Jika nasabah menyerahkan barang kepada Bank dengan kualitas yang lebih rendah dan Bank dengan sukarela menerimanya, maka tidak boleh menuntut pengurangan harga (discount). Fitur produk Salam biasanya adalah sebagai berikut: Nasabah I (produsen/muslam ilaihi) menjual hasil pertanian kepada Bank dengan pembayaran di muka dan penyerahan kemudian. Nasabah II (pembeli/muslim) memesan kepada Bank agar menyediakan produk pertanian yang dikehendaki untuk dibeli. Kemudian Bank mencari/meminta nasabah I (muslam ilaihi) agar segera mengadakan produk tersebut (dalam jangka waktu yang ditetapkan) dengan memberikan pembayaran di muka. Bila sudah selesai, produk tersebut harus diserahkan kepada Bank dan Ahmad Ifham Sholihin Page 69 Mengenal Bank Syariah selanjutnya Bank menyerahkan barang tersebut kepada nasabah II (muslim). Jika Nasabah I (muslam ilaihi) ingkar janji, misalnya gagal menyediakan hasil produksi atau menjual kepada pihak lain, maka dia bertanggung jawab atas seluruh perjanjian yaitu mengganti seluruh biaya-biaya yang dikeluarkan Bank. Nasabah produsen (muslam ilaihi) harus memenuhi kewajibannya berupa penyerahan barang yang dipesan oleh Bank kepada Bank atau pihak lain yang ditunjuk oleh Bank. Jika nasabah mengalami wanprestasi, maka harus diupayakan cara penyelesaian yang terbaik. Ketentuan mengenai harga jual ditetapkan pada awal perjanjian dan tidak boleh berubah selama waktu perjanjian. Jangka waktu salam pada umumnya untuk jangka pendek. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat. Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang. Pembayaran harga oleh nasabah kepada Bank dilakukan secara penuh pada saat Akad disepakati. Jika pembayaran harga oleh nasabah kepada Bank dilakukan secara angsuran maka wajib dilakukan dengan Akad Murabahah. Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas dan jumlah yang telah disepakati. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih tinggi, penjual tidak boleh meminta tambahan harga. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih rendah, dan pembeli rela menerimanya, maka ia tidak boleh menuntut pengurangan harga (diskon). Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan, dan ia tidak boleh menuntut tambahan harga. Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu penyerahan, Ahmad Ifham Sholihin Page 70 Mengenal Bank Syariah atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela menerimanya, maka ia memiliki dua pilihan: (1) membatalkan kontrak dan meminta kembali uangnya, atau (2) menunggu sampai barang tersedia. Nasabah dapat dibebani biaya administrasi sehubungan dengan pengelolaan fasilitas, seperti biaya notaris dan lainnya. Apabila di kemudian hari nasabah ternyata tidak dapat menyelesaikan kewajibannya kepada Bank sebagaimana yang telah disepakati, maka harus dicarikan jalan penyelesaian yang sebaik-baiknya. Biaya asuransi barang dibebankan kepada nasabah produsen (muslam ilaihi) dan atau nasabah pembeli (muslim). Pada dasarnya pembatalan salam boleh dilakukan, selama tidak merugikan kedua belah pihak. Salam Paralel Salam Paralel adalah suatu transaksi di mana Bank melakukan dua akad salam dalam waktu yang sama. Dalam akad salam pertama Bank (selaku muslim) melakukan pembelian suatu barang kepada pihak penyedia barang (muslam ilaihi) dengan pembayaran di muka dan pada akad salam kedua Bank (selaku muslam ilaihi) menjual lagi kepada pihak lain (muslim) dengan jangka waktu penyerahan yang disepakati bersama. Pelaksanaan kewajiban Bank selaku muslam ilaih (penjual) dalam akad salam kedua tidak tegantung pada akad salam yang pertama. Salam paralel boleh dilakukan dengan syarat: (1) Akad kedua terpisah dari akad pertama, dan (2) akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah. Pada Salam Paralel ini, Bank sebagai pembeli dalam Akad Salam dapat membuat Akad Salam paralel dengan pihak lainnya di mana Bank bertindak sebagai penjual. Bank menjual barang kepada nasabah pemesan dengan spesifikasi, kualitas, jumlah, jangka waktu, tempat, dan harga yang disepakati. Ahmad Ifham Sholihin Page 71 Mengenal Bank Syariah Pelaksanaan kewajiban salah satu Akad Salam tidak boleh tergantung pada Akad Salam lainnya. Bank yang bertindak sebagai penjual dalam Akad Salam paralel harus memenuhi kewajibannya kepada pihak lainnya apabila nasabah dalam Akad Salam tidak memenuhi Akad Salam. Kewajiban dan hak dalam kedua Akad Salam tersebut harus terpisah. Pembayaran harga oleh nasabah kepada Bank dilakukan secara penuh pada saat Akad disepakati. Jika pembayaran harga oleh nasabah kepada Bank dilakukan secara angsuran maka wajib dilakukan dengan Akad Murabahah. Pembayaran oleh nasabah kepada Bank tidak boleh dalam bentuk pembebasan kewajiban Bank kepada nasabah. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya sesuai dengan kesepakatan. Nasabah sebagai pembeli tidak boleh menjual barang yang belum diterima. Dalam rangka meyakinkan Bank dapat menyerahkan barang sesuai kesepakatan, maka nasabah dapat meminta jaminan pihak ketiga sesuai ketentuan yang berlaku. 3. Istisna Istisna berarti minta dibuatkan. Secara terminologi muamalah (ta’rif) berarti akad jual beli dimana Shanni’ (produsen) ditugaskan untuk membuat suatu barang (pesanan) oleh Mustashni’ (pemesan). Menurut Jumhur ulama, Istisna sama dengan Salam, yaitu dari segi objek pesanannya, harus dibuat atau dipesan terlebih dahulu dengan ciri-ciri khusus. Perbedaannya hanya pada sistem pembayarannya, yaitu Salam pembayarannya dilakukan sebelum barang diterima, sedangkan Istisna bisa di awal, di tengah, atau di akhir pesanan. Pada praktis perbankan, Istisna adalah akad jual beli barang berdasarkan pesanan antara nasabah sebagai pemesan (mustashni’) dengan Bank dengan kriteria tertentu seperti jenis, tipe atau model, kualitas dan jumlahnya. Bank akan membelikan barang pesanan Ahmad Ifham Sholihin Page 72 Mengenal Bank Syariah nasabah (mustashni’) tersebut kepada pemasok (shanni’) dengan kriteria yang sesuai. Harga, cara pembayaran dan jangka waktu penyerahan barang pesanan tersebut disepakati bersama. Apabila pemesan (mustashni’) mengizinkan pemasok (shanni’) untuk meminta pihak ketiga (sub-pemasok) membuat barang pesanan tersebut, maka transaksi ini disebut Istisna Paralel. Akad Istisna biasanya dipergunakan oleh Bank untuk memfasilitasi pembiayaan consumer dan produktif. Pembiayaan konsumer digunakan untuk pembangunan/konstruksi atau pengadaan rumah yang terletak di dalam atau di luar kawasan real estate (melalui developer atau nondeveloper). Pembiayaan produktif untuk investasi/pembangunan (konstruksi)/project financing atau pengadaan barang (goods in process) antara lain untuk pembangunan/konstruksi ruko, gedung, pabrik, dan sebagainya. Produsen (shani’) adalah orang atau badan hukum yang ahli didalam bidangnya dan bertanggung jawab penuh terhadap hasil produksinya. Produsen bisa ditunjuk langsung oleh Bank atau bisa juga pilihan nasabah pemesan (mustashni’). Sedangkan Nasabah Pemesan (mustashni’) harus cakap hukum, dan tentu mempunyai kemampuan untuk membayar. Pesanan yang sudah selesai dan sesuai dengan spesifikasi yang diminta, wajib dibeli oleh nasabah (mustashni’). Jika ada perubahan kriteria pesanan dari pihak mustashni’, maka harus segera dilaporkan ke Bank dan Bank akan menyampaikan kepada shani’. Perubahan bisa dilakukan apabila pihak produsen dan Bank menyetujui. Jika perubahan kriteria pesanan mengakibatkan perubahan harga setelah akad ditandatangani maka seluruh biaya tambahan menjadi beban mustashni’. Kriteria atau spesifikasi barang pesanan harus jelas dan dapat diakui sebagai hutang, seperti dari segi: (1) jenis (misal: mobil, rumah, mesin); (2) model/tipe Ahmad Ifham Sholihin Page 73 Mengenal Bank Syariah (misal: mobil Toyota atau rumah tipe 45); (3) mutu/kualitas (grade “A”); (4) jumlah/kuantitas. Masa/lama pembuatan barang harus ditentukan dan disepakati. Pemesan dapat mengikuti/mengawasi tahap-tahap proses produksi untuk memastikan kesesuaian kualitas komponen-komponen barang yang dibuat. Akad ini harus jelas dan mengikat sehingga tidak terjadi unsur jahalah (sulit diidentifikasi). Jika pesanan itu telah sesuai dengan syarat yang diminta maka pihak pemesan (konsumen/nasabah) tidak dapat membatalkan transaksi itu. Di sisi lain, pihak produsen berkewajiban menyelesaikan pesanan tersebut sesuai dengan ciri-ciri yang diminta konsumen. Pada Istisna, penyerahan barang dilakukan kemudian. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan. Pembeli (mustashni’) tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan. Jika terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau membatalkan akad. Harga beli Bank adalah harga yang disepakati antara Bank dengan produsen (shani’). Harga jual Bank adalah harga yang disepakati bersama antara nasabah (pemesan/mustashni’) dan Bank. Selisih antara harga jual dan harga beli merupakan keuntungan Bank. Harga jual tidak bisa berubah selama akad belum berakhir. Sistem pembayaran sesuai dengan kesepakatan bersama. Pembayaran di muka atas pesanan barang akan dibayar setelah akad perjanjian ditandatangani dan adanya dokumen resmi tentang pesanan barang yang akan diperjualbelikan. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat. Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang. Ahmad Ifham Sholihin Page 74 Mengenal Bank Syariah Nasabah produsen (shani’) berkewajiban untuk menyerahkan barang pesanan dan atau melaporkan kemajuan pekerjaan (progress report) kepada Bank sesuai dengan tahap-tahap yang telah disepakati dalam akad. Sejanjutnya Bank akan menyerahkannya kepada nasabah pemesan (mustashni’). Nasabah pemesan (mustashni’) berkewajiban untuk melakukan pembayaran harga barang yang dipesannya kepada Bank sesuai dengan tahap-tahap yang telah telah disepakati dalam akad. Bank dapat meminta dan memperoleh kuasa untuk mendebit rekening nasabah pada Bank guna melakukan pembayaran kewajiban nasabah. Nasabah dapat dibebani biaya administrasi sehubungan dengan pengelolaan fasilitas, seperti biaya notaris dan lainnya. Apabila di kemudian hari nasabah ternyata tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka harus diupayakan penyelesaian yang sebaik-baiknya. Biaya asuransi barang ditanggung oleh nasabah (shani’ dan/atau mustashani’). Jika pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan, hukumnya mengikat. Semua ketentuan dalam jual beli salam yang tidak disebutkan di atas berlaku pula pada jual beli Istisna. Istisna Paralel Istisna Paralel adalah sebuah bentuk akad Istisna antara nasabah dengan bank syariah, kemudian untuk memenuhi kewajibannya kepada nasabah, bank syariah memerlukan pihak lain sebagai Shani’. Semua ketentuan pada Istisna berlaku pula pada Istisna Paralel. Bank sebagai penjual dalam Akad Istisna dapat membuat Akad Istisna paralel dengan pihak lainnya dimana Bank bertindak sebagai pembeli. Kewajiban dan hak dalam kedua Akad Istisna tersebut harus terpisah. Pelaksanaan kewajiban salah satu Akad Istisna tidak boleh tergantung pada Akad Istisna paralel atau sebaliknya. Ahmad Ifham Sholihin Page 75 Mengenal Bank Syariah Jika Bank yang bertindak sebagai pembeli dalam Akad Istisna paralel harus memenuhi kewajibannya kepada pihak lainnya apabila nasabah dalam Akad Istisna tidak memenuhi Akad Istisna. Jika pembayaran dilakukan secara angsuran, harus dilakukan secara proporsional Bank selaku mustashni’ tidak diperkenankan untuk memungut MDC (Margin During Construction) dari nasabah (shani’) karena hal ini tidak sesuai dengan prinsip syariah. 4. Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik Ijarah disebut juga Ajru (upah) atau ada yang mengartikan sebagai „Iwadhu (ganti), artinya “suatu jenis akad untuk mengambil manfaat (Ajran) dengan jalan penggantian”. Maksud “manfaat” adalah berguna, yaitu barang yang mempunyai banyak manfaat dan selama menggunakannya barang tersebut tidak mengalami perubahan atau musnah. Manfaat yang diambil tidak berbentuk zatnya melainkan sifatnya, dan dibayar sewa. Misalnya, rumah yang dikontrakkan/disewa mobil disewa untuk perjalanan. Pada teknis perbankan, Ijarah adalah akad antara Bank (Muajjir) dengan nasabah (Musta’jir) untuk menyewa suatu barang/objek sewa (Ma’jur) milik Bank dan Bank mendapatkan imbalan jasa atas barang yang disewakannya tersebut. Sedangkan Ijarah Muntahiyah Bittamlik adalah perjanjian sewa suatu barang antara Bank (Muajjir) dengan nasabah (Musta’jir) yang diakhiri dengan pembelian objek sewa (Ma’jur) oleh nasabah. Ada dua jenis Ijarah, yaitu (1) Ijarah dan (2) Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik. Ijarah sewa menyewa yang didasarkan atas periode/masa sewa. Sedangkan Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik (Ijarah Wa Iqtina) yang biasa disebut IMBT. IMBT adalah sewa menyewa yang berkombinasi, bila masa sewa berakhir penyewa boleh membelinya. Tujuan Akad Ijarah dan IMBT adalah memberikan fasilitas kepada nasabah yang membutuhkan manfaat Ahmad Ifham Sholihin Page 76 Mengenal Bank Syariah atas barang (sewa) dengan pembayaran tangguh dan dengan opsi untuk memiliki dikemudian hari. Ma‟jur (barang/objek sewa) biasanya berupa properti, peralatan (appliances), alat transportasi, alat-alat berat, dan lain-lain. Jumlah, ukuran, dan jenis ma’jur yang akan dibeli harus diketahui jelas serta tercantum dalam akad, kecuali jika: (1) perjanjian Ijarah untuk eksplorasi atau penggunaan sumber alam seperti minyak gas, timber, metal, dan sejenisnya; (2) transaksi yang berhubungan dengan lisensi seperti film, perekaman video, manuskrip, hak paten, dan hak cipta; (3) perjanjian mengenai tenaga kerja dan penyewaan jasa profesi. Setelah habis masa sewa, musta’jir (penyewa) dapat membeli ma’jur (barang/objek sewa). Pada saat periode/masa sewa berlangsung, musta’jir dilarang menyewakan kembali barang yang disewanya. Harga sewa dan harga beli ditetapkan bersama di awal perjanjian. Harga sewa ini sudah termasuk angsuran harga barang (objek sewa). Pembelian barang (objek sewa) dibayar oleh Bank setelah akad perjanjian Ijarah Muntahiyah Bittamlik dengan nasabah ditandatangani dan dilengkapi dokumen resmi pembelian barang yang akan disewakan. Pada Akad Ijarah dan IMBT ini, Bank wajib menyediakan aset yang disewakan, menanggung biaya pemeliharaan aset, serta menjaminan bila terdapat cacat pada aset yang disewakan. Sementara itu, nasabah (musta’jir) berkewajiban untuk melakukan pembayaran harga sewa kepada Bank sesuai dengan jadwal yang telah telah disepakati dalam akad serta menanggung biaya pemeliharaan aset yang sifatnya ringan (tidak materiil). Jika aset yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penyewa dalam menjaganya, nasabah tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut. Bank dapat meminta dan Ahmad Ifham Sholihin Page 77 Mengenal Bank Syariah memperoleh kuasa untuk mendebit rekening nasabah pada Bank guna melakukan pembayaran kewajiban nasabah. Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan obyek kontrak. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak Nasabah dapat dibebani biaya administrasi sehubungan dengan pengelolaan fasilitas, seperti biaya notaris dan lainnya. Apabila di kemudian hari ternyata nasabah tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka harus diupayakan penyelesaian yang sebaik-baiknya. Biaya asuransi barang ditanggung oleh nasabah (musta‟jir). Sementara itu, Ijarah muntahiya bittamlik (IMBT) berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut (1) IMBT harus disepakati ketika Akad Ijarah ditandatangani dan kesepakatan tersebut wajib dituangkan dalam Akad Ijarah dimaksud; (2) pelaksanaan pelaksanaan IMBT hanya dapat dilakukan setelah Akad Ijarah dipenuhi; (3) Bank wajib mengalihkan kepemilikan barang sewa kepada nasabah berdasarkan hibah, pada akhir periode perjanjian sewa; (4) pengalihan kepemilikan barang sewa kepada penyewa dituangkan dalam Akad tersendiri setelah masa Ijarah selesai. Sedangkan kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Ijarah untuk transaksi multijasa berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut: (1) Bank dapat menggunakan Akad Ijarah untuk transaksi multijasa dalam jasa keuangan antara lain dalam bentuk pelayanan pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan dan kepariwisataan; (2) dalam pembiayaan kepada nasabah yang menggunakan Akad Ijarah untuk transaksi multijasa, Bank dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) atau fee; (3) besar ujrah atau fee harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan dalam bentuk persentase. Ahmad Ifham Sholihin Page 78 Mengenal Bank Syariah Review Ujrah adalah peninjauan kembali terhadap besarnya ujrah (pembayaran sewa) dalam akad Ijarah antara bank syariah dengan nasabah setelah periode tertentu. Review Ujrah boleh dilakukan antara para pihak yang melakukan akad Ijarah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (1) terjadi perubahan periode akad Ijarah; (2) ada indikasi sangat kuat bahwa bila tidak dilakukan review, maka akan timbul kerugian bagi salah satu pihak; (3) disepakati oleh kedua belah pihak. Sementara itu, review atas besaran ujrah setelah periode tertentu berlaku ketentuan: (1) ujrah yang telah disepakati untuk suatu periode akad Ijarah tidak boleh dinaikkan; (2) besaran ujrah boleh ditinjau ulang untuk periode berikutnya dengan cara yang diketahui dengan jelas (formula tertentu) oleh kedua belah pihak; (3) peninjauan kembali besaran ujrah setelah jangka waktu tertentu harus disepakati kedua pihak sebelumnya dan disebutkan dalam akad; dan (4) dalam keadaan sewa yang berubah-ubah, sewa untuk periode akad pertama harus dijelaskan jumlahnya. Untuk periode akad berikutnya boleh berdasarkan rumusan yang jelas dengan ketentuan tidak menimbulkan perselisihan. 5. Musyarakah Musyarakah asal kata dari Syirkah yang berarti percampuran. Menurut ahli fukaha, Musyarakah berarti “akad antara orang-orang yang berserikat dalam hal modal dan keuntungan”. Kerja sama tersebut bisa berupa modal dan jasa. Sebagai pelaksana/pengelola usaha boleh berasal dari salah satu anggota penyerta dana atau pihak lain (di luar anggota perkongsian) dan disepakati bersama. Di bidang perbankan, Musyarakah adalah akad kerja sama antara Bank dengan nasabah untuk mengikatkan diri dalam perserikatan modal dengan jumlah yang sama atau berbeda sesuai kesepakatan. Percampuran modal tersebut digunakan untuk Ahmad Ifham Sholihin Page 79 Mengenal Bank Syariah pengelolaan proyek/usaha yang layak dan sesuai dengan prinsip syariah. Keuntungan yang diperoleh akan dibagi berdasarkan nisbah yang telah disetujui dalam akad. Bentuk kerja sama (syirkah) terbagi dalam beberapa golongan: (1) Syirkah Al ‘Inan, penggabungan harta atau modal dua orang atau lebih yang tidak harus sama jumlahnya dan keuntungannya dibagi secara proporsional dengan jumlah modal masing-masing atau sesuai dengan kesepakatan; (2) Syirkah Al Mufawadhah, perserikatan yang modal semua pihak dan bentuk kerja sama dilakukan baik kualitas maupun kuantitasnya harus sama dan keuntungan dibagi rata; (3) Syirkah Al Abdan/Al Amal, perserikatan dalam bentuk kerja yang hasilnya dibagai bersama; (5) Syirkah Al Wujuh, peserikatan tanpa modal; (6) Syirkah Al Mudarabah, bentuk kerja sama antara pemilik modal dan seseorang yang memiliki keahlian dagang dan keuntungan perdagangan dari modal itu dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama. Akad Musyarakah digunakan oleh Bank untuk memfasilitasi pemenuhan kebutuhan permodalan bagi nasabah guna menjalankan usaha atau proyek dengan cara melakukan penyertaan modal bagi usaha atau proyek yang bersangkutan. Musyarakah mensyaratkan adanya ijab kabul. Pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad). Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad). Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai Ahmad Ifham Sholihin Page 80 Mengenal Bank Syariah wakil. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset Musyarakah dalam proses bisnis normal. Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktifitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja. Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri. Modal/harta pada Musyarakah bisa berupa uang atau harta benda lain yang bisa dinilai dengan uang, seperti emas, perak, bisa juga berupa barang perdagangan (trading asset, property, equipment, atau intangible asset (seperti hak paten). Jika modal berbentuk aset, harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra. Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, bank dapat meminta jaminan. Semua modal tadi dicampur dan menjadi hak proyek usaha dan bukan milik perseorangan pemilik modal. Percampuran modal tersebut dan bentuk usaha yang akan dijalankan harus dituangkan dalam suatu akad tertulis, di bawah tangan atau notaris. Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah. Akan tetapi, kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya. Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak. Ahmad Ifham Sholihin Page 81 Mengenal Bank Syariah Pengurus proyek boleh berasal dari pemilik modal sendiri atau beberapa orang di luar mereka (bukan pemilik modal) asalkan para pengurus tersebut mendapat persetujuan dari seluruh pemilik modal. Bank berhak untuk turut serta berperan dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana usaha atau proyek. Biaya aktual dari usaha/proyek yang akan dilakukan dan lama proyek tersebut harus diketahui bersama. Para pengurus usaha/proyek harus melaporkan perkembangan usahanya kepada pemilik modal. Jika pemilik modal sepakat untuk menunjuk pihak ketiga sebagai pelaksana (wakil) proyek tersebut, maka ada dua perjanjian yang berlaku. Perjanjian pertama yaitu, perjanjian musyarakah antara pemilik modal. Kedua, perjanjian Mudarabah, yaitu, antara pemilik modal dengan wakil (pelaksana proyek). Adanya penunjukan pihak ketiga didasarkan dalil naqli, Surah Al Kahfi: 19, “Maka suruhlah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini…” Jika terjadi keuntungan, maka keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah. Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra. Pembagian keuntungan dilaksanakan sesuai porsi kontribusi modal atau sesuai kesepakatan yang saling menguntungkan. Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau persentase itu diberikan kepadanya. Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad. Bank tidak diperkenankan merubah atau mengurangi nisbah bagi hasil tanpa adanya kesepakatan dari para pihak yang terlibat dalam kerja sama perkongsian dana tersebut. Apabila terjadi perubahan Ahmad Ifham Sholihin Page 82 Mengenal Bank Syariah komposisi modal maka secara otomatis porsi nisbah juga berubah. Jika terjadi kerugian, maka kerugian tersebut ditanggung bersama oleh para pemilik modal menurut porsi (nisbah) modal masing-masing. Jika salah satu pemilik modal keluar dari perjanjian/ingkar janji atau mengundurkan diri, maka usaha/proyek yang sudah disepakati sebelumnya tidak langsung berakhir, kecuali pemilik modal tersebut mencari penggantinya. Dana pembiayaan musyarakah (porsi Bank) akan dicairkan setelah akad ditandatangani. Pencairan tersebut dikreditan ke rekening bersama pada Bank setelah nasabah menyetor porsi kontribusi modalnya. Nasabah wajib membayarkan bagi hasil yang manjadi bagian Bank untuk setiap periode yang disepakati dalam akad. Besarnya bagi hasil ditetapkan setelah laporan kinerja keuangan syirkah disetujui oleh Bank dan musyarik. Bank memperoleh kuasa untuk mendebet rekening syirkah pada Bank guna merealisasikan pendapatan bagi hasil yang menjadi bagian Bank. Pendapatan Bank diakui bila bagi hasil telah diterima. Semua biaya administrasi yang timbul akibat dari perjanjian ini ditanggung oleh nasabah dan diakui sebagai pendapatan Bank. Biaya asuransi barang ditanggung oleh nasabah. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. Musyarakah Mutanaqisah Musyarakah Mutanaqisah adalah Musyarakah atau Syirkah yang kepemilikan aset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya. Syarik adalah mitra, Ahmad Ifham Sholihin Page 83 Mengenal Bank Syariah yakni pihak yang melakukan akad syirkah (Musyarakah). Hukum Musyarakah Mutanaqisah adalah boleh. Pada akad ini ada istilah Hishshah yaitu porsi atau bagian syarik dalam kekayaan Musyarakah yang bersifat musya’. Musya’ adalah porsi atau bagian syarik dalam kekayaan Musyarakah (milik bersama) secara nilai dan tidak dapat ditentukan batas-batasnya secara fisik. Akad Musyarakah Mutanaqisah terdiri dari akad Musyarakah/Syirkah dan Bai’ (jual beli). Para mitranya memiliki hak dan kewajiban, di antaranya: memberikan modal dan kerja berdasarkan kesepakatan pada saat akad; memperoleh keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati pada saat akad; serta menanggung kerugian sesuai proporsi modal. Dalam akad Musyarakah Mutanaqisah, pihak pertama (syarik) wajib berjanji untuk menjual seluruh hishshah-nya secara bertahap dan pihak kedua (syarik) wajib membelinya. Jual beli dilaksanakan sesuai kesepakatan. Setelah selesai pelunasan penjualan, seluruh hishshah Bank syariah beralih kepada syarik lainnya (nasabah). Aset Musyarakah Mutanaqisah dapat di-Ijarah-kan kepada syarik atau pihak lain. Apabila aset Musyarakah menjadi objek Ijarah, maka syarik (nasabah) dapat menyewa aset tersebut dengan nilai Ujrah yang disepakati. Keuntungan yang diperoleh dari Ujrah tersebut dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dalam akad, sedangkan kerugian harus berdasarkan proporsi kepemilikan. Nisbah keuntungan dapat mengikuti perubahan proporsi kepemilikan sesuai kesepakatan para syarik. Kadar/Ukuran bagian/porsi kepemilikan aset Musyarakah syarik (Bank Syariah) yang berkurang akibat pembayaran oleh syarik (nasabah), harus jelas dan disepakati dalam akad. Sementara ini, biaya perolehan aset Musyarakah menjadi beban bersama sedangkan biaya peralihan kepemilikan menjadi beban pembeli. Ahmad Ifham Sholihin Page 84 Mengenal Bank Syariah 6. Mudarabah Mudarabah atau disebut juga Muqaradhah berarti bepergian untuk urusan dagang. Secara muamalah berarti pemilik modal (shahibul mal) menyerahkan modalnya kepada pekerja/pedagang (mudarib) untuk diperdagangkan/diusahakan, sedangkan keuntungan dagang itu dibagi menurut kesepakatan bersama. Akad Mudarabah adalah akad kerja sama antara Bank selaku pemilik dana (shahib al maal) dengan nasabah selaku mudarib yang mempunyai keahlian atau ketrampilan untuk mengelola suatu usaha yang produktif dan halal. Hasil keuntungan dari penggunaan dana tersebut dibagi bersama berdasarkan nisbah yang disepakati. Akad Mudarabah digunakan oleh Bank untuk memfasilitasi pemenuhan kebutuhan permodalan bagi nasabah yang memiliki keahlian dan ketrampilan guna menjalankan usaha atau proyek dengan cara melakukan investasi bagi usaha atau proyek yang bersangkutan. Dalam Mudarabah, modal adalah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada mudarib untuk tujuan usaha. Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad. Modal hanya diberikan untuk tujuan usaha yang sudah jelas dan disepakati bersama. Modal harus berupa uang tunai, jelas jenis mata uangnya, dan jelas jumlahnya. Modal harus dibayarkan kepada mudarib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad. Jika modal diserahkan secara bertahap maka harus jelas tahapannya dan disepakati bersama. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk studi kelayakan (feasibility study) atau sejenisnya tidak termasuk dalam bagian dari modal. Pembayaran biayaAhmad Ifham Sholihin Page 85 Mengenal Bank Syariah biaya tersebut ditetapkan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Keuntungan Mudarabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Keuntungan yang diperoleh merupakan hasil dari pengelolaan dana pembiayaan Mudarabah yang diberikan. Keuntungan harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak. Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan. Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari Mudarabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan Besar pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati. Mudarib harus membayarkan bagian keuntungan yang menjadi hak Bank secara berkala sesuai dengan periode yang disepakati. Bank tidak akan menerima pembagian keuntungan, bila terjadi kegagalan atau wanprestasi yang terjadi bukan karena kelalaian mudarib. Bila terjadi kegagalan usaha yang mengakibatkan kerugian yang disebabkan oleh kelalaian mudarib, maka kerugian tersebut harus ditanggung oleh mudarib (menjadi piutang Bank). Bank berhak melakukan pengawasan namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha mudarib. Bank sebagai penyedia dana tidak boleh membatasi usaha/tindakan mudarib dalam menjalankan usahanya, kecuali sebatas perjanjian (usaha yang telah ditetapkan) atau yang menyimpang dari aturan syariah. Mudarib tidak boleh menyalahi hukum Syariah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan Mudarabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu. Ahmad Ifham Sholihin Page 86 Mengenal Bank Syariah Dana pembiayaan Mudarabah akan dicairkan setelah akad perjanjian ditandatangani dan setelah seluruh persyaratan dipenuhi. Pencairan tersebut dilakukan dengan mengkredit rekening nasabah di Bank secara bertahap sesuai cash flow atau secara sekaligus. Sementara itu, nasabah berkewajiban untuk membayar bagi hasil sesuai dengan nisbah yang merupakan bagian Bank secara berkala sesuai dengan kesepakan dalam akad. Besarnya kewajiban pembagian keuntungan ditetapkan berdasarkan laporan hasil usaha dari nasabah, yang disetujui oleh Bank. Nasabah berkewajiban membayar kembali modal Bank dalam jangka waktu yang telah disepakati dalam akad. Bank dapat meminta dan memperoleh kuasa dari nasabah untuk mendebit rekening nasabah pada Bank untuk merealisasikan pembayaran kewajiban nasabah kepada Bank. Dalam akad Mudarabah, biaya asuransi proyek/usaha menjadi beban nasabah. Sementara itu, Bank dapat menunjuk pihak ketiga untuk mengawasi dan memonitor kegiatan usaha. Mudarabah boleh dibatasi pada periode tertentu. Namun, kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuah kejadian di masa depan yang belum tentu terjadi. Pada dasarnya, dalam Mudarabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah Mudarabah Muqayyadah Dalam kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Mudarabah muqayyadah Ahmad Ifham Sholihin Page 87 Mengenal Bank Syariah (restricted investment), Bank bertindak sebagai agen penyalur dana investor (channelling agent) kepada nasabah yang bertindak sebagai pengelola dana untuk kegiatan usaha dengan persyaratan dan jenis kegiatan usaha yang ditentukan oleh investor. Dalam pembiayaan Mudarabah Muqayyadah ini, jangka waktu pembiayaan, pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara investor, nasabah dan Bank. Bank tidak ikut serta dalam pengelolaan usaha nasabah tetapi memiliki hak dalam pengawasan dan pembinaan usaha nasabah. Pembiayaan diberikan dalam bentuk tunai dan/atau barang. Jika pembiayaan diberikan dalam bentuk barang, maka barang yang diserahkan harus dinilai dengan harga perolehan atau harga pasar. Bank sebagai agen penyaluran dana dapat menerima fee (imbalan) yang perhitungannya diserahkan kepada kesepakatan para pihak. Pembagian keuntungan dari pengelolaaan dana investasi dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati antara investor dan nasabah; Bank sebagai agen penyaluran dana milik investor tidak menanggung risiko kerugian usaha yang dibiayai; dan investor sebagai pemilik dana Mudarabah muqayyadah menanggung seluruh risiko kerugian kegiatan usaha kecuali jika nasabah melakukan kecurangan, lalai, atau menyalahi perjanjian yang mengakibatkan kerugian usaha. Mudarabah Muqayyadah terdiri dari Off-Balance Sheet dan On-Balance Sheet. Dalam skema Mudarabah Muqayyadah off-Balance Sheet, aliran dana berasal dari satu nasabah investor kepada satu nasabah pembiayaan (yang dalam bank konvensional disebut debitur). Di sini, bank syariah bertindak sebagai arranger saja. Pencatatan transaksinya di bank syariah secara Off Balance Sheet. Bagi hasilnya hanya melibatkan nasabah investor dan pelaksana usaha saja. Besar bagi hasil tergantung Ahmad Ifham Sholihin Page 88 Mengenal Bank Syariah kesepakatan antara nasabah investor dan nasabah pembiayaan. Bank hanya memperoleh arranger fee. Disebut mudarabah karena skemanya bagi hasil, muqayyadah karena ada pembatasan, yaitu hanya untuk pelaksana usaha tertentu, dan off balance-sheet karena bank tidak dicatat dalam neraca bank. Sementara dalam skema Mudarabah Muqayyadah on Balance Sheet, aliran dana dapat terjadi dari satu nasabah investor ke sekelompok pelaksana usaha dalam beberapa sektor terbatas, misalnya pertanian, manufaktur, dan jasa. Nasabah investor lainnya mungkin mensyaratkan dananya hanya boleh dipakai untuk pembiayaan di sektor pertambangan, properti, dan pertanian. Selain berdasarkan sektor, nasabah investor dapat saja mensyaratkan berdasarkan jenis akad yang digunakan, misalnya hanya boleh digunakan berdasarkan akad penjualan cicilan saja, atau penyewaan cicilan saja, atau kerja sama usaha saja. Skema ini membuat bank terlibat dalam Mudarabah-Muqayyadah On BalanceSheet. Disebut On Balance Sheet karena dicatat dalam neraca bank. Mudarabah Muthlaqah Mudarabah Muthlaqah akad Mudarabah tanpa pembatasan, yaituentuk kerja sama antara shahibul mal dan mudarib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Dalam fikih sering kali dicontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta (lakukan sesukamu) dari shahibul mal ke mudarib yang memberi kewenangan penuh. Dalam skema Mudarabah Muthlaqah on Balance Sheet, seluruh dana nasabah investor kepada bank digunakan tanpa ada pembatasan tertentu pada pelaksana usaha yang dibiayai maupun akad yang digunakan. Nasabah investor memberikan kebebasan secara mutlak kepada bank syariah untuk mengatur seluruh aliran dana, termasuk memutuskan jenis akad Ahmad Ifham Sholihin Page 89 Mengenal Bank Syariah dan pelaksana usaha di seluruh sektor. Tidak seluruh dana ini dapat digunakan oleh bank, karena bank harus menyisihkan 5% dari dana tersebut sebagai simpanan wajib di Bank Indonesia (GWM=Giro Wajib Minimum). Mudarabah Musytarakah Mudarabah Musytarakah, yaitu salah satu bentuk akad Mudarabah di mana pengelola (mudarib) turut menyertakan modal atau dananya dalam kerjasama investasi, diperlukan karena mengandung unsur kemudahan dalam pengelolaannya serta dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi para pihak. Akad yang digunakan adalah perpaduan dari akad Mudarabah dan akad Musyarakah, di mana Bank sebagai mudarib menyertakan modal atau dananya dalam investasi bersama nasabah. Bank sebagai pihak yang menyertakan dananya (musytarik) memperoleh bagian keuntungan berdasarkan porsi modal atau yang disertakan. Bagian keuntungan sesudah diambil oleh bank sebagai musytarik dibagi antara bank sebagai mudarib dengan nasabah dana sesuai dengan nisbah yang disepakati. Apabila terjadi kerugian maka bank sebagai musytarik menanggung kerugian sesuai dengan porsi modal atau dana yang disertakan. 7. Qardh Qardh atau Iqradh secara etimologi berarti pinjaman. Secara termonologi muamalah (ta’rif) adalah memiliki sesuatu (hasil pinjaman) yang dikembalikan (pinjaman tersebut) sebagai penggantinya dengan nilai yang sama. Qardh dalam perbankan adalah akad pemberian pinjaman dari Bank kepada nasabah yang dipergunakan untuk kebutuhan mendesak. Pengembalian pinjaman ditentukan dalam jumlah yang sama dan dalam jangka waktu tertentu (sesuai kesepakatan bersama) dan Ahmad Ifham Sholihin Page 90 Mengenal Bank Syariah pembayarannya bisa dilakukan secara angsuran atau sekaligus. Sumber dana Qardh diperoleh dari dana wadiah atau dana khusus yang disediakan oleh Bank dan sumber dana yang diperoleh dari Muzakki atau kaum dermawan yang berbentuk Zakat, Infak, Sedekah, dan sebagainya, digunakan untuk bantuan yang bersifat sosial (seperti mendapat musibah dan sejenisnya), atau untuk membantu kaum dhu’afa. Qardh biasanya digunakan untuk membiayai usaha produktif dari kaum dhu‟afa, pinjaman untuk menutup hutang kepada rentenir, pinjaman untuk biaya sewa rumah, pinjaman untuk memenuhi kebutuhan mendesak karena tertimpa musibah. Dalam pembiayaan Qardh, karakter nasabah harus diketahui dengan jelas. Bank memiliki keyakinan bahwa nasabah mempunyai kemampuan untuk mengembalikan dana yang dipinjamnya. Bank tidak boleh mempersyaratkan imbalan atau kelebihan/hadiah (di luar pinjaman) dari nasbah peminjam Qardh. Bank boleh memberikan sanksi (denda) kepada nasabah apabila penggunaan dana Qardh tidak sesuai dengan perjanjian semula (terjadi penyimpangan). Dalam pembiayaan Qardh ini, nasabah wajib membayar kembali pinjaman yang diterimanya, secara lumpsum atau secara angsuran, dalam jangka waktu yang telah disepakati dalam akad. Bank dapat meminta surat kuasa untuk mendebit rekening nasabah pada Bank dalam rangka merealisasikan pembayaran kewajiban nasabah. Tujuan pemberian fasilitas Qardh harus jelas dan sangat diharapkan tidak terjadi penyimpangan dalam penggunaannya, serta sesuai pula dengan kondisi yang sesungguhnya (bukan dibuat-buat). Masa pinjaman dan cara pengembaliannya harus dicantumkan dengan jelas didalam akad, bisa secara sekaligus atau angsur. Ahmad Ifham Sholihin Page 91 Mengenal Bank Syariah Nasabah Qardh wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati bersama. Biaya administrasi dibebankan kepada nasabah. Nasabah dapat memberikan tambahan/sumbangan dengan sukarela kepada Bank selama tidak diperjanjikan dalam Akad. Bank dapat meminta jaminan kepada nasabah bilamana dipandang perlu. Dana Qardh akan dicairkan setelah akad ditandatangani dan dikreditkan langsung ke rekening nasabah pada Bank. Nasabah Qardh dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan sukarela kepada bank selama tidak diperjanjikan dalam akad. Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan bank telah memastikan ketidakmampuannya, bank dapat memperpanjang jangka waktu pengembalian, atau menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajibannya. Jika nasabah tidak menunjukkan keinginan mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya dan bukan karena ketidakmampuannya, Bank dapat menjatuhkan sanksi kepada nasabah. Sanksi yang dijatuhkan kepada nasabah dapat berupa --dan tidak terbatas pada-- penjualan barang jaminan. Jika barang jaminan tidak mencukupi, nasabah tetap harus memenuhi kewajibannya secara penuh Dana Qardh dapat bersumber dari beberapa pos berikut: (1) bagian modal bank; (2) keuntungan bank yang disisihkan; dan (3) lembaga lain atau individu yang mempercayakan penyaluran infaqnya kepada bank. Sumber dana pinjaman Qardh untuk kegiatan usaha yang bersifat sosial dapat berasal dari modal, keuntungan yang disisihkan dan dari dana infak. Sumber dana pinjaman Qardh untuk kegiatan usaha yang bersifat talangan dana komersial jangka pendek (short term financing) diperbolehkan dari Dana Pihak Ketiga yang Ahmad Ifham Sholihin Page 92 Mengenal Bank Syariah bersifat investasi sepanjang tidak merugikan kepentingan nasabah pemilik dana Semua biaya administrasi yang timbul akibat dari perjanjian ini dapat ditanggung oleh nasabah. Pembiayaan biaya administrasi dapat dilakukan secara sekaligus atau secara mengangsur. 8. Rahn Secara bahasa, Rahn adalah ats-tsubut wa addawam (tetap dan langgeng); juga berarti al-habs (penahanan). Secara syar’i, ar-rahn (agunan) adalah harta yang dijadikan jaminan utang (pinjaman) agar bisa dibayar dengan harganya oleh pihak yang wajib membayarnya, jika dia gagal (berhalangan) menunaikannya. Dalam praktis perbankan syariah, Rahn yang juga disebut dengan gadai adalah akad penyerahan barang/harta dari nasabah kepada Bank sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang. Tujuan pemberian fasilitas Gadai adalah untuk membantu nasabah untuk keperluan sosial (pendidikan, kesehatan) atau sebagai pinjaman untuk keperluan mendesak. Dalam akad Rahn, Bank memberikan fasilitas pinjaman kepada nasabah dengan prinsip qardh dengan jaminan berupa emas nasabah yang bersangkutan dengan pengikatan secara gadai. Barang/harta dimaksud ditempatkan dalam penguasaan dan pemeliharaan Bank dan atas pemeliharaan tersebut, Bank mengenakan biaya sewa atas dasar prinsip Ijarah. Definisi Qardh di sini tentunya adalah akad pinjaman dari Bank kepada pihak tertentu yang wajib dikembalikan dengan jumlah yang sama sesuai pinjaman. Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan Marhun (barang) sampai semua hutang Rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya, Marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh Murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai Marhun dan Ahmad Ifham Sholihin Page 93 Mengenal Bank Syariah pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya. Pemeliharaan dan penyimpanan Marhun pada dasarnya menjadi kewajiban Rahin, namun dapat dilakukan juga oleh Murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban Rahin. Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan Marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman. Apabila jatuh tempo, Murtahin harus memperingatkan Rahin untuk segera melunasi hutangnya. Apabila Rahin tetap tidak dapat melunasi hutangnya, maka Marhun dijual paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai syariah. Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi hutang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban Rahin. Rahn Emas Rahn (Gadai) Emas Syariah adalah produk di mana bank memberikan fasilitas pinjaman kepada Nasabah dengan jaminan berupa barang/harta Nasabah (emas) yang bersangkutan dengan mengikuti prinsip gadai. Barang/harta dimaksud ditempatkan dalam penguasaan dan pemeliharaan bank, dan atas pemeliharaan tersebut bank mengenakan biaya sewa atas dasar Prinsip Ijarah. Rahn Emas dibolehkan berdasarkan prinsip Rahn (ketentuan sama dengan ketentuan pada rahn). Ongkos dan biaya penyimpanan barang (Marhun) ditanggung oleh penggadai (Rahin). Ongkos sebagaimana Biaya penyimpanan barang (Marhun) dilakukan berdasarkan akad Ijarah. Ongkos penyimpanan barang (emas) didasarkan pada pengeluaran yang nyata-nyata diperlukan. Rahn Tasjily Ahmad Ifham Sholihin Page 94 Mengenal Bank Syariah Rahn tasjily adalah jaminan dalam bentuk barang atas utang tetapi barang jaminan tersebut (Marhun) tetap berada dalam penguasaan (pemanfaatan) Rahin dan bukti kepemilikannya diserahkan kepada Murtahin. Pada akad Rahn Tasjily ini, Rahin menyerahkan bukti kepemilikan barang kepada Murtahin. Penyimpanan barang jaminan dalam bentuk bukti sah kepemilikan atau sertifikat tersebut tidak memindahkan kepemilikan barang ke Murtahin. Dan apabila terjadi wanprestasi atau tidak dapat melunasi utangnya, Marhun dapat dijual paksa/dieksekusi langsung baik melalui lelang atau dijual ke pihak lain sesuai prinsip syariah. Rahin memberikan wewenang kepada Murtahin untuk mengeksekusi barang tersebut apabila terjadi wanprestasi atau tidak dapat melunasi utangnya. Pemanfaatan barang Marhun oleh Rahin harus dalam batas kewajaran sesuai kesepakatan. Murtahin dapat mengenakan biaya pemeliharaan dan penyimpanan barang Marhun (berupa bukti sah kepemilikan atau sertifikat) yang ditanggung oleh Rahin. Besaran biaya pemeliharaan dan penyimpanan barang Marhun tidak boleh dikaitkan dengan jumlah pinjaman yang diberikan. Besaran biaya didasarkan pada pengeluaran yang riil dan beban lainnya berdasarkan akad Ijarah. Biaya asuransi pembiayaan Rahn Tasjily ditanggung oleh Rahin. 9. Pembiayaan Rekening Koran Syariah Pembiayaan Rekening Koran Syariah (PRKS) adalah suatu bentuk pembiayaan rekening koran yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah. Ada beberapa istilah yang perlu dimengerti dalam PRKS, yaitu: wa’ad, akad, dan wakalah. Wa’ad adalah kesepakatan atau janji dari satu pihak (bank syariah) kepada pihak lain (nasabah) untuk melaksanakan sesuatu. Akad adalah transaksi atau perjanjian syar’i yang menimbulkan hak dan kewajiban. Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan dari satu pihak Ahmad Ifham Sholihin Page 95 Mengenal Bank Syariah (bank syariah) kepada pihak lain (nasabah) untuk melakukan akad (transaksi) tertentu yang diperlukan oleh nasabah. Pembiayaan Rekening Koran Syariah (PRKS) dilakukan dengan wa’ad untuk wakalah dalam melakukan hal berikut: (1) pembelian barang yang diperlukan oleh nasabah dan menjualnya secara Murabahah kepada nasabah tersebut; atau (2) menyewa (Ijarah)/mengupah barang/jasa yang diperlukan oleh nasabah dan menyewakannya lagi kepada nasabah tersebut. Besar keuntungan (ribh) yang diminta oleh bank syariah dalam dan besar sewa dalam Ijarah kepada nasabah harus disepakati ketika wa’ad dilakukan. Transaksi Murabahah kepada nasabah dan Ijarah kepada nasabah harus dilakukan dengan akad. Pembiayaan Rekening Koran Syariah (PRKS) dapat dilakukan pula dengan wa’ad untuk memberikan fasilitas pinjaman al-Qardh. Dalam menggunakan transaksi Pembiayaan Rekening Koran Syariah (PRKS), penarikan dana tidak boleh dilakukan secara langsung oleh nasabah. Pembiayaan Rekening Koran Syariah Musyarakah Pembiayaan Rekening Koran Syariah (PRKS) Musyarakah dilakukan berdasarkan akad Musyarakah dan boleh disertai dengan wa’ad. Bank syariah dan nasabah bertindak selaku mitra (syarik), yang masing-masing berkewajiban menyediakan modal dan kerja. Bank syariah boleh mewakilkan kepada nasabah dalam melaksanakan usaha sepanjang disepakati pada saat akad. Nisbah bagi hasil untuk masing-masing pihak disepakati pada saat akad. Dasar perhitungan bagi hasil boleh menggunakan jumlah dana yang telah terpakai dan keuntungan yang diperoleh dari usaha. Bank syariah boleh memberikan sebagian keuntungan yang diperolehnya kepada nasabah. Ahmad Ifham Sholihin Page 96 Mengenal Bank Syariah 10. Pembiayaan Multijasa Pembiayaan Multijasa adalah pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah kepada nasabah dalam memperoleh manfaat atas suatu jasa. Pembiayaan Multijasa hukumnya boleh (jaiz) dengan menggunakan akad Ijarah atau Kafalah. Jika bank syariah menggunakan akad Ijarah, maka harus mengikuti semua ketentuan yang ada dalam Fatwa Ijarah. Jika bank syariah menggunakan akad Kafalah, maka harus mengikuti semua ketentuan yang ada dalam Fatwa Kafalah. Dalam kedua pembiayaan multijasa tersebut, bank syariah dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) atau fee. Besar ujrah atau fee harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan dalam bentuk persentase. 11. Line Facility Line Facility adalah suatu bentuk fasilitas plafon pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah kepada nasabah tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk nasabah tertentu dengan ketentuan yang disepakati dan mengikat secara moral yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah. Beberapa istilah yang ada dalam Line Facility adalah wa’ad dan akad. Wa’ad adalah kesepakatan atau janji dari satu pihak (bank syariah) kepada pihak lain (nasabah) untuk melaksanakan sesuatu yang dituangkan ke dalam suatu dokumen Memorandum of Understanding. Akad adalah transaksi atau perjanjian syar’i yang menimbulkan hak dan kewajiban serta merupakan realisasi dari Line Facility. Line Facility boleh dilakukan berdasarkan wa’ad dan dapat digunakan untuk pembiayaan-pembiayaan tertentu sesuai prinsip syariah. Akad yang digunakan dalam pembiayaan tersebut di atas dapat berbentuk akad Murabahah, Istisna, Mudarabah, Musyarakah dan Ijarah. Ahmad Ifham Sholihin Page 97 Mengenal Bank Syariah Bank Syariah hanya boleh mengambil margin, bagi hasil dan/atau fee atas akad-akad yang direalisasikan dari Line Facility. Penetapan margin, nisbah bagi hasil dan/atau fee (ujrah) yang diminta oleh bank syariah harus mengacu kepada ketentuan masing-masing akad dan ditetapkan pada saat akad tersebut dibuat. 12. Ketentuan Terkait Pembiayaan Berikut ini adalah ketentuan-ketentuan yang biasanya terjadi pada operasional perbankan syariah, utamanya produk penyaluran dana, meliputi denda, ganti rugi, kualitas aktiva produktif, PPAP, accrual, restrukturisasi pembiayaan, dan write off. Denda Denda adalah sanksi yang dikenakan bank syariah kepada nasabah yang mampu membayar pada waktu yang telah ditentukan berdasarkan kesepakatan di antara kedua belah pihak, tetapi menunda-nunda pembayaran dengan disengaja. Nasabah yang tidak/belum mampu membayar disebabkan force majeur tidak boleh dikenakan sanksi. Sanksi yang dimaksud adalah sanksi yang dikenakan bank syariah kepada nasabah yang mampu membayar, tetapi menunda-nunda pembayaran dengan disengaja. Penundaan ini biasanya terjadi pada transaksi pembiayaan berdasarkan pada prinsip jual beli maupun akad lain yang pembayarannya kepada bank syariah dilakukan secara angsuran. Sanksi didasarkan pada prinsip ta'zir, yaitu bertujuan agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya. Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani. Dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial. Ganti Rugi (Ta’widh) Ahmad Ifham Sholihin Page 98 Mengenal Bank Syariah Bank syariah beroperasi berdasarkan prinsip syariah untuk menghindarkan praktik riba atau praktik yang menjurus kepada riba, termasuk masalah denda finansial yang biasa dilakukan oleh lembaga keuangan konvensional. Para pihak yang melakukan transaksi dalam bank syariah terkadang mengalami resiko kerugian akibat wanprestasi atau kelalaian dengan menundanunda pembayaran oleh pihak lain yang melanggar perjanjian. Syariah Islam melindungi kepentingan semua pihak yang bertransaksi, baik nasabah maupun bank syariah, sehingga tidak boleh ada satu pihak pun yang dirugikan hak-haknya. Kerugian yang benar-benar dialami secara riil oleh para pihak dalam transaksi wajib diganti oleh pihak yang menimbulkan kerugian tersebut. Ganti rugi (ta`widh) hanya boleh dikenakan atas pihak yang dengan sengaja atau karena kelalaian melakukan sesuatu yang menyimpang dari ketentuan akad dan menimbulkan kerugian pada pihak lain. Kerugian yang dapat dikenakan ta’widh adalah kerugian riil yang dapat diperhitungkan dengan jelas. Kerugian riil adalah biaya-biaya riil yg dikeluarkan dalam rangka penagihan hak yg seharusnya dibayarkan. Besar ganti rugi (ta`widh) adalah sesuai dengan nilai kerugian riil (real loss) yang pasti dialami (fixed cost) dalam transaksi tersebut dan bukan kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potential loss) karena adanya peluang yang hilang (opportunity loss atau al-furshah aldha-i’ah). Ganti rugi (ta`widh) hanya boleh dikenakan pada transaksi (akad) yang menimbulkan utang piutang (dain), seperti salam, istisna serta murabahah dan ijarah yang pembayarannya dilakukan tidak secara tunai. Sedangkan dalam akad Mudarabah dan Musyarakah, ganti rugi hanya boleh dikenakan oleh shahibul mal atau salah satu pihak dalam musyarakah apabila bagian keuntungannya sudah jelas tetapi tidak dibayarkan. Ahmad Ifham Sholihin Page 99 Mengenal Bank Syariah Ganti rugi yang diterima dalam transaksi di bank syariah dapat diakui sebagai hak (pendapatan) bank yaitu sesuai dengan nilai kerugian riil (real loss) yang berkaitan dengan upaya Bank untuk memperoleh pembayaran dari nasabah dan bukan kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potential loss) karena adanya peluang yang hilang (opportunity loss/al-furshah al-dhai’ah) Jumlah ganti rugi besarnya harus tetap sesuai dengan kerugian riil dan tata cara pembayarannya tergantung kesepakatan para pihak. Besarnya ganti rugi ini tidak boleh dicantumkan dalam akad. Pihak yang cedera janji bertanggung jawab atas biaya perkara dan biaya lainnya yang timbul akibat proses penyelesaian perkara. Klausul pengenaan ganti rugi harus ditetapkan secara jelas dalam Akad dan dipahami oleh nasabah. Besarnya ganti rugi atas kerugian riil ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Bank dengan nasabah Kualitas Aktiva Produktif Penilaian Kualitas Aktiva Produktif (KAP) dilakukan dalam rangka pelaksanaan kegiatan usaha bank dengan mempertimbangkan risiko dan prinsip kehati-hatian. Kualitas Pembiayaan ditetapkan menjadi 5 (lima) golongan yaitu: (1) Lancar; (2) Dalam Perhatian Khusus; (3) Kurang Lancar; (4) Diragukan; (5) Macet. Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk Pembiayaan biasanya dinilai berdasarkan: (1) prospek usaha; (2) kinerja (performance) nasabah; dan (3) kemampuan membayar. Prospek usaha di sini meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Potensi pertumbuhan usaha; b. Kondisi pasar dan posisi nasabah dalam persaingan; c. Kualitas manajemen dan permasalahan tenaga kerja; d. Dukungan dari grup atau afiliasi; dan e. Upaya yang dilakukan nasabah dalam rangka memelihara lingkungan hidup. Ahmad Ifham Sholihin Page 100 Mengenal Bank Syariah Kinerja (performance) nasabah meliputi hal-hal sebagai berikut: a. perolehan laba; b. struktur permodalan; c. arus kas; dan d. sensitivitas terhadap risiko pasar. sedangkan kemampuan membayar meliputi hal-hal sebagai berikut: a. ketepatan pembayaran pokok dan marjin/bagi hasil/fee; b. ketersediaan dan keakuratan informasi keuangan nasabah; c. kelengkapan dokumentasi pembiayaan; d. kepatuhan terhadap perjanjian pembiayaan; e. kesesuaian penggunaan dana; dan f. kewajaran sumber pembayaran kewajiban. PPAP PPAP adalah Pencadangan Penghapusan Aktiva Produktif dalam rangka mengurangi resiko kerugian yang mungkin terjadi dalam pembiayaan yang diberikan. Dana yang digunakan untuk pencadangan diambil dari bagian keuntungan yang menjadi hak bank syariah sehingga tidak merugikan nasabah. Dalam perhitungan pajak, bank syariah boleh mencadangkan dari seluruh keuntungan. Dalam kaitan dengan pembagian keuntungan, pencadangan hanya boleh berasal dari bagian keuntungan yang menjadi hak bank syariah. Accrual Asumsi dasar pencatatan Akuntansi Syariah menggunakan Asumsi Akrual Basis, yaitu transaksi dicatat pada saat terjadinya, bukan pada saat kas diterima atau dikeluarkan. Pada prinsipnya, dasar akrual basis ini meliputi seluruh transaksi baik yang disisi aktiva maupun pasiva (Pendapatan ataupun beban), namun pengaturan ini hanya akan membahas pencatatan akrual basis pada sisi aktiva saja, yaitu pengakuan pendapatan akrual atas penyaluran aktiva produktif. Sesuai kaidahnya, bahwa akrual basis tersebut mengakui pendapatan atau beban pada saat terjadinya, bukan pada saat kas diterima atau dikeluarkan, maka pengakuan atas pendapatan akru ini harus yang benarbenar sudah terjadi, yakni akru dilakukan atas Ahmad Ifham Sholihin Page 101 Mengenal Bank Syariah pendapatan yang memang layak dan dapat diakui oleh bank, bukan berdasarkan pada asumsi atau nilai etimasi yang tidak memiliki dasar pengakuan. Oleh karena itu, pendapatan akru biasanya hanya dibatasi pada: (1) penyaluran pembiayaan berbasis jual beli, yaitu Murabahah, Salam dan Istisna; (2) penyaluran pembiayaan berbasis Ijarah; (3) penyaluran Surat Berharga Berbasis Ijarah/Murabahah. Pendapatan Akrual dihitung atas dasar nomor loan/portofolio dan karakteristik masing-masing pada loan/portofolio tersebut, sehingga pendapatan dapat diidentifikasi ke masing-masing nasabah. Pengakuan pendapatan akrual harus dihubungkan dengan tingkat kolektibilitas. Bank dapat mengakui pendapatan secara akrual untuk pembiayaan/penyaluran surat berharga dengan status pembiayaan performing (kolektibilitas 1 dan kolektibilitas 2) saja. Pendapatan akru dihitung secara harian. Pada saat pembiayaan menjadi non perform, maka pendapatan yang diakui harus dibatalkan dengan mereverse laba rugi, selanjutnya pendapatan dicatat pada rekening administratif. Pada saat pembiayaan/surat berharga menjadi performing kembali, maka pendapatan dapat diakui kembali secara akrual dengan mereverse tagihan pendapatan pada rekening administratif. Metode yang digunakan dalam rangka menghitu pendapatan akru disesuaikan dengan metode amortisasi pengakuan pendapatan, seperti: (1) Apabila Pengakuan pendapatan menggunakan metode efektif, maka akru dihitung secara harian secara efektif. (2) Apabila Pengakuan pendapatan menggunakan metode proporsional maka akru dihitung secara harian secara proporsional. (3) Apabila Pengakuan pendapatan menggunakan metode flat, maka akru dihitung secara harian secara flat. Ahmad Ifham Sholihin Page 102 Mengenal Bank Syariah Restrukturisasi Pembiayaan Restrukturisasi Pembiayaan adalah upaya yang dilakukan Bank dalam rangka membantu nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibannya, antara lain melalui: (1) Penjadwalan kembali (rescheduling); (2) Persyaratan kembali (reconditioning); dan (3) Penataan kembali (restructuring). Penjadwalan kembali (rescheduling) adalah perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya. Sedangkan Persyaratan kembali (reconditioning) adalah perubahan sebagian atau seluruh persyaratan Pembiayaan, antara lain perubahan jadwal pembayaran, jumlah angsuran, jangka waktu dan/atau pemberian potongan sepanjang tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada Bank. Sementara itu, Penataan kembali (restructuring) merupakan perubahan persyaratan Pembiayaan tidak terbatas pada rescheduling atau reconditioning antara lain meliputi: (1) penambahan dana fasilitas Pembiayaan Bank; (2) konversi akad Pembiayaan; (3) konversi Pembiayaan menjadi surat berharga syariah berjangka waktu menengah; (4) konversi Pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan nasabah. Restrukturisasi Pembiayaan hanya dapat dilakukan atas dasar permohonan secara tertulis dari nasabah. Restrukturisasi Pembiayaan hanya dapat dilakukan untuk nasabah yang memenuhi kriteria sebagai berikut: a. nasabah mengalami penurunan kemampuan pembayaran; dan b. nasabah memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi kewajiban setelah restrukturisasi. Restrukturisasi Pembiayaan wajib didukung dengan analisis dan bukti-bukti yang memadai serta terdokumentasi dengan baik. Write Off Write Off ini merupakan tindakan administratif Bank untuk menghapus buku pembiayaan macet dari neraca sebesar kewajiban nasabah tanpa menghapus hak Ahmad Ifham Sholihin Page 103 Mengenal Bank Syariah tagih Bank kepada nasabah dan dibukukan terpisah dari neraca maupun pembukuan administratif Bank, serta ditampung dalam rekening/catatan khusus/buku tambahan untuk mencatat aktiva produktif yang telah dihapus buku. Pada prinsipnya write off adalah perpindahan dari rekening intrakomtabel (on balance sheet) menjadi rekening ekstrakomtabel (off balance sheet) tetapi histori tetap tercatat. Pembiayaan yang telah di write off tetap harus ditagih dan dapat dilakukan dengan cara jual/lelang jaminan. Ahmad Ifham Sholihin Page 104 Mengenal Bank Syariah BAB V JASA, INSTRUMEN dan SURAT BERHARGA 1. Wakalah Wakalah disebut juga dengan perwakilan, penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandate (power of attorney). Akad Wakalah adalah akad pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Suatu transaksi yang dilakukan oleh seorang penerima kuasa dalam hal hibah, pinjaman, gadai, titipan, peminjaman, kerja sama, dan kerja sama dalam modal/usaha, harus disandarkan kepada kehendak pemberi kuasa. Hak dan kewajiban di dalam transaksi pemberian kuasa dikembalikan kepada pihak pemberi kuasa. Jika transaksi tersebut tidak merujuk untuk diatasnamakan kepada pemberi kuasa, transaksi itu tidak sah. Transaksi pemberian kuasa sah jika kekuasaannya dilaksanakan oleh penerima kuasa dan hasilnya diteruskan kepada pemberi kuasa. Barang yang diterima pihak penerima kuasa dalam kedudukannya sebagai penerima kuasa penjualan, pembelian, pembayaran, atau penerimaan pembayaran utang atau barang tertentu, barang itu dianggap menjadi barang titipan. Jika seorang atau badan usaha yang berutang mengirim sejumlah uang sebagai pembayaran utangnya melalui penerima kuasa kepada yang berpiutang dan uang itu hilang ketika ada di tangan penerima kuasanya sebelum diterima oleh yang berpiutang, yang berutang itu harus bertanggung jawab mengganti kerugian. Bila penerima kuasa berasal dari pihak yang berpiutang, yang berpiutang harus bertanggung jawab mengganti kerugian. Ahmad Ifham Sholihin Page 105 Mengenal Bank Syariah Jika seseorang atau badan usaha menunjuk dua orang secara bersamaan untuk menjadi penerima kuasanya, tidak cukup satu orang saja yang bertindak sebagai penerima kuasa. Pihak yang telah ditunjuk sebagai penerima kuasa untuk suatu masalah tertentu, tidak berhak menunjuk yang lain sebagai penerima kuasa tanpa izin yang memberikan kuasa. Pihak yang ditunjuk oleh penerima kuasa akan menjadi penerima kuasa dari yang memberikan kuasa. Penerima kuasa yang diberi kuasa untuk melakukan perbuatan hukum secara mutlak, ia bisa melakukan perbuatan hukum secara mutlak. Penerima kuasa yang diberi kuasa untuk melakukan perbuatan hukum secara terbatas, ia hanya bisa melakukan perbuatan hukum secara terbatas. Jika disyaratkan upah bagi penerima kuasa dalam transaksi pemberian kuasa, penerima kuasa berhak atas upahnya setelah memenuhi tugasnya. Jika pembayaran upah tidak disyaratkan dalam transaksi, dan penerima kuasa itu bukan pihak yang bekerja untuk mendapat upah, pelayanannya itu bersifat kebaikan saja dan ia tidak berhak meminta pembayaran. Contoh penerapan akad wakalah dalam perbankan syariah adalah Kiriman Uang/Transfer, RTGS, Kliring, Inkaso/Collection, dan lain-lain. Kiriman Uang/Transfer Kiriman Uang/Transfer adalah perpindahan dana dari suatu tempat (cabang pengirim) ke tempat lain (cabang penerima atau bank lain/BPDSI) untuk kepentingan nasabah. Dalam Kiriman Uang/Transfer, ada beberapa pihak yang terlibat yaitu Nasabah, Bank Penarik, Bank Tertarik, dan Beneficiary. Nasabah bertindak sebagai pihak pemilik dana (pengirim) atau penerima dana yang akan memindahkan dananya/menerima sejumlah dana dari pihak pengirim melalui jasa pengiriman uang. Bank penarik (drawer bank) bertindak sebagai bank pelaku transfer atau bank Ahmad Ifham Sholihin Page 106 Mengenal Bank Syariah yang menerima dana dan amanat dari nasabah untuk ditransfer kepada drawee atau bank tertarik yang kemudian diserahkan kepada penerima dana ( beneficiary) Bank tertarik (drawee bank) merupakan bank yang menerima transfer masuk dari drawer bank untuk diteruskan/dibayarkan kepada penerima (beneficiary). Sedangkan Beneficiary adalah pihak akhir yang berhak menerima dana transfer dari drawee bank. Beneficiary dalam ketentuan ini adalah beneficiary yang tidak/belum memiliki rekening pada bank tertarik. RTGS RTGS (Real Time Gross Settlement) adalah suatu system pembayaran antar bank yang didisain untuk melaksanakan pembayaran secara real time (seketika) dan menyelesaikan (melunasi) transaksi terhadap settlement account (rekening penyelesaian) tiap bank peserta yang berada di Bank Indonesia dengan menggunakan fasilitas elektronik-Interbank Funds Transfer System (IFTS). Transaksi yang dapat dilakukan dengan menggunakan RTGS adalah transaksi kredit (transfer kredit), di mana bank pengirim atas inisiatifnya sendiri mengirimkan instruksi pembayaran kepada RTGS Computer Centre yang berada di Bank Indonesia untuk mendebet rekeningnya untuk keuntungan rekening lawan. Untuk transaksi-transaksi antara bank peserta dengan Bank Indonesia (SBI, devisa dan lain-lain), Bank Indonesia akan mendebet langsung rekening bank yang bersangkutan. Kliring Kliring adalah suatu proses penyelesaian hutang piutang antar bank untuk kepentingan bank dan nasabahnya guna memperluas dan memperlancar lalu lintas pembayaran giral. Ahmad Ifham Sholihin Page 107 Mengenal Bank Syariah Inkaso/Collection Inkaso atau Collection adalah suatu cara penagihan dengan cara mengirimkan dokumen kepada Bank dengan maksud mendapatkan pembayaran atau akseptasi atau berdasarkan syarat-syarat lainnya. Pada Inkaso, Bank Pemrakarsa yang menerima surat berharga untuk ditagihkan, bisa mewakilkan kepada Bank Pelaksana untuk melakukan penagihan atas surat berharga tersebut. Sebagaimana lazimnya operasional perbankan, Inkaso tentu melibatkan unsur principal, Bank Koresponden, Immediate Credit, juga Final Payment. Principal adalah pemilik warkat untuk ditagihkan. Bank Koresponden adalah bank yang mempunyai hubungan korespondensi dengan Bank Pemrakarsa, yang ditunjuk untuk menagihkan warkat Collection kepada Bank Tertarik. Immediate Credit adalah warkat Collection yang ditagihkan ke Bank Tertarik Via Bank Koresponden dimana nostro Bank Pemrakarsa dikredit lebih dahulu oleh Bank Koresponden pada saat warkat diterima. Final Payment adalah warkat Collection yang ditagih ke Bank Via Bank Koresponden, dimana nostro baru dikredit oleh Bank Koresponden, apabila hasil dari Collection tersebut telah tertagih. Anjak Piutang Anjak Piutang Secara Syariah adalah pengalihan penyelesaian piutang atau tagihan jangka pendek dari pihak yang berpiutang kepada pihak lain yang kemudian menagih piutang tersebut kepada pihak yang berutang atau pihak yang ditunjuk oleh pihak yang berutang sesuai prinsip syariah. Akad yang dapat digunakan dalam Anjak Piutang Secara Syariah adalah Wakalah bil Ujrah. Pihak yang berpiutang mewakilkan kepada pihak lain untuk melakukan pengurusan dokumen-dokumen penjualan Ahmad Ifham Sholihin Page 108 Mengenal Bank Syariah kemudian menagih piutang kepada pihak yang berutang atau pihak lain yang ditunjuk oleh pihak yang berutang; Pihak yang ditunjuk menjadi wakil dari yang berpiutang untuk melakukan penagihan (collection) kepada pihak yang berutang atau pihak lain yang ditunjuk oleh pihak yang berutang untuk membayar. Pihak yang ditunjuk menjadi wakil dapat memberikan dana talangan (Qardh) kepada pihak yang berpiutang sebesar nilai piutang. Atas jasanya untuk melakukan penagihan piutang tersebut, pihak yang ditunjuk menjadi wakil dapat memperoleh Ujrah/Fee. Besar Ujrah harus disepakati pada saat akad dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk persentase yang dihitung dari pokok piutang. Pembayaran Ujrah dapat diambil dari dana talangan atau sesuai kesepakatan dalam akad. Antara akad Wakalah bil Ujrah dan akad Qardh, tidak dibolehkan adanya keterkaitan (ta’alluq) 2. Kafalah Kafalah adalah akad pemberian jaminan yang diberikan satu pihak kepada pihak lain, di mana pemberi jaminan (kafil) bertanggung jawab atas pembayaran kembali utang yang menjadi hak penerima jaminan (makful). Jadi, Kafalah merupakan penjaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk memebuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makful ‘anhu, ashil). Kafalah bisa juga berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin. Ada beberapa istilah/jenis dalam Kafalah, seperti Kafalah bil Maal, Kafalah bin Nafs, Kafalah bit Taslim, Kafalah Muallaqah, Kafalah Muthlaqah, Kafalah Muqayyadah, dan Kafalah Al Munjazah. Kafalah bil Maal adalah jaminan pembayaran barang atau pelunasan utang dalam aplikasinya di Ahmad Ifham Sholihin Page 109 Mengenal Bank Syariah perbankan dapat berbentuk jaminan uang muka (Advance payment bond) atau jaminan pembayaran (payment bond). Kafalah bin Nafs adalah jaminan individu (personal guarantee). Kafalah bit Taslim adalah jaminan pengembalian. Sedangkan Kafalah Muallaqah adalah jaminan mutlak yang dibatasi oleh kurun waktu tertentu untuk dan untuk tujuan tertentu, dalam perbankan diterapkan jaminan pelaksanaan suatu proyek (performance bond) atau jaminan penawaran (bid bond). Kafalah Muthlaqah dan Muqayyadah merupakan kafalah yang dilakukan dengan cara muthlaqah/tidak dengan syarat atau muqayyadah/dengan syarat, dengan ketentuan sebagai berikut: (1) Dalam akad kafalah yang tidak terikat persyaratan, kafalah dapat segera dituntut jika utang itu harus segera dibayar oleh debitor; (2) Dalam akad kafalah yang terikat persyaratan, penjamin tidak dapat dituntut untuk membayar sampai syarat itu dipenuhi; (3) Dalam hal kafalah dengan jangka waktu terbatas, tuntutan hanya dapat diajukan kepada penjamin selama jangka waktu kafalah; (4) Penjamin tidak dapat menarik diri dari kafalah setelah akad ditetapkan kecuali dipersyaratkan lain. Kafalah al Munjazah merupakan jaminan mutlak yang tidak dibatasi oleh jangka waktu dan untuk kepentingan atau tujuan tertentu, seperti dalam bentuk performance bonds “jaminan prestasi”. Contoh lain dari penerapan Akad Wakalah di bank syariah adalah Bank Garansi. Garansi Bank adalah suatu jaminan yang diberikan Bank yang menyatakan, bahwa pihak Bank akan memenuhi kewajiban kepada pihak penerima jaminan (bouwheer) apabila pihak yang dijamin/nasabah tidak dapat atau gagal memenuhi kewajibannya sesuai dengan apa yang diperjanjikan (cidera janji/wanprestasi). Penjaminan Syariah Ahmad Ifham Sholihin Page 110 Mengenal Bank Syariah Penjaminan Syariah adalah penjaminan antara para pihak berdasarkan prinsip Syariah. Penjaminan Syariah tidak boleh digunakan untuk menjamin transaksi dan objek yang tidak sesuai dengan syariah. Pihak terjamin harus memiliki kemampuan financial untuk melunasi pada waktunya. Jika penjaminan dilakukan oleh bank syariah, maka bank dapat meminta jaminan secara keseluruhan, sebagian, atau menggunakan wa’ad line facility. Jika penjaminan dilakukan oleh perusahaan asuransi syariah, maka pembayaran klaim penjaminan tidak boleh diambil dari dana tabarru’ karena bukan kegiatan asuransi syariah. Jika terjadi pembayaran klaim penjaminan, pihak penjamin berhak menagih kepada pihak terjamin sebesar pembayaran klaim atau melepaskan haknya. Dalam penjaminan syariah, tidak boleh memperjualbelikan hak tagih yang timbul. Penjaminan pada pembiayaan atau akad yang berbasis bagi hasil hanya boleh dilakukan pada nilai pokok (ra‟sul maal). Penjaminan syariah boleh dilakukan oleh bank syariah, asuransi syariah, lembaga penjaminan syariah, dan Lembaga Keuangan Syariah lainnya. Penjaminan dapat dilakukan–antara lain atas: kemampuan bayar, kemampuan penyelesaian kualitas dan kuantitas objek pembiayaan atau pekerjaan. 3. Hawalah Hawalah atau Pengalihan utang adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang bersedia menanggungnya dengan nilai yang sama dengan nilai nominal utangnya. Rukun hawalah terdiri atas: a. muhil/peminjam; b. muhal/pemberi pinjaman; c. muhal „alaih/penerima hawalah; d. muhal bihi/utang; dan e. akad. Akad hawalah ini dinyatakan oleh para pihak secara lisan, tulisan, atau isyarat. Para pihak yang Ahmad Ifham Sholihin Page 111 Mengenal Bank Syariah melakukan akad hawalah/pemindahan utang harus memiliki kecakapan hukum. Pada akad hawalah, peminjam harus memberitahukan kepada pemberi pinjaman bahwa ia akan memindahkan utangnya kepada pihak lain. Persetujuan pemberi pinjaman mengenai rencana peminjam untuk memindahkan utang adalah syarat dibolehkannya akad hawalah/pemindahan utang. Akad hawalah/pemindahan utang dapat dilakukan jika pihak penerima hawalah/pemindahan utang menyetujui keinginan peminjam. Hawalah/pemindahan utang tidak disyaratkan adanya utang dari penerima hawalah/pemindahan utang, kepada pemindah utang. (8) Hawalah/pemindahan utang tidak disyaratkan adanya sesuatu yang diterima oleh pemindah utang dari pihak yang menerima hawalah/pemindahan utang sebagai hadiah atau imbalan. Ada 2 jenis Hawalah, yaitu: Hawalah Muqayyadah dan Hawalah Muthlaqah. Hawalah Muqayyadah adalah hawalah dengan muhil adalah orang yang berutang sekaligus berpiutang kepada muhal ’alaih. Sedangkan Hawalah Muthlaqah adalah Hawalah dengan muhil adalah orang yang berutang tetapi tidak berpiutang kepada muhal ’alaih. Alternatif Akad Hawalah Akad hawalah dapat dilakukan melalui empat alternatif. Alternatif I: Bank memberikan qardh kepada nasabah. Dengan qardh tersebut nasabah melunasi kredit (utang)-nya; dan dengan demikian, aset yang dibeli dengan kredit tersebut menjadi milik nasabah secara penuh. Nasabah menjual aset kepada Bank, dan dengan hasil penjualan itu nasabah melunasi qardh-nya kepada Bank. Bank menjual secara murabahah aset yang telah menjadi miliknya tersebut kepada nasabah, dengan pembayaran secara cicilan. Ahmad Ifham Sholihin Page 112 Mengenal Bank Syariah Alternatif II: Bank membeli sebagian aset nasabah, dengan seizin Bank Konvensional. Sehingga dengan demikian, terjadilah syirkah al-milk antara Bank dan nasabah terhadap aset tersebut. Bagian aset yang dibeli oleh Bank adalah bagian aset yang senilai dengan utang (sisa cicilan) nasabah kepada Bank Konvensional. Bank menjual secara murabahah bagian asset yang menjadi miliknya tersebut kepada nasabah, dengan pembayaran secara cicilan. Alternatif III: Dalam pengurusan untuk memperoleh kepemilikan penuh atas aset, nasabah dapat melakukan akad ijarah dengan Bank. Apabila diperlukan, Bank dapat membantu menalangi kewajiban nasabah dengan menggunakan prinsip al-Qardh. Akad ijarah tidak boleh dipersyaratkan dengan (harus terpisah dari) pemberian talangan. Besar imbalan jasa ijarah tidak boleh didasarkan pada jumlah talangan yang diberikan Bank kepada nasabah. Alternatif IV: Bank memberikan qardh kepada nasabah. Dengan qardh tersebut nasabah melunasi kredit (utang)-nya; dan dengan demikian, aset yang dibeli dengan kredit tersebut menjadi milik nasabah secara penuh. Nasabah menjual aset kepada Bank, dan dengan hasil penjualan itu nasabah melunasi qardh-nya kepada Bank. Bank menyewakan aset yang telah menjadi miliknya tersebut kepada nasabah, dengan akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik. Akibat Hawalah Ada beberapa akibat dijalankannya akad Hawalah ini. Misalnya, pihak yang utangnya dipindahkan, wajib membayar utangnya kepada penerima hawalah. Penjamin utang yang dipindahkan, kehilangan haknya untuk menahan barang jaminan. Utang pihak peminjam yang meninggal sebelum melunasi utangnya, dibayar dengan harta yang ditinggalkannya. Pembayaran utang kepada penerima Ahmad Ifham Sholihin Page 113 Mengenal Bank Syariah hawalah/pemindahan utang harus didahulukan atas pihak-pihak pemberi pinjaman lainnya jika harta yang ditinggalkan oleh peminjam tidak mencukupi. Akad hawalah/pemindahan utang yang bersyarat menjadi batal dan utang kembali kepada peminjam jika syaratsyaratnya tidak terpenuhi. Peminjam wajib menjual kekayaannya jika pembayaran utang yang dipindahkan ditetapkan dalam akad bahwa utang akan dibayar dengan dana hasil penjualan kekayaannya. Pembayaran utang yang dipindahkan dapat dinyatakan dan dilakukan dengan waktu yang pasti, dan dapat pula dilakukan tanpa waktu pembayaran yang pasti. Pihak peminjam terbebas dari kewajiban membayar utang jika penerima hawalah/pemindahan utang membebaskannya. Apabila terjadi hawalah pada seseorang, kemudian orang yang menerima pemindahan utang tersebut meninggal dunia, pemindahan utang yang telah terjadi tidak dapat diwariskan. Hawalah Bil Ujrah Hawalah Bil Ujrah adalah Hawalah dengan pengenaan ujrah/fee. Hawalah bil ujrah hanya berlaku pada hawalah muthlaqah. Dalam hawalah muthlaqah, muhal ’alaih boleh menerima ujrah/fee atas kesediaan dan komitmennya untuk membayar utang muhil. Besarnya fee tersebut harus ditetapkan pada saat akad secara jelas, tetap dan pasti sesuai kesepakatan para pihak. Pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad). Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau menggunakan caracara komunikasi modern. Hawalah harus dilakukan atas dasar kerelaan dari para pihak yang terkait. Kedudukan dan kewajiban para pihak harus dinyatakan dalam akad secara tegas. Jika transaksi hawalah telah dilakukan, hak penagihan muhal Ahmad Ifham Sholihin Page 114 Mengenal Bank Syariah berpindah kepada muhal ‘alaih. Bank yang melakukan akad Hawalah bil Ujrah boleh memberikan sebahagian fee hawalah kepada shahibul mal. Hawalah Wal IMBT Hawalah Wal IMBT (Ijarah Muntahiya Bit Tamlik) adalah kombinasi dua akad yang dilakukan untuk mengambil alih pembiayaan dari bank lain dengan syarat: penggunaan Hawalah jika untuk menutupi pokoknya saja dari Bank lain, sedangkan IMBT dilakukan ketika nasabah tersebut telah mendapatkan pembiayaan dari bank lain dengan diambil manfaatnya atau kegunaannya dan mengindari bai al innah. 4. Safe Deposit Box Save Deposit Box (SDB) adalah tempat penyimpanan barang berharga yang disediakan oleh bank. Di bank syariah juga menyediakan fasilitas ini. Berdasarkan sifat dan karakternya, SDB dilakukan dengan menggunakan akad Ijarah (sewa). Barang-barang yang dapat disimpan dalam SDB adalah barang yang berharga yang tidak diharamkan dan tidak dilarang oleh negara. Besar biaya sewa ditetapkan berdasarkan kesepakatan. Hak dan kewajiban pemberi sewa dan penyewa ditentukan berdasarkan kesepakatan sepanjang tidak bertentangan dengan rukun dan syarat Ijarah. 5. Letter of credit (L/C): Letter of credit (L/C) adalah suatu instrumen janji bayar yang diterbitkan oleh Issuing Bank (Opening Bank) atas permintaan importer (applicant) di mana bank berjanji akan melaksanakan pembayaran kepada eksportir (beneficiary) selama memenuhi syarat-syarat yang diminta dalam L/C. L/C terdiri dari L/C Ekspor dan L/C Impor. Ahmad Ifham Sholihin Page 115 Mengenal Bank Syariah Letter of credit (L/C) Ekspor Letter of credit (L/C) Ekspor Syariah adalah surat pernyataan akan membayar kepada Eksportir yang diterbitkan oleh bank untuk memfasilitasi perdagangan ekspor dengan pemenuhan persyaratan tertentu sesuai dengan prinsip syariah. L/C Ekspor syariah dalam pelaksanaannya menggunakan akad-akad: Wakalah bil ujrah, qardh, mudarabah, musyarakah, dan al-bai’. L/C Ekspor dengan Akad wakalah bil ujrah dilakukan dengan cara Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing bank), selanjutnya dibayarkan kepada eksportir setelah dikurangi ujrah. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam persentase. L/C Ekspor dengan Akad wakalah bil ujrah dan qardh dilakukan dengan cara Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor. Kemudian Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing bank). Bank memberikan dana talangan (qardh) kepada nasabah eksportir sebesar harga barang ekspor. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk persentase. Pembayaran ujrah dapat diambil dari dana talangan sesuai kesepakatan dalam akad. Antara akad wakalah bil ujrah dan akad qardh, tidak dibolehkan adanya keterkaitan (ta‟alluq). L/C Ekspor dengan Akad wakalah bil ujrah dan mudarabah dilakukan dengan cara Bank memberikan kepada eksportir seluruh dana yang dibutuhkan dalam proses produksi barang ekspor yang dipesan oleh importer. Bank melakukan pengurusan dokumendokumen ekspor. Kemudian Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing bank). Pembayaran oleh bank penerbit L/C dapat dilakukan pada saat dokumen diterima (at sight) atau pada saat jatuh tempo (usance). Pembayaran dari bank penerbit L/C (issuing bank) dapat digunakan untuk pembayaran Ahmad Ifham Sholihin Page 116 Mengenal Bank Syariah ujrah, pengembalian dana mudarabah, serta pembayaran bagi hasil. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk persentase. L/C Ekspor dengan Akad musyarakah dilakukan dengan cara Bank memberikan kepada eksportir sebagian dana yang dibutuhkan dalam proses produksi barang ekspor yang dipesan oleh importir. Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor. Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing bank). Pembayaran oleh bank penerbit L/C dapat dilakukan pada saat dokumen diterima (at sight) atau pada saat jatuh tempo (usance). Pembayaran dari bank penerbit L/C (issuing bank) dapat digunakan untuk pengembalian dana musyarakah dan pembayaran bagi hasil. L/C Ekspor dengan Akad Al-Bai’ (Jual beli) dan Wakalah dilakukan dengan cara Bank membeli barang dari eksportir. Kemudian Bank menjual barang kepada importer yang diwakili eksportir. Bank membayar kepada eksportir setelah pengiriman barang kepada importer. Pembayaran oleh bank penerbit L/C (issuing bank) dapat dilakukan pada saat dokumen diterima (at sight) atau pada saat jatuh tempo (usance). Letter of credit (L/C) Impor Letter of credit (L/C) Impor Syariah adalah surat pernyataan akan membayar kepada Eksportir yang diterbitkan oleh bank untuk kepentingan Importir dengan pemenuhan persyaratan tertentu sesuai dengan prinsip syariah. L/C Impor syariah dalam pelaksanaannya menggunakan akad-akad: wakalah bil ujrah, qardh, murabahah, salam/istisna, mudarabah, musyarakah, dan hawalah. Letter of credit (L/C) Impor Syariah dengan Akad wakalah bil ujrah dilakukan dengan ketentuan importir harus memiliki dana pada bank sebesar harga Ahmad Ifham Sholihin Page 117 Mengenal Bank Syariah pembayaran barang yang diimpor. Importir dan bank melakukan akad wakalah bil ujrah untuk pengurusan dokumen-dokumen transaksi impor. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk persentase. Letter of credit (L/C) Impor Syariah dengan Akad wakalah bil ujrah dan qardh dilakukan dengan ketentuan importir tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga barang yang diimpor. Importir dan bank melakukan akad wakalah bil ujrah untuk pengurusan dokumen-dokumen transaksi impor. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk persentase. Bank memberikan dana talangan (qardh) kepada importir untuk pelunasan pembayaran barang impor. Letter of credit (L/C) Impor Syariah dengan Akad murabahah dilakukan dengan ketentuan Bank bertindak selaku pembeli yang mewakilkan kepada importir untuk melakukan transaksi dengan eksportir. Pengurusan dokumen dan pembayaran dilakukan oleh bank saat dokumen diterima (at sight) dan/atau tangguh sampai dengan jatuh tempo (usance). Bank menjual barang secara murabahah kepada importir, baik dengan pembayaran tunai maupun cicilan. (d) Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh bank akan diperhitungkan sebagai harga perolehan barang. Letter of credit (L/C) Impor Syariah dengan Akad salam/istisna dan murabahah dilakukan dengan ketentuan Bank melakukan akad salam atau istisna dengan mewakilkan kepada importir untuk melakukan transaksi tersebut. Pengurusan dokumen dan pembayaran dilakukan oleh bank. Bank menjual barang secara murabahah kepada importir, baik dengan pembayaran tunai maupun cicilan. Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh bank akan diperhitungkan sebagai harga perolehan barang. Letter of credit (L/C) Impor Syariah dengan Akad wakalah bil ujrah dan mudarabah dilakukan dengan Ahmad Ifham Sholihin Page 118 Mengenal Bank Syariah ketentuan Nasabah melakukan akad wakalah bil ujrah kepada bank untuk melakukan pengurusan dokumen dan pembayaran. Bank dan importir melakukan akad mudarabah, dengan bank bertindak selaku shahibul mal menyerahkan modal kepada importir sebesar harga barang yang diimpor. Letter of credit (L/C) Impor Syariah dengan Akad musyarakah dilakukan dengan ketentuan Bank dan importir melakukan akad musyarakah, di mana keduanya menyertakan modal untuk melakukan kegiatan impor barang. Pada Letter of credit (L/C) Impor Syariah, jika pengiriman barang telah terjadi, sedangkan pembayaran belum dilakukan, ada 2 alternatif akad yang bisa digunakan yaitu (1) wakalah bil ujrah dan qardh, serta (2) wakalah bil ujrah dan hawalah. Pada saat pengiriman barang telah terjadi, alternatif akad wakalah bil ujrah dan qardh dilakukan dengan ketentuan importir tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga barang yang diimpor. Importir dan bank melakukan akad wakalah bil ujrah untuk pengurusan dokumen-dokumen transaksi impor. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk persentase. Bank memberikan dana talangan (qardh) kepada nasabah untuk pelunasan pembayaran barang impor. Sementara itu, alternatif wakalah bil ujrah dan hawalah dilakukan dengan ketentuan importir tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga barang yang diimpor. Importir dan bank melakukan akad Wakalah untuk pengurusan dokumen-dokumen transaksi impor. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk persentase. Utang kepada eksportir dialihkan oleh importir menjadi utang kepada bank dengan meminta bank membayar kepada eksportir senilai barang yang diimpor. Ahmad Ifham Sholihin Page 119 Mengenal Bank Syariah Letter of credit (L/C) juga bisa dilakukan denan dengan Akad Kafalah Bil Ujrah di mana seluruh rukun dan syarat akad Kafalah bil Ujrah merujuk pada ketentuan pada L/C Ekspor dan Impor, serta ketentuan Kafalah. Fee atas transaksi akad Kafalah harus disepakati dan dituangkan di dalam akad. Penyelesaian Piutang dalam Ekspor Penyelesaian Piutang dalam Ekspor adalah pengalihan penyelesaian piutang dari pihak yang berpiutang kepada Bank, kemudian Bank menagih piutang tersebut kepada pihak yang berutang atau pihak lain yang ditunjuk oleh pihak yang berutang. Akad yang dapat digunakan dalam Anjak Piutang Ekspor adalah wakalah bil ujrah yang dapat disertai dengan qardh. Pihak yang berpiutang mewakilkan kepada pihak Bank untuk melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor dan menagih piutang kepada pihak yang berutang atau pihak lain yang ditunjuk oleh pihak yang berutang. Bank melakukan penagihan (collection) kepada pihak yang berutang atau pihak lain yang ditunjuk oleh pihak yang berutang. Bank dapat memberikan dana talangan (qardh) kepada pihak yang berpiutang sebesar nilai piutang. Atas jasanya untuk melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor dan menagih piutang tersebut, Bank dapat memperoleh ujrah/fee. Besar ujrah harus disepakati pada saat akad dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk persentase yang dihitung dari pokok piutang. Pembayaran ujrah dapat diambil dari dana talangan sesuai kesepakatan dalam akad. Antara akad wakalah bil ujrah dan akad qardh, tidak dibolehkan adanya keterkaitan (ta’alluq). Penyelesaian Utang dalam Impor Penyelesaian Utang Impor adalah pengalihan utang dari pihak yang berutang kepada Lembaga Keuangan Ahmad Ifham Sholihin Page 120 Mengenal Bank Syariah Syariah Bank, kemudian Bank membayar utang tersebut kepada pihak yang berpiutang atau pihak lain yang ditunjuk oleh pihak yang berpiutang. Akad yang dapat digunakan dalam penyelesaian utang impor adalah Hawalah bil Ujrah. Bank sebagai muhal alaih menerima pengalihan utang dari pihak yang berutang senilai utang impor. Pengalihan utang harus dilakukan atas dasar kerelaan dari para pihak yang terkait. Bank sebagai muhal alaih boleh mengenakan ujrah/fee atas pengalihan utang. Besar ujrah harus disepakati secara jelas, tetap dan pasti pada saat akad dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk persentase yang dihitung dari pokok utang. Pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad). Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau menggunakan caracara komunikasi modern. Kedudukan dan kewajiban para pihak harus dinyatakan dalam akad secara tegas. Jika transaksi hawalah telah dilakukan, hak penagihan muhal berpindah kepada muhal ‘alaih. 6. Sharf Sharf adalah pertukaran mata uang (money changer), baik antarmata uang sejenis maupun antarmata uang berlainan jenis. Transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dilakukan dengan syarat: (1) tidak untuk spekulasi (untung-untungan); (2) ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan); (3) apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqabudh); (4) apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai. Transaksi Valuta Asing (valas) ini terdiri dari transaksi spot, forward, swap, dan option. Transaksi Ahmad Ifham Sholihin Page 121 Mengenal Bank Syariah Spot, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing (valas) untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi internasional. Transaksi Forward, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2 x 24 jam sampai dengan satu tahun. Hukumnya adalah haram, karena harga yang diguna-kan adalah harga yang diperjanjikan (muwa’adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah). Transaksi Swap, yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasi-kan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maysir (spekulasi). Transaksi Option, yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi). 7. Syariah Charge Card Syariah Charge Card adalah fasilitas kartu talangan yang dipergunakan oleh pemegang kartu (hamil albithaqah) sebagai alat bayar atau pengambilan uang tunai pada tempat-tempat tertentu yang harus dibayar lunas kepada pihak yang memberikan talangan (mushdir al-bithaqah) pada waktu yang telah ditetapkan. Ahmad Ifham Sholihin Page 122 Mengenal Bank Syariah Untuk transaksi pemegang kartu (hamil albithaqah) melalui merchant (qabil al-bithaqah/penerima kartu), akad yang digunakan adalah akad Kafalah wal Ijarah. Untuk transaksi pengambilan uang tunai digunakan akad al-Qardh wal Ijarah. Syariah Charge Card tidak boleh menimbulkan riba, tidak digunakan untuk transaksi objek yang haram atau maksiat, dan tidak mengakibatkan utang yang tidak pernah lunas (ghalabah al-dayn). Keberadaan kartu kredit syariah ini juga bertujuan untuk tidak mendorong israf (pengeluaran yang berlebihan) antara lain dengan cara menetapkan pagu. Pemegang kartu utama harus memiliki kemampuan finansial untuk melunasi pada waktunya. Ada beberapa fee yang boleh dikenakan dalam kartu kredit syariah ini. Pertama, Iuran keanggotaan (Membership Fee), yaitu penerbit kartu boleh menerima iuran keanggotaan (rusum al-‟udhwiyah) termasuk perpanjangan masa keanggotaan dari pemegang kartu sebagai imbalan izin penggunaan fasilitas kartu. Kedua adalah Merchant Fee (Ujrah), yaitu penerbit kartu boleh menerima Fee yang diambil dari harga objek transaksi atau pelayanan sebagai upah/imbalan (Ujrah samsarah), pemasaran (taswiq) dan penagihan (tahsil aldayn). Ketiga adalah Fee Penarikan Uang Tunai, yaitu penerbit kartu boleh menerima Fee penarikan uang tunai (rusum sahb al-nuqud) sebagai Fee atas pelayanan dan penggunaan fasilitas yang besarnya tidak dikaitkan dengan jumlah penarikan. Penerbit kartu boleh mengenakan denda keterlambatan pembayaran yang akan diakui sebagai dana sosial. Penerbit kartu boleh mengenakan denda karena pemegang kartu melampaui pagu yang diberikan (overlimit charge) tanpa persetujuan penerbit kartu dan akan diakui sebagai dana sosial. Ahmad Ifham Sholihin Page 123 Mengenal Bank Syariah 8. Kartu Kredit Syariah (Syariah Card) Dalam rangka memberikan kemudahan, keamanan, dan kenyamanan bagi nasabah dalam melakukan transaksi dan penarikan tunai, Bank Syariah dipandang perlu menyediakan sejenis Kartu Kredit, yaitu alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan atau untuk melakukan penarikan tunai, di mana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran tersebut pada waktu yang disepakati secara angsuran. Akad yang digunakan dalam Syariah Card adalah Kafalah, Qardh, dan Ijarah. Akad kafalah; dalam hal ini Penerbit Kartu adalah penjamin (kafil) bagi Pemegang Kartu terhadap Merchant atas semua kewajiban bayar (dayn) yang timbul dari transaksi antara Pemegang Kartu dengan Merchant, dan/atau penarikan tunai dari selain bank atau ATM bank Penerbit Kartu. Atas pemberian Kafalah, penerbit kartu dapat menerima Fee (Ujrah Kafalah). Akad Qardh; dalam hal ini Penerbit Kartu adalah pemberi pinjaman (muqridh) kepada Pemegang Kartu (muqtaridh) melalui penarikan tunai dari bank atau ATM bank Penerbit Kartu. Sedangkan akad Ijarah; dalam hal ini Penerbit Kartu adalah penyedia jasa sistem pembayaran dan pelayanan terhadap Pemegang Kartu. Atas Ijarah ini, Pemegang Kartu dikenakan membership Fee. Kartu Kredit Syariah ini diterapkan dengan tidak menimbulkan riba, tidak digunakan untuk transaksi dan/atau fasilitas yang tidak sesuai dengan syariah, dan tidak mendorong pengeluaran yang berlebihan (israf) dengan cara antara lain menetapkan pagu maksimal pembelanjaan. Pemegang kartu utama harus memiliki kemampuan finansial untuk melunasi pada waktunya. Ahmad Ifham Sholihin Page 124 Mengenal Bank Syariah Penerbit Kartu berhak menerima berbagai macam fee, seperti iuran keanggotaan (rusum al-‟udhwiyah) termasuk perpanjangan masa keanggotaan dari pemegang Kartu sebagai imbalan (Ujrah) atas izin penggunaan fasilitas kartu. Penerbit Kartu juga boleh menerima Fee yang diambil dari harga objek transaksi atau pelayanan sebagai upah/imbalan (Ujrah) atas perantara (samsarah), pemasaran (taswiq) dan penagihan (tahsil al-dayn). Penerbit kartu boleh menerima Fee penarikan uang tunai (rusum sahb al-nuqud) sebagai Fee atas pelayanan dan penggunaan fasilitas yang besarnya tidak dikaitkan dengan jumlah penarikan. Penerbit kartu juga boleh menerima Fee dari Pemegang Kartu atas pemberian Kafalah. Semua bentuk Fee tersebut harus ditetapkan pada saat akad aplikasi kartu secara jelas dan tetap, kecuali untuk merchant Fee. Penerbit Kartu dapat mengenakan Ta‟widh, yaitu ganti rugi terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Penerbit Kartu akibat keterlambatan pemegang kartu dalam membayar kewajibannya yang telah jatuh tempo. Penerbit kartu juga dapat mengenakan denda keterlambatan pembayaran yang akan diakui seluruhnya sebagai dana sosial. 9. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) Dalam rangka pelaksanaan pengendalian moneter berdasarkan prinsip syariah dan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi kelebihan likuiditas bank syariah, diperlukan instrumen yang diterbitkan bank sentral yang sesuai dengan syariah. Bank Indonesia selaku bank sentral boleh menerbitkan instrumen moneter berdasarkan prinsip syariah yang dinamakan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI), yang dapat dimanfaatkan oleh bank syariah untuk mengatasi kelebihan likuiditasnya. Akad yang digunakan untuk instrumen SWBI adalah akad wadiah Dalam SWBI tidak boleh ada imbalan yang Ahmad Ifham Sholihin Page 125 Mengenal Bank Syariah disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian („athaya) yang bersifat sukarela dari pihak Bank Indonesia. SWBI ini tidak boleh diperjualbelikan. 10. Ju’alah Ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan (reward/’iwadh/ju’l) tertentu atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan. Pihak yang terlibat meliputi ja’il dan maj’ul lah. Ja’il adalah pihak yang berjanji akan memberikan imbalan tertentu atas pencapaian hasil pekerjaan (natijah) yang ditentukan. Maj’ul lah adalah pihak yang melaksanakan Ju’alah. Akad Ju’alah boleh dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan jasa dengan ketentuan pihak Ja’il harus memiliki kecakapan hukum dan kewenangan (muthlaq al-tasharruf) untuk melakukan akad. Objek Ju’alah (mahal al-‘aqd/maj’ul ‘alaih) harus berupa pekerjaan yang tidak dilarang oleh syariah. Hasil pekerjaan (natijah) harus jelas dan diketahui oleh para pihak pada saat penawaran. Imbalan Ju’alah (reward/’iwadh//ju’l) harus ditentukan besarannya oleh Ja’il dan diketahui oleh para pihak pada saat penawaran, dan tidak boleh ada syarat imbalan diberikan di muka (sebelum pelaksanaan objek Ju’alah). Imbalan Ju’alah hanya berhak diterima oleh pihak maj’ul lahu apabila hasil dari pekerjaan tersebut terpenuhi. Pihak Ja’il harus memenuhi imbalan yang diperjanjikannya jika pihak maj’ul lah menyelesaikan (memenuhi) prestasi (hasil pekerjaan/natijah) yang ditawarkan. 11. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. SBIS diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu instrumen operasi pasar Ahmad Ifham Sholihin Page 126 Mengenal Bank Syariah terbuka dalam rangka pengendalian moneter yang dilakukan berdasarkan Prinsip Syariah. SBIS, sebagai instrumen pengendalian moneter boleh diterbitkan untuk memenuhi kebutuhan operasi pasar terbuka (OPT). Bank Indonesia memberikan imbalan kepada pemegang SBIS sesuai dengan akad yang dipergunakan. Bank Indonesia wajib mengembalikan dana SBIS kepada pemegangnya pada saat jatuh tempo. Bank Syariah boleh memiliki SBIS untuk memanfaatkan dananya yang belum dapat disalurkan ke sektor riil. Akad yang dapat digunakan untuk penerbitan instrumen SBIS adalah akad: Mudarabah (Muqaradhah)/Qiradh, Musyarakah, Ju’alah, Wadiah, Qardh, Wakalah. SBIS yang saat ini sudah diterbitkan oleh Bank Indonesia menggunakan akad Ju’alah. SBIS memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) satuan unit sebesar Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah); (2) berjangka waktu paling kurang 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan; (3) diterbitkan tanpa warkat (scripless); (4) dapat diagunkan kepada Bank Indonesia; dan (5) tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder. Bank Indonesia menerbitkan SBIS melalui mekanisme lelang. Penerbitan SBIS menggunakan BISSSS. BI-SSSS (Bank Indonesia–Scripless Securities Settlement System) adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan Sistem Bank Indonesia –Real Time Gross Settlement. Pihak yang dapat memiliki SBIS adalah Bank Umum Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS). BUS atau UUS wajib memenuhi persyaratan Financing to Deposit Ratio (FDR) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. BUS atau UUS dapat memiliki SBIS melalui pengajuan pembelian SBIS secara langsung dan/atau melalui perusahaan pialang pasar uang rupiah dan valuta asing. Bank Indonesia dapat membatalkan hasil lelang SBIS. Ahmad Ifham Sholihin Page 127 Mengenal Bank Syariah BUS atau UUS dapat mengajukan Repo SBIS kepada Bank Indonesia. Repo (Transaksi Repurchase Agreement SBIS) adalah transaksi pemberian pinjaman oleh Bank Indonesia kepada BUS atau UUS dengan agunan SBIS (collateralized borrowing). Repo SBIS dilakukan berdasarkan prinsip qard yang diikuti dengan Rahn. BUS atau UUS yang mengajukan Repo SBIS harus menandatangani Perjanjian Pengagunan SBIS dalam Rangka Repo SBIS serta menyampaikan dokumen pendukung yang dipersyaratkan kepada Bank Indonesia. Bank Indonesia menetapkan dan mengenakan biaya atas Repo SBIS. Bank Indonesia menatausahakan SBIS dalam suatu sistem penatausahaan secara elektronis dalam BI-SSSS. Sistem penatausahaan yang dikelola Bank Indonesia mencakup sistem penyelesaian Transaksi SBIS dan pencatatan kepemilikan SBIS. Sistem pencatatan kepemilikan SBIS dilakukan tanpa warkat (scripless). BUS atau UUS yang melakukan Transaksi SBIS wajib memiliki Rekening Giro dan Rekening Surat Berharga untuk penyelesaian Transaksi SBIS. Rekening Giro adalah rekening dana milik BUS atau UUS dalam mata uang rupiah di Bank Indonesia. Sedangkan Rekening Surat Berharga adalah rekening milik BUS atau UUS di BI-SSSS yang digunakan untuk mencatat kepemilikan SBIS. BUS atau UUS yang melakukan pembelian SBIS wajib memiliki saldo Rekening Giro yang cukup untuk memenuhi kewajiban penyelesaian transaksi pembelian SBIS. BUS atau UUS yang mengajukan Repo SBIS wajib memiliki saldo Rekening Surat Berharga dan saldo Rekening Giro yang cukup untuk memenuhi kewajiban penyelesaian Repo SBIS. Dalam rangka penyelesaian Transaksi SBIS, Bank Indonesia berwenang untuk mendebet Rekening Giro atas pembelian SBIS oleh BUS atau UUS; atau mendebet Rekening Surat Berharga dan Rekening Giro atas Repo SBIS termasuk memindahkan pencatatan SBIS dalam rangka pengagunan. Ahmad Ifham Sholihin Page 128 Mengenal Bank Syariah Bank Indonesia melunasi SBIS pada saat jatuh waktu sebesar nilai nominal. Bank Indonesia membayar imbalan pada saat SBIS jatuh waktu; atau sebelum jatuh waktu, jika BUS atau UUS tidak dapat memenuhi kewajiban Repo SBIS. SBIS Ju’alah Sertifikat Bank Indonesia Syariah Ju’alah (SBIS Ju’alah) adalah SBIS yang menggunakan Akad Ju’alah. SBIS Ju’alah sebagai instrumen moneter boleh diterbitkan untuk pengendalian moneter dan pengelolaan likuiditas perbankan syariah. Dalam SBIS Ju’alah, Bank Indonesia bertindak sebagai ja’il (pemberi pekerjaan); Bank Syariah bertindak sebagai maj’ul lah (penerima pekerjaan); dan objek/underlying Ju’alah (mahall al-‘aqd) adalah partisipasi Bank Syariah untuk membantu tugas Bank Indonesia dalam pengendalian moneter melalui penyerapan likuiditas dari masyarakat dan menempatkannya di Bank Indonesia dalam jumlah dan jangka waktu tertentu. Bank Indonesia dalam operasi moneternya melalui penerbitan SBIS mengumumkan target penyerapan likuiditas kepada bank-bank syariah sebagai upaya pengendalian moneter dan menjanjikan imbalan (reward/‘iwadh/ju’l) tertentu bagi yang turut berpartisipasi dalam pelaksanaannya. Bank Indonesia wajib memberikan imbalan (reward/‘iwadh/ju’l) yang telah dijanjikan kepada Bank Syariah yang telah membantu Bank Indonesia dalam upaya pengendalian moneter dengan cara menempatkan dana di Bank Indonesia dalam jangka waktu tertentu, melalui "pembelian" SBIS Ju’alah. Dana Bank Syariah yang ditempatkan di Bank Indonesia melalui SBIS adalah wadiah amanah khusus yang ditempatkan dalam rekening SBIS-Ju’alah, yaitu titipan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan kesepakatan atau ketentuan Bank Indonesia, dan tidak Ahmad Ifham Sholihin Page 129 Mengenal Bank Syariah dipergunakan oleh Bank Indonesia selaku penerima titipan, serta tidak boleh ditarik oleh Bank Syariah sebelum jatuh tempo. Jika Bank Syariah selaku pihak penitip dana (mudi’) memerlukan likuiditas sebelum jatuh tempo, ia dapat me-repo-kan SBIS Ju’alah-nya dan Bank Indonesia dapat mengenakan denda (gharamah) dalam jumlah tertentu sebagai ta'zir. Bank Indonesia berkewajiban mengembalikan dana SBIS Ju’alah kepada pemegangnya pada saat jatuh tempo. Bank syariah hanya boleh/dapat menempatkan kelebihan likuiditasnya pada SBIS Ju’alah sepanjang belum dapat menyalurkannya ke sektor riil. SBIS-Ju’alah ini merupakan instrumen moneter yang tidak dapat diperjualbelikan (nontradeable) atau dipindahtangankan, dan bukan merupakan bagian dari portofolio investasi bank syariah. 12. Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) Pasar uang antarbank yang dibenarkan menurut syariah yaitu pasar uang antarbank yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Pasar Uang Antarbank berdasarkan prinsip Syariah ini adalah kegiatan transaksi keuangan jangka pendek antarpeserta pasar berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Peserta pasar uang sesuai syariah bisa dijalankan oleh bank syariah sebagai pemilik atau penerima dana, atau bank konvensional hanya sebagai pemilik dana. Akad yang dapat digunakan dalam Pasar Uang Antarbank berdasarkan prinsip Syariah adalah: Mudarabah (Muqaradhah)/Qiradh; Musyarakah; Qardh; dan Wadiah. Pemindahan kepemilikan instrumen pasar uang ini menggunakan akad-akad syariah yang digunakan dan hanya boleh dipindahtangankan sekali. 13. Sertifikat Investasi Mudarabah Antarbank (IMA) Sertifikat investasi antarbank yang berdasarkan bunga, tidak dibenarkan menurut syariah. Sertifikat Ahmad Ifham Sholihin Page 130 Mengenal Bank Syariah investasi yang berdasarkan pada akad Mudarabah, yang disebut dengan Sertifikat Investasi Mudarabah Antarbank (IMA), dibenarkan menurut syariah. Sertifikat IMA ini dapat dipindahtangankan hanya satu kali setelah dibeli pertama kali. Pelaku transaksi Sertifikat IMA adalah bank syariah sebagai pemilik atau penerima dana, dan juga bank konvensional hanya sebagai pemilik dana. Ahmad Ifham Sholihin Page 131 Mengenal Bank Syariah BAB VI MANAJEMEN OPERASIONAL 1. Akuntansi Akuntansi adalah ilmu informasi yang mencoba melakukan konversi bukti dan data menjadi informasi dengan cara melakukan pengukuran atas berbagai transaksi dan akibatnya yang dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos keuangan seperti aktiva, utang, modal, hasil, biaya, dan laba. Akuntansi dalam konsep Syariah Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan permanen, yang disimpulkan dari sumbersumber Syariah Islam dan dipergunakan sebagai aturan oleh seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan, analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa. Persamaan kaidah Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional terdapat pada hal-hal sebagai berikut: (1) prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi; (2) prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan keuangan; (3) prinsip pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal; (4) prinsip kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang; (5) prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan income dengan cost (biaya); (6) prinsip kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan; (7) prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan. Menurut Husein Syahatah, para ahli akuntansi modern berbeda pendapat dalam cara menentukan nilai atau harga untuk melindungi modal pokok, dan juga hingga saat ini apa yang dimaksud dengan modal pokok (kapital) belum ditentukan. Sedangkan konsep Islam menerapkan konsep penilaian berdasarkan nilai tukar yang berlaku, dengan tujuan melindungi modal pokok Ahmad Ifham Sholihin Page 132 Mengenal Bank Syariah dari segi kemampuan produksi di masa yang akan datang dalam ruang lingkup perusahaan yang kontinuitas. Modal dalam konsep akuntansi konvensional terbagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva lancar), sedangkan di dalam konsep Islam barang-barang pokok dibagi menjadi harta berupa uang (cash) dan harta berupa barang (stock), selanjutnya barang dibagi menjadi barang milik dan barang dagang. Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas, perak, dan barang lain yang sama kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya sebagai perantara untuk pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau sebagi sumber harga atau nilai. Konsep konvensional mempraktekan teori pencadangan dan ketelitian dari menanggung semua kerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkan laba yang bersifat mungkin, sedangkan konsep Islam sangat memperhatikan hal itu dengan cara penentuan nilai atau harga dengan berdasarkan nilai tukar yang berlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya dan resiko. Konsep konvensional menerapkan prinsip laba universal, mencakup laba dagang, modal pokok, transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram, sedangkan dalam konsep Islam dibedakan antara laba dari aktivitas pokok dan laba yang berasal dari kapital (modal pokok) dengan yang berasal dari transaksi, juga wajib menjelaskan pendapatan dari sumber yang haram jika ada, dan berusaha menghindari serta menyalurkan pada tempat-tempat yang telah ditentukan oleh para ulama fiqih. Laba dari sumber yang haram tidak boleh dibagi untuk mitra usaha atau dicampurkan pada pokok modal. Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika adanya jual beli, sedangkan konsep Islam memakai kaidah bahwa laba itu akan ada ketika adanya perkembangan dan pertambahan pada Ahmad Ifham Sholihin Page 133 Mengenal Bank Syariah nilai barang, baik yang telah terjual maupun yang belum. Akan tetapi, jual beli adalah suatu keharusan untuk menyatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi sebelum nyata laba itu diperoleh. Akuntansi syariah (yang berlaku juga untuk bank syariah), mencakup pencatatan seluruh transaksi syariah. Akuntansi syariah harus dilakukan dengan mencatat, mengelompokkan, dan menyimpulkan transaksi-transaksi atau kejadian-kejadian yang mempunyai sifat keuangan dalam nilai mata uang untuk dijadikan bahan informasi dan analisis bagi pihak-pihak yang secara proporsional berkepentingan. Pihak-pihak yang berkepentingan adalah pemilik dana; kreditur; pembayar zakat, infak dan sedekah (ZIS); pemegang saham; otoritas pengawasan; Bank Indonesia; pemerintah; lembaga penjamin simpanan; dan masyarakat. Akuntansi keuangan harus mengungkapkan karakteristik dan jumlah kontinjensi yang berhubungan dengan: a. substitusi pembiayaan langsung; b. transaksi tertentu; c. garansi yang diterima dan diterbitkan dalam rangka pemberian atau penerimaan pembiayaan dalam dan luar negeri; d. garansi bank atau jaminan yang diterbitkan secara sindikasi sebesar porsi yang dijaminkan perusahaan yang bersangkutan; e. perdagangan yang sifatnya berakhir sendiri dan berjangka pendek yang timbul dari pergerakan barangbarang; dan f. pendapatan penyaluran dana dalam penyelesaian yang merupakan perhitungan pendapatan dari aktiva produktif nonperforming yang belum dapat diakui sebagai pendapatan penyaluran dana periode berjalan. Akuntansi aktiva wajib dilakukan dalam rangka menjelaskan keadaan kas, giro, dan investasi surat berharga. Giro mencakup giro pada Bank Indonesia dan giro pada bank lain. Giro pada Bank Indonesia dapat berupa giro wadiah dan atau giro lainnya. Ahmad Ifham Sholihin Page 134 Mengenal Bank Syariah Pengakuan dan pengungkapan perusahaan mengenai giro pada bank harus menjelaskan: a. jenis penempatan dalam bentuk sertifikat investasi mudarabah atau tabungan mudarabah; b. jumlah penempatan; c. jenis valuta; d. jangka waktu dan rataratanya; e. kualitas penempatan; f. tingkat bagi hasil atau bonus; g. hubungan istimewa; h. jumlah dana yang diblokir dan alasannya; dan i. jumlah dana yang tidak dapat dicairkan pada bank bermasalah, beku operasi, atau likuidasi. Pengakuan investasi pada efek harus mengklasifikasikan efek pada saat perolehan. Efek dapat diklasifikasikan menjadi: a. efek yang dimiliki hingga jatuh tempo; b. efek yang diperdagangkan; dan c. efek yang tersedia untuk dijual. Efek harus disajikan berdasarkan tingkat likuiditasnya. Efek yang dimiliki hingga jatuh tempo harus disajikan sebesar biaya perolehan. Dalam laporan arus kas, arus kas yang digunakan untuk atau berasal dari pembelian, penjualan, dan jatuh tempo efek dalam kelompok yang dimiliki hingga jatuh tempo, harus diklasifikasi sebagai arus kas aktivitas investasi dan dilaporkan sebesar nilai bruto dalam laporan arus kas. Penerapan akuntansi syariah di Indonesia saat ini menggunakan Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah (PAPSI). Selain itu, saat ini sudah ada beberapa PSAK Syariah pengganti PSAK 59 yang berlaku untuk semua lembaga keuangan syariah termasuk bank syariah. Beberapa yang sudah disahkan dan diterbitkan adalah PSAK 100: Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah; PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah; PSAK 102: Akuntansi Murabahah; PSAK 103: Akuntansi Salam; PSAK 104: Akuntansi Istisna; PSAK 105: Akuntansi Mudarabah; PSAK 106: Akuntansi Musyarakah; PSAK 107: Akuntansi Ijarah, dan beberapa PSAK Syariah lain yang saat ini belum resmi disahkan. Ahmad Ifham Sholihin Page 135 Mengenal Bank Syariah 2. Manajemen Pengelolaan Dana Prinsip Manajemen Operasional bank syariah adalah sebagai berikut: (1) prinsip kecerdasan dan kehati-hatian (bankable and prudential banking); (2) prinsip moral dan etika dalam bisnis; (3) prinsip keadilan (tidak ada pihak yang dirugikan); (4) prinsip transparansi; (5) prinsip universal (untuk semua, muslim dan non muslim); (6) prinsip konsistensi (nisbah dan harga yang disepakati di awal perjanjian konsisten). Sementara itu, Manajemen Operasional Bank Syariah sangat dipengaruhi oleh: (1) kondisi ekonomi; (2) permintaan pasar; (3) kompetisi; dan (4) regulasi. Bank syariah menghimpun dan menyalurkan dana. Bank syariah memperoleh imbalan atas penyaluran dana yang diberikan. Bank syariah membagikan imbalan kepada nasabah penghimpun dana sesuai nisbah yang disepakati di awal perjanjian. Bagian dari nisbah bank dipergunakan oleh bank untuk membiayai operasional bank dan sisanya menjadi laba usaha bank. Bank syariah juga menyelenggarakan berbagai jasa keuangan dan memperoleh imbalan berupa fee (fee based income). Pendapatan jasa-jasa bank (fee based income) bukan merupakan pendapatan bunga, yang dilarang oleh Syariah. Pendapatan fee based merupakan upah atau ujrah atas jasa yang diberikan oleh Bank Syariah kepada nasabah untuk transaksi yang diperbolehkan secara Syariah. Pendapatan fee based merupakan pendapatan halal. Pendanaan dalam bank syariah hanya dalam dua skema yaitu dana titipan (wadiah) dan dana investasi (mudarabah). Dana investasi dipengaruhi oleh kinerja investasi bank syariah: (a) tingkat return aset produktif dan (b) pengelolaan portfolio/alokasi asset produktif. Dana titipan dipengaruhi oleh fitur layanan yang dimiliki produk dana yang bersangkutan. Ahmad Ifham Sholihin Page 136 Mengenal Bank Syariah Faktor yang mempengaruhi pendanaan bank syariah meliputi tingkat return, pengalokasian aset produktif, serta portfolio pembiayaan. Makin tinggi return asset produktif, makin tinggi bagi hasil kepada pemilik dana (investor akan cenderung melakukan penambahan investasi). Makin rendah return asset produktif, makin rendah pula bagi hasil kepada pemilik dana (dana akan cenderung ditarik oleh investor). Bentuk aset produktif di bank syariah bisa berupa (1) aset berupa piutang, baik murabaha, salam maupun istisna. Return yang diperoleh cenderung stabil; (2) aset berupa pembiayaan yang diberikan kepada nasabah, baik mudarabah maupun musyarakah. Return yang diperoleh cenderung berfluktuasi; (3) aset berupa barang yang disewabelikan berupa ijarah muntahiyya bittamlik. Return yang diperoleh cenderung stabil. Sementara itu, semakin besar komposisi portfolio pembiayaan dibandingkan portfolio piutang jual beli, semakin fluktuatif tingkat return yang dibagikan kepada investor. Sebaliknya makin kecil komposisi portfolio pembiayaan dibandingkan portfolio piutang jual beli, semakin stabil tingkat return yang dibagikan kepada investor. Manajemen Operasional terhadap dana, jasa, dan pembiayaan harus direncanakan, dan tentu dijalankan dengan baik. Pengukuran kinerja manajemen operasional dilakukan dengan membandingkan (1) Antara realisasi terhadap RKAT, Business Plan atau Corporate Plan. (2) Antara realisasi dan standar acuan yang berlaku. (3) Antara peer group usaha (untuk mengetahui kinerja bank terhadap kompetitor). 3. Manajemen Risiko Risiko adalah tingkat kemungkinan terjadinya kerugian yang harus ditanggung dalam pemberian kredit, penanaman Investasi, atau transaksi lain yang dapat berbentuk harta, kehilangan keuntungan, atau Ahmad Ifham Sholihin Page 137 Mengenal Bank Syariah kemampuan ekonomis, antara lain karena adanya perubahan suku bunga, kebijakan pemerintah, dan kegagalan usaha (risk). Manajemen Risiko adalah pengelolaan berbagai bentuk risiko yang berhubungan dengan operasional bank sesuai dengan prinsip kehati-hatian guna mengontrol risiko pembiayaan yang terdiri atas risiko kredit, risiko suku bunga dengan cara cegah risiko (hedging), financial futures, dan batas atas suku bunga (interest rate caps), tujuannya untuk mengendalikan biaya dana, anggaran biaya bunga, dan membatasi tekanan terhadap perubahan tingkat suku bunga (risk management). Manajemen Risiko juga diartikan sebagai serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan oleh perbankan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank. Manajemen risiko bank syariah adalah manajemen risiko yang diterapkan di bank syariah. Ada dua hal yang menjadi karakteristik manajemen risiko bank syariah dibandingkan dengan konvensional yaitu (1) proses transaksi: (a) keunikan proses transaksi pembiayaan syariah; (b) keunikan proses transaksi bagi hasil dana pihak ketiga; (c) keunikan proses transaksi devisa; (2) proses management (sistem dan prosedur): (a) keunikan sisdur akuntansi dan COA; (b) keunikan sisdur informasi dan teknologi (it); (c) keunikan sisdur tutup buku; (d) keunikan sisdur pengembangan produk. Ada berbagai jenis risiko pada bank syariah seperti Foreign Exchange Risk, Interest Rate Risk, Liquidity Risk, Price Risk, Credit Risk, Legal dan Compliance Risk, Reputation Risk, Transaction Risk, Strategic Risk, Operational Risk serta Market Risk. Di bawah ini dijelaskan satu per satu. Risiko Harga pada Bank Syariah adalah kemungkinan kerugian akibat perubahan harga instrumen keuangan. Untuk perbankan syariah, di samping risiko harga atas instrumen keuangan yang masih sangat Ahmad Ifham Sholihin Page 138 Mengenal Bank Syariah terbatas (Obligasi Syariah, Reksadana Syariah dan Saham Syariah), juga terkait risiko harga komoditas baik dalam transaksi ijarah, murabahah, salam, istisna maupun Ijarah Mutahiyah bit Tamlik (IMBT). Risiko tersebut terjadi bila harga barang yang dibeli/dipesan turun, sehingga nasabah tidak berminat untuk membeli, meskipun pada awalnya telah setuju untuk membeli. Sebaliknya bila harga naik, secara tidak langsung bank akan terkena risiko tingkat bunga. Selain itu, dengan dimungkinkannya bank syariah untuk memiliki stock barang dagangan, Reksadana syariah sangat rentan terhadap risiko turun-naiknya harga barang. Risiko Hukum (Legal Risk) adalah risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis, seperti: adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan (perjanjian) seperti tidak terpenuhinya syarat keabsahan suatu kontrak atau pengikatan agunan yang tidak sempurna. Risiko Hukum Bank Syariah adalah risiko Hukum bank syariah meliputi (1) Kepastian Hukum atas Pengertian Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah; (2) Perbedaan Tempat Penyelesaian Perselisihan dalam Perjanjian Pembiayaan antara Bank dan Nasabah; (3) Aspek hukum perlakuan akuntansi; (4) Kedudukan Fatwa dalam Hukum Positif. Risiko Kepatuhan (Compliance Risk) adalah risiko yang disebabkan oleh tidak dipatuhinya ketentuanketentuan yang ada, baik ketentuan internal maupun eksternal, seperti: (i) Ketentuan Giro Wajib Minimum, Net Open Position, Non-Performing Financing dan Batas Maksimum Pemberian Pembiayaan. (ii) Ketentuan dalam penyediaan produk; (iii) Ketentuan dalam pemberian pembiayaan; (iv) Ketentuan dalam pelaporan baik laporan internal, laporan kepada Bank Indonesia maupun laporan kepada pihak ketiga lainnya; (v) Ketentuan Ahmad Ifham Sholihin Page 139 Mengenal Bank Syariah Perpajakan; (vi) Ketentuan dalam akad dan kontrak; (vii) Fatwa Dewan Syariah Nasional. Risiko Kredit adalah risiko yang timbul dalam hal debitur gagal memenuhi kewajiban untuk membayar angsuran pokok ataupun margin/bunga sebagaimana telah disepakati dalam perjanjian pembiayaan/kredit; di samping risiko suku bunga, risiko pembiayaan/kredit merupakan satah satu risiko utama dalam pelaksanaan pemberian pembiayaan/kredit bank (credit risk). Pada bank syariah risiko ini lebih dikenal dengan Risiko Pembiayaan. Risiko Pembiayaan Syariah adalah risiko yang disebabkan oleh ketidakmampuan nasabah membayar kembali kewajibannya kepada bank. Risiko ini bisa berupa: (1) Kegagalan nasabah untuk membayar angsuran dalam murabahah. (2) Kegagalan nasabah untuk membayar sewa dalam IMBT atau ijarah. (3) Kegagalan nasabah untuk membayar angsuran Istisna sesuai repayment schedule; (4) Kegagalan nasabah untuk memenuhi kewajibannya dalam pemberian fasilitas Bank Garansi; (5) Kegagalan supplier untuk menyerahkan barang dalam salam kontrak. Identifikasi Risiko Pembiayaan atau credit risk identification adalah subproses awal dalam manajemen risiko pembiayaan. Jenis pertanyaan yang mendasar dalam subproses ini adalah: (1) Faktor-faktor apa yang memengaruhi timbulnya risiko pembiayaan. (2) Apa konsekuensi dari memburuknya faktor-faktor dimaksud. Risiko pembiayaan ini timbul sejak pembiayaan diberikan sampai dengan settlement, dan pada level individual maupun pada level portofolio. Risiko pembiayaan pada bank syariah mencakup jenis risiko sebagai berikut: (1) Risiko Terkait Pembiayaan Berbasis Natural Certainty Contracts (NCC), meliputi: a. Risiko Terkait Pembiayaan Murabahah; b. Risiko Terkait Pembiayaan Ijarah; c. Risiko Terkait Pembiayaan Ijarah Mutahiyah bit Tamlik (IMBT); d. Risiko Terkait Pembiayaan Salam dan Istisna; (2) Risiko Terkait Pembiayaan Berbasis Natural Uncertainty Ahmad Ifham Sholihin Page 140 Mengenal Bank Syariah Contracts (NUC) yaitu dalam transaksi mudarabah dan musyarakah, meliputi: a. Risiko Fluktuasi Pendapatan Bisnis yang Dibiayai; b. Risiko Karakter. Risiko Likuiditas (Liquidity Risk) adalah risiko yang antara lain disebabkan oleh ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Sebagaimana bank-bank pada umumnya, bank syariah juga menghadapi risiko likuiditas seperti: (a) turunnya kepercayaan nasabah terhadap sistem perbankan, khususnya perbankan syariah; (b) turunnya kepercayaan nasabah pada bank syariah yang bersangkutan; (c) ketergantungan pada sekelompok deposan; (d) dalam mudarabah kontrak, memungkinkan nasabah untuk menarik dananya kapan saja, tanpa pemberitahuan lebih dahulu. (e) missmatching antara dana jangka pendek dengan pembiayaan jangka panjang; (f) keterbatasan instrumen keuangan untuk solusi likuiditas; (g) bagi hasil antarbank kurang menarik, karena final settlement-nya harus menunggu selesainya perhitungan cash basis. Risiko Pertukaran Mata Uang (Foreign Exchange Risk) adalah suatu konsekuensi sehubungan dengan pergerakan atau fluktuasi nilai tukar terhadap rugi laba bank. Meskipun aktivitas tresuri syariah tidak terpengaruh risiko kurs secara langsung karena adanya syarat tidak boleh melakukan transaksi yang bersifat spekulasi, namun Bank Syariah tidak akan dapat terlepas dari adanya posisi dalam valuta asing. Risiko kurs ini akan meningkat bila jumlah posisi yang diambil besar, baik posisi long maupun posisi short, dan fluktuasi pasar tinggi. Oleh karena itu, bank syariah perlu menetapkan exposure limit, transaction limit, currency limit, turnover limit, cut loss limit, intraday limit dan counterparty limit. Mengingat bank syariah tidak diperkenankan berspekulasi, dengan begitu transaksi seperti forward, margin trading, option dan swap tidak boleh dijalankan. Yang diperkenankan adalah untuk kebutuhan transaksi atau berjaga-jaga (simpanan) dan transaksi yang Ahmad Ifham Sholihin Page 141 Mengenal Bank Syariah dilaksanakan harus tunai atau spot. Termasuk tunai di sini adalah pembayaran dengan cek, pemindahbukuan, transfer dan sarana pembayaran tunai lainnya. Risiko nilai tukar yang dihadapi oleh bank syariah tidak sebesar pada bank konvesional karena pada bank syariah transaksi valuta asing yang dilakukan harus terdapat underlying transaction yang menyertainya. Risiko nilai tukar meningkat apabila: (1) Bank mengambil posisi dengan jumlah besar dalam valuta asing; (2) Pasar menjadi lebih fluktuatif (Volatile). Pengelolaan risiko Nilai Tukar dilakukan dengan (a) Setting limit untuk posisi valuta asing; (b) Menggunakan teknik Hedging (hedge by other transaction). Risiko Operasional (Operational Risk) adalah risiko yang antara lain disebabkan oleh ketidakcukupan atau tidak berfungsinya proses internal, human error, kegagalan sistem atau adanya problem eksternal yang memengaruhi operasional bank. Ada tiga faktor yang menjadi penyebab timbulnya risiko ini, yaitu (a) Infrastruktur, seperti Teknologi, Kebijakan, Lingkungan, Pengamanan, Perselisihan dan sebagainya, (b) Proses, dan (c) Sumber daya. Risiko ini mencakup lima hal, yaitu risiko reputasi (reputation risk), risiko kepatuhan (compliance risk), risiko transaksi (transactional risk), risiko strategis (strategic risk), dan risiko hukum (legal risk). Risiko operasional merupakan risiko bank tidak dapat melakukan kegiatan operasionalnya secara normal karena adanya bencana alam, kebakaran atau sebabsebab lainnya, misalnya penyusup (hacker) yang berhasil menyusup ke dalam pusat data bank dan mengacaukan data; risiko ini juga mungkin terjadi karena adanya kesalahan dan penyalahgunaan wewenang (penyelewengan), ketidakpastian terhadap ketentuan atau kelemahan struktur pengendalian intern, dan prosedur yang tidak memadai, ataupun karena adanya gangguan pada sistem informasi manajemen, Ahmad Ifham Sholihin Page 142 Mengenal Bank Syariah komunikasi, dan sistem pernbayaran bank (operational risk). Risiko Operasional juga diartikan sebagai risiko kerugian yang diakibatkan oleh proses internal yang kurang memadai, kegagalan proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadiankejadian eksternal yang memengaruhi operasional Bank. Yang dapat memengaruhi operasional bank dan merugikan adalah yang melekat pada setiap aktivitas fungsional: (1) Pembiayaan; (2) Operasional dan jasa; (3) Pendanaan dan instrumen utang; (4) Teknologi dan Sistem Informasi; (5) Treasury dan investasi; (6) Pembiayaan perdagangan; (7) Sumber Daya Insani; (8) Aktivitas umum. Risiko Pasar (Market Risk) adalah risiko kerugian yang terjadi pada portofolio yang dimiliki oleh bank akibat adanya pergerakan variabel pasar (Adverse Movement) berupa Suku Bunga dan Nilai Tukar. Risiko Pasar ini mencakup empat hal, yaitu risiko tingkat suku bunga (interest rate risk), risiko pertukaran mata uang (foreign exchange risk), risiko harga (price risk), dan risiko likuiditas (liquidity risk). Dalam menghadapi risiko pasar (nilai tukar) bank syariah tidak dapat melakukan transaksi SWAP dan Forward, namun dapat melalui transaksi spot. Untuk Risiko Tingkat suku bunga (dalam hal ini Margin), bank syariah menghadapi risiko: (1) uncompetitive expected return to the third party fund; (2) Indirect Competitor Market Rate (tingkat suku bunga bank konvensional). Risiko Reputasi (Reputation Risk) adalah risiko yang antara lain disebabkan oleh adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan bank atau adanya persepsi negatif terhadap bank. Hal-hal yang sangat berpengaruh terhadap reputasi antara lain: manajemen, pemegang saham, pelayanan yang disediakan, penerapan prinsip-prinsip syariah, serta publikasi. Bila manajemen dalam pandangan para stakeholder dinilai baik, risiko reputasi menjadi rendah. Ahmad Ifham Sholihin Page 143 Mengenal Bank Syariah Demikian juga bila perusahaan dimiliki oleh pemegang saham yang kuat, risiko reputasi juga rendah. Dalam hal pelayanan, bila pelayanan kurang baik, risiko reputasi menjadi tinggi. Dalam penerapan prinsip-prinsip syariah haruslah dilaksanakan secara konsekuen agar tidak timbul penilaian negatif terhadap penerapan sistem syariah tersebut yang dapat mengakibatkan timbulnya publikasi negatif sehingga akan menaikkan tingkat risiko reputasi. Alasan-alasan turunnya reputasi antara lain: Kesalahan manajemen, Melanggar peraturan, Melanggar fatwa DSN, Skandal keuangan, Kurang kompeten baik dalam pengelolaan maupun pelayanan, Integritas yang diragukan, Performance keuangan yang kurang baik. Risiko Strategis (Strategic Risk) adalah risiko yang antara lain disebabkan oleh adanya penetapan dan pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau bank tidak mematuhi/tidak melaksanakan perubahan perundangundangan dan ketentuan lain yang berlaku. Pengelolaan risiko kepatuhan dilakukan melalui penerapan sistem pengendalian internal secara konsisten. Indikasi dalam risiko strategi ini dapat dilihat dari kegagalan dalam mencapai target bisnis yang telah ditetapkan, baik target keuangan maupun nonkeuangan. Risiko ini antara lain disebabkan adanya penetapan dan pelaksanaan strategi Bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsifnya Bank terhadap perubahan eksternal. Risiko Suku Bunga adalah risiko kerugian akibat perubahan harga instrumen keuangan dari posisi Trading Book yang disebabkan oleh perubahan suku bunga; 2. Risiko penurunan nilai pendapatan bunga (misalnya bunga pinjaman bank) akibat perubahan tingkat suku bunga pasar (interest rate risk). Meskipun bank syariah tidak menetapkan tingkat bunga, baik dari sisi pendanaan maupun sisi pembiayaan, namun bank syariah tidak akan dapat terlepas dari risiko Ahmad Ifham Sholihin Page 144 Mengenal Bank Syariah tingkat bunga. Hal ini disebabkan pasar yang dijangkau oleh bank syariah tidak hanya untuk nasabah-nasabah yang loyal penuh terhadap syariah. Oleh karena itu, bank syariah menghadapi hal yang semacam tingkat bunga berupa pricing risk yaitu: (a) Direct Competitor Market Rate (DCMR) yaitu tingkat bagi hasil dari bank-bank yang menjalankan usahanya dengan prinsip Syariah. (b) Indirect Competitor Market Rate (ICMR) yaitu tingkat bunga pada bank-bank konvensional. (c) Expected Competitive Return for Investor, yaitu hasil investasi yang kompetitif yang diharapkan oleh investor. Bila terjadi bagi hasil pendanaan syariah lebih kecil daripada tingkat bunga, nasabah dapat pindah ke bank konvensional, sebaliknya pada sisi financing. Apabila margin yang dikenakan lebih besar daripada tingkat bunga, nasabah dapat beralih ke bank konvensional. Profit murabahah tidak dapat ditingkatkan seiring dengan meningkatnya suku bunga: (1) Harga komoditi (salam) ditetapkan dan dibayar di muka pada saat kontrak/akad ditandatangani; (2) Ijarah ditetapkan diawal tetapi dapat dinegoisasikan kembali pada kemudian hari jika kondisi ini telah ditetapkan sebelumnya dalam kontrak/akad; (3) Rasio bagi hasil (mudarabah dan musyarakah) ditetapkan di awal, namun dapat dinegoisasikan kembali dikemudian hari jika nasabah (counterparty) setuju; (4) Pricing bank konvensional akan memengaruhi pricing di perbankan syariah. Risiko Transaksi (Transactional Risk) adalah risiko yang disebabkan oleh permasalahan dalam pelayanan atau produk-produk yang disediakan. Penyebab timbulnya risiko ini antara lain adalah kekeliruan, kecurangan, kesempurnaan akad, kekeliruan dalam penetapan akad, kasus-kasus hukum, sistem teknologi dan informasi, dan pos-pos terbuka. Dalam melakukan pengukuran risiko, bank syariah menggunakan baik metode standar maupun metode Ahmad Ifham Sholihin Page 145 Mengenal Bank Syariah internal. Metode standar dipergunakan untuk tujuan pelaporan ke Bank Indonesia dalam rangka memenuhi ketentuan Capital Adequacy Ratio (CAR) minimum, sedangkan metode internal dipergunakan untuk peningkatan efficiency dan dalam usaha meminimalkan risiko. Langkah-langkah dalam identifikasi risiko bank syariah adalah (1) Menentukan unit risiko yang akan diidentifikasi. Selain General Banking Risk yang lazim didentifikasi pada bank konvensional, identifikasi risiko di bank syariah juga harus berpedoman pada fatwafatwa DSN dan standardisasi akad Bank Indonesia; (2) Mengklasifikasikan jenis risiko kualitatif dan risiko kuantitatif; (3) Melakukan survey untuk memperoleh data historis. Dari identifikasi penyebab munculnya risiko yang pernah dialami oleh bank dari setiap jenis aktivitas yang telah diklarifikasi, selanjutnya akan menjadi data historis bagi bank; (4) Memasukkan hasil identifikasi sesuai jenis risiko. Penyebab munculnya risiko dari setiap aktivitas dimasukkan ke dalam kuadran pemetaan yang ada sesuai dengan kecenderungan terjadi dan dampak yang ditimbulkan. Menentukan jenis penyebab yang harus mendapat penanganan utama (prioritas utama) untuk dikendalikan tingkat risikonya. Dalam rangka membatasi risiko yang dapat diambil, ditetapkan berbagai limit eksposur dan penetapan toleransi risiko antara lain: (1) Limit Transaksi (transaction/product limit); (2) Limit Mata Uang (currency limit); (3) Limit Volume Transaksi (turnover limit); (4) Limit Posisi Terbuka (open position limit); (5) Limit Kerugian (cut loss limit); (6) Limit Intra hari (intraday limit); (7) Limit Nasabah dan counterparty (individual borrower and counterparty limit); (8) Limit Pihak Terkait (connected parties limit); (9) Limit Industri/sector ekonomi dan wilayah (industry/economic sector and geographic limit). Penetapan limit dan penetapan toleransi risiko dilakukan oleh bank syariah, yang selanjutnya disampaikan kepada Komite Manajemen Ahmad Ifham Sholihin Page 146 Mengenal Bank Syariah Risiko melalui Satuan Kerja Manajemen Risiko untuk mendapat persetujuan serta kaji ulang secara periodik. Sistem informasi manajemen risiko merujuk pada sitem informasi yang telah dibangun oleh bank syariah, sehingga dapat mengidentifikasi risiko-risiko yang ada dan potensi risiko pada masa datang pada semua jenjang organisasi. Informasi yang dirangkum mencakup fungsifungsi meliputi: pengelolaan risiko pasar, risiko pembiayaan, risiko operasional, dan risiko likuiditas. 4. Treasury dan ALMA Treasury Syariah adalah bagian pengelolaan dari Asets and Liabilities Committee dan merupakan kepanjangan tangan Manajemen Bank dalam mengimplementasikan kebijakan-kebijakan pengelolaan Asets dan Liabilities bank, sehingga pengelolaan aset dan liabilities menjamin pemenuhan kebutuhan bank. Manajemen Treasury Syariah adalah kegiatan untuk mencari dana besar yang sangat perpotensi di pasar internasional dan lembaga pemerintahan di Indonesia serta pengelolaan likuiditas bank, nisbah bagi hasil, margin dan valuta asing untuk memastikan dana bank yang berbasis syariah agar berada dalam jumlah, tempat, mata uang dan jangka waktu yang tepat sehingga dapat memaksimalkan pendapatan bank, meminimalkan biaya serta menata pada tingkat risiko yang aman sehingga akan mampu meningkatkan pendapatan bank. Bank syariah menyusun Managemen Treasury Syariah adalah sebagai berikut: 1. Aktivitas Treasury Syariah (a) Asets and Liabilities Management (ALMA). Treasury Syariah adalah bagian pengelolaan dari Asets and Liabilities Committee dan merupakan kepanjangan tangan dari manajemen bank dalam mengimplementasikan kebijakan-kebijakan pengelolaan Asets dan Liabilities bank, khususnya yang berbasis syariah. (b) Hedging dan Servicing The Bank. Treasury Syariah dapat mencari sumber dana murah atau dana Ahmad Ifham Sholihin Page 147 Mengenal Bank Syariah besar dan memaksimalkan pendapatan bank atas dana berbasis syariah yang tersedia dengan tetap memperhatikan tingkat risiko yang memadai dan tidak bertentangan dengan prinsip kehati-hatian. Treasury Syariah bekerja sama dengan cabang, departemen, atau divisi lainnya dalam hal transaksi yang berhubungan dengan produk Treasury Syariah seperti misalnya Pasar Uang Antar-Bank Syariah (PUAS), mudarabah interbank time deposit, valuta asing, produk sekuritas (reksadana syariah, obligasi syariah), dan lain-lain. 2. Corporate Service. Treasury Syariah berkewajiban dalam Corporate Service yaitu memenuhi kebutuhan nasabah. Untuk memenuhi kebutuhan nasabah perlu diciptakan beragam produk yang semakin maju di pasar dan tingkat kompetisi yang semakin tinggi di antara bank-bank syariah, dengan demikian keberadaan nasabah semakin diperlukan. Treasury Syariah bertugas dan bertanggung jawab dalam menangani hal tersebut. 3. Profitability. Treasury Syariah dalam kapasitasnya sebagai pencari dana besar dan pengelola dana yang independen, dapat berinisiatif untuk memanfaatkan aset dan sumber dana yang ada untuk bertransaksi di pasar keuangan syariah guna memperoleh tambahan keuntungan sekaligus mengantisipasi risiko likuiditas, dan lainnya dalam eksposur aset dan sumber dana tersebut. Motif treasury bank syariah adalah (1) Funds management; (2) Tolong-menolong; (3) Service kepada nasabah; (4) Hedging; (5) Keuntungan adalah sebagai konsekuensi transaksi service. Sedangkan fungsi pokok treasury bank syariah adalah: (1) Manajemen dana dengan penekanan pada Cash Flow, Risk Management; serta (2) Optimalisasi pendapatan. Manajemen cash flow dilakukan agar terjadi match antara use of fund dan source of fund yang di dalamnya termasuk keserasian jumlah, jangka waktu, dan mata uang; penataan cash flow yang baik akan menjamin tingkat likuiditas perusahaan yang optimal. Pada Ahmad Ifham Sholihin Page 148 Mengenal Bank Syariah kenyataannya, liability didominasi oleh Mudarabah, sedangkan Aset didominasi oleh Murabahah dan sejenis. Sementara optimaslisasi pendapatan bank syariah dilakukan dengan memelihara alat-alat likuid untuk membiayai pertumbuhan financing (sektor riil) dan penarikan-penarikan oleh depositors yang dapat terjadi sewaktu-waktu. Idle fund harus dioptimalkan agar supaya pendapatan yang dibagihasilkan menjadi maksimal (amanah). Bank syariah tetap membutuhkan adanya Pasar Uang. Pasar Uang Syariah didukung dengan penciptaan instruments dan contracts yang sesuai dengan prinsip syariah. Hal ini bisa dilakukan dengan penciptaan ethical market yang tulus serta memperbanyak player pasar uang syariah dengan azas tolong-menolong dan pengelolaan likuiditas; pengembangan pasar sekunder; rating company untuk indexing Surat Berharga. Sementara itu, ALMA Syariah memiliki fokus pada (1) Pemilihan aset (aset selection processes); (2) Pengelolaan Return on Aset yang terjadi akibat perubahan harga jual atas investasi jatuh tempo (repricing price); (3) Ketersediaan likuiditas. Tujuan ALMA Syariah adalah (1) Rentabilitas, yaitu mengelola posisi aset dan liability untuk mencapai tingkat keuntungan yang diharapkan. Pengelolaan Rentabilitas dilakukan dengan menjaga Rate of Aset Return dalam jangka waktu tertentu ke depan (horizon period), yaitu dengan (a) mengelola rate of return dari piutang jual beli dan (b) meminimalkan down side dari return mudarabah dan musyarakah investment. (2) Solvabilitas, yaitu mengelola posisi aset dan liability sehingga dapat menyediakan likuiditas untuk memenuhi seluruh kewajiban. Komponen yang dicakup dalam ALMA: (1) Pengelolaan Aset dan Liablity; (2) Pengelolaan Likuiditas; (3) Manajemen Investasi; (4) Manajemen Permodalan; (5) Manajemen Gap. Ahmad Ifham Sholihin Page 149 Mengenal Bank Syariah Likuiditas bank Syariah banyak bergantung pada: (1) Tingkat kelabilan (volatility) dari dana pihak ketiga. (2) Kompetensi teknis yang berhubungan dengan pengaturan struktur liabilities. (3) Ketersediaan aset yang siap dikonversikan menjadi kas. (4) Akses kepada pasar antarbank dan sumber dana lainnya, termasuk fasilitas dari bank Indonesia. Sementara itu, dalam pengelolaan likuiditas mencakup: (a) Sasaran yang harus dicapai agar UUS/bank syariah memiliki kemampuan likuiditas yang memadai. (b) Upaya menghindari kemungkinan terjadinya risiko likuiditas. (c) Frekuensi monitoring yang harus dilakukan dalam memantau posisi likuiditas. (d) Persyaratanpersyaratan BI yang harus dipenuhi (misalnya GWM). (e) Penyediaan likuiditas untuk keperluan pembayaran kepada pihak ketiga. (f) Keperluan likuiditas untuk ekspansi pembiayaan (portofolio) baru. (g) Tanggung jawab dan pelimpahan kewenangan dalam upaya pengendalian likuiditas. (h) Tanggung jawab dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan Direksi maupun ALCO; (i) Pembatasan rasiorasio yang harus dicapai, seperti GWM, CAR, PDN, dan lain-lain. Kebijakan ALMA mengatur pengelolaan aset dan liability agar likuiditas dapat terpenuhi dan profitabilitas dapat optimal, meliputi: (1) Giro Wajib Minimum (GWM); (2) Cash Reserve; (3) Penyaluran dana pada aktiva produktif; (4) Prioritas Pendanaan. GWM adalah saldo minimun giro Divisi Usaha/Bank Syariah di Bank Indonesia yang besar saldo minimumnya harus selalu dijaga sesuai ketentuan Bank Indonesia baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing. Cash Reserve (CR) adalah uang tunai (kas) yang harus selalu dipelihara untuk pemenuhan transaksi harian secarai tunai pada masing-masing unit bisnis. Besarnya dana kas ini harus diukur seefektif mungkin untuk menghindari besarnya dana idle yang akan memengaruhi pendapatan dan bagi hasil kepada pemilik Ahmad Ifham Sholihin Page 150 Mengenal Bank Syariah dana. Besarnya disesuaikan dengan kondisi masingmasing unit bisnis. Semantara itu, Penyaluran Dana Aktiva Produktif dapat disalurkan pada: a. Piutang maupun Pembiayaan kepada nasabah perorangan maupun badan hukum; b. Investasi dalam sekuritas khususnya obligasi syariah. c. Penempatan dana pada UUS/bank syariah lainnya dalam bentuk Investasi Mudarabah Antarbank (IMA). d. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI); e. Aktiva Produktif lainnya yakni, Penyertaan atau Surat Berharga lainnya. Dalam hal kekurangan dana (Shortage of Fund), UUS/bank syariah dapat mencari dana dengan cara antara lain: (1) Berupaya menghimpun dana dari pihak ketiga dengan memperhatikan komposisi sumber dana yang tidak terkonsentrasi pada nasabah berskala besar hal ini untuk menjaga penarikan besar-besaran yang tidak diharapkan; (2) Bantuan Likuiditas dari Induk Perusahaan; (3) Menerbitkan Sertifikat Investasi Mudarabah Antarbank (SIMA); (4) Menerbitkan Obligasi Syariah; (5) Bantuan Likuditas dari Bank Indonesia. (6) Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah (FPJPS) dari Bank Indonesia. (7) Fasilitas Likuiditas Intrahari Syariah (FLIS). Bantuan likuiditas BI sebaiknya dihindari. Pada ALMA, GAP terjadi (naik atau turun) apabila transaksi bisnis atau keputusan manajemen mengakibatkan terjadinya mismatch antara RSA dan RSL. Contoh GAP akan terjadi jika: (1) Dana deposito berjangka ditempatkan sementara dalam PUAS; (2) Pembiayaan investasi didanai dengan deposito jangka pendek; (3) Tabungan dimanfaatkan untuk pembelian obligasi; (4) Deposito berjangka untuk membeli harta tetap (GAP satu sisi). 5. Teknologi Sistem Informasi (TSI) Tujuan dasar untuk melakukan pengembangan TSI Support adalah: a. Sebagai dasar pengembangan Sistem Aplikasi Perbankan Syariah untuk mendukung operasional Ahmad Ifham Sholihin Page 151 Mengenal Bank Syariah syariah; b. Sebagai dasar pengembangan sistem interface antara Sistem Perbankan Konvensional dan Sistem Aplikasi Perbankan Syariah; c. Sebagai kerangka dasar penyusunan Standard Operating Procedure (SOP) Syariah; d. Sebagai sarana untuk melakukan ekspansi bisnis dengan menyediakan produk dan layanan yang sesuai dengan prinsip syariah. Manajemen Teknologi Sistem Informasi merupakan unit kerja yang mengendalikan dan melaksanakan fungsi otomatisasi dalam suatu perusahaan dan memiliki tanggung jawab utama untuk menyampaikan (delivery) layanan pemrosesan data/informasi dengan memanfaatkan paduan teknologi komputer dan teknologi jaringan komunikasi kepada para user. Karena kegagalan atas sebagian atau keseluruhan fungsi layanan tersebut dapat berakibat risiko yang tinggi terhadap bisnis, dengan demikian tanggung jawab Manajemen Teknologi Sistem Informasi adalah untuk meyakinkan kepada seluruh user bahwa seluruh fungsifungsi layanan tersebut telah dilaksanakan dengan baik, andal (reliable), aman (secure) dan terkendali. Manajemen Teknologi Sistem Informasi mengacu pada prinsip dasar operasional perbankan, di antaranya adalah Three Initial System (Maker, Checker and Authorizer), Dual Custody, Dual Controls, Ex-post Controls, Validations, Records/Documentation, Barsheet System, Inter Departmental Control (Segregation Of Duties), Inter Dependence dan Inter Locking. Manajemen Teknologi Sisitem Informasi dari waktu ke waktu telah berubah, dari semula berbentuk “Proses Batch”, dengan user mengirimkan data ke Bagian Data Entry untuk di-input dan diproses oleh sistem komputer, menjadi proses “Real Time On-Line” bahkan telah berubah lebih lanjut menjadi layanan berbasis media internet (e-commerce) dan sarana berpindah (e-mobile), sehingga layanan informasi dapat di akses oleh nasabah dari mana saja dan kapan saja. Ahmad Ifham Sholihin Page 152 Mengenal Bank Syariah Dalam usaha perbankan, TSI selain berpengaruh besar terhadap kualitas jasa layanan yang diberikan, juga sekaligus menjadi ancaman kelangsungan usaha bank itu sendiri. Pengaruh besar teknologi sistem informasi terhadap kualitas layanan akan mulai terlihat pada saat bank berkembang, jumlah nasabah semakin meningkat, jenis transaksi semakin banyak dan semakin kompleks, saat itulah kualitas jasa layanan bank mulai menurun, teknologi sistem informasinya mulai sering ngadat karena kemampuan daya dukungnya telah dilewati, apalagi kualitas “Respons Time”, jelas tidak akan mampu memenuhi ekspektasi nasabah. Ancaman dari perkembanagn dan penerapan teknologi sistem informasi terhadap kelangsungan usaha bank terlihat dari munculnya “Global Information Network and Financial Services”, yaitu suatu jaringan informasi dan layanan jasa keuangan dari luar negeri. Pengaruh paling besar bagi bank adalah adanya perkembangan dan penerapan dalam bidang teknologi sistem informasi yang melibatkan Perangkat Komputer (Harwdware dan Software) dan Teknologi Komunikasi. Melalui penerapan teknologi sistem informasi seluruh bank, baik bank konvensional maupun bank syariah di dunia berpacu meningkatkan efisiensi dan produktivitas dengan memperbaiki kinerja operasionalnya dan pengelolaan manajemennya dengan penerapan teknologi mutakhir. Berbagai bank asing dan bank nasional, misalnya Citibank dan BCA, telah menempatkan teknologi informasinya sebagai Point of Differentiation dan kunci Competitive Advantage dalam bersaing dengan bank lain. Mereka telah mampu melakukan konversi dari keunggulan Teknologi Sistem Informasi yang dimilikinya menjadi lahan Fee Based Income dan Funding. Beberapa kemajuan teknologi sistem informasi yang saat ini sangat berpengaruh dan mungkin akan tetap bertahan hingga dekade mendatang adalah layanan jasa perbankan berbasis internet (Internet Banking/Web Ahmad Ifham Sholihin Page 153 Mengenal Bank Syariah Banking) dan layanan jasa perbankan berbasis teknologi telepon selular (Mobile Banking) baik dengan dukungan teknologi Wireless Application Protocol (WAP) maupun dengan dukungan Sort Message Services (SMS) dan Sim Tool Kit (STK). Penerapan teknologi informasi tersebut mampu meningkatkan jasa layanan perbankan kepada nasabah dan dapat memberikan Delivering Value yang lebih tinggi kepada nasabah. Berbagai kemajuan teknologi sistem informasi ini harus terus dipantau arah dan kemungkinan penerapannya dalam layanan perbankan, penerapan teknologi sistem informasi menjadi semakin penting bagi kelangsungan usaha suatu bank, mengingat bank–bank di seluruh dunia saat ini tengah berpacu untuk menerapkan berbagai kemajuan teknologi sistem informasi. Keterlambatan dalam penerapan teknologi sistem informasi dapat berdampak luas bagi bank, terutama dalam positioning bank dalam persaingan. Adapun lingkup Manajemen Teknologi Informasi dapat dikelompokkan menjadi tiga Functional Area, yaitu Pengembangan Sistem (System Development), Dukungan Teknis (Technical Support) dan Operasional Pusat Pengolahan Data (Data Center Operation). Ketiga fungsi tersebut walaupun secara fisik dapat berada dalam ruang yang saling bersebelahan, saling menempel bahkan mungkin berada dalam satu ruang yang sama, namun secara Logical harus tetap dikelola secara terpisah. Diperlukan suatu pihak antarmuka yang dapat menjembatani antara ketiga fungsi tersebut. Fungsi antarmuka tersebut dilakukan oleh Dukungan Teknis (Technical Support), guna untuk menjaga independensi, pemisahan tugas dan agar tetap dapat menjaga kelancaran hubungan dan arus kerja antara fungsi Pengembangan Sistem (System Development) dan fungsi Operasional Pusat Pengolahan Data (Data Center Operation). Sebuah bank syariah tentu memerlukan sistem aplikasi yang mendukung semua aktivitas operasional Ahmad Ifham Sholihin Page 154 Mengenal Bank Syariah perbankan meliputi transaksi pada sisi Pembiayaan (Asset), transaksi pada sisi Pendanaan (Liabilities), transaksi Jasa Perbankan, intra Operasional dan Interface ke sistem lain, dan pelaporan untuk keperluan ekternal, internal dan MIS. Aplikasi yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan penting yang saling berhubungan. Pertama, sifat operasional aplikasi (product operation) yang berhubungan dengan teknis analisis perancangan aplikasi dan arsitekturnya. Kualitas ini meliputi Correctness, Reliability, Efficiency, Integrity, Usability. Correctness adalah sejauh mana suatu aplikasi memenuhi spesifikasi dan objectives dari users. Dalam hal ini yang harus kita perhitungkan adalah sejauh mana pengembang internal maupun eksternal (vendor) dapat mengetahui kebutuhan bisnis (business requirement). Artinya, dalam hal ini mereka harus mengerti bahwa ada beberapa perbedaan signifikan antara arsitektur bank konvensional dengan arsitektur bank syariah. Reliability yaitu kemampuan sebuah aplikasi melaksanakan kemampuan sesuai dengan fungsinya dan ketelitian yang akurat. Efficiency yaitu seberapa besar kapasitas parameter yang mendukung modul-modul yang saling berkaitan untuk memudahkan user membuat turunan produk, interfacing antar modul serta interfacing terhadap aplikasi lain yang mungkin dihubungkan untuk mendukung suatu transaksi. Integrity yaitu sejauh mana akses ke aplikasi dan data oleh pihak yang tidak berhak dapat dikendalikan, seberapa tinggi akurasi dan tingkat security yang dimiliki. Usability yaitu faktor ini menentukan sejauh mana kemudahan user mempelajari, menggunakan dan mengerti output yang dihasilkan. Kedua, Kemampuan aplikasi dalam menjalani perubahan (Product Revision). Dalam perjalanan suatu Ahmad Ifham Sholihin Page 155 Mengenal Bank Syariah usaha kan senantiasa terdapat perubahan-perubahan baik dari sisi strategi maupun perubahan yang diakibatkan oleh regulasi. Oleh karena itu ada beberapa faktor pokok yang harus dipertimbangkan, sebagai berikut: Maintainability yaitu usaha untuk menemukan perbaikan dari kesalahan (error) maupun usaha untuk melakukan perubahan. Flexibility yaitu usaha yang diperlukan untuk melakukan modifikasi, terutama terhadap aplikasi yang berhubungan dengan hal-hal operasional. Testability yaitu usaha yang diperlukan untuk menguji atau memastikan suatu aplikasi telah sesuai dengan kebutuhan bisnis (business requirement), comply dengan regulasi yang ada dan lain sebagainya. Ketiga adalah daya adaptasi software terhadap lingkungan baru (Product Transition). Percepatan TSI semakin hari terasa semakin cepat, perubahanperubahan terjadi mulai dari operating system yang hampir setiap tahun mengeluarkan versi baru, software pendukung, delivery channel maupun hardware yang terus dikembangkan untuk mengembangkan aplikasinya sehingga dapat beradaptasi terhadap lingkungan baru.” Delivery channel merupakan salah satu faktor yang harus diperhitungkan dalam pengembangan bisnis di masa depan, mengingat arah perbankan dunia menuju sistem Cyber Banking (dunia maya). Untuk mengantisipasi hal tersebut maka perlu dilakukan pengujian terhadap aplikasi, apakah aplikasi yang bersangkutan sanggup melakukan hubungan dengan aplikasi lain dalam platform yang berbeda (Interoperability), baik secara langsung maupun dengan perantara perangkat lain (middleware). Bank syariah pun memerlukan aplikasi Core Banking System (CBS) yang handal untuk menunjang operasionalnya. Secara umum, CBS harus terintegrasi, bisa melakukan kliring, memiliki sarana untuk melakukan inventarisasi surat-surat berharga, bisa melakukan blokir saldo dan rekening, dan lain sebagainya. Dari sisi aplikasi Ahmad Ifham Sholihin Page 156 Mengenal Bank Syariah aktiva/pembiayaan, serta pasiva/pendanaan harus bisa mengakomodir semua transaksi syariah. Ada beberapa spesifikasi yang harus ada pada CBS misalnya core module. Core module adalah sistem yang integrated dengan modul yang lengkap antara lain meliputi retail, deposits, financing, collection, transfer dan general ledger (GL). Sehingga bisa mengakomodir proses pembagian keuntungan (Profit Distribution Process) dengan sistem Profit/Revenue Sharing dengan model Simple and Tiered Progressive, Mudarabah Collectibility, Flat Proportional, Tiering Bagi Hasil, Early Payment dan Restricted Investment. CBS juga harus bisa mengakomodir Product (funding dan financing) serta jasa yang lengkap seperti; Mudarabah, Wadiah, Murabahah, Revolving Musyarakah, Rahn (Gadai Syariah), Istisna dan Salam – Paralel, Hiwalah, Ijarah (ijarah murni, ijarah parallel dan sewa beli atau yang dikenal sebagai ijarah muntahia Bank Indonesia tamlik, IMBT), Qardh, Reporting (ZIS), IMA (TD Harian), Debet ZIS sebelum atau sesudah Pajak, Sharf dan jasa standar banking hall (transfer dan collection). Jika bank syariah merupakan bagian (unit) dari bank induknya, maka sistem yang akan digunakan harus bisa memanfatkan jaringan (delivery channel) bank induk. Arsitektur sistem harus terbuka sehingga dapat melakukan interfacing dengan middleware bank induk. Sistem juga harus mudah dikembangkan secara Joint Application (JA) dengan aplikasi yang sudah eksis. Hal ini menjadi penting terkait dengan penerapan konsep office channeling. Sistem harus memenuhi seluruh peraturan Bank Indonesia, PSAK, PAPSI, semua pelaporan ke Bank Indonesia yang saat ini diterapkan LBU(S) Basel II, dan jika mungkin memiliki Sertifikat TI Syariah dari MUI. Sementara itu, Management Support System (MSS) dibutuhkan sehubungan dengan pelaporan baik untuk eksternal maupun internal serta untuk pemeliharaan data. Ahmad Ifham Sholihin Page 157 Mengenal Bank Syariah Kriteria MSS meliputi Sistem Informasi Manajemen canggih dan terintegrasi yang dapat berhubungan dengan MIS dari bank induk (jika merupakan unit usaha syariah), mampu menghasilkan seluruh pelaporan yang diwajibkan Bank Indonesia, pelaporan internal bank syariah dan pelaporan untuk konsolidasi dengan bank induk. Kriteria berikutnya adalah CBS harus memiliki dan menjalankan program data warehouse, memiliki dan telah menjalankan program risk management yang sesuai ketentuan Bank Indonesia dan Basel II Accord, serta memiliki program treasury untuk mendukung bisnis trade finance. Spesifikasi berikutnya adalah middleware yang merupakan interface dan interlink antar institusi dan aplikasi yang dibutuhkan bank syariah (terutama UUS) untuk bisa memanfaatkan delivery channel bank induk atau institusi lain, sehingga kegiatan bisnis akan menjadi lebih luas. Manfaat middleware ini adalah perolehan fee based income, memperluas layanan dan meningkatkan customer base. Adapun kriteria dan kegunaan middleware ini adalah memiliki manajemen transaksi terpadu yang berfungsi sebagai interlink dengan berbagai institusi dan aplikasi melalui ATM dan Kartu Debet. Kriteria lain adalah memungkinkan untuk dilakukan transaksi ATM dan Kartu Debet menjadi lebih luas, baik lokal (ATM Bersama, Link, Alto, Cakra, BCA, Kartuku, Prima dll), maupun internasional (Visa, Mastercard, Amex, Europay, MEPS, dll), memungkinkan Payment point via ATM untuk PLN, Telkom, Tiket, PBB, Bea Cukai, Telepon Seluler, SPN (Sistem Penerimaan Negara Terpadu), dll. Kriteria berikutnya adalah Banking Delivery dan Support System, yakni harus bisa memberikan fasilitas kemudahan transaksi seperti ATM, Phone Banking, Mobile Banking, Internet Banking, Fax Support dan Kios Service. Ahmad Ifham Sholihin Page 158 Mengenal Bank Syariah Banking Delivery dan Support System di sini harus menyediakan Loan Origination System, Signature Verification System (melihat speciment secara online), Document Management, Customer Relationship, Security dan Data Cleansing. Spesifikasi berikutnya adalah dari sisi Business Continuity Management (BCM). BCM ini mencakup Disaster Recovery Plan (DRP), Disaster Recovery Center (DRC) dan Business Continuity Plan (BCP) yang bermanfaat untuk mendukung kelangsungan bisnis ketika terjadi kondisi darurat/bencana, backup data operasional harian yang tersimpan dengan baik dan aman, memenuhi ketentuan Bank Indonesia akan ketersediaan backup data yang up to date. Setelah mengetahui criteria TSI handal, berikutnya kita singgung tentang implementasi TSI. Secara keseluruhan, implementasi ini dimulai dengan Implementasi Core Banking System Syariah, terdiri dari modul Funding, Financing, GL, CIF, Jasa-Jasa dan Payment. Berikutnya adalah implementasi aplikasi human interface di semua kantor. Kalau bank syariah masih berupa UUS, maka dilakukan implementasi Sinergi Jaringan ke Kantor Bank Induk yang ditunjuk untuk melakukan Office Channeling (misalnya). Setelah itu dilakukan konversi data dari sistem yang lama ke CBS (yang baru). Untuk mendukung aplikasi CBS dalam mememenuhi kebutuhan operasional dan bisnis, dilanjutkan dengan implementasi Management Information System, Risk Management System, Datawarehouse, Switching (ATM, Internet Banking, Phone Banking, Mobile Banking), Treasury, Customer Relationship Management, dan Loan Originating System. Secara umum, metodologi implementasi yang digunakan diawali dengan Project Plan dan Organization, dilanjutkan dengan Requirement Analysis, Technical Environtment Set up, Change Management Process, Ahmad Ifham Sholihin Page 159 Mengenal Bank Syariah System Integration Test, Training, User Acceptance Test (UAT), Production Cut Over, Go Live, serta Post Implementation Review dan Roll Out Plan. 6. Pengembangan Produk dan Jasa Sebuah bak syariah harus memiliki produk dan jasa berkualitas tinggi, kompetitif, inovatif dan berorientasi ke depan sehingga dapat menjadi produk rujukan bagi industri sejenis serta sesuai dengan prinsip syariah. Dalam pengembangan produk dan jasa, strategi yang akan dilakukan bank syariah adalah melakukan analisis bisnis dengan melihat melalui riset pemasaran dan market intelligence yang mendalam di bidang teknologi, politik, legal, sosio kultural, perubahan bisnis, serta situasi kompetisi, kondisi nasabah. Namun, setiap kebijakan dalam produk dan jasa yang akan diluncurkan bank syariah harus melewati uji kepatuhan dan mendapat persetujuan dari pihak atau divisi yang berwenang seperti divisi management risiko dan Dewan Pengawasan Syariah. Pertama, pengembangan produk pembiayaan. Selain meningkatkan kualitas produk pembiayaan yang sudah ada, bank syariah juga bisa mengembangkan akad pembiayaan Mudarabah seperti Mudarabah wal Murabahah dengan pola penyaluran executing dengan cara bekerja sama dan sinergi bisnis dengan lembaga keuangan syariah lain seperti BPRS dan BMT pada segmen mikro syariah. Di sektor pembiayaan konsumtif, bank syariah bisa mengembangkan paket pembiayaan dengan menggunakan akad Murabahah, Ijarah dan pengembangan akad lainnya guna memenuhi kebutuhan nasabah pada pembiayaan konsumtif ini di antaranya rumah, ruko, apartemen dan kendaraan bermotor dengan service level yang lebih cepat dan pricing yang kompetitif. Produk ini bisa dijalankan melalui kerja sama dengan pihak ketiga. Misalnya dengan Multi Finance Ahmad Ifham Sholihin Page 160 Mengenal Bank Syariah Company, agent property dan kopkar yang memiliki kemampuan dan potensi cukup signifikan untuk mengembangkan program channeling atau executing dengan bank syariah, baik dengan menggunakan akad Musyarakah, Murabahah dan Mudarabah. Bank syariah juga bisa mengembangkan produk pembiayaan yang terkait dengan kerja sama tersebut seperti Produk Program Joint Financing, Produk Program Mortgage dan Produk program Kopkar. Salah satu inovasi produk di bidang pembiayaan konsumtif adalah produk Syariah Card yang dapat dibagi sesuai segmen pasar yang dituju, baik dalam bentuk Charged Card yang harus dibayar tunai pada setiap tagihan ataupun dalam bentuk Covered Card yang harus dibayar dengan jumlah angsuran tetap (fix installment) pada setiap kali penagihan. Akad yang digunakan adalah dengan menggunakan akad Murabahah, yaitu bank syariah akan mendapatkan marjin keuntungan atas setiap transaksi pembelian barang. Kedua, pengembangan produk pendanaan. Strategi pengembangan produk pendanaan yang akan dilakukan bank syariah adalah pengembangan berbagai produk pendanaan yang ditujukan untuk mendapatkan dana pihak ketiga yang murah (low cost of fund) dan stabil (jangka panjang). Selain itu, produk pendanaan akan dikembangkan dengan variasi fitur produk agar secara bertahap dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap produk dan layanan bank syariah. Untuk mengurangi tingginya Financing to Deposit Ratio (FDR) secara cepat, bank syariah bisa mengembangkan produk pendanaan yang terkait dengan fungsi Treasury di mana potensi besar dalam memenuhi kebutuhan dana besar seperti Obligasi Syariah, IMA (Investasi Mudarabah Antar Bank Syariah). Selain itu bank syariah akan melakukan kerja sama juga dengan pihak-pihak seperti Asuransi, Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK), Badan Amil Zakat Ahmad Ifham Sholihin Page 161 Mengenal Bank Syariah Nasional (BAZNAS), Koperasi, lembaga lainnya yang memiliki kepentingan untuk memutarkan dana yang dimilikinya. Agar lebih menarik untuk berinvestasi, bank syariah akan menawarkan skema Mudarabah Muqayyadah, yaitu nasabah diberikan kesempatan untuk memilih sektor atau obyek investasi yang diinginkan untuk memberikan bagi hasil yang optimum dan menarik. Untuk mendapatkan dana yang relatif stabil, ban ksyariah akan mengembangkan paket produk investasi (Deposito dan Tabungan) dengan skema Mudarabah, baik Mutlaqah maupun Muqayyadah, dengan pilihan jangka waktu dan nisbah yang menarik. Pilihan tersebut antara lain dengan memberikan bagian keuntungan yang makin tinggi kepada nasabah jika berinvestasi dalam jangka waktu yang makin panjang. Bagian keuntungan dalam bentuk bagi hasil tersebut juga dapat diberikan makin tinggi jika nasabah memiliki saldo yang makin tinggi (tiering). Pengembangan lain yang dilakukan khususnya pada produk investasi tabungan antara lain dilakukan juga dengan mengembangkan fitur tabungan berbasis teknologi seperti ATM, Debit Card, SMS Banking dan Phone Banking/Call Center. Pengembangan fitur khususnya pada produk tabungan diarahkan untuk meningkatkan rasa membutuhkan nasabah kepada layanan bank syariah. Produk yang relatif stabil dan murah namun juga memiliki misi customer education adalah simpanan dengan menggunakan akad Wadiah (Titipan), di mana bank syariah dapat membagikan bonus, baik dalam bentuk uang maupun hadiah tanpa diperjanjikan sebelumnya. Agar lebih menarik namun tetap memperhatikan efisiensi dan efektivitas, pengembangan produk dan fitur-fiturnya akan dikemas sedemikian rupa dengan memperhatikan kebutuhan setiap segmen penabung, termasuk pengembangan fitur berbasis teknologi. Ahmad Ifham Sholihin Page 162 Mengenal Bank Syariah Bank syariah bisa mengembangkan produk pendanaan yang terkait dengan kegiatan tersebut seperti membuat produk tabungan maupun talangan haji dan umroh. Di samping berperan sebagai pengelola produk tabungan haji juga akan meningkatkan perannya sebagai pengelola SISKOHAT yang bekerja sama dengan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) dan pihak ketiga lainnya seperti pengusaha travel umroh dan perusahaan yang mengkhususkan diri pada wisata rohani Islam. Pengelolaan dana seperti Infak, Zakat dan Sedekah dapat memberi manfaat ganda kepada bank syariah, selain pengendapan dana yang relatif besar dengan potensi pasar yang besar dan penambahan jumlah nasabah/rekening, pengelolaan ini juga akan memberikan fee base income. Fee based income merupakan salah satu sumber pendapatan bank yang cukup potensial dan tidak perlu dibagihasilkan kepada deposan. Pengembangan produk dan jasa yang bertumpu pada fee based income akan memberi keuntungan bagi bank syariah di antaranya mempercepat akselarasi pertumbuhan pendapatan, sumber dana murah dalam jangka panjang. Upaya memperoleh fee based income ini dapat dilakukan dengan mengoptimalkan jaringan dan kemampuan teknologi informasi yang dimiliki. Salah satu pemanfaatan teknologi yang akan dilakukan oleh bank syariah adalah pemanfaatan teknologi e-banking dalam pengembangan cash management yang dapat dipergunakan secara real time on line nasabah perusahaan maupun perorangan. Bank Syariah bisa juga mengembangkan produk dan jasa lain seperti Bill Payment, layanan Over booking dan layanan payroll dan standing instruction. Bank syariah juga bisa mengembangkan produk bancassurance. Bancassurance merupakan produk investasi alternatif di mana bank syariah bekerja sama dengan pihak asuransi dalam menawarkan produknya yang dicover asuransi, misalnya tabungan pendidikan. Dengan membuka Ahmad Ifham Sholihin Page 163 Mengenal Bank Syariah tabungan itu akan mendapatkan fasilitas kesehatan dan pendidikan. Bank syariah juga bisa lebih memgembangkan produk seperti Sharf. Produk-produk tersebut selain akan menghasilkan fee based income, juga akan mendorong pertumbuhan dana yang cukup signifikan. 7. SDM Syariah Strategi pengembangan SDM yang dilakukan bank syariah harus mampu memastikan SDM yang ada memiliki kompetensi dan komitmen yang sesuai dengan fitur produk dan jasa yang ditawarkan, besarnya skala bisnis serta jaringan serta sistem teknologi informasi yang digunakan. Berdasarkan karakteristik operasional perbankan syariah serta prinsip-prinsip maupun nilai yang akan diikuti, ada beberapa karakteristik utama SDM Syariah, yaitu, Shiddiq, Amanah, Fathonah, dan Tabligh. Shiddiq yang menggambarkan kejujuran yang sangat dibutuhkan untuk membangun sinergi antara bank dengan nasabah dan mitra kerja. Kemudian Amanah yang menggambarkan integritas yang dibutuhkan untuk meyakinkan masyarakat bahwa dana-dananya dikelola secara benar. Fathonah menggambarkan kompetensi pekerja dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Kemudian Tabligh yang menggambarkan kemampuan komunikasi dan hubungan personal dan leadership. Masing-masing kompetensi tersebut berarti perlu diintegrasikan dan diakomodir dalam penyusunan jobdescription bank syariah agar memudahkan dalam penyusunan program-program pelatihan. Karakteristik lain dan lebih operasional bisa dijabarkan dan disesuaikan dengan nature bisnis perbankan yang harus dijalankan sesuai dengan syariah. Kriteria-kriteria tersebut tentu bisa diukur. Saat ini sudah ada alat ukur yang dikembangkan oleh salah satu konsultan keuangan syariah terkemuka. Ini merupakan sebuah alat ukur yang tidak bisa 100% Ahmad Ifham Sholihin Page 164 Mengenal Bank Syariah menjamin bisa persis sesuai dengan kenyataan, namun reliabel dan valid. Alat ukur ini mengukur tingkat syariah dan spiritualitas seseorang sesuai dengan teori tertentu. Teori tertentu tentang nilai-nilai syariah dan spiritual yang diturunkan dalam aspek-aspek dan dirinci dalam faktor-faktor tertentu menjadi item pernyataan. Setelah itu, item-item tersebut dikombinasikan menjadi sebuah alat ukur psikologi. Alat ukur ini dibuat mirip alat tes EPPS (dalam ilmu psikologi) dengan harapan semua aspek pengetahuan, penghayatan, dan pelaksanaan nilainilai spiritual dapat terungkatp. Tes ini berbentuk inventory dan konsistensi juga akan terlihat di sini sehingga sulit sekali bagi peserta tes untuk melakukan kecurangan, karena tiap item akan memiliki keterkaitan satu sama lain sesuai kombinasi yang ditentukan. Tes dengan inventory seperti itu tentu tidak cukup untuk menggambarkan SDM Syariah yang handal. Perlu juga dibuatkan pertanyaan essay, kemudian cerita pengalaman spiritual, dan ada interview khusus secara mendalam mengenai hal-hal yang berkaitan dengan nilainilai spiritual tersebut. Jadi dilakukan pengukuran dengan berbagai metode. Untuk mengukur pengetahuan terhadap nilai-nilai syariah dan spiritual, tentu ada pertanyaan tentang knowledge tersebut. Tak lupa juga dilakukan tes yang menyangkut teknis syariah seperti fikih muamalah, konsep operasional bank syariah, bahkan perlu juga tes membaca Al Quran. Namun, tentu hal ini tidak semata bisa menentukan tingkat spiritual seseorang. Seiring dengan tumbuh kembang bank syariah, dibutuhkan SDM bank syariah yang tidak sedikit. Muliaman Hadad, Deputi Gubernur BI, menyatakan bahwa saat ini industri perbankan syariah membutuhkan sekitar 40.000 pekerja. Potensi SDM Syariah sebenarnya lumayan bagus. Saat ini sudah ada lebih dari 100 perguruan tinggi yang membuka jurusan, program studi, dan kajian ekonomi Ahmad Ifham Sholihin Page 165 Mengenal Bank Syariah syariah. Bahkan, sudah ada beberapa SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) yang secara khusus membuka jurusan Syariah. Namun, SDM Syariah dimaksud belum memiliki pengalaman yang cukup menjadi praktisi bank syariah. Untuk itu, perlu kerja sama sinergis antara lembaga pendidikan dengan institusi perbankan syariah. Bank syariah diharapkan bisa memberi peluang dan kesempatan sebesar-besarnya bagi mahasiswa (misalnya) untuk magang, dan tentu untuk bisa bekerja di bank syariah. Akademisi juga bisa menunjang tumbuh kembang industri perbankan syariah ini dengan melakukan berbagai riset, workshop, dan berbagai masukan lain untuk keperluan industri bank syariah. Sementara itu, jumlah SDM Syariah yang berpengalaman, cukup terbatas. Sehingga ada SDM yang meloncat dari bank syariah yang satu ke bank syariah yang lain. Untuk mengantisipasi hal tersebut bisa dilakukan dengan meningkatkan loyalitas SDM terhadap bank syariah terkait, serta memberikan kompensasi dan benefit yang kompetitif untuk SDM Syariah yang unggul. Untuk menghasilkan pekerja yang unggul dan mampu menjalankan tugasnya dengan baik perlu Training and Development. Pengembangkan pola menajemen SDM ini harus dilaksanakan dengan terbuka, adil dan memberi kesempatan yang sama kepada seluruh pegawai untuk berkembang dan menunjukan potensi diri serta sebagai proses evaluasi dan pembinaan dari hasil kerja maka perlu diadakan semacam proses Penilaian Karya. Penilaian Karya ini menjadi hal penting dan dilakukan minimal dua kali dalam setahun dalam format baku dan dapat dilakukan secara online dari setiap unit kerja ke Divisi SDM. Penilaian Karya meliputi evaluasi hasil kerja, perilaku, kebutuhan pelatihan pegawai serta sebagai media komunikasi antar atasan dengan bawahan dalam Ahmad Ifham Sholihin Page 166 Mengenal Bank Syariah menetapkan uraian pekerjaan dan indikator keberhasilan pada proses kerja berikutnya. Penilaian Karya juga dilakukan dalam reward dan punishment, yang meliputi program penghargaan prestasi kerja, program penghargaan masa kerja, peraturan hukuman disiplin pekerja, dan penalty kompensasi atas pelanggaran disiplin. Sama seperti perusahaan yang lain, sistem penggajian/kompensasi yang sehat, baik dan adil yang dapat memenuhi di atas kebutuhan minimal pegawai menjadi suatu hal yang penting dalam memotivasi dan mempertahankan pegawai serta meningkatkan kinerja. Untuk dapat mengetahui tingkat kepuasan pegawai secara berkala, minimum dua kali dalam setahun bisa dilakukan Employee Satisfaction Survey atau Salary Survey. Hal ini dilakukan tentu untuk mewujudkan SDM Syariah yang handal karena merekalah ujung tombak pelaksana sistem perbankan syariah ini. Ke depan, kita semua berharap agar compensation and benefit (C & B) yang diperoleh SDM Syariah lebih bagus dibandingkan dengan SDM konvensional, karena SDM Syariah harus memiliki kualifikasi perbankan plus syariah. Ahmad Ifham Sholihin Page 167