II TINJUAUAN PUSTAKA 2.1 Jaringan Saraf Tiruan Sistem kecerdasan buatan yang dikenal dengan istilah JST, dalam bahasa Inggris disebut artificial neural network (ANN), atau juga disebut simulated neural network (SNN), atau umumnya hanya disebut neural network (NN). JST adalah jaringan dari sekelompok unit pemroses kecil yang dimodelkan berdasarkan jaringan saraf manusia. JST merupakan salah satu sistem pemrosesan informasi yang didesain dengan menirukan cara kerja jaringan saraf manusia dalam menyelesaikan suatu masalah dengan melakukan proses belajar melalui perubahan bobot sinapsisnya (Siang, 2005). Jaringan saraf manusia merupakan kumpulan sel-sel saraf (neuron). Neuron mempunyai tugas mengolah informasi. Komponen-komponen utama dari sebuah neuron dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Dendrit. Dendrit bertugas untuk menerima informasi. 2. Badan sel (soma). Badan sel berfungsi sebagai tempat pengolahan informasi. 3. Akson (neurit). Akson mengirimkan impuls ke sel saraf lainnya. Gambar 2. Susunan Sel Saraf Manusia Hubungan antara sel saraf dipengaruhi oleh bobot (weight) yang menentukan besarnya pengaruh suatu sel saraf terhadap sel saraf lainnya (Lawrence, 1992 dalam Muhiddin, 2007). Dendrit menerima sinyal dari neuron lain melalui celah sinaptik. Sinyal yang berupa impuls elektrik tersebut diperkuat/diperlemah di celah sinaptik, yang selanjutnya soma akan 8 menjumlahkan sinyal-sinyal yang masuk. Apabila jumlah sinyal tersebut melebihi batas ambang (threshold), maka sinyal tersebut akan diteruskan ke sel lain melalui akson. Jaringan saraf manusia memiliki daya komputasi yang menakjubkan dimana manusia dapat mengenali sinyal input yang agak berbeda dari yang diterima sebelumnya, yang digambarkan sebagai pola aktivitas perjalanan impuls pada jaringan sel saraf, yang bekerja secara simultan (Siang, 2005). JST dikembangkan untuk meniru sistem pemroses informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan saraf manusia. JST mampu mengenali kegiatan dengan berbasis pada data. Masukan data akan dipelajari oleh JST sehingga mempunyai kemampuan untuk memberi keputusan terhadap data yang belum pernah dipelajari. Definisi JST menurut Muhiddin (2007) antara lain sebagai berikut : 1. JST adalah jaringan kerja komputasi yang mencoba meniru kerja saraf biologi 2. Struktur JST menyerupai struktur jaringan saraf biologi 3. Pemrosesan informasi pada setiap impuls saraf dilakukan secara paralel 4. Setiap simpul saraf pada dasarnya adalah model matematik yang dapat digunakan untuk memproses setiap informasi yang masuk. 2.1.1 Sel Saraf Tiruan (Artificial Neural) Sel saraf tiruan menerima sinyal keluaran dari sel saraf tiruan lain, dimana output dari sel saraf itu sendiri ditentukan oleh 3 (tiga) hal yaitu pola hubungan antar neuron, metode untuk menentukan bobot penghubung dan fungsi aktivasi (Siang, 2005). Input dari sejumlah neuron (x1,x2,…xn) melalui penghubung dengan bobot hubungan (w1,w2,…wn) akan diterima oleh neuron Y sebagai fungsi penjumlahan. Selanjutnya impuls yang diterima Y akan ditentukan oleh fungsi aktivasi. Apabila nilai fungsi aktivasi (keluaran model jaringan) lebih kuat maka sinyal akan diteruskan. Nilai tersebut juga dipakai sebagai dasar untuk merubah bobot dalam meningkatkan kualitas koneksi antar satu neuron dengan neuron lainnya. 9 Sel saraf tiruan baik berupa sel tunggal atau jamak terdiri dari parameter masukan (x), bobot (w), bias (b), masukan murni (net/n) dan fungsi transfer (F), serta keluaran yang berupa skalar (O). Bias adalah sebuah parameter saraf yang ditambahkan ke masukan yang sudah terbobot dan melewati fungsi aktivasi untuk mengaktifkan keluaran sel. Masukan murni untuk fungsi transfer F diperoleh dari penjumlahan berbobot n = x * w + b. π = πΉ(π₯ ∗ π€ + π) 1 2.1.2 Koneksitas Sel Saraf Tiruan (Topology) Pola komunikasi antar sel saraf tiruan terjadi dari sebuah sel saraf tiruan ke sebuah sel saraf tiruan penerima sinyal. Koneksitas yang terjadi antara sel-sel saraf tiruan tersebut akan menentukan tipe pemrosesan yang terjadi dalam suatu JST. Bentuk koneksi yang terjadi antar sel saraf tiruan dapat bersifat inhibitory connections (bersifat menghambat pengiriman sinyal), dan exhibitory connections (bersifat mengirimkan sinyal ke sel saraf tiruan pada lapisan berikutnya). 2.1.3 Arsitektur JST Backpropagation Model JST Backpropagation melatih jaringan untuk mendapatkan keseimbangan antara kemampuan jaringan untuk mengenali pola yang digunakan selama pelatihan serta kemampuan jaringan untuk memberikan respon yang benar terhadap pola masukan yang serupa dengan pola yang dipakai dalam pelatihan. JST Backpropagation memiliki beberapa unit yang ada dalam satu atau lebih layar tersembunyi. Sebagai ilustrasi pada Gambar 3 di bawah ini terdapat arsitektur JSTB (JST Backpropagation) yang terdiri dari n buah masukan (ditambah sebuah bias), sebuah layar tersembunyi yang terdiri dari p unit (ditambah sebuah bias), serta m buah unit keluaran. Pada layar masukan terdapat sejumlah sel saraf yang berfungsi menerima informasi dari luar dalam bentuk file atau data hasil pengolahan dari program lainnya. Pada layar tersembunyi terdapat sejumlah sel saraf yang berfungsi mengolah informasi yang diterima dari layar masukan yang telah terlebih dahulu diberi bobot tertentu, sedangkan layar keluaran merupakan hasil yang diharapkan dari hasil pengolahan dari layar sebelumnya (layar tersembunyi). 10 Gambar 3. Arsitektur JST Backpropagation 2.1.4 Fungsi Aktivasi JST Backpropagation Fungsi aktivasi yang dipakai dalam JSTB merupakan fungsi yang kontinyu, terdiferensiasi dan merupakan fungsi yang tidak turun. Fungsi aktivasi yang sering dipakai yaitu fungsi sigmoid biner (Gambar 4) yang memiliki interval nilai (0,1). π π₯ = 1 1 + π −π₯ (2) Gambar 4. Fungsi Aktivasi Sigmoid Biner Fungsi lain yang dipakai adalah fungsi sigmoid bipolar (Gambar 5) yang mirip dengan fungsi sigmoid bipolar dengan interval nilai (-1,1). π π₯ = 2 − 1 1 + π −π₯ (3) 11 Gambar 5. Fungsi Aktivasi Sigmoid Bipolar 2.1.5 Aturan pembelajaran (Learning Rule) JST Backpropagation Pelatihan JSTB terdiri dari 3 tahapan yaitu fase propagasi maju, propagasi mundur dan perubahan bobot. Pada propagasi maju, sinyal masukan (xi) dipropagasikan ke layar tersembunyi menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Keluaran dari setiap unit layar tersembunyi (zj) selanjutnya dipropagasikan maju ke layar di atasnya menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan sampai menghasilkan keluaran jaringan (yk). π π§πππ‘ π = π£ππ + π₯π π£ππ 4 π=1 1 1 + π −π§_πππ‘ π π§π = π π§πππ‘ π = (5) Berikutnya keluaran jaringan (yk) akan dibandingkan dengan target yang harus dicapai (tk). Selisih antara nilai keluaran dan target adalah kesalahan (galat) yang terjadi. π π¦_πππ‘π = π€ππ + π§π π€ππ (6) π=1 π¦π = π π¦_πππ‘π = 1 1 + π −π¦_πππ‘ π (7) Sehingga selisih kesalahan/galat antara keluaran jaringan dengan target yang harus dicapai dirumuskan sebagai berikut : πΈ = π¦π − π‘π (8) 12 Fase tahap kedua yaitu propagasi mundur, berdasarkan galat yk-tk, dihitung faktor δk yang dipakai untuk mendistribusikan kesalahan di unit yk ke semua unit tersembunyi yang terhubung langsung dengan yk. δk juga di pakai untuk mengubah bobot garis yang berhubungan langsung dengan unit keluaran. Faktor δ j dihitung disetiap unit dilayar tersembunyi sebagai dasar perubahan bobot semua garis yang berasal dari unit di layar dibawahnya. Demikian seterusnya hingga semua faktor δ di unit tersembunyi yang berhubungan langsung dengan unit masukan dihitung. πΏπ = π‘π − π¦π π¦π 1 − π¦π βπ€ππ = πΌ πΏπ π§π (9) (10) π πΏ_πππ‘π = πΏπ π€ππ (11) π =1 πΏπ = πΏ_πππ‘π π§π 1 − π§π (12) βπ£ππ = πΌ πΏπ π₯π (13) Fase terakhir yaitu fase perubahan bobot, dimana setelah semua faktor δ dihitung, bobot semua garis dimodifikasi bersamaan. Perubahan bobot suatu garis didasarkan atas faktor δ neuron di layar atasnya. Ketiga fase tersebut diiterasi hingga jaringan dapat mengenali pola yang diberikan yaitu jika kesalahan yang terjadi lebih kecil dari batas tolerasi yang diijinkan. Perubahan bobot garis yang menuju ke unit keluaran dirumuskan : π€ππ ππππ’ = π€ππ ππππ + βπ€ππ (14) Perubahan bobot garis yang menuju ke unit tersembunyi dirumuskan : π£ππ ππππ’ = π£ππ ππππ + βπ£ππ (15) Keterangan : x1 …. xn y1 …. yn z1 …. zn vji wkj δ α : Masukan : Keluaran : Nilai lapisan tersembunyi : Bobot antara lapisan masukan dan lapisan tersembunyi : Bobot antara lapisan tersembunyi dan lapisan keluaran : Galat informasi : Konstanta berkelanjutan 13 2.1.6 Arsitektur JST Multi Layer Perceptron (MLP) Model jaringan perceptron ditemukan pertama kali oleh Rosenbatt (1962) dan Minsky – Papert (1969). Perceptron merupakan salah satu bentuk jaringan sederhana, perceptron biasanya digunakan untuk mengklasifikasikan suatu pola tipe tertentu yang sering dikenal dengan pemisahan secara linear (Siang, 2005). Model JST MLP merupakan salah satu tipe arsitektur JST yang umum dan paling sederhana digunakan karena memiliki keunggulan dalam kecepatan dan ketepatan pengolahan data (Basheer,2000). JST MLP terdiri dari beberapa unit masukan (ditambah sebuah bias), x unit lapisan tersembunyi dan y unit keluaran (Gambar 6). Gambar 6. Arsitektur JST Multi Layer Perceptron (MLP) Arsitektur jaringan perceptron mirip dengan arsitektur jaringan Hebb. Jaringan terdiri dari beberapa unit masukan (ditambah sebuah bias), dan memiliki sebuah unit keluaran. Hanya saja fungsi aktivasi bukan merupakan fungsi biner (atau bipolar), tetapi memiliki kemungkinan nilai -1, 0 atau 1. Algoritma yang digunakan oleh aturan perceptron ini akan mengatur parameter-parameter bebasnya melalu proses pembelajaran. Fungsi aktivasinya dibuat sedemikian rupa sehingga terjadi pembatasan antara daerah positif dan negatif. 2.1.7 Aturan Pembelajaran (Learning Rule) JST MLP Algoritma pelatihan perceptron akan membandingkan hasil keluaran jaringan dengan target sesungguhnya setiap kali pola dimasukkan. Jika terdapat perbedaan, maka bobot akan dimodifikasi. 14 Misalkan s sebagai vektor masukan, t adalah target keluaran, α adalah laju pemahaman, θ adalah nilai threshold. Algoritma untuk pelatihan perceptron adalah sebagai berikut : Langkah 0 : Inisialisasi semua bobot dan bias (umumnya wi = b = 0 ). Set laju pembelajaran α ( 0 < α ≤ 1) (untuk penyederhanaan set α =1). Kemudian set epoch = 0. Langkah 1 : Apabila vektor masukan yang respon unit keluarannya tidak sama dengan target (y ≠ t), lakukan langkah-langkah 2 – 6. Langkah 2 : Untuk setiap pasangan (s, t), kerjakan langkah 3 – 5. Pada langkah ini epoch = epoch + 1. Epoch atau iterasi akan berhenti jika y = t atau tercapainya epoch maksimum. Langkah 3 : Set aktivasi unit masukan xi = si (i = 1, ..., n) Langkah 4 : Hitung respon untuk unit output : πππ‘ = π π₯π π€π + π 1 π¦ = π πππ‘ = 0 −1 (16) ππππ πππ‘ > π ππππ − π ≤ πππ‘ ≤ π ππππ πππ‘ < −π (17) Langkah 5 : Perbaiki bobot dan bias pola jika terjadi kesalahan, y ≠ t. Jika pada setiap epoch diketahui bahwa keluaran jaringan tidak sama dengan target yang diinginkan, maka bobot harus di ubah menggunakan rumus : Δwi = α t xi = t xi (karena α = 1) (18) Bobot baru = bobot(lama) + Δwi (19) Langkah 6 : Test kondisi berhenti, jika tidak terjadi perubahan bobot pada epoch tersebut. 15 2.1.8 Proses Pengujian Proses pengujian merupakan tahap penyesuaian terhadap bobot yang telah terbentuk pada proses pelatihan. Algoritma untuk proses pengujian adalah sebagai berikut : Langkah 0 : Ambil bobot dari hasil pembelajaran, Langkah 1 : Untuk setiap vektor x, lakukan langkah 2 – 4, Langkah 2 : Set nilai aktivasi dari unit masukan, xi = si; i=1,….,n, Langkah 3 : Hitung total masukan ke unit keluaran, Net = xiwi + b, Langkah 4 : Gunakan fungsi aktivasi, Y = f(net). 2.2 Deskriptor Akustik Deskriptor akustik adalah variabel atau peubah yang menggambarkan ciri atau sifat dari hambur balik gelombang akustik. Deskriptor akustik telah banyak dikembangkan dalam mengidentifikasi karakteristik jenis ikan berdasarkan klasifikasi sinyal hidroakustik suatu kawanan ikan (Reid et al., 2000). Deskriptor yang dihasilkan dikelompokkan kedalam 5 tipe deskriptor utama yaitu : 1. Positional Descriptors, yang menjelaskan posisi kawanan ikan horizontal dan vertikal 2. Morfometrik Descriptors, yang menjelaskan morfologi ikan target 3. Energetic Descriptors, yang menjelaskan total energi akustik, nilai rataan dan variabilitas energi akustik dan pusat massa kawanan ikan. 4. School Environment Descriptors, yang menjelaskan tentang jarak terpendek dan terjauh antat perimeter kawanan ikan dengan dasar perairan 5. Biological Descriptors, deskriptor yang menjelaskan sifat-sifat unik dari jenis ikan yang diamati. Deskriptor akustik yang dihasilkan akan dianalisis dengan metode analisis komponen utama sehingga dapat ditentukan variabel-variabel bebas (deskriptor akustik) yang dapat berpengaruh dalam membedakan sekumpulan kawanan ikan (Haralabous & Georgakarakos, 1996). 16 2.3 Ikan Air Tawar 2.3.1 Ikan Mas (Cyprinus carpio) 2.3.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Phyllum Sub phyllum Class Sub Class Ordo Famili Genus Species : Chordata : Vertebrata : Osteichthyes : Actinopterygii : Cypriniformes : Cyprinidae : Cyprinus : Cyprinus carpio Ikan mas berbadan panjang dengan perbandingan antara panjang total dengan tinggi badan 3 : 1 (tergantung varietas). Bila dipotong di bagian tengah badan memilki perbandingan antara tinggi badan dan lebar badan 3 : 2 (tergantung varietas). Warna tubuh ikan mas juga tergantung dari varietas, ada merah, kuning, abu-abu, kehijauan, dan ada juga yang belang. Tubuh ikan mas terbagi tiga bagian, yaitu kepala, badan, dan ekor. Mulut, sepasang mata, hidung, dan tutup insang terletak di kepala. Seluruh bagian tubuh ikan mas ditutupi dengan sisik yang besar, dan berjenis cycloid. Pada bagian itu terlihat ada garis linea lateralis, memanjang mulai dari belakang tutup insang sampai pangkal ekor. Mulut kecil, membelah bagian depan kepala. Sepasang mata bisa dibilang cukup besar terletak di bagian tengah kepala di kiri, dan kanan. Sepasang lubang hidung terletak di bagian kepala. Sepasang tutup insang terletak di bagian belakang kepala. Selain itu, pada bagian bawah kepala memiliki dua pasang kumis sungut yang pendek. Ikan mas memiliki lima buah sirip, yaitu sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip dubur, dan sirip ekor. Sirip punggung panjang terletak di bagian punggung. Sirip dada sepasang terletak di belakang tutup insang, dengan satu jarijari keras, dan yang lainnya berjari-jari lemah. Sirip perut hanya satu terletak pada perut. Sirip dubur hanya satu terletak di belakang dubur. Sirip ekor juga hanya satu, terletak di belakang, dengan bentuk cagak. Saat ini ikan mas mempunyai banyak ras atau strain. Perbedaan sifat dan ciri dari ras disebabkan oleh adanya interaksi antara genotipe dan lingkungan 17 kolam, musim dan cara pemeliharaan yang terlihat dari penampilan bentuk fisik, bentuk tubuh dan warnanya. Adapun ciri-ciri dari beberapa strain ikan mas adalah sebagai berikut: a) Majalaya : badan agak pendek dengan punggung tinggi, dinding perut tebal, warna hijau keabu-abuan, dan sisik di bagian punggung lebih gelap dibandingkan dengan sisik-sisik di bagian lainnya. b) Punten : badan pendek, mempunyai punggung tinggi, mata agak menonjol, dan gerakan lambat dan jinak. c) Taiwan : badan agak panjang, punggung agak bulat, sirip ekor bagian bawah dan sirip dubur bagian tepi berwarna kuning kemerahan, dan kurang jinak. d) Kumpay : badan panjang dengan warna sisik kuning emas, kuning kemerahan, ciri khas dari ikan mas varietas ini adalah sirip-siripnya sangat panjang. e) Sinyonya : badan panjang, mempunyai punggung pendek, ciri khas varietas ini mata pada ikan dewasa bermata sipit dan kurang menonjol, termasuk ikan mas yang jinak. f) Merah : badan panjang dengan punggung pendek, warna merah kekuningan, dan mata agak menonjol. g) Kancra domas : badan panjang, sisik bagian punggung berwarna gelap, warna tubuh coklat keemasan, atau coklat kemerahan, sisik-sisik kecilkecil dan tidak teratur. h) Kaca : badan berukuran sedang, dan sebagian badan tidak tertutup sisik, sisik hanya terdapat sepanjang garis rusuk (linea lateralis) dan dekat sirip. 2.3.1.2 Habitat Ikan mas memijah pada saat masuknya air baru dari saluran air, telur melekat pada kakaban dan rerumputan. Di alam, ikan mas akan memijah di perairan yang dangkal, atau dimana di areal perairan yang pada musim kemarau kekeringan, sedangkan pada musim hujan tergenang. Tergenangnya areal itu akan menimbulkan bau tanah yang dapat merangsang terjadinya pemijahan. 18 2.3.1.3 Kebiasaan Makan Ikan mas menyukai tempat hidup di perairan air tawar yang tidak terlalu dalam dan alirannya tidak terlalu kuat. Ikan mas dapat hidup baik pada ketinggian air 150-600 m di atas permukaan laut pada suhu 25-30 0C. Ikan mas termasuk jenis omnivora, yakni ikan yang dapat memangsa berbagai jenis makanan, baik yang berasal dari tumbuhan maupun binatang renik Larva ikan mas lebih suka makan rotifera, protozoa, dan udang-udangan, seperti Moina sp, dan Dapnia sp. Setelah berukuran 10 cm, makan Chironomidae, Oligochaeta, Epemenidae, Tubificidae, Molusca, dan bahan-bahan organik lainnya. Dilihat dari kebiasaan makan (feeding habit), ikan dibagi dalam tiga golongan, yaitu ikan yang biasa makan di dasar, ikan yang biasa makan di tengah perairan dan ikan yang biasa makan di permukaan. Ikan mas termasuk ikan yang memiliki kebiasaan di berbagai bagian perairan, di permukaan air, di tengah perairan, dan juga di dasar perairan. Namun ikan mas dewasa lebih cenderung pemakan dasar (bottom feeder) dengan mengaduk-ngaduk dasar perairan. 2.3.2 Ikan Nila (Oreochromis niloticus) 2.3.2.1 Klasifikasi dan Morfologi Phyllum Sub-phyllum Kelas Ordo Sub-ordo Familia Genus Spesies : Chordata : Vertebrata : Osteichtes : Percomorphi : Percoide : Cichlidae : Oreochromis : Oreochromis niloticus Nila berbadan panjang dengan perbandingan antara panjang dan tinggi badan 2 : 1. Kemudian jika dipotong di bagian tengah dari tubuhnya memiliki perbandingan antara tinggi dan tebal badan 4 :1. Jadi nila merah bisa dikatakan berbadan gepeng. 19 Tubuh nila merah terbagi tiga bagian, yaitu kepala, badan dan ekor. Ketiganya memiliki perbandingan satu banding dua banding satu. Mulut, mata, hidung dan tutup insang terdapat pada kepala. Mulut kecil membelah bagian depan kepala. Sepasang mata besar berada di bagian atas kepala. Sepasang lubang hidung kecil berada di depan mata. Tutup insang menutup sebagian belakang kepala. Ikan nila termasuk ikan bersisik. Sisik berjenis ctenoid menutup seluruh permukaan badan. Pada bagian itu melekat warna. Warna nila berwarna macam, ada yang berwarna pink, ada yang berwarna albino, ada yang albino bercak merah, dan ada juga yang pink bercak hitam. Nila memiliki lima buah sirip, yaitu sirip dada, sirip venteral, sirip ekor, sirip dubur, dan sirip punggung. Sirip punggung memanjang mulai dari belakang tutup insang hingga pangkal ekor. Sirip dada sepasang dengan kecil dan memanjang. Sirip perut juga sepasang, tetapi kecil dan pendek. Sirip anus agak panjang. Sirip ekor membulat. 2.3.2.2 Habitat Habitat alami ikan nila terdapat di danau-danau. Ikan nila tidak menyukai badan perairan yang mengalir seperti sungai. Meskipun begitu, ikan nila menyukai lingkungan yang terdapat kandungan oksigen yang tinggi. Dalam lingkungan dengan oksigen yang tinggi, ikan nila dapat bernafas baik dan mengambil makanan yang cukup cepat. Sedangkan dalam lingkungan dengan kandungan oksigen rendah, ikan nila tidak bisa bernafas dengan baik, dan mengambil makanan perlahan-lahan. ikan nila sangat toleran pada salinitas yang tinggi, tetapi tidak dapat memproduksi telur, sperma dan tidak dapat bertelur. 2.3.2.3 Kebiasaan makan Ikan nila termasuk omnivora atau ikan pemakan segala, baik tumbuhan maupun hewan. Kebiasaan itu tergatung umurnya. Pada saat larva, setelah habis kuning telur, nila merah suka dengan phytoplankton. Besar sedikit atau saat benih sangat suka dengan zooplankton, seperti Rotifera sp, Impusoria sp, Daphnia sp, 20 Moina sp and Cladocera sp. Setelah dewasa sangat suka dengan cacing, seperti cacing tanah, cacing darah dan tubifex. Atas dasar kebiasaan tempat makan, ikan nila merah adalah tipe ikan floating feeder. Ikan ini akan bergerak cepat ketika diberi pakan tambahan. Meski begitu, terkadang nila merah juga bersifat bottom feeder, yaitu memakan pada dasar perairan, pematang dan pada benda lainnya. Tetapi tidak sampai mengadukngaduk atau merusak pematang seperti ikan mas. 2.3.3 Ikan Patin (Pangasius pangasius) 2.3.3.1 Klasifikasi dan Morfologi Filum Sub Filum Kelas Sub Kelas Ordo Sub Ordo Famili Genus Spesies : Chordata, : Vertebrata, : Pisces, : Teleostei, : Ostariophysi, : Siluroidei, : Pangasidae, : Pangasius, : Pangasius pangasius Selain klasifikasi di atas, ada juga para ahli yang menglasifikasi lain, seperti Patin Siam dengan nama latin Pangasianodon hypophthalmus. Ikan patin bertubuh panjang dengan perbandingan panjang dan tinggi sekitar 4 : 1. Bila dipotong secara vertikal, Patin Siam bertubuh pipih dengan perbandingan tinggi dan lebar sekitar 3 : 1. Dengan perbandingan seperti itu ikan patin bertubuh tipis, atau tidak bulat, seperti ikan lele. Tanda khas lainnya adalah ikan patin berpugung lurus, mulai dari punggung sampai pangkal ekor. Tidak seperti ikan mas dan nila, ikan tak bersisik, sehingga yang nampak hanya kulitnya saja. Namun kulit patin tidak halus seperti lele, tetapi agak kasar. Pada bagian itu terlihat warna tubuhnya. Warna tubuh patin seperti terbagi dua, yaitu punggung berwarna hijau, abu-abu gelap, sedangkan bagian perut berwarna putih perak. Pada bagian itu terdapat dua garis, garis pertama memanjang dari kepala sampai ke pangkal ekor, sedangkan garis kedua memanjang dari kepala sampai ke ujung sirip dubur. Tubuh ikan patin terbagi tiga bagian, yaitu kepala, badan dan ekor. Kepalanya kecil, dan gepeng dengan batok kepala yang keras. Mata yang kecil, 21 hidung yang kecil, mulut yang bercelah lebar dengan dua pasang sungut maksila dan mandibula, atau kumis. Inilah yang menjadi ciri khas catfish (ikan berkumis seperti kucing). Pada rongga mulut mempunyai gigi palatin yang terpisah dari tulang vomer. Tutup insang tidak terlalu besar, menutup bagian kepala. Patin bersirip lima, yaitu sebuah sirip punggung (dorsal fin), sebuah ekor (caudal fin), sebuah sirip dubur (anal fin), sepasang sirip perut (ventral fin) dan sepasang sirip dada ( pectoral fin). Sirip punggung kecil dan pendek, berada tepat di atas perut. Sirip dubur panjang, kurang lebih sepertiga dari panjang tubuhnya, dan berjari-jari sirip 29 – 33. Selain kelima sirip, Patin memiliki adipose fin yang letaknya di belakang sirip punggung seperti halnya pada kelompok piranha. Patin Siam dan Patin Lokal dapat dibedakan dari bentuk tubuh, bentuk sirip punggung, patil pada sirip dada. Patin Siam bertubuh lebih panjang dari Patin Lokal, tetapi memiliki sirip punggung dan memiliki patil yang lebih pendek. Atau Patin Lokal lebih pendek, hampir menyerupai tubuh ikan betutu. Selain itu, patin siam berdaging agak kuning. Sedangkan Patin Lokal berdaging putih dan rasanya lebih enak. 2.3.3.2 Habitat Ikan patin umumnya hidup di air tawar dan payau dengan aliran air yang tenang, terutama di sungai-sungai berlumpur atau berpasir. Kadang-kadang ikan ini masuk ke dalam rawa yang berdekatan dengan sungai besar. Ikan ini hidup subur di sungai, danau, waduk dan kolam. Penyebaran ikan patin meliputi Thailand, Burma, India Taiwan, Malaysia, Semenanjung Indocina, Sumatra dan Kalimantan. Ikan patin termasuk ikan dasar, hal ini bisa dilihat dari bentuk mulutnya yang agak ke bawah. Habitatnya di sungai-sungai yang tersebar di Indonesia, India, dan Myanmar. Jenis ikan patin di Indonesia cukup banyak, diantaranya Pangasius polyuranodon (ikan juaro), Pangasius macronema (ikan rius, riu, lancang), Pangasius micronemus (wakal, riu scaring) Pangasius nasutus (pedado) dan Pangasius nieuwenhuisl (lawang). Ikan patin mempunyai daya tahan tubuh yang tinggi terhadap amonia dan buangan nitrogen lainnya dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan buatan, seperti dalam sangkar terapung. Ikan ini juga mempunyai daya reproduksi, 22 benihnya dapat ditangkap di sungai-sungai besar dan baik untuk dikembangkan sebagai ikan kultur. 2.3.3.3 Kebiasaan makan Ikan patin dilihat dari kebiasaan makanan (food habbit), di habitat alami dan pada masa fase cenderung bersifat karnivora. Di dalam kolam-kolam pemeliharaan ikan ini bersifat omnivora, yaitu memakan segala macam pakan baik jasad-jasad hewani maupun nabati, misalnya macaM-macam buah-buahan dari tumbuhan pinggir sungai, biji-bijian, udang (Crustacea), Molusca, Copepoda, Ostracoda, Cladosera, Isopoda, Amphipoda, cacing dan sisa-sisa organisme lainnya. Jenis makanan yang dapat dimakan larva berumur sekitar 4 – 5 hari adalah organisme renik berupa plankton. Mula-mula larva ikan memakan plankton nabati (phytoplankton) yang berukuran 100 – 300 mikron, misalnya Brachionus calicyflorus, Synchaeta sp, Notholca sp, Polyarthra platiptera, Hexartha mira, Brachionus falcatus, Asplanchna sp, Chonchilus sp, Filina sp, Brachionus angularis, Karatella cochlearis dan Keratella quadrata. Larva ikan patin cenderung memangsa hewan-hewan kecil lain yang hidup di permukaan sediment atau yang melayang-layang di air, seperti larva insekta dan larva Crustacea. Selain itu ikan patin dikategorikan sebagai ikan "bottom feeder".