Perbandingan model jaringan saraf tiruan dan

advertisement
II
TINJUAUAN PUSTAKA
2.1 Jaringan Saraf Tiruan
Sistem kecerdasan buatan yang dikenal dengan istilah JST, dalam bahasa
Inggris disebut artificial neural network (ANN), atau juga disebut simulated
neural network (SNN), atau umumnya hanya disebut neural network (NN). JST
adalah jaringan dari sekelompok unit pemroses kecil yang dimodelkan
berdasarkan jaringan saraf manusia. JST merupakan salah satu sistem pemrosesan
informasi yang didesain dengan menirukan cara kerja jaringan saraf manusia
dalam menyelesaikan suatu masalah dengan melakukan proses belajar melalui
perubahan bobot sinapsisnya (Siang, 2005).
Jaringan saraf manusia merupakan kumpulan sel-sel saraf (neuron).
Neuron mempunyai tugas mengolah informasi. Komponen-komponen utama dari
sebuah neuron dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Dendrit. Dendrit bertugas untuk menerima informasi.
2. Badan sel (soma). Badan sel berfungsi sebagai tempat pengolahan informasi.
3. Akson (neurit). Akson mengirimkan impuls ke sel saraf lainnya.
Gambar 2. Susunan Sel Saraf Manusia
Hubungan antara sel saraf dipengaruhi oleh bobot (weight) yang
menentukan besarnya pengaruh suatu sel saraf terhadap sel saraf lainnya
(Lawrence, 1992 dalam Muhiddin, 2007). Dendrit menerima sinyal dari neuron
lain melalui celah sinaptik. Sinyal yang berupa impuls elektrik tersebut
diperkuat/diperlemah
di
celah
sinaptik,
yang
selanjutnya
soma
akan
8
menjumlahkan sinyal-sinyal yang masuk. Apabila jumlah sinyal tersebut melebihi
batas ambang (threshold), maka sinyal tersebut akan diteruskan ke sel lain melalui
akson.
Jaringan saraf manusia memiliki daya komputasi yang menakjubkan
dimana manusia dapat mengenali sinyal input yang agak berbeda dari yang
diterima sebelumnya, yang digambarkan sebagai pola aktivitas perjalanan impuls
pada jaringan sel saraf, yang bekerja secara simultan (Siang, 2005).
JST dikembangkan untuk meniru sistem pemroses informasi
yang
memiliki karakteristik mirip dengan jaringan saraf manusia. JST mampu
mengenali kegiatan dengan berbasis pada data. Masukan data akan dipelajari oleh
JST sehingga mempunyai kemampuan untuk memberi keputusan terhadap data
yang belum pernah dipelajari.
Definisi JST menurut Muhiddin (2007) antara lain sebagai berikut :
1. JST adalah jaringan kerja komputasi yang mencoba meniru kerja saraf
biologi
2. Struktur JST menyerupai struktur jaringan saraf biologi
3. Pemrosesan informasi pada setiap impuls saraf dilakukan secara paralel
4. Setiap simpul saraf pada dasarnya adalah model matematik yang dapat
digunakan untuk memproses setiap informasi yang masuk.
2.1.1 Sel Saraf Tiruan (Artificial Neural)
Sel saraf tiruan menerima sinyal keluaran dari sel saraf tiruan lain, dimana
output dari sel saraf itu sendiri ditentukan oleh 3 (tiga) hal yaitu pola hubungan
antar neuron, metode untuk menentukan bobot penghubung dan fungsi aktivasi
(Siang, 2005). Input dari sejumlah neuron (x1,x2,…xn) melalui penghubung
dengan bobot hubungan (w1,w2,…wn) akan diterima oleh neuron Y sebagai fungsi
penjumlahan. Selanjutnya impuls yang diterima Y akan ditentukan oleh fungsi
aktivasi. Apabila nilai fungsi aktivasi (keluaran model jaringan) lebih kuat maka
sinyal akan diteruskan. Nilai tersebut juga dipakai sebagai dasar untuk merubah
bobot dalam meningkatkan kualitas koneksi antar satu neuron dengan neuron
lainnya.
9
Sel saraf tiruan baik berupa sel tunggal atau jamak terdiri dari parameter
masukan (x), bobot (w), bias (b), masukan murni (net/n) dan fungsi transfer (F),
serta keluaran yang berupa skalar (O). Bias adalah sebuah parameter saraf yang
ditambahkan ke masukan yang sudah terbobot dan melewati fungsi aktivasi untuk
mengaktifkan keluaran sel. Masukan murni untuk fungsi transfer F diperoleh dari
penjumlahan berbobot n = x * w + b.
𝑂 = 𝐹(π‘₯ ∗ 𝑀 + 𝑏)
1
2.1.2 Koneksitas Sel Saraf Tiruan (Topology)
Pola komunikasi antar sel saraf tiruan terjadi dari sebuah sel saraf tiruan ke
sebuah sel saraf tiruan penerima sinyal. Koneksitas yang terjadi antara sel-sel
saraf tiruan tersebut akan menentukan tipe pemrosesan yang terjadi dalam suatu
JST. Bentuk koneksi yang terjadi antar sel saraf tiruan dapat bersifat inhibitory
connections (bersifat menghambat pengiriman sinyal), dan exhibitory connections
(bersifat mengirimkan sinyal ke sel saraf tiruan pada lapisan berikutnya).
2.1.3 Arsitektur JST Backpropagation
Model JST Backpropagation melatih jaringan untuk mendapatkan
keseimbangan antara kemampuan jaringan untuk mengenali pola yang digunakan
selama pelatihan serta kemampuan jaringan untuk memberikan respon yang benar
terhadap pola masukan yang serupa dengan pola yang dipakai dalam pelatihan.
JST Backpropagation memiliki beberapa unit yang ada dalam satu atau
lebih layar tersembunyi. Sebagai ilustrasi pada Gambar 3 di bawah ini terdapat
arsitektur JSTB (JST Backpropagation) yang terdiri dari n buah masukan
(ditambah sebuah bias), sebuah layar tersembunyi yang terdiri dari p unit
(ditambah sebuah bias), serta m buah unit keluaran.
Pada layar masukan terdapat sejumlah sel saraf yang berfungsi menerima
informasi dari luar dalam bentuk file atau data hasil pengolahan dari program
lainnya. Pada layar tersembunyi terdapat sejumlah sel saraf yang berfungsi
mengolah informasi yang diterima dari layar masukan yang telah terlebih dahulu
diberi bobot tertentu, sedangkan layar keluaran merupakan hasil yang diharapkan
dari hasil pengolahan dari layar sebelumnya (layar tersembunyi).
10
Gambar 3. Arsitektur JST Backpropagation
2.1.4 Fungsi Aktivasi JST Backpropagation
Fungsi aktivasi yang dipakai dalam JSTB merupakan fungsi yang
kontinyu, terdiferensiasi dan merupakan fungsi yang tidak turun. Fungsi aktivasi
yang sering dipakai yaitu fungsi sigmoid biner (Gambar 4) yang memiliki interval
nilai (0,1).
𝑓 π‘₯ =
1
1 + 𝑒 −π‘₯
(2)
Gambar 4. Fungsi Aktivasi Sigmoid Biner
Fungsi lain yang dipakai adalah fungsi sigmoid bipolar (Gambar 5) yang
mirip dengan fungsi sigmoid bipolar dengan interval nilai (-1,1).
𝑓 π‘₯ =
2
− 1
1 + 𝑒 −π‘₯
(3)
11
Gambar 5. Fungsi Aktivasi Sigmoid Bipolar
2.1.5 Aturan pembelajaran (Learning Rule) JST Backpropagation
Pelatihan JSTB terdiri dari 3 tahapan yaitu fase propagasi maju, propagasi
mundur dan perubahan bobot. Pada propagasi maju, sinyal masukan (xi)
dipropagasikan ke layar tersembunyi menggunakan fungsi aktivasi yang
ditentukan. Keluaran dari setiap unit layar tersembunyi (zj) selanjutnya
dipropagasikan maju ke layar di atasnya menggunakan fungsi aktivasi yang
ditentukan sampai menghasilkan keluaran jaringan (yk).
𝑛
𝑧𝑛𝑒𝑑 𝑗 = π‘£π‘—π‘œ +
π‘₯𝑖 𝑣𝑗𝑖
4
𝑖=1
1
1 + 𝑒 −𝑧_𝑛𝑒𝑑 𝑗
𝑧𝑗 = 𝑓 𝑧𝑛𝑒𝑑 𝑗 =
(5)
Berikutnya keluaran jaringan (yk) akan dibandingkan dengan target yang harus
dicapai (tk). Selisih antara nilai keluaran dan target adalah kesalahan (galat) yang
terjadi.
𝑝
𝑦_π‘›π‘’π‘‘π‘˜ = π‘€π‘˜π‘œ +
𝑧𝑗 π‘€π‘˜π‘—
(6)
𝑖=1
π‘¦π‘˜ = 𝑓 𝑦_π‘›π‘’π‘‘π‘˜ =
1
1 + 𝑒 −𝑦_𝑛𝑒𝑑 π‘˜
(7)
Sehingga selisih kesalahan/galat antara keluaran jaringan dengan target yang
harus dicapai dirumuskan sebagai berikut :
𝐸 = π‘¦π‘˜ − π‘‘π‘˜
(8)
12
Fase tahap kedua yaitu propagasi mundur, berdasarkan galat yk-tk, dihitung
faktor δk yang dipakai untuk mendistribusikan kesalahan di unit yk ke semua unit
tersembunyi yang terhubung langsung dengan yk. δk juga di pakai untuk
mengubah bobot garis yang berhubungan langsung dengan unit keluaran. Faktor δ j
dihitung disetiap unit dilayar tersembunyi sebagai dasar perubahan bobot semua
garis yang berasal dari unit di layar dibawahnya. Demikian seterusnya hingga
semua faktor δ di unit tersembunyi yang berhubungan langsung dengan unit
masukan dihitung.
π›Ώπ‘˜ = π‘‘π‘˜ − π‘¦π‘˜ π‘¦π‘˜ 1 − π‘¦π‘˜
βˆ†π‘€π‘˜π‘— = 𝛼 π›Ώπ‘˜ 𝑧𝑗
(9)
(10)
π‘š
𝛿_𝑛𝑒𝑑𝑗 =
π›Ώπ‘˜ π‘€π‘˜π‘—
(11)
π‘˜ =1
𝛿𝑗 = 𝛿_𝑛𝑒𝑑𝑗 𝑧𝑗 1 − 𝑧𝑗
(12)
βˆ†π‘£π‘—π‘– = 𝛼 𝛿𝑗 π‘₯𝑖
(13)
Fase terakhir yaitu fase perubahan bobot, dimana setelah semua faktor δ
dihitung, bobot semua garis dimodifikasi bersamaan. Perubahan bobot suatu garis
didasarkan atas faktor δ neuron di layar atasnya. Ketiga fase tersebut diiterasi
hingga jaringan dapat mengenali pola yang diberikan yaitu jika kesalahan yang
terjadi lebih kecil dari batas tolerasi yang diijinkan. Perubahan bobot garis yang
menuju ke unit keluaran dirumuskan :
π‘€π‘˜π‘— π‘π‘Žπ‘Ÿπ‘’ = π‘€π‘˜π‘— π‘™π‘Žπ‘šπ‘Ž + βˆ†π‘€π‘˜π‘—
(14)
Perubahan bobot garis yang menuju ke unit tersembunyi dirumuskan :
𝑣𝑗𝑖 π‘π‘Žπ‘Ÿπ‘’ = 𝑣𝑗𝑖 π‘™π‘Žπ‘šπ‘Ž + βˆ†π‘£π‘—π‘–
(15)
Keterangan :
x1 …. xn
y1 …. yn
z1 …. zn
vji
wkj
δ
α
: Masukan
: Keluaran
: Nilai lapisan tersembunyi
: Bobot antara lapisan masukan dan lapisan tersembunyi
: Bobot antara lapisan tersembunyi dan lapisan keluaran
: Galat informasi
: Konstanta berkelanjutan
13
2.1.6 Arsitektur JST Multi Layer Perceptron (MLP)
Model jaringan perceptron ditemukan pertama kali oleh Rosenbatt (1962)
dan Minsky – Papert (1969). Perceptron merupakan salah satu bentuk jaringan
sederhana, perceptron biasanya digunakan untuk mengklasifikasikan suatu pola
tipe tertentu yang sering dikenal dengan pemisahan secara linear (Siang, 2005).
Model JST MLP merupakan salah satu tipe arsitektur JST yang umum dan
paling sederhana digunakan karena memiliki keunggulan dalam kecepatan dan
ketepatan pengolahan data (Basheer,2000). JST MLP terdiri dari beberapa unit
masukan (ditambah sebuah bias), x unit lapisan tersembunyi dan y unit keluaran
(Gambar 6).
Gambar 6. Arsitektur JST Multi Layer Perceptron (MLP)
Arsitektur jaringan perceptron mirip dengan arsitektur jaringan Hebb.
Jaringan terdiri dari beberapa unit masukan (ditambah sebuah bias), dan memiliki
sebuah unit keluaran. Hanya saja fungsi aktivasi bukan merupakan fungsi biner
(atau bipolar), tetapi memiliki kemungkinan nilai -1, 0 atau 1. Algoritma yang
digunakan oleh aturan perceptron ini akan mengatur parameter-parameter
bebasnya melalu proses pembelajaran. Fungsi aktivasinya dibuat sedemikian rupa
sehingga terjadi pembatasan antara daerah positif dan negatif.
2.1.7 Aturan Pembelajaran (Learning Rule) JST MLP
Algoritma pelatihan perceptron akan membandingkan hasil keluaran
jaringan dengan target sesungguhnya setiap kali pola dimasukkan. Jika terdapat
perbedaan, maka bobot akan dimodifikasi.
14
Misalkan s sebagai vektor masukan, t adalah target keluaran, α adalah
laju pemahaman, θ adalah nilai threshold. Algoritma untuk pelatihan perceptron
adalah sebagai berikut :
Langkah 0 : Inisialisasi semua bobot dan bias (umumnya wi = b = 0 ). Set laju
pembelajaran α ( 0 < α ≤ 1) (untuk penyederhanaan set α =1).
Kemudian set epoch = 0.
Langkah 1 : Apabila vektor masukan yang respon unit keluarannya tidak sama
dengan target (y ≠ t), lakukan langkah-langkah 2 – 6.
Langkah 2 : Untuk setiap pasangan (s, t), kerjakan langkah 3 – 5. Pada langkah
ini epoch = epoch + 1. Epoch atau iterasi akan berhenti jika y = t
atau tercapainya epoch maksimum.
Langkah 3 : Set aktivasi unit masukan xi = si (i = 1, ..., n)
Langkah 4 : Hitung respon untuk unit output :
𝑛𝑒𝑑 =
𝑖
π‘₯𝑖 𝑀𝑖 + 𝑏
1
𝑦 = 𝑓 𝑛𝑒𝑑 = 0
−1
(16)
π‘—π‘–π‘˜π‘Ž
𝑛𝑒𝑑 > πœƒ
π‘—π‘–π‘˜π‘Ž − πœƒ ≤ 𝑛𝑒𝑑 ≤ πœƒ
π‘—π‘–π‘˜π‘Ž
𝑛𝑒𝑑 < −πœƒ
(17)
Langkah 5 : Perbaiki bobot dan bias pola jika terjadi kesalahan, y ≠ t. Jika pada
setiap
epoch
diketahui bahwa keluaran jaringan
tidak sama
dengan target yang diinginkan, maka bobot harus di ubah
menggunakan rumus :
Δwi = α t xi = t xi (karena α = 1)
(18)
Bobot baru = bobot(lama) + Δwi
(19)
Langkah 6 : Test kondisi berhenti, jika tidak terjadi perubahan bobot pada epoch
tersebut.
15
2.1.8
Proses Pengujian
Proses pengujian merupakan tahap penyesuaian terhadap bobot yang telah
terbentuk pada proses pelatihan. Algoritma untuk proses pengujian adalah sebagai
berikut :
Langkah 0 : Ambil bobot dari hasil pembelajaran,
Langkah 1 : Untuk setiap vektor x, lakukan langkah 2 – 4,
Langkah 2 : Set nilai aktivasi dari unit masukan, xi = si; i=1,….,n,
Langkah 3 : Hitung total masukan ke unit keluaran, Net = xiwi + b,
Langkah 4 : Gunakan fungsi aktivasi, Y = f(net).
2.2 Deskriptor Akustik
Deskriptor akustik adalah variabel atau peubah yang menggambarkan ciri
atau sifat dari hambur balik gelombang akustik. Deskriptor akustik telah banyak
dikembangkan dalam mengidentifikasi karakteristik jenis ikan berdasarkan
klasifikasi sinyal hidroakustik suatu kawanan ikan (Reid et al., 2000). Deskriptor
yang dihasilkan dikelompokkan kedalam 5 tipe deskriptor utama yaitu :
1. Positional Descriptors, yang menjelaskan posisi kawanan ikan horizontal
dan vertikal
2. Morfometrik Descriptors, yang menjelaskan morfologi ikan target
3. Energetic Descriptors, yang menjelaskan total energi akustik, nilai rataan
dan variabilitas energi akustik dan pusat massa kawanan ikan.
4. School Environment Descriptors, yang menjelaskan tentang jarak
terpendek dan terjauh antat perimeter kawanan ikan dengan dasar perairan
5. Biological Descriptors, deskriptor yang menjelaskan sifat-sifat unik dari
jenis ikan yang diamati.
Deskriptor akustik yang dihasilkan akan dianalisis dengan metode analisis
komponen utama sehingga dapat ditentukan variabel-variabel bebas (deskriptor
akustik) yang dapat berpengaruh dalam membedakan sekumpulan kawanan ikan
(Haralabous & Georgakarakos, 1996).
16
2.3 Ikan Air Tawar
2.3.1 Ikan Mas (Cyprinus carpio)
2.3.1.1 Klasifikasi dan Morfologi
Phyllum
Sub phyllum
Class
Sub Class
Ordo
Famili
Genus
Species
: Chordata
: Vertebrata
: Osteichthyes
: Actinopterygii
: Cypriniformes
: Cyprinidae
: Cyprinus
: Cyprinus carpio
Ikan mas berbadan panjang dengan perbandingan antara panjang total
dengan tinggi badan 3 : 1 (tergantung varietas). Bila dipotong di bagian tengah
badan memilki perbandingan antara tinggi badan dan lebar badan 3 : 2 (tergantung
varietas). Warna tubuh ikan mas juga tergantung dari varietas, ada merah, kuning,
abu-abu, kehijauan, dan ada juga yang belang.
Tubuh ikan mas terbagi tiga bagian, yaitu kepala, badan, dan ekor. Mulut,
sepasang mata, hidung, dan tutup insang terletak di kepala. Seluruh bagian tubuh
ikan mas ditutupi dengan sisik yang besar, dan berjenis cycloid. Pada bagian itu
terlihat ada garis linea lateralis, memanjang mulai dari belakang tutup insang
sampai pangkal ekor.
Mulut kecil, membelah bagian depan kepala. Sepasang mata bisa dibilang
cukup besar terletak di bagian tengah kepala di kiri, dan kanan. Sepasang lubang
hidung terletak di bagian kepala. Sepasang tutup insang terletak di bagian
belakang kepala. Selain itu, pada bagian bawah kepala memiliki dua pasang kumis
sungut yang pendek.
Ikan mas memiliki lima buah sirip, yaitu sirip punggung, sirip dada, sirip
perut, sirip dubur, dan sirip ekor. Sirip punggung panjang terletak di bagian
punggung. Sirip dada sepasang terletak di belakang tutup insang, dengan satu jarijari keras, dan yang lainnya berjari-jari lemah. Sirip perut hanya satu terletak pada
perut. Sirip dubur hanya satu terletak di belakang dubur. Sirip ekor juga hanya
satu, terletak di belakang, dengan bentuk cagak.
Saat ini ikan mas mempunyai banyak ras atau strain. Perbedaan sifat dan
ciri dari ras disebabkan oleh adanya interaksi antara genotipe dan lingkungan
17
kolam, musim dan cara pemeliharaan yang terlihat dari penampilan bentuk fisik,
bentuk tubuh dan warnanya. Adapun ciri-ciri dari beberapa strain ikan mas adalah
sebagai berikut:
a) Majalaya : badan agak pendek dengan punggung tinggi, dinding perut
tebal, warna hijau keabu-abuan, dan sisik di bagian punggung lebih gelap
dibandingkan dengan sisik-sisik di bagian lainnya.
b) Punten : badan pendek, mempunyai punggung tinggi, mata agak
menonjol, dan gerakan lambat dan jinak.
c) Taiwan : badan agak panjang, punggung agak bulat, sirip ekor bagian
bawah dan sirip dubur bagian tepi berwarna kuning kemerahan, dan
kurang jinak.
d) Kumpay : badan panjang dengan warna sisik kuning emas, kuning
kemerahan, ciri khas dari ikan mas varietas ini adalah sirip-siripnya sangat
panjang.
e) Sinyonya : badan panjang, mempunyai punggung pendek, ciri khas
varietas ini mata pada ikan dewasa bermata sipit dan kurang menonjol,
termasuk ikan mas yang jinak.
f) Merah : badan panjang dengan punggung pendek, warna merah
kekuningan, dan mata agak menonjol.
g) Kancra domas : badan panjang, sisik bagian punggung berwarna gelap,
warna tubuh coklat keemasan, atau coklat kemerahan, sisik-sisik kecilkecil dan tidak teratur.
h) Kaca : badan berukuran sedang, dan sebagian badan tidak tertutup sisik,
sisik hanya terdapat sepanjang garis rusuk (linea lateralis) dan dekat sirip.
2.3.1.2 Habitat
Ikan mas memijah pada saat masuknya air baru dari saluran air, telur
melekat pada kakaban dan rerumputan. Di alam, ikan mas akan memijah di
perairan yang dangkal, atau dimana di areal perairan yang pada musim kemarau
kekeringan, sedangkan pada musim hujan tergenang. Tergenangnya areal itu akan
menimbulkan bau tanah yang dapat merangsang terjadinya pemijahan.
18
2.3.1.3 Kebiasaan Makan
Ikan mas menyukai tempat hidup di perairan air tawar yang tidak terlalu
dalam dan alirannya tidak terlalu kuat. Ikan mas dapat hidup baik pada ketinggian
air 150-600 m di atas permukaan laut pada suhu 25-30 0C. Ikan mas termasuk
jenis omnivora, yakni ikan yang dapat memangsa berbagai jenis makanan, baik
yang berasal dari tumbuhan maupun binatang renik
Larva ikan mas lebih suka makan rotifera, protozoa, dan udang-udangan,
seperti Moina sp, dan Dapnia sp. Setelah berukuran 10 cm, makan Chironomidae,
Oligochaeta, Epemenidae, Tubificidae, Molusca, dan bahan-bahan organik
lainnya. Dilihat dari kebiasaan makan (feeding habit), ikan dibagi dalam tiga
golongan, yaitu ikan yang biasa makan di dasar, ikan yang biasa makan di tengah
perairan dan ikan yang biasa makan di permukaan.
Ikan mas termasuk ikan yang memiliki kebiasaan di berbagai bagian
perairan, di permukaan air, di tengah perairan, dan juga di dasar perairan. Namun
ikan mas dewasa lebih cenderung pemakan dasar (bottom feeder) dengan
mengaduk-ngaduk dasar perairan.
2.3.2 Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
2.3.2.1 Klasifikasi dan Morfologi
Phyllum
Sub-phyllum
Kelas
Ordo
Sub-ordo
Familia
Genus
Spesies
: Chordata
: Vertebrata
: Osteichtes
: Percomorphi
: Percoide
: Cichlidae
: Oreochromis
: Oreochromis niloticus
Nila berbadan panjang dengan perbandingan antara panjang dan tinggi
badan 2 : 1. Kemudian jika dipotong di bagian tengah dari tubuhnya memiliki
perbandingan antara tinggi dan tebal badan 4 :1. Jadi nila merah bisa dikatakan
berbadan gepeng.
19
Tubuh nila merah terbagi tiga bagian, yaitu kepala, badan dan ekor.
Ketiganya memiliki perbandingan satu banding dua banding satu. Mulut, mata,
hidung dan tutup insang terdapat pada kepala. Mulut kecil membelah bagian
depan kepala. Sepasang mata besar berada di bagian atas kepala. Sepasang lubang
hidung kecil berada di depan mata. Tutup insang menutup sebagian belakang
kepala.
Ikan nila termasuk ikan bersisik. Sisik berjenis ctenoid menutup seluruh
permukaan badan. Pada bagian itu melekat warna. Warna nila berwarna macam,
ada yang berwarna pink, ada yang berwarna albino, ada yang albino bercak
merah, dan ada juga yang pink bercak hitam.
Nila memiliki lima buah sirip, yaitu sirip dada, sirip venteral, sirip ekor,
sirip dubur, dan sirip punggung. Sirip punggung memanjang mulai dari belakang
tutup insang hingga pangkal ekor. Sirip dada sepasang dengan kecil dan
memanjang. Sirip perut juga sepasang, tetapi kecil dan pendek. Sirip anus agak
panjang. Sirip ekor membulat.
2.3.2.2 Habitat
Habitat alami ikan nila terdapat di danau-danau. Ikan nila tidak menyukai
badan perairan yang mengalir seperti sungai. Meskipun begitu, ikan nila
menyukai lingkungan yang terdapat kandungan oksigen yang tinggi. Dalam
lingkungan dengan oksigen yang tinggi, ikan nila dapat bernafas baik dan
mengambil makanan yang cukup cepat. Sedangkan dalam lingkungan dengan
kandungan oksigen rendah, ikan nila tidak bisa bernafas dengan baik, dan
mengambil makanan perlahan-lahan. ikan nila sangat toleran pada salinitas yang
tinggi, tetapi tidak dapat memproduksi telur, sperma dan tidak dapat bertelur.
2.3.2.3 Kebiasaan makan
Ikan nila termasuk omnivora atau ikan pemakan segala, baik tumbuhan
maupun hewan. Kebiasaan itu tergatung umurnya. Pada saat larva, setelah habis
kuning telur, nila merah suka dengan phytoplankton. Besar sedikit atau saat benih
sangat suka dengan zooplankton, seperti Rotifera sp, Impusoria sp, Daphnia sp,
20
Moina sp and Cladocera sp. Setelah dewasa sangat suka dengan cacing, seperti
cacing tanah, cacing darah dan tubifex.
Atas dasar kebiasaan tempat makan, ikan nila merah adalah tipe ikan
floating feeder. Ikan ini akan bergerak cepat ketika diberi pakan tambahan. Meski
begitu, terkadang nila merah juga bersifat bottom feeder, yaitu memakan pada
dasar perairan, pematang dan pada benda lainnya. Tetapi tidak sampai mengadukngaduk atau merusak pematang seperti ikan mas.
2.3.3 Ikan Patin (Pangasius pangasius)
2.3.3.1 Klasifikasi dan Morfologi
Filum
Sub Filum
Kelas
Sub Kelas
Ordo
Sub Ordo
Famili
Genus
Spesies
: Chordata,
: Vertebrata,
: Pisces,
: Teleostei,
: Ostariophysi,
: Siluroidei,
: Pangasidae,
: Pangasius,
: Pangasius pangasius
Selain klasifikasi di atas, ada juga para ahli yang menglasifikasi lain,
seperti Patin Siam dengan nama latin Pangasianodon hypophthalmus. Ikan patin
bertubuh panjang dengan perbandingan panjang dan tinggi sekitar 4 : 1. Bila
dipotong secara vertikal, Patin Siam bertubuh pipih dengan perbandingan tinggi
dan lebar sekitar 3 : 1. Dengan perbandingan seperti itu ikan patin bertubuh tipis,
atau tidak bulat, seperti ikan lele. Tanda khas lainnya adalah ikan patin berpugung
lurus, mulai dari punggung sampai pangkal ekor.
Tidak seperti ikan mas dan nila, ikan tak bersisik, sehingga yang nampak
hanya kulitnya saja. Namun kulit patin tidak halus seperti lele, tetapi agak kasar.
Pada bagian itu terlihat warna tubuhnya. Warna tubuh patin seperti terbagi dua,
yaitu punggung berwarna hijau, abu-abu gelap, sedangkan bagian perut berwarna
putih perak. Pada bagian itu terdapat dua garis, garis pertama memanjang dari
kepala sampai ke pangkal ekor, sedangkan garis kedua memanjang dari kepala
sampai ke ujung sirip dubur.
Tubuh ikan patin terbagi tiga bagian, yaitu kepala, badan dan ekor.
Kepalanya kecil, dan gepeng dengan batok kepala yang keras. Mata yang kecil,
21
hidung yang kecil, mulut yang bercelah lebar dengan dua pasang sungut maksila
dan mandibula, atau kumis. Inilah yang menjadi ciri khas catfish (ikan berkumis
seperti kucing). Pada rongga mulut mempunyai gigi palatin yang terpisah dari
tulang vomer. Tutup insang tidak terlalu besar, menutup bagian kepala.
Patin bersirip lima, yaitu sebuah sirip punggung (dorsal fin), sebuah ekor
(caudal fin), sebuah sirip dubur (anal fin), sepasang sirip perut (ventral fin) dan
sepasang sirip dada ( pectoral fin). Sirip punggung kecil dan pendek, berada tepat
di atas perut. Sirip dubur panjang, kurang lebih sepertiga dari panjang tubuhnya,
dan berjari-jari sirip 29 – 33. Selain kelima sirip, Patin memiliki adipose fin yang
letaknya di belakang sirip punggung seperti halnya pada kelompok piranha.
Patin Siam dan Patin Lokal dapat dibedakan dari bentuk tubuh, bentuk
sirip punggung, patil pada sirip dada. Patin Siam bertubuh lebih panjang dari Patin
Lokal, tetapi memiliki sirip punggung dan memiliki patil yang lebih pendek. Atau
Patin Lokal lebih pendek, hampir menyerupai tubuh ikan betutu. Selain itu, patin
siam berdaging agak kuning. Sedangkan Patin Lokal berdaging putih dan rasanya
lebih enak.
2.3.3.2 Habitat
Ikan patin umumnya hidup di air tawar dan payau dengan aliran air yang
tenang, terutama di sungai-sungai berlumpur atau berpasir. Kadang-kadang ikan
ini masuk ke dalam rawa yang berdekatan dengan sungai besar. Ikan ini hidup
subur di sungai, danau, waduk dan kolam. Penyebaran ikan patin meliputi
Thailand, Burma, India Taiwan, Malaysia, Semenanjung Indocina, Sumatra dan
Kalimantan. Ikan patin termasuk ikan dasar, hal ini bisa dilihat dari bentuk
mulutnya yang agak ke bawah. Habitatnya di sungai-sungai yang tersebar di
Indonesia, India, dan Myanmar. Jenis ikan patin di Indonesia cukup banyak,
diantaranya Pangasius polyuranodon (ikan juaro), Pangasius macronema (ikan
rius, riu, lancang), Pangasius micronemus (wakal, riu scaring) Pangasius nasutus
(pedado) dan Pangasius nieuwenhuisl (lawang).
Ikan patin mempunyai daya tahan tubuh yang tinggi terhadap amonia dan
buangan nitrogen lainnya dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan
buatan, seperti dalam sangkar terapung. Ikan ini juga mempunyai daya reproduksi,
22
benihnya dapat ditangkap di sungai-sungai besar dan baik untuk dikembangkan
sebagai ikan kultur.
2.3.3.3 Kebiasaan makan
Ikan patin dilihat dari kebiasaan makanan (food habbit), di habitat alami
dan pada masa fase cenderung bersifat karnivora. Di dalam kolam-kolam
pemeliharaan ikan ini bersifat omnivora, yaitu memakan segala macam pakan
baik jasad-jasad hewani maupun nabati, misalnya macaM-macam buah-buahan
dari tumbuhan pinggir sungai, biji-bijian, udang (Crustacea), Molusca, Copepoda,
Ostracoda, Cladosera, Isopoda, Amphipoda, cacing dan sisa-sisa organisme
lainnya.
Jenis makanan yang dapat dimakan larva berumur sekitar 4 – 5 hari adalah
organisme renik berupa plankton. Mula-mula larva ikan memakan plankton nabati
(phytoplankton) yang berukuran 100 – 300 mikron, misalnya Brachionus
calicyflorus, Synchaeta sp, Notholca sp, Polyarthra platiptera, Hexartha mira,
Brachionus falcatus, Asplanchna sp, Chonchilus sp, Filina sp, Brachionus
angularis, Karatella cochlearis dan Keratella quadrata. Larva ikan patin
cenderung memangsa hewan-hewan kecil lain yang hidup di permukaan sediment
atau yang melayang-layang di air, seperti larva insekta dan larva Crustacea. Selain
itu ikan patin dikategorikan sebagai ikan "bottom feeder".
Download