2 tinjauan pustaka

advertisement
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Ikan Kakap (Lutjanus sp.)
Nama kakap diberikan kepada kelompok ikan yang termasuk tiga genus
yaitu Lutjanus, Latidae dan Labotidae. Jenis-jenis yang termasuk Lutjanidae
biasanya disebut kakap merah, dan jenis lainnya yaitu Lates calcarifer yang
termasuk suku Latidae umumnya disebut kakap putih dan Lobotos surinamensis
yang termasuk suku Lobotidae disebut kakap batu (Hutomo et al. 1986).
Menurut Saanin tahun 1984 Ikan kakap merah keluarga Lutjanidae
mempunyai klasifikasi sebagai berikut:
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Sub ordo : Perciodea
Famili : Lutjanidae
Sub famili : Lutjanidae
Genus : Lutjanus
Spesies : Lutjanus sp.
Gambar 1 Ikan kakap (Lutjanus sp.)
Kakap merah (Lutjanus sp.) mempunyai tubuh yang memanjang dan
melebar, gepeng atau lonjong, kepala cembung atau sedikit cekung. Jenis ikan ini
umumnya bermulut lebar dan agak menjorok ke muka, gigi konikel pada taringtaringnya tersusun dalam satu atau dua baris dengan serangkaian gigi caninnya
yang berada pada bagian depan. Ikan ini mengalami pembesaran dengan bentuk
segitiga maupun bentuk V dengan atau tanpa penambahan pada bagian ujung
maupun penajaman. Bagian bawah pra penutup insang bergerigi dengan ujung
berbentuk tonjolan yang tajam. Sirip punggung dan sirip duburnya terdiri dari jarijari keras dan jari-jari lunak. Sirip punggung umumnya berkesinambungan dan
berlekuk pada bagian antara yang berduri keras dan bagian yang berduri lunak.
Batas belakang ekornya agak cekung dengan kedua ujung sedikit tumpul. Warna
sangat bervariasi, mulai dari yang kemerahan, kekuningan, kelabu hingga
kecoklatan. Ada yang mempunyai garis-garis berwarna gelap dan terkadang
dijumpai adanya bercak kehitaman pada sisi tubuh sebelah atas tepat di bawah
awal sirip punggung berjari lunak. Pada umumnya berukuran panjang antara 2550 cm, walaupun tidak jarang mencapai 90 cm (Gunarso, 1995). Ikan kakap
merah menerima berbagai informasi mengenai keadaan sekelilingnya melalui
beberapa inderanya, seperti melalui indera pengelihatan, pendengaran, penciuman,
peraba, linea lateralis dan sebagainya.
2.1.1 Makanan dan kebiasaan makan
Menurut Effendi (1997), makanan merupakan faktor pengendali yang
penting dalam menghasilkan sejumlah ikan disuatu perairan, karena merupakan
faktor yang menentukan bagi populasi, pertumbuhan dan kondisi ikan di suatu
perairan. Di alam terdapat berbagai jenis makanan yang tersedia bagi ikan dan
ikan telah menyesuaikan diri dengan tipe makanan khusus dan telah
dikelompokkan secara luas sesuai dengan cara makannya, walaupun dengan
macam-macam ukuran dan umur ikan itu sendiri (Nikolsky, 1963). Menurut
Moyle dan Chech (1988), ikan dapat dikelompokkan berdasarkan jumlah dan
variasi makanannya menjadi euryphagous yaitu ikan yang memakan berbagai
jenis makanan; stenophagous yaitu ikan yang memakan makanan yang sedikit
jenisnya; dan monophagous yaitu ikan yang hanya memakan satu jenis makanan
saja.
Menurut Effendi (1997), kebiasaan makanan adalah jenis, kuantitas dan
kualitas makanan yang dimakan oleh ikan, sedangkan kebiasaan cara makan
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan waktu, tempat dan bagaimana
cara ikan memperoleh makanannya. Effendi (1997) menambahkan bahwa faktor –
faktor yang menentukan suatu jenis ikan akan memakan suatu jenis organisme
adalah ukuran makanan, ketersediaan makanan, warna, rasa, tekstur makanan dan
selera ikan terhadap makanan. Selanjutnya dikatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh suatu spesies
ikan adalah umur, tempat dan waktu.
Jenis ikan kakap umumnya termasuk ikan buas, predator yang senantiasa
aktif mencari makan pada malam hari (nokturnal). Aktivitas ikan nokturnal tidak
sebanyak ikan diurnal (siang hari). Gerakannya lambat, cenderung diam dan arah
geraknya tidak dilengkapi area yang luas dibandingkan ikan diurnal. Diduga ikan
nokturnal lebih banyak menggunakan indera perasa dan penciuman dibandingkan
indera penglihatannya. Bola mata yang besar menunjukkan ikan nokturnal
menggunakan indera penglihatannya untuk ambang batas intensitas cahaya
tertentu, tetapi tidak untuk intesitas cahaya yang kuat (Iskandar dan Mawardi,
1997).
Selain jenis-jenis ikan, jenis mangsa ikan kakap adalah kepiting, udang,
gastropoda serta berbagai jenis plankton terutama urochordata. Kakap yang
berukuran besar, baik panjang maupun tinggi tubuhnya, umumnya memangsa
jenis-jenis ikan maupun invertebrata berukuran besar yang ada di dekat
permukaan di perairan karang.
Jenis kakap
ini biasanya menghuni perairan pantai berkarang hingga
kedalaman 100 meter, hidup soliter dan tidak termasuk jenis ikan yang
berkelompok. Ikan kakap umumnya dilengkapi dengan gigi canin yang
merupakan adaptasi sehubungan dengan tingkah laku makannya, agar mangsa
tidak mudah lepas. Ikan dewasa umumnya berwarna merah darah pada
punggungnya dan berwarna putih pada bagian perutnya (Gunarso, 1995).
2.1.2 Sifat hidup dan pemijahan
Ikan kakap merah tergolong diecious yaitu terdiri atas individu jantan dan
individu betina. Hampir tidak dijumpai seksual dimorfisme atau beda nyata antara
jenis jantan dan jenis betina baik dalam hal struktur tubuh maupun dalam hal
warna. Pola reproduksinya tergolong gonokorisme, yaitu setelah terjadi
diferensiasi jenis kelamin, maka jenis seksnya akan berlangsung selama hidupnya,
jantan sebagai jantan dan betina sebagai betina. Jenis ikan ini rata-rata mencapai
tingkat pendewasaan pertama saat panjang tubuhnya telah mencapai 41-51% dari
panjang tubuh total atau panjang tubuh maksimum. Ikan jantan mengalami
matang kelamin pada ukuran yang lebih kecil dari betinanya.
Kelompok ikan yang siap memijah, biasanya terdiri atas sepuluh ekor atau
lebih, akan muncul ke permukaan pada waktu senja atau malam hari di bulan
Agustus dengan suhu air berkisar antara 22,2-25,2ºC di sekitar pulau Jawa . Ikan
kakap jantan yang mengambil inisiatif berlangsungnya pemijahan yang diawali
dengan menyentuh dan menggesek-gesekkan tubuh mereka pada salah seekor
betinanya. Setelah itu baru ikan-ikan lain ikut bergabung, mereka berputar-putar
membentuk spiral sambil melepas gamet sedikit di bawah permukaan air.
Secara umum ikan kakap yang berukuran besar akan bertambah pula
umur maksimumnya dibandingkan yang berukuran kecil. Ikan kakap
yang
berukuran besar akan mampu mencapai umur maksimum berkisar antara 15-20
tahun, umumnya menghuni perairan mulai dangkal hingga kedalaman 60-100
meter (Gunarso, 1995).
2.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap
Perikanan tangkap merupakan suatu kegiatan ekonomi dalam memanfaatkan
sumberdaya alam, khususnya kegiatan penangkapan dan pengumpulan berbagai
jenis biota yang ada di lingkungan perairan (Diniah, 2008).
Dalam rangka menertibkan usaha penangkapan ikan dan menghindari
konflik pemanfaatan daerah penangkapan, pemerintah melalui keputusan menteri
pertanian no. 392/Kpts/IK.120/4/99 membagi jalur penangkapan ikan menjadi 3
jalur, yaitu:
1. Jalur Penangkapan Ikan I
Meliputi perairan pantai diukur dari permukaan air laut pada surut yang
terendah pada setiap pulau sampai dengan 6 mil laut ke arah laut. Dimana
perairan yang diukur dari permukaan air laut pada surut terendah sampai
dengan 3 mil laut, maka usaha penangkapan ikan yang diperbolehkan di
perairan pantai dengan 3 mil laut meliputi:
-
Alat tangkap yang menetap
-
Kapal perikanan tanpa motor dengan ukuran panjang keseluruhan tidak
lebih dari 10 meter.
Sedangkan perairan pantai di luar 3 mil sampai 6 mil laut, usaha penangkapan
diperbolehkan bagi:
-
Kapal perikanan tanpa motor dan atau bermotor tempel dengan ukuran
panjang keseluruhan tidak lebih dari 10 meter. Kapal perikanan bermotor
tempel dan bermotor dalam dengan ukuran panjang keseluruhan maksimal
12 meter atau berukuran maksimal 56 GT.
-
Pukat cincin (purse seine) berukuran panjang maksimal 150 meter.
-
Jaring insang hanyut (drift gill net) ukuran panjang maksimal 1000 meter.
2. Jalur penangkapan ikan II
Jalur penangkapan ikan yang meliputi perairan di luar jalur penangkapan I
sampai dengan 12 mil laut ke arah laut. Jalur ini dialokasikan untuk :
-
Kapal perikanan bermotor dalam berukuran maksimal 60 GT
-
Kapal perikanan dengan menggunakan alat penangkap ikan pukat cincin
berukuran panjang maksimal 600 meter dengan cara pengoperasian
menggunakan satu kapal yang bukan grup atau maksimal 1000 meter
dengan cara pengoperasian menggunakan 2 kapal yang bukan grup, tuna
longliner (pancing tuna) maksimal 1200 buah mata pancing, atau jaring
insang hanyut berukuran panjang maksimal 2500 meter.
3. Jalur penangkapan ikan III
Jalur penangkapan ikan ini meliputi perairan di luar jalur penangkapan II
sampai dengan batas terluar ZEEI. Pada jalur ini diatur sebagai berikut:
-
Perairan Indonesia diperbolehkan bagi kapal perikanan berbendera
Indonesia berukuran maksimal 200 GT, kecuali yang menggunakan alat
penangkap ikan purse seine pelagis besar di Teluk Tomini, Laut Maluku,
Laut Seram, Laut Banda, Laut Flores, Laut Sawu dilarang untuk semua
ukuran.
-
Perairan ZEEI Selat Malaka dibolehkan bagi kapal perikanan berbendera
Indonesia berukuran maksimal 200 GT kecuali yang menggunakan alat
penangkap ikan pukat ikan (fish net) minimal berukuran 60 GT.
-
Perairan ZEEI di luar ZEEI Selat Malaka dibolehkan bagi kapal perikanan
berbendera Indonesia dan berbendera asing berukuran maksimal 350 GT
bagi semua alat penangkap ikan. Kapal perikanan berukuran di atas 350
GT - 800 GT yang menggunakan alat penangkap ikan purse seine hanya
boleh beroperasi di luar 100 mil laut dari garis pangkal kepulauan
Indonesia. Kapal perikanan dengan alat penangkap ikan purse seine
dengan sistem grup hanya boleh beroperasi di luar 100 mil laut dari garis
pangkal kepulauan Indonesia. Kapal perikanan berbendera asing boleh
dioperasikan pada jalur penangkapan ikan III sepanjang dimungkinkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sarana Perikanan yang mendukung perkembangan perikanan meliputi
armada dan jenis alat tangkap. Jumlah armada perikanan yang beroperasi di
Kabupaten Kupang sampai dengan tahun 2004 adalah 3.203 unit yang terdiri atas
1.826 unit jukung, 695 unit perahu tanpa motor (PTM), 432 unit motor tempel
(MT) dan 250 unit kapal motor (KM) ukuran 5-10 GT yang tersebar pada 19
kecamatan. Kapal-kapal yang berukuran 10 GT ke atas seperti jenis pole and line
terbanyak didominasi oleh para nelayan asal Makasar dengan daerah operasi
mereka di perairan Kabupaten Kupang. Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan
Kabupaten Kupang dapat dikategorikan sebagai alat tangkap tradisional yang
umumnya digunakan adalah bagan tancap, bagan apung, purse seine, jala lompo,
gilnet, pancing/pancing tonda dan alat lainnya (Anonim, 2006).
Potensi tangkapan lestari ikan-ikan pelagis di Kabupaten Kupang 60.000
ton/tahun, dengan demikian untuk meningkatkan hasil produksi tangkapan ikan
diperlukan penambahan sarana/alat tangkap dan armada kapal penangkap ikan
seperti kapal mini purse seine, pole and line, long-line, bagan serta alat-alat
tangkap lain (Anonim, 2006).
Melihat faktor-faktor pendukung seperti stok ikan yang cukup tersedia,
sarana penangkapan, jumlah armada maupun hasil produksi yang terus meningkat
dari tahun ke tahun, maka kebutuhan akan prasarana perikanan seperti PPI
(Pangkalan Pendaratan Ikan) adalah sangat diperlukan. Pemerintah kabupaten
Kupang merencanakan PPI di kawasan pantai Tablolong (Kecamatan Kupang
Barat), dimana lebih dikenal sebagai kawasan pariwisata pantai (Anonim, 2006).
Kegiatan perikanan tangkap juga tidak terlepas dari beberapa hal penting
yang sangat mempengaruhi keberhasilannya. Hal-hal tersebut meliputi kapal, alat
dan metode penangkapan ikan, serta daerah penangkapan ikan.
2.2.1 Kapal
Kapal penangkap ikan merupakan satu unsur yang tak terpisahkan dalam
kesatuan unit penangkapan ikan dengan alat tangkap dan nelayan. Kapal
penangkap ikan beragam konstruksi dan ukurannya. Hal ini bergantung pada jenis
alat penangkap ikan yang dioperasikannya. Secara prinsip, ada perbedaan
konstruksi dan penataan di atas kapal ikan dibandingkan dengan jenis kapal lain.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 31 tahun 2004 tentang
perikanan pasal 1, kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang
dipergunakan
untuk
melakukan
penangkapan
ikan,
mendukung
operasi
penangkapan ikan, pembudidaya ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan,
pelatihan perikanan, dan penelitian/eksplorasi perikanan.
Kekuatan struktur badan kapal, fasilitas untuk menyimpan dan stabilitas
tertinggi minimal harus dimiliki oleh setiap kapal ikan yang hendak melakukan
aktivitas menangkap ikan (Nomura dan Yamazaki,1977), selanjutnya dikatakan
kapal ikan akan memiliki keistimewaan tersendiri dibandingkan dengan kapalkapal lain, seperti:
1. Kemampuan olah gerak kapal
Kemampuan olah gerak kapal ini sangat dibutuhkan bagi kapal ikan pada saat
pengoperasian alat tangkap, sangat diperlukan kemampuan steerability yang
baik, daya dorong mesin (propulsion engine) guna mempermudah gerak maju
mundurnya kapal dan radius putaran (turning circle) yang kecil.
2. Kelaiklautan
Laik (layak) sangat diperlukan bagi setiap kapal ikan untuk beroperasi dalam
menahan dan melawan kondisi yang tidak diharapkan terjadi, seperti kekuatan
gelombang dan angin yang kadang-kadang datang secara tiba-tiba dengan
tujuan dapat menjamin keselamatan dan kenyamanan, hal ini dibutuhkan
stabilitas yang baik dan daya apung yang cukup.
3. Kecepatan kapal
Dibutuhkan dalam kegiatan pengopearsian yakni dalam melakukan pengejaran
terhadap gerombolan ikan dan juga pada saat kembali dengan membawa hasil
tangkapan agar hasil tangkapan selalu tetap berada dalam kondisi segar
(kecepatan waktu), waktu penangkapan dan penanganan.
4. Kontruksi kasko yang kuat
Konstruksi yang baik dan kuat diperlukan dan merupakan hal yang sangat
sensitif dalam manghadapi kondisi alam yang selalu berubah-ubah tanpa
kompromi, dan terhadap getaran mesin yang bekerja selama beroperasi.
5. Lingkup area pelayaran
Luas area kapal ikan sangat dipengaruhi oleh jarak fishing ground yang akan
dijelajah, jangkauan fishing ground ini ditentukan oleh migrasi ikan
berdasarkan musim dan habitatnya (sesuai tingkah laku ikan) dari setiap
kelompok spesies ikan.
6. Fasilitas penyimpanan dan pengolahan ikan
Sarana ini sangat diperlukan dalam penyimpanan dan mengolah ikan, bagi
kapal yang melakukan processing secara langsung di laut, baik ruang
pendingin, ruang pembekuan, ruang pembuat dan penyimpan es bahkan ruang
pengepakan, hal ini dibutuhkan untuk menghindari ketidak higenisnya produk
dan menjaga sanitasi terhadap produk dari bakteri (terkontaminasi oleh bahanbahan luar yang mengakibatkan rendahnya kualitas produk).
7. Daya dorong mesin
Kemampuan daya dorong mesin akan ditentukan sesuai dengan ukuran kapal
yang digunakan dan jangkauan operasi serta alat tangkap yang digunakan.
Sebab kemampuan daya dorong mesin dengan volume mesin serta getaran
yang diberikan harus seimbang, seperti daya dorong cukup besar, volume
mesin dan getarannya harus sekecil mungkin, mesin yang dibutuhkan harus
dilengkapi dengan alat bantu penangkapan demi kelancaran operasi
penangkapan.
2.2.2 Alat dan metode penangkapan ikan
Alat penangkap ikan adalah alat atau peralatan yang digunakan untuk
menangkap atau mengumpulkan ikan. Beragam jenis alat penangkap ikan ada di
Indonesia. Pengelompokkan alat penangkap ikan sendiri beragam berdasarkan
pertimbangan khusus dari pakar yang mengelompokkannya. Statistik perikanan
tangkap Indonesia mengelompokkan alat penangkap ikan menjadi 9 kelompok,
sedangkan Von Brant (2004) mengelompokkan alat penangkap ikan berdasarkan
cara pengoperasiannya menjadi 16 kelompok.
Menurut Ayodhoa (1981), berhasilnya suatu usaha penangkapan ikan
banyak bergantung kepada sejumlah pengetahuan mengetahui tingkah laku ikan
agar dapat menemukan keberadaan ikan. Pengetahuan tingkah laku ikan sebagai
individu ataupun sebagai kelompok dalam suatu saat tertentu ataupun pada suatu
periode musim, dan dalam keadaan alamiah ataupun dalam keadaan diberikan
perlakuan-perlakuan penangkapan (fishing). Oleh karena itu, dapat diterapkan
metode, taktik maupun desain alat penangkap ikan yang sesuai. Pengetahuan
tentang penyebaran ikan merupakan pengetahuan yang tidak kecil artinya bagi
perencanaan suatu alat tangkap maupun metode penangkapan ikan yang
dilakukan.
2.2.3 Daerah penangkapan ikan
Daerah penangkapan ikan adalah perairan tempat beroperasinya armada
penangkapan ikan. Armada tersebut umumnya telah menetapkan target spesies
atau ikan yang menjadi sasaran utamanya. Oleh karena itu daerah penangkapan
ikan dapat berbeda untuk jenis armada yang berbeda. Sebagai contoh armada
perikanan yang target spesiesnya ikan pelagis kecil akan menuju daerah
penangkapan ikan di sekitar pantai.
Mengingat keberhasilan operasi penangkapan ikan sangat ditentukan oleh
kelimpahan ikan sasaran, kondisi laut yang mempengaruhi keselamatan dan aspek
teknis operasi penangkapan ikan, maka karekteristik daerah penangkapan ikan
perlu diketahui dengan baik. Keadaan iklim dan cuaca dapat mempengaruhi
kehidupan ikan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Iklim dan musim
akan sangat mempengaruhi penyebaran ikan sedangkan cuaca seperti terjadinya
topan dapat mempengaruhi ruaya dan keberadaan ikan pada suatu daerah karena
topan dapat menyebabkan terjadinya turbulensi. Ikan biasanya akan menghindari
hal seperi ini karena sedimen laut yang terangkat dapat merusak filament insang
ikan (Gunarso,1985).
Pengetahuan mengenai daerah penangkapan ikan meliputi kelimpahan,
kepadatan stok, sifat fisik lingkungan, pola migrasi dan distribusi jenis-jenis ikan.
Dengan diketahuinya daerah penangkapan ikan yang potensial dan ditunjang oleh
unit penangkapan yang baik akan meningkatkan produksi perupaya penangkapan
(Purbayanto,1989).
Ikan kakap umumnya menghuni daerah perairan karang ke daerah pasang
surut di muara, bahkan beberapa spesies cenderung menembus sampai ke perairan
tawar. Daerah penangkapan ikan kakap yang paling banyak terdapat di Nusa
Tenggara meliputi Flores Timur dan Pulau Rote (Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perikanan, 1991).
Namun tidak ada penjelasan rinci tentang
tempat-tempat yang menjadi daerah operasi penangkapan ikan.
2.3 Sebaran Sumberdaya Ikan
Potensi sumberdaya perairan, terdiri dari berbagai jenis ikan pelagis besar
seperti: tenggiri (Scomberomous commerson), tongkol (Euthynnus spp), tuna
(Thunnus spp), ikan-ikan demersal seperti : kerapu (Serranidae), kakap (Lates
Calcarifar), merah/bambangan (Lutjanidae), beronang (Siganus spp), dan lencam
(Lethrinus spp). Ikan-ikan pelagis kecil seperti: ikan teri (Stelephorus spp),
tembang (Sardinella fimbriata), kembung (Rastrelliger spp), selar (Selar spp),
julung-julung (Hemirhamohus spp), alu-alu (Sphyraena spp), balanak (Mugil spp).
Nelayan yang bergerak dalam usaha penangkapan ikan terutama ikan-ikan
pelagis kecil ini jumlahnya cukup banyak dan menyebar sepanjang wilayah
perairan laut Kabupaten Kupang dengan pola penangkapan yang masih
tradisional.
Potensi perikanan yang demikian besar tersebut belum ditunjang
dengan sarana kapal dan alat tangkap yang memadai. Oleh karena itu, Pemerintah
dan Dinas/Instansi terkait telah memberikan perhatian yang cukup besar dengan
memberikan bantuan dalam bentuk paket-paket sarana produksi/penangkapan
seperti bantuan berupa “rumpon” sejak tahun 2000 pada kelompok-kelompok
nelayan di Kabupaten Kupang (Kamlasi, 2007).
Daerah penangkapan ikan-ikan pelagis kecil menyebar di seluruh perairan
laut di Kabupaten Kupang dengan daerah-daerah tangkapan potensial adalah
daerah perairan laut sekitar Pulau Semau, Sabu, Raijua, Teluk Kupang, dan Laut
Sabu. Berdasarkan data Baseline Economic Survey (BES), usaha penangkapan
ikan-ikan pelagis di Kabupaten Kupang ini cukup potensial untuk dikembangkan
di perairan Laut Sabu, Laut Timor, Selat Ombai, Pulau Semau, Teluk Kupang,
dan sekitar Pulau Sabu dan Raijua. Tingkat eksploitasi ikan pelagis di lokasi
perairan laut di atas, masih rendah sehingga masih terbuka peluang besar untuk
dikembangkan. Pengembangan usaha penangkapan ikan pelagis di wilayahwilayah perairan di atas dengan teknik/pola yang lebih baik, akan dapat
meningkatkan taraf hidup para nelayan dan sekaligus juga meningkatkan
pendapatan daerah.
Ikan kakap, umumnya menghuni daerah perairan karang ke daerah pasang
surut di muara, bahkan beberapa spesies diantaranya cenderung perairan tawar.
Jenis kakap berukuran besar umumnya membentuk gerombolan yang tidak begitu
besar dan beruaya ke dasar perairan menempati bagian yang lebih dalam daripada
jenis yang berukuran kecil. Selain itu biasanya ikan kakap tertangkap pada
kedalaman dasar antara 40–50 meter dengan substrat sedikit karang dan salinitas
30–33 ppt serta suhu antara 5-32ºC (Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perikanan, 1991).
Jenis yang berukuran kecil seringkali dijumpai beragregasi di dekat
permukaan perairan karang pada waktu siang hari. Pada malam hari umumnya
menyebar guna mencari makanannya baik berupa jenis ikan maupun crustacea.
Ikan-ikan berukuran kecil untuk beberapa jenis ikan kakap biasanya menempati
daerah bakau yang dangkal atau daerah-daerah yang ditumbuhi rumput laut.
Potensi ikan kakap jarang ditemukan dalam gerombolan besar dan cenderung
hidup soliter dengan lingkungan yang beragam mulai dari perairan dangkal, muara
sungai, hutan bakau, daerah pantai sampai daerah berkarang atau batu karang.
Famili Lutjanidae utamanya menghuni perairan tropis maupun sub tropis,
walau tiga dari genus Lutjanus ada yang hidup di air tawar (Baskoro et al. 2004).
Potensi dan penyebaran kakap di Indonesia sangat luas dan hampir menghuni
seluruh perairan pantai Indonesia. Penyebaran ikan kakap menurut Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perikanan (1991) adalah sebagai berikut:
Tabel 1 Penyebaran ikan kakap di Indonesia
Perairan
Sumatera
Daerah
Penyebaran
Seluruh perairan
Daerah Penangkapan Utama
Sebagian perairan Aceh terutama bagian utara
dan barat, sebagian pantai timur Sumatera
Utara sekitar Bengkalis, Belitung dan Bangka,
pantai barat Sumatera Utara, pantai Sumatera
Barat, Bengkulu, dan pantai Timur Lampung
Jawa dan Nusa Seluruh perairan
Selat Sunda bagian Timur sekitar Cirebon,
Tenggara
perairan utara Jawa Tengah dan Jawa Timur,
Karimun Jawa, Utara Madura, Ujung Kulon,
Cilacap, Nusa Barung, sekitar selat Lombok,
perairan Sumbawa, Flores Timur dan pulau
Rote
Kalimantan
Sulawesi
dan Seluruh perairan Lepas pantai Kalimantan Barat, sebagian
kecuali
laut besar pantai timur Kalimantan Selatan dan
dalam
Kalimantan
Tengah,
perairan
sekitar
Samarinda, perairan sedikit di luar teluk Palu
berikut lepas pantainya
Maluku dan Irian Seluruh perairan
Perairan di luar antara Buru-Seram, perairan
Jaya
teluk Bintuni, teluk Cendrawasih, di luar
pantai bagian Tengah dan Selatan laut Banda
Sumber: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan (1991)
Download