engenal Bank Syariah

advertisement
Mengenal Bank Syariah
MENGENAL BANK SYARIAH
Oleh: Ahmad Ifham Sholihin
Ahmad Ifham Sholihin
Page 1
Mengenal Bank Syariah
DAFTAR ISI
BAB I OVERVIEW ................................................................................................ 3
BAB II KONSEP DASAR ..................................................................................... 20
BAB III PENGHIMPUNAN DANA ....................................................................... 54
BAB IV PENYALURAN DANA ........................................................................... 62
BAB V JASA, INSTRUMEN DAN SURAT BERHARGA .................................... 105
BAB VI MANAJEMEN OPERASIONAL ............................................................ 132
Ahmad Ifham Sholihin
Page 2
Mengenal Bank Syariah
BAB I OVERVIEW
1.
Definisi
Bank Syariah adalah bank yang kegiatannya
berdasarkan prinsip-prinsip syariah/hukum Islam, dan
dikenal juga dengan Bank Islam. Undang-Undang Nomor
21
Tahun
2008
tentang
Perbankan
Syariah
mendefinisikan bank syariah sebagai Bank yang
menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip
syariah dan menurut jenisnya terdiri atas bank umum
syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Secara umum, bank syariah merupakan lembaga
yang
melaksanakan
tiga
fungsi
utama,
yaitu
menerima/menghimpun dana, menyalurkan dana, dan
memberikan berbagai jasa-jasa perbankan syariah,
seperti mengirimkan uang dan berbagai produk yang
memudahkan nasabah dalam bermuamalah.
Bank Syariah di Indonesia saat ini terdiri dari 3
macam yaitu Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha
Syariah (UUS), dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS). Definisi masing-masing akan dibahas pada bagian
lain di buku ini.
2.
Sejarah
Dalam sejarah perekonomian umat Islam,
pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai
syariah telah menjadi bagian dari tradisi umat Islam
sejak zaman Rasulullah saw.
Menurut Adiwarman Azwar Karim, institusi bank
sebenarnya tidak dikenal dalam kosa kata fikih Islam,
karena memang institusi ini tidak dikenal oleh
masyarakat Islam, baik pada masa Rasulullah saw.,
Khulafaur Rasyidin, Dinasti Umayyah, maupun Dinasti
Abbasyiyyah.
Namun demikian, fungsi-fungsi perbankan, yaitu
menerima deposit, menyalurkan dana, dan melakukan
transfer dana telah lazim dilakukan, tentunya dengan
akad yang sesuai syariah.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 3
Mengenal Bank Syariah
Penggunaan cek juga telah dikenal luas sejalan
dengan meningkatnya perdagangan antara negeri Syam
dengan Yaman, yang paling tidak berlangsung dua kali
dalam setahun. Bahkan, pada masa pemerintahannya,
Khalifah Umar bin al-Khattab ra menggunakan cek untuk
membayar tunjangan kepada mereka yang berhak.
Perbankan mulai berkembang pesat ketika beredar
banyak jenis mata uang pada zaman Abbasyiyyah
sehingga perlu keahlian khusus untuk membedakan
antara satu mata uang dengan mata uang lainnya. Hal ini
diperlukan karena setiap mata uang mempunyai
kandungan logam mulia yang berlainan sehingga
mempunyai nilai yang berbeda pula.
Orang yang mempunyai keahlian khusus ini disebut
naqid, sarraf, dan jihbiz. Aktivitas ekonomi ini
merupakan cikal bakal dari apa yang kita kenal sekarang
sebagai praktik penukaran mata uang (money changer).
Istilah jihbiz itu sendiri mulai dikenal sejak zaman
Khalifah Muawiyyah (661-680 M) yang sebenarnya
dipinjam dari bahasa Persia: kahbad atau kihbud.
Kemajuan praktik perbankan pada zaman itu
ditandai dengan beredarnya saq (cek) dengan luas
sebagai media pembayaran. Bahkan, peranan bankir
telah meliputi tiga aspek, yakni menerima deposit,
menyalurkannya, dan mentransfer uang. Dalam hal yang
terakhir ini, uang dapat ditransfer dari satu negeri ke
negeri lainnya tanpa perlu memindahkan fisik uang
tersebut.
Para money changer yang telah mendirikan kantorkantor di banyak negeri telah memulai penggunaan cek
sebagai media transfer uang dan kegiatan pembayaran
lainnya. Dalam sejarah perbankan Islam, adalah Sayf alDawlah al-Hamdani yang tercatat sebagai orang pertama
yang menerbitkan cek untuk keperluan kliring antara
Baghdad (Irak) dan Aleppo (Spanyol).
Dalam perkembangan berikutnya, kegiatan yang
dilakukan oleh perorangan (jihbiz) kemudian dilakukan
oleh institusi yang saat ini dikenal sebagai bank. Ketika
Ahmad Ifham Sholihin
Page 4
Mengenal Bank Syariah
bangsa Eropa mulai menjalankan praktik perbankan,
persoalan mulai timbul karena transaksi yang dilakukan
menggunakan instrumen bunga yang dalam pandangan
fikih adalah riba, dan oleh karenanya haram.
Transaksi berbasis bunga ini semakin merebak
ketika Raja Henry VIII pada 1545 membolehkan bunga
(interest) meskipun tetap mengharamkan riba (usury)
dengan syarat bunganya tidak boleh berlipat ganda
(excessive).
Setelah wafat, Raja Henry VIII digantikan oleh Raja
Edward VI yang membatalkan kebolehan bunga uang. Hal
ini tidak berlangsung lama. Ketika wafat, ia digantikan
oleh Ratu Elizabeth I yang kembali memperbolehkan
praktik pembungaan uang.
Ketika mulai bangkit dari keterbelakangannya dan
mengalami renaissance, Bangsa Eropa melakukan
penjelajahan dan penjajahan ke seluruh penjuru dunia,
sehingga aktivitas perekonomian dunia didominasi oleh
bangsa-bangsa Eropa.
Pada saat yang sama, peradaban muslim
mengalami kemerosotan dan negara-negara muslim satu
per satu jatuh ke dalam cengkeraman penjajahan
bangsa-bangsa Eropa. Akibatnya, institusi-institusi
perekonomian umat Islam runtuh dan digantikan oleh
institusi ekonomi bangsa Eropa. Keadaan ini berlangsung
terus sampai zaman modern kini.
Oleh karena itu, institusi perbankan yang ada
sekarang di mayoritas negara-negara muslim merupakan
warisan dari bangsa Eropa, yang notabene berbasis
bunga.
Usaha modern pertama untuk mendirikan bank
tanpa bunga pertama kali dilakukan di Malaysia pada
pertengahan 1940-an, namun usaha ini tidak sukses.
Eksperimen lain dilakukan di Pakistan pada akhir 1950an, dengan didirikannya suatu lembaga perkreditan
tanpa bunga didirikan di pedesaan negara itu.
Namun demikian, eksperimen pendirian bank
syariah yang paling sukses dan inovatif pada masa
Ahmad Ifham Sholihin
Page 5
Mengenal Bank Syariah
modern ini dilakukan di Mesir pada 1963, dengan
berdirinya Mit Ghamr Local Saving Bank. Bank ini
mendapat sambutan yang cukup hangat di Mesir,
terutama dari kalangan petani dan masyarakat
pedesaan.
Namun sayang, karena terjadi kekacauan politik di
Mesir, Mit Ghamr mulai mengalami kemunduran,
sehingga operasionalnya diambil alih oleh National Bank
of Egypt dan bank sentral Mesir pada 1967.
Pengambilalihan ini menyebabkan prinsip nirbunga pada
Mit Ghamr mulai ditinggalkan, sehingga bank ini kembali
beroperasi berdasarkan bunga.
Pada 1971, akhirnya konsep nirbunga kembali
dibangkitkan pada masa rezim Sadat melalui pendirian
Nasser Social Bank. Tujuan bank ini adalah untuk
menjalankan kembali bisnis yang berdasarkan konsep
yang telah dipraktikkan oleh Mit Ghamr. Kesuksesan Mit
Ghamr ini memberi inspirasi bagi umat muslim di seluruh
dunia, sehingga timbullah kesadaran bahwa prinsipprinsip Islam ternyata masih dapat diaplikasikan dalam
bisnis modern.
Ketika OKI akhirnya terbentuk, serangkaian
konferensi internasional mulai dilangsungkan, dengan
salah satu agenda ekonomi mendirikan bank Islam.
Akhirnya terbentuklah Islamic Development Bank
(IDB) pada bulan Oktober 1975 yang beranggotakan 22
negara Islam pendiri. Bank ini menyediakan bantuan
finansial untuk pembangunan negara-negara anggotanya,
membantu mereka untuk mendirikan bank Islam di
negara mereka masing-masing, dan memainkan peranan
penting dalam penelitian ilmu ekonomi, perbankan dan
keuangan Islam.
Kini, bank yang berpusat di Jeddah-Arab Saudi itu
telah memiliki lebih dari 43 negara anggota. Pada
perkembangan selanjutnya pada era 1970-an, usahausaha untuk mendirikan bank Islam mulai menyebar ke
banyak negara.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 6
Mengenal Bank Syariah
Beberapa Negara seperti Pakistan, Iran dan Sudan,
bahkan mengubah seluruh sistem keuangan di negara itu
menjadi sistem nirbunga, sehingga semua lembaga
keuangan di Negara tersebut beroperasi tanpa
menggunakan bunga.
Di negara Islam lainnya seperti Malaysia dan
Indonesia, bank nirbunga beroperasi berdampingan
dengan bank-bank konvensional. Kini, perbankan syariah
telah mengalami perkembangan yang cukup pesat dan
menyebar ke banyak negara, bahkan ke negara-negara
Barat.
The Islamic Bank International of Denmark
tercatat sebagai bank syariah pertama yang beroperasi di
Eropa, yakni pada 1983 di Denmark. Kini, bank-bank
besar dari negara-negara Barat seperti Citibank, ANZ
Bank, Chase Manhattan Bank, Jardine Fleming, HSBC
telah pula membuka Islamic window agar dapat
memberikan jasa-jasa perbankan yang sesuai dengan
syariat Islam.
3.
Bank Syariah di Indonesia
Bank Syariah yang berdiri pertama kali di Indonesia
adalah Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991 dan
resmi beroperasi sejak 1992. Bank ini berbentuk Bank
Umum Syariah (BUS) karena didirikan dengan bentuk
Perseroan Terbatas tersendiri, tidak menginduk pada
bank lain. Selanjutnya disusul oleh bank syariah lain yang
berdiri dengan bentuk Unit Usaha Syariah (UUS), BUS,
maupun Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
Bank Umum Syariah
Bank Umum Syariah (BUS) adalah bank syariah
yang sudah berbentuk badan hukum tersendiri, atau
bank syariah yang sudah terpisah dari bank induknya
(bank konvensional), jika sebelumnya berbentuk UUS.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah mendefinisikan BUS sebagai bank yang
menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip
Ahmad Ifham Sholihin
Page 7
Mengenal Bank Syariah
syariah dan dalam kegiatannya memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran.
Ada beberapa cara pembentukan BUS: (1)
membentuk BUS dari awal, contoh: Bank Muamalat; (2)
melakukan konversi terhadap bank konvensional, contoh:
Bank Susila Bakti dikonversi menjadi Bank Syariah
Mandiri, Bank Tugu dikonversi menjadi Bank Syariah
Mega Indonesia; (3) melakukan spin off (pemisahan),
yaitu UUS dipisah dari bank induk menjadi BUS. Contoh
UUS BRI spin off menjadi Bank BRI Syariah, UUS Bank
Jabar Banten menjadi Bank Jabar Banten Syariah.
Sementara itu, spin off dapat ditempuh melalui
dua alternatif yaitu: (1) mendirikan bank syariah baru;
atau (2) mengakuisisi bank konvensional dan dikonversi
menjadi bank umum syariah. Langkah tersebut tentu
dibarengi dengan transfer asset dan liabilities dari UUS
sebelumnya.
BUS yang pertama kali berdiri adalah Bank
Muamalat pada 1991 dan beroperasi sejak 1992.
Kemudian disusul oleh Bank Syariah Mandiri yang
merupakan konversi dari Bank Susila Bakti. Semenjak
munculnya PBI yang mengatur kemudahan spin off
(pemisahan), muncullah berbagai BUS yang merupakan
pemisahan UUS dari bank induknya.
Data Statisik Perbankan Syariah BI bulan Maret
2010 menyebutkan bahwa saat ini ada 8 Bank Umum
Syariah, yaitu Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri,
Bank Syariah Mega Indonesia, Bank Syariah BRI, Bank
Syariah Bukopin, Panin Syariah, Bank Victoria Syariah,
dan BCA Syariah. Segera menyusul Bank Jabar Banten
Syariah serta beberapa bank lain yang akan membentuk
BUS.
Dari jumlah tersebut, BUS telah memiliki 934
jaringan. Jumlah ini akan terus bertambah seiring
dengan rencana sebuah BUS yang akan membuka hingga
lebih dari 100 cabang di tahun 2010 ini.
Adapun kegiatan usaha Bank Umum Syariah (BUS)
adalah meliputi: (1) menghimpun dana dalam bentuk
Ahmad Ifham Sholihin
Page 8
Mengenal Bank Syariah
simpanan berupa giro, tabungan, atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadiah
atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah; (2) menghimpun dana dalam bentuk Investasi
berupa deposito, tabungan, atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudarabah
atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah; (3) menyalurkan Pembiayaan bagi hasil
berdasarkan akad mudarabah, akad musyarakah, atau
akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah; (4) menyalurkan Pembiayaan berdasarkan akad
murabahah, akad salam, akad istisna, atau akad lain
yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; (5)
menyalurkan Pembiayaan berdasarkan akad qardh atau
akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah; (6) menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang
bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah
berdasarkan akad ijarah dan/atau sewa beli dalam
bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau akad lain yang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah; (7)
melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akad
hawalah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah; (8) melakukan usaha kartu debit
dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan prinsip syariah;
(9) membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri
surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar
transaksi nyata berdasarkan prinsip syariah, antara lain,
seperti
akad
ijarah,
musyarakah,
mudarabah,
murabahah, kafalah, atau hawalah; (10) membeli surat
berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan
oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia; (11)
menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga
dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau
antarpihak ketiga berdasarkan prinsip syariah; (12)
melakukan Penitipan untuk kepentingan pihak lain
berdasarkan suatu akad yang berdasarkan prinsip
syariah; (13) menyediakan tempat untuk menyimpan
barang dan surat berharga berdasarkan prinsip syariah;
Ahmad Ifham Sholihin
Page 9
Mengenal Bank Syariah
(14) memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri
maupun untuk kepentingan Nasabah berdasarkan prinsip
syariah; (15) melakukan fungsi sebagai Wali Amanat
berdasarkan akad wakalah; (16) memberikan fasilitas
letter of credit atau bank garansi berdasarkan prinsip
syariah; dan (17) melakukan kegiatan lain yang lazim
dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial
sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; (18) melakukan kegiatan dalam pasar modal
sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
pasar modal; (19) melakukan kegiatan penyertaan modal
sementara
untuk
mengatasi
akibat
kegagalan
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat
harus
menarik
kembali
penyertaannya;
(20)
menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang
berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan sarana
elektronik; (21) menerbitkan, menawarkan, dan
memperdagangkan surat berharga jangka pendek
berdasarkan prinsip syariah baik secara langsung maupun
tidak langsung melalui pasar uang; dan (22) menyediakan
produk atau melakukan kegiatan usaha bank umum
syariah lainnya yang berdasarkan prinsip syariah.
Sementara itu, Bank Umum Syariah (BUS) dilarang:
(a) melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan
prinsip syariah; (b) melakukan kegiatan jual beli saham
secara langsung di pasar modal; (c) melakukan
penyertaan modal, kecuali: (i) melakukan kegiatan
penyertaan modal pada bank umum syariah atau
lembaga keuangan yang melakukan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah; (ii) melakukan kegiatan
penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat
kegagalan Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,
dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya;
dan (d) melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali
sebagai agen pemasaran produk asuransi syariah.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 10
Mengenal Bank Syariah
Unit Usaha Syariah
Unit Usaha Syariah (UUS) adalah unit kerja dari
kantor pusat bank umum konvensional yang berfungsi
sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank
yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi
sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu
syariah dan/atau unit syariah.
UUS yang pertama kali berdiri adalah UUS Bank IFI
pada 1999, kemudian disusul UUS-UUS lain seperti UUS
BNI, UUS Bank Danamon, dan lain-lain.
Data Statisik Perbankan Syariah BI bulan Maret
2010 menyebutkan bahwa saat ini ada 25 Unit Usaha
Syariah dengan 299 jaringan. UUS tersebut adalah Bank
BNI Syariah, Bank Danamon Syariah, PermataBank
Syariah, BII Syariah, CIMB Syariah, HSBC Syariah, Bank
Jabar Banten Syariah (yang saat ini sudah spin off
menjadi BUS), Bank DKI Syariah, BPD DIY Syariah, Bank
Jateng Syariah, Bank Jatim Syariah, BPD Aceh Syariah,
Bank Sumut Syariah, Bank Nagari Syariah, Bank Riau
Syariah, Bank Sumsel Syariah, BPD Kalsel Syariah, BPD
Kalbar Syariah, BPD Kaltim Syariah, BPD Sulsel Syariah,
BPD NTB Syariah, Bank BTN Syariah, BTPN Syariah, OCBC
NISP Syariah, serta Bank Sinarmas Syariah.
Meskipun secara struktural masih menginduk pada
bank konvensionalnya, namun secara operasional
memiliki aturan dan kewenangan tersendiri yang
disesuaikan dengan nilai syariah.
Dasar hukum kegiatan Unit Usaha Syariah, antara
lain: (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah; (2) Peraturan Bank Indonesia
No.11/10/PBI/2008 tanggal 19 Maret 2009 tentang Unit
Usaha Syariah.
Kegiatan usaha Unit Usaha Syariah (UUS) meliputi:
(1) menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa
Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan
Ahmad Ifham Sholihin
Page 11
Mengenal Bank Syariah
dengan itu berdasarkan akad wadiah atau akad lain yang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah; (2)
menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa
Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudarabah
atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah; (3) menyalurkan Pembiayaan bagi hasil
berdasarkan akad mudarabah, akad musyarakah, atau
akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah; (4) menyalurkan Pembiayaan berdasarkan akad
murabahah, akad salam, akad istisna, atau akad lain
yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; (5)
menyalurkan Pembiayaan berdasarkan akad qardh atau
akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah; (6) menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang
bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah
berdasarkan akad ijarah dan/atau sewa beli dalam
bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau akad lain yang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah; (7)
melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akad
hawalah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah; (8) melakukan usaha kartu debit
dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan prinsip syariah;
(9) membeli dan menjual surat berharga pihak ketiga
yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan
prinsip syariah, antara lain, seperti akad ijarah,
musyarakah, mudarabah, murabahah, kafalah, atau
hawalah; (10) membeli surat berharga berdasarkan
prinsip syariah yang diterbitkan oleh pemerintah
dan/atau Bank Indonesia; (11) menerima pembayaran
dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga
berdasarkan prinsip syariah; (12) menyediakan tempat
untuk menyimpan barang dan surat berharga
berdasarkan prinsip syariah; (13) memindahkan uang,
baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan Nasabah berdasarkan prinsip syariah; (14)
memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi
Ahmad Ifham Sholihin
Page 12
Mengenal Bank Syariah
berdasarkan prinsip syariah; dan (15) melakukan
kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan
dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; (16) melakukan kegiatan
valuta asing berdasarkan prinsip syariah; (17) melakukan
kegiatan penyertaan modal pada Bank Umum Syariah
atau lembaga keuangan yang melakukan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah; (18) melakukan kegiatan
penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat
kegagalan Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,
dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya;
(19) bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana
pension berdasarkan prinsip syariah; (20) melakukan
kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah dan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal;
(21) menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang
berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan sarana
elektronik; (22) menerbitkan, menawarkan, dan
memperdagangkan surat berharga jangka pendek
berdasarkan prinsip syariah, baik secara langsung
maupun tidak langsung melalui pasar uang; (23)
menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat
berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah,
baik secara langsung maupun tidak langsung melalui
pasar modal; dan (24) menyediakan produk atau
melakukan kegiatan usaha melakukan kegiatan valuta
asing berdasarkan prinsip syariah.
Sementara itu, Unit Usaha Syariah (UUS) dilarang:
(a) melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan
prinsip syariah; (b) melakukan kegiatan jual beli saham
secara langsung di pasar modal; (c) melakukan
penyertaan modal, kecuali melakukan kegiatan
penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat
kegagalan Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,
dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya;
Ahmad Ifham Sholihin
Page 13
Mengenal Bank Syariah
dan (d) melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali
sebagai agen pemasaran produk asuransi syariah.
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Bank
Pembiayaan
Rakyat
Syariah
(BPRS)
sebelumnya disebut sebagai Bank Perkreditan Rakyat
Syariah (BPRS) adalah bank yang melakukan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.
Kegiatan usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS) meliputi: (a) menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk: (1) Simpanan berupa tabungan atau yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadiah atau
akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah; dan (2) Investasi berupa deposito atau tabungan
atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu
berdasarkan akad mudarabah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah; (b) Menyalurkan
dana kepada masyarakat dalam bentuk: (1) Pembiayaan
bagi hasil berdasarkan akad mudarabah atau
musyarakah; (2)
Pembiayaan berdasarkan akad
murabahah, salam, atau istisna; (3) Pembiayaan
berdasarkan akad qardh; (4) Pembiayaan penyewaan
barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah
berdasarkan Akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk
ijarah muntahiya bittamlik; dan (5) Pengambilalihan
utang berdasarkan akad hawalah; (c) Menempatkan dana
pada bank syariah lain dalam bentuk titipan berdasarkan
akad wadiah atau Investasi berdasarkan akad mudarabah
dan/atau akad lain yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah; (d) Memindahkan uang, baik untuk
kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah
melalui rekening Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang
ada di bank umum syariah, bank umum konvensional,
dan UUS; dan (e) menyediakan produk atau melakukan
kegiatan usaha bank syariah lainnya yang sesuai dengan
prinsip syariah berdasarkan persetujuan Bank Indonesia.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 14
Mengenal Bank Syariah
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dilarang:
(a) melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan
prinsip syariah; (b) menerima simpanan berupa giro dan
ikut serta dalam lalu lintas pembayaran; (c) melakukan
kegiatan usaha dalam valuta asing, kecuali penukaran
uang asing dengan izin Bank Indonesia; (d) melakukan
kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen
pemasaran produk asuransi syariah; (e) melakukan
penyertaan modal, kecuali pada lembaga yang dibentuk
untuk
menanggulangi
kesulitan
likuiditas
Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah; dan (f) melakukan usaha
lain di luar kegiatan usaha BPRS.
Data Statisik Perbankan Syariah BI bulan Maret
2010 menyebutkan bahwa saat ini tercatat ada 143 Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah dengan 266 jaringan.
Office Channeling
Office Channeling (OC) dan bisa disebut juga
dengan Unit Pelayanan Syariah (UPS) merupakan kantor
Bank setingkat Kantor Cabang Pembantu yang kegiatan
usahanya membantu Kantor Cabang induknya. Jenis
layanan adalah penghimpunan dan penyaluran dana.
Layanan syariah melalui office channeling ini
tertuang dalam peraturan Bank Indonesia No. PBI
8/3/2006. Pada Bab I pasal 1 ayat 20 dijelaskan bahwa
layanan syariah merupakan kegiatan penghimpunan dana
yang dilakukan oleh Kantor Cabang dan atau Kantor di
bawah Kantor Cabang untuk dan atas nama Kantor
Cabang Syariah pada Bank yang sama.
OC biasanya dimiliki oleh UUS, dan bertempat di
bank konvensional induknya. Namun, sebenarnya
memungkinkan juga dilakukan oleh BUS yang bekerja
sama dengan bank konvensional. Saat ini terdapat
hampir 2000 jaringan OC yang dimiliki oleh bank syariah
di Indonesia.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 15
Mengenal Bank Syariah
4.
DSN dan DPS
Salah satu pembeda antara Bank Syariah dan Bank
Konvensional adalah Bank Syariah memiliki Dewan
Pengawas Syariah (DPS) yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari keberadaan Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia (DSN – MUI).
Dewan Syariah Nasional
Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah dewan yang
dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia yang bertugas dan
memiliki kewenangan untuk menetapkan fatwa tentang
produk, jasa, dan kegiatan bank yang melakukan
Kegiatan usaha Berdasarkan prinsip syariah.
Dewan Syariah Nasional merupakan bagian dari
Majelis Ulama Indonesia. Dewan Syariah Nasional
membantu pihak terkait, seperti Departemen Keuangan,
Bank Indonesia, dan lain-lain dalam menyusun
peraturan/ketentuan untuk lembaga keuangan syariah.
Anggota Dewan Syariah Nasional terdiri atas para
ulama, praktisi dan para pakar dalam bidang yang terkait
dengan muamalah syariah. Anggota Dewan Syariah
Nasional ditunjuk dan diangkat oleh MUI untuk masa
bakti 4 (empat) tahun.
Adapun Tugas DSN adalah sebagai berikut: (i)
Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah
dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan sektor
keuangan pada khususnya, termasuk usaha bank,
asuransi dan reksadana; (ii) mengeluarkan fatwa atas
jenis-jenis kegiatan keuangan; (iii) mengeluarkan fatwa
atas produk dan jasa keuangan syariah. Badan Pelaksana
Harian DSN adalah badan yang sehari-hari melaksanakan
tugas Dewan Syariah Nasional; (iv) mengawasi penerapan
fatwa yang telah dikeluarkan.
Wewenang DSN adalah (a) Mengeluarkan fatwa
yang mengikat Dewan Pengawas Syariah dimasing-masing
lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan
hukum pihak terkait; (b) Mengeluarkan fatwa yang
menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang
Ahmad Ifham Sholihin
Page 16
Mengenal Bank Syariah
dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti
Departemen Keuangan dan Bank Indonesia; (c)
Memberikan
rekomendasi
dan/atau
mencabut
rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai
Dewan Pengawas Syariah pada suatu lembaga keuangan
syariah; (d) Mengundang para ahli untuk menjelaskan
suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan
ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter/lembaga
keuangan dalam maupun luar negeri; (e) Memberikan
peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk
menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah
dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional; (f)
Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk
mengambil
tindakan
apabila
peringatan
tidak
diindahkan.
Dewan Pengawas Syariah
Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah Dewan yang
keanggotaannya direkomendasikan oleh Dewan Syariah
Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan
ditempatkan pada Bank yang melakukan Kegiatan Usaha
Berdasarkan prinsip syariah, dengan tugas dan
kewenangan yang diatur oleh Dewan Syariah Nasional.
DPS melakukan pengawasan terhadap penerapan
prinsip syariah dalam lembaga keuangan syariah. Fungsi
DPS pada masing-masing lembaga keuangan syariah
adalah sebagai berikut: (i) melakukan pengawasan
secara periodik pada bank syariah yang berada di bawah
pengawasannya; (ii) berkewajiban mengajukan usul-usul
pengembangan bank syariah kepada pimpinan lembaga
yang bersangkutan dan kepada DSN; (iii) melaporkan
perkembangan produk dan operasional bank syariah yang
diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya 2 (dua) kali
dalam 1 (satu) tahun anggaran; (iv) merumuskan
permasalahan-permasalahan
yang
memerlukan
pembahasan DSN.
Syarat wajib anggota DPS: (a) integritas; (b)
kompetensi; dan (c) reputasi keuangan. Anggota Dewan
Ahmad Ifham Sholihin
Page 17
Mengenal Bank Syariah
Pengawas Syariah yang memenuhi persyaratan integritas,
antara lain adalah pihak-pihak yang: (a) memiliki akhlak
dan moral yang baik; (b) memiliki komitmen untuk
mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(c)
memiliki
komitmen
yang
tinggi
terhadap
pengembangan operasional Bank yang sehat; (d) tidak
termasuk dalam daftar tidak lulus sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Anggota Dewan Pengawas Syariah yang memenuhi
persayaratan kompetensi adalah pihak-pihak yang
memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang syariah
mu‟amalah dan pengetahuan di bidang perbankan dan
atau keuangan secara umum.
Anggota Dewan Pengawas Syariah yang memenuhi
persyaratan reputasi keuangan adalah pihak-pihak yang
(a) tidak termasuk dalam kredit/pembiayaan macet; (b)
tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi Direksi atau
Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu
perseroan dinyatakan pailit, dalam waktu 5 (lima) tahun
terakhir sebelum dicalonkan.
Tugas, wewenang dan tanggung jawab DPS antara
lain meliputi: (a) memastikan dan mengawasi kesesuaian
kegiatan operasional Bank terhadap fatwa yang
dikeluarkan oleh DSN; (b) menilai aspek syariah terhadap
pedoman operasional, dan produk yang dikeluarkan
Bank; (c) memberikan opini dari aspek syariah terhadap
pelaksanaan operasional Bank secara keseluruhan dalam
laporan publikasi Bank; (d) mengkaji produk dan jasa
baru yang belum ada fatwa untuk dimintakan fatwa
kepada DSN; (e) menyampaikan laporan hasil
pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap 6 (enam)
bulan kepada Direksi, Komisaris, Dewan Syariah Nasional
dan Bank Indonesia.
Ketua DPS adalah ketua Dewan Pengawas Syariah
di sebuah bank syariah. Penunjukan ketua DPS dapat
dilakukan oleh BUS, Bank Umum Konvensional (BUK) yang
memiliki UUS, Direktur UUS atau kesepakatan di antara
para anggota DPS. Anggota DPS adalah anggota Dewan
Ahmad Ifham Sholihin
Page 18
Mengenal Bank Syariah
Pengawas Syariah di sebuah bank syariah yang biasanya
terdiri dari 3 orang.
Persetujuan atas permohonan calon anggota DPS
diberikan berdasarkan pada antara lain: (a) penilaian
terhadap komitmen calon anggota DPS dalam
pengawasan kegiatan usaha UUS dan ketersediaan
waktu; dan (b) wawancara terhadap calon anggota DPS.
Pengangkatan DPS dapat dilakukan oleh Komisaris
BUS atau BUK sepanjang telah diberikan kewenangan
oleh rapat umum pemegang saham. Persetujuan Bank
Indonesia terhadap anggota DPS berlaku setelah
mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham
atau Komisaris BUS atau BUK sepanjang telah diberikan
kewenangan oleh rapat umum pemegang saham.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 19
Mengenal Bank Syariah
BAB II KONSEP DASAR
1.
Kaidah Fikih
Selain Al Quran, Hadis, Ijma’ dan Qiyas, berikut ini
ada berbagai kaidah fikih yang digunakan sebagai dasar
dalam pelaksanaan transaksi di lembaga keuangan
syariah pada umumnya dan di bank syariah khususnya.
“Al Ashlu Fil Mua’malati Al Ibahah Hatta Yadullu
Ad Daliilu Ala Tahrimiha, artinya; hukum asal dalam
urusan muamalah adalah boleh, kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.”
“Kesulitan dapat menarik kemudahan.”
“Keperluan dapat menduduki posisi darurat.”
“Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat kebiasaan
sama dengan sesuatu yang berlaku berdasarkan syara‟
(selama tidak bertentangan dengan syariat).”
“Menghindarkan kerusakan (kerugian) harus
didahulukan
(diprioritaskan)
atas
mendatangkan
kemaslahatan.”
“Maa laa yudraqu kulluh la yudroqu kulluh,
artinya: kalau tidak bisa melakukan seluruhnya, jangan
tinggalkan seluruhnya.”
“Konsep Fikih Muamalah adalah untuk Mewujudkan
Kemaslahatan”
“Menetapkan Harga yang Kompetitif.”
“Meninggalkan Intervensi yang Dilarang.”
“Menghindari Eksploitasi.”
“Memberikan Kelenturan dan Toleransi.”
“Jujur dan Amanah”
“Prinsip dasar dalam bidang ibadah adalah
menunggu dalil dan mengikutinya.”
“Berubah dan berbedanya fatwa itu sesuai dengan
perubahan tempat, zaman, kondisi sosial, niat, dan adat
kebiasaan.”
“Bahwa sesungguhnya fondasi bangunan dari
syari‟at itu didirikan atas hikmah-hikmah dan
kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat.”
Ahmad Ifham Sholihin
Page 20
Mengenal Bank Syariah
“Setiap tindakan hukum yang tidak mencapai
sasaran yang dituju, maka tindakan hukum itu
membatalkan.”
“Di mana terdapat kemaslahatan, di sana terdapat
hukum Allah."
“Bahaya (beban berat) harus dihilangkan.”
“Segala mudharat harus dihindarkan sedapat
mungkin.”
“Setiap utang piutang yang mendatangkan manfaat
(bagi yang berpiutang, muqridh) adalah riba.”
2.
Karakteristik Transaksi
Transaksi syariah berazaskan pada prinsip: (1)
persaudaraan (ukhuwah), (2) keadilan („adalah), (3)
kemaslahatan (maslahah), (4) keseimbangan (tawazun),
dan (5) universalisme (syumuliyah).
Prinsip
persaudaraan
(ukhuwah)
esensinya
merupakan nilai universal yang menata interaksi sosial
dan harmonisasi kepentingan para pihak untuk
kemanfaatan secara umum dengan semangat saling
tolong-menolong. Transaksi syariah menjunjung tinggi
nilai kebersamaan dalam memperoleh manfaat (sharing
economics) sehingga seseorang tidak boleh mendapat
keuntungan di atas kerugian orang lain. Ukhuwah dalam
transaksi syariah berdasarkan prinsip saling mengenal
(ta’aruf), saling memahami (tafahum), saling menolong
(ta’awun), saling menjamin (takaful), saling bersinergi
dan beraliansi (tahaluf).
Prinsip keadilan („adalah) esensinya menempatkan
sesuatu hanya pada tempatnya dan memberikan sesuatu
hanya pada yang berhak serta memperlakukan sesuatu
sesuai posisinya. Implementasi keadilan dalam kegiatan
usaha berupa aturan prinsip muamalah yang melarang
adanya unsur: (a) riba (unsur bunga dalam segala bentuk
dan jenisnya, baik riba nasiah maupun fadhl), (b)
kezaliman (unsur yang merugikan diri sendiri, orang lain,
maupun lingkungan), (c) maysir (unsur judi dan sikap
spekulatif), (d) gharar (unsur ketidakjelasan), dan (e)
Ahmad Ifham Sholihin
Page 21
Mengenal Bank Syariah
haram (unsur haram baik dalam barang maupun jasa
serta aktivitas operasional yang terkait).
Esensi riba adalah setiap tambahan pada pokok
piutang yang dipersyaratkan dalam transaksi pinjammeminjam serta derivasinya dan transaksi tidak tunai
lainnya, dan setiap tambahan yang dipersyaratkan dalam
transaksi
pertukaran
antarbarang-barang
ribawi
termasuk pertukaran uang (money exchange) yang
sejenis secara tunai maupun tangguh dan yang tidak
sejenis secara tidak tunai.
Esensi kezaliman (dzulm) adalah menempatkan
sesuatu tidak pada tempatnya, memberikan sesuatu
tidak sesuai ukuran, kualitas dan temponya, mengambil
sesuatu yang bukan haknya dan memperlakukan sesuatu
tidak sesuai posisinya. Kezaliman dapat menimbulkan
kemudaratan bagi masyarakat secara keseluruhan, bukan
hanya sebagian; atau membawa kemudaratan bagi salah
satu pihak atau pihak-pihak yang melakukan transaksi.
Esensi maysir adalah setiap transaksi yang bersifat
spekulatif dan tidak berkaitan dengan produktivitas serta
bersifat perjudian (gambling).
Esensi gharar adalah setiap transaksi yang
berpotensi merugikan salah satu pihak karena
mengandung unsur ketidakjelasan, manipulasi dan
eksploitasi informasi serta tidak adanya kepastian
pelaksanaan akad.
Sementara esensi haram adalah segala unsur yang
dilarang secara tegas dalam Alquran dan As-sunnah.
Haram ini dibagi menjadi dua, yakni (a) haram li-dzatih;
(b) haram li-ghairih/’aridhi. Haram li-dzatih adalah
perbuatan yang diharamkan karena bahayanya terdapat
dalam zat perbuatan itu sendiri, contohnya minum
khamr, makan bangkai, darah, dan lain-lain. Sedangkan
Haram li-ghairih adalah perbuatan yang diharamkan
selain karena zat-nya. Haram merupakan tindakan yang
tidak dibenarkan untuk dilakukan menurut syariah
Prinsip kemaslahatan (mashlahah) esensinya
merupakan segala bentuk kebaikan dan manfaat yang
Ahmad Ifham Sholihin
Page 22
Mengenal Bank Syariah
berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual,
serta individual dan kolektif. Kemaslahatan yang diakui
harus memenuhi dua unsur yakni kepatuhan syariah
(halal) serta bermanfaat dan membawa kebaikan
(thayyib) dalam semua aspek secara keseluruhan yang
tidak menimbulkan kemudaratan.
Transaksi syariah yang dianggap bermaslahat harus
memenuhi secara keseluruhan unsur-unsur yang menjadi
tujuan ketetapan syariah (maqasid syariah) yaitu berupa
pemeliharaan terhadap: (a) akidah, keimanan dan
ketakwaan (dien), (b) intelek („aql), (c) keturunan
(nasl), (d) jiwa dan keselamatan (nafs), dan (e) harta
benda (mal). (4) Prinsip keseimbangan (tawazun)
esensinya meliputi keseimbangan aspek material dan
spiritual, aspek privat dan publik, sektor keuangan dan
sektor riil, bisnis dan sosial, dan keseimbangan aspek
pemanfaatan dan pelestarian.
Transaksi syariah tidak hanya menekankan pada
maksimalisasi keuntungan perusahaan semata untuk
kepentingan pemilik (shareholder). Sehingga manfaat
yang didapatkan tidak hanya difokuskan pada pemegang
saham, akan tetapi pada semua pihak yang dapat
merasakan manfaat adanya suatu kegiatan ekonomi.
Prinsip universalisme (syumuliyah) esensinya dapat
dilakukan oleh, dengan, dan untuk semua pihak yang
berkepentingan (stakeholder) tanpa membedakan suku,
agama, ras dan golongan, sesuai dengan semangat
kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin). Transaksi
syariah terikat dengan nilai-nilai etis meliputi aktivitas
sektor keuangan dan sektor riil yang dilakukan secara
koheren tanpa dikotomi sehingga keberadaan dan nilai
uang merupakan cerminan aktivitas investasi dan
perdagangan.
Implementasi transaksi yang sesuai dengan
paradigma dan azas transaksi syariah juga tidak
menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of
money) karena keuntungan yang didapat dalam kegiatan
usaha terkait dengan risiko yang melekat pada kegiatan
Ahmad Ifham Sholihin
Page 23
Mengenal Bank Syariah
usaha tersebut sesuai dengan prinsip al-ghunmu bil
ghurmi (no gain without accompanying risk).
Transaksi perbankan syariah juga dilakukan
berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta
untuk keuntungan semua pihak tanpa merugikan pihak
lain sehingga tidak diperkenankan menggunakan standar
ganda harga untuk satu akad serta tidak menggunakan
dua transaksi bersamaan yang berkaitan (ta’alluq) dalam
satu akad.
Syariah tidak membenarkan adanya distorsi harga
melalui rekayasa permintaan (najasy), maupun melalui
rekayasa penawaran (ihtikar) serta tidak mengandung
unsur kolusi dengan suap menyuap (risywah).
Transaksi syariah dapat berupa aktivitas bisnis
yang bersifat komersial maupun aktivitas sosial yang
bersifat nonkomersial. Transaksi syariah komersial
dilakukan antara lain berupa: investasi untuk
mendapatkan bagi hasil; jual beli barang untuk
mendapatkan laba; dan atau pemberian layanan jasa
untuk mendapatkan imbalan.
Transaksi syariah nonkomersial dilakukan antara
lain berupa: pemberian dana pinjaman atau talangan
(qardh); penghimpunan dan penyaluran dana sosial
seperti zakat, infak, sedekah, wakaf dan hibah.
Transaksi Dilarang
Menurut ketentuan di atas, ada beberapa transaksi
yang dilarang dalam muamalah, yaitu transaksi yang
mengandung unsur riba, gharar, maysir, ihtikar,
ta’alluq, risywah, bai’ najasy, dan lain-lain. Berikut ini
diulas satu per satu mengenai transaksi yang dilarang
tersebut.
Pertama adalah tentang riba. Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
mendefinisikan riba sebagai penambahan pendapatan
secara tidak sah (batil) antara lain dalam transaksi
pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas,
kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam
Ahmad Ifham Sholihin
Page 24
Mengenal Bank Syariah
transaksi pinjam-meminjam yang mempersyaratkan
Nasabah Penerima Fasilitas mengembalikan dana yang
diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya
waktu (nasi’ah).
Bunga bank konvensional adalah termasuk riba.
Hal yang mencolok dapat diketahui bahwa bunga bank
itu termasuk riba adalah ditetapkannya akad di awal.
Jadi, ketika kita sudah menabung dengan tingkat suku
bunga tertentu, kita akan mengetahui hasilnya dengan
pasti.
Berbeda dari prinsip bagi hasil yang hanya
memberikan nisbah bagi hasil bagi deposannya.
Dampaknya akan sangat panjang pada transaksi
selanjutnya.
Yaitu,
bila
akad
ditetapkan
di
awal/persentase yang didapatkan penabung sudah
diketahui, yang menjadi sasaran untuk menutupi jumlah
bunga tersebut adalah para pengusaha yang meminjam
modal dan apa pun yang terjadi, kerugian pasti akan
ditanggung oleh peminjam. Berbeda dari bagi hasil yang
hanya memberikan nisbah tertentu pada deposannya.
Maka yang dibagi adalah keuntungan dari yang didapat
kemudian dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati
oleh kedua belah pihak.
Bunga bank (yang termasuk riba), pun tidak dapat
dimanfaatkan dengan alasan darurat. Misalnya dengan
dalih bahwa di suatu tempat (kota, kabupaten, atau
provinsi) belum ada bank syariah, sementara yang ada
hanya bank konvensional yang memberi atau mengambil
riba. Memanfaatkan riba adalah haram, baik di suatu
tempat yang sudah ada bank syariahnya maupun yang
belum ada bank syariahnya.
Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi
dua. Yaitu riba utang-piutang dan riba jual beli. Riba
utang-piutang terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba
jahiliyyah. Sedangkan riba jual beli terbagi atas riba
fadhl dan riba nasi’ah.
Riba qardh adalah suatu manfaat atau tingkat
kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang
Ahmad Ifham Sholihin
Page 25
Mengenal Bank Syariah
berutang (muqtaridh). Riba Jahiliyyah adalah utang
dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak
mampu membayar utangnya pada waktu yang
ditetapkan.
Riba Fadhl adalah pertukaran antarbarang sejenis
dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan
barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis
barang ribawi.
Sedangkan Riba Nasi’ah adalah penangguhan
penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang
dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba
dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan,
perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat
ini dan yang diserahkan kemudian.
Transaksi berikutnya yang dilarang adalah
transaksi yang mengandung unsur gharar. Menurut
bahasa, gharar berarti ancaman/bahaya (risk or
uncertainty).
Menurut istilah, berikut ini ada beberapa definisi
ulama tentang gharar: (a) Imam Sarakhsi: tidak diketahui
hasilnya;
(b)
Imam
Qorafi:
tidak
diketahui
terjadi/hasil/tidak; (c) Imam Asnawi: dua kemungkinan
yang paling dominan yang paling ditakutkan; (d) Ibnu
Taimiyah: tidak diketahui akibatnya. (e) Ibnu Qoyyim:
yang tidak dapat diserah terimakan; (f) Musthofa Zarqa‟:
jual beli yang tidak jelas batasannya dan objeknya
karena risiko sehingga mirip judi.
Gharar juga diartikan sebagai transaksi yang
mengandung ketidakjelasan dan/atau tipuan dari salah
satu pihak; seperti bai’ ma’dum (jual beli sesuatu yang
belum ada barangnya).
Sementara itu, Undang-undang Nomor 21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah mendefinisikan gharar
sebagai transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak
dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak
dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali
diatur lain dalam syariah.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 26
Mengenal Bank Syariah
Bentuk-bentuk gharar antara lain: (a) tidak adanya
kepastian penjual untuk menyerahkan objek akad pada
waktu terjadi akad, baik objek akad itu sudah ada
maupun belum ada, (b) menjual sesuatu yang belum
berada di bawah penguasaan penjual, (c) tidak adanya
kepastian kriteria kualitas dan kuantitas barang/jasa, (d)
tidak adanya kepastian jumlah harga yang harus dibayar
dan alat pembayaran, (e) tidak adanya ketegasan jenis
dan objek akad, (f) kondisi objek akad tidak dapat
dijamin kesesuaiannya dengan yang ditentukan dalam
transaksi, (g) adanya unsur eksploitasi salah satu pihak
karena informasi yang kurang atau dimanipulasi dan
ketidaktahuan atau ketidakpahaman yang ditransaksikan.
Berikutnya adalah maysir. Secara sederhana, yang
dimaksud dengan maysir atau perjudian adalah suatu
permainan yang menempatkan salah satu pihak harus
menanggung beban pihak yang lain akibat permainan
tersebut.
Setiap permainan atau pertandingan, baik yang
berbentuk game of chance, game of skill ataupun
natural events, harus menghindari terjadinya zero sum
game, yakni kondisi yang menempatkan salah satu atau
beberapa pemain harus menanggung beban pemain yang
lain.
Dengan demikian, dalam sebuah pertandingan
sepakbola misalnya, dana partisipasi yang dimintakan
dari para peserta tidak boleh dialokasikan, baik sebagian
ataupun seluruhnya, untuk pembelian trophy atau bonus
para juara.
Untuk menghindari terjadinya maysir dalam
sebuah permainan misalnya, pembelian trophy atau
bonus untuk para juara jangan berasal dari dana
partisipasi para pemain, melainkan dari para sponsorship
yang tidak ikut bertanding. Dengan demikian, tidak ada
pihak yang merasa dirugikan atas kemenangan pihak
yang lain. Pemberian bonus atau trophy dengan cara
tersebut dalam istilah fikih disebut sebagai hadiah, dan
halal hukumnya.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 27
Mengenal Bank Syariah
Transaksi yang dilarang berikutnya adalah ihtikar.
Ihtikar disebut juga rekayasa pasar dalam supply.
Rekayasa pasar dalam supply terjadi bila seorang
produsen/penjual mengambil keuntungan di atas
keuntungan normal dengan cara mengurangi supply agar
harga produk yang dijualnya naik.
Ihtikar biasanya dilakukan dengan membuat entry
barrier, yakni menghambat produsen/penjual lain masuk
ke pasar, agar ia menjadi pemain tunggal di pasar
(monopoli). Karena itu, biasanya orang menyamakan
ihtikar dengan monopoli dan penimbunan, padahal tidak
selalu seorang monopolis melakukan ihtikar.
Demikian pula tidak setiap penimbunan adalah
ihtikar. BULOG juga melakukan penimbunan, tetapi
justru untuk menjaga stabilitas harga dan pasokan.
Demikian pula dengan negara apabila memonopoli sektor
industri yang penting dan menguasai hajat hidup orang
banyak, bukan dikategorikan sebagai ihtikar.
Ihtikar terjadi bila syarat-syarat di bawah ini
terpenuhi: (a) Mengupayakan adanya kelangkaan barang
baik dengan cara menimbun stock atau mengenakan
entry-barriers; (b) Menjual dengan harga yang lebih
tinggi
dibandingkan
harga
sebelum
munculnya
kelangkaan; (c) Mengambil keuntungan yang lebih tinggi
dibandingkan keuntungan sebelum dua komponen
tersebut dilakukan.
Selain itu ada bai’ najasy atau Rekayasa Pasar
dalam Demand. Rekayasa pasar dalam demand terjadi
bila seorang produsen/pembeli menciptakan permintaan
palsu, seolah-olah ada banyak permintaan terhadap
suatu produk sehingga harga jual produk itu akan naik.
Hal ini terjadi misalnya dalam bursa saham
(praktik goreng-menggoreng saham), bursa valas, dan
lain-lain. Cara yang ditempuh bisa bermacam-macam,
mulai dari menyebarkan isu, melakukan order
pembelian, sampai benar-benar melakukan pembelian
pancingan agar tercipta sentimen pasar untuk ramairamai membeli saham/mata uang tertentu.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 28
Mengenal Bank Syariah
Bila harga sudah naik sampai level yang diinginkan,
yang bersangkutan akan melakukan aksi ambil untung
dengan melepas kembali saham/mata uang yang sudah
dibeli, sehingga ia akan mendapatkan untung besar.
Rekayasa demand ini dalam istilah fikihnya disebut
dengan bai’ najasy.
Transaksi yang dilarang berikutnya adalah ta’alluq
yaitu ketergantungan akad dengan akad lainnya.
Kesahihan suatu akad tidak boleh ada ketergantungan
dengan akad yang lain.
Ta’alluq terjadi bila kita dihadapkan pada dua
akad yang saling dikaitkan, di mana berlakunya akad 1
tergantung pada akad 2. Contoh: misalkan A menjual
barang X seharga Rp120 juta secara cicilan kepada B,
dengan syarat bahwa B harus kembali menjual barang X
tersebut kepada A secara tunai seharga Rp100 juta.
Transaksi tersebut haram, karena ada persyaratan
bahwa A bersedia menjual barang X ke B asalkan B
kembali menjual barang tersebut kepada A. Dalam kasus
ini, disyaratkan bahwa akad 1 berlaku efektif bila akad 2
dilakukan. Penerapan syarat ini mencegah terpenuhinya
rukun. Dalam terminologi fikih, kasus di atas disebut bai’
al-‘Inah.
Transaksi dilarang berikutnya adalah risywah (suap
menyuap). Yang dimaksud dengan perbuatan risywah
adalah memberi sesuatu kepada pihak lain untuk
mendapatkan sesuatu yang bukan haknya.
Suatu perbuatan baru dapat dikatakan sebagai
tindakan risywah (suap-menyuap) jika dilakukan kedua
belah pihak secara sukarela. Jika hanya salah satu pihak
yang meminta suap dan pihak yang lain tidak rela atau
dalam keadaan terpaksa atau hanya untuk memperoleh
haknya, peristiwa tersebut bukan termasuk kategori
risywah, melainkan tindak pemerasan.
Para fukaha lebih jauh menyatakan bahwa
pemberi suap dan penerima suap sama-sama bisa diseret
ke pengadilan jika keduanya terbukti memiliki tujuan
dan keinginan yang sama. Ulama ahli fikih juga
Ahmad Ifham Sholihin
Page 29
Mengenal Bank Syariah
menegaskan bahwa hadiah-hadiah yang diberikan kepada
para pejabat adalah bentuk suap, uang haram, dan
penyalahgunaan wewenang.
Pelaku suap disebut ar-rasyi, sedang penerimanya
disebut al-murtasyi. Tindakan suap dalam bentuk uang,
fasilitas, atau bentuk lainnya yang melanggar hukum
sebagai upaya mendapatkan fasilitas atau kemudahan
dalam suatu transaksi.
3.
Wa’ad dan Akad
Wa’ad adalah janji (promise) yang disampaikan
salah satu pihak untuk melaksanakan transaksi. Wa’ad
merupakan keinginan yang dibahasakan seseorang untuk
bertanggung jawab akan sesuatu dalam rangka
memberikan keuntungan bagi pihak lain.
Sekalipun wa’ad hanya mengikat satu pihak dan
berkonsekuensi moral, akan tetapi, wa’ad ‘ala wa’ad
mengikat secara hukum sebagaimana kontrak jika janji
berhubungan dengan sesuatu sebagai alasan dan
disebutkan dalam perjanjian.
Misalnya: Wa’ad I: A berjanji akan menjual saham
PT XYZ seharga Rp500 per lembar sebanyak 1 juta saham
kepada B, pada 3 bulan yang akan datang. Wa’ad II: A
berjanji, bila ia tidak melaksanakan wa’ad pertama, A
akan membayar kompensasi finansial kepada B sebesar
Rp100 juta.
Dibandingkan
dengan
akad,
wa’ad
lebih
merupakan janji (promise) antara satu pihak kepada
pihak lainnya yang hanya mengikat satu pihak atau oneway. Pihak yang diberi janji tidak memikul kewajiban
apa pun kepada pihak pemberi janji.
Terms and condition pada wa’ad tidak welldefined. Pada wa’ad, belum ada kewajiban yang
ditunaikan oleh pihak mana pun. Bila janji tak terpenuhi,
sanksi yang diterima merupakan sanksi moral.
Sementara itu, akad adalah kesepakatan perkataan
atau keinginan positif dari salah seorang pihak (yang
terlibat) kontrak dan diterima oleh pihak lainnya yang
Ahmad Ifham Sholihin
Page 30
Mengenal Bank Syariah
berpengaruh
pada
subjek
kontrak
sehingga
(menjadikannya) permulaan berlakunya suatu perbuatan.
Akad dalam transaksi syariah adalah suatu
perikatan yang tidak mengandung gharar (penipuan),
maysir (perjudian), riba (bunga), zulmu (penganiayaan),
risywah (suap), barang haram, maksiat.
Dalam fikih, akad didefinisikan dengan irtibathu
ijabin bi qabulin ‘ala wajhin masyruin’ yatsbutu
atsaruhu fi mahallihi, yakni pertalian ijab (pernyataan
melakukan ikatan) dan kabul (pernyataan penerimaan
ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang
berpengaruh pada objek perikatan.
Akad bersifat mengikat kedua belah pihak yang
saling bersepakat, yakni masing-masing pihak terikat
untuk melaksanakan kewajiban mereka masing-masing
yang telah disepakati terlebih dahulu. Terms and
condition-nya sudah ditetapkan secara rinci dan spesifik
(sudah well-defined). Bila kewajiban tidak dapat
dipenuhi, sanksi yang diterima sesuai dengan
kesepakatan awal kontrak.
Akad
dilakukan
berdasarkan
asas:
a.
ikhtiyari/sukarela; setiap akad dilakukan atas kehendak
para pihak, terhindar dari keterpaksaan karena tekanan
salah satu pihak atau pihak lain. b. amanah/menepati
janji; setiap akad wajib dilaksanakan oleh para pihak
sesuai dengan kesepakan yang ditetapkan oleh yang
bersangkutan dan pada saat yang sama terhindar dari
cedera janji. c. ikhtiyati/kehati-hatian; setiap akad
dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan
dilaksanakan secara tepat dan cermat. d. luzum/tidak
berubah; setiap akad dilakukan dengan tujuan yang jelas
dan perhitungan yang cermat, sehingga terhindar dari
praktik spekulasi atau maysir. e. saling menguntungkan;
setiap akad dilakukan untuk memenuhi kepentingan para
pihak sehingga tercegah dari praktik manipulasi dan
merugikan salah satu pihak. f. taswiyah/kesetaraan;
para pihak dalam setiap akad memiliki kedudukan yang
setara, dan mempunyai hak dan kewajiban yang
Ahmad Ifham Sholihin
Page 31
Mengenal Bank Syariah
seimbang. g. transparansi; setiap akad dilakukan dengan
pertanggungjawaban para pihak secara terbuka. h.
kemampuan; setiap akad dilakukan sesuai dengan
kemampuan para pihak sehingga tidak menjadi beban
yang
berlebihan
bagi
yang
bersangkutan.
i.
taisir/kemudahan; setiap akad dilakukan dengan cara
saling memberi kemudahan kepada masing-masing pihak
untuk
dapat
melaksanakannya
sesuai
dengan
kesepakatan. j. itikad baik; akad dilakukan dalam rangka
menegakkan kemaslahatan, tidak mengandung unsur
jebakan dan perbuatan buruk lainnya. k. sebab yang
halal; tidak bertentangan dengan hukum, tidak dilarang
oleh hukum dan tidak haram.
Semua akad yang dibentuk secara sah berlaku
sebagai nash syariah bagi mereka yang mengadakan
akad. Suatu akad tidak hanya mengikat untuk hal yang
dinyatakan secara tegas di dalamnya, tetapi juga untuk
segala sesuatu menurut sifat akad yang diharuskan oleh
kepatutan, kebiasaan, dan nash-nash syariah.
Suatu akad hanya berlaku antara pihak-pihak yang
mengadakan akad. Suatu akad dapat dibatalkan oleh
pihak yang berpiutang jika pihak yang berutang terbukti
melakukan perbuatan yang merugikan pihak yang
berpiutang.
Berikut ini ada berbagai jenis akad dengan
definisinya.
Akad yang batal adalah akad yang kurang rukun
dan atau syaratsyaratnya.
Akad yang fasad (rusak) adalah akad yang
terpenuhi rukun dan syarat-syaratnya, tetapi terdapat
segi atau hal lain yang merusak akad tersebut karena
pertimbangan maslahat.
Akad yang sah adalah akad yang terpenuhi rukun
dan syarat-syaratnya. Sedangkan akad tidak sah apabila
bertentangan dengan: a. syariat Islam; b. peraturan
perundang-undangan; c. ketertiban umum; dan/atau d.
kesusilaan.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 32
Mengenal Bank Syariah
Akad „Ainiyah adalah akad yang disyaratkan
dengan penyerahan barang-barang seperti jual beli.
Akad Amanah adalah akad yang mengandung
prinsip bahwa yang bertanggung jawab atas kerusakan
benda adalah pemilik benda, bukan oleh yang memegang
benda, seperti titipan (ida’).
Akad Ashliyah adalah akad yang berdiri sendiri
tanpa memerlukan adanya sesuatu dari yang lain, seperti
jual beli dan i’arah.
Akad Berbasis Jual Beli adalah akad yang dalam
praktik perbankan syariah didasarkan pada praktik jual
bel. Akad ini dibedakan atas dasar (i) penyerahan barang
secara tunai dan pembayaran harga jual secara cicilan,
(ii) pembayaran secara spot/tunai ketika akad disepakati
dengan penyerahan barang secara ditunda, dan (iii)
pembayaran
secara
bertahap
atas
dasar
penyelesaian/pengiriman barang yang bertahap pula.
Akad Dhaman adalah akad yang menjadi tanggung
jawab pihak kedua sesudah benda-benda itu diterima
seperti qaradh.
Akad Fasid adalah akad yang tidak memenuhi
segala ketentuan rukun dan syarat menurut ketetapan
syar’i (cacat hukum).
Akad Fasihah adalah akad yang cacat atau cedera
karena kurang salah satu syaratnya, baik syarat umum
maupun syarat khusus seperti nikah tanpa wali.
Akad Fauri adalah akad yang dilakukan dengan
segera atau dalam merealisasikan akad tersebut tidak
memerlukan waktu yang lama. Contohnya jual beli,
setelah pihak penjual menyerahkan barang dan pembeli
membayar maka selesailah akad jual beli kedua belah
pihak.
Akad Ghairu ‘Ainiyah adalah akad yang tidak
disertai dengan penyerahan barang-barang karena tanpa
penyerahan barang-barang pun akad sudah berhasil,
seperti akad amanah. Akad ini tidak bersifat kebendaan
dan berhubungan dengan jasa (service).
Ahmad Ifham Sholihin
Page 33
Mengenal Bank Syariah
Akad Ghairu Musammah adalah akad yang
namanya diberikan oleh dan timbul dari masyarakat
menurut perkembangan dan kebutuhannya dengan
ketentuan tidak keluar dari nilai-nilai dan prinsip umum
dalam muamalah. Misalnya: Bai’ al Wafa’ dan Bai’
Istisna.
Akad Ida’ atau akad titipan adalah akad yang
dalam fikih muamalah merupakan jenis dari akad
ida’/wadiah.
Dalam
perbankan
syariah
dapat
dicontohkan dalam tabungan wadiah dan giro wadiah
Akad Istimrar adalah akad yang memiliki status
hukum yang terus berjalan (zamaniyah) seperti I‟arah.
Akad Isyarah adalah akad yang akan dilakukan oleh
pihak/badan hukum dengan cara memberi isyarat.
Misalnya akad jual beli yang dilakukan dengan/oleh
orang bisu.
Akad Ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam)
untuk memberikan imbalan tertentu (’iwadh/ju’l) atas
pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu
pekerjaan.
Akad Kitabah adalah akad yang dilakukan oleh
para pihak/badan hukum dengan mempergunakan media
tulis (surat). Dalam praktik kegiatan perdagangan
konvensional baik dalam skala mikro maupun makro
(perdagangan nasional maupun internasional) jenis akad
ini banyak dipraktikkan untuk kemudahan dalam proses
transaksi perdagangan antarnegara.
Akad Mabrur adalah akad yang mentransaksikan
barang-barang (komoditi) yang dibolehkan/dihalalkan
syara’.
Akad Majhul adalah akad yang mengandung unsur
penipuan
dan
spekulatif
(gharar)
yang
akan
mengakibatkan kerugian bagi salah satu pihak. Contoh,
akad jual beli dengan mencegat para kafilah (pedagang)
di tengah jalan yang membawa barang dagangan mereka
ke pasar.
Akad Maliyah adalah akad yang bersifat kebendaan
(berhubungan dengan harta benda).
Ahmad Ifham Sholihin
Page 34
Mengenal Bank Syariah
Akad Mamnu’ah adalah akad yang terlarang
menurut syara‟, seperti membeli ikan dalam kolam dan
membeli buah-buahan yang masih di pohon.
Akad Mauquf adalah akad yang bertalian dengan
persetujuan-persetujuan, seperti akad fudhuli.
Akad Mauqufah adalah akad bahasa berarti akad
yang ditangguhkan. Maksudnya adalah akad yang
dilakukan oleh seseorang/badan hukum yang dipandang
cakap hokum (orang yang dapat bertindak hukum tanpa
bantuan orang lain), namun ia tidak bisa melangsungkan
akad tersebut karena kekuasaannya terhadap objek akad
belum ada padanya.
Akad Mu’allaq adalah akad yang di dalam
pelaksanaannya terdapat syarat-syarat yang telah
ditentukan dalam akad, misalnya penentuan penyerahan
barang-barang
yang
diakadkan
setelah
adanya
pembayaran.
Akad Mu’awadhah adalah akad yang berlaku atas
dasar timbal balik seperti jual beli.
Akad
Mudhaf
adalah
akad
yang
dalam
pelaksanaannya
terdapat
syarat-syarat
mengenai
penanggulangan pelaksanaan akad, pernyataan yang
pelaksanaannya ditangguhkan hingga waktu yang
ditentukan. Perikatan ini sah dilakukan pada waktu
akad, tetapi belum mempunyai akibat hukum sebelum
tibanya waktu yang telah ditentukan.
Akad Munjiz adalah akad yang dilaksanakan
langsung pada waktu selesainya akad.
Akad Musamah adalah akad yang nama, dasar
(status) hukum, dan tata cara pelaksanaannya telah
ditetapkan secara jelas dan tegas oleh syara’. Seperti:
akad wakalah (perwakilan), ijarah (sewa), ji’alah
(sayembara), jual beli, wadiah (titipan), dan lain-lain.
Akad Mustamir adalah akad yang memerlukan
waktu untuk melangsungkan atau merealisasikannya.
Contoh: akad ijarah.
Akad Musyara’ah adalah akad yang dibenarkan
oleh syara‟ seperti gadai dan jual beli.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 35
Mengenal Bank Syariah
Akad Nafidzah adalah akad yang bebas atau
terlepas dari penghalang-penghalang akad. Sehingga
telah memenuhi rukun dan syarat serta tidak terdapat
halangan (mani’) dalam merealisasikan (proses) akad
tersebut.
Akad Ridaiyah adalah akad yang dilakukan oleh
para pihak/badan hukum atas dasar kerelaan atau suka
sama suka (taraadhin) tanpa adanya paksaan (ikrah) dari
pihak lain.
Akad Shahihah adalah akad yang mencukupi
persyaratannya, baik syarat yang khusus maupun syarat
yang umum.
Akad Syariah adalah suatu perikatan yang tidak
mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba
(bunga), zulmu (penganiayaan), risywah (suap), barang
haram, maksiat.
Akad Tabarru’ (Gratuitous Contract) adalah segala
macam perjanjian yang menyangkut not for profit
transaction (transaksi nirlaba).
Akad Tabarru’at adalah akad yang berlaku atas
dasar pemberian dan pertolongan, seperti hibah.
Akad Tauqiyan adalah akad yang dikaitkan
berlakunya dengan sesuatu yang lain.
Akad Thahi’iyah adalah akad yang membutuhkan
adanya yang lain, seperti adanya rahn, tidak dilakukan
bila tidak ada utang.
Akad
Tijarah/Mu’awadah
(Compensational
Contract) adalah segala macam perjanjian yang
menyangkut profit transaction. Akad-akad ini dilakukan
dengan tujuan mencari keuntungan, karena itu bersifat
komersial. Contoh akad tijarah adalah akad-akad
investasi, jual beli, sewa-menyewa, dan lain-lain.
Akad Trust adalah perjanjian tertulis yang
digunakan dalam pembiayaan kredit berdokumen yang
diberikan kepada pembeli atau importir; pembeli
berjanji untuk memegang barang yang diterima atas
nama bank yang menyediakan pembiayaan sekalipun
bank tetap menguasai kepemilikan barang tersebut;
Ahmad Ifham Sholihin
Page 36
Mengenal Bank Syariah
penerima fasilitas trust mengizinkan seorang importir
menjual barang tersebut sebelum dibayar kepada bank
penerbit L/C (trust receipt)
Akad yang Sah adalah akad yang telah memenuhi
rukun dan syarat-syaratnya.
Akad yang Sempurna untuk Dilaksanakan adalah
akad yang dilangsungkan dengan memenuhi rukun dan
syaratnya
dan
tidak
ada
penghalang
untuk
melaksanakannya.
Akad yang Tidak Sahih adalah akad yang terdapat
kekurangan pada rukun dan syarat-syaratnya, sehingga
seluruh akibat hukum akad itu tidak berlaku dan tidak
mengikat pihak-pihak yang berakad.
Berikut ini bisa kita cermati perbandingan wa’ad
dan akad dalam perjanjian pembiayaan menurut
perspektif hukum positif dan syariah: (1) Bentuk dari
Wa’ad adalah (a) Perjanjian Kredit/PK (line facility); (b)
MoU (dealer financing); (c) MoU joint financing; (d)
Perjanjian Pembiayaan IMBT; (e) Offering Letter. (2)
Bentuk dari akad adalah (a) Perjanjian Kredit/PK (simple
murabahah); (b) Surat Permohonan Realisasi Pembiayaan
(SPRP) atau Surat Persetujuan Pencairan Pembiayaan
(SP3); (c) Lampiran PK (menggunakan akad wakalah).
4.
Tabarru’ dan Tijarah
Dalam praktek transaksi perbankan syariah, akad
dibagi menjadi 2 yaitu tabarru’ dan tijarah. Akad
tabarru’ (kebajikan, derma, sedekah (charity),
merupakan jenis akad yang berorientasi pada
kepentingan social, yaitu emua bentuk akad yang
dilakukan dengan tujuan kebaikan dan tolong-menolong,
bukan untuk tujuan komersial. Termasuk dalam akad
tabarru’ adalah qardh al hasan, sedekah, qardh, hibah,
infak, dan wakaf.
Fungsi akad tabarru’ ini adalah akad-akad untuk
mencari keuntungan akhirat, karena itu bukan akad
bisnis. Jadi, akad ini tidak dapat digunakan untuk
tujuan-tujuan komersial. Bank syariah sebagai lembaga
Ahmad Ifham Sholihin
Page 37
Mengenal Bank Syariah
keuangan yang bertujuan mendapatkan laba tidak dapat
mengandalkan akad-akad tabarru’ untuk mendapatkan
laba.
Bila tujuan kita adalah mendapatkan laba,
gunakanlah akad-akad yang bersifat komersial, yakni
akad tijarah. Namun demikian, bukan berarti akad
tabarru’ sama sekali tidak dapat digunakan dalam
kegiatan komersial. Bahkan pada kenyataannya,
penggunaan akad tabarru’ sering sangat vital dalam
transaksi komersial karena akad tabarru’ ini dapat
digunakan untuk menjembatani atau memperlancar
akad-akad tijarah.
Dalam akad tabarru’, pihak yang berbuat kebaikan
tersebut tidak berhak mensyaratkan imbalan apa pun
kepada pihak lainnya. Imbalan dari akad tabarru’ dari
Allah Swt., bukan dari manusia.
Namun demikian, pihak yang berbuat kebaikan
tersebut boleh meminta kepada counter-part-nya untuk
sekadar menutupi biaya (cover the cost) yang
dikeluarkannya untuk dapat melakukan akad tabarru’
tersebut. Tapi, ia tidak boleh sedikit pun mengambil
laba dari akad tabarru’ itu.
Contoh akad-akad tabarru’ adalah qard, rahn,
hawalah, wakalah, kafalah, wadiah, hibah, wakaf
(wakaf), sedekah, hadiah, dan lain-lain. Pada dasarnya,
akad tabarru’ ini adalah memberikan sesuatu (giving
something) atau meminjamkan sesuatu (lending
something).
Bila akadnya adalah meminjamkan sesuatu, objek
pinjamannya dapat berupa uang (lending $) atau jasa
kita (lending yourself).
Dalam akad tabarru’, pinjaman uang bisa
diberikan tanpa mensyaratkan apa pun selain
mengembalikan pinjaman tersebut setelah jangka waktu
tertentu. Bentuk meminjamkan uang seperti ini disebut
dengan qardh.
Selanjutnya, jika dalam meminjamkan uang ini si
pemberi pinjaman mensyaratkan suatu jaminan dalam
Ahmad Ifham Sholihin
Page 38
Mengenal Bank Syariah
bentuk atau jumlah tertentu, bentuk pemberian
pinjaman seperti ini disebut dengan rahn.
Ada lagi suatu bentuk pemberian pinjaman uang,
dengan tujuan mengambil alih piutang dari pihak lain.
Bentuk pemberian pinjaman uang dengan maksud seperti
ini disebut hawalah. Jadi, ada tiga bentuk akad
meminjamkan uang, yakni qardh, rahn, dan hawalah.
Bila kita meminjamkan “diri kita” (yakni jasa
keahlian/keterampilan, dan sebagainya) saat ini untuk
melakukan sesuatu atas nama orang lain, maka hal ini
disebut wakalah. Karena kita melakukan sesuatu atas
nama orang yang kita bantu tersebut, sebenarnya kita
menjadi wakil orang itu. Itu sebabnya akad ini diberi
nama wakalah.
Selanjutnya, bila akad wakalah ini kita rinci
tugasnya, yakni bila kita menawarkan jasa kita untuk
menjadi wakil seseorang, dengan tugas menyediakan
jasa custody (penitipan, pemeliharaan), bentuk
peminjaman jasa seperti ini disebut akad wadiah.
Ada variasi lain dari akad wakalah, yakni
contingent wakalah (wakalah bersyarat). Dalam hal ini,
kita bersedia memberikan jasa kita untuk melakukan
sesuatu atas nama orang lain, jika terpenuhi kondisinya,
atau jika sesuatu terjadi. Misalkan, seorang dosen
menyatakan kepada asistennya demikian: “Anda adalah
asisten saya. Tugas Anda menggantikan saya mengajar
bila saya berhalangan”.
Dalam kasus ini, yang terjadi adalah wakalah
bersyarat. Asisten hanya bertugas mengajar (yakni
melakukan sesuatu atas nama dosen) bila dosen
berhalangan (yakni bila terpenuhi kondisinya, jika
sesuatu terjadi). Jadi, asisten ini tidak otomatis menjadi
wakil dosen.
Wakalah bersyarat ini dalam terminologi fikih
disebut sebagai akad kafalah. Dengan demikian, ada 3
(tiga) akad meminjamkan jasa, yakni wakalah, wadiah,
dan kafalah.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 39
Mengenal Bank Syariah
Selain itu, ada lagi kategori akad tabarru’ yaitu
memberikan sesuatu (giving something). Yang termasuk
ke dalam golongan ini adalah akad-akad sebagai berikut:
hibah, wakaf, sedekah, hadiah, dan lain-lain.
Dalam semua akad tersebut, si pelaku memberikan
sesuatu kepada orang lain. Bila penggunaannya untuk
kepentingan umum dan agama, akadnya dinamakan
wakaf. Objek wakaf ini tidak boleh diperjualbelikan
begitu dinyatakan sebagai aset wakaf. Sedangkan hibah
dan hadiah adalah pemberian sesuatu secara sukarela
kepada orang lain.
Begitu akad tabarru’ sudah disepakati, akad
tersebut tidak boleh diubah menjadi akad tijarah (yakni
akad komersial, yang akan segera kita bahas) kecuali ada
kesepakatan dari kedua belah pihak untuk mengikatkan
diri dalam akad tijarah tersebut.
Misalnya, bank setuju untuk menerima titipan
mobil dari nasabahnya (akad wadiah, dengan demikian,
bank melakukan akad tabarru’) bank tersebut dalam
perjalanan kontrak tersebut tidak boleh mengubah akad
tersebut menjadi akad tijarah dengan mengambil
keuntungan dari jasa wadiah tersebut.
Sebaliknya, jika akad tijarah sudah disepakati,
akad tersebut boleh diubah menjadi akad tabarru’ bila
pihak yang tertahan haknya dengan rela melepaskan
haknya, sehingga menggugurkan kewajiban pihak yang
belum menunaikan kewajibannya.
Sementara itu, akad tijarah diartikan sebagai akad
perdagangan, yaitu mempertukarkan barang dagangan
dengan mata uang menurut cara yang ditentukan.
Tijarah juga berarti mempertukarkan harta dengan harta
menurut cara yang telah ditentukan dan bermanfaat
serta dibolehkan oleh syariah.
Tijarah merupakan semua bentuk akad yang
ditujukan untuk tujuan komersial, yaitu akad yang
ditujukan untuk memperoleh keuntungan. Termasuk
dalam akad tijarah adalah (i) akad yang mengacu pada
konsep bagi hasil, di antaranya mudarabah dan
Ahmad Ifham Sholihin
Page 40
Mengenal Bank Syariah
musyarakah; (ii) akad yang mengacu pada konsep jual
beli, di antaranya bay’ bi tsaman ajil, murabahah,
salam, dan istisna; (iii) akad yang mengacu pada konsep
sewa, di antaranya ijarah dan ijarah muntahiyah bit
tamlik; (iv) akad yang mengacu pada konsep titipan, di
antaranya wadiah yad al amanah dan wadiah yad
dhamanah.
5.
NCC dan NUC
Akad/kontrak dalam transaksi tijarah, dibagi
menjadi 2 yaitu Natural Certainty Contract (NCC) dan
Natural Unertainty Contract (NUC). Natural Certainty
Contract (NCC) adalah kontrak yang dilakukan dengan
menentukan secara pasti nilai nominal dari keuntungan
di awal kontrak perjanjian. Contoh: prinsip jual beli dan
sewa.
Prinsip jual beli didasarkan pada transaksi riil
(pembelian barang atau jasa dilakukan oleh bank syariah
kemudian nasabah mengangsur kepada bank syariah).
Nasabah tidak akan secara langsung mendapatkan uang
tunai dari bank syariah. Produk pembiayaan yang
menggunakan prinsip jual beli adalah murabahah, salam,
dan istisna.
Dalam
NCC,
kedua
belah
pihak
saling
mempertukarkan aset yang dimilikinya, karena itu objek
pertukarannya (baik barang maupun jasa) pun harus
ditetapkan di awal akad dengan pasti, baik jumlahnya
(quantity), mutunya (quality), harganya (price), dan
waktu penyerahannya (time of delivery).
Jadi, kontrak-kontrak ini secara “sunnatullah” (by
their nature) menawarkan return yang tetap dan pasti.
Pada NCC, cash flow-nya bisa diprediksi dengan relatif
pasti, karena sudah disepakati oleh kedua belah pihak
yang bertransaksi di awal akad.
Kontrak-kontrak
ini
sifatnya
“fixed
and
predetermined”. Objek pertukarannya (baik barang
maupun jasa) pun harus ditetapkan di awal akad dengan
pasti, baik jumlahnya (quantity), mutunya (quality),
Ahmad Ifham Sholihin
Page 41
Mengenal Bank Syariah
harganya (price), dan waktu penyerahannya (time of
delivery).
Yang termasuk dalam kategori ini adalah kontrakkontrak jual beli, upah-mengupah, sewa-menyewa, dan
lain-lain. Dalam kontrak jenis ini, pihak-pihak yang
bertransaksi saling mempertukarkan asetnya (baik real
assets maupun financial assets). Jadi masing-masing
pihak tetap berdiri-sendiri (tidak saling bercampur
membentuk
usaha
baru),
sehingga
tidak
ada
pertanggungan risiko bersama.
Juga tidak ada percampuran aset si A dengan aset
si B. Yang ada misalnya adalah si A memberikan barang
ke B, kemudian sebagai gantinya B menyerahkan uang
kepada A. Di sini barang ditukarkan dengan uang,
sehingga terjadilah kontrak jual beli.
Kontrak-kontrak natural certainty ini dapat
diterangkan dengan sebuah teori umum yang diberi nama
teori pertukaran (the theory of exchange).
Sementara itu, Natural Uncertainty Contract
(NUC) adalah kontrak yang dilakukan tidak dengan
menyepakati nominal keuntungan yang akan diterima
melainkan menyepakati nisbah bagi hasil yang akan
diterima sehingga tidak ada kepastian nilai nominal yang
akan diterima karena tergantung pada keuntungan
usaha. Prinsip ini mengharuskan pemanfaatan dana pada
bank syariah menggunakan dana yang dimohon untuk
usaha produktif.
Dalam NUC, pihak-pihak yang bertransaksi saling
mencampurkan asetnya (baik real assets maupun
financial assets) menjadi satu kesatuan, dan kemudian
menanggung risiko bersama-sama untuk mendapatkan
keuntungan. Di sini, keuntungan dan kerugian ditanggung
bersama.
Pada NUC, tingkat return-nya bisa positif, negatif,
atau nol. Yang termasuk dalam kontrak ini adalah
kontrak-kontrak investasi. Kontrak-kontrak investasi ini
secara “sunnatullah” (by their nature) tidak
Ahmad Ifham Sholihin
Page 42
Mengenal Bank Syariah
menawarkan return yang tetap dan pasti. Jadi sifatnya
tidak “fixed and predetermined”.
Dalam kontrak jenis ini, pihak-pihak yang
bertransaksi saling mencampurkan asetnya (baik real
assets maupun financial assets) menjadi satu kesatuan,
dan kemudian menanggung risiko bersama-sama untuk
mendapatkan keuntungan. Di sini, keuntungan dan
kerugian ditanggung bersama.
Natural
Uncertainty
Contracts
ini
dapat
diterangkan pula dengan sebuah teori umum yang diberi
nama teori percampuran (the theory of venture).
6.
Percampuran dan Pertukaran
Interaksi transaksi dibagi menjadi 2 yaitu Teori
Percampuran dan Teori Pertukaran. Teori ini
mengungkap interaksi transaksi dalam perbankan syariah
terutama yang menggunakan prinsip Tijarah. Teori
Pertukaran terdiri atas dua pilar, yaitu (1) objek
pertukaran; dan (2) waktu pertukaran.
Fikih membedakan dua jenis objek pertukaran,
yaitu (1) ‘ayn (real asset) berupa barang dan jasa; (2)
dayn (financial asset) berupa uang dan surat berharga.
Fikih membedakan dua waktu pertukaran yaitu (1)
naqdan (Immediate delivery) yang berarti penyerahan
saat itu juga; (2) ghairu naqdan (deferred delivery) yang
berarti penyerahan kemudian.
Dari segi objek pertukaran, dapat diidentifikasi
tiga jenis pertukaran yaitu (1) Pertukaran real asset
(‘ayn) dengan real asset (‘ayn); (2) Pertukaran real asset
(‘ayn) dengan financial asset (dayn); (3) Pertukaran
financial asset (dayn) dengan financial asset (dayn).
Sementara itu, Teori Percampuran terdiri atas dua
pilar, yaitu: (1) objek percampuran; dan (2) waktu
percampuran. Fikih juga membedakan dua jenis objek
percampuran, yaitu: (a) ‘ayn (real asset) berupa barang
dan jasa; (b) dayn (financial asset) berupa uang dan
surat berharga.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 43
Mengenal Bank Syariah
Dari segi waktunya, fikih membedakan dua waktu
percampuran, yaitu (a) naqdan (immediate delivery)
yakni penyerahan saat itu juga. (b) ghairu naqdan
(deferred delivery) yakni penyerahan kemudian.
Dari
segi
objek
percampurannya
dapat
diidentifikasi tiga jenis percampuran, yaitu: (a)
Percampuran real asset (‘ayn) dengan real asset (‘ayn);
(b) percampuran real asset (‘ayn) dengan financial asset
(dayn); (c) percampuran financial asset (dayn) dengan
financial aset (dayn).
Dari segi waktunya, baik dalam teori percampuran
maupun pertukaran, dapat dibedakan menjadi dua:
immediate delivery (naqdan, penyerahan saat itu juga),
dan deferred delivery (muajjal, penyerahan kemudian).
Sedangkan dari segi objeknya, dalam kedua teori ini
dapat dibedakan menjadi dua pula: ‘ayn (real asset,
barang dan jasa) dan dayn (financial asset, uang dan
nonuang).
7.
Prinsip Operasional
Berikut ini adalah Alur dan Operasional Bank
Syariah; (1) Bank syariah menghimpun dan menyalurkan
dana; (2) Bank syariah memperoleh imbalan atas
penyaluran dana yang diberikan; (3) Bank syariah
membagikan imbalan kepada nasabah penghimpun dana
sesuai nisbah yang disepakati di awal perjanjian; (4)
Bagian dari nisbah bank dipergunakan oleh bank untuk
membiayai operasional bank dan sisanya menjadi laba
usaha bank; (5) Bank syariah juga menyelenggarakan
berbagai jasa keuangan dan memperoleh imbalan berupa
fee (fee based income).
Pengimpunan dana bank syariah dilakukan dengan
prinsip mudarabah dan wadiah. Sedangkan penyaluran
dana bank syariah dijalankan dengan menggunakan
prinsip murabahah, salam, istisna, ijarah, musyarakah,
mudarabah, qardh, serta pembiayaan untuk multijasa.
Sementara jasa yang dilakukan oleh bank syariah
menggunakan prinsip wakalah, hawalah, dan kafalah.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 44
Mengenal Bank Syariah
Bank syariah juga memiliki berbagai instrumen untuk
memperoleh fee based income, seperti Safe Deposit Box,
Letter of credit, Sharf, Syariah Card Card, Syariah Card,
Pasar Uang Antar Bank Syariah, serta berbagai Sertifikat
Berharga.
Berbagai prinsip ini akan dijelaskan lebih rinci
pada bab selanjutnya di buku ini.
8.
Bagi Hasil
Bagi Hasil didefinisikan sebagai suatu sistem yang
meliputi pembagian hasil usaha antara pemodal dan
pengelola dana pembagian hasil usaha. Misalnya, antara
bank syariah dengan penyimpan dana serta antara bank
syariah dengan nasabah penerima dana.
Akad yang digunakan bisa menggunakan akad
mudarabah dan akad musyarakah. Bagi hasil muncul
dalam bentuk return dari kontrak investasi, yakni yang
termasuk ke dalam Natural Uncertainty Contracts.
Pembagian hasil usaha di antara para pihak (mitra)
dalam suatu bentuk usaha kerja sama boleh didasarkan
pada prinsip Bagi Untung (Profit Sharing), yakni bagi
hasil yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi
biaya pengelolaan dana, dan boleh pula didasarkan pada
prinsip Bagi Hasil (Revenue Sharing), yakni bagi hasil
yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana.
Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
Pada profit sharing (bagi laba), perhitungan bagi
hasil yang mendasarkan pada laba, yaitu pendapatan
usaha dikurangi beban usaha. Misalnya, pendapatan
usaha Rp 1.000,00 dan beban usaha Rp 700,00 maka laba
yang akan dibagi adalah Rp 300,00 (Rp1.000,00Rp700,00).
Dalam hal ini semua pihak yang terlibat dalam
akad akan mendapat bagi hasil sesuai dengan laba yang
diperoleh bahkan tidak mendapatkan laba apabila
pengelola laba mengalami kerugian. Di sini, unsur
keadilan dalam berusaha betul-betul diterapkan,
Ahmad Ifham Sholihin
Page 45
Mengenal Bank Syariah
sehingga bila laba besar maka pemilik juga mendapatkan
bagian besar dan sebaliknya.
Sementara
pada
revenue
sharing
(bagi
pendapatan), perhitungan bagi hasil yang mendasarkan
pada pendapatan usaha tanpa dikurangi beban usaha.
Misalnya, pendapatan usaha Rp 1.000,00 dan beban
usaha Rp 700,00 maka dasar untuk menentukan bagi
hasil adalah pendapatan yang Rp 1.000,00 tanpa harus
dikurangi beban.
Sepanjang pengelola memperoleh revenue maka
pemilik dana
mendapat
bagi hasilnya (tanpa
memperhatikan beban usaha). Pengelola dana harus
menjalankan usaha dengan prinsip prudent atau usaha
penuh kehati-hatian sehigga resiko kerugian dapat
ditekan sekecil mungkin.
Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), saat ini,
pembagian hasil usaha sebaiknya digunakan prinsip Bagi
Hasil (Revenue Sharing). Hal ini sesuai dengan fatwa
Dewan Syariah Nasional MUI. Penetapan prinsip
pembagian hasil usaha yang dipilih tersebut harus
disepakati dalam akad.
Berbagi hasil dalam bank syariah menggunakan
istilah nisbah bagi hasil, yaitu proporsi bagi hasil antara
nasabah dan bank syariah. Misalnya, jika customer
service bank syariah menawarkan nisbah bagi hasil
Tabungan iB sebesar 65:35. Itu artinya nasabah bank
syariah akan memperoleh bagi hasil sebesar 65% dari
return investasi yang dihasilkan oleh bank syariah
melalui pengelolaan dana-dana masyarakat di sektor riil.
Sementara itu bank syariah akan mendapatkan porsi bagi
hasil sebesar 35%.
Untuk produk pendanaan/simpanan bank syariah,
misalnya Tabungan iB dan Deposito iB, penentuan nisbah
bagi hasil dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: jenis
produk simpanan, perkiraan pendapatan investasi dan
biaya operasional bank. Hanya produk simpanan iB
dengan skema investasi (mudarabah) yang mendapatkan
return bagi hasil. Sementara itu, untuk produk simpanan
Ahmad Ifham Sholihin
Page 46
Mengenal Bank Syariah
iB dengan skema titipan (wadiah), return yang diberikan
berupa bonus.
Pertama, hitung besarnya tingkat pendapatan
investasi yang dapat dibagikan kepada nasabah.
Ekspektasi pendapatan investasi ini dihitung oleh bank
syariah dengan melihat performa kegiatan ekonomi di
sektor-sektor yang menjadi tujuan investasi, misalnya di
sektor properti, perdagangan, pertanian, telekomunikasi
atau sektor transportasi.
Setiap sektor ekonomi memiliki karakteristik dan
performa yang berbeda-beda, sehingga akan memberikan
return investasi yang berbeda-beda juga. Sebagaimana
layaknya seorang investment manager, bank syariah
akan menggunakan berbagai indikator ekonomi dan
keuangan yang dapat mencerminkan kinerja dari sektoral
tersebut untuk menghitung ekspektasi /proyeksi return
investasi. Termasuk juga indikator historis (track record)
dari aktivitas investasi bank syariah yang telah
dilakukan, yang tercermin dari nilai rata-rata dari
seluruh jenis pembiayaan iB yang selama ini telah
diberikan ke sektor riil.
Dari hasil perhitungan tersebut, maka dapat
diperoleh besarnya pendapatan investasi dalam bentuk
equivalent rate- yang akan dibagikan kepada nasabah
misalnya sebesar 11%.
Selanjutnya
dihitung
besarnya
pendapatan
investasi yang merupakan bagian untuk bank syariah
sendiri, guna menutup biaya-biaya operasional sekaligus
memberikan pendapatan yang wajar. Besarnya biaya
operasional tergantung dari tingkat efisiensi bank
masing-masing.
Sementara itu, besarnya pendapatan yang wajar
antara lain mengacu kepada indikator-indikator
keuangan bank syariah yang bersangkutan seperti ROA
(Return On Assets) dan indikator lain yang relevan. Dari
perhitungan, diperoleh bahwa bank syariah memerlukan
pendapatan investasi -yang juga dihitung dalam
equivalent rate- misalnya sebesar 6 %.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 47
Mengenal Bank Syariah
Dari kedua angka tersebut, maka kemudian nisbah
bagi hasil dapat dihitung. Porsi bagi hasil untuk nasabah
adalah sebesar: [11% dibagi (11%+6%)] = 0.65 atau
sebesar 65%. Dan bagi hasil untuk bank syariah sebesar:
[6% dibagi (11%+6%)] = 0.35 atau sebesar 35%. Maka
nisbah bagi hasilnya kemudian dapat dituliskan sebagai
65:35.
Tentu saja dalam prakteknya nasabah iB tidak
perlu terlalu pusing dengan perhitungan “njlimet” bagi
hasil semacam ini. Masyarakat hanya tinggal menanyakan
berapa rate indikatif dari Tabungan iB atau Deposito iB
yang diminatinya.
Rate indikatif ini adalah nilai equivalent rate dari
pendapatan investasi yang akan dibagikan kepada
nasabah, yang dinyatakan dalam persentase misalnya
11% atau 8% atau 12%. Jadi masyarakat dengan cepat dan
mudah dapat menghitung berapa besar keuntungan yang
akan
diperolehnya
dalam
menabung
sekaligus
berinvestasi di bank syariah.
Sementara itu, prosedur perhitungan pendapatan
yang akan dibagikan adalah sebagai berikut: (1) hitung
saldo (out standing) rata-rata pembiayaan; (2) hitung
saldo (out standing) rata-rata penempatan pada bank
lain; (3) hitung saldo (out standing) rata-rata surat
berharga; (4) hitung saldo (out standing) rata-rata SWBI;
(5) hitung saldo (out standing) rata-rata aktiva produktif
lainnya; (6) hitung saldo (out standing) rata-rata dana
per produk: giro, tabungan, dan deposito; (7) cara
menghitung saldo rata-rata adalah jumlahkan saldo akhir
hari setiap harinya mulai dari tanggal 1 (satu) sampai
akhir bulan pada bulan berjalan termasuk saldo pada
hari libur dibagi dengan jumlah hari selama bulan
berjalan. Cara perhitungan ini berlaku untuk dana,
pembiayaan, penempatan pada bank lain, SWBI, aktiva
produktif lainnya. (8) Hitung jumlah pendapatan selama
satu bulan berjalan per aktiva produktif, yakni (i)
Pendapatan dari pembiayaan (ii) pendapatan dari
penempatan pada bank lain; (iii) pendapatan dari surat
Ahmad Ifham Sholihin
Page 48
Mengenal Bank Syariah
berharga; (iv) pendapatan dari SWBI; (v) pendapatan dari
aktiva produktif lainnya; (9) hitung pendapatan aktiva
produktif yang akan dibagikan kepada pemilik dana
(PAD).
Ada beberapa variasi distribusi bagi hasil.
Pertama, sentralisasi atau desentralisasi. Sentralisasi
yaitu bagi hasil dihitung di kantor pusat bank syariah
sehingga bagi hasil seluruh kantor bank syariah sama.
Desentralisasi yaitu bagi hasil dihitung oleh masingmasing cabang kantor bank syariah sehingga suatu bank
akan memberikan bagi hasil yang berbeda-beda di
masing-masing cabangnya.
Kedua, memakai bobot atau tidak memakai bobot.
Memakai bobot yaitu setiap kelompok dana seperti giro,
tabungan, deposito dikalikan dengan angka (bobot)
tertentu terlebih dahulu baru dimasukkan dalam
perhitungan bagi hasil. Kalau tidak memakai bobot tentu
sebaliknya, yaitu tidak menggunakan bobot pada
kelompok dana tersebut.
Ketiga, memasukkan unsur GWM dana pihak ketiga
yang akan dibagihasilkan dikeluarkan terlebih dahulu
sebesar GWM yang diwajibkan oleh Bank Indonesia, atau
tidak memasukkan unsur GWM tersebut. Keempat,
berdasarkan prioritas pendapatan tidak memakai
prioritas (pooling).
Bagi hasil yang belum dibagikan merupakan
kewajiban mudarib (bank) kepada shahibul mal atas
bagian keuntungan hasil usaha yang telah disisihkan dari
pengelolaan dana mudarabah.
Sementara itu, dalam sistem pencatatan dan
pelaporan (akuntansi) keuangan dikenal ada dua sistem,
yaitu Cash Basis dan Accrual Basis. Cash Basis adalah
prinsip akuntansi yang mengharuskan pengakuan biaya
dan pendapatan pada saat terjadinya. Sehingga
pencatatan pendapatan dan pengeluaran yang dilakukan
saat penerimaan atau pengeluaran tunai.
Accrual Basis adalah prinsip akuntansi yang
membolehkan pengakuan biaya dan pendapatan
Ahmad Ifham Sholihin
Page 49
Mengenal Bank Syariah
didistribusikan pada beberapa periode. Sehingga
mengakui seluruh pendapatan dan biaya pada tahun
buku tertentu meskipun realisasinya baru terjadi dalam
tahun buku selanjutnya.
Pada prinsipnya, bank syariah boleh menggunakan
sistem Accrual Basis maupun Cash Basis dalam
administrasi keuangan. Dilihat dari segi kemaslahatan
(al-ashlah), dalam pencatatan sebaiknya digunakan
sistem Accrual Basis; akan tetapi, dalam distribusi hasil
usaha hendaknya ditentukan atas dasar penerimaan yang
benar-benar terjadi (Cash Basis). Penetapan sistem yang
dipilih ini harus disepakati dalam akad.
9.
Pajak
Pajak merupakan isu sensitif bagi bank syariah. Hal
ini terjadi karena ada produk bank syariah yang memiliki
2 kali transaksi jual beli seperti murabahah, namun
industri syariah berharap kemudahan diberlakukan 1 kali
pembayaran pajak pada produk tersebut.
Akhirnya segenap industri syariah bisa bernafas
lega dengan munculnya ketentuan yang mengatur
pengenaan 1 kali pajak untuk produk syariah yang secara
prinsip terjadi 2 kali transaksi jual beli.
Ketentuan
tersebut
adalah
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 Tentang
Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa
Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah serta Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009
Tentang Pajak Penghasilan Kegiatan Usaha Berbasis
Syariah.
Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan pada Lembaga Keuangan Syariah
(bank syariah khususnya), diatur dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009
Tentang Pajak Penghasilan Kegiatan Usaha Berbasis
Syariah.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 50
Mengenal Bank Syariah
Peraturan
ini
mengatur
Perlakuan
Pajak
Penghasilan dari kegiatan Usaha Berbasis Syariah
meliputi: penghasilan, biaya, dan pemotongan pajak
atau pemungutan pajak. Biaya dari kegiatan Usaha
Berbasis Syariah termasuk: hak pihak ketiga atas bagi
hasil, margin, dan kerugian dari transaksi bagi hasil.
Hak pihak ketiga atas bagi hasil yang dibayarkan
merupakan biaya yang dapat dikurangkan. Bagi hasil ini
berbeda dengan dividen yang dibagikan, terkait dengan
status dana yang digunakan.
Dividen diberikan atas modal yang ditanamkan
pada usaha yang menunjukkan kepemilikan usaha.
Sedangkan bagi hasil dibayarkan atas dana pihak ketiga
yang digunakan untuk jangka waktu tertentu yang tidak
menunjukkan kepemilikan usaha.
Kerugian yang timbul dari transaksi bagi hasil
merupakan biaya yang dapat dikurangkan. Kerugian yang
timbul harus diteliti lebih lanjut, apabila kerugian
tersebut timbul akibat kelalaian atau kesalahan
pengelola dana, maka kerugian tersebut merupakan
tanggung jawab pengelola dana.
Sedangkan apabila setelah diteliti diketahui bahwa
kerugian tersebut timbul dan terjadi bukan karena
kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian
tersebut dibebankan kepada pemilik modal sesuai
dengan akad/perjanjian.
Pemotongan pajak atau pemungutan pajak dari
kegiatan Usaha Berbasis Syariah dilakukan juga
terhadap: hak pihak ketiga atas bagi hasil, bonus,
margin, dan hasil berbasis syariah lainnya yang sejenis.
Hak pihak ketiga atas bagi hasil, bonus, margin,
dan hasil berbasis syariah lainnya yang sejenis
merupakan penghasilan yang dibayarkan berkenaan
dengan penggunaan dana pihak ketiga yang tidak terkait
dengan kepemilikan usaha, contoh: pada produk
Deposito Mudarabah, Giro Wadiah, dan Pembiayaan
Murabahah.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 51
Mengenal Bank Syariah
Deposito
Mudarabah
menggunakan
akad
Mudarabah. Terhadap para deposan diberikan bagi hasil
atas pemanfaatan dana yang disimpan pada bank
syariah.
Giro pada bank syariah menggunakan akad wadiah
(titipan), karena dana yang disimpan dapat ditarik setiap
saat. Terhadap pemegang giro, bank syariah tidak
menjanjikan hasil yang diberikan, tetapi dapat
memberikan bonus yang tidak ditentukan besarnya.
Pembiayaan Murabahah menggunakan prinsip jual
beli sehingga memunculkan margin yang merupakan
selisih antara dana yang diberikan dengan total dana
yang harus dikembalikan oleh penerima dana. Karena
terkait dengan pembiayaan, bukan semata-mata
transaksi jual beli, maka terhadap margin tersebut
diperlakukan sebagai penghasilan yang merupakan objek
pemotongan Pajak Penghasilan.
Ketentuan mengenai penghasilan, biaya, dan
pemotongan pajak atau pemungutan pajak dari kegiatan
Usaha Berbasis Syariah tersebut berlaku mutatis
mutandis ketentuan dalam Undang-Undang Pajak
Penghasilan. Pemberlakuan secara mutatis mutandis ini
dimaksudkan bahwa ketentuan perpajakan yang berlaku
umum berlaku pula untuk kegiatan Usaha Berbasis
Syariah.
Contoh, perlakuan perpajakan mengenai bunga
berlaku pula untuk imbalan atas penggunaan dana pihak
ketiga yang tidak termasuk dalam kategori modal
perusahaan. Imbalan tersebut dapat berupa hak pihak
ketiga atas bagi hasil, margin, atau bonus, sesuai dengan
pendekatan transaksi syariah yang digunakan.
Pada ketentuan perpajakan secara umum, bunga
merupakan penghasilan bagi pihak penerima dan
merupakan pengurang penghasilan bagi pihak pembayar.
Berkenaan dengan kewajiban pemotongan Pajak
Penghasilan, pihak pembayar wajib memotong Pajak
Penghasilan atas bunga yang dibayarkan.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 52
Mengenal Bank Syariah
Pemotongan tersebut dapat dilakukan sesuai
dengan transaksi dan lembaga yang bertransaksi.
Perlakuan perpajakan tersebut juga berlaku terhadap
hak pihak ketiga atas bagi hasil, margin, atau bonus yang
timbul dari penggunaan dana pihak ketiga yang tidak
termasuk dalam kategori modal perusahaan, sesuai
dengan transaksi dan lembaga yang bertransaksi.
Pajak Pertambahan Nilai
Ketentuan Pajak Pertambahan Nilai produk bank
syariah dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 Tentang
Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa
Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
Dalam UU ini dinyatakan bahwa penyerahan
Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam
rangka
perjanjian
pembiayaan
yang
dilakukan
berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya
dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada
pihak yang membutuhkan Barang Kena Pajak.
Contoh, dalam transaksi murabahah, bank syariah
bertindak sebagai penyedia dana untuk membeli sebuah
kendaraan bermotor dari Pengusaha Kena Pajak A atas
pesanan Nasabah Bank Syariah (Tuan B). Meskipun
berdasarkan prinsip Syariah, Bank Syariah harus membeli
dahulu kendaraan bermotor tersebut dan kemudian
menjualnya kepada Tuan B, berdasarkan Undang-Undang
ini, penyerahan kendaraan bermotor tersebut dianggap
dilakukan langsung oleh Pengusaha Kena Pajak A kepada
Tuan B.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 53
Mengenal Bank Syariah
BAB III PENGHIMPUNAN DANA
Bank Syariah menghimpun dana dari masyarakat
baik individu maupun lembaga, perusahaan, organisasi,
atau bahkan dari bank lain dalam berbagai bentuk
produk, yaitu Giro, Tabungan, dan Deposito.
1. Giro
Giro Syariah adalah sarana penyimpanan dana yang
disediakan bagi nasabah dengan pengelolaan dana
berdasarkan prinsip Mudarabah atau dengan prinsip
Wadiah.
Giro Mudarabah
Giro dengan prinsip Mudarabah memosisikan
nasabah sebagai pemilik dana (shahibul maal) dan Bank
bertindak sebagai pengelola dana (mudarib). Kemudian
Bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak
bertentangan
dengan
Prinsip
Syariah
dan
mengembangkannya, termasuk di dalamnya melakukan
akad Mudarabah dengan pihak lain.
Pada Giro Mudarabah, modal harus dalam bentuk
tunai dan bukan piutang, serta dinyatakan jumlah
nominalnya. Nasabah wajib memelihara saldo Giro
minimum yang ditetapkan oleh Bank dan tidak dapat
ditarik oleh nasabah kecuali dalam rangka penutupan
rekening.
Pembagian keuntungan pada Giro Mudarabah harus
dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam
akad pembukaan rekening. Pemberian keuntungan untuk
nasabah didasarkan pada saldo terendah setiap akhir
bulan laporan.
Bank menutup biaya operasional Giro dengan
menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
Pada Giro Mudarabah ini, Bank tidak diperkenankan
mengurangi
nisbah
keuntungan
nasabah
tanpa
persetujuan yang bersangkutan.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 54
Mengenal Bank Syariah
Giro Wadiah
Di Indonesia, Giro syariah lazim dijalankan dengan
akad Wadiah. Wadiah yang digunakan adalah jenis yad
ad-dhamanah (trustee depository) yaitu titipan dengan
risiko ganti rugi.
Sebagai konsekuensi dari yad ad-dhamanah, semua
keuntungan yang dihasilkan dari dana titipan tersebut
milik Bank (demikian juga ia adalah penanggung seluruh
kemungkinan kerugian). Sebagai imbalan, si penyimpan
mendapat jaminan keamanan terhadap hartanya,
demikian juga fasilitas-fasilitas Giro lainnya.
Imbal hasil pada Giro Wadiah ini berupa bonus
yang tidak wajib diberikan dan tidak boleh diperjanjikan
di awal. Perhitungan/pemberian bonus ditentukan
sepihak oleh pihak Bank.
Fitur Giro di Bank Syariah memiliki kesamaan
dalam berbagai hal, seperti ketentuan mengenai saldo
minimum, setoran awal, setoran minimum, fasilitas
rekening koran, buku cek, penggunaan ATM, dan
memungkinkan juga digunakan untuk pembayaran zakat.
Transaksi yang dijalankan juga bisa berupa setoran
tunai maupun non tunai, penarikan tunai maupun non
tunai, auto save, auto debit, blokir dana, Standing
Instruction, dan berbagai fasilitas lain.
Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya
administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung
dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya
cek/bilyet Giro, biaya meterai, cetak laporan transaksi
dan saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening,
serta biaya administrasi rekening pasif.
Rekening Giro akan dikelompokkan dalam golongan
“rekening pasif” apabila selama kurun waktu tertentu
yang ditentukan oleh pihak Bank syariah, tidak terdapat
transaksi atas inisiatif nasabah. Kelompok rekening pasif
bisa dikembalikan ke dalam kelompok rekening aktif
melalui mekanisme yang diatur oleh pihak Bank syariah.
Giro Syariah ini bisa dimiliki oleh pemerintah
maupun swasta yang terdiri dari perorangan,
Ahmad Ifham Sholihin
Page 55
Mengenal Bank Syariah
perusahaan, perusahaan Asuransi, koperasi, Yayasan dan
Lembaga Sosial, dan lain-lain.
2. Tabungan
Tabungan adalah jenis simpanan pada Bank bagi
perorangan/badan yang penarikannya hanya dapat
dilakukan menurut syarat-syarat tertentu. Tabungan
Syariah adalah tabungan yang dijalankan menggunakan
prinsip-prinsip syariah. Ada 2 jenis akad yang melandasi
Tabungan syariah yaitu Mudarabah dan Wadiah.
Tabungan Mudarabah
Tabungan dengan prinsip Mudarabah adalah jenis
investasi pada Bank bagi perorangan yang penarikannya
hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu.
Tabungan Mudarabah merupakan investasi yang dapat
dipergunakan oleh Bank (mudarib) dengan imbalan bagi
hasil bagi pemilik dana (shahibul maal).
Tabungan Mudarabah ini biasanya menggunakan
akad Mudarabah Mutlaqah yang berarti pihak mudarib
(Bank) diberi kuasa penuh untuk menjalankan usahanya
tanpa batasan sepanjang memenuhi syarat-syarat Syariah
dan tidak terikat dengan waktu, tempat, jenis usaha dan
nasabah/pelanggannya.
Telah menjadi hukum Mudarabah bahwa modal
berasal dari pemilik modal (shahibul maal) dan usaha
dilakukan oleh pengelola (mudarib), sehingga Mudarabah
menjadi tidak sah jika shahibul maal turut dalam usaha
yang dibiayainya. Jumlah uang yang disetorkan sebagai
modal ditentukan pada saat akad/perjanjian dan
diserahkan kepada pengusaha (mudarib) sebaiknya
setelah Ijab Qabul.
Bank memberikan imbalan bagi hasil kepada
nasabah/investor sesuai dengan besarnya nisbah yang
telah disepakati. Besarnya Nisbah pembagian hasil
ditentukan pada saat akad (di awal). Dan tentu perlu
diingat bahwa yang disepakati adalah persentase dari
keuntungan atas Mudarabah yang dilakukan, bukan
Ahmad Ifham Sholihin
Page 56
Mengenal Bank Syariah
persentase dari jumlah tabungan sebagaimana yang
terjadi pada Bank Konvensional.
Tabungan Mudarabah ini menjadi tidak sah jika
keuntungan hanya diperoleh salah satu pihak saja atau
keuntungan yang diambil oleh salah satu pihak tidak
sesuai dengan kesepakatan yang terjadi pada saat ijab
kabul.
Tabungan dengan prinsip Mudarabah ini bisa diatur
dengan batasan jumlah nominal dan jangka waktu. Boleh
ada saldo minimal, setoran awal, dan berbagai
administrasi riil yang dibenarkan secara syariah.
Bagi Hasil yang dibagikan pada Tabungan
Mudarabah ini diberikan oleh Bank kepada penabung
berdasarkan perjanjian tersendiri dan memenuhi
ketentuan minimum saldo Mudarabah dan minimum
jangka waktu. Bagi hasil biasanya dibagikan pada setiap
akhir bulan melalui metode distribusi bagi hasil,
berdasarkan saldo Tabungan dengan prinsip Mudarabah
rata-rata harian bulan berjalan. Bagi hasil dikenakan
pajak sesuai ketentuan pemerintah.
Penerapan Mudarabah dengan profit/loss sharing,
jika terjadi kerugian, maka shahibul maal sepenuhnya
menanggung kerugian tersebut sedangkan mudarib tidak
mendapat apa-apa. Jika tidak terdapat keuntungan atau
kerugian, maka shahibul maal berhak atas seluruh modal
yang
disetorkan,
sedangkan
pengusaha
tidak
memperoleh apapun. Penerapan Mudarabah dengan
revenue sharing, jika terjadi kerugian, maka kerugian
ditanggung oleh pihak mudarib.
Sementara itu, syarat kedua belah pihak yang
menjalankan akad Tabungan Mudarabah adalah orang
yang berakal, bertanggung jawab, tidak dibatasi haknya
untuk membelanjakan uang/hartanya, yang dapat
disebabkan tanggungan hutang.
Tabungan Mudarabah ini dapat diikuti oleh
perorangan, yayasan, badan hukum, dan lembaga lainnya
yang namanya tercantum dalam Buku Tabungan, dengan
ketentuan terkait yang diatur oleh Bank.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 57
Mengenal Bank Syariah
Bank sebagai mudarib, boleh menutup biaya
operasional Tabungan dengan menggunakan nisbah
keuntungan yang menjadi haknya. Sementara itu, Bank
tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan
nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.
Tabungan Wadiah
Tabungan Wadiah merupakan titipan murni dari
satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan
hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja
penyimpan menghendakinya. Prinsip yang digunakan
dalam perbankan syariah adalah Wadiah Yad ad
Dhamanah. Wadiah Yad ad Dhamanah adalah titipan
dana nasabah pada Bank yang dapat dipergunakan oleh
Bank dengan seijin nasabah di mana Bank menjamin akan
mengembalikan titipan tersebut secara utuh (sebesar
pokok yang dititipkan).
Pada Tabungan Wadiah ini, Bank bertindak sebagai
penerima dana titipan dan nasabah bertindak sebagai
penitip dana. Nasabah menitipkan dananya pada Bank
dalam mata uang Rupiah atau Valuta asing, sesuai
dengan mata uang yang disediakan oleh Bank.
Nasabah harus memberikan persetujuan kepada
pihak Bank untuk mengelola keseluruhan atau sebagian
dananya dalam kegiatan operasional Bank dengan
menandatangani Aplikasi Pembukaan Rekening dan akad
Wadiah. Sementara itu, Bank menjamin pembayaran
keseluruhan atau sebagian dari jumlah dana tersebut
apabila dibutuhkan oleh nasabah.
Bank dapat memberikan bonus atau yang sejenis
pada nasabah sebagai tanda terima kasih atas
penggunaan dana tersebut oleh Bank, selama pemberian
bonus tersebut tidak dituangkan dalam perjanjian, tidak
disyaratkan atau tidak diinformasikan baik secara lisan
maupun
tulisan.
Bonus
diberikan
atas
dasar
kebijaksanaan Bank, yang diambil dari keuntungan porsi
Bank pada akhir bulan berjalan yang akan dibagikan
sebagai bonus Tabungan Wadiah.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 58
Mengenal Bank Syariah
Besarnya bonus yang diberikan kepada masingmasing nasabah adalah berdasarkan perbandingan antara
jumlah saldo rata-rata Tabungan Wadiah harian nasabah
bulan itu dengan total rata-rata saldo Tabungan Wadiah
sesuai catatan Bank dikalikan dengan angka rupiah total
bonus Tabungan Wadiah yang ditentukan manajemen
untuk setiap akhir bulannya. Bonus dikenakan pajak
sesuai ketentuan pemerintah.
Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya
administrasi berupa biaya-biaya yang terkait langsung
dengan biaya pengelolaan rekening antara lain biaya
meterai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening,
pembukaan dan penutupan rekening. Tabungan Wadiah
ini bisa diikuti oleh perorangan, yayasan, badan hukum,
dan lembaga lainnya yang namanya tercantum dalam
Buku Tabungan.
3. Deposito
Deposito adalah simpanan dana berjangka yang
ketentuan penarikannya hanya dapat dilakukan pada
waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah
penyimpan dengan Bank. Deposito yang diterapkan di
Bank syariah menggunakan prinsip Mudarabah, dan tidak
mengenal prinsip Wadiah.
Secara umum yang diperbolehkan membuka
rekening Deposito adalah perorangan atau Badan Hukum
dan Yayasan Sosial yang memiliki domisili tetap,
sehingga untuk itu disyaratkan harus dapat menunjukkan
identitas diri yang sah.
Sesuai dengan jangka waktu yang diperjanjikan,
Deposito dengan prinsip Mudarabah biasanya dibedakan
menjadi: Deposito Mudarabah 1 bulan, Deposito
Mudarabah 3 bulan, Deposito Mudarabah 6 bulan,
Deposito Mudarabah 12 bulan, dan Deposito Mudarabah
24 bulan.
Sedangkan jika dilihat dari perlakuan setelah saat
jatuh tempo, dapat dibedakan menjadi 2, yaitu (1)
Deposito Mudarabah dengan Automatic Roll Over (ARO),
Ahmad Ifham Sholihin
Page 59
Mengenal Bank Syariah
yakni bisa diperpanjang otomatis; dan (2) Deposito
Mudarabah dengan sistem Non Automatic Roll Over (NonARO), yakni tidak otomatis diperpanjang.
Pada Deposito Mudarabah ini, nasabah (shahibul
maal) menginvestasikan dananya di Bank (mudarib).
Bank menerima dana (maal) dari nasabah (shahibul
maal) berdasarkan prinsip Mudarabah, yaitu suatu
perjanjian kerja sama antara pihak yang mempunyai
modal (shahibul maal) dengan pihak Bank (Mudarib).
Pengelolaan dana oleh Bank dapat dilakukan sesuai
batasan-batasan yang ditetapkan oleh pemilik dana
(Mudarabah Muqayyadah) atau dilakukan dengan tanpa
batasan-batasan
dari
pemilik
dana
(Mudarabah
Mutlaqah). Dalam akad Mudarabah Muqayyadah harus
dinyatakan secara jelas syarat-syarat dan batasan
tertentu yang ditentukan oleh nasabah. Bank dan pihak
ketiga menyetujui pembagian keuntungan dari hasil
investasi dana berdasarkan nisbah yang telah disepakati.
Nisbah Deposito disesuaikan dengan nisbah yang
berlaku pada saat akad/perjanjian. Expected return dari
hasil nisbah Deposito nasabah diperhitungkan dengan
ketentuan maksimum suku bunga dalam program
penjaminan pemerintah, kecuali deposan yang bisa
menerima untuk tidak ikut program penjaminan.
Program penjaminan ini adalah kewenangan
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Nasabah perlu
memastikan bahwa Bank terkait sudah menjadi anggota
LPS, meskipun lazimnya sebuah Bank adalah anggota
LPS.
Bank tidak diperkenankan untuk mengurangi
nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah
yang bersangkutan. Nasabah harus menyadari hal ini, dan
pihak Bank juga tidak boleh semena-mena menzalimi
nasabah karena mungkin ketidaktahuan nasabah.
Special Nisbah bisa diberikan kepada nasabah,
sesuai dengan kriteria yang ditentukan oleh Bank. Untuk
Deposito dengan perpanjangan otomatis (ARO), maka
nisbah Deposito saat perpanjangan harus disesuaikan
Ahmad Ifham Sholihin
Page 60
Mengenal Bank Syariah
dengan nisbah yang berlaku dan dapat pula diberikan
special nisbah dengan persetujuan dari pejabat Bank
yang berwenang.
Bagi hasil dalam Deposito Mudarabah dikenakan
pajak. Pemotongan pajak atas bagi hasil dilakukan pada
saat dibayarkannya nisbah bagi hasil dan secara otomatis
dibukukan sesuai aturan perpajakan yang berlaku.
Nasabah dapat meminta bantuan Bank untuk
melakukan pemotongan zakat atas bagi hasil yang
didapatkan sesuai ketentuan zakat yang berlaku
(tertuang dalam aplikasi pembukaan), dan secara
otomatis dibukukan pada perkiraan Titipan ZIS oleh
sistem.
Deposito dengan prinsip Mudarabah tidak bisa
dicairkan sebelum jatuh tempo. Deposito yang
diperpanjang setelah jatuh tempo akan diperlakukan
sama seperti pembukaan Deposito baru, tetapi bila pada
perjanjian sudah dibuat persyaratan perpanjangan
otomatis (ARO), maka perjanjian baru tidak perlu
dibuatkan. Jika Deposito dengan prinsip Mudarabah yang
dicairkan sebelum jatuh tempo, maka nasabah dikenakan
ta’widh/ganti rugi dengan jumlah sesuai ketentuan yang
berlaku dan diakui sebagai pendapatan operasional
lainnya.
Deposito dengan prinsip Mudarabah bisa dijadikan
sebagai jaminan atas suatu pembiayaan. Jumlah
pembiayaan yang diberikan dengan jaminan sertifikat
Deposito, ditentukan oleh pihak Bank.
Bank sebagai Mudarib menutup biaya operasional
Deposito dengan menggunakan nisbah keuntungan yang
menjadi haknya. Bank tidak diperkenankan mengambil
hak nisbah nasabah untuk biaya operasional.
Pada prakteknya, Deposito syariah memiliki
berbagai ketentuan operasional sebagaimana Deposito
Bank pada umumnya. Seperti ketentuan mengenai
pembukaan rekening, setoran minimum, transaksi tunai
maupun non tunai, pencairan tunai maupun non tunai,
blokir Deposito, dan lain-lain.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 61
Mengenal Bank Syariah
BAB IV PENYALURAN DANA
1.
Murabahah
Murabahah merupakan akad jual beli antara Bank
selaku penyedia barang, dengan nasabah yang memesan
untuk membeli barang dan Bank memperoleh
keuntungan yang disepakati bersama. Berdasarkan akad
jual beli dimaksud, Bank membeli barang yang dipesan
dan menjualnya kepada nasabah.
Harga jual Bank adalah harga beli dari supplier
ditambah keuntungan yang disepakati. Cara pembayaran
dan jangka waktunya disepakati bersama, dapat secara
lumpsum ataupun dengan cara angsuran.
Akad Murabahah biasanya digunakan oleh Bank
untuk memfasilitasi nasabah melakukan pembelian
barang dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan,
seperti: (1) barang konsumsi: rumah, kendaraan/alat
transportasi, alat-alat rumah-tangga dan sejenisnya
(tidak termasuk renovasi atau proses membangun); (2)
persediaan barang dagangan; (3) bahan baku dan atau
bahan pembantu produksi (tidak termasuk proses
produksi); (4) barang modal: pabrik, mesin dan
sejenisnya; serta (5) aset lain yang tidak bertentangan
dengan syariah dan disetujui Bank.
Dalam penerapan Murabahah di bank syariah,
pihak Bank dan nasabah harus melakukan akad
Murabahah
yang
bebas
riba.
Barang
yang
diperjualbelikan juga tidak diharamkan oleh syariah
Islam.
Bank bisa membiayai sebagian atau seluruh harga
pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas
nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan
bebas riba.
Bank harus menyampaikan semua hal yang
berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian
dilakukan secara utang. Bank kemudian menjual barang
Ahmad Ifham Sholihin
Page 62
Mengenal Bank Syariah
tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual
senilai harga beli plus keuntungannya.
Dalam kaitan ini, Bank harus memberitahu secara
jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya
yang diperlukan. Kemudian nasabah membayar harga
barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu
tertentu yang telah disepakati.
Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau
kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan
perjanjian khusus dengan nasabah. Jika bank hendak
mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari
pihak ketiga, akad jual beli Murabahah harus dilakukan
setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.
Bank berhak menentukan supplier atas barang
yang dibeli oleh nasabah. Bank menerbitkan Purchase
Order (PO) dan Delivery Order (DO) kepada supplier
sesuai kesepakatan dengan nasabah, agar barang
tersebut dikirimkan kepada nasabah. Bank akan
mentransfer uang pembelian barang langsung kepada
penjual/supplier.
Biaya asuransi barang ditanggung oleh nasabah
(musytari). Bank berhak meminta dan memperoleh surat
kuasa dari nasabah untuk mendebit rekening nasabah
pada Bank guna pembayaran kewajiban (angsuran) pada
setiap saat kewajiban jatuh tempo.
Nasabah dapat dibebani biaya administrasi
sehubungan dengan pengelolaan fasilitas, seperti biaya
notaris dan lainnya. Apabila di kemudian hari nasabah
ternyata tidak dapat menyelesaikan kewajibannya
kepada Bank sebagaimana yang telah disepakati, maka
harus dicarikan jalan penyelesaian yang sebaik-baiknya.
Dalam rangka menunjukkan kesungguhan nasabah
dalam permintaan pembiayaan Murabahah dari bank
syariah, bank syariah dapat meminta uang muka. Dalam
jual beli ini, bank dibolehkan meminta nasabah untuk
membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan
awal pemesanan.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 63
Mengenal Bank Syariah
Jika uang muka memakai kontrak „urbun sebagai
alternatif dari uang muka, maka berlaku ketentuan: (1)
jika nasabah memutuskan untuk membeli barang
tersebut, ia tinggal membayar sisa harga; (2) jika
nasabah menolak untuk membeli barang setelah
membayar uang muka, maka biaya riil Bank harus
dibayar dari uang muka tersebut dan bank harus
mengembalikan kelebihan uang muka kepada nasabah.
Namun jika nilai uang muka kurang dari nilai kerugian
yang harus ditanggung oleh Bank, maka Bank dapat
meminta lagi pembayaran sisa kerugiannya kepada
nasabah.
Ketentuan harga jual Bank ditetapkan pada awal
perjanjian dan tidak boleh berubah selama waktu akad.
Apabila nasabah memberikan uang muka (down
payment), maka uang muka tersebut dianggap sebagai
angsuran pertama yang akan mengurangi jumlah
kewajiban yang harus dibayar/diangsur. Namun
demikian, akad jual beli yang dibuat antara Bank dengan
nasabah tetap berpedoman kepada harga jual beli awal
yang telah disepakati.
Murabahah memperbolehkan adanya jaminan, agar
nasabah serius dengan pesanannya. Bank dapat meminta
nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat
dipegang, maupun agunan tambahan selain barang yang
dibiayai Bank.
Fasilitas Murabahah dapat dicairkan setelah akad
ditandatangani dan Bank telah menerima dokumen bukti
transaksi serta penyerahan barang dari supplier kepada
nasabah selaku wakil Bank. Harga pembelian barang
tersebut dibayarkan langsung oleh Bank kepada supplier,
sedangkan
nasabah
selaku
pembeli
akhir,
menandatangani tanda terima barang yang dibeli dari
Bank dengan pembayaran secara tangguh.
Sementara itu, secara prinsip, penyelesaian utang
nasabah dalam transaksi Murabahah tidak ada kaitannya
dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan
pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual
Ahmad Ifham Sholihin
Page 64
Mengenal Bank Syariah
kembali barang tersebut dengan keuntungan atau
kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan
utangnya kepada bank.
Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum
masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi
seluruh angsurannya. Jika penjualan barang tersebut
menyebabkan
kerugian,
nasabah
tetap
harus
menyelesaikan utangnya sesuai kesepakatan awal. Ia
tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau
meminta kerugian itu diperhitungkan.
Nasabah yang memiliki kemampuan, tidak
dibenarkan menunda penyelesaian utangnya. Jika
nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja,
atau jika salah satu pihak tidak menunaikan
kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui
Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah.
Salah satu prinsip dasar dalam Murabahah adalah
penjualan suatu barang kepada pembeli dengan harga
(tsaman) pembelian dan biaya yang diperlukan ditambah
keuntungan sesuai dengan kesepakatan. Penjual (bank)
terkadang memperoleh potongan harga (diskon) dari
penjual pertama (supplier), sehingga dengan adanya
diskon timbul permasalahan: apakah diskon tersebut
menjadi hak penjual (bank) sehingga harga penjualan
kepada pembeli (nasabah) menggunakan harga sebelum
diskon, ataukah merupakan hak pembeli (nasabah)
sehingga harga penjualan kepada pembeli (nasabah)
menggunakan harga setelah diskon.
Harga (tsaman) dalam jual beli adalah suatu
jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak, baik
sama dengan nilai (qîmah) benda yang menjadi obyek
jual beli, lebih tinggi maupun lebih rendah. Harga dalam
jual beli Murabahah adalah harga beli dan biaya yang
diperlukan ditambah keuntungan sesuai dengan
kesepakatan.
Jika dalam jual beli Murabahah bank mendapat
diskon dari supplier, harga sebenarnya adalah harga
Ahmad Ifham Sholihin
Page 65
Mengenal Bank Syariah
setelah diskon. Oleh karena itu, diskon adalah hak
nasabah. Jika pemberian diskon terjadi setelah akad,
pembagian diskon tersebut dilakukan berdasarkan
perjanjian (persetujuan) yang dimuat dalam akad. Dalam
akad, pembagian diskon setelah akad hendaklah
diperjanjikan dan ditandatangani.
Sistem pembayaran dalam akad Murabahah pada
bank syariah pada umumnya dilakukan secara cicilan
dalam kurun waktu yang telah disepakati antara bank
dengan nasabah. Jika nasabah melakukan pelunasan
pembayaran tepat waktu atau lebih cepat dari waktu
yang telah disepakati, bank sering diminta nasabah untuk
memberikan potongan dari total kewajiban pembayaran
tersebut.
Jika nasabah dalam transaksi
Murabahah
melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu atau
lebih cepat dari waktu yang telah disepakati, bank boleh
memberikan potongan dari kewajiban pembayaran
tersebut, dengan syarat tidak diperjanjikan dalam akad
Bank boleh memberikan potongan dari total
kewajiban pembayaran kepada nasabah dalam transaksi
(akad)
Murabahah
yang
mengalami
penurunan
kemampuan pembayaran. Besar potongan sebagaimana
dimaksud di atas diserahkan pada kebijakan dan
pertimbangan
Bank boleh melakukan penyelesaian Murabahah
bagi nasabah yang tidak bisa menyelesaikan/melunasi
pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu yang telah
disepakati, dengan ketentuan: (1) objek Murabahah dan
atau jaminan lainnya dijual oleh nasabah kepada atau
melalui bank dengan harga pasar yang disepakati; (2)
nasabah melunasi sisa utangnya kepada bank dari hasil
penjualan; (3) apabila hasil penjualan melebihi sisa
utang maka bank mengembalikan sisanya kepada
nasabah; (4) apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa
utang maka sisa utang tetap menjadi utang nasabah; (5)
apabila nasabah tidak mampu membayar sisa utangnya,
maka bank dapat membebaskannya.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 66
Mengenal Bank Syariah
Jika nasabah mengalami penurunan kemampuan
dalam pembayaran cicilan, maka ia dapat diberi
keringanan yang dapat diwujudkan dalam bentuk
konversi dengan membuat akad baru dalam penyelesaian
pembayaran kewajiban, dengan tidak menambah jumlah
tagihan yang tersisa.
Pembebanan biaya dalam proses penjadualan
kembali juga harus merupakan biaya riil. Perpanjangan
masa pembayaran harus berdasarkan kesepakatan kedua
belah pihak.
Akad Murabahah dihentikan dengan cara objek
Murabahah dijual oleh nasabah kepada bank syariah
dengan harga pasar. Nasabah melunasi sisa utangnya
kepada bank syariah dari hasil penjualan.
Apabila hasil penjualan melebihi sisa utang maka
kelebihan itu dapat dijadikan uang muka untuk akad
Ijarah atau bagian modal dari Mudarabah dan
Musyarakah. Apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa
utang maka sisa utang tetap menjadi utang nasabah yang
cara pelunasannya disepakati antara bank syariah dan
nasabah.
Bank syariah dan nasabah eks-Murabahah tersebut
dapat membuat akad baru dengan akad: Ijarah
Muntahiyah Bit Tamlik; atau Mudarabah; atau
Musyarakah.
Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal
menyelesaikan utangnya, bank harus menunda tagihan
utang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau
berdasarkan kesepakatan. Sementara itu, denda
dikenakan jika pembeli lalai dalam melakukan
kewajibannya sesuai dengan akad, dan denda yang
diterima diakui sebagai bagian dana kebajikan.
2.
Salam
Secara
etimologi,
salam
artinya
salaf
(pendahuluan). Secara terminologi (ta’rif) muamalah
salam adalah: “Penjualan suatu barang yang disebutkan
sifat-sifatnya sebagai persyaratan jual beli dan barang
Ahmad Ifham Sholihin
Page 67
Mengenal Bank Syariah
tersebut masih dalam tanggungan penjual, dimana
syarat-syarat tersebut diantaranya adalah mendahulukan
pembayaraan pada waktu di akad majlis (akad
disepakati)”. Dalam teknis perbankan, salam adalah
akad jual beli suatu barang (komoditi) di mana harganya
dibayar dengan segera, sedang barangnya akan
diserahkan kemudian dalam jangka waktu yang
disepakati.
Produk salam ini diutamakan untuk pembelian dan
penjualan hasil produksi pertanian atau peternakan atau
perkebunan. Menurut Ibn Qudamah, “Karena orang-orang
mempunyai kebutuhan akan salam dan karena petani,
pekebun dan peternak memerlukan uang untuk biayabiaya hidup mereka dan melakukan pengeluaran atas
usaha mereka agar mendatangkan hasil, sehingga mereka
menghadapi kebutuhan keuangan”. Salam-lah sebagai
salah satu cara bagi mereka sehingga mereka bisa
mengambil manfaat.
Dalam
akad
salam
ini,
barang
yang
diperjualbelikan adalah hasil produksi yang akan dibeli
(dipesan) harus jelas spesifikasi, jenis, tipe, ukuran,
mutu, dan jumlahnya. Hasil produksi tersebut tidak
termasuk dalam kategori yang dilarang syara’ (najis,
haram, samar (tidak jelas), atau menimbulkan
kemudharatan (menimbulkan maksiat)
Barang tersebut juga dapat diakui sebagai hutang.
Penyerahan barang dilakukan kemudian. Waktu dan
tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan
kesepakatan. Pembeli tidak boleh menjual barang
sebelum menerimanya. Barang juga tidak boleh ditukar,
kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan.
Harga jual dan waktu penyerahannya harus jelas
dan dicantumkan dalam perjanjian serta tidak boleh
berubah. Cara penyerahan barang dan jangka waktunya
disepakati bersama.
Akad salam biasanya dipakai oleh Bank untuk
memfasilitasi pemenuhan kebutuhan permodalan atau
pembiayaan bagi para petani/pekebun/peternak dengan
Ahmad Ifham Sholihin
Page 68
Mengenal Bank Syariah
cara
melakukan
pemesanan
pembelian
dengan
pembayaran sekaligus di muka.
Barang dalam akad Salam ini bisa berupa hasil
produksi pertanian, perkebunan atau peternakan harus
diketahui jelas ciri-cirinya dan bersifat umum seperti:
jenis (type), macam (kind), ukuran (size), mutu
(quality), dan banyaknya (quantity). Hasil produksi yang
diterima harus sesuai dengan ciri-ciri yang diminta,
apabila terjadi kekeliruan atau cacat maka produsen
harus bertanggung jawab.
JIka seluruh atau sebagian barang tidak tersedia
sesuai dengan waktu penyerahan, kualitas atau
jumlahnya sebagaimana kesepakatan maka Bank
memiliki pilihan untuk membatalkan (mem-fasakh-kan)
Akad dan meminta pengembalian dana hak Bank, atau
menunggu penyerahan barang tersedia, atau meminta
kepada nasabah untuk mengganti dengan barang lainnya
yang sejenis atau tidak sejenis sepanjang nilai pasarnya
sama dengan barang pesanan semula.
Jika nasabah menyerahkan barang kepada Bank
dengan kualitas yang lebih tinggi maka nasabah tidak
boleh meminta tambahan harga, kecuali terdapat
kesepakatan antara Bank dengan nasabah. Jika nasabah
menyerahkan barang kepada Bank dengan kualitas yang
lebih rendah dan Bank dengan sukarela menerimanya,
maka tidak boleh menuntut pengurangan harga
(discount).
Fitur produk Salam biasanya adalah sebagai
berikut: Nasabah I (produsen/muslam ilaihi) menjual
hasil pertanian kepada Bank dengan pembayaran di muka
dan penyerahan kemudian. Nasabah II (pembeli/muslim)
memesan kepada Bank agar menyediakan produk
pertanian yang dikehendaki untuk dibeli.
Kemudian Bank mencari/meminta nasabah I
(muslam ilaihi) agar segera mengadakan produk tersebut
(dalam jangka waktu yang ditetapkan) dengan
memberikan pembayaran di muka. Bila sudah selesai,
produk tersebut harus diserahkan kepada Bank dan
Ahmad Ifham Sholihin
Page 69
Mengenal Bank Syariah
selanjutnya Bank menyerahkan barang tersebut kepada
nasabah II (muslim).
Jika Nasabah I (muslam ilaihi) ingkar janji,
misalnya gagal menyediakan hasil produksi atau menjual
kepada pihak lain, maka dia bertanggung jawab atas
seluruh perjanjian yaitu mengganti seluruh biaya-biaya
yang dikeluarkan Bank.
Nasabah produsen (muslam ilaihi) harus memenuhi
kewajibannya berupa penyerahan barang yang dipesan
oleh Bank kepada Bank atau pihak lain yang ditunjuk
oleh Bank. Jika nasabah mengalami wanprestasi, maka
harus diupayakan cara penyelesaian yang terbaik.
Ketentuan mengenai harga jual ditetapkan pada
awal perjanjian dan tidak boleh berubah selama waktu
perjanjian. Jangka waktu salam pada umumnya untuk
jangka pendek.
Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya,
baik berupa uang, barang, atau manfaat. Pembayaran
harus dilakukan pada saat kontrak disepakati.
Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan
hutang. Pembayaran harga oleh nasabah kepada Bank
dilakukan secara penuh pada saat Akad disepakati. Jika
pembayaran harga oleh nasabah kepada Bank dilakukan
secara angsuran maka wajib dilakukan dengan Akad
Murabahah.
Penjual harus menyerahkan barang tepat pada
waktunya dengan kualitas dan jumlah yang telah
disepakati. Jika penjual menyerahkan barang dengan
kualitas yang lebih tinggi, penjual tidak boleh meminta
tambahan harga. Jika penjual menyerahkan barang
dengan kualitas yang lebih rendah, dan pembeli rela
menerimanya, maka ia tidak boleh menuntut
pengurangan harga (diskon).
Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat
dari waktu yang disepakati dengan syarat kualitas dan
jumlah barang sesuai dengan kesepakatan, dan ia tidak
boleh menuntut tambahan harga. Jika semua atau
sebagian barang tidak tersedia pada waktu penyerahan,
Ahmad Ifham Sholihin
Page 70
Mengenal Bank Syariah
atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela
menerimanya, maka ia memiliki dua pilihan: (1)
membatalkan kontrak dan meminta kembali uangnya,
atau (2) menunggu sampai barang tersedia.
Nasabah dapat dibebani biaya administrasi
sehubungan dengan pengelolaan fasilitas, seperti biaya
notaris dan lainnya. Apabila di kemudian hari nasabah
ternyata tidak dapat menyelesaikan kewajibannya
kepada Bank sebagaimana yang telah disepakati, maka
harus dicarikan jalan penyelesaian yang sebaik-baiknya.
Biaya asuransi barang dibebankan kepada nasabah
produsen (muslam ilaihi) dan atau nasabah pembeli
(muslim).
Pada dasarnya pembatalan salam boleh dilakukan,
selama tidak merugikan kedua belah pihak.
Salam Paralel
Salam Paralel adalah suatu transaksi di mana Bank
melakukan dua akad salam dalam waktu yang sama.
Dalam akad salam pertama Bank (selaku muslim)
melakukan pembelian suatu barang kepada pihak
penyedia barang (muslam ilaihi) dengan pembayaran di
muka dan pada akad salam kedua Bank (selaku muslam
ilaihi) menjual lagi kepada pihak lain (muslim) dengan
jangka waktu penyerahan yang disepakati bersama.
Pelaksanaan kewajiban Bank selaku muslam ilaih
(penjual) dalam akad salam kedua tidak tegantung pada
akad salam yang pertama.
Salam paralel boleh dilakukan dengan syarat: (1)
Akad kedua terpisah dari akad pertama, dan (2) akad
kedua dilakukan setelah akad pertama sah.
Pada Salam Paralel ini, Bank sebagai pembeli
dalam Akad Salam dapat membuat Akad Salam paralel
dengan pihak lainnya di mana Bank bertindak sebagai
penjual. Bank menjual barang kepada nasabah pemesan
dengan spesifikasi, kualitas, jumlah, jangka waktu,
tempat, dan harga yang disepakati.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 71
Mengenal Bank Syariah
Pelaksanaan kewajiban salah satu Akad Salam
tidak boleh tergantung pada Akad Salam lainnya. Bank
yang bertindak sebagai penjual dalam Akad Salam
paralel harus memenuhi kewajibannya kepada pihak
lainnya apabila nasabah dalam Akad Salam tidak
memenuhi Akad Salam. Kewajiban dan hak dalam kedua
Akad Salam tersebut harus terpisah.
Pembayaran harga oleh nasabah kepada Bank
dilakukan secara penuh pada saat Akad disepakati. Jika
pembayaran harga oleh nasabah kepada Bank dilakukan
secara angsuran maka wajib dilakukan dengan Akad
Murabahah.
Pembayaran oleh nasabah kepada Bank tidak boleh
dalam bentuk pembebasan kewajiban Bank kepada
nasabah. Alat bayar harus diketahui jumlah dan
bentuknya sesuai dengan kesepakatan.
Nasabah sebagai pembeli tidak boleh menjual
barang yang belum diterima. Dalam rangka meyakinkan
Bank dapat menyerahkan barang sesuai kesepakatan,
maka nasabah dapat meminta jaminan pihak ketiga
sesuai ketentuan yang berlaku.
3.
Istisna
Istisna berarti minta dibuatkan. Secara terminologi
muamalah (ta’rif) berarti akad jual beli dimana Shanni’
(produsen) ditugaskan untuk membuat suatu barang
(pesanan) oleh Mustashni’ (pemesan). Menurut Jumhur
ulama, Istisna sama dengan Salam, yaitu dari segi objek
pesanannya, harus dibuat atau dipesan terlebih dahulu
dengan ciri-ciri khusus. Perbedaannya hanya pada sistem
pembayarannya, yaitu Salam pembayarannya dilakukan
sebelum barang diterima, sedangkan Istisna bisa di awal,
di tengah, atau di akhir pesanan.
Pada praktis perbankan, Istisna adalah akad jual
beli barang berdasarkan pesanan antara nasabah sebagai
pemesan (mustashni’) dengan Bank dengan kriteria
tertentu seperti jenis, tipe atau model, kualitas dan
jumlahnya. Bank akan membelikan barang pesanan
Ahmad Ifham Sholihin
Page 72
Mengenal Bank Syariah
nasabah (mustashni’) tersebut kepada pemasok (shanni’)
dengan kriteria yang sesuai. Harga, cara pembayaran dan
jangka waktu penyerahan barang pesanan tersebut
disepakati bersama. Apabila pemesan (mustashni’)
mengizinkan pemasok (shanni’) untuk meminta pihak
ketiga (sub-pemasok) membuat barang pesanan
tersebut, maka transaksi ini disebut Istisna Paralel.
Akad Istisna biasanya dipergunakan oleh Bank
untuk
memfasilitasi
pembiayaan
consumer
dan
produktif. Pembiayaan konsumer digunakan untuk
pembangunan/konstruksi atau pengadaan rumah yang
terletak di dalam atau di luar kawasan real estate
(melalui developer atau nondeveloper). Pembiayaan
produktif
untuk
investasi/pembangunan
(konstruksi)/project financing atau pengadaan barang
(goods
in
process)
antara
lain
untuk
pembangunan/konstruksi ruko, gedung, pabrik, dan
sebagainya.
Produsen (shani’) adalah orang atau badan hukum
yang ahli didalam bidangnya dan bertanggung jawab
penuh terhadap hasil produksinya. Produsen bisa
ditunjuk langsung oleh Bank atau bisa juga pilihan
nasabah pemesan (mustashni’). Sedangkan Nasabah
Pemesan (mustashni’) harus cakap hukum, dan tentu
mempunyai kemampuan untuk membayar.
Pesanan yang sudah selesai dan sesuai dengan
spesifikasi yang diminta, wajib dibeli oleh nasabah
(mustashni’). Jika ada perubahan kriteria pesanan dari
pihak mustashni’, maka harus segera dilaporkan ke Bank
dan Bank akan menyampaikan kepada shani’. Perubahan
bisa dilakukan apabila pihak produsen dan Bank
menyetujui.
Jika
perubahan
kriteria
pesanan
mengakibatkan
perubahan
harga
setelah
akad
ditandatangani maka seluruh biaya tambahan menjadi
beban mustashni’.
Kriteria atau spesifikasi barang pesanan harus jelas
dan dapat diakui sebagai hutang, seperti dari segi: (1)
jenis (misal: mobil, rumah, mesin); (2) model/tipe
Ahmad Ifham Sholihin
Page 73
Mengenal Bank Syariah
(misal: mobil Toyota atau rumah tipe 45); (3)
mutu/kualitas (grade “A”); (4) jumlah/kuantitas.
Masa/lama pembuatan barang harus ditentukan
dan disepakati. Pemesan dapat mengikuti/mengawasi
tahap-tahap proses produksi untuk memastikan
kesesuaian kualitas komponen-komponen barang yang
dibuat.
Akad ini harus jelas dan mengikat sehingga tidak
terjadi unsur jahalah (sulit diidentifikasi). Jika pesanan
itu telah sesuai dengan syarat yang diminta maka pihak
pemesan (konsumen/nasabah) tidak dapat membatalkan
transaksi itu. Di sisi lain, pihak produsen berkewajiban
menyelesaikan pesanan tersebut sesuai dengan ciri-ciri
yang diminta konsumen.
Pada Istisna, penyerahan barang dilakukan
kemudian. Waktu dan tempat penyerahan barang harus
ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
Pembeli (mustashni’) tidak boleh menjual barang
sebelum menerimanya. Tidak boleh menukar barang,
kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan. Jika
terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan
kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih)
untuk melanjutkan atau membatalkan akad.
Harga beli Bank adalah harga yang disepakati
antara Bank dengan produsen (shani’). Harga jual Bank
adalah harga yang disepakati bersama antara nasabah
(pemesan/mustashni’) dan Bank. Selisih antara harga
jual dan harga beli merupakan keuntungan Bank. Harga
jual tidak bisa berubah selama akad belum berakhir.
Sistem pembayaran sesuai dengan kesepakatan bersama.
Pembayaran di muka atas pesanan barang akan
dibayar setelah akad perjanjian ditandatangani dan
adanya dokumen resmi tentang pesanan barang yang
akan diperjualbelikan. Alat bayar harus diketahui jumlah
dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat.
Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan.
Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan
hutang.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 74
Mengenal Bank Syariah
Nasabah produsen (shani’) berkewajiban untuk
menyerahkan barang pesanan dan atau melaporkan
kemajuan pekerjaan (progress report) kepada Bank
sesuai dengan tahap-tahap yang telah disepakati dalam
akad. Sejanjutnya Bank akan menyerahkannya kepada
nasabah pemesan (mustashni’). Nasabah pemesan
(mustashni’) berkewajiban untuk melakukan pembayaran
harga barang yang dipesannya kepada Bank sesuai
dengan tahap-tahap yang telah telah disepakati dalam
akad. Bank dapat meminta dan memperoleh kuasa untuk
mendebit rekening nasabah pada Bank guna melakukan
pembayaran kewajiban nasabah.
Nasabah dapat dibebani biaya administrasi
sehubungan dengan pengelolaan fasilitas, seperti biaya
notaris dan lainnya. Apabila di kemudian hari nasabah
ternyata tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka
harus diupayakan penyelesaian yang sebaik-baiknya.
Biaya asuransi barang ditanggung oleh nasabah (shani’
dan/atau mustashani’).
Jika pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan
kesepakatan, hukumnya mengikat. Semua ketentuan
dalam jual beli salam yang tidak disebutkan di atas
berlaku pula pada jual beli Istisna.
Istisna Paralel
Istisna Paralel adalah sebuah bentuk akad Istisna
antara nasabah dengan bank syariah, kemudian untuk
memenuhi kewajibannya kepada nasabah, bank syariah
memerlukan pihak lain sebagai Shani’. Semua ketentuan
pada Istisna berlaku pula pada Istisna Paralel.
Bank sebagai penjual dalam Akad Istisna dapat
membuat Akad Istisna paralel dengan pihak lainnya
dimana Bank bertindak sebagai pembeli. Kewajiban dan
hak dalam kedua Akad Istisna tersebut harus terpisah.
Pelaksanaan kewajiban salah satu Akad Istisna tidak
boleh tergantung pada Akad Istisna paralel atau
sebaliknya.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 75
Mengenal Bank Syariah
Jika Bank yang bertindak sebagai pembeli dalam
Akad Istisna paralel harus memenuhi kewajibannya
kepada pihak lainnya apabila nasabah dalam Akad Istisna
tidak memenuhi Akad Istisna. Jika pembayaran dilakukan
secara angsuran, harus dilakukan secara proporsional
Bank selaku mustashni’ tidak diperkenankan untuk
memungut MDC (Margin During Construction) dari
nasabah (shani’) karena hal ini tidak sesuai dengan
prinsip syariah.
4.
Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik
Ijarah disebut juga Ajru (upah) atau ada yang
mengartikan sebagai „Iwadhu (ganti), artinya “suatu
jenis akad untuk mengambil manfaat (Ajran) dengan
jalan penggantian”. Maksud “manfaat” adalah berguna,
yaitu barang yang mempunyai banyak manfaat dan
selama menggunakannya barang tersebut tidak
mengalami perubahan atau musnah. Manfaat yang
diambil tidak berbentuk zatnya melainkan sifatnya, dan
dibayar
sewa.
Misalnya,
rumah
yang
dikontrakkan/disewa mobil disewa untuk perjalanan.
Pada teknis perbankan, Ijarah adalah akad antara
Bank (Muajjir) dengan nasabah (Musta’jir) untuk
menyewa suatu barang/objek sewa (Ma’jur) milik Bank
dan Bank mendapatkan imbalan jasa atas barang yang
disewakannya tersebut. Sedangkan Ijarah Muntahiyah
Bittamlik adalah perjanjian sewa suatu barang antara
Bank (Muajjir) dengan nasabah (Musta’jir) yang diakhiri
dengan pembelian objek sewa (Ma’jur) oleh nasabah.
Ada dua jenis Ijarah, yaitu (1) Ijarah dan (2) Ijarah
Muntahiyah Bit Tamlik. Ijarah sewa menyewa yang
didasarkan atas periode/masa sewa. Sedangkan Ijarah
Muntahiyah Bit Tamlik (Ijarah Wa Iqtina) yang biasa
disebut IMBT. IMBT adalah sewa menyewa yang
berkombinasi, bila masa sewa berakhir penyewa boleh
membelinya.
Tujuan Akad Ijarah dan IMBT adalah memberikan
fasilitas kepada nasabah yang membutuhkan manfaat
Ahmad Ifham Sholihin
Page 76
Mengenal Bank Syariah
atas barang (sewa) dengan pembayaran tangguh dan
dengan opsi untuk memiliki dikemudian hari. Ma‟jur
(barang/objek sewa) biasanya berupa properti,
peralatan (appliances), alat transportasi, alat-alat berat,
dan lain-lain.
Jumlah, ukuran, dan jenis ma’jur yang akan dibeli
harus diketahui jelas serta tercantum dalam akad,
kecuali jika: (1) perjanjian Ijarah untuk eksplorasi atau
penggunaan sumber alam seperti minyak gas, timber,
metal, dan sejenisnya; (2) transaksi yang berhubungan
dengan lisensi seperti film, perekaman video, manuskrip,
hak paten, dan hak cipta; (3) perjanjian mengenai
tenaga kerja dan penyewaan jasa profesi.
Setelah habis masa sewa, musta’jir (penyewa)
dapat membeli ma’jur (barang/objek sewa). Pada saat
periode/masa sewa berlangsung, musta’jir dilarang
menyewakan kembali barang yang disewanya.
Harga sewa dan harga beli ditetapkan bersama di
awal perjanjian. Harga sewa ini sudah termasuk
angsuran harga barang (objek sewa). Pembelian barang
(objek sewa) dibayar oleh Bank setelah akad perjanjian
Ijarah
Muntahiyah
Bittamlik
dengan
nasabah
ditandatangani dan dilengkapi dokumen resmi pembelian
barang yang akan disewakan.
Pada Akad Ijarah dan IMBT ini, Bank wajib
menyediakan aset yang disewakan, menanggung biaya
pemeliharaan aset, serta menjaminan bila terdapat
cacat pada aset yang disewakan.
Sementara itu, nasabah (musta’jir) berkewajiban
untuk melakukan pembayaran harga sewa kepada Bank
sesuai dengan jadwal yang telah telah disepakati dalam
akad serta menanggung biaya pemeliharaan aset yang
sifatnya ringan (tidak materiil).
Jika aset yang disewa rusak, bukan karena
pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan, juga
bukan karena kelalaian pihak penyewa dalam
menjaganya, nasabah tidak bertanggung jawab atas
kerusakan tersebut. Bank dapat meminta dan
Ahmad Ifham Sholihin
Page 77
Mengenal Bank Syariah
memperoleh kuasa untuk mendebit rekening nasabah
pada Bank guna melakukan pembayaran kewajiban
nasabah.
Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat
lain) dari jenis yang sama dengan obyek kontrak.
Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa dapat
diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak
Nasabah dapat dibebani biaya administrasi
sehubungan dengan pengelolaan fasilitas, seperti biaya
notaris dan lainnya. Apabila di kemudian hari ternyata
nasabah tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka
harus diupayakan penyelesaian yang sebaik-baiknya.
Biaya asuransi barang ditanggung oleh nasabah
(musta‟jir).
Sementara itu, Ijarah muntahiya bittamlik (IMBT)
berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut (1)
IMBT harus disepakati ketika Akad Ijarah ditandatangani
dan kesepakatan tersebut wajib dituangkan dalam Akad
Ijarah dimaksud; (2) pelaksanaan pelaksanaan IMBT
hanya dapat dilakukan setelah Akad Ijarah dipenuhi; (3)
Bank wajib mengalihkan kepemilikan barang sewa
kepada nasabah berdasarkan hibah, pada akhir periode
perjanjian sewa; (4) pengalihan kepemilikan barang
sewa kepada penyewa dituangkan dalam Akad tersendiri
setelah masa Ijarah selesai.
Sedangkan kegiatan penyaluran dana dalam bentuk
pembiayaan berdasarkan Ijarah untuk transaksi multijasa
berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut: (1)
Bank dapat menggunakan Akad Ijarah untuk transaksi
multijasa dalam jasa keuangan antara lain dalam bentuk
pelayanan pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan dan
kepariwisataan; (2) dalam pembiayaan kepada nasabah
yang menggunakan Akad Ijarah untuk transaksi
multijasa, Bank dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah)
atau fee; (3) besar ujrah atau fee harus disepakati di
awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan dalam
bentuk persentase.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 78
Mengenal Bank Syariah
Review Ujrah adalah peninjauan kembali terhadap
besarnya ujrah (pembayaran sewa) dalam akad Ijarah
antara bank syariah dengan nasabah setelah periode
tertentu. Review Ujrah boleh dilakukan antara para
pihak yang melakukan akad Ijarah apabila memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut: (1) terjadi perubahan
periode akad Ijarah; (2) ada indikasi sangat kuat bahwa
bila tidak dilakukan review, maka akan timbul kerugian
bagi salah satu pihak; (3) disepakati oleh kedua belah
pihak.
Sementara itu, review atas besaran ujrah setelah
periode tertentu berlaku ketentuan: (1) ujrah yang telah
disepakati untuk suatu periode akad Ijarah tidak boleh
dinaikkan; (2) besaran ujrah boleh ditinjau ulang untuk
periode berikutnya dengan cara yang diketahui dengan
jelas (formula tertentu) oleh kedua belah pihak; (3)
peninjauan kembali besaran ujrah setelah jangka waktu
tertentu harus disepakati kedua pihak sebelumnya dan
disebutkan dalam akad; dan (4) dalam keadaan sewa
yang berubah-ubah, sewa untuk periode akad pertama
harus dijelaskan jumlahnya. Untuk periode akad
berikutnya boleh berdasarkan rumusan yang jelas dengan
ketentuan tidak menimbulkan perselisihan.
5.
Musyarakah
Musyarakah asal kata dari Syirkah yang berarti
percampuran. Menurut ahli fukaha, Musyarakah berarti
“akad antara orang-orang yang berserikat dalam hal
modal dan keuntungan”. Kerja sama tersebut bisa
berupa modal dan jasa. Sebagai pelaksana/pengelola
usaha boleh berasal dari salah satu anggota penyerta
dana atau pihak lain (di luar anggota perkongsian) dan
disepakati bersama.
Di bidang perbankan, Musyarakah adalah akad
kerja sama antara Bank dengan nasabah untuk
mengikatkan diri dalam perserikatan modal dengan
jumlah yang sama atau berbeda sesuai kesepakatan.
Percampuran
modal
tersebut
digunakan
untuk
Ahmad Ifham Sholihin
Page 79
Mengenal Bank Syariah
pengelolaan proyek/usaha yang layak dan sesuai dengan
prinsip syariah. Keuntungan yang diperoleh akan dibagi
berdasarkan nisbah yang telah disetujui dalam akad.
Bentuk kerja sama (syirkah) terbagi dalam
beberapa golongan: (1) Syirkah Al ‘Inan, penggabungan
harta atau modal dua orang atau lebih yang tidak harus
sama jumlahnya dan keuntungannya dibagi secara
proporsional dengan jumlah modal masing-masing atau
sesuai dengan kesepakatan; (2) Syirkah Al Mufawadhah,
perserikatan yang modal semua pihak dan bentuk kerja
sama dilakukan baik kualitas maupun kuantitasnya harus
sama dan keuntungan dibagi rata; (3) Syirkah Al
Abdan/Al Amal, perserikatan dalam bentuk kerja yang
hasilnya dibagai bersama; (5) Syirkah Al Wujuh,
peserikatan tanpa modal; (6) Syirkah Al Mudarabah,
bentuk kerja sama antara pemilik modal dan seseorang
yang memiliki keahlian dagang dan keuntungan
perdagangan dari modal itu dibagi sesuai dengan
kesepakatan bersama.
Akad Musyarakah digunakan oleh Bank untuk
memfasilitasi pemenuhan kebutuhan permodalan bagi
nasabah guna menjalankan usaha atau proyek dengan
cara melakukan penyertaan modal bagi usaha atau
proyek yang bersangkutan.
Musyarakah mensyaratkan adanya ijab kabul.
Pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para
pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam
mengadakan kontrak (akad). Penawaran dan penerimaan
harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak
(akad). Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat
kontrak. Akad dituangkan secara tertulis, melalui
korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara
komunikasi modern.
Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum,
kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan
perwakilan. Setiap mitra harus menyediakan dana dan
pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai
Ahmad Ifham Sholihin
Page 80
Mengenal Bank Syariah
wakil. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset
Musyarakah dalam proses bisnis normal.
Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra
yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing
dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan
aktifitas
musyarakah
dengan
memperhatikan
kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan
kesalahan yang disengaja. Seorang mitra tidak diizinkan
untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk
kepentingannya sendiri.
Modal/harta pada Musyarakah bisa berupa uang
atau harta benda lain yang bisa dinilai dengan uang,
seperti emas, perak, bisa juga berupa barang
perdagangan (trading asset, property, equipment, atau
intangible asset (seperti hak paten). Jika modal
berbentuk aset, harus terlebih dahulu dinilai dengan
tunai dan disepakati oleh para mitra.
Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan,
menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah
kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan. Pada
prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada
jaminan,
namun
untuk
menghindari
terjadinya
penyimpangan, bank dapat meminta jaminan.
Semua modal tadi dicampur dan menjadi hak
proyek usaha dan bukan milik perseorangan pemilik
modal. Percampuran modal tersebut dan bentuk usaha
yang akan dijalankan harus dituangkan dalam suatu akad
tertulis, di bawah tangan atau notaris.
Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan
dasar pelaksanaan musyarakah. Akan tetapi, kesamaan
porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra
boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari yang
lainnya, dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian
keuntungan tambahan bagi dirinya.
Setiap
mitra
melaksanakan
kerja
dalam
musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya.
Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus
dijelaskan dalam kontrak.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 81
Mengenal Bank Syariah
Pengurus proyek boleh berasal dari pemilik modal
sendiri atau beberapa orang di luar mereka (bukan
pemilik modal) asalkan para pengurus tersebut
mendapat persetujuan dari seluruh pemilik modal. Bank
berhak untuk turut serta berperan dalam menentukan
kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana usaha
atau proyek. Biaya aktual dari usaha/proyek yang akan
dilakukan dan lama proyek tersebut harus diketahui
bersama.
Para pengurus usaha/proyek harus melaporkan
perkembangan usahanya kepada pemilik modal. Jika
pemilik modal sepakat untuk menunjuk pihak ketiga
sebagai pelaksana (wakil) proyek tersebut, maka ada dua
perjanjian yang berlaku. Perjanjian pertama yaitu,
perjanjian musyarakah antara pemilik modal. Kedua,
perjanjian Mudarabah, yaitu, antara pemilik modal
dengan wakil (pelaksana proyek). Adanya penunjukan
pihak ketiga didasarkan dalil naqli, Surah Al Kahfi: 19,
“Maka suruhlah seorang di antara kamu pergi ke kota
dengan membawa uang perakmu ini…”
Jika terjadi keuntungan, maka keuntungan harus
dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan
perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan
atau penghentian musyarakah. Setiap keuntungan mitra
harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh
keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di
awal yang ditetapkan bagi seorang mitra. Pembagian
keuntungan dilaksanakan sesuai porsi kontribusi modal
atau sesuai kesepakatan yang saling menguntungkan.
Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika
keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau
persentase itu diberikan kepadanya. Sistem pembagian
keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad.
Bank
tidak
diperkenankan
merubah
atau
mengurangi nisbah bagi hasil tanpa adanya kesepakatan
dari para pihak yang terlibat dalam kerja sama
perkongsian dana tersebut. Apabila terjadi perubahan
Ahmad Ifham Sholihin
Page 82
Mengenal Bank Syariah
komposisi modal maka secara otomatis porsi nisbah juga
berubah.
Jika terjadi kerugian, maka kerugian tersebut
ditanggung bersama oleh para pemilik modal menurut
porsi (nisbah) modal masing-masing. Jika salah satu
pemilik modal keluar dari perjanjian/ingkar janji atau
mengundurkan diri, maka usaha/proyek yang sudah
disepakati sebelumnya tidak langsung berakhir, kecuali
pemilik modal tersebut mencari penggantinya.
Dana pembiayaan musyarakah (porsi Bank) akan
dicairkan setelah akad ditandatangani. Pencairan
tersebut dikreditan ke rekening bersama pada Bank
setelah nasabah menyetor porsi kontribusi modalnya.
Nasabah wajib membayarkan bagi hasil yang
manjadi bagian Bank untuk setiap periode yang
disepakati dalam akad. Besarnya bagi hasil ditetapkan
setelah laporan kinerja keuangan syirkah disetujui oleh
Bank dan musyarik. Bank memperoleh kuasa untuk
mendebet
rekening
syirkah
pada
Bank
guna
merealisasikan pendapatan bagi hasil yang menjadi
bagian Bank.
Pendapatan Bank diakui bila bagi hasil telah
diterima. Semua biaya administrasi yang timbul akibat
dari perjanjian ini ditanggung oleh nasabah dan diakui
sebagai pendapatan Bank.
Biaya asuransi barang ditanggung oleh nasabah.
Biaya operasional dibebankan pada modal bersama. Jika
salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau
jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase
Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah.
Musyarakah Mutanaqisah
Musyarakah Mutanaqisah adalah Musyarakah atau
Syirkah yang kepemilikan aset (barang) atau modal salah
satu pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian
secara bertahap oleh pihak lainnya. Syarik adalah mitra,
Ahmad Ifham Sholihin
Page 83
Mengenal Bank Syariah
yakni pihak yang melakukan akad syirkah (Musyarakah).
Hukum Musyarakah Mutanaqisah adalah boleh.
Pada akad ini ada istilah Hishshah yaitu porsi atau
bagian syarik dalam kekayaan Musyarakah yang bersifat
musya’. Musya’ adalah porsi atau bagian syarik dalam
kekayaan Musyarakah (milik bersama) secara nilai dan
tidak dapat ditentukan batas-batasnya secara fisik.
Akad Musyarakah Mutanaqisah terdiri dari akad
Musyarakah/Syirkah dan Bai’ (jual beli). Para mitranya
memiliki hak dan kewajiban, di antaranya: memberikan
modal dan kerja berdasarkan kesepakatan pada saat
akad; memperoleh keuntungan berdasarkan nisbah yang
disepakati pada saat akad; serta menanggung kerugian
sesuai proporsi modal.
Dalam akad Musyarakah Mutanaqisah, pihak
pertama (syarik) wajib berjanji untuk menjual seluruh
hishshah-nya secara bertahap dan pihak kedua (syarik)
wajib membelinya. Jual beli dilaksanakan sesuai
kesepakatan. Setelah selesai pelunasan penjualan,
seluruh hishshah Bank syariah beralih kepada syarik
lainnya (nasabah).
Aset Musyarakah Mutanaqisah dapat di-Ijarah-kan
kepada syarik atau pihak lain. Apabila aset Musyarakah
menjadi objek Ijarah, maka syarik (nasabah) dapat
menyewa aset tersebut dengan nilai Ujrah yang
disepakati.
Keuntungan yang diperoleh dari Ujrah tersebut
dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dalam
akad, sedangkan kerugian harus berdasarkan proporsi
kepemilikan. Nisbah keuntungan dapat mengikuti
perubahan proporsi kepemilikan sesuai kesepakatan para
syarik.
Kadar/Ukuran bagian/porsi kepemilikan aset
Musyarakah syarik (Bank Syariah) yang berkurang akibat
pembayaran oleh syarik (nasabah), harus jelas dan
disepakati dalam akad. Sementara ini, biaya perolehan
aset Musyarakah menjadi beban bersama sedangkan
biaya peralihan kepemilikan menjadi beban pembeli.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 84
Mengenal Bank Syariah
6.
Mudarabah
Mudarabah atau disebut juga Muqaradhah berarti
bepergian untuk urusan dagang. Secara muamalah
berarti pemilik modal (shahibul mal) menyerahkan
modalnya kepada pekerja/pedagang (mudarib) untuk
diperdagangkan/diusahakan,
sedangkan
keuntungan
dagang itu dibagi menurut kesepakatan bersama.
Akad Mudarabah adalah akad kerja sama antara
Bank selaku pemilik dana (shahib al maal) dengan
nasabah selaku mudarib yang mempunyai keahlian atau
ketrampilan untuk mengelola suatu usaha yang produktif
dan halal. Hasil keuntungan dari penggunaan dana
tersebut dibagi bersama berdasarkan nisbah yang
disepakati.
Akad Mudarabah digunakan oleh Bank untuk
memfasilitasi pemenuhan kebutuhan permodalan bagi
nasabah yang memiliki keahlian dan ketrampilan guna
menjalankan usaha atau proyek dengan cara melakukan
investasi bagi usaha atau proyek yang bersangkutan.
Dalam Mudarabah, modal adalah sejumlah uang
dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada
mudarib untuk tujuan usaha. Modal dapat berbentuk
uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan
dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai
pada waktu akad.
Modal hanya diberikan untuk tujuan usaha yang
sudah jelas dan disepakati bersama. Modal harus berupa
uang tunai, jelas jenis mata uangnya, dan jelas
jumlahnya. Modal harus dibayarkan kepada mudarib,
baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan
kesepakatan dalam akad. Jika modal diserahkan secara
bertahap maka harus jelas tahapannya dan disepakati
bersama.
Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk studi
kelayakan (feasibility study) atau sejenisnya tidak
termasuk dalam bagian dari modal. Pembayaran biayaAhmad Ifham Sholihin
Page 85
Mengenal Bank Syariah
biaya tersebut ditetapkan berdasarkan kesepakatan
kedua belah pihak.
Keuntungan Mudarabah adalah jumlah yang
didapat sebagai kelebihan dari modal. Keuntungan yang
diperoleh merupakan hasil dari pengelolaan dana
pembiayaan Mudarabah yang diberikan. Keuntungan
harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh
disyaratkan hanya untuk satu pihak.
Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak
harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak
disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah)
dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah
harus berdasarkan kesepakatan.
Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat
dari Mudarabah, dan pengelola tidak boleh menanggung
kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan
disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan
Besar pembagian keuntungan dinyatakan dalam
bentuk nisbah yang disepakati. Mudarib harus
membayarkan bagian keuntungan yang menjadi hak Bank
secara berkala sesuai dengan periode yang disepakati.
Bank tidak akan menerima pembagian keuntungan,
bila terjadi kegagalan atau wanprestasi yang terjadi
bukan karena kelalaian mudarib. Bila terjadi kegagalan
usaha yang mengakibatkan kerugian yang disebabkan
oleh kelalaian mudarib, maka kerugian tersebut harus
ditanggung oleh mudarib (menjadi piutang Bank).
Bank berhak melakukan pengawasan namun tidak
berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha mudarib.
Bank sebagai penyedia dana tidak boleh membatasi
usaha/tindakan mudarib dalam menjalankan usahanya,
kecuali sebatas perjanjian (usaha yang telah ditetapkan)
atau yang menyimpang dari aturan syariah. Mudarib
tidak boleh menyalahi hukum Syariah Islam dalam
tindakannya yang berhubungan dengan Mudarabah, dan
harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas
itu.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 86
Mengenal Bank Syariah
Dana pembiayaan Mudarabah akan dicairkan
setelah akad perjanjian ditandatangani dan setelah
seluruh persyaratan dipenuhi. Pencairan tersebut
dilakukan dengan mengkredit rekening nasabah di Bank
secara bertahap sesuai cash flow atau secara sekaligus.
Sementara itu, nasabah berkewajiban untuk
membayar bagi hasil sesuai dengan nisbah yang
merupakan bagian Bank secara berkala sesuai dengan
kesepakan dalam akad. Besarnya kewajiban pembagian
keuntungan ditetapkan berdasarkan laporan hasil usaha
dari nasabah, yang disetujui oleh Bank.
Nasabah berkewajiban membayar kembali modal
Bank dalam jangka waktu yang telah disepakati dalam
akad. Bank dapat meminta dan memperoleh kuasa dari
nasabah untuk mendebit rekening nasabah pada Bank
untuk merealisasikan pembayaran kewajiban nasabah
kepada Bank.
Dalam
akad
Mudarabah,
biaya
asuransi
proyek/usaha menjadi beban nasabah. Sementara itu,
Bank dapat menunjuk pihak ketiga untuk mengawasi dan
memonitor kegiatan usaha.
Mudarabah boleh dibatasi pada periode tertentu.
Namun, kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan
sebuah kejadian di masa depan yang belum tentu
terjadi.
Pada dasarnya, dalam Mudarabah tidak ada ganti
rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad
al-amanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja,
kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
Jika salah satu pihak tidak menunaikan
kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara
kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan
melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah
Mudarabah Muqayyadah
Dalam kegiatan penyaluran dana dalam bentuk
pembiayaan berdasarkan
Mudarabah
muqayyadah
Ahmad Ifham Sholihin
Page 87
Mengenal Bank Syariah
(restricted investment), Bank bertindak sebagai agen
penyalur dana investor (channelling agent) kepada
nasabah yang bertindak sebagai pengelola dana untuk
kegiatan usaha dengan persyaratan dan jenis kegiatan
usaha yang ditentukan oleh investor.
Dalam pembiayaan Mudarabah Muqayyadah ini,
jangka waktu pembiayaan, pengembalian dana, dan
pembagian
keuntungan
ditentukan
berdasarkan
kesepakatan antara investor, nasabah dan Bank.
Bank tidak ikut serta dalam pengelolaan usaha
nasabah tetapi memiliki hak dalam pengawasan dan
pembinaan usaha nasabah. Pembiayaan diberikan dalam
bentuk tunai dan/atau barang. Jika pembiayaan
diberikan dalam bentuk barang, maka barang yang
diserahkan harus dinilai dengan harga perolehan atau
harga pasar.
Bank sebagai agen penyaluran dana dapat
menerima fee (imbalan) yang perhitungannya diserahkan
kepada kesepakatan para pihak. Pembagian keuntungan
dari pengelolaaan dana investasi dinyatakan dalam
bentuk nisbah yang disepakati antara investor dan
nasabah;
Bank sebagai agen penyaluran dana milik investor
tidak menanggung risiko kerugian usaha yang dibiayai;
dan investor sebagai pemilik dana Mudarabah
muqayyadah menanggung seluruh risiko kerugian
kegiatan usaha kecuali jika nasabah melakukan
kecurangan, lalai, atau menyalahi perjanjian yang
mengakibatkan kerugian usaha.
Mudarabah Muqayyadah terdiri dari Off-Balance
Sheet dan On-Balance Sheet. Dalam skema Mudarabah
Muqayyadah off-Balance Sheet, aliran dana berasal dari
satu nasabah investor kepada satu nasabah pembiayaan
(yang dalam bank konvensional disebut debitur). Di sini,
bank syariah bertindak sebagai arranger saja. Pencatatan
transaksinya di bank syariah secara Off Balance Sheet.
Bagi hasilnya hanya melibatkan nasabah investor dan
pelaksana usaha saja. Besar bagi hasil tergantung
Ahmad Ifham Sholihin
Page 88
Mengenal Bank Syariah
kesepakatan antara nasabah investor dan nasabah
pembiayaan. Bank hanya memperoleh arranger fee.
Disebut mudarabah karena skemanya bagi hasil,
muqayyadah karena ada pembatasan, yaitu hanya untuk
pelaksana usaha tertentu, dan off balance-sheet karena
bank tidak dicatat dalam neraca bank.
Sementara dalam skema Mudarabah Muqayyadah
on Balance Sheet, aliran dana dapat terjadi dari satu
nasabah investor ke sekelompok pelaksana usaha dalam
beberapa
sektor
terbatas,
misalnya
pertanian,
manufaktur, dan jasa. Nasabah investor lainnya mungkin
mensyaratkan dananya hanya boleh dipakai untuk
pembiayaan di sektor pertambangan, properti, dan
pertanian. Selain berdasarkan sektor, nasabah investor
dapat saja mensyaratkan berdasarkan jenis akad yang
digunakan, misalnya hanya boleh digunakan berdasarkan
akad penjualan cicilan saja, atau penyewaan cicilan
saja, atau kerja sama usaha saja. Skema ini membuat
bank terlibat dalam Mudarabah-Muqayyadah On BalanceSheet. Disebut On Balance Sheet karena dicatat dalam
neraca bank.
Mudarabah Muthlaqah
Mudarabah Muthlaqah akad Mudarabah tanpa
pembatasan, yaituentuk kerja sama antara shahibul mal
dan mudarib yang cakupannya sangat luas dan tidak
dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah
bisnis. Dalam fikih sering kali dicontohkan dengan
ungkapan if’al ma syi’ta (lakukan sesukamu) dari
shahibul mal ke mudarib yang memberi kewenangan
penuh.
Dalam skema Mudarabah Muthlaqah on Balance
Sheet, seluruh dana nasabah investor kepada bank
digunakan tanpa ada pembatasan tertentu pada
pelaksana usaha yang dibiayai maupun akad yang
digunakan. Nasabah investor memberikan kebebasan
secara mutlak kepada bank syariah untuk mengatur
seluruh aliran dana, termasuk memutuskan jenis akad
Ahmad Ifham Sholihin
Page 89
Mengenal Bank Syariah
dan pelaksana usaha di seluruh sektor. Tidak seluruh
dana ini dapat digunakan oleh bank, karena bank harus
menyisihkan 5% dari dana tersebut sebagai simpanan
wajib di Bank Indonesia (GWM=Giro Wajib Minimum).
Mudarabah Musytarakah
Mudarabah Musytarakah, yaitu salah satu bentuk
akad Mudarabah di mana pengelola (mudarib) turut
menyertakan modal atau dananya dalam kerjasama
investasi, diperlukan karena mengandung unsur
kemudahan
dalam
pengelolaannya
serta
dapat
memberikan manfaat yang lebih besar bagi para pihak.
Akad yang digunakan adalah perpaduan dari akad
Mudarabah dan akad Musyarakah, di mana Bank sebagai
mudarib menyertakan modal atau dananya dalam
investasi bersama nasabah. Bank sebagai pihak yang
menyertakan dananya (musytarik) memperoleh bagian
keuntungan berdasarkan porsi modal atau yang
disertakan.
Bagian keuntungan sesudah diambil oleh bank
sebagai musytarik dibagi antara bank sebagai mudarib
dengan nasabah dana sesuai dengan nisbah yang
disepakati. Apabila terjadi kerugian maka bank sebagai
musytarik menanggung kerugian sesuai dengan porsi
modal atau dana yang disertakan.
7.
Qardh
Qardh atau Iqradh secara etimologi berarti
pinjaman. Secara termonologi muamalah (ta’rif) adalah
memiliki sesuatu (hasil pinjaman) yang dikembalikan
(pinjaman tersebut) sebagai penggantinya dengan nilai
yang sama.
Qardh dalam perbankan adalah akad pemberian
pinjaman dari Bank kepada nasabah yang dipergunakan
untuk kebutuhan mendesak. Pengembalian pinjaman
ditentukan dalam jumlah yang sama dan dalam jangka
waktu tertentu (sesuai kesepakatan bersama) dan
Ahmad Ifham Sholihin
Page 90
Mengenal Bank Syariah
pembayarannya bisa dilakukan secara angsuran atau
sekaligus.
Sumber dana Qardh diperoleh dari dana wadiah
atau dana khusus yang disediakan oleh Bank dan sumber
dana yang diperoleh dari Muzakki atau kaum dermawan
yang berbentuk Zakat, Infak, Sedekah, dan sebagainya,
digunakan untuk bantuan yang bersifat sosial (seperti
mendapat musibah dan sejenisnya), atau untuk
membantu kaum dhu’afa.
Qardh biasanya digunakan untuk membiayai usaha
produktif dari kaum dhu‟afa, pinjaman untuk menutup
hutang kepada rentenir, pinjaman untuk biaya sewa
rumah, pinjaman untuk memenuhi kebutuhan mendesak
karena tertimpa musibah.
Dalam pembiayaan Qardh, karakter nasabah harus
diketahui dengan jelas. Bank memiliki keyakinan bahwa
nasabah mempunyai kemampuan untuk mengembalikan
dana yang dipinjamnya.
Bank tidak boleh mempersyaratkan imbalan atau
kelebihan/hadiah (di luar pinjaman) dari nasbah
peminjam Qardh. Bank boleh memberikan sanksi (denda)
kepada nasabah apabila penggunaan dana Qardh tidak
sesuai
dengan
perjanjian
semula
(terjadi
penyimpangan).
Dalam pembiayaan Qardh ini, nasabah wajib
membayar kembali pinjaman yang diterimanya, secara
lumpsum atau secara angsuran, dalam jangka waktu yang
telah disepakati dalam akad. Bank dapat meminta surat
kuasa untuk mendebit rekening nasabah pada Bank
dalam rangka merealisasikan pembayaran kewajiban
nasabah.
Tujuan pemberian fasilitas Qardh harus jelas dan
sangat diharapkan tidak terjadi penyimpangan dalam
penggunaannya, serta sesuai pula dengan kondisi yang
sesungguhnya (bukan dibuat-buat). Masa pinjaman dan
cara pengembaliannya harus dicantumkan dengan jelas
didalam akad, bisa secara sekaligus atau angsur.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 91
Mengenal Bank Syariah
Nasabah Qardh wajib mengembalikan jumlah
pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati
bersama. Biaya administrasi dibebankan kepada
nasabah.
Nasabah
dapat
memberikan
tambahan/sumbangan dengan sukarela kepada Bank
selama tidak diperjanjikan dalam Akad. Bank dapat
meminta jaminan kepada nasabah bilamana dipandang
perlu. Dana Qardh akan dicairkan setelah akad
ditandatangani dan dikreditkan langsung ke rekening
nasabah pada Bank.
Nasabah Qardh dapat memberikan tambahan
(sumbangan) dengan sukarela kepada bank selama tidak
diperjanjikan dalam akad. Jika nasabah tidak dapat
mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya
pada saat yang telah disepakati dan bank telah
memastikan
ketidakmampuannya,
bank
dapat
memperpanjang jangka waktu pengembalian, atau
menghapus (write off) sebagian atau seluruh
kewajibannya.
Jika nasabah tidak menunjukkan keinginan
mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya dan
bukan karena ketidakmampuannya, Bank dapat
menjatuhkan sanksi kepada nasabah. Sanksi yang
dijatuhkan kepada nasabah dapat berupa --dan tidak
terbatas pada-- penjualan barang jaminan. Jika barang
jaminan tidak mencukupi, nasabah tetap harus
memenuhi kewajibannya secara penuh
Dana Qardh dapat bersumber dari beberapa pos
berikut: (1) bagian modal bank; (2) keuntungan bank
yang disisihkan; dan (3) lembaga lain atau individu yang
mempercayakan penyaluran infaqnya kepada bank.
Sumber dana pinjaman Qardh untuk kegiatan
usaha yang bersifat sosial dapat berasal dari modal,
keuntungan yang disisihkan dan dari dana infak. Sumber
dana pinjaman Qardh untuk kegiatan usaha yang bersifat
talangan dana komersial jangka pendek (short term
financing) diperbolehkan dari Dana Pihak Ketiga yang
Ahmad Ifham Sholihin
Page 92
Mengenal Bank Syariah
bersifat investasi sepanjang tidak merugikan kepentingan
nasabah pemilik dana
Semua biaya administrasi yang timbul akibat dari
perjanjian ini dapat ditanggung oleh nasabah.
Pembiayaan biaya administrasi dapat dilakukan secara
sekaligus atau secara mengangsur.
8.
Rahn
Secara bahasa, Rahn adalah ats-tsubut wa addawam (tetap dan langgeng); juga berarti al-habs
(penahanan). Secara syar’i, ar-rahn (agunan) adalah
harta yang dijadikan jaminan utang (pinjaman) agar bisa
dibayar dengan harganya oleh pihak yang wajib
membayarnya,
jika
dia
gagal
(berhalangan)
menunaikannya.
Dalam praktis perbankan syariah, Rahn yang juga
disebut dengan gadai adalah akad penyerahan
barang/harta dari nasabah kepada Bank sebagai jaminan
sebagian atau seluruh hutang. Tujuan pemberian fasilitas
Gadai adalah untuk membantu nasabah untuk keperluan
sosial (pendidikan, kesehatan) atau sebagai pinjaman
untuk keperluan mendesak.
Dalam akad Rahn, Bank memberikan fasilitas
pinjaman kepada nasabah dengan prinsip qardh dengan
jaminan berupa emas nasabah yang bersangkutan dengan
pengikatan secara gadai. Barang/harta dimaksud
ditempatkan dalam penguasaan dan pemeliharaan Bank
dan atas pemeliharaan tersebut, Bank mengenakan biaya
sewa atas dasar prinsip Ijarah. Definisi Qardh di sini
tentunya adalah akad pinjaman dari Bank kepada pihak
tertentu yang wajib dikembalikan dengan jumlah yang
sama sesuai pinjaman.
Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk
menahan Marhun (barang) sampai semua hutang Rahin
(yang menyerahkan barang) dilunasi. Marhun dan
manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya,
Marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh Murtahin kecuali
seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai Marhun dan
Ahmad Ifham Sholihin
Page 93
Mengenal Bank Syariah
pemanfaatannya
itu
sekedar
pengganti
biaya
pemeliharaan dan perawatannya.
Pemeliharaan dan penyimpanan Marhun pada
dasarnya menjadi kewajiban Rahin, namun dapat
dilakukan juga oleh Murtahin, sedangkan biaya dan
pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban
Rahin. Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan
Marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah
pinjaman.
Apabila
jatuh
tempo,
Murtahin
harus
memperingatkan
Rahin
untuk
segera
melunasi
hutangnya. Apabila Rahin tetap tidak dapat melunasi
hutangnya, maka Marhun dijual paksa/dieksekusi melalui
lelang sesuai syariah.
Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi
hutang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang
belum dibayar serta biaya penjualan. Kelebihan hasil
penjualan menjadi milik Rahin dan kekurangannya
menjadi kewajiban Rahin.
Rahn Emas
Rahn (Gadai) Emas Syariah adalah produk di mana
bank memberikan fasilitas pinjaman kepada Nasabah
dengan jaminan berupa barang/harta Nasabah (emas)
yang bersangkutan dengan mengikuti prinsip gadai.
Barang/harta dimaksud ditempatkan dalam penguasaan
dan pemeliharaan bank, dan atas pemeliharaan tersebut
bank mengenakan biaya sewa atas dasar Prinsip Ijarah.
Rahn Emas dibolehkan berdasarkan prinsip Rahn
(ketentuan sama dengan ketentuan pada rahn). Ongkos
dan biaya penyimpanan barang (Marhun) ditanggung oleh
penggadai
(Rahin).
Ongkos
sebagaimana
Biaya
penyimpanan barang (Marhun) dilakukan berdasarkan
akad Ijarah. Ongkos penyimpanan barang (emas)
didasarkan pada
pengeluaran yang nyata-nyata
diperlukan.
Rahn Tasjily
Ahmad Ifham Sholihin
Page 94
Mengenal Bank Syariah
Rahn tasjily adalah jaminan dalam bentuk barang
atas utang tetapi barang jaminan tersebut (Marhun)
tetap berada dalam penguasaan (pemanfaatan) Rahin
dan bukti kepemilikannya diserahkan kepada Murtahin.
Pada akad Rahn Tasjily ini, Rahin menyerahkan
bukti
kepemilikan
barang
kepada
Murtahin.
Penyimpanan barang jaminan dalam bentuk bukti sah
kepemilikan atau sertifikat tersebut tidak memindahkan
kepemilikan barang ke Murtahin. Dan apabila terjadi
wanprestasi atau tidak dapat melunasi utangnya, Marhun
dapat dijual paksa/dieksekusi langsung baik melalui
lelang atau dijual ke pihak lain sesuai prinsip syariah.
Rahin memberikan wewenang kepada Murtahin
untuk mengeksekusi barang tersebut apabila terjadi
wanprestasi atau tidak dapat melunasi utangnya.
Pemanfaatan barang Marhun oleh Rahin harus dalam
batas kewajaran sesuai kesepakatan.
Murtahin dapat mengenakan biaya pemeliharaan
dan penyimpanan barang Marhun (berupa bukti sah
kepemilikan atau sertifikat) yang ditanggung oleh Rahin.
Besaran biaya pemeliharaan dan penyimpanan barang
Marhun tidak boleh dikaitkan dengan jumlah pinjaman
yang diberikan. Besaran biaya didasarkan pada
pengeluaran yang riil dan beban lainnya berdasarkan
akad Ijarah. Biaya asuransi pembiayaan Rahn Tasjily
ditanggung oleh Rahin.
9.
Pembiayaan Rekening Koran Syariah
Pembiayaan Rekening Koran Syariah (PRKS) adalah
suatu bentuk pembiayaan rekening koran yang dijalankan
berdasarkan prinsip syariah. Ada beberapa istilah yang
perlu dimengerti dalam PRKS, yaitu: wa’ad, akad, dan
wakalah.
Wa’ad adalah kesepakatan atau janji dari satu
pihak (bank syariah) kepada pihak lain (nasabah) untuk
melaksanakan sesuatu. Akad adalah transaksi atau
perjanjian syar’i yang menimbulkan hak dan kewajiban.
Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan dari satu pihak
Ahmad Ifham Sholihin
Page 95
Mengenal Bank Syariah
(bank syariah) kepada pihak lain (nasabah) untuk
melakukan akad (transaksi) tertentu yang diperlukan
oleh nasabah.
Pembiayaan Rekening Koran Syariah (PRKS)
dilakukan dengan wa’ad untuk wakalah dalam melakukan
hal berikut: (1) pembelian barang yang diperlukan oleh
nasabah dan menjualnya secara Murabahah kepada
nasabah tersebut; atau (2) menyewa (Ijarah)/mengupah
barang/jasa yang diperlukan oleh nasabah dan
menyewakannya lagi kepada nasabah tersebut.
Besar keuntungan (ribh) yang diminta oleh bank
syariah dalam dan besar sewa dalam Ijarah kepada
nasabah harus disepakati ketika wa’ad dilakukan.
Transaksi Murabahah kepada nasabah dan Ijarah kepada
nasabah harus dilakukan dengan akad.
Pembiayaan Rekening Koran Syariah (PRKS) dapat
dilakukan pula dengan wa’ad untuk memberikan fasilitas
pinjaman al-Qardh. Dalam menggunakan transaksi
Pembiayaan Rekening Koran Syariah (PRKS), penarikan
dana tidak boleh dilakukan secara langsung oleh
nasabah.
Pembiayaan Rekening Koran Syariah Musyarakah
Pembiayaan Rekening Koran Syariah (PRKS)
Musyarakah dilakukan berdasarkan akad Musyarakah dan
boleh disertai dengan wa’ad. Bank syariah dan nasabah
bertindak selaku mitra (syarik), yang masing-masing
berkewajiban menyediakan modal dan kerja. Bank
syariah boleh mewakilkan kepada nasabah dalam
melaksanakan usaha sepanjang disepakati pada saat
akad.
Nisbah bagi hasil untuk masing-masing pihak
disepakati pada saat akad. Dasar perhitungan bagi hasil
boleh menggunakan jumlah dana yang telah terpakai dan
keuntungan yang diperoleh dari usaha. Bank syariah
boleh
memberikan
sebagian
keuntungan
yang
diperolehnya kepada nasabah.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 96
Mengenal Bank Syariah
10. Pembiayaan Multijasa
Pembiayaan Multijasa adalah pembiayaan yang
diberikan oleh bank syariah kepada nasabah dalam
memperoleh manfaat atas suatu jasa. Pembiayaan
Multijasa hukumnya boleh (jaiz) dengan menggunakan
akad Ijarah atau Kafalah.
Jika bank syariah menggunakan akad Ijarah, maka
harus mengikuti semua ketentuan yang ada dalam Fatwa
Ijarah. Jika bank syariah menggunakan akad Kafalah,
maka harus mengikuti semua ketentuan yang ada dalam
Fatwa Kafalah.
Dalam kedua pembiayaan multijasa tersebut, bank
syariah dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) atau fee.
Besar ujrah atau fee harus disepakati di awal dan
dinyatakan dalam bentuk nominal bukan dalam bentuk
persentase.
11. Line Facility
Line Facility adalah suatu bentuk fasilitas plafon
pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah kepada
nasabah tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk
nasabah tertentu dengan ketentuan yang disepakati dan
mengikat secara moral yang dijalankan berdasarkan
prinsip syariah.
Beberapa istilah yang ada dalam Line Facility
adalah wa’ad dan akad. Wa’ad adalah kesepakatan atau
janji dari satu pihak (bank syariah) kepada pihak lain
(nasabah) untuk melaksanakan sesuatu yang dituangkan
ke
dalam
suatu
dokumen
Memorandum
of
Understanding. Akad adalah transaksi atau perjanjian
syar’i yang menimbulkan hak dan kewajiban serta
merupakan realisasi dari Line Facility.
Line Facility boleh dilakukan berdasarkan wa’ad
dan dapat digunakan untuk pembiayaan-pembiayaan
tertentu sesuai prinsip syariah. Akad yang digunakan
dalam pembiayaan tersebut di atas dapat berbentuk
akad Murabahah, Istisna, Mudarabah, Musyarakah dan
Ijarah.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 97
Mengenal Bank Syariah
Bank Syariah hanya boleh mengambil margin, bagi
hasil dan/atau fee atas akad-akad yang direalisasikan
dari Line Facility. Penetapan margin, nisbah bagi hasil
dan/atau fee (ujrah) yang diminta oleh bank syariah
harus mengacu kepada ketentuan masing-masing akad
dan ditetapkan pada saat akad tersebut dibuat.
12. Ketentuan Terkait Pembiayaan
Berikut ini adalah ketentuan-ketentuan yang
biasanya terjadi pada operasional perbankan syariah,
utamanya produk penyaluran dana, meliputi denda,
ganti rugi, kualitas aktiva produktif, PPAP, accrual,
restrukturisasi pembiayaan, dan write off.
Denda
Denda adalah sanksi yang dikenakan bank syariah
kepada nasabah yang mampu membayar pada waktu
yang telah ditentukan berdasarkan kesepakatan di antara
kedua belah pihak, tetapi menunda-nunda pembayaran
dengan disengaja. Nasabah yang tidak/belum mampu
membayar disebabkan force majeur tidak boleh
dikenakan sanksi.
Sanksi yang dimaksud adalah sanksi yang
dikenakan bank syariah kepada nasabah yang mampu
membayar, tetapi menunda-nunda pembayaran dengan
disengaja. Penundaan ini biasanya terjadi pada transaksi
pembiayaan berdasarkan pada prinsip jual beli maupun
akad lain yang pembayarannya kepada bank syariah
dilakukan secara angsuran.
Sanksi didasarkan pada prinsip ta'zir, yaitu
bertujuan
agar
nasabah
lebih
disiplin
dalam
melaksanakan kewajibannya. Sanksi dapat berupa denda
sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar
kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani. Dana
yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana
sosial.
Ganti Rugi (Ta’widh)
Ahmad Ifham Sholihin
Page 98
Mengenal Bank Syariah
Bank syariah beroperasi berdasarkan prinsip
syariah untuk menghindarkan praktik riba atau praktik
yang menjurus kepada riba, termasuk masalah denda
finansial yang biasa dilakukan oleh lembaga keuangan
konvensional. Para pihak yang melakukan transaksi
dalam bank syariah terkadang mengalami resiko kerugian
akibat wanprestasi atau kelalaian dengan menundanunda pembayaran oleh pihak lain yang melanggar
perjanjian.
Syariah Islam melindungi kepentingan semua pihak
yang bertransaksi, baik nasabah maupun bank syariah,
sehingga tidak boleh ada satu pihak pun yang dirugikan
hak-haknya. Kerugian yang benar-benar dialami secara
riil oleh para pihak dalam transaksi wajib diganti oleh
pihak yang menimbulkan kerugian tersebut.
Ganti rugi (ta`widh) hanya boleh dikenakan atas
pihak yang dengan sengaja atau karena kelalaian
melakukan sesuatu yang menyimpang dari ketentuan
akad dan menimbulkan kerugian pada pihak lain.
Kerugian yang dapat dikenakan ta’widh adalah
kerugian riil yang dapat diperhitungkan dengan jelas.
Kerugian riil adalah biaya-biaya riil yg dikeluarkan dalam
rangka penagihan hak yg seharusnya dibayarkan.
Besar ganti rugi (ta`widh) adalah sesuai dengan
nilai kerugian riil (real loss) yang pasti dialami (fixed
cost) dalam transaksi tersebut dan bukan kerugian yang
diperkirakan akan terjadi (potential loss) karena adanya
peluang yang hilang (opportunity loss atau al-furshah aldha-i’ah).
Ganti rugi (ta`widh) hanya boleh dikenakan pada
transaksi (akad) yang menimbulkan utang piutang (dain),
seperti salam, istisna serta murabahah dan ijarah yang
pembayarannya dilakukan tidak secara tunai. Sedangkan
dalam akad Mudarabah dan Musyarakah, ganti rugi hanya
boleh dikenakan oleh shahibul mal atau salah satu pihak
dalam musyarakah apabila bagian keuntungannya sudah
jelas tetapi tidak dibayarkan.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 99
Mengenal Bank Syariah
Ganti rugi yang diterima dalam transaksi di bank
syariah dapat diakui sebagai hak (pendapatan) bank
yaitu sesuai dengan nilai kerugian riil (real loss) yang
berkaitan dengan upaya Bank untuk memperoleh
pembayaran dari nasabah dan bukan kerugian yang
diperkirakan akan terjadi (potential loss) karena adanya
peluang yang hilang (opportunity loss/al-furshah al-dhai’ah)
Jumlah ganti rugi besarnya harus tetap sesuai
dengan kerugian riil dan tata cara pembayarannya
tergantung kesepakatan para pihak. Besarnya ganti rugi
ini tidak boleh dicantumkan dalam akad.
Pihak yang cedera janji bertanggung jawab atas
biaya perkara dan biaya lainnya yang timbul akibat
proses penyelesaian perkara. Klausul pengenaan ganti
rugi harus ditetapkan secara jelas dalam Akad dan
dipahami oleh nasabah. Besarnya ganti rugi atas kerugian
riil ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Bank
dengan nasabah
Kualitas Aktiva Produktif
Penilaian Kualitas Aktiva Produktif (KAP) dilakukan
dalam rangka pelaksanaan kegiatan usaha bank dengan
mempertimbangkan risiko dan prinsip kehati-hatian.
Kualitas Pembiayaan ditetapkan menjadi 5 (lima)
golongan yaitu: (1) Lancar; (2) Dalam Perhatian Khusus;
(3) Kurang Lancar; (4) Diragukan; (5) Macet.
Kualitas
Aktiva
Produktif
dalam
bentuk
Pembiayaan biasanya dinilai berdasarkan: (1) prospek
usaha; (2) kinerja (performance) nasabah; dan (3)
kemampuan membayar.
Prospek usaha di sini meliputi hal-hal sebagai
berikut: a. Potensi pertumbuhan usaha; b. Kondisi pasar
dan posisi nasabah dalam persaingan; c. Kualitas
manajemen dan permasalahan tenaga kerja; d.
Dukungan dari grup atau afiliasi; dan e. Upaya yang
dilakukan nasabah dalam rangka memelihara lingkungan
hidup.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 100
Mengenal Bank Syariah
Kinerja (performance) nasabah meliputi hal-hal
sebagai berikut: a. perolehan laba; b. struktur
permodalan; c. arus kas; dan d. sensitivitas terhadap
risiko pasar. sedangkan kemampuan membayar meliputi
hal-hal sebagai berikut: a. ketepatan pembayaran pokok
dan marjin/bagi hasil/fee; b. ketersediaan dan
keakuratan informasi keuangan nasabah; c. kelengkapan
dokumentasi pembiayaan; d. kepatuhan terhadap
perjanjian pembiayaan; e. kesesuaian penggunaan dana;
dan f. kewajaran sumber pembayaran kewajiban.
PPAP
PPAP adalah Pencadangan Penghapusan Aktiva
Produktif dalam rangka mengurangi resiko kerugian yang
mungkin terjadi dalam pembiayaan yang diberikan.
Dana yang digunakan untuk pencadangan diambil
dari bagian keuntungan yang menjadi hak bank syariah
sehingga tidak merugikan nasabah. Dalam perhitungan
pajak, bank syariah boleh mencadangkan dari seluruh
keuntungan.
Dalam
kaitan
dengan
pembagian
keuntungan, pencadangan hanya boleh berasal dari
bagian keuntungan yang menjadi hak bank syariah.
Accrual
Asumsi dasar pencatatan Akuntansi Syariah
menggunakan Asumsi Akrual Basis, yaitu transaksi dicatat
pada saat terjadinya, bukan pada saat kas diterima atau
dikeluarkan. Pada prinsipnya, dasar akrual basis ini
meliputi seluruh transaksi baik yang disisi aktiva maupun
pasiva (Pendapatan ataupun beban), namun pengaturan
ini hanya akan membahas pencatatan akrual basis pada
sisi aktiva saja, yaitu pengakuan pendapatan akrual atas
penyaluran aktiva produktif.
Sesuai kaidahnya, bahwa akrual basis tersebut
mengakui pendapatan atau beban pada saat terjadinya,
bukan pada saat kas diterima atau dikeluarkan, maka
pengakuan atas pendapatan akru ini harus yang benarbenar sudah terjadi, yakni akru dilakukan atas
Ahmad Ifham Sholihin
Page 101
Mengenal Bank Syariah
pendapatan yang memang layak dan dapat diakui oleh
bank, bukan berdasarkan pada asumsi atau nilai etimasi
yang tidak memiliki dasar pengakuan.
Oleh karena itu, pendapatan akru biasanya hanya
dibatasi pada: (1) penyaluran pembiayaan berbasis jual
beli, yaitu Murabahah, Salam dan Istisna; (2) penyaluran
pembiayaan berbasis Ijarah; (3) penyaluran Surat
Berharga Berbasis Ijarah/Murabahah.
Pendapatan Akrual dihitung atas dasar nomor
loan/portofolio dan karakteristik masing-masing pada
loan/portofolio tersebut, sehingga pendapatan dapat
diidentifikasi ke masing-masing nasabah. Pengakuan
pendapatan akrual harus dihubungkan dengan tingkat
kolektibilitas.
Bank dapat mengakui pendapatan secara akrual
untuk pembiayaan/penyaluran surat berharga dengan
status pembiayaan performing (kolektibilitas 1 dan
kolektibilitas 2) saja. Pendapatan akru dihitung secara
harian.
Pada saat pembiayaan menjadi non perform, maka
pendapatan yang diakui harus dibatalkan dengan
mereverse laba rugi, selanjutnya pendapatan dicatat
pada
rekening
administratif.
Pada
saat
pembiayaan/surat
berharga
menjadi
performing
kembali, maka pendapatan dapat diakui kembali secara
akrual dengan mereverse tagihan pendapatan pada
rekening administratif.
Metode yang digunakan dalam rangka menghitu
pendapatan akru disesuaikan dengan metode amortisasi
pengakuan pendapatan, seperti: (1) Apabila Pengakuan
pendapatan menggunakan metode efektif, maka akru
dihitung secara harian secara efektif. (2) Apabila
Pengakuan
pendapatan
menggunakan
metode
proporsional maka akru dihitung secara harian secara
proporsional. (3) Apabila Pengakuan pendapatan
menggunakan metode flat, maka akru dihitung secara
harian secara flat.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 102
Mengenal Bank Syariah
Restrukturisasi Pembiayaan
Restrukturisasi Pembiayaan adalah upaya yang
dilakukan Bank dalam rangka membantu nasabah agar
dapat menyelesaikan kewajibannya, antara lain melalui:
(1) Penjadwalan kembali (rescheduling); (2) Persyaratan
kembali (reconditioning); dan (3) Penataan kembali
(restructuring).
Penjadwalan kembali (rescheduling) adalah
perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah atau
jangka waktunya. Sedangkan Persyaratan kembali
(reconditioning) adalah perubahan sebagian atau seluruh
persyaratan Pembiayaan, antara lain perubahan jadwal
pembayaran, jumlah angsuran, jangka waktu dan/atau
pemberian potongan sepanjang tidak menambah sisa
kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada Bank.
Sementara itu, Penataan kembali (restructuring)
merupakan perubahan persyaratan Pembiayaan tidak
terbatas pada rescheduling atau reconditioning antara
lain meliputi: (1) penambahan dana fasilitas Pembiayaan
Bank; (2) konversi akad Pembiayaan; (3) konversi
Pembiayaan menjadi surat berharga syariah berjangka
waktu menengah; (4) konversi Pembiayaan menjadi
penyertaan modal sementara pada perusahaan nasabah.
Restrukturisasi Pembiayaan hanya dapat dilakukan
atas dasar permohonan secara tertulis dari nasabah.
Restrukturisasi Pembiayaan hanya dapat dilakukan untuk
nasabah yang memenuhi kriteria sebagai berikut: a.
nasabah mengalami penurunan kemampuan pembayaran;
dan b. nasabah memiliki prospek usaha yang baik dan
mampu memenuhi kewajiban setelah restrukturisasi.
Restrukturisasi Pembiayaan wajib didukung dengan
analisis
dan
bukti-bukti
yang
memadai
serta
terdokumentasi dengan baik.
Write Off
Write Off ini merupakan tindakan administratif
Bank untuk menghapus buku pembiayaan macet dari
neraca sebesar kewajiban nasabah tanpa menghapus hak
Ahmad Ifham Sholihin
Page 103
Mengenal Bank Syariah
tagih Bank kepada nasabah dan dibukukan terpisah dari
neraca maupun pembukuan administratif Bank, serta
ditampung
dalam
rekening/catatan
khusus/buku
tambahan untuk mencatat aktiva produktif yang telah
dihapus buku.
Pada prinsipnya write off adalah perpindahan dari
rekening intrakomtabel (on balance sheet) menjadi
rekening ekstrakomtabel (off balance sheet) tetapi
histori tetap tercatat. Pembiayaan yang telah di write
off tetap harus ditagih dan dapat dilakukan dengan cara
jual/lelang jaminan.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 104
Mengenal Bank Syariah
BAB V JASA, INSTRUMEN dan SURAT
BERHARGA
1. Wakalah
Wakalah disebut juga dengan perwakilan,
penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandate
(power of attorney). Akad Wakalah adalah akad
pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain
dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.
Suatu transaksi yang dilakukan oleh seorang
penerima kuasa dalam hal hibah, pinjaman, gadai,
titipan, peminjaman, kerja sama, dan kerja sama dalam
modal/usaha, harus disandarkan kepada kehendak
pemberi kuasa. Hak dan kewajiban di dalam transaksi
pemberian kuasa dikembalikan kepada pihak pemberi
kuasa.
Jika transaksi tersebut tidak merujuk untuk
diatasnamakan kepada pemberi kuasa, transaksi itu tidak
sah. Transaksi pemberian kuasa sah jika kekuasaannya
dilaksanakan oleh penerima kuasa dan hasilnya
diteruskan kepada pemberi kuasa.
Barang yang diterima pihak penerima kuasa dalam
kedudukannya sebagai penerima kuasa penjualan,
pembelian, pembayaran, atau penerimaan pembayaran
utang atau barang tertentu, barang itu dianggap menjadi
barang titipan.
Jika seorang atau badan usaha yang berutang
mengirim sejumlah uang sebagai pembayaran utangnya
melalui penerima kuasa kepada yang berpiutang dan
uang itu hilang ketika ada di tangan penerima kuasanya
sebelum diterima oleh yang berpiutang, yang berutang
itu harus bertanggung jawab mengganti kerugian. Bila
penerima kuasa berasal dari pihak yang berpiutang, yang
berpiutang harus bertanggung jawab mengganti
kerugian.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 105
Mengenal Bank Syariah
Jika seseorang atau badan usaha menunjuk dua
orang secara bersamaan untuk menjadi penerima
kuasanya, tidak cukup satu orang saja yang bertindak
sebagai penerima kuasa. Pihak yang telah ditunjuk
sebagai penerima kuasa untuk suatu masalah tertentu,
tidak berhak menunjuk yang lain sebagai penerima kuasa
tanpa izin yang memberikan kuasa. Pihak yang ditunjuk
oleh penerima kuasa akan menjadi penerima kuasa dari
yang memberikan kuasa.
Penerima kuasa yang diberi kuasa untuk
melakukan perbuatan hukum secara mutlak, ia bisa
melakukan perbuatan hukum secara mutlak. Penerima
kuasa yang diberi kuasa untuk melakukan perbuatan
hukum secara terbatas, ia hanya bisa melakukan
perbuatan hukum secara terbatas.
Jika disyaratkan upah bagi penerima kuasa dalam
transaksi pemberian kuasa, penerima kuasa berhak atas
upahnya setelah memenuhi tugasnya. Jika pembayaran
upah tidak disyaratkan dalam transaksi, dan penerima
kuasa itu bukan pihak yang bekerja untuk mendapat
upah, pelayanannya itu bersifat kebaikan saja dan ia
tidak berhak meminta pembayaran.
Contoh penerapan akad wakalah dalam perbankan
syariah adalah Kiriman Uang/Transfer, RTGS, Kliring,
Inkaso/Collection, dan lain-lain.
Kiriman Uang/Transfer
Kiriman Uang/Transfer adalah perpindahan dana
dari suatu tempat (cabang pengirim) ke tempat lain
(cabang penerima atau bank lain/BPDSI) untuk
kepentingan nasabah. Dalam Kiriman Uang/Transfer, ada
beberapa pihak yang terlibat yaitu Nasabah, Bank
Penarik, Bank Tertarik, dan Beneficiary.
Nasabah bertindak sebagai pihak pemilik dana
(pengirim) atau penerima dana yang akan memindahkan
dananya/menerima sejumlah dana dari pihak pengirim
melalui jasa pengiriman uang. Bank penarik (drawer
bank) bertindak sebagai bank pelaku transfer atau bank
Ahmad Ifham Sholihin
Page 106
Mengenal Bank Syariah
yang menerima dana dan amanat dari nasabah untuk
ditransfer kepada drawee atau bank tertarik yang
kemudian diserahkan kepada penerima dana (
beneficiary)
Bank tertarik (drawee bank) merupakan bank yang
menerima transfer masuk dari drawer bank untuk
diteruskan/dibayarkan kepada penerima (beneficiary).
Sedangkan Beneficiary adalah pihak akhir yang berhak
menerima dana transfer dari drawee bank. Beneficiary
dalam ketentuan ini adalah beneficiary yang
tidak/belum memiliki rekening pada bank tertarik.
RTGS
RTGS (Real Time Gross Settlement) adalah suatu
system pembayaran antar bank yang didisain untuk
melaksanakan pembayaran secara real time (seketika)
dan menyelesaikan (melunasi) transaksi terhadap
settlement account (rekening penyelesaian) tiap bank
peserta yang berada di Bank Indonesia dengan
menggunakan fasilitas elektronik-Interbank Funds
Transfer System (IFTS).
Transaksi
yang
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan RTGS adalah transaksi kredit (transfer
kredit), di mana bank pengirim atas inisiatifnya sendiri
mengirimkan instruksi pembayaran kepada RTGS
Computer Centre yang berada di Bank Indonesia untuk
mendebet rekeningnya untuk keuntungan rekening
lawan.
Untuk transaksi-transaksi antara bank peserta
dengan Bank Indonesia (SBI, devisa dan lain-lain), Bank
Indonesia akan mendebet langsung rekening bank yang
bersangkutan.
Kliring
Kliring adalah suatu proses penyelesaian hutang
piutang antar bank untuk kepentingan bank dan
nasabahnya guna memperluas dan memperlancar lalu
lintas pembayaran giral.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 107
Mengenal Bank Syariah
Inkaso/Collection
Inkaso atau Collection adalah suatu cara
penagihan dengan cara mengirimkan dokumen kepada
Bank dengan maksud mendapatkan pembayaran atau
akseptasi atau berdasarkan syarat-syarat lainnya. Pada
Inkaso, Bank Pemrakarsa yang menerima surat berharga
untuk ditagihkan, bisa mewakilkan kepada Bank
Pelaksana untuk melakukan penagihan atas surat
berharga tersebut.
Sebagaimana lazimnya operasional perbankan,
Inkaso tentu melibatkan unsur principal, Bank
Koresponden, Immediate Credit, juga Final Payment.
Principal adalah pemilik warkat untuk ditagihkan.
Bank Koresponden adalah bank yang mempunyai
hubungan korespondensi dengan Bank Pemrakarsa, yang
ditunjuk untuk menagihkan warkat Collection kepada
Bank Tertarik.
Immediate Credit adalah warkat Collection yang
ditagihkan ke Bank Tertarik Via Bank Koresponden
dimana nostro Bank Pemrakarsa dikredit lebih dahulu
oleh Bank Koresponden pada saat warkat diterima.
Final Payment adalah warkat Collection yang
ditagih ke Bank Via Bank Koresponden, dimana nostro
baru dikredit oleh Bank Koresponden, apabila hasil dari
Collection tersebut telah tertagih.
Anjak Piutang
Anjak Piutang Secara Syariah adalah pengalihan
penyelesaian piutang atau tagihan jangka pendek dari
pihak yang berpiutang kepada pihak lain yang kemudian
menagih piutang tersebut kepada pihak yang berutang
atau pihak yang ditunjuk oleh pihak yang berutang sesuai
prinsip syariah.
Akad yang dapat digunakan dalam Anjak Piutang
Secara Syariah adalah Wakalah bil Ujrah. Pihak yang
berpiutang mewakilkan kepada pihak lain untuk
melakukan pengurusan dokumen-dokumen penjualan
Ahmad Ifham Sholihin
Page 108
Mengenal Bank Syariah
kemudian menagih piutang kepada pihak yang berutang
atau pihak lain yang ditunjuk oleh pihak yang berutang;
Pihak yang ditunjuk menjadi wakil dari yang
berpiutang untuk melakukan penagihan (collection)
kepada pihak yang berutang atau pihak lain yang
ditunjuk oleh pihak yang berutang untuk membayar.
Pihak yang ditunjuk menjadi wakil dapat memberikan
dana talangan (Qardh) kepada pihak yang berpiutang
sebesar nilai piutang.
Atas jasanya untuk melakukan penagihan piutang
tersebut, pihak yang ditunjuk menjadi wakil dapat
memperoleh Ujrah/Fee. Besar Ujrah harus disepakati
pada saat akad dan dinyatakan dalam bentuk nominal,
bukan dalam bentuk persentase yang dihitung dari pokok
piutang.
Pembayaran Ujrah dapat diambil dari dana
talangan atau sesuai kesepakatan dalam akad. Antara
akad Wakalah bil Ujrah dan akad Qardh, tidak
dibolehkan adanya keterkaitan (ta’alluq)
2. Kafalah
Kafalah adalah akad pemberian jaminan yang
diberikan satu pihak kepada pihak lain, di mana pemberi
jaminan (kafil) bertanggung jawab atas pembayaran
kembali utang yang menjadi hak penerima jaminan
(makful). Jadi, Kafalah merupakan penjaminan yang
diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga
untuk memebuhi kewajiban pihak kedua atau yang
ditanggung (makful ‘anhu, ashil). Kafalah bisa juga
berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang
dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang
lain sebagai penjamin.
Ada beberapa istilah/jenis dalam Kafalah, seperti
Kafalah bil Maal, Kafalah bin Nafs, Kafalah bit Taslim,
Kafalah Muallaqah, Kafalah Muthlaqah, Kafalah
Muqayyadah, dan Kafalah Al Munjazah.
Kafalah bil Maal adalah jaminan pembayaran
barang atau pelunasan utang dalam aplikasinya di
Ahmad Ifham Sholihin
Page 109
Mengenal Bank Syariah
perbankan dapat berbentuk jaminan uang muka
(Advance payment bond) atau jaminan pembayaran
(payment bond).
Kafalah bin Nafs adalah jaminan individu (personal
guarantee). Kafalah bit Taslim adalah jaminan
pengembalian. Sedangkan Kafalah Muallaqah adalah
jaminan mutlak yang dibatasi oleh kurun waktu tertentu
untuk dan untuk tujuan tertentu, dalam perbankan
diterapkan
jaminan
pelaksanaan
suatu
proyek
(performance bond) atau jaminan penawaran (bid bond).
Kafalah Muthlaqah dan Muqayyadah merupakan
kafalah yang dilakukan dengan cara muthlaqah/tidak
dengan syarat atau muqayyadah/dengan syarat, dengan
ketentuan sebagai berikut: (1) Dalam akad kafalah yang
tidak terikat persyaratan, kafalah dapat segera dituntut
jika utang itu harus segera dibayar oleh debitor; (2)
Dalam akad kafalah yang terikat persyaratan, penjamin
tidak dapat dituntut untuk membayar sampai syarat itu
dipenuhi; (3) Dalam hal kafalah dengan jangka waktu
terbatas, tuntutan hanya dapat diajukan kepada
penjamin selama jangka waktu kafalah; (4) Penjamin
tidak dapat menarik diri dari kafalah setelah akad
ditetapkan kecuali dipersyaratkan lain.
Kafalah al Munjazah merupakan jaminan mutlak
yang tidak dibatasi oleh jangka waktu dan untuk
kepentingan atau tujuan tertentu, seperti dalam bentuk
performance bonds “jaminan prestasi”.
Contoh lain dari penerapan Akad Wakalah di bank
syariah adalah Bank Garansi. Garansi Bank adalah suatu
jaminan yang diberikan Bank yang menyatakan, bahwa
pihak Bank akan memenuhi kewajiban kepada pihak
penerima jaminan (bouwheer) apabila pihak yang
dijamin/nasabah tidak dapat atau gagal memenuhi
kewajibannya sesuai dengan apa yang diperjanjikan
(cidera janji/wanprestasi).
Penjaminan Syariah
Ahmad Ifham Sholihin
Page 110
Mengenal Bank Syariah
Penjaminan Syariah adalah penjaminan antara
para pihak berdasarkan prinsip Syariah. Penjaminan
Syariah tidak boleh digunakan untuk menjamin transaksi
dan objek yang tidak sesuai dengan syariah. Pihak
terjamin harus memiliki kemampuan financial untuk
melunasi pada waktunya.
Jika penjaminan dilakukan oleh bank syariah,
maka bank dapat meminta jaminan secara keseluruhan,
sebagian, atau menggunakan wa’ad line facility. Jika
penjaminan dilakukan oleh perusahaan asuransi syariah,
maka pembayaran klaim penjaminan tidak boleh diambil
dari dana tabarru’ karena bukan kegiatan asuransi
syariah.
Jika terjadi pembayaran klaim penjaminan, pihak
penjamin berhak menagih kepada pihak terjamin sebesar
pembayaran klaim atau melepaskan haknya. Dalam
penjaminan syariah, tidak boleh memperjualbelikan hak
tagih yang timbul.
Penjaminan pada pembiayaan atau akad yang
berbasis bagi hasil hanya boleh dilakukan pada nilai
pokok (ra‟sul maal). Penjaminan syariah boleh dilakukan
oleh bank syariah, asuransi syariah, lembaga penjaminan
syariah, dan Lembaga Keuangan Syariah lainnya.
Penjaminan
dapat
dilakukan–antara
lain
atas:
kemampuan bayar, kemampuan penyelesaian kualitas
dan kuantitas objek pembiayaan atau pekerjaan.
3. Hawalah
Hawalah atau Pengalihan utang adalah pengalihan
utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang
bersedia menanggungnya dengan nilai yang sama dengan
nilai nominal utangnya. Rukun hawalah terdiri atas: a.
muhil/peminjam; b. muhal/pemberi pinjaman; c. muhal
„alaih/penerima hawalah; d. muhal bihi/utang; dan e.
akad.
Akad hawalah ini dinyatakan oleh para pihak
secara lisan, tulisan, atau isyarat. Para pihak yang
Ahmad Ifham Sholihin
Page 111
Mengenal Bank Syariah
melakukan akad hawalah/pemindahan utang harus
memiliki kecakapan hukum.
Pada
akad
hawalah,
peminjam
harus
memberitahukan kepada pemberi pinjaman bahwa ia
akan memindahkan utangnya kepada pihak lain.
Persetujuan pemberi pinjaman mengenai rencana
peminjam untuk memindahkan utang adalah syarat
dibolehkannya akad hawalah/pemindahan utang.
Akad hawalah/pemindahan utang dapat dilakukan
jika pihak penerima hawalah/pemindahan utang
menyetujui keinginan peminjam. Hawalah/pemindahan
utang tidak disyaratkan adanya utang dari penerima
hawalah/pemindahan utang, kepada pemindah utang.
(8) Hawalah/pemindahan utang tidak disyaratkan adanya
sesuatu yang diterima oleh pemindah utang dari pihak
yang menerima hawalah/pemindahan utang sebagai
hadiah atau imbalan.
Ada 2 jenis Hawalah, yaitu: Hawalah Muqayyadah
dan Hawalah Muthlaqah. Hawalah Muqayyadah adalah
hawalah dengan muhil adalah orang yang berutang
sekaligus berpiutang kepada muhal ’alaih. Sedangkan
Hawalah Muthlaqah adalah Hawalah dengan muhil
adalah orang yang berutang tetapi tidak berpiutang
kepada muhal ’alaih.
Alternatif Akad Hawalah
Akad hawalah dapat dilakukan melalui empat
alternatif. Alternatif I: Bank memberikan qardh kepada
nasabah. Dengan qardh tersebut nasabah melunasi kredit
(utang)-nya; dan dengan demikian, aset yang dibeli
dengan kredit tersebut menjadi milik nasabah secara
penuh.
Nasabah menjual aset kepada Bank, dan dengan
hasil penjualan itu nasabah melunasi qardh-nya kepada
Bank. Bank menjual secara murabahah aset yang telah
menjadi miliknya tersebut kepada nasabah, dengan
pembayaran secara cicilan.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 112
Mengenal Bank Syariah
Alternatif II: Bank membeli sebagian aset nasabah,
dengan seizin Bank Konvensional. Sehingga dengan
demikian, terjadilah syirkah al-milk antara Bank dan
nasabah terhadap aset tersebut.
Bagian aset yang dibeli oleh Bank adalah bagian
aset yang senilai dengan utang (sisa cicilan) nasabah
kepada Bank Konvensional. Bank menjual secara
murabahah bagian asset yang menjadi miliknya tersebut
kepada nasabah, dengan pembayaran secara cicilan.
Alternatif
III:
Dalam
pengurusan
untuk
memperoleh kepemilikan penuh atas aset, nasabah
dapat melakukan akad ijarah dengan Bank. Apabila
diperlukan, Bank dapat membantu menalangi kewajiban
nasabah dengan menggunakan prinsip al-Qardh.
Akad ijarah tidak boleh dipersyaratkan dengan
(harus terpisah dari) pemberian talangan. Besar imbalan
jasa ijarah tidak boleh didasarkan pada jumlah talangan
yang diberikan Bank kepada nasabah.
Alternatif IV: Bank memberikan qardh kepada
nasabah. Dengan qardh tersebut nasabah melunasi kredit
(utang)-nya; dan dengan demikian, aset yang dibeli
dengan kredit tersebut menjadi milik nasabah secara
penuh.
Nasabah menjual aset kepada Bank, dan dengan
hasil penjualan itu nasabah melunasi qardh-nya kepada
Bank. Bank menyewakan aset yang telah menjadi
miliknya tersebut kepada nasabah, dengan akad al-Ijarah
al-Muntahiyah bi al-Tamlik.
Akibat Hawalah
Ada beberapa akibat dijalankannya akad Hawalah
ini. Misalnya, pihak yang utangnya dipindahkan, wajib
membayar utangnya kepada penerima hawalah.
Penjamin utang yang dipindahkan, kehilangan haknya
untuk menahan barang jaminan.
Utang pihak peminjam yang meninggal sebelum
melunasi utangnya, dibayar dengan harta yang
ditinggalkannya. Pembayaran utang kepada penerima
Ahmad Ifham Sholihin
Page 113
Mengenal Bank Syariah
hawalah/pemindahan utang harus didahulukan atas
pihak-pihak pemberi pinjaman lainnya jika harta yang
ditinggalkan oleh peminjam tidak mencukupi. Akad
hawalah/pemindahan utang yang bersyarat menjadi
batal dan utang kembali kepada peminjam jika syaratsyaratnya tidak terpenuhi.
Peminjam wajib menjual kekayaannya jika
pembayaran utang yang dipindahkan ditetapkan dalam
akad bahwa utang akan dibayar dengan dana hasil
penjualan kekayaannya. Pembayaran utang yang
dipindahkan dapat dinyatakan dan dilakukan dengan
waktu yang pasti, dan dapat pula dilakukan tanpa waktu
pembayaran yang pasti.
Pihak peminjam terbebas dari kewajiban
membayar utang jika penerima hawalah/pemindahan
utang membebaskannya. Apabila terjadi hawalah pada
seseorang, kemudian orang yang menerima pemindahan
utang tersebut meninggal dunia, pemindahan utang yang
telah terjadi tidak dapat diwariskan.
Hawalah Bil Ujrah
Hawalah Bil Ujrah adalah Hawalah dengan
pengenaan ujrah/fee. Hawalah bil ujrah hanya berlaku
pada hawalah muthlaqah. Dalam hawalah muthlaqah,
muhal ’alaih boleh menerima ujrah/fee atas kesediaan
dan komitmennya untuk membayar utang muhil.
Besarnya fee tersebut harus ditetapkan pada saat akad
secara jelas, tetap dan pasti sesuai kesepakatan para
pihak.
Pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh
para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam
mengadakan kontrak (akad). Akad dituangkan secara
tertulis, melalui korespondensi, atau menggunakan caracara komunikasi modern.
Hawalah harus dilakukan atas dasar kerelaan dari
para pihak yang terkait. Kedudukan dan kewajiban para
pihak harus dinyatakan dalam akad secara tegas. Jika
transaksi hawalah telah dilakukan, hak penagihan muhal
Ahmad Ifham Sholihin
Page 114
Mengenal Bank Syariah
berpindah kepada muhal ‘alaih. Bank yang melakukan
akad Hawalah bil Ujrah boleh memberikan sebahagian
fee hawalah kepada shahibul mal.
Hawalah Wal IMBT
Hawalah Wal IMBT (Ijarah Muntahiya Bit Tamlik)
adalah kombinasi dua akad yang dilakukan untuk
mengambil alih pembiayaan dari bank lain dengan
syarat: penggunaan Hawalah jika untuk menutupi
pokoknya saja dari Bank lain, sedangkan IMBT dilakukan
ketika nasabah tersebut telah mendapatkan pembiayaan
dari bank lain dengan diambil manfaatnya atau
kegunaannya dan mengindari bai al innah.
4. Safe Deposit Box
Save Deposit Box (SDB) adalah tempat
penyimpanan barang berharga yang disediakan oleh
bank. Di bank syariah juga menyediakan fasilitas ini.
Berdasarkan sifat dan karakternya, SDB dilakukan dengan
menggunakan akad Ijarah (sewa).
Barang-barang yang dapat disimpan dalam SDB
adalah barang yang berharga yang tidak diharamkan dan
tidak dilarang oleh negara. Besar biaya sewa ditetapkan
berdasarkan kesepakatan. Hak dan kewajiban pemberi
sewa dan penyewa ditentukan berdasarkan kesepakatan
sepanjang tidak bertentangan dengan rukun dan syarat
Ijarah.
5. Letter of credit (L/C):
Letter of credit (L/C) adalah suatu instrumen janji
bayar yang diterbitkan oleh Issuing Bank (Opening Bank)
atas permintaan importer (applicant) di mana bank
berjanji akan melaksanakan pembayaran kepada
eksportir (beneficiary) selama memenuhi syarat-syarat
yang diminta dalam L/C. L/C terdiri dari L/C Ekspor dan
L/C Impor.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 115
Mengenal Bank Syariah
Letter of credit (L/C) Ekspor
Letter of credit (L/C) Ekspor Syariah adalah surat
pernyataan akan membayar kepada Eksportir yang
diterbitkan oleh bank untuk memfasilitasi perdagangan
ekspor dengan pemenuhan persyaratan tertentu sesuai
dengan prinsip syariah. L/C Ekspor syariah dalam
pelaksanaannya menggunakan akad-akad: Wakalah bil
ujrah, qardh, mudarabah, musyarakah, dan al-bai’.
L/C Ekspor dengan Akad wakalah bil ujrah
dilakukan dengan cara Bank melakukan penagihan
(collection) kepada bank penerbit L/C (issuing bank),
selanjutnya dibayarkan kepada eksportir setelah
dikurangi ujrah. Besar ujrah harus disepakati di awal dan
dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam
persentase.
L/C Ekspor dengan Akad wakalah bil ujrah dan
qardh dilakukan dengan cara Bank melakukan
pengurusan dokumen-dokumen ekspor. Kemudian Bank
melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit
L/C (issuing bank). Bank memberikan dana talangan
(qardh) kepada nasabah eksportir sebesar harga barang
ekspor. Besar ujrah harus disepakati di awal dan
dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk
persentase. Pembayaran ujrah dapat diambil dari dana
talangan sesuai kesepakatan dalam akad. Antara akad
wakalah bil ujrah dan akad qardh, tidak dibolehkan
adanya keterkaitan (ta‟alluq).
L/C Ekspor dengan Akad wakalah bil ujrah dan
mudarabah dilakukan dengan cara Bank memberikan
kepada eksportir seluruh dana yang dibutuhkan dalam
proses produksi barang ekspor yang dipesan oleh
importer. Bank melakukan pengurusan dokumendokumen ekspor. Kemudian Bank melakukan penagihan
(collection) kepada bank penerbit L/C (issuing bank).
Pembayaran oleh bank penerbit L/C dapat dilakukan
pada saat dokumen diterima (at sight) atau pada saat
jatuh tempo (usance). Pembayaran dari bank penerbit
L/C (issuing bank) dapat digunakan untuk pembayaran
Ahmad Ifham Sholihin
Page 116
Mengenal Bank Syariah
ujrah, pengembalian dana mudarabah, serta pembayaran
bagi hasil. Besar ujrah harus disepakati di awal dan
dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk
persentase.
L/C Ekspor dengan Akad musyarakah dilakukan
dengan cara Bank memberikan kepada eksportir sebagian
dana yang dibutuhkan dalam proses produksi barang
ekspor yang dipesan oleh importir. Bank melakukan
pengurusan dokumen-dokumen ekspor. Bank melakukan
penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing
bank). Pembayaran oleh bank penerbit L/C dapat
dilakukan pada saat dokumen diterima (at sight) atau
pada saat jatuh tempo (usance). Pembayaran dari bank
penerbit L/C (issuing bank) dapat digunakan untuk
pengembalian dana musyarakah dan pembayaran bagi
hasil.
L/C Ekspor dengan Akad Al-Bai’ (Jual beli) dan
Wakalah dilakukan dengan cara Bank membeli barang
dari eksportir. Kemudian Bank menjual barang kepada
importer yang diwakili eksportir. Bank membayar kepada
eksportir setelah pengiriman barang kepada importer.
Pembayaran oleh bank penerbit L/C (issuing bank) dapat
dilakukan pada saat dokumen diterima (at sight) atau
pada saat jatuh tempo (usance).
Letter of credit (L/C) Impor
Letter of credit (L/C) Impor Syariah adalah surat
pernyataan akan membayar kepada Eksportir yang
diterbitkan oleh bank untuk kepentingan Importir dengan
pemenuhan persyaratan tertentu sesuai dengan prinsip
syariah. L/C Impor syariah dalam pelaksanaannya
menggunakan akad-akad: wakalah bil ujrah, qardh,
murabahah, salam/istisna, mudarabah, musyarakah, dan
hawalah.
Letter of credit (L/C) Impor Syariah dengan Akad
wakalah bil ujrah dilakukan dengan ketentuan importir
harus memiliki dana pada bank sebesar harga
Ahmad Ifham Sholihin
Page 117
Mengenal Bank Syariah
pembayaran barang yang diimpor. Importir dan bank
melakukan akad wakalah bil ujrah untuk pengurusan
dokumen-dokumen transaksi impor. Besar ujrah harus
disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk
nominal, bukan dalam bentuk persentase.
Letter of credit (L/C) Impor Syariah dengan Akad
wakalah bil ujrah dan qardh dilakukan dengan ketentuan
importir tidak memiliki dana cukup pada bank untuk
pembayaran harga barang yang diimpor. Importir dan
bank melakukan akad wakalah bil ujrah untuk
pengurusan dokumen-dokumen transaksi impor. Besar
ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam
bentuk nominal, bukan dalam bentuk persentase. Bank
memberikan dana talangan (qardh) kepada importir
untuk pelunasan pembayaran barang impor.
Letter of credit (L/C) Impor Syariah dengan Akad
murabahah dilakukan dengan ketentuan Bank bertindak
selaku pembeli yang mewakilkan kepada importir untuk
melakukan transaksi dengan eksportir. Pengurusan
dokumen dan pembayaran dilakukan oleh bank saat
dokumen diterima (at sight) dan/atau tangguh sampai
dengan jatuh tempo (usance). Bank menjual barang
secara murabahah kepada importir, baik dengan
pembayaran tunai maupun cicilan. (d) Biaya-biaya yang
dikeluarkan oleh bank akan diperhitungkan sebagai harga
perolehan barang.
Letter of credit (L/C) Impor Syariah dengan Akad
salam/istisna dan murabahah dilakukan dengan
ketentuan Bank melakukan akad salam atau istisna
dengan mewakilkan kepada importir untuk melakukan
transaksi
tersebut.
Pengurusan
dokumen
dan
pembayaran dilakukan oleh bank. Bank menjual barang
secara murabahah kepada importir, baik dengan
pembayaran tunai maupun cicilan. Biaya-biaya yang
dikeluarkan oleh bank akan diperhitungkan sebagai harga
perolehan barang.
Letter of credit (L/C) Impor Syariah dengan Akad
wakalah bil ujrah dan mudarabah dilakukan dengan
Ahmad Ifham Sholihin
Page 118
Mengenal Bank Syariah
ketentuan Nasabah melakukan akad wakalah bil ujrah
kepada bank untuk melakukan pengurusan dokumen dan
pembayaran. Bank dan importir melakukan akad
mudarabah, dengan bank bertindak selaku shahibul mal
menyerahkan modal kepada importir sebesar harga
barang yang diimpor.
Letter of credit (L/C) Impor Syariah dengan Akad
musyarakah dilakukan dengan ketentuan Bank dan
importir melakukan akad musyarakah, di mana keduanya
menyertakan modal untuk melakukan kegiatan impor
barang.
Pada Letter of credit (L/C) Impor Syariah, jika
pengiriman barang telah terjadi, sedangkan pembayaran
belum dilakukan, ada 2 alternatif akad yang bisa
digunakan yaitu (1) wakalah bil ujrah dan qardh, serta
(2) wakalah bil ujrah dan hawalah.
Pada saat pengiriman barang telah terjadi,
alternatif akad wakalah bil ujrah dan qardh dilakukan
dengan ketentuan importir tidak memiliki dana cukup
pada bank untuk pembayaran harga barang yang
diimpor. Importir dan bank melakukan akad wakalah bil
ujrah untuk pengurusan dokumen-dokumen transaksi
impor. Besar ujrah harus disepakati di awal dan
dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk
persentase. Bank memberikan dana talangan (qardh)
kepada nasabah untuk pelunasan pembayaran barang
impor.
Sementara itu, alternatif wakalah bil ujrah dan
hawalah dilakukan dengan ketentuan importir tidak
memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga
barang yang diimpor. Importir dan bank melakukan akad
Wakalah untuk pengurusan dokumen-dokumen transaksi
impor. Besar ujrah harus disepakati di awal dan
dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk
persentase. Utang kepada eksportir dialihkan oleh
importir menjadi utang kepada bank dengan meminta
bank membayar kepada eksportir senilai barang yang
diimpor.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 119
Mengenal Bank Syariah
Letter of credit (L/C) juga bisa dilakukan denan
dengan Akad Kafalah Bil Ujrah di mana seluruh rukun
dan syarat akad Kafalah bil Ujrah merujuk pada
ketentuan pada L/C Ekspor dan Impor, serta ketentuan
Kafalah. Fee atas transaksi akad Kafalah harus
disepakati dan dituangkan di dalam akad.
Penyelesaian Piutang dalam Ekspor
Penyelesaian Piutang dalam Ekspor adalah
pengalihan penyelesaian piutang dari pihak yang
berpiutang kepada Bank, kemudian Bank menagih
piutang tersebut kepada pihak yang berutang atau pihak
lain yang ditunjuk oleh pihak yang berutang.
Akad yang dapat digunakan dalam Anjak Piutang
Ekspor adalah wakalah bil ujrah yang dapat disertai
dengan qardh. Pihak yang berpiutang mewakilkan
kepada pihak Bank untuk melakukan pengurusan
dokumen-dokumen ekspor dan menagih piutang kepada
pihak yang berutang atau pihak lain yang ditunjuk oleh
pihak yang berutang.
Bank melakukan penagihan (collection) kepada
pihak yang berutang atau pihak lain yang ditunjuk oleh
pihak yang berutang. Bank dapat memberikan dana
talangan (qardh) kepada pihak yang berpiutang sebesar
nilai piutang.
Atas jasanya untuk melakukan pengurusan
dokumen-dokumen ekspor dan menagih piutang
tersebut, Bank dapat memperoleh ujrah/fee. Besar
ujrah harus disepakati pada saat akad dan dinyatakan
dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk persentase
yang dihitung dari pokok piutang. Pembayaran ujrah
dapat diambil dari dana talangan sesuai kesepakatan
dalam akad. Antara akad wakalah bil ujrah dan akad
qardh, tidak dibolehkan adanya keterkaitan (ta’alluq).
Penyelesaian Utang dalam Impor
Penyelesaian Utang Impor adalah pengalihan utang
dari pihak yang berutang kepada Lembaga Keuangan
Ahmad Ifham Sholihin
Page 120
Mengenal Bank Syariah
Syariah Bank, kemudian Bank membayar utang tersebut
kepada pihak yang berpiutang atau pihak lain yang
ditunjuk oleh pihak yang berpiutang.
Akad yang dapat digunakan dalam penyelesaian
utang impor adalah Hawalah bil Ujrah. Bank sebagai
muhal alaih menerima pengalihan utang dari pihak yang
berutang senilai utang impor. Pengalihan utang harus
dilakukan atas dasar kerelaan dari para pihak yang
terkait.
Bank sebagai muhal alaih boleh mengenakan
ujrah/fee atas pengalihan utang. Besar ujrah harus
disepakati secara jelas, tetap dan pasti pada saat akad
dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam
bentuk persentase yang dihitung dari pokok utang.
Pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh
para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam
mengadakan kontrak (akad). Akad dituangkan secara
tertulis, melalui korespondensi, atau menggunakan caracara komunikasi modern. Kedudukan dan kewajiban para
pihak harus dinyatakan dalam akad secara tegas. Jika
transaksi hawalah telah dilakukan, hak penagihan muhal
berpindah kepada muhal ‘alaih.
6. Sharf
Sharf adalah pertukaran mata uang (money
changer), baik antarmata uang sejenis maupun
antarmata uang berlainan jenis.
Transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya
boleh dilakukan dengan syarat: (1) tidak untuk spekulasi
(untung-untungan); (2) ada kebutuhan transaksi atau
untuk berjaga-jaga (simpanan); (3) apabila transaksi
dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya
harus sama dan secara tunai (at-taqabudh); (4) apabila
berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar
(kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan
secara tunai.
Transaksi Valuta Asing (valas) ini terdiri dari
transaksi spot, forward, swap, dan option. Transaksi
Ahmad Ifham Sholihin
Page 121
Mengenal Bank Syariah
Spot, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta
asing (valas) untuk penyerahan pada saat itu (over the
counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam
jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena
dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap
sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan
merupakan transaksi internasional.
Transaksi Forward, yaitu transaksi pembelian dan
penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat
sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan
datang, antara 2 x 24 jam sampai dengan satu tahun.
Hukumnya adalah haram, karena harga yang diguna-kan
adalah harga yang diperjanjikan (muwa’adah) dan
penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal
harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu
sama dengan nilai yang disepakati, kecuali dilakukan
dalam bentuk forward agreement untuk kebutuhan yang
tidak dapat dihindari (lil hajah).
Transaksi Swap, yaitu suatu kontrak pembelian
atau penjualan valas dengan harga spot yang
dikombinasi-kan dengan pembelian antara penjualan
valas yang sama dengan harga forward. Hukumnya
haram, karena mengandung unsur maysir (spekulasi).
Transaksi Option, yaitu kontrak untuk memperoleh
hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang
tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing
pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir
tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung unsur
maisir (spekulasi).
7. Syariah Charge Card
Syariah Charge Card adalah fasilitas kartu talangan
yang dipergunakan oleh pemegang kartu (hamil albithaqah) sebagai alat bayar atau pengambilan uang
tunai pada tempat-tempat tertentu yang harus dibayar
lunas kepada pihak yang memberikan talangan (mushdir
al-bithaqah) pada waktu yang telah ditetapkan.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 122
Mengenal Bank Syariah
Untuk transaksi pemegang kartu (hamil albithaqah) melalui merchant (qabil al-bithaqah/penerima
kartu), akad yang digunakan adalah akad Kafalah wal
Ijarah. Untuk transaksi pengambilan uang tunai
digunakan akad al-Qardh wal Ijarah.
Syariah Charge Card tidak boleh menimbulkan
riba, tidak digunakan untuk transaksi objek yang haram
atau maksiat, dan tidak mengakibatkan utang yang tidak
pernah lunas (ghalabah al-dayn). Keberadaan kartu
kredit syariah ini juga bertujuan untuk tidak mendorong
israf (pengeluaran yang berlebihan) antara lain dengan
cara menetapkan pagu. Pemegang kartu utama harus
memiliki kemampuan finansial untuk melunasi pada
waktunya.
Ada beberapa fee yang boleh dikenakan dalam
kartu kredit syariah ini. Pertama, Iuran keanggotaan
(Membership Fee), yaitu penerbit kartu boleh menerima
iuran keanggotaan (rusum al-‟udhwiyah) termasuk
perpanjangan masa keanggotaan dari pemegang kartu
sebagai imbalan izin penggunaan fasilitas kartu.
Kedua adalah Merchant Fee (Ujrah), yaitu penerbit
kartu boleh menerima Fee yang diambil dari harga objek
transaksi atau pelayanan sebagai upah/imbalan (Ujrah
samsarah), pemasaran (taswiq) dan penagihan (tahsil aldayn).
Ketiga adalah Fee Penarikan Uang Tunai, yaitu
penerbit kartu boleh menerima Fee penarikan uang tunai
(rusum sahb al-nuqud) sebagai Fee atas pelayanan dan
penggunaan fasilitas yang besarnya tidak dikaitkan
dengan jumlah penarikan.
Penerbit
kartu
boleh
mengenakan
denda
keterlambatan pembayaran yang akan diakui sebagai
dana sosial. Penerbit kartu boleh mengenakan denda
karena pemegang kartu melampaui pagu yang diberikan
(overlimit charge) tanpa persetujuan penerbit kartu dan
akan diakui sebagai dana sosial.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 123
Mengenal Bank Syariah
8. Kartu Kredit Syariah (Syariah Card)
Dalam rangka memberikan kemudahan, keamanan,
dan kenyamanan bagi nasabah dalam melakukan
transaksi dan penarikan tunai, Bank Syariah dipandang
perlu menyediakan sejenis Kartu Kredit, yaitu alat
pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat
digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban
yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk
transaksi pembelanjaan dan atau untuk melakukan
penarikan tunai, di mana kewajiban pembayaran
pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer
atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban
melakukan pelunasan kewajiban pembayaran tersebut
pada waktu yang disepakati secara angsuran.
Akad yang digunakan dalam Syariah Card adalah
Kafalah, Qardh, dan Ijarah. Akad kafalah; dalam hal ini
Penerbit Kartu adalah penjamin (kafil) bagi Pemegang
Kartu terhadap Merchant atas semua kewajiban bayar
(dayn) yang timbul dari transaksi antara Pemegang Kartu
dengan Merchant, dan/atau penarikan tunai dari selain
bank atau ATM bank Penerbit Kartu. Atas pemberian
Kafalah, penerbit kartu dapat menerima Fee (Ujrah
Kafalah).
Akad Qardh; dalam hal ini Penerbit Kartu adalah
pemberi pinjaman (muqridh) kepada Pemegang Kartu
(muqtaridh) melalui penarikan tunai dari bank atau ATM
bank Penerbit Kartu. Sedangkan akad Ijarah; dalam hal
ini Penerbit Kartu adalah penyedia jasa sistem
pembayaran dan pelayanan terhadap Pemegang Kartu.
Atas Ijarah ini, Pemegang Kartu dikenakan membership
Fee.
Kartu Kredit Syariah ini diterapkan dengan tidak
menimbulkan riba, tidak digunakan untuk transaksi
dan/atau fasilitas yang tidak sesuai dengan syariah, dan
tidak mendorong pengeluaran yang berlebihan (israf)
dengan cara antara lain menetapkan pagu maksimal
pembelanjaan. Pemegang kartu utama harus memiliki
kemampuan finansial untuk melunasi pada waktunya.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 124
Mengenal Bank Syariah
Penerbit Kartu berhak menerima berbagai macam
fee, seperti iuran keanggotaan (rusum al-‟udhwiyah)
termasuk perpanjangan masa keanggotaan dari
pemegang Kartu sebagai imbalan (Ujrah) atas izin
penggunaan fasilitas kartu. Penerbit Kartu juga boleh
menerima Fee yang diambil dari harga objek transaksi
atau pelayanan sebagai upah/imbalan (Ujrah) atas
perantara
(samsarah),
pemasaran
(taswiq)
dan
penagihan (tahsil al-dayn).
Penerbit kartu boleh menerima Fee penarikan
uang tunai (rusum sahb al-nuqud) sebagai Fee atas
pelayanan dan penggunaan fasilitas yang besarnya tidak
dikaitkan dengan jumlah penarikan. Penerbit kartu juga
boleh menerima Fee dari Pemegang Kartu atas
pemberian Kafalah. Semua bentuk Fee tersebut harus
ditetapkan pada saat akad aplikasi kartu secara jelas dan
tetap, kecuali untuk merchant Fee.
Penerbit Kartu dapat mengenakan Ta‟widh, yaitu
ganti rugi terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan oleh
Penerbit Kartu akibat keterlambatan pemegang kartu
dalam membayar kewajibannya yang telah jatuh tempo.
Penerbit kartu juga dapat mengenakan denda
keterlambatan pembayaran yang akan diakui seluruhnya
sebagai dana sosial.
9. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI)
Dalam rangka pelaksanaan pengendalian moneter
berdasarkan prinsip syariah dan sebagai salah satu upaya
untuk mengatasi kelebihan likuiditas bank syariah,
diperlukan instrumen yang diterbitkan bank sentral yang
sesuai dengan syariah.
Bank Indonesia selaku bank sentral boleh
menerbitkan instrumen moneter berdasarkan prinsip
syariah yang dinamakan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia
(SWBI), yang dapat dimanfaatkan oleh bank syariah
untuk mengatasi kelebihan likuiditasnya.
Akad yang digunakan untuk instrumen SWBI adalah
akad wadiah Dalam SWBI tidak boleh ada imbalan yang
Ahmad Ifham Sholihin
Page 125
Mengenal Bank Syariah
disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian („athaya)
yang bersifat sukarela dari pihak Bank Indonesia. SWBI
ini tidak boleh diperjualbelikan.
10. Ju’alah
Ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam)
untuk
memberikan
imbalan
(reward/’iwadh/ju’l)
tertentu atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan
dari suatu pekerjaan. Pihak yang terlibat meliputi ja’il
dan maj’ul lah. Ja’il adalah pihak yang berjanji akan
memberikan imbalan tertentu atas pencapaian hasil
pekerjaan (natijah) yang ditentukan. Maj’ul lah adalah
pihak yang melaksanakan Ju’alah.
Akad Ju’alah boleh dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan jasa dengan ketentuan pihak Ja’il
harus memiliki kecakapan hukum dan kewenangan
(muthlaq al-tasharruf) untuk melakukan akad. Objek
Ju’alah (mahal al-‘aqd/maj’ul ‘alaih) harus berupa
pekerjaan yang tidak dilarang oleh syariah.
Hasil pekerjaan (natijah) harus jelas dan diketahui
oleh para pihak pada saat penawaran. Imbalan Ju’alah
(reward/’iwadh//ju’l) harus ditentukan besarannya
oleh Ja’il dan diketahui oleh para pihak pada saat
penawaran, dan tidak boleh ada syarat imbalan
diberikan di muka (sebelum pelaksanaan objek Ju’alah).
Imbalan Ju’alah hanya berhak diterima oleh pihak
maj’ul lahu apabila hasil dari pekerjaan tersebut
terpenuhi. Pihak Ja’il harus memenuhi imbalan yang
diperjanjikannya jika pihak maj’ul lah menyelesaikan
(memenuhi) prestasi (hasil pekerjaan/natijah) yang
ditawarkan.
11. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah
surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah berjangka
waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan
oleh Bank Indonesia. SBIS diterbitkan oleh Bank
Indonesia sebagai salah satu instrumen operasi pasar
Ahmad Ifham Sholihin
Page 126
Mengenal Bank Syariah
terbuka dalam rangka pengendalian moneter yang
dilakukan berdasarkan Prinsip Syariah.
SBIS, sebagai instrumen pengendalian moneter
boleh diterbitkan untuk memenuhi kebutuhan operasi
pasar terbuka (OPT). Bank Indonesia memberikan
imbalan kepada pemegang SBIS sesuai dengan akad yang
dipergunakan. Bank Indonesia wajib mengembalikan
dana SBIS kepada pemegangnya pada saat jatuh tempo.
Bank Syariah boleh memiliki SBIS untuk memanfaatkan
dananya yang belum dapat disalurkan ke sektor riil.
Akad yang dapat digunakan untuk penerbitan
instrumen
SBIS
adalah
akad:
Mudarabah
(Muqaradhah)/Qiradh, Musyarakah, Ju’alah, Wadiah,
Qardh, Wakalah. SBIS yang saat ini sudah diterbitkan
oleh Bank Indonesia menggunakan akad Ju’alah.
SBIS memiliki karakteristik sebagai berikut: (1)
satuan unit sebesar Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah);
(2) berjangka waktu paling kurang 1 (satu) bulan dan
paling lama 12 (dua belas) bulan; (3) diterbitkan tanpa
warkat (scripless); (4) dapat diagunkan kepada Bank
Indonesia; dan (5) tidak dapat diperdagangkan di pasar
sekunder.
Bank Indonesia menerbitkan SBIS melalui
mekanisme lelang. Penerbitan SBIS menggunakan BISSSS. BI-SSSS (Bank Indonesia–Scripless Securities
Settlement System) adalah sarana transaksi dengan Bank
Indonesia
termasuk
penatausahaannya
dan
penatausahaan surat berharga secara elektronik dan
terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan
Sistem Bank Indonesia –Real Time Gross Settlement.
Pihak yang dapat memiliki SBIS adalah Bank Umum
Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS). BUS atau
UUS wajib memenuhi persyaratan Financing to Deposit
Ratio (FDR) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. BUS
atau UUS dapat memiliki SBIS melalui pengajuan
pembelian SBIS secara langsung dan/atau melalui
perusahaan pialang pasar uang rupiah dan valuta asing.
Bank Indonesia dapat membatalkan hasil lelang SBIS.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 127
Mengenal Bank Syariah
BUS atau UUS dapat mengajukan Repo SBIS kepada
Bank Indonesia. Repo (Transaksi Repurchase Agreement
SBIS) adalah transaksi pemberian pinjaman oleh Bank
Indonesia kepada BUS atau UUS dengan agunan SBIS
(collateralized borrowing). Repo SBIS dilakukan
berdasarkan prinsip qard yang diikuti dengan Rahn.
BUS atau UUS yang mengajukan Repo SBIS harus
menandatangani Perjanjian Pengagunan SBIS dalam
Rangka Repo SBIS serta menyampaikan dokumen
pendukung yang dipersyaratkan kepada Bank Indonesia.
Bank Indonesia menetapkan dan mengenakan biaya atas
Repo SBIS.
Bank Indonesia menatausahakan SBIS dalam suatu
sistem penatausahaan secara elektronis dalam BI-SSSS.
Sistem penatausahaan yang dikelola Bank Indonesia
mencakup sistem penyelesaian Transaksi SBIS dan
pencatatan kepemilikan SBIS. Sistem pencatatan
kepemilikan SBIS dilakukan tanpa warkat (scripless).
BUS atau UUS yang melakukan Transaksi SBIS wajib
memiliki Rekening Giro dan Rekening Surat Berharga
untuk penyelesaian Transaksi SBIS. Rekening Giro adalah
rekening dana milik BUS atau UUS dalam mata uang
rupiah di Bank Indonesia. Sedangkan Rekening Surat
Berharga adalah rekening milik BUS atau UUS di BI-SSSS
yang digunakan untuk mencatat kepemilikan SBIS.
BUS atau UUS yang melakukan pembelian SBIS
wajib memiliki saldo Rekening Giro yang cukup untuk
memenuhi kewajiban penyelesaian transaksi pembelian
SBIS. BUS atau UUS yang mengajukan Repo SBIS wajib
memiliki saldo Rekening Surat Berharga dan saldo
Rekening Giro yang cukup untuk memenuhi kewajiban
penyelesaian Repo SBIS.
Dalam rangka penyelesaian Transaksi SBIS, Bank
Indonesia berwenang untuk mendebet Rekening Giro atas
pembelian SBIS oleh BUS atau UUS; atau mendebet
Rekening Surat Berharga dan Rekening Giro atas Repo
SBIS termasuk memindahkan pencatatan SBIS dalam
rangka pengagunan.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 128
Mengenal Bank Syariah
Bank Indonesia melunasi SBIS pada saat jatuh
waktu sebesar nilai nominal. Bank Indonesia membayar
imbalan pada saat SBIS jatuh waktu; atau sebelum jatuh
waktu, jika BUS atau UUS tidak dapat memenuhi
kewajiban Repo SBIS.
SBIS Ju’alah
Sertifikat Bank Indonesia Syariah Ju’alah (SBIS
Ju’alah) adalah SBIS yang menggunakan Akad Ju’alah.
SBIS Ju’alah sebagai instrumen moneter boleh
diterbitkan
untuk
pengendalian
moneter
dan
pengelolaan likuiditas perbankan syariah.
Dalam SBIS Ju’alah, Bank Indonesia bertindak
sebagai ja’il (pemberi pekerjaan); Bank Syariah
bertindak sebagai maj’ul lah (penerima pekerjaan); dan
objek/underlying Ju’alah (mahall al-‘aqd) adalah
partisipasi Bank Syariah untuk membantu tugas Bank
Indonesia dalam pengendalian moneter melalui
penyerapan
likuiditas
dari
masyarakat
dan
menempatkannya di Bank Indonesia dalam jumlah dan
jangka waktu tertentu.
Bank Indonesia dalam operasi moneternya melalui
penerbitan SBIS mengumumkan target penyerapan
likuiditas kepada bank-bank syariah sebagai upaya
pengendalian moneter dan menjanjikan imbalan
(reward/‘iwadh/ju’l)
tertentu
bagi
yang
turut
berpartisipasi dalam pelaksanaannya.
Bank Indonesia wajib memberikan imbalan
(reward/‘iwadh/ju’l) yang telah dijanjikan kepada Bank
Syariah yang telah membantu Bank Indonesia dalam
upaya pengendalian moneter dengan cara menempatkan
dana di Bank Indonesia dalam jangka waktu tertentu,
melalui "pembelian" SBIS Ju’alah.
Dana Bank Syariah yang ditempatkan di Bank
Indonesia melalui SBIS adalah wadiah amanah khusus
yang ditempatkan dalam rekening SBIS-Ju’alah, yaitu
titipan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan
kesepakatan atau ketentuan Bank Indonesia, dan tidak
Ahmad Ifham Sholihin
Page 129
Mengenal Bank Syariah
dipergunakan oleh Bank Indonesia selaku penerima
titipan, serta tidak boleh ditarik oleh Bank Syariah
sebelum jatuh tempo.
Jika Bank Syariah selaku pihak penitip dana
(mudi’) memerlukan likuiditas sebelum jatuh tempo, ia
dapat me-repo-kan SBIS Ju’alah-nya dan Bank Indonesia
dapat mengenakan denda (gharamah) dalam jumlah
tertentu sebagai ta'zir. Bank Indonesia berkewajiban
mengembalikan dana SBIS Ju’alah kepada pemegangnya
pada saat jatuh tempo.
Bank syariah hanya boleh/dapat menempatkan
kelebihan likuiditasnya pada SBIS Ju’alah sepanjang
belum dapat menyalurkannya ke sektor riil. SBIS-Ju’alah
ini merupakan instrumen moneter yang tidak dapat
diperjualbelikan (nontradeable) atau dipindahtangankan,
dan bukan merupakan bagian dari portofolio investasi
bank syariah.
12. Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS)
Pasar uang antarbank yang dibenarkan menurut
syariah yaitu pasar uang antarbank yang berdasarkan
prinsip-prinsip
syariah.
Pasar
Uang
Antarbank
berdasarkan prinsip Syariah ini adalah kegiatan transaksi
keuangan jangka pendek antarpeserta pasar berdasarkan
prinsip-prinsip syariah. Peserta pasar uang sesuai syariah
bisa dijalankan oleh bank syariah sebagai pemilik atau
penerima dana, atau bank konvensional hanya sebagai
pemilik dana.
Akad yang dapat digunakan dalam Pasar Uang
Antarbank
berdasarkan
prinsip
Syariah
adalah:
Mudarabah (Muqaradhah)/Qiradh; Musyarakah; Qardh;
dan Wadiah. Pemindahan kepemilikan instrumen pasar
uang ini menggunakan akad-akad syariah yang digunakan
dan hanya boleh dipindahtangankan sekali.
13. Sertifikat Investasi Mudarabah Antarbank (IMA)
Sertifikat investasi antarbank yang berdasarkan
bunga, tidak dibenarkan menurut syariah. Sertifikat
Ahmad Ifham Sholihin
Page 130
Mengenal Bank Syariah
investasi yang berdasarkan pada akad Mudarabah, yang
disebut dengan Sertifikat Investasi Mudarabah Antarbank
(IMA), dibenarkan menurut syariah.
Sertifikat IMA ini dapat dipindahtangankan hanya
satu kali setelah dibeli pertama kali. Pelaku transaksi
Sertifikat IMA adalah bank syariah sebagai pemilik atau
penerima dana, dan juga bank konvensional hanya
sebagai pemilik dana.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 131
Mengenal Bank Syariah
BAB VI MANAJEMEN OPERASIONAL
1.
Akuntansi
Akuntansi adalah ilmu informasi yang mencoba
melakukan konversi bukti dan data menjadi informasi
dengan cara melakukan pengukuran atas berbagai
transaksi dan akibatnya yang dikelompokkan dalam
account, perkiraan atau pos keuangan seperti aktiva,
utang, modal, hasil, biaya, dan laba.
Akuntansi dalam konsep Syariah Islam dapat
didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang
baku dan permanen, yang disimpulkan dari sumbersumber Syariah Islam dan dipergunakan sebagai aturan
oleh seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam
pembukuan, analisis, pengukuran, pemaparan, maupun
penjelasan, dan menjadi pijakan dalam menjelaskan
suatu kejadian atau peristiwa.
Persamaan kaidah Akuntansi Syariah dengan
Akuntansi Konvensional terdapat pada hal-hal sebagai
berikut: (1) prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan
prinsip unit ekonomi; (2) prinsip penahunan (hauliyah)
dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan
keuangan; (3) prinsip pembukuan langsung dengan
pencatatan bertanggal; (4) prinsip kesaksian dalam
pembukuan dengan prinsip penentuan barang; (5) prinsip
perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan
income dengan cost (biaya); (6) prinsip kontinuitas
(istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan; (7)
prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan atau
pemberitahuan.
Menurut Husein Syahatah, para ahli akuntansi
modern berbeda pendapat dalam cara menentukan nilai
atau harga untuk melindungi modal pokok, dan juga
hingga saat ini apa yang dimaksud dengan modal pokok
(kapital) belum ditentukan. Sedangkan konsep Islam
menerapkan konsep penilaian berdasarkan nilai tukar
yang berlaku, dengan tujuan melindungi modal pokok
Ahmad Ifham Sholihin
Page 132
Mengenal Bank Syariah
dari segi kemampuan produksi di masa yang akan datang
dalam ruang lingkup perusahaan yang kontinuitas.
Modal dalam konsep akuntansi konvensional
terbagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (aktiva
tetap) dan modal yang beredar (aktiva lancar),
sedangkan di dalam konsep Islam barang-barang pokok
dibagi menjadi harta berupa uang (cash) dan harta
berupa barang (stock), selanjutnya barang dibagi
menjadi barang milik dan barang dagang.
Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas,
perak, dan barang lain yang sama kedudukannya,
bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya
sebagai perantara untuk pengukuran dan penentuan nilai
atau harga, atau sebagi sumber harga atau nilai.
Konsep
konvensional
mempraktekan
teori
pencadangan dan ketelitian dari menanggung semua
kerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkan
laba yang bersifat mungkin, sedangkan konsep Islam
sangat memperhatikan hal itu dengan cara penentuan
nilai atau harga dengan berdasarkan nilai tukar yang
berlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinan
bahaya dan resiko.
Konsep konvensional menerapkan prinsip laba
universal, mencakup laba dagang, modal pokok,
transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram,
sedangkan dalam konsep Islam dibedakan antara laba
dari aktivitas pokok dan laba yang berasal dari kapital
(modal pokok) dengan yang berasal dari transaksi, juga
wajib menjelaskan pendapatan dari sumber yang haram
jika ada, dan berusaha menghindari serta menyalurkan
pada tempat-tempat yang telah ditentukan oleh para
ulama fiqih. Laba dari sumber yang haram tidak boleh
dibagi untuk mitra usaha atau dicampurkan pada pokok
modal.
Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa
laba itu hanya ada ketika adanya jual beli, sedangkan
konsep Islam memakai kaidah bahwa laba itu akan ada
ketika adanya perkembangan dan pertambahan pada
Ahmad Ifham Sholihin
Page 133
Mengenal Bank Syariah
nilai barang, baik yang telah terjual maupun yang belum.
Akan tetapi, jual beli adalah suatu keharusan untuk
menyatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi sebelum
nyata laba itu diperoleh.
Akuntansi syariah (yang berlaku juga untuk bank
syariah), mencakup pencatatan seluruh transaksi syariah.
Akuntansi syariah harus dilakukan dengan mencatat,
mengelompokkan, dan menyimpulkan transaksi-transaksi
atau kejadian-kejadian yang mempunyai sifat keuangan
dalam nilai mata uang untuk dijadikan bahan informasi
dan analisis bagi pihak-pihak yang secara proporsional
berkepentingan.
Pihak-pihak yang berkepentingan adalah pemilik
dana; kreditur; pembayar zakat, infak dan sedekah (ZIS);
pemegang saham; otoritas pengawasan; Bank Indonesia;
pemerintah;
lembaga
penjamin
simpanan;
dan
masyarakat.
Akuntansi
keuangan
harus
mengungkapkan
karakteristik dan jumlah kontinjensi yang berhubungan
dengan: a. substitusi pembiayaan langsung; b. transaksi
tertentu; c. garansi yang diterima dan diterbitkan dalam
rangka pemberian atau penerimaan pembiayaan dalam
dan luar negeri; d. garansi bank atau jaminan yang
diterbitkan secara sindikasi sebesar porsi yang
dijaminkan
perusahaan
yang
bersangkutan;
e.
perdagangan yang sifatnya berakhir sendiri dan
berjangka pendek yang timbul dari pergerakan barangbarang; dan f. pendapatan penyaluran dana dalam
penyelesaian yang merupakan perhitungan pendapatan
dari aktiva produktif nonperforming yang belum dapat
diakui sebagai pendapatan penyaluran dana periode
berjalan.
Akuntansi aktiva wajib dilakukan dalam rangka
menjelaskan keadaan kas, giro, dan investasi surat
berharga. Giro mencakup giro pada Bank Indonesia dan
giro pada bank lain. Giro pada Bank Indonesia dapat
berupa giro wadiah dan atau giro lainnya.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 134
Mengenal Bank Syariah
Pengakuan
dan
pengungkapan
perusahaan
mengenai giro pada bank harus menjelaskan: a. jenis
penempatan
dalam
bentuk
sertifikat
investasi
mudarabah atau tabungan mudarabah; b. jumlah
penempatan; c. jenis valuta; d. jangka waktu dan rataratanya; e. kualitas penempatan; f. tingkat bagi hasil
atau bonus; g. hubungan istimewa; h. jumlah dana yang
diblokir dan alasannya; dan i. jumlah dana yang tidak
dapat dicairkan pada bank bermasalah, beku operasi,
atau likuidasi.
Pengakuan
investasi
pada
efek
harus
mengklasifikasikan efek pada saat perolehan. Efek dapat
diklasifikasikan menjadi: a. efek yang dimiliki hingga
jatuh tempo; b. efek yang diperdagangkan; dan c. efek
yang tersedia untuk dijual. Efek harus disajikan
berdasarkan tingkat likuiditasnya. Efek yang dimiliki
hingga jatuh tempo harus disajikan sebesar biaya
perolehan.
Dalam laporan arus kas, arus kas yang digunakan
untuk atau berasal dari pembelian, penjualan, dan jatuh
tempo efek dalam kelompok yang dimiliki hingga jatuh
tempo, harus diklasifikasi sebagai arus kas aktivitas
investasi dan dilaporkan sebesar nilai bruto dalam
laporan arus kas.
Penerapan akuntansi syariah di Indonesia saat ini
menggunakan Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah
(PAPSI). Selain itu, saat ini sudah ada beberapa PSAK
Syariah pengganti PSAK 59 yang berlaku untuk semua
lembaga keuangan syariah termasuk bank syariah.
Beberapa yang sudah disahkan dan diterbitkan
adalah PSAK 100: Kerangka Dasar Penyusunan dan
Penyajian Laporan Keuangan Syariah; PSAK 101:
Penyajian Laporan Keuangan Syariah; PSAK 102:
Akuntansi Murabahah; PSAK 103: Akuntansi Salam; PSAK
104: Akuntansi Istisna; PSAK 105: Akuntansi Mudarabah;
PSAK 106: Akuntansi Musyarakah; PSAK 107: Akuntansi
Ijarah, dan beberapa PSAK Syariah lain yang saat ini
belum resmi disahkan.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 135
Mengenal Bank Syariah
2.
Manajemen Pengelolaan Dana
Prinsip Manajemen Operasional bank syariah
adalah sebagai berikut: (1) prinsip kecerdasan dan
kehati-hatian (bankable and prudential banking); (2)
prinsip moral dan etika dalam bisnis; (3) prinsip keadilan
(tidak ada pihak yang dirugikan); (4) prinsip
transparansi; (5) prinsip universal (untuk semua, muslim
dan non muslim); (6) prinsip konsistensi (nisbah dan
harga yang disepakati di awal perjanjian konsisten).
Sementara itu, Manajemen Operasional Bank
Syariah sangat dipengaruhi oleh: (1) kondisi ekonomi; (2)
permintaan pasar; (3) kompetisi; dan (4) regulasi.
Bank syariah menghimpun dan menyalurkan dana.
Bank syariah memperoleh imbalan atas penyaluran dana
yang diberikan. Bank syariah membagikan imbalan
kepada nasabah penghimpun dana sesuai nisbah yang
disepakati di awal perjanjian. Bagian dari nisbah bank
dipergunakan oleh bank untuk membiayai operasional
bank dan sisanya menjadi laba usaha bank. Bank syariah
juga menyelenggarakan berbagai jasa keuangan dan
memperoleh imbalan berupa fee (fee based income).
Pendapatan jasa-jasa bank (fee based income)
bukan merupakan pendapatan bunga, yang dilarang oleh
Syariah. Pendapatan fee based merupakan upah atau
ujrah atas jasa yang diberikan oleh Bank Syariah kepada
nasabah untuk transaksi yang diperbolehkan secara
Syariah. Pendapatan fee based merupakan pendapatan
halal.
Pendanaan dalam bank syariah hanya dalam dua
skema yaitu dana titipan (wadiah) dan dana investasi
(mudarabah). Dana investasi dipengaruhi oleh kinerja
investasi bank syariah: (a) tingkat return aset produktif
dan (b) pengelolaan portfolio/alokasi asset produktif.
Dana titipan dipengaruhi oleh fitur layanan yang dimiliki
produk dana yang bersangkutan.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 136
Mengenal Bank Syariah
Faktor yang mempengaruhi pendanaan bank
syariah meliputi tingkat return, pengalokasian aset
produktif, serta portfolio pembiayaan.
Makin tinggi return asset produktif, makin tinggi
bagi hasil kepada pemilik dana (investor akan cenderung
melakukan penambahan investasi). Makin rendah return
asset produktif, makin rendah pula bagi hasil kepada
pemilik dana (dana akan cenderung ditarik oleh
investor).
Bentuk aset produktif di bank syariah bisa berupa
(1) aset berupa piutang, baik murabaha, salam maupun
istisna. Return yang diperoleh cenderung stabil; (2) aset
berupa pembiayaan yang diberikan kepada nasabah, baik
mudarabah maupun musyarakah. Return yang diperoleh
cenderung berfluktuasi; (3) aset berupa barang yang
disewabelikan berupa ijarah muntahiyya bittamlik.
Return yang diperoleh cenderung stabil.
Sementara itu, semakin besar komposisi portfolio
pembiayaan dibandingkan portfolio piutang jual beli,
semakin fluktuatif tingkat return yang dibagikan kepada
investor. Sebaliknya makin kecil komposisi portfolio
pembiayaan dibandingkan portfolio piutang jual beli,
semakin stabil tingkat return yang dibagikan kepada
investor.
Manajemen Operasional terhadap dana, jasa, dan
pembiayaan harus direncanakan, dan tentu dijalankan
dengan baik. Pengukuran kinerja manajemen operasional
dilakukan dengan membandingkan (1) Antara realisasi
terhadap RKAT, Business Plan atau Corporate Plan. (2)
Antara realisasi dan standar acuan yang berlaku. (3)
Antara peer group usaha (untuk mengetahui kinerja bank
terhadap kompetitor).
3.
Manajemen Risiko
Risiko adalah tingkat kemungkinan terjadinya
kerugian yang harus ditanggung dalam pemberian kredit,
penanaman Investasi, atau transaksi lain yang dapat
berbentuk
harta,
kehilangan
keuntungan,
atau
Ahmad Ifham Sholihin
Page 137
Mengenal Bank Syariah
kemampuan ekonomis, antara lain karena adanya
perubahan suku bunga, kebijakan pemerintah, dan
kegagalan usaha (risk).
Manajemen Risiko adalah pengelolaan berbagai
bentuk risiko yang berhubungan dengan operasional bank
sesuai dengan prinsip kehati-hatian guna mengontrol
risiko pembiayaan yang terdiri atas risiko kredit, risiko
suku bunga dengan cara cegah risiko (hedging), financial
futures, dan batas atas suku bunga (interest rate caps),
tujuannya untuk mengendalikan biaya dana, anggaran
biaya bunga, dan membatasi tekanan terhadap
perubahan tingkat suku bunga (risk management).
Manajemen
Risiko
juga
diartikan
sebagai
serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan
oleh perbankan untuk mengidentifikasi, mengukur,
memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari
kegiatan usaha bank.
Manajemen risiko bank syariah adalah manajemen
risiko yang diterapkan di bank syariah. Ada dua hal yang
menjadi karakteristik manajemen risiko bank syariah
dibandingkan dengan konvensional yaitu (1) proses
transaksi: (a) keunikan proses transaksi pembiayaan
syariah; (b) keunikan proses transaksi bagi hasil dana
pihak ketiga; (c) keunikan proses transaksi devisa; (2)
proses management (sistem dan prosedur): (a) keunikan
sisdur akuntansi dan COA; (b) keunikan sisdur informasi
dan teknologi (it); (c) keunikan sisdur tutup buku; (d)
keunikan sisdur pengembangan produk.
Ada berbagai jenis risiko pada bank syariah seperti
Foreign Exchange Risk, Interest Rate Risk, Liquidity Risk,
Price Risk, Credit Risk, Legal dan Compliance Risk,
Reputation Risk, Transaction Risk, Strategic Risk,
Operational Risk serta Market Risk. Di bawah ini
dijelaskan satu per satu.
Risiko Harga pada Bank Syariah adalah
kemungkinan kerugian akibat perubahan harga instrumen
keuangan. Untuk perbankan syariah, di samping risiko
harga atas instrumen keuangan yang masih sangat
Ahmad Ifham Sholihin
Page 138
Mengenal Bank Syariah
terbatas (Obligasi Syariah, Reksadana Syariah dan Saham
Syariah), juga terkait risiko harga komoditas baik dalam
transaksi ijarah, murabahah, salam, istisna maupun
Ijarah Mutahiyah bit Tamlik (IMBT).
Risiko tersebut terjadi bila harga barang yang
dibeli/dipesan turun, sehingga nasabah tidak berminat
untuk membeli, meskipun pada awalnya telah setuju
untuk membeli. Sebaliknya bila harga naik, secara tidak
langsung bank akan terkena risiko tingkat bunga. Selain
itu, dengan dimungkinkannya bank syariah untuk
memiliki stock barang dagangan, Reksadana syariah
sangat rentan terhadap risiko turun-naiknya harga
barang.
Risiko Hukum (Legal Risk) adalah risiko yang
disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis,
seperti: adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan
perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan
perikatan (perjanjian) seperti tidak terpenuhinya syarat
keabsahan suatu kontrak atau pengikatan agunan yang
tidak sempurna.
Risiko Hukum Bank Syariah adalah risiko Hukum
bank syariah meliputi (1) Kepastian Hukum atas
Pengertian Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah; (2)
Perbedaan Tempat Penyelesaian Perselisihan dalam
Perjanjian Pembiayaan antara Bank dan Nasabah; (3)
Aspek hukum perlakuan akuntansi; (4) Kedudukan Fatwa
dalam Hukum Positif.
Risiko Kepatuhan (Compliance Risk) adalah risiko
yang disebabkan oleh tidak dipatuhinya ketentuanketentuan yang ada, baik ketentuan internal maupun
eksternal, seperti: (i) Ketentuan Giro Wajib Minimum,
Net Open Position, Non-Performing Financing dan Batas
Maksimum Pemberian Pembiayaan. (ii) Ketentuan dalam
penyediaan produk; (iii) Ketentuan dalam pemberian
pembiayaan; (iv) Ketentuan dalam pelaporan baik
laporan internal, laporan kepada Bank Indonesia maupun
laporan kepada pihak ketiga lainnya; (v) Ketentuan
Ahmad Ifham Sholihin
Page 139
Mengenal Bank Syariah
Perpajakan; (vi) Ketentuan dalam akad dan kontrak; (vii)
Fatwa Dewan Syariah Nasional.
Risiko Kredit adalah risiko yang timbul dalam hal
debitur gagal memenuhi kewajiban untuk membayar
angsuran pokok ataupun margin/bunga sebagaimana
telah disepakati dalam perjanjian pembiayaan/kredit; di
samping risiko suku bunga, risiko pembiayaan/kredit
merupakan satah satu risiko utama dalam pelaksanaan
pemberian pembiayaan/kredit bank (credit risk).
Pada bank syariah risiko ini lebih dikenal dengan
Risiko Pembiayaan. Risiko Pembiayaan Syariah adalah
risiko yang disebabkan oleh ketidakmampuan nasabah
membayar kembali kewajibannya kepada bank. Risiko ini
bisa berupa: (1) Kegagalan nasabah untuk membayar
angsuran dalam murabahah. (2) Kegagalan nasabah
untuk membayar sewa dalam IMBT atau ijarah. (3)
Kegagalan nasabah untuk membayar angsuran Istisna
sesuai repayment schedule; (4) Kegagalan nasabah untuk
memenuhi kewajibannya dalam pemberian fasilitas Bank
Garansi; (5) Kegagalan supplier untuk menyerahkan
barang dalam salam kontrak.
Identifikasi Risiko Pembiayaan atau credit risk
identification adalah subproses awal dalam manajemen
risiko pembiayaan. Jenis pertanyaan yang mendasar
dalam subproses ini adalah: (1) Faktor-faktor apa yang
memengaruhi timbulnya risiko pembiayaan. (2) Apa
konsekuensi dari memburuknya faktor-faktor dimaksud.
Risiko pembiayaan ini timbul sejak pembiayaan diberikan
sampai dengan settlement, dan pada level individual
maupun pada level portofolio.
Risiko pembiayaan pada bank syariah mencakup
jenis risiko sebagai berikut: (1) Risiko Terkait
Pembiayaan Berbasis Natural Certainty Contracts (NCC),
meliputi: a. Risiko Terkait Pembiayaan Murabahah; b.
Risiko Terkait Pembiayaan Ijarah; c. Risiko Terkait
Pembiayaan Ijarah Mutahiyah bit Tamlik (IMBT); d.
Risiko Terkait Pembiayaan Salam dan Istisna; (2) Risiko
Terkait Pembiayaan Berbasis Natural Uncertainty
Ahmad Ifham Sholihin
Page 140
Mengenal Bank Syariah
Contracts (NUC) yaitu dalam transaksi mudarabah dan
musyarakah, meliputi: a. Risiko Fluktuasi Pendapatan
Bisnis yang Dibiayai; b. Risiko Karakter.
Risiko Likuiditas (Liquidity Risk) adalah risiko yang
antara lain disebabkan oleh ketidakmampuan bank untuk
memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo.
Sebagaimana bank-bank pada umumnya, bank syariah
juga menghadapi risiko likuiditas seperti: (a) turunnya
kepercayaan nasabah terhadap sistem perbankan,
khususnya perbankan syariah; (b) turunnya kepercayaan
nasabah pada bank syariah yang bersangkutan; (c)
ketergantungan pada sekelompok deposan; (d) dalam
mudarabah kontrak, memungkinkan nasabah untuk
menarik dananya kapan saja, tanpa pemberitahuan lebih
dahulu. (e) missmatching antara dana jangka pendek
dengan pembiayaan jangka panjang; (f) keterbatasan
instrumen keuangan untuk solusi likuiditas; (g) bagi hasil
antarbank kurang menarik, karena final settlement-nya
harus menunggu selesainya perhitungan cash basis.
Risiko Pertukaran Mata Uang (Foreign Exchange
Risk) adalah suatu konsekuensi sehubungan dengan
pergerakan atau fluktuasi nilai tukar terhadap rugi laba
bank. Meskipun aktivitas tresuri syariah tidak
terpengaruh risiko kurs secara langsung karena adanya
syarat tidak boleh melakukan transaksi yang bersifat
spekulasi, namun Bank Syariah tidak akan dapat terlepas
dari adanya posisi dalam valuta asing.
Risiko kurs ini akan meningkat bila jumlah posisi
yang diambil besar, baik posisi long maupun posisi short,
dan fluktuasi pasar tinggi. Oleh karena itu, bank syariah
perlu menetapkan exposure limit, transaction limit,
currency limit, turnover limit, cut loss limit, intraday
limit dan counterparty limit.
Mengingat bank syariah tidak diperkenankan
berspekulasi, dengan begitu transaksi seperti forward,
margin trading, option dan swap tidak boleh dijalankan.
Yang diperkenankan adalah untuk kebutuhan transaksi
atau berjaga-jaga (simpanan) dan transaksi yang
Ahmad Ifham Sholihin
Page 141
Mengenal Bank Syariah
dilaksanakan harus tunai atau spot. Termasuk tunai di
sini adalah pembayaran dengan cek, pemindahbukuan,
transfer dan sarana pembayaran tunai lainnya.
Risiko nilai tukar yang dihadapi oleh bank syariah
tidak sebesar pada bank konvesional karena pada bank
syariah transaksi valuta asing yang dilakukan harus
terdapat underlying transaction yang menyertainya.
Risiko nilai tukar meningkat apabila: (1) Bank mengambil
posisi dengan jumlah besar dalam valuta asing; (2) Pasar
menjadi lebih fluktuatif (Volatile). Pengelolaan risiko
Nilai Tukar dilakukan dengan (a) Setting limit untuk
posisi valuta asing; (b) Menggunakan teknik Hedging
(hedge by other transaction).
Risiko Operasional (Operational Risk) adalah risiko
yang antara lain disebabkan oleh ketidakcukupan atau
tidak berfungsinya proses internal, human error,
kegagalan sistem atau adanya problem eksternal yang
memengaruhi operasional bank.
Ada tiga faktor yang menjadi penyebab timbulnya
risiko ini, yaitu (a) Infrastruktur, seperti Teknologi,
Kebijakan, Lingkungan, Pengamanan, Perselisihan dan
sebagainya, (b) Proses, dan (c) Sumber daya. Risiko ini
mencakup lima hal, yaitu risiko reputasi (reputation
risk), risiko kepatuhan (compliance risk), risiko transaksi
(transactional risk), risiko strategis (strategic risk), dan
risiko hukum (legal risk).
Risiko operasional merupakan risiko bank tidak
dapat melakukan kegiatan operasionalnya secara normal
karena adanya bencana alam, kebakaran atau sebabsebab lainnya, misalnya penyusup (hacker) yang berhasil
menyusup ke dalam pusat data bank dan mengacaukan
data; risiko ini juga mungkin terjadi karena adanya
kesalahan
dan
penyalahgunaan
wewenang
(penyelewengan), ketidakpastian terhadap ketentuan
atau kelemahan struktur pengendalian intern, dan
prosedur yang tidak memadai, ataupun karena adanya
gangguan
pada
sistem
informasi
manajemen,
Ahmad Ifham Sholihin
Page 142
Mengenal Bank Syariah
komunikasi, dan sistem pernbayaran bank (operational
risk).
Risiko Operasional juga diartikan sebagai risiko
kerugian yang diakibatkan oleh proses internal yang
kurang memadai, kegagalan proses internal, kesalahan
manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadiankejadian eksternal yang memengaruhi operasional Bank.
Yang dapat memengaruhi operasional bank dan
merugikan adalah yang melekat pada setiap aktivitas
fungsional: (1) Pembiayaan; (2) Operasional dan jasa; (3)
Pendanaan dan instrumen utang; (4) Teknologi dan
Sistem Informasi; (5) Treasury dan investasi; (6)
Pembiayaan perdagangan; (7) Sumber Daya Insani; (8)
Aktivitas umum.
Risiko Pasar (Market Risk) adalah risiko kerugian
yang terjadi pada portofolio yang dimiliki oleh bank
akibat adanya pergerakan variabel pasar (Adverse
Movement) berupa Suku Bunga dan Nilai Tukar. Risiko
Pasar ini mencakup empat hal, yaitu risiko tingkat suku
bunga (interest rate risk), risiko pertukaran mata uang
(foreign exchange risk), risiko harga (price risk), dan
risiko likuiditas (liquidity risk).
Dalam menghadapi risiko pasar (nilai tukar) bank
syariah tidak dapat melakukan transaksi SWAP dan
Forward, namun dapat melalui transaksi spot. Untuk
Risiko Tingkat suku bunga (dalam hal ini Margin), bank
syariah menghadapi risiko: (1) uncompetitive expected
return to the third party fund; (2) Indirect Competitor
Market Rate (tingkat suku bunga bank konvensional).
Risiko Reputasi (Reputation Risk) adalah risiko
yang antara lain disebabkan oleh adanya publikasi
negatif yang terkait dengan kegiatan bank atau adanya
persepsi negatif terhadap bank. Hal-hal yang sangat
berpengaruh terhadap reputasi antara lain: manajemen,
pemegang saham, pelayanan yang disediakan, penerapan
prinsip-prinsip syariah, serta publikasi. Bila manajemen
dalam pandangan para stakeholder dinilai baik, risiko
reputasi menjadi rendah.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 143
Mengenal Bank Syariah
Demikian juga bila perusahaan dimiliki oleh
pemegang saham yang kuat, risiko reputasi juga rendah.
Dalam hal pelayanan, bila pelayanan kurang baik, risiko
reputasi menjadi tinggi. Dalam penerapan prinsip-prinsip
syariah haruslah dilaksanakan secara konsekuen agar
tidak timbul penilaian negatif terhadap penerapan
sistem syariah tersebut yang dapat mengakibatkan
timbulnya publikasi negatif sehingga akan menaikkan
tingkat risiko reputasi.
Alasan-alasan turunnya reputasi antara lain:
Kesalahan manajemen, Melanggar peraturan, Melanggar
fatwa DSN, Skandal keuangan, Kurang kompeten baik
dalam pengelolaan maupun pelayanan, Integritas yang
diragukan, Performance keuangan yang kurang baik.
Risiko Strategis (Strategic Risk) adalah risiko yang
antara lain disebabkan oleh adanya penetapan dan
pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan
keputusan bisnis yang tidak tepat atau bank tidak
mematuhi/tidak melaksanakan perubahan perundangundangan dan ketentuan lain yang berlaku. Pengelolaan
risiko kepatuhan dilakukan melalui penerapan sistem
pengendalian internal secara konsisten. Indikasi dalam
risiko strategi ini dapat dilihat dari kegagalan dalam
mencapai target bisnis yang telah ditetapkan, baik
target keuangan maupun nonkeuangan.
Risiko ini antara lain disebabkan adanya penetapan
dan pelaksanaan strategi Bank yang tidak tepat,
pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau
kurang responsifnya Bank terhadap perubahan eksternal.
Risiko Suku Bunga adalah risiko kerugian akibat
perubahan harga instrumen keuangan dari posisi Trading
Book yang disebabkan oleh perubahan suku bunga; 2.
Risiko penurunan nilai pendapatan bunga (misalnya
bunga pinjaman bank) akibat perubahan tingkat suku
bunga pasar (interest rate risk).
Meskipun bank syariah tidak menetapkan tingkat
bunga, baik dari sisi pendanaan maupun sisi pembiayaan,
namun bank syariah tidak akan dapat terlepas dari risiko
Ahmad Ifham Sholihin
Page 144
Mengenal Bank Syariah
tingkat bunga. Hal ini disebabkan pasar yang dijangkau
oleh bank syariah tidak hanya untuk nasabah-nasabah
yang loyal penuh terhadap syariah. Oleh karena itu, bank
syariah menghadapi hal yang semacam tingkat bunga
berupa pricing risk yaitu: (a) Direct Competitor Market
Rate (DCMR) yaitu tingkat bagi hasil dari bank-bank yang
menjalankan usahanya dengan prinsip Syariah. (b)
Indirect Competitor Market Rate (ICMR) yaitu tingkat
bunga pada bank-bank konvensional. (c) Expected
Competitive Return for Investor, yaitu hasil investasi
yang kompetitif yang diharapkan oleh investor.
Bila terjadi bagi hasil pendanaan syariah lebih
kecil daripada tingkat bunga, nasabah dapat pindah ke
bank konvensional, sebaliknya pada sisi financing.
Apabila margin yang dikenakan lebih besar daripada
tingkat bunga, nasabah dapat beralih ke bank
konvensional.
Profit murabahah tidak dapat ditingkatkan seiring
dengan meningkatnya suku bunga: (1) Harga komoditi
(salam) ditetapkan dan dibayar di muka pada saat
kontrak/akad ditandatangani; (2) Ijarah ditetapkan
diawal tetapi dapat dinegoisasikan kembali pada
kemudian hari jika kondisi ini telah ditetapkan
sebelumnya dalam kontrak/akad; (3) Rasio bagi hasil
(mudarabah dan musyarakah) ditetapkan di awal, namun
dapat dinegoisasikan kembali dikemudian hari jika
nasabah (counterparty) setuju; (4) Pricing bank
konvensional akan memengaruhi pricing di perbankan
syariah.
Risiko Transaksi (Transactional Risk) adalah risiko
yang disebabkan oleh permasalahan dalam pelayanan
atau produk-produk yang disediakan. Penyebab
timbulnya risiko ini antara lain adalah kekeliruan,
kecurangan, kesempurnaan akad, kekeliruan dalam
penetapan akad, kasus-kasus hukum, sistem teknologi
dan informasi, dan pos-pos terbuka.
Dalam melakukan pengukuran risiko, bank syariah
menggunakan baik metode standar maupun metode
Ahmad Ifham Sholihin
Page 145
Mengenal Bank Syariah
internal. Metode standar dipergunakan untuk tujuan
pelaporan ke Bank Indonesia dalam rangka memenuhi
ketentuan Capital Adequacy Ratio (CAR) minimum,
sedangkan metode internal dipergunakan untuk
peningkatan efficiency dan dalam usaha meminimalkan
risiko.
Langkah-langkah dalam identifikasi risiko bank
syariah adalah (1) Menentukan unit risiko yang akan
diidentifikasi. Selain General Banking Risk yang lazim
didentifikasi pada bank konvensional, identifikasi risiko
di bank syariah juga harus berpedoman pada fatwafatwa DSN dan standardisasi akad Bank Indonesia; (2)
Mengklasifikasikan jenis risiko kualitatif dan risiko
kuantitatif; (3) Melakukan survey untuk memperoleh
data historis. Dari identifikasi penyebab munculnya risiko
yang pernah dialami oleh bank dari setiap jenis aktivitas
yang telah diklarifikasi, selanjutnya akan menjadi data
historis bagi bank; (4) Memasukkan hasil identifikasi
sesuai jenis risiko. Penyebab munculnya risiko dari setiap
aktivitas dimasukkan ke dalam kuadran pemetaan yang
ada sesuai dengan kecenderungan terjadi dan dampak
yang ditimbulkan. Menentukan jenis penyebab yang
harus mendapat penanganan utama (prioritas utama)
untuk dikendalikan tingkat risikonya.
Dalam rangka membatasi risiko yang dapat
diambil, ditetapkan berbagai limit eksposur dan
penetapan toleransi risiko antara lain: (1) Limit Transaksi
(transaction/product limit); (2) Limit Mata Uang
(currency limit); (3) Limit Volume Transaksi (turnover
limit); (4) Limit Posisi Terbuka (open position limit); (5)
Limit Kerugian (cut loss limit); (6) Limit Intra hari
(intraday limit); (7) Limit Nasabah dan counterparty
(individual borrower and counterparty limit); (8) Limit
Pihak Terkait (connected parties limit); (9) Limit
Industri/sector ekonomi dan wilayah (industry/economic
sector and geographic limit). Penetapan limit dan
penetapan toleransi risiko dilakukan oleh bank syariah,
yang selanjutnya disampaikan kepada Komite Manajemen
Ahmad Ifham Sholihin
Page 146
Mengenal Bank Syariah
Risiko melalui Satuan Kerja Manajemen Risiko untuk
mendapat persetujuan serta kaji ulang secara periodik.
Sistem informasi manajemen risiko merujuk pada
sitem informasi yang telah dibangun oleh bank syariah,
sehingga dapat mengidentifikasi risiko-risiko yang ada
dan potensi risiko pada masa datang pada semua jenjang
organisasi. Informasi yang dirangkum mencakup fungsifungsi meliputi: pengelolaan risiko pasar, risiko
pembiayaan, risiko operasional, dan risiko likuiditas.
4.
Treasury dan ALMA
Treasury Syariah adalah bagian pengelolaan dari
Asets and Liabilities Committee dan merupakan
kepanjangan
tangan
Manajemen
Bank
dalam
mengimplementasikan kebijakan-kebijakan pengelolaan
Asets dan Liabilities bank, sehingga pengelolaan aset dan
liabilities menjamin pemenuhan kebutuhan bank.
Manajemen Treasury Syariah adalah kegiatan
untuk mencari dana besar yang sangat perpotensi di
pasar internasional dan lembaga pemerintahan di
Indonesia serta pengelolaan likuiditas bank, nisbah bagi
hasil, margin dan valuta asing untuk memastikan dana
bank yang berbasis syariah agar berada dalam jumlah,
tempat, mata uang dan jangka waktu yang tepat
sehingga dapat memaksimalkan pendapatan bank,
meminimalkan biaya serta menata pada tingkat risiko
yang aman sehingga akan mampu meningkatkan
pendapatan bank.
Bank syariah menyusun Managemen Treasury
Syariah adalah sebagai berikut: 1. Aktivitas Treasury
Syariah (a) Asets and Liabilities Management (ALMA).
Treasury Syariah adalah bagian pengelolaan dari Asets
and Liabilities Committee dan merupakan kepanjangan
tangan
dari
manajemen
bank
dalam
mengimplementasikan kebijakan-kebijakan pengelolaan
Asets dan Liabilities bank, khususnya yang berbasis
syariah. (b) Hedging dan Servicing The Bank. Treasury
Syariah dapat mencari sumber dana murah atau dana
Ahmad Ifham Sholihin
Page 147
Mengenal Bank Syariah
besar dan memaksimalkan pendapatan bank atas dana
berbasis
syariah
yang
tersedia
dengan
tetap
memperhatikan tingkat risiko yang memadai dan tidak
bertentangan dengan prinsip kehati-hatian. Treasury
Syariah bekerja sama dengan cabang, departemen, atau
divisi lainnya dalam hal transaksi yang berhubungan
dengan produk Treasury Syariah seperti misalnya Pasar
Uang Antar-Bank Syariah (PUAS), mudarabah interbank
time deposit, valuta asing, produk sekuritas (reksadana
syariah, obligasi syariah), dan lain-lain. 2. Corporate
Service. Treasury Syariah berkewajiban dalam Corporate
Service yaitu memenuhi kebutuhan nasabah. Untuk
memenuhi kebutuhan nasabah perlu diciptakan beragam
produk yang semakin maju di pasar dan tingkat
kompetisi yang semakin tinggi di antara bank-bank
syariah, dengan demikian keberadaan nasabah semakin
diperlukan. Treasury Syariah bertugas dan bertanggung
jawab dalam menangani hal tersebut. 3. Profitability.
Treasury Syariah dalam kapasitasnya sebagai pencari
dana besar dan pengelola dana yang independen, dapat
berinisiatif untuk memanfaatkan aset dan sumber dana
yang ada untuk bertransaksi di pasar keuangan syariah
guna memperoleh tambahan keuntungan sekaligus
mengantisipasi risiko likuiditas, dan lainnya dalam
eksposur aset dan sumber dana tersebut.
Motif treasury bank syariah adalah (1) Funds
management; (2) Tolong-menolong; (3) Service kepada
nasabah; (4) Hedging; (5) Keuntungan adalah sebagai
konsekuensi transaksi service. Sedangkan fungsi pokok
treasury bank syariah adalah: (1) Manajemen dana
dengan penekanan pada Cash Flow, Risk Management;
serta (2) Optimalisasi pendapatan.
Manajemen cash flow dilakukan agar terjadi match
antara use of fund dan source of fund yang di dalamnya
termasuk keserasian jumlah, jangka waktu, dan mata
uang; penataan cash flow yang baik akan menjamin
tingkat likuiditas perusahaan yang optimal. Pada
Ahmad Ifham Sholihin
Page 148
Mengenal Bank Syariah
kenyataannya, liability didominasi oleh Mudarabah,
sedangkan Aset didominasi oleh Murabahah dan sejenis.
Sementara optimaslisasi pendapatan bank syariah
dilakukan dengan memelihara alat-alat likuid untuk
membiayai pertumbuhan financing (sektor riil) dan
penarikan-penarikan oleh depositors yang dapat terjadi
sewaktu-waktu. Idle fund harus dioptimalkan agar
supaya pendapatan yang dibagihasilkan menjadi
maksimal (amanah).
Bank syariah tetap membutuhkan adanya Pasar
Uang. Pasar Uang Syariah didukung dengan penciptaan
instruments dan contracts yang sesuai dengan prinsip
syariah. Hal ini bisa dilakukan dengan penciptaan ethical
market yang tulus serta memperbanyak player pasar
uang syariah dengan azas tolong-menolong dan
pengelolaan likuiditas; pengembangan pasar sekunder;
rating company untuk indexing Surat Berharga.
Sementara itu, ALMA Syariah memiliki fokus pada
(1) Pemilihan aset (aset selection processes); (2)
Pengelolaan Return on Aset yang terjadi akibat
perubahan harga jual atas investasi jatuh tempo
(repricing price); (3) Ketersediaan likuiditas.
Tujuan ALMA Syariah adalah (1) Rentabilitas, yaitu
mengelola posisi aset dan liability untuk mencapai
tingkat keuntungan yang diharapkan. Pengelolaan
Rentabilitas dilakukan dengan menjaga Rate of Aset
Return dalam jangka waktu tertentu ke depan (horizon
period), yaitu dengan (a) mengelola rate of return dari
piutang jual beli dan (b) meminimalkan down side dari
return mudarabah dan musyarakah investment. (2)
Solvabilitas, yaitu mengelola posisi aset dan liability
sehingga dapat menyediakan likuiditas untuk memenuhi
seluruh kewajiban.
Komponen yang dicakup dalam ALMA: (1)
Pengelolaan Aset dan Liablity; (2) Pengelolaan
Likuiditas; (3) Manajemen Investasi; (4) Manajemen
Permodalan; (5) Manajemen Gap.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 149
Mengenal Bank Syariah
Likuiditas bank Syariah banyak bergantung pada:
(1) Tingkat kelabilan (volatility) dari dana pihak ketiga.
(2) Kompetensi teknis yang berhubungan dengan
pengaturan struktur liabilities. (3) Ketersediaan aset
yang siap dikonversikan menjadi kas. (4) Akses kepada
pasar antarbank dan sumber dana lainnya, termasuk
fasilitas dari bank Indonesia.
Sementara itu, dalam pengelolaan likuiditas
mencakup: (a) Sasaran yang harus dicapai agar UUS/bank
syariah memiliki kemampuan likuiditas yang memadai.
(b) Upaya menghindari kemungkinan terjadinya risiko
likuiditas. (c) Frekuensi monitoring yang harus dilakukan
dalam memantau posisi likuiditas. (d) Persyaratanpersyaratan BI yang harus dipenuhi (misalnya GWM). (e)
Penyediaan likuiditas untuk keperluan pembayaran
kepada pihak ketiga. (f) Keperluan likuiditas untuk
ekspansi pembiayaan (portofolio) baru. (g) Tanggung
jawab dan pelimpahan kewenangan dalam upaya
pengendalian likuiditas. (h) Tanggung jawab dalam
melaksanakan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan
Direksi maupun ALCO; (i) Pembatasan rasiorasio yang
harus dicapai, seperti GWM, CAR, PDN, dan lain-lain.
Kebijakan ALMA mengatur pengelolaan aset dan
liability agar likuiditas dapat terpenuhi dan profitabilitas
dapat optimal, meliputi: (1) Giro Wajib Minimum (GWM);
(2) Cash Reserve; (3) Penyaluran dana pada aktiva
produktif; (4) Prioritas Pendanaan.
GWM adalah saldo minimun giro Divisi Usaha/Bank
Syariah di Bank Indonesia yang besar saldo minimumnya
harus selalu dijaga sesuai ketentuan Bank Indonesia baik
dalam rupiah maupun dalam valuta asing.
Cash Reserve (CR) adalah uang tunai (kas) yang
harus selalu dipelihara untuk pemenuhan transaksi
harian secarai tunai pada masing-masing unit bisnis.
Besarnya dana kas ini harus diukur seefektif mungkin
untuk menghindari besarnya dana idle yang akan
memengaruhi pendapatan dan bagi hasil kepada pemilik
Ahmad Ifham Sholihin
Page 150
Mengenal Bank Syariah
dana. Besarnya disesuaikan dengan kondisi masingmasing unit bisnis.
Semantara itu, Penyaluran Dana Aktiva Produktif
dapat disalurkan pada: a. Piutang maupun Pembiayaan
kepada nasabah perorangan maupun badan hukum; b.
Investasi dalam sekuritas khususnya obligasi syariah. c.
Penempatan dana pada UUS/bank syariah lainnya dalam
bentuk Investasi Mudarabah Antarbank (IMA). d.
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI); e. Aktiva
Produktif lainnya yakni, Penyertaan atau Surat Berharga
lainnya.
Dalam hal kekurangan dana (Shortage of Fund),
UUS/bank syariah dapat mencari dana dengan cara
antara lain: (1) Berupaya menghimpun dana dari pihak
ketiga dengan memperhatikan komposisi sumber dana
yang tidak terkonsentrasi pada nasabah berskala besar
hal ini untuk menjaga penarikan besar-besaran yang
tidak diharapkan; (2) Bantuan Likuiditas dari Induk
Perusahaan; (3) Menerbitkan Sertifikat Investasi
Mudarabah Antarbank (SIMA); (4) Menerbitkan Obligasi
Syariah; (5) Bantuan Likuditas dari Bank Indonesia. (6)
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah (FPJPS) dari
Bank Indonesia. (7) Fasilitas Likuiditas Intrahari Syariah
(FLIS). Bantuan likuiditas BI sebaiknya dihindari.
Pada ALMA, GAP terjadi (naik atau turun) apabila
transaksi
bisnis
atau
keputusan
manajemen
mengakibatkan terjadinya mismatch antara RSA dan RSL.
Contoh GAP akan terjadi jika: (1) Dana deposito
berjangka ditempatkan sementara dalam PUAS; (2)
Pembiayaan investasi didanai dengan deposito jangka
pendek; (3) Tabungan dimanfaatkan untuk pembelian
obligasi; (4) Deposito berjangka untuk membeli harta
tetap (GAP satu sisi).
5.
Teknologi Sistem Informasi (TSI)
Tujuan dasar untuk melakukan pengembangan TSI
Support adalah: a. Sebagai dasar pengembangan Sistem
Aplikasi Perbankan Syariah untuk mendukung operasional
Ahmad Ifham Sholihin
Page 151
Mengenal Bank Syariah
syariah; b. Sebagai dasar pengembangan sistem interface
antara Sistem Perbankan Konvensional dan Sistem
Aplikasi Perbankan Syariah; c. Sebagai kerangka dasar
penyusunan Standard Operating Procedure (SOP)
Syariah; d. Sebagai sarana untuk melakukan ekspansi
bisnis dengan menyediakan produk dan layanan yang
sesuai dengan prinsip syariah.
Manajemen Teknologi Sistem Informasi merupakan
unit kerja yang mengendalikan dan melaksanakan fungsi
otomatisasi dalam suatu perusahaan dan memiliki
tanggung jawab utama untuk menyampaikan (delivery)
layanan
pemrosesan
data/informasi
dengan
memanfaatkan paduan teknologi komputer dan teknologi
jaringan komunikasi kepada para user.
Karena kegagalan atas sebagian atau keseluruhan
fungsi layanan tersebut dapat berakibat risiko yang tinggi
terhadap bisnis, dengan demikian tanggung jawab
Manajemen Teknologi Sistem Informasi adalah untuk
meyakinkan kepada seluruh user bahwa seluruh fungsifungsi layanan tersebut telah dilaksanakan dengan baik,
andal (reliable), aman (secure) dan terkendali.
Manajemen Teknologi Sistem Informasi mengacu
pada prinsip dasar operasional perbankan, di antaranya
adalah Three Initial System (Maker, Checker and
Authorizer), Dual Custody, Dual Controls, Ex-post
Controls, Validations, Records/Documentation, Barsheet System, Inter Departmental Control (Segregation
Of Duties), Inter Dependence dan Inter Locking.
Manajemen Teknologi Sisitem Informasi dari waktu
ke waktu telah berubah, dari semula berbentuk “Proses
Batch”, dengan user mengirimkan data ke Bagian Data
Entry untuk di-input dan diproses oleh sistem komputer,
menjadi proses “Real Time On-Line” bahkan telah
berubah lebih lanjut menjadi layanan berbasis media
internet (e-commerce) dan sarana berpindah (e-mobile),
sehingga layanan informasi dapat di akses oleh nasabah
dari mana saja dan kapan saja.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 152
Mengenal Bank Syariah
Dalam usaha perbankan, TSI selain berpengaruh
besar terhadap kualitas jasa layanan yang diberikan,
juga sekaligus menjadi ancaman kelangsungan usaha
bank itu sendiri. Pengaruh besar teknologi sistem
informasi terhadap kualitas layanan akan mulai terlihat
pada saat bank berkembang, jumlah nasabah semakin
meningkat, jenis transaksi semakin banyak dan semakin
kompleks, saat itulah kualitas jasa layanan bank mulai
menurun, teknologi sistem informasinya mulai sering
ngadat karena kemampuan daya dukungnya telah
dilewati, apalagi kualitas “Respons Time”, jelas tidak
akan mampu memenuhi ekspektasi nasabah.
Ancaman dari perkembanagn dan penerapan
teknologi sistem informasi terhadap kelangsungan usaha
bank terlihat dari munculnya “Global Information
Network and Financial Services”, yaitu suatu jaringan
informasi dan layanan jasa keuangan dari luar negeri.
Pengaruh paling besar bagi bank adalah adanya
perkembangan dan penerapan dalam bidang teknologi
sistem informasi yang melibatkan Perangkat Komputer
(Harwdware dan Software) dan Teknologi Komunikasi.
Melalui penerapan teknologi sistem informasi
seluruh bank, baik bank konvensional maupun bank
syariah di dunia berpacu meningkatkan efisiensi dan
produktivitas
dengan
memperbaiki
kinerja
operasionalnya dan pengelolaan manajemennya dengan
penerapan teknologi mutakhir. Berbagai bank asing dan
bank nasional, misalnya Citibank dan BCA, telah
menempatkan teknologi informasinya sebagai Point of
Differentiation dan kunci Competitive Advantage dalam
bersaing dengan bank lain. Mereka telah mampu
melakukan konversi dari keunggulan Teknologi Sistem
Informasi yang dimilikinya menjadi lahan Fee Based
Income dan Funding.
Beberapa kemajuan teknologi sistem informasi
yang saat ini sangat berpengaruh dan mungkin akan
tetap bertahan hingga dekade mendatang adalah layanan
jasa perbankan berbasis internet (Internet Banking/Web
Ahmad Ifham Sholihin
Page 153
Mengenal Bank Syariah
Banking) dan layanan jasa perbankan berbasis teknologi
telepon selular (Mobile Banking) baik dengan dukungan
teknologi Wireless Application Protocol (WAP) maupun
dengan dukungan Sort Message Services (SMS) dan Sim
Tool Kit (STK).
Penerapan teknologi informasi tersebut mampu
meningkatkan jasa layanan perbankan kepada nasabah
dan dapat memberikan Delivering Value yang lebih tinggi
kepada nasabah. Berbagai kemajuan teknologi sistem
informasi ini harus terus dipantau arah dan kemungkinan
penerapannya dalam layanan perbankan, penerapan
teknologi sistem informasi menjadi semakin penting bagi
kelangsungan usaha suatu bank, mengingat bank–bank di
seluruh dunia saat ini tengah berpacu untuk menerapkan
berbagai
kemajuan
teknologi
sistem
informasi.
Keterlambatan dalam penerapan teknologi sistem
informasi dapat berdampak luas bagi bank, terutama
dalam positioning bank dalam persaingan.
Adapun lingkup Manajemen Teknologi Informasi
dapat dikelompokkan menjadi tiga Functional Area, yaitu
Pengembangan Sistem (System Development), Dukungan
Teknis (Technical Support) dan Operasional Pusat
Pengolahan Data (Data Center Operation). Ketiga fungsi
tersebut walaupun secara fisik dapat berada dalam ruang
yang saling bersebelahan, saling menempel bahkan
mungkin berada dalam satu ruang yang sama, namun
secara Logical harus tetap dikelola secara terpisah.
Diperlukan suatu pihak antarmuka yang dapat
menjembatani antara ketiga fungsi tersebut.
Fungsi antarmuka tersebut dilakukan oleh
Dukungan Teknis (Technical Support), guna untuk
menjaga independensi, pemisahan tugas dan agar tetap
dapat menjaga kelancaran hubungan dan arus kerja
antara
fungsi
Pengembangan
Sistem
(System
Development) dan fungsi Operasional Pusat Pengolahan
Data (Data Center Operation).
Sebuah bank syariah tentu memerlukan sistem
aplikasi yang mendukung semua aktivitas operasional
Ahmad Ifham Sholihin
Page 154
Mengenal Bank Syariah
perbankan meliputi transaksi pada sisi Pembiayaan
(Asset), transaksi pada sisi Pendanaan (Liabilities),
transaksi Jasa Perbankan, intra Operasional dan
Interface ke sistem lain, dan pelaporan untuk keperluan
ekternal, internal dan MIS.
Aplikasi yang baik harus memenuhi beberapa
persyaratan penting yang saling berhubungan. Pertama,
sifat operasional aplikasi (product operation) yang
berhubungan dengan teknis analisis perancangan aplikasi
dan arsitekturnya.
Kualitas ini meliputi Correctness, Reliability,
Efficiency, Integrity, Usability. Correctness adalah
sejauh mana suatu aplikasi memenuhi spesifikasi dan
objectives dari users. Dalam hal ini yang harus kita
perhitungkan adalah sejauh mana pengembang internal
maupun eksternal (vendor) dapat mengetahui kebutuhan
bisnis (business requirement). Artinya, dalam hal ini
mereka harus mengerti bahwa ada beberapa perbedaan
signifikan antara arsitektur bank konvensional dengan
arsitektur bank syariah.
Reliability yaitu kemampuan sebuah aplikasi
melaksanakan kemampuan sesuai dengan fungsinya dan
ketelitian yang akurat.
Efficiency yaitu seberapa besar kapasitas
parameter yang mendukung modul-modul yang saling
berkaitan untuk memudahkan user membuat turunan
produk, interfacing antar modul serta interfacing
terhadap aplikasi lain yang mungkin dihubungkan untuk
mendukung suatu transaksi.
Integrity yaitu sejauh mana akses ke aplikasi dan
data oleh pihak yang tidak berhak dapat dikendalikan,
seberapa tinggi akurasi dan tingkat security yang
dimiliki.
Usability yaitu faktor ini menentukan sejauh mana
kemudahan user mempelajari, menggunakan dan
mengerti output yang dihasilkan.
Kedua, Kemampuan aplikasi dalam menjalani
perubahan (Product Revision). Dalam perjalanan suatu
Ahmad Ifham Sholihin
Page 155
Mengenal Bank Syariah
usaha kan senantiasa terdapat perubahan-perubahan
baik dari sisi strategi maupun perubahan yang
diakibatkan oleh regulasi.
Oleh karena itu ada beberapa faktor pokok yang
harus dipertimbangkan, sebagai berikut: Maintainability
yaitu usaha untuk menemukan perbaikan dari kesalahan
(error) maupun usaha untuk melakukan perubahan.
Flexibility yaitu usaha yang diperlukan untuk melakukan
modifikasi,
terutama
terhadap
aplikasi
yang
berhubungan dengan hal-hal operasional. Testability
yaitu usaha yang diperlukan untuk menguji atau
memastikan suatu aplikasi telah sesuai dengan
kebutuhan bisnis (business requirement), comply dengan
regulasi yang ada dan lain sebagainya.
Ketiga adalah daya adaptasi software terhadap
lingkungan baru (Product Transition). Percepatan TSI
semakin hari terasa semakin cepat, perubahanperubahan terjadi mulai dari operating system yang
hampir setiap tahun mengeluarkan versi baru, software
pendukung, delivery channel maupun hardware yang
terus dikembangkan untuk mengembangkan aplikasinya
sehingga dapat beradaptasi terhadap lingkungan baru.”
Delivery channel merupakan salah satu faktor yang
harus diperhitungkan dalam pengembangan bisnis di
masa depan, mengingat arah perbankan dunia menuju
sistem
Cyber
Banking
(dunia
maya).
Untuk
mengantisipasi hal tersebut maka perlu dilakukan
pengujian terhadap aplikasi, apakah aplikasi yang
bersangkutan sanggup melakukan hubungan dengan
aplikasi lain dalam platform yang berbeda (Interoperability), baik secara langsung maupun dengan
perantara perangkat lain (middleware).
Bank syariah pun memerlukan aplikasi Core
Banking System (CBS) yang handal untuk menunjang
operasionalnya. Secara umum, CBS harus terintegrasi,
bisa melakukan kliring, memiliki sarana untuk melakukan
inventarisasi surat-surat berharga, bisa melakukan blokir
saldo dan rekening, dan lain sebagainya. Dari sisi aplikasi
Ahmad Ifham Sholihin
Page 156
Mengenal Bank Syariah
aktiva/pembiayaan, serta pasiva/pendanaan harus bisa
mengakomodir semua transaksi syariah.
Ada beberapa spesifikasi yang harus ada pada CBS
misalnya core module. Core module adalah sistem yang
integrated dengan modul yang lengkap antara lain
meliputi retail, deposits, financing, collection, transfer
dan general ledger (GL). Sehingga bisa mengakomodir
proses pembagian keuntungan (Profit Distribution
Process) dengan sistem Profit/Revenue Sharing dengan
model Simple and Tiered Progressive, Mudarabah
Collectibility, Flat Proportional, Tiering Bagi Hasil, Early
Payment dan Restricted Investment.
CBS juga harus bisa mengakomodir Product
(funding dan financing) serta jasa yang lengkap seperti;
Mudarabah, Wadiah, Murabahah, Revolving Musyarakah,
Rahn (Gadai Syariah), Istisna dan Salam – Paralel,
Hiwalah, Ijarah (ijarah murni, ijarah parallel dan sewa
beli atau yang dikenal sebagai ijarah muntahia Bank
Indonesia tamlik, IMBT), Qardh, Reporting (ZIS), IMA (TD
Harian), Debet ZIS sebelum atau sesudah Pajak, Sharf
dan jasa standar banking hall (transfer dan collection).
Jika bank syariah merupakan bagian (unit) dari
bank induknya, maka sistem yang akan digunakan harus
bisa memanfatkan jaringan (delivery channel) bank
induk. Arsitektur sistem harus terbuka sehingga dapat
melakukan interfacing dengan middleware bank induk.
Sistem juga harus mudah dikembangkan secara Joint
Application (JA) dengan aplikasi yang sudah eksis. Hal ini
menjadi penting terkait dengan penerapan konsep office
channeling.
Sistem harus memenuhi seluruh peraturan Bank
Indonesia, PSAK, PAPSI, semua pelaporan ke Bank
Indonesia yang saat ini diterapkan LBU(S) Basel II, dan
jika mungkin memiliki Sertifikat TI Syariah dari MUI.
Sementara itu, Management Support System (MSS)
dibutuhkan sehubungan dengan pelaporan baik untuk
eksternal maupun internal serta untuk pemeliharaan
data.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 157
Mengenal Bank Syariah
Kriteria MSS meliputi Sistem Informasi Manajemen
canggih dan terintegrasi yang dapat berhubungan dengan
MIS dari bank induk (jika merupakan unit usaha syariah),
mampu menghasilkan seluruh pelaporan yang diwajibkan
Bank Indonesia, pelaporan internal bank syariah dan
pelaporan untuk konsolidasi dengan bank induk.
Kriteria berikutnya adalah CBS harus memiliki dan
menjalankan program data warehouse, memiliki dan
telah menjalankan program risk management yang sesuai
ketentuan Bank Indonesia dan Basel II Accord, serta
memiliki program treasury untuk mendukung bisnis trade
finance.
Spesifikasi berikutnya adalah middleware yang
merupakan interface dan interlink antar institusi dan
aplikasi yang dibutuhkan bank syariah (terutama UUS)
untuk bisa memanfaatkan delivery channel bank induk
atau institusi lain, sehingga kegiatan bisnis akan menjadi
lebih luas.
Manfaat middleware ini adalah perolehan fee
based income, memperluas layanan dan meningkatkan
customer base. Adapun kriteria dan kegunaan
middleware ini adalah memiliki manajemen transaksi
terpadu yang berfungsi sebagai interlink dengan berbagai
institusi dan aplikasi melalui ATM dan Kartu Debet.
Kriteria lain adalah memungkinkan untuk dilakukan
transaksi ATM dan Kartu Debet menjadi lebih luas, baik
lokal (ATM Bersama, Link, Alto, Cakra, BCA, Kartuku,
Prima dll), maupun internasional (Visa, Mastercard,
Amex, Europay, MEPS, dll), memungkinkan Payment
point via ATM untuk PLN, Telkom, Tiket, PBB, Bea Cukai,
Telepon Seluler, SPN (Sistem Penerimaan Negara
Terpadu), dll.
Kriteria berikutnya adalah Banking Delivery dan
Support System, yakni harus bisa memberikan fasilitas
kemudahan transaksi seperti ATM, Phone Banking,
Mobile Banking, Internet Banking, Fax Support dan Kios
Service.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 158
Mengenal Bank Syariah
Banking Delivery dan Support System di sini harus
menyediakan Loan Origination System, Signature
Verification System (melihat speciment secara online),
Document Management, Customer Relationship, Security
dan Data Cleansing.
Spesifikasi berikutnya adalah dari sisi Business
Continuity Management (BCM). BCM ini mencakup
Disaster Recovery Plan (DRP), Disaster Recovery Center
(DRC) dan Business Continuity Plan (BCP) yang
bermanfaat untuk mendukung kelangsungan bisnis ketika
terjadi
kondisi
darurat/bencana,
backup
data
operasional harian yang tersimpan dengan baik dan
aman, memenuhi ketentuan Bank Indonesia akan
ketersediaan backup data yang up to date.
Setelah mengetahui criteria TSI handal, berikutnya
kita singgung tentang implementasi TSI. Secara
keseluruhan,
implementasi
ini
dimulai
dengan
Implementasi Core Banking System Syariah, terdiri dari
modul Funding, Financing, GL, CIF, Jasa-Jasa dan
Payment.
Berikutnya adalah implementasi aplikasi human
interface di semua kantor. Kalau bank syariah masih
berupa UUS, maka dilakukan implementasi Sinergi
Jaringan ke Kantor Bank Induk yang ditunjuk untuk
melakukan Office Channeling (misalnya). Setelah itu
dilakukan konversi data dari sistem yang lama ke CBS
(yang baru).
Untuk
mendukung
aplikasi
CBS
dalam
mememenuhi kebutuhan operasional dan bisnis,
dilanjutkan
dengan
implementasi
Management
Information System, Risk Management System,
Datawarehouse, Switching (ATM, Internet Banking,
Phone Banking, Mobile Banking), Treasury, Customer
Relationship Management, dan Loan Originating System.
Secara umum, metodologi implementasi yang
digunakan diawali dengan Project Plan dan Organization,
dilanjutkan dengan Requirement Analysis, Technical
Environtment Set up, Change Management Process,
Ahmad Ifham Sholihin
Page 159
Mengenal Bank Syariah
System Integration Test, Training, User Acceptance Test
(UAT), Production Cut Over, Go Live, serta Post
Implementation Review dan Roll Out Plan.
6.
Pengembangan Produk dan Jasa
Sebuah bak syariah harus memiliki produk dan jasa
berkualitas tinggi, kompetitif, inovatif dan berorientasi
ke depan sehingga dapat menjadi produk rujukan bagi
industri sejenis serta sesuai dengan prinsip syariah.
Dalam pengembangan produk dan jasa, strategi
yang akan dilakukan bank syariah adalah melakukan
analisis bisnis dengan melihat melalui riset pemasaran
dan market intelligence yang mendalam di bidang
teknologi, politik, legal, sosio kultural, perubahan bisnis,
serta situasi kompetisi, kondisi nasabah.
Namun, setiap kebijakan dalam produk dan jasa
yang akan diluncurkan bank syariah harus melewati uji
kepatuhan dan mendapat persetujuan dari pihak atau
divisi yang berwenang seperti divisi management risiko
dan Dewan Pengawasan Syariah.
Pertama, pengembangan produk pembiayaan.
Selain meningkatkan kualitas produk pembiayaan yang
sudah ada, bank syariah juga bisa mengembangkan akad
pembiayaan
Mudarabah
seperti
Mudarabah
wal
Murabahah dengan pola penyaluran executing dengan
cara bekerja sama dan sinergi bisnis dengan lembaga
keuangan syariah lain seperti BPRS dan BMT pada segmen
mikro syariah.
Di sektor pembiayaan konsumtif, bank syariah bisa
mengembangkan
paket
pembiayaan
dengan
menggunakan
akad
Murabahah,
Ijarah
dan
pengembangan akad lainnya guna memenuhi kebutuhan
nasabah pada pembiayaan konsumtif ini di antaranya
rumah, ruko, apartemen dan kendaraan bermotor
dengan service level yang lebih cepat dan pricing yang
kompetitif.
Produk ini bisa dijalankan melalui kerja sama
dengan pihak ketiga. Misalnya dengan Multi Finance
Ahmad Ifham Sholihin
Page 160
Mengenal Bank Syariah
Company, agent property dan kopkar yang memiliki
kemampuan dan potensi cukup signifikan untuk
mengembangkan program channeling atau executing
dengan bank syariah, baik dengan menggunakan akad
Musyarakah, Murabahah dan Mudarabah.
Bank syariah juga bisa mengembangkan produk
pembiayaan yang terkait dengan kerja sama tersebut
seperti Produk Program Joint Financing, Produk Program
Mortgage dan Produk program Kopkar.
Salah satu inovasi produk di bidang pembiayaan
konsumtif adalah produk Syariah Card yang dapat dibagi
sesuai segmen pasar yang dituju, baik dalam bentuk
Charged Card yang harus dibayar tunai pada setiap
tagihan ataupun dalam bentuk Covered Card yang harus
dibayar dengan jumlah angsuran tetap (fix installment)
pada setiap kali penagihan.
Akad yang digunakan adalah dengan menggunakan
akad Murabahah, yaitu bank syariah akan mendapatkan
marjin keuntungan atas setiap transaksi pembelian
barang.
Kedua, pengembangan produk pendanaan. Strategi
pengembangan produk pendanaan yang akan dilakukan
bank syariah adalah pengembangan berbagai produk
pendanaan yang ditujukan untuk mendapatkan dana
pihak ketiga yang murah (low cost of fund) dan stabil
(jangka panjang). Selain itu, produk pendanaan akan
dikembangkan dengan variasi fitur produk agar secara
bertahap dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
terhadap produk dan layanan bank syariah.
Untuk mengurangi tingginya Financing to Deposit
Ratio (FDR) secara cepat, bank syariah bisa
mengembangkan produk pendanaan yang terkait dengan
fungsi Treasury di mana potensi besar dalam memenuhi
kebutuhan dana besar seperti Obligasi Syariah, IMA
(Investasi Mudarabah Antar Bank Syariah).
Selain itu bank syariah akan melakukan kerja
sama juga dengan pihak-pihak seperti Asuransi, Dana
Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK), Badan Amil Zakat
Ahmad Ifham Sholihin
Page 161
Mengenal Bank Syariah
Nasional (BAZNAS), Koperasi, lembaga lainnya yang
memiliki kepentingan untuk memutarkan dana yang
dimilikinya.
Agar lebih menarik untuk berinvestasi, bank
syariah
akan
menawarkan
skema
Mudarabah
Muqayyadah, yaitu nasabah diberikan kesempatan untuk
memilih sektor atau obyek investasi yang diinginkan
untuk memberikan bagi hasil yang optimum dan menarik.
Untuk mendapatkan dana yang relatif stabil, ban
ksyariah akan mengembangkan paket produk investasi
(Deposito dan Tabungan) dengan skema Mudarabah, baik
Mutlaqah maupun Muqayyadah, dengan pilihan jangka
waktu dan nisbah yang menarik.
Pilihan tersebut antara lain dengan memberikan
bagian keuntungan yang makin tinggi kepada nasabah
jika berinvestasi dalam jangka waktu yang makin
panjang. Bagian keuntungan dalam bentuk bagi hasil
tersebut juga dapat diberikan makin tinggi jika nasabah
memiliki saldo yang makin tinggi (tiering).
Pengembangan lain yang dilakukan khususnya pada
produk investasi tabungan antara lain dilakukan juga
dengan mengembangkan fitur tabungan berbasis
teknologi seperti ATM, Debit Card, SMS Banking dan
Phone Banking/Call Center. Pengembangan fitur
khususnya pada produk tabungan diarahkan untuk
meningkatkan rasa membutuhkan nasabah kepada
layanan bank syariah.
Produk yang relatif stabil dan murah namun juga
memiliki misi customer education adalah simpanan
dengan menggunakan akad Wadiah (Titipan), di mana
bank syariah dapat membagikan bonus, baik dalam
bentuk uang maupun hadiah tanpa diperjanjikan
sebelumnya. Agar lebih menarik namun tetap
memperhatikan efisiensi dan efektivitas, pengembangan
produk dan fitur-fiturnya akan dikemas sedemikian rupa
dengan memperhatikan kebutuhan setiap segmen
penabung, termasuk pengembangan fitur berbasis
teknologi.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 162
Mengenal Bank Syariah
Bank syariah bisa mengembangkan produk
pendanaan yang terkait dengan kegiatan tersebut seperti
membuat produk tabungan maupun talangan haji dan
umroh. Di samping berperan sebagai pengelola produk
tabungan haji juga akan meningkatkan perannya sebagai
pengelola SISKOHAT yang bekerja sama dengan
Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) dan pihak ketiga
lainnya seperti pengusaha travel umroh dan perusahaan
yang mengkhususkan diri pada wisata rohani Islam.
Pengelolaan dana seperti Infak, Zakat dan Sedekah
dapat memberi manfaat ganda kepada bank syariah,
selain pengendapan dana yang relatif besar dengan
potensi pasar yang besar dan penambahan jumlah
nasabah/rekening,
pengelolaan
ini
juga
akan
memberikan fee base income.
Fee based income merupakan salah satu sumber
pendapatan bank yang cukup potensial dan tidak perlu
dibagihasilkan kepada deposan. Pengembangan produk
dan jasa yang bertumpu pada fee based income akan
memberi keuntungan bagi bank syariah di antaranya
mempercepat akselarasi pertumbuhan pendapatan,
sumber dana murah dalam jangka panjang.
Upaya memperoleh fee based income ini dapat
dilakukan dengan mengoptimalkan jaringan dan
kemampuan teknologi informasi yang dimiliki. Salah satu
pemanfaatan teknologi yang akan dilakukan oleh bank
syariah adalah pemanfaatan teknologi e-banking dalam
pengembangan
cash
management
yang
dapat
dipergunakan secara real time on line nasabah
perusahaan maupun perorangan.
Bank Syariah bisa juga mengembangkan produk
dan jasa lain seperti Bill Payment, layanan Over booking
dan layanan payroll dan standing instruction. Bank
syariah juga bisa mengembangkan produk bancassurance.
Bancassurance merupakan produk investasi alternatif di
mana bank syariah bekerja sama dengan pihak asuransi
dalam menawarkan produknya yang dicover asuransi,
misalnya tabungan pendidikan. Dengan membuka
Ahmad Ifham Sholihin
Page 163
Mengenal Bank Syariah
tabungan itu akan mendapatkan fasilitas kesehatan dan
pendidikan.
Bank syariah juga bisa lebih memgembangkan
produk seperti Sharf. Produk-produk tersebut selain akan
menghasilkan fee based income, juga akan mendorong
pertumbuhan dana yang cukup signifikan.
7.
SDM Syariah
Strategi pengembangan SDM yang dilakukan bank
syariah harus mampu memastikan SDM yang ada memiliki
kompetensi dan komitmen yang sesuai dengan fitur
produk dan jasa yang ditawarkan, besarnya skala bisnis
serta jaringan serta sistem teknologi informasi yang
digunakan.
Berdasarkan karakteristik operasional perbankan
syariah serta prinsip-prinsip maupun nilai yang akan
diikuti, ada beberapa karakteristik utama SDM Syariah,
yaitu, Shiddiq, Amanah, Fathonah, dan Tabligh.
Shiddiq yang menggambarkan kejujuran yang
sangat dibutuhkan untuk membangun sinergi antara bank
dengan nasabah dan mitra kerja. Kemudian Amanah yang
menggambarkan integritas yang dibutuhkan untuk
meyakinkan masyarakat bahwa dana-dananya dikelola
secara benar. Fathonah menggambarkan kompetensi
pekerja dalam menjalankan tugas dan kewajibannya.
Kemudian Tabligh yang menggambarkan kemampuan
komunikasi dan hubungan personal dan leadership.
Masing-masing kompetensi tersebut berarti perlu
diintegrasikan dan diakomodir dalam penyusunan jobdescription bank syariah agar memudahkan dalam
penyusunan program-program pelatihan.
Karakteristik lain dan lebih operasional bisa
dijabarkan dan disesuaikan dengan nature bisnis
perbankan yang harus dijalankan sesuai dengan syariah.
Kriteria-kriteria tersebut tentu bisa diukur.
Saat ini sudah ada alat ukur yang dikembangkan
oleh salah satu konsultan keuangan syariah terkemuka.
Ini merupakan sebuah alat ukur yang tidak bisa 100%
Ahmad Ifham Sholihin
Page 164
Mengenal Bank Syariah
menjamin bisa persis sesuai dengan kenyataan, namun
reliabel dan valid. Alat ukur ini mengukur tingkat syariah
dan spiritualitas seseorang sesuai dengan teori tertentu.
Teori tertentu tentang nilai-nilai syariah dan
spiritual yang diturunkan dalam aspek-aspek dan dirinci
dalam faktor-faktor tertentu menjadi item pernyataan.
Setelah itu, item-item tersebut dikombinasikan menjadi
sebuah alat ukur psikologi. Alat ukur ini dibuat mirip alat
tes EPPS (dalam ilmu psikologi) dengan harapan semua
aspek pengetahuan, penghayatan, dan pelaksanaan nilainilai spiritual dapat terungkatp.
Tes ini berbentuk inventory dan konsistensi juga
akan terlihat di sini sehingga sulit sekali bagi peserta tes
untuk melakukan kecurangan, karena tiap item akan
memiliki keterkaitan satu sama lain sesuai kombinasi
yang ditentukan.
Tes dengan inventory seperti itu tentu tidak cukup
untuk menggambarkan SDM Syariah yang handal. Perlu
juga dibuatkan pertanyaan essay, kemudian cerita
pengalaman spiritual, dan ada interview khusus secara
mendalam mengenai hal-hal yang berkaitan dengan nilainilai spiritual tersebut. Jadi dilakukan pengukuran
dengan berbagai metode.
Untuk mengukur pengetahuan terhadap nilai-nilai
syariah dan spiritual, tentu ada pertanyaan tentang
knowledge tersebut. Tak lupa juga dilakukan tes yang
menyangkut teknis syariah seperti fikih muamalah,
konsep operasional bank syariah, bahkan perlu juga tes
membaca Al Quran. Namun, tentu hal ini tidak semata
bisa menentukan tingkat spiritual seseorang.
Seiring dengan tumbuh kembang bank syariah,
dibutuhkan SDM bank syariah yang tidak sedikit.
Muliaman Hadad, Deputi Gubernur BI, menyatakan
bahwa saat ini industri perbankan syariah membutuhkan
sekitar 40.000 pekerja.
Potensi SDM Syariah sebenarnya lumayan bagus.
Saat ini sudah ada lebih dari 100 perguruan tinggi yang
membuka jurusan, program studi, dan kajian ekonomi
Ahmad Ifham Sholihin
Page 165
Mengenal Bank Syariah
syariah. Bahkan, sudah ada beberapa SMK (Sekolah
Menengah Kejuruan) yang secara khusus membuka
jurusan Syariah. Namun, SDM Syariah dimaksud belum
memiliki pengalaman yang cukup menjadi praktisi bank
syariah.
Untuk itu, perlu kerja sama sinergis antara
lembaga pendidikan dengan institusi perbankan syariah.
Bank syariah diharapkan bisa memberi peluang dan
kesempatan sebesar-besarnya bagi mahasiswa (misalnya)
untuk magang, dan tentu untuk bisa bekerja di bank
syariah. Akademisi juga bisa menunjang tumbuh
kembang industri perbankan syariah ini dengan
melakukan berbagai riset, workshop, dan berbagai
masukan lain untuk keperluan industri bank syariah.
Sementara itu, jumlah SDM Syariah yang
berpengalaman, cukup terbatas. Sehingga ada SDM yang
meloncat dari bank syariah yang satu ke bank syariah
yang lain.
Untuk mengantisipasi hal tersebut bisa dilakukan
dengan meningkatkan loyalitas SDM terhadap bank
syariah terkait, serta memberikan kompensasi dan
benefit yang kompetitif untuk SDM Syariah yang unggul.
Untuk menghasilkan pekerja yang unggul dan mampu
menjalankan tugasnya dengan baik perlu Training and
Development.
Pengembangkan pola menajemen SDM ini harus
dilaksanakan dengan terbuka, adil dan memberi
kesempatan yang sama kepada seluruh pegawai untuk
berkembang dan menunjukan potensi diri serta sebagai
proses evaluasi dan pembinaan dari hasil kerja maka
perlu diadakan semacam proses Penilaian Karya.
Penilaian Karya ini menjadi hal penting dan
dilakukan minimal dua kali dalam setahun dalam format
baku dan dapat dilakukan secara online dari setiap unit
kerja ke Divisi SDM.
Penilaian Karya meliputi evaluasi hasil kerja,
perilaku, kebutuhan pelatihan pegawai serta sebagai
media komunikasi antar atasan dengan bawahan dalam
Ahmad Ifham Sholihin
Page 166
Mengenal Bank Syariah
menetapkan uraian pekerjaan dan indikator keberhasilan
pada proses kerja berikutnya.
Penilaian Karya juga dilakukan dalam reward dan
punishment, yang meliputi program penghargaan
prestasi kerja, program penghargaan masa kerja,
peraturan hukuman disiplin pekerja, dan penalty
kompensasi atas pelanggaran disiplin.
Sama seperti perusahaan yang lain, sistem
penggajian/kompensasi yang sehat, baik dan adil yang
dapat memenuhi di atas kebutuhan minimal pegawai
menjadi suatu hal yang penting dalam memotivasi dan
mempertahankan pegawai serta meningkatkan kinerja.
Untuk dapat mengetahui tingkat kepuasan pegawai
secara berkala, minimum dua kali dalam setahun bisa
dilakukan Employee Satisfaction Survey atau Salary
Survey. Hal ini dilakukan tentu untuk mewujudkan SDM
Syariah yang handal karena merekalah ujung tombak
pelaksana sistem perbankan syariah ini.
Ke depan, kita semua berharap agar compensation
and benefit (C & B) yang diperoleh SDM Syariah lebih
bagus dibandingkan dengan SDM konvensional, karena
SDM Syariah harus memiliki kualifikasi perbankan plus
syariah.
Ahmad Ifham Sholihin
Page 167
Download