BUMN Harus Jadi Penggerak Perekonomian Nasional Selasa, 17 Nopember 2009 Badan usaha milik negara (BUMN) harus mampu mengambil peran dalam menggerakkan perekonomian nasional di tengah tekanan krisis ekonomi global yang demikian keras. Dalam hal ini, BUMN harus berada di garis depan untuk mendorong pencapaian target pertumbuhan ekonomi dengan berbagai tindakan konkret. Untuk itu, bisnis BUMN harus dikaitkan dengan aktivitas yang memiliki peran signifikan terhadap tumbuhnya perekonomian nasional. Salah satunya PT Pertamina (Persero), sebagai BUMN terbesar yang juga tak boleh luput dari sistem perekonomian nasional. "Bila pemerintah menetapkan target pertumbuhan ekonomi 7 persen hingga 2014, maka Pertamina harus mampu memacu pertumbuhan produksi minyaknya hingga 11 persen per tahun," kata Wakil Direktur Utama Pertamina Omar S Anwar. Asumsi semacam ini tentu tidak lepas untuk memacu pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen yang memang membutuhkan produksi energi yang terus meningkat. Ini karena energi merupakan kebutuhan dasar. Dengan pertumbuhan produksi minyak sebesar 11 persen, maka diharapkan akan mampu memberikan sumbangan yang signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi nasional yang ditetapkan 7 persen. Pernyataan Omar ini tentu tidak terlalu berlebihan. Karena di saat produksi perusahaan sektor minyak dan gas (migas) secara umum cenderung turun, namun produksi migas Pertamina pada 2009 justru meningkat. Untuk minyak mentah mencapai 177.000 barel per hari dan gas 1.400 juta kubik per hari. Ini berarti terjadi lonjakan bila dibandingkan produksi tahun 2008, di mana untuk minyak mentah hanya 150.200 barel per hari dan gas sebesar 1.164 juta kaki kubik per hari. Untuk menunjang pertumbuhan produksi migas sebesar 11 persen itu, Pertamina akan menggencarkan pencarian lapangan migas baru, baik di dalam maupun luar negeri. "Untuk mendapatkan lapangan migas baru, Pertamina mulai masuk menggarap ke negara-negara di kawasan Afrika Utara. Bahkan yang terakhir juga di Vietnam," tutur Omar. Langkah Pertamina mencari lapangan di luar negeri guna mengejar target produksi migas ini juga didukung kalangan DPR. Dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR, pekan lalu, kalangan anggota DPR memberikan apresiasi pada kinerja jajaran manajemen Pertamina. "Ini cukup membanggakan, karena secara tidak langsung Pertamina juga mengibarkan Merah Putih di negeri lain," kata anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS Sigid Susiantomo. Namun, sekalipun Pertamina mulai merambah ke luar negeri, sebagaimana ditegaskan oleh Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan, terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi. Pertama, ketersediaan sumber daya (resourses), di mana Pertamina hanya mencari cadangan minyak yang memang memiliki cadangan dalam skala besar. Kedua, potensi pendapatan atau keuntungan harus lebih menarik dari dalam negeri, dan ketiga, mitra di luar negeri harus bisa memberikan nilai tambah terhadap kapasitas produksi Pertamina. Secara umum, dalam menggerakkan perekonomian nasional, kontribusi BUMN bisa diwujudkan mulai dari sumbangan pajak maupun penerimaan negara bukan pajak. Salah satunya kontribusi setoran dividen BUMN terhadap anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2008 yang mencapai Rp 31 triliun (13,18 persen) dari total PNBP sebesar Rp 235,2 triliun. Sementara itu, setoran pajak BUMN per tahun pada 2006 mencapai Rp 45,30 triliun (11,07 persen) dengan besaran belanja modal (capital expenditure/capex) sebesar Rp 120,69 triliun dan biaya operasional (operational expenditure/opex) sebesar Rp 821,40 triliun. Diperkirakan serapan tenaga kerja di BUMN sebesar 318.401 orang. Dari angka ini, persentase kontribusi BUMN terhadap produk domestik bruto (PDB) tahun 2007 adalah 3,23 persen untuk capex dan 17,03 persen untuk opex. Nilai ini dipandang cukup signifikan untuk memberikan kontribusi terhadap perekonomian negara. Dari kontribusi BUMN ini, setoran Pertamina terhadap APBN pada 2006 mencapai Rp 131,12 triliun. Ini terdiri dari dividen sebesar Rp 11,93 triliun, pajak Rp 26,97 triliun, dan pendapatan bukan pajak (PNBP) Rp 92,22 triliun. Jumlah ini tentu saja terus meningkat, karena kinerja Pertamina dalam tiga tahun terakhir ini cukup baik seiring dengan semakin meningkatnya harga minyak dunia. Bila dilihat acuan sumbangan BUMN terhadap APBN, maka setengahnya berasal dari Pertamina. Untuk mengoptimalkan peran Pertamina berkontribusi pada negara, kini Pertamina mengusung transformasi yang mencoba menyinergikan antara sektor hulu migas, kilang, dan sektor hilir dalam capaian kinerja yang serasi. "Ketiga unsur itu harus match (cocok) agar Pertamina bisa menjadi perusahaan kelas dunia," ujar Direktur Pemasaran Ahmad Faisal menambahkan. Bahkan, jika antara sektor hulu hingga hilir migas sejalan, maka Pertamina akan berada dalam barisan paling depan di jajaran BUMN yang menjadi lokomotif perekonomian dunia. Bukan begitu? (Indra/A Choir)