5 Universitas Mercubuana BAB II DASAR TEORI 2.1 Binary Phase Shift Keying (BPSK) BPSK merupakan salah satu jenis dari teknik modulasi digital yaitu dengan menumpangkan sinyal digital atau informasi pada fasa sinyal pembawa. Sinyal yang termodulasi secara BPSK didefinisikan mempunyai bentuk: s(t) = 2Eb cos(ωct +θc ) Tb s(t) = − 2Eb cos(ωct +θc ) Tb 0 ≤ t ≤ Tb (binary 1) 0 ≤ t ≤ Tb (binary 0) dimana: Eb = ½ Ac2 Tb sehingga: s(t) = Acos(ωct +θ) Eb adalah energy per bit, Tb adalah durasi waktu, dan Ac adalah amplitudo sinyal carrier. Sinyal informasi yang disusun dari bit-bit 1, setelah o memasuki modulator BPSK akan ditentukan fasanya untuk 0 dan 180o. Jika data yang dikirim adalah 1 maka sinyal yang dimodulasi memiliki fasa 0o. Dan jika data yang dikirim adalah -1 maka sinyal yang dimodulasi memiliki fasa 180o. Pada demodulator, suatu decision threshold akan memutuskan apabila sinyal yang dikirim adalah bernilai +1 jika hasil dari penggabungan sinyal masuk dan sinyal referensi pada demodulator BPSK adalah lebih besar atau sama dengan 0, dan bernilai -1 jika kurang dari 0. Jika kemungkinan terkirimnya bit +1 dan -1 adalah sama maka pada demodulator akan memiliki fasa yang sama pada sinyal referensi dengan fasa sinyal kirim (coherent). 2.2 Spread Spectrum Spread spectrum adalah teknik memancarkan sinyal pada pita frekuensi yang jauh lebih lebar dari pita frekuensi yang dibutuhkan pada 5 6 Universitas Mercubuana transmisi standart. Umumnya sistem komunikasi spread spectrum dibedakan oleh tiga elemen : • Bandwidth sinyal yang lebih lebar dari yang dibutuhkan untuk mengirim informasi. Hal ini menghasilkan banyak keuntungan, seperti kekebalan terhadap interferensi dan jamming. • Bandwidth disebar dengan bantuan kode yang independent terhadap datanya. • Receiver mensinkronisasikan kode untuk me-recovery datanya. Penggunaan kode yang independent dan penerimaan yang sinkron membuat multiple user dapat mengakses pita frekuensi yang sama pada waktu yang sama. 2.3 Direct Sequence Code Division Multiple Access (DS-CDMA) CDMA adalah bentuk dari sistem komunikasi Direct Sequence Spread Spectrum (DSSS-CDMA / DS-CDMA) yang menggunakan teknik penyebaran spread spektrum di mana memungkinkan setiap pengguna berada dalam frekuensi spektrum dan waktu yang sama dan dibagi berdasarkan teknik pengkodean digital. Metode DS-CDMA melakukan mekanisme penebaran sinyal informasi dengan cara mengalikan secara langsung sinyal informasi dengan kode penebar. Pada lingkungan multiuser, setiap user diberikan kode penebar acak, artinya pada saat user 1 ingin berkomunikasi dengan user 2, maka informasi pengirim tersebut harus ditebar dengan kode penebar yang sudah diasosiasikan dengan user 2. Untuk memperoleh kembali sinyal informasi yang terkirim di user 2, sinyal DS-CDMA tersebut dikalikan kembali dengan urutan kode penebar yang sama dengan kode penebar user 1. Diagram blok modem DS-CDMA digambarkan sebagai berikut : noise Generator Data Spreader Kode Penebar Modulator BPSK Despreader Correlator Demodulator BPSK Kode Penebar Gambar 2.1 Blok diagram modulator dan demodulator DS-CDMA Data 7 Universitas Mercubuana Data informasi berupa sinyal biner NRZ dengan periode bit Tb dan disebut sebagai d(t). Data d(t) ini langsung dimodulasi (dikalikan) dengan kode penebar acak yang juga berupa sinyal biner NRZ dengan periode Tc dan disebut sebagai c(t). Kode c(t) ini memiliki suatu pola yang berulang setiap durasi n x Tc. Tb lebih besar (biasanya lebih besar) dibandingkan dengan Tc. Hasilnya adalah suatu sinyal biner dengan durasi bit Tc yang pola bitnya (bentuk urutan bit) akan berganti setiap durasi Tb. Rasio antara periode bit data (Tb) dengan periode bit kode penebar (Tc) sering disebut sebagai Processing Gain atau Spreading Factor (SF) yang secara matematis diekspresikan sebagai berikut : Gp = dengan : Tb Rc BWc = = Tc Rb BWs (2.1) Gp = processing gain (10 log Gp) BWc = lebar pita frekuensi spektral tersebar (Hz) BWs = lebar pita frekuensi sinyal digital/data (Hz) Ilustrasi proses penebaran diperlihatkan pada gambar berikut : d (t ) 1 -1 Tb c(t ) Sinyal data 1 -1 c(t )d (t ) Tc Sinyal kode 1 -1 Tb Sinyal hasil perkalian data dan kode Gambar 2.2 Penebaran data pada domain waktu Setelah mengalami poses penebaran oleh kode penebar, sinyal tersebar biner tersebut dimodulasi dengan menggunakan modulasi phasa, dalam kasus ini adalah BPSK sehingga dihasilkan sinyal termodulasi S(t). Bentuk sinyal termodulasi BPSK dapat dilihat pada gambar berikut : 8 Universitas Mercubuana Gambar 2.3 Pembentukan Sinyal BPSK 2.3.1 Pemancar DS-CDMA Pada sisi pemancar user k, masing-masing bit data k pertama kali dikalikan dengan kode penebarnya masing-masing, ck(t). Hal ini yang menyebabkan spektrum sinyal informasi ditebar pada bandwidth yang dialokasikan. Kemudian sinyal dimodulasi oleh carriernya masing-masing sebelum ditransmisikan. Sehingga sinyal yang ditransmisikan menjadi : sk (t) = Adk (t)ck (t)cos(ωct) (2.2) Dimana ωc adalah frekuensi dalam rad/sec dan A = √P adalah amplitudo sinyal carrier, dimana P merupakan power dari signal. 2.3.2 Penerima DS-CDMA Pada sisi penerima merupakan penjumlahan dari semua sinyal yang diterima, terdiri dari sinyal yang dikirimkan dari user ke-1 dan sinyal interferensi user ke (K-1) jika dimisalkan sinyal yang diinginkan adalah user ke-1. Dengan mengabaikan noise maka sinyal yang diterima dinyatakan sebagai berikut : r (t ) = K ∑s k =1 k (t − τ k ) (2.3) dimana τ k adalah delay propagasi dari pemancar ke penerima dari user ke-k. 2.3.3 Pengembalian Sinyal Informasi Perhatikan kasus sederhana, dimana K=1, yang menghasilkan : r(t) = s1(t −τ1) = Ad1 (t −τ 1 )c1 (t −τ 1) cos(ωc t + θ ' ) (2.4) 9 Universitas Mercubuana dimana θ’ =-ωc τ 1 . Untuk mendapatkan kembali sinyal asli user ke-1 maka sinyal yang diterima didespread dan mengalikan sinyal yang diterima dengan replika kode penebar user ke-1 yang disinkronisasi, sebagai berikut: sˆ1 (t ) = r (t )c1 (t )(t −τ ' ) = Ad1 (t − τ 1 )c1 (t − τ 1 )c1 (t − τ 1 ' ) cos(ω c t + θ ' ) (2.5) Dimana τ ' adalah estimasi delay. Proses despread ini mengembalikan sinyal user ke-1 ke bandwidth aslinya. Jika diasumsikan replika kode penebar pada sisi penerima disinkronisasi sempurna terhadap kode yang digunakan untuk menspreaad sinyal pada sisi pemancar, maka τ 1 = τ ' dan kita dapat menyatakan τ 1 = 0 sehingga menghasilkan: 2 sˆ1 (t ) = Ad1 (t )c1 (t ) cos(ω c t ) (2.6) Untuk mendemodulasi sinyal, dilakukan dengan mengalikannya dengan carrier dan dilewatkan melalui correlator dan diikuti dengan thresholding device. z1 = t1 +T ∫ sˆ (t ) cos(ω t + θ '+ϕ )dt 1 (2.7) c t1 dimana t1 adalah waktu permulaan dari bit data, T adalah periode satu bit data dan φ adalah phase synchronization error. Dengan mensubstitusi persamaan (2.6) ke persamaan (2.7) dan dengan menganggap tidak ada phase synchronization error, yaitu : φ=0, maka : z1 = t1 + T ∫ Ad (t )c1 (t ) cos 2 (ω c t ) 2 1 (2.8) t1 t +T = A1 2 d1 (t)c1 (t)[cos2(ωct) +1]dt 2 t∫1 (2.9) Bagian frekuensi tinggi, yaitu cos2(ωct) cenderung menjadi nol setelah melewati correlator, karena frekuensi ωc secara signifikan lebih besar daripada d1(t)c12(t) sehingga menghasilkan jumlah positif dan negatif yang sama pada integral, yaitu: z1 = A 2 t1 +T ∫ d (t )c 1 t1 1 2 (t )dt (2.10) 10 Universitas Mercubuana karena dianggap tidak ada error waktu, d1(t) dimodulasi BPSK, sehingga d1(t)= ± 1 dan , T ∫c 1 2 (t ) dt = T , maka sinyal yang diterima: 0 z1 = ± atau 2.4 z1 = ± AT 2 (2.11) PT 2 Kode Penebar Pemilihan kode-kode penebar berdasarkan pada berbagai situasi dan skenario. Kriteria pemilihan utama ialah karakteristik fungsi autokorelasi dan korelasi silang (cross-correlation) dari kode-kode ini. Autokorelasi didefinisikan sebagai perkalian dari suatu sinyal kode dengan versi terdelay t dari kode itu sendiri, yang harus bernilai nol atau mendekati nol untuk τ 0. Sedangkan cross correlation didefinisikan sebagai perkalian antara dua kode yang berbeda, yang diharapkan bernilai rendah, sehingga kode yang berlainan dapat dipakai untuk user yang berbeda. 2.4.1 Walsh-Hadamard Code Kode Walsh-Hadamard dibangkitkan oleh operasi martiks. Unit dasar matriks dari pembangkit kode Walsh-Hadamard adalah : ⎡1 H2 = ⎢ ⎣1 1⎤ − 1⎥⎦ (2.12) Panjang kode (Spreading Factor / SF) Walsh-Hadamard, 2 n , yang dapat dibangkitkan dengan mengikuti operasi matriks recursive H n −1 ⎤ ⎡ H n −1 Hn = ⎢ ⎥ ⎣ H n −1 − H n −1 ⎦ (2.13) Matriks H n dengan ukuran 2 n × 2 n dibentuk menggunakan matriks H n −1 dengan ukuran 2 n −1 × 2 n −1 dengan H 2 pada persamaan 2.12. Setiap baris dari matriks H n memberikan kode untuk satu user. Itu dapat diuji keorthogonalisasian dalam pengertian inner product antara dua kode (baris dari martiks) adalah nol. 11 Universitas Mercubuana 2.4.2 Kasami Code Kasami Code merupakan salah satu jenis kode yang penting dari m-Sequence. Kasami Code memiliki Spreading Factor (SF) atau panjang periode, L=2m – 1, dimana m merupakan jumlah shift register yang digunakan. m adalah bilangan genap. Kasami Code dapat dihasilkan dengan sebuah m-sequence a kemudian dibentuk suatu binary sequence b dengan mengambil setiap pengulangan bit ke- s(m)= 2m/2 + 1 dari a sehingga menghasilkan suatu periodic sequence dengan period 2m/2 – 1. Sebagai contoh, jika m = 4, period dari a adalah L = 15 dan period dari b adalah 3. Jika diamati 15 bit dari sequence b, akan terlihat 5 pengulangan dari 3 bit sequence. Dengan demikian sequence a dan b memiliki panjang period yang sama, L = 2m – 1 bit. Untuk mendapatkan sequence yang baru dapat dibentuk dengan menambahkan modulo-2 diantara bit-bit a dan bit-bit b. Setelah itu, untuk mendapatkan sequence baru selanjutnya, dapat dilakukan dengan perputaran pergeseran bit-bit dari b dimana jumlah pergeseran yang harus dilakukan adalah sebesar 2m/2 – 2, sehingga menghasilkan K = 2m/2 Kasami Sequence. Fungsi cross-correlation dari Kasami Code memiliki harga: {-1, - s(m), s(m) - 2} Gambar 2.4 Kasami Code dengan m = 4 2.4.3 Gold Code Sama seperti Kasami Code, Gold Code juga merupakan salah satu jenis dari m-Sequence. Gold Code dapat dihasilkan dengan menambah Modulo-2 dari 2 m-sequence dengan panjang yang sama namun dihasilkan dengan cara yang berbeda yang disebut Preferred Pairs dari m-sequence. Jika keluaran dari m-sequence pertama tetap namun keluaran m-sequence 12 Universitas Mercubuana kedua mengalami perputaran pergeseran terhadap waktu, maka dapat dihasilkan sequence yang berbeda-beda. Keluaran dari Gold Code memiliki panjang yang sama seperti keluaran dari tiap-tiap 2 m-sequence tersebut. Jumlah total Gold Code yang dapat dihasilkan yaitu, K = 2m + 1 atau K = L + 2 (termasuk 2 m-sequence yang digunakan), dimana m merupakan jumlah shift register yang digunakan, dengan Spreading Factor (SF) atau panjang periode, L = 2m – 1. Sebagai contoh, suatu Gold Code generator yang mana terdiri dari 2 m-sequence dengan panjang masing-masing 31 chip (25 – 1). Kedua m-sequence tersebut di XOR (modulo-2). Jika menggunakan 5 shift register dengan [5,3] dan [5,4,3,2] sebagai preferred pairs dari m-sequence dan salah satu m-sequence mengalami pergeseran atau pertukaran, maka akan menghasilkan 33 (25 + 1) Gold Code termasuk 2 m-sequence awal. Fungsi cross-correlation dari Gold Code memiliki harga: {-1, - t(m), t(m) - 2}. Dimana : t(m) = 2(m+1)/2 + 1 (m+2)/2 t(m) = 2 +1 m = ganjil m = genap Gambar 2.5 Gold Code dengan m = 5 13 Universitas Mercubuana Tabel 2.1 Gold Code properti Cross correlation Values m L = 2 −1 Preferred Pairs of m-sequences 5 31 [5,3][5,4,3,2] 7 -1 -9 6 63 [6,1][6,5,2,1] 15 -1 -17 7 127 [7,3,2,1][7,5,4,3,2,1] 15 -1 -17 8 255 [8,7,6,5,2,1][8,7,6,1] 31 -1 -17 9 511 [9,4][9,6,4,3] [9,6,4,3][[9,8,4,1] 31 -1 -33 63 -1 -65 63 -1 -65 m [10,9,8,7,6,5,4,3][10,9,7,6,4,1][10,8,7,6,5,4,3,1] 10 1023 [10,9,7,6,4,1][10,8,5,1][10,7,6,4,2,1] 11 2.5 2047 [11,2][11,8,5,2][11,8,5,2][11,10,3,2] Kanal Pemodelan kanal dalam simulasi Tugas Akhir ini diwakili oleh kondisi kanal Multipath Fading yang terdistribusi secara Rayleigh Fading dimana kanal tersebut memiliki noise. Noise adalah suatu fenomena alami yang selalu terjadi tanpa bisa dihindari. Noise ini terjadi karena adanya pengaruh dari luar, seperti komponen–komponen elektronik, penguat pada sistem komunikasi, serta kanal transmisi. 2.5.1 Additive White Gaussian Noise (AWGN) Model matematis dari noise yang muncul pada kanal komunikasi dapat diwakili oleh noise kanal AWGN yang merupakan suatu kanal ideal. Noise AWGN adalah noise yang pasti terjadi dalam jaringan wireless manapun, memiliki sifat-sifat additive, white, dan gaussian. Sifat additive artinya, ditambahkan/dijumlahkan terhadap sinyal, sifat white artinya, noise tidak tergantung dari frekuensi operasi sistem dan memiliki rapat daya yang konstan, dan sifat Gaussian artinya, terdistribusi acak Gaussian dengan mean (m) = 0, standar deviasi (σ) = 1. Fungsi pdf dari AWGN dinyatakan sebagai berikut: p ( n) = ⎡ 1 ⎛ n ⎞2 ⎤ 1 exp ⎢− ⎜ ⎟ ⎥ σ 2π ⎢⎣ 2 ⎝ σ ⎠ ⎥⎦ (2.14) 14 Universitas Mercubuana Dimana p(n) adalah probabilitas kemunculan derau, σ adalah standar deviasi, n adalah variable (tegangan/daya sinyal) dengan σ 2 adalah variansi dari n. Gaussian density function ternormalisasi pada sebuah proses zero-mean dihasilkan dengan menganggap bahwa σ = 1 . Sketsa probability density function (pdf) yang ternormalisasi digambarkan pada gambar 2.6. p (n) = 0, 399 1 σ 2π ⎡ 1 ⎛ n ⎞2 ⎤ exp ⎢ − ⎜ ⎟ ⎥ ⎢⎣ 2 ⎝ σ ⎠ ⎥⎦ 0, 3 0, 242 σ σ =1 0, 2 2σ 0, 1 0, 054 ∞ ..... - 3 -2 -1 0 n 1 2 3 ..... ∞ Gambar 2.6 Probability density function (pdf) ternormalisasi 2.5.2 Kanal Multipath Fading Fading disebabkan oleh interferensi diantara dua atau lebih sinyal yang dikirim, yang datang di penerima dengan perbedaan waktu yang singkat. Sinyal ini disebut sinyal multipath yang bergabung pada antena penerima untuk memberikan sinyal penjumlahan dengan amplituda dan fasa yang berubah-ubah. Sinyal multipath tergantung pada distribusi dari intensitas dan relatif waktu propagasi dari sinyal. Di daerah perkotaan, fading terjadi karena ketinggian penerima dibawah ketinggian dari struktur lingkungan sekitar, sehingga mungkin tidak ada satu lintasan line-of-sight ke arah pengirim. Bahkan ketika kondisi line-of-sight tercapai, fading masih terjadi akibat pantulan dari tanah serta struktur lingkungan sekitar sehingga sinyal terima datang dari arah yang berbeda-beda dengan delay yang berbeda pula, dan memiliki distribusi amplitudo, fasa, serta sudut kedatangan yang acak. Komponenkomponen multipath ini dapat menyebabkan sinyal terima terdistorsi. Bahkan ketika penerima bergerak, maka sinyal terima kemungkinan rusak akibat pergerakan dari objek di sekitar pada kanal radio. Salah satu 15 Universitas Mercubuana parameter penting yang terkait dengan karakteristik dari kanal mobile multipath adalah Rayleigh Fading. 2.5.2.1 Rayleigh Fading Pada kanal radio yang selalu berubah-ubah, distribusi Rayleigh pada umumnya digunakan untuk menjelaskan perubahan waktu dari selubung sinyal fading yang diterima, atau selubung dari suatu komponen multipath. Distribusi Rayleigh mempunyai fungsi kerapatan probabilitas seperti yang ditunjukkan pada persamaan : ⎧ ra ⎛ r a2 ⎪ 2 exp ⎜⎜ − 2 p ( ra ) = ⎨ σ ⎝ 2σ ⎪ ⎩0 ⎞ ⎟⎟ ⎠ (2.15) (0 ≤ ra ≤ ∞) (ra ≤ 0) Dimana σ adalah nilai rms dari level sinyal yang diterima sebelum detektor, dan σ2 adalah daya waktu rata-rata dari sinyal yang diterima sebelum detektor. Probabilitas bahwa selubung dari sinyal yang diterima tidak melebihi suatu harga Ra yang spesifik ditunjukan dengan Cumulative Distribution Function (CDF) atau fungsi distribusi kumulatif : P ( Ra ) = Pra (ra ≤ Ra ) = Nilai rata-rata r a mean Ra ⎛ Ra2 ⎜⎜ − = − ( ) 1 exp p r dr 2 ∫0 a a ⎝ 2σ ⎞ ⎟⎟ ⎠ (2.16) dari distribusi Rayleigh adalah : ∞ ramean = E[ ra ] = ∫ ra p ( ra ) dra = σ 0 π 2 = 1,2533σ (2.17) σ r2 merupakan varian dari distribusi Rayleigh yang mewakili daya a ac pada selubung sinyal. ∞ σ r2 = E[ra2 ] − E 2 [ra ] = ∫ ra2 p(ra )dra − a 0 π ⎞ ⎛ = σ 2 ⎜ 2 − ⎟ = 0 . 4292 σ 2⎠ ⎝ σ2 2 2 (2.18) Untuk menghitung nilai tengah ra , digunakan persamaan berikut ini 1 = 2 ra median ∫ p(r a 0 )dra ⇒ ra median = 1,177 σ (2.19) 16 Universitas Mercubuana 2.5.2.2 Doppler Shift Ketika adanya pergerakaan relatif antara pemancar dan penerima, maka akan mengakibatkan Doppler shift, sehingga akan menyebabkan adanya pelebaran spektral sinyal yang diterima. Sebuah mobile bergerak dengan kecepatan tetap v, bergerak dari A ke B dengan jarak m, yang menerima sinyal dari pengirim S, sebagimana diilustrasikan pada gambar 2.7. Perbedaan lintasan yang dilalui sinyal dari S ke titik A dan B adalah sebesar K = m (cos x) = v Δt (cos x), dengan Δt adalah waktu tempuh dari A ke B, dan x diasumsikan sama pada titik A dan B dilihat dari S karena diasumsikan jarak antara S dengan A dan B yang sangat jauh. S K x A x B m v Gambar 2.7 Pergerakaan relatif antara pemancar dan penerima Perubahan fasa sinyal terima dikarenakan perbedaan panjang lintasan adalah: ΔΦ = 2 ⋅π ⋅ K λ = 2 ⋅ π ⋅ v ⋅ Δt λ cos x (2.20) dan perubahan frekuensi atau doppler shift dinotasikan f d : fd = 1 ΔΦ v = cos x ⋅ 2 ⋅ π dt λ (2.21) Besar fd akan maksimum saat cos x = 1, kondisi ini diberikan saat sinyal datang dari arah yang berlawanan terhadap pergerakan antena user.