Reproduksi Ikan Selais, Ompok hypophthalmus

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Tipologi Perairan Rawa Banjiran
Daerah rawa banjiran merupakan ekosistem yang sangat beragam, baik
secara spasial maupun temporal. Sebagai bagian dari ekosistem sungai, daerah ini
dicirikan oleh fluktuasi air antara musim kemarau dan penghujan yang sangat
bervariasi sepanjang tahun. Habitat pada ekosistem sungai banjiran terdiri atas
daerah lotik, yaitu alur sungai (river channels) baik yang besar atau yang kecil;
daerah lentik yaitu daerah rawa, hutan dan rumput yang tergenangi; serta danau
atau genangan yang semi permanen dan pemanen. Pada saat musim kemarau
volume air sangat kecil dan hanya ditemukan pada sungai utama, cekungancekungan tanah (lebung) dan danau tapal kuda (oxbow lakes); sedangkan pada
musim penghujan air meluap menggenangi daerah paparan, danau, genangan dan
alur-alur sungai. Kondisi ini mengakibatkan beragamnya habitat yang tersedia
bagi organisme akuatik (Welcomme, 1985). Besarnya keragaman habitat yang
tersedia memungkinkan banyak spesies ikan memanfaatkan daerah ini dalam
berbagai cara untuk menunjang proses kehidupannya seperti untuk pemijahan
(Copp, 1989; Lim et al., 1999), pengasuhan anak-anak ikan (Ribeiro et al, 2004;
Sommer et al., 2004), mencari makan dan habitat untuk ikan-ikan dewasa
(Borcherding et al., 2002).
Faktor utama yang mendorong tingginya produktivitas ikan dan biota
akuatik lainnya di rawa banjiran adalah fluktuasi tinggi paras air sungai (flood
pulse). Aliran air yang masuk ke rawa banjiran mendorong terjadinya
dekomposisi bahan organik baik yang berasal dari run off di sepanjang daerah
aliran sungai utama maupun dari hasil dekomposisi tananaman air dan tanaman
darat di sekitar rawa banjiran (ATTZ= Aquatic terrestrial transitional zone) atau
disebut juga detritus allocthonous. Selanjutnya, sumbangan bahan organik yang
terakumulasi dari vegetasi air yang terdapat pada rawa banjiran (detritus
autocthonous) akan melepaskan nutrien ke perairan sehingga meningkatkan
produksi fitoplankton, zooplankton, tanaman air, dan hewan-hewan avertebrata air
yang merupakan sumber makanan bagi ikan (Junk et al., 1989; Gehrke, 1990; de
Carvalho et al., 2001).
5
Penggenangan dalam waktu yang lebih lama akan meningkatkan kekayaan
spesies ikan khususnya kelimpahan ikan di daerah genangan. Vegetasi yang
tergenangi akan meningkatkan kelimpahan ikan dengan menciptakan struktur
habitat yang komplek dan menyediakan lebih banyak makanan serta perlindungan
bagi anak-anak ikan. Ketersediaan makanan dan suhu yang tinggi pada daerah
banjiran akan memicu pertumbuhan juwana ikan dan selanjutnya meningkatkan
kelangsungan hidupnya (Hoggarth et al., 1996; de Graaf, 2003). Besarnya
kelimpahan juwana ikan pada periode air naik (banjir) menunjukkan bahwa
banyak spesies ikan memanfaatkan daerah rawa banjiran sebagai tempat
pemijahan dan pengasuhan (Paugy, 2002; Jurajda et al, 2004).
Komunitas dan Distribusi Ikan di Rawa Banjiran
Komunitas ikan yang berasosiasi di rawa banjiran dapat dikelompokkan
dalam dua kelompok besar yaitu, (1) ikan-ikan migran (white fishes), yakni ikanikan yang bermigrasi ke rawa banjiran pada saat musim penghujan (paras air
tinggi) untuk memijah, mencari makan dan perbesaran anak-anak ikan, yaitu
kelompok Cyprinidae dan Pangasiidae (river catfish) Asia dan Afrika. Ada
beberapa jenis ikan Siluridae yang melakukan migrasi dari sungai ke saluran
sungai yang berhubungan dengan rawa banjiran (Welcomme, 1979; SverdrupJensen, 2002); ikan pipih (Notopterus notopterus) dan baung (Mystus nemurus)
melakukan migrasi ke danau tapal kuda di Kalimantan Tengah (Hartoto, 2000).
Biasanya pada musim kemarau yang panjang, sebagian besar ikan-ikan whitefish
merubah jaringan massa tubuhnya (lemak dan protein) menjadi materi generatif,
seperti ovarium (Hartoto, 1983 dalam Hartoto, 2000). Ikan yang telah matang
gonad akan menunggu sinyal lingkungan, seperti keberadaan feromon,
ketersediaan makanan yang melimpah buat juwana ikan, dan naiknya paras air
sebagai pemicu untuk proses pemijahan (Boyd, 1990); (2) ikan-ikan penetap
(resident fishes), yakni spesies ikan yang telah beradaptasi dan tahan pada kondisi
oksigen yang rendah. Di daerah Asia Tenggara disebut black fishes. Ikan ini tetap
bertahan pada rawa banjiran saat musim kemarau. Ikan yang termasuk ke dalam
kategori ini, yaitu sebagian besar ikan Siluridae, Ophiochepalidae (Channidae),
6
Anabanthidae, Osteoglossidae, dan ikan Polypteridae (Welcomme, 1979; Hartoto,
2000).
Kelompok Siluridae sering berada pada air yang tenang di rawa banjiran
pada saat musim penghujan dan pada periode musim kemarau ikan-ikan tersebut
tinggal di pinggir sungai yang bervegetasi atau lubuk di dasar sungai (Welcomme,
1979). Kebanyakan kelompok Siluridae terdiri atas spesies ikan yang tahan
terhadap kondisi oksigen yang rendah atau disebut sebagai ikan blackfish.
Kelompok ikan blackfish mempunyai modifikasi dalam hal perkembangan organ
pernafasan khususnya yang memungkinkan ikan dapat bernafas atau menghirup
udara. Modifikasi yang berhubungan dengan respiratori meliputi tiga sistem
anatomi utama yaitu mulut dan alat pencernaan, insang serta gelembung renang.
Pola adaptasi ini yang memungkinkan ikan ini masih ditemukan pada daerah rawa
banjiran ketika air surut (Welcomme, 1979; Kottelat et al., 1993).
Simanjuntak et al. (2006) menyatakan bahwa rawa banjiran sungai
Kampar Kiri memiliki kekayaan iktiofauna yang tinggi dengan ditemukannya 86
spesies ikan yang mewakili 21 famili dan 44 genera. Spesies ikan yang memiliki
kelimpahan yang tinggi adalah Thynnichthys thynnoides, T. polylepis,
Labiobarbus fasciatus, L. festivus, L. ocellatus, Barbonymus gonionotus, B.
schwanenfeldii, Cyclocheilichthys apogon, Osteochilus hasseltii, Hemibagrus
nemurus, O. hypophthalmus dan Helostoma temminckii. Tingginya keragaman
fauna ikan yang ditemukan di daerah rawa banjiran merupakan ciri dinamika
ekologi sebagai respon ikan terhadap heterogenitas habitat dan fluktuasi tinggi
paras air (Agostinho et al. 2000).
Distribusi ikan di rawa banjiran sangat dipengaruhi oleh kondisi
geomorfologis dan hidrologis perairan (Copp, 1989; Hoeinghaus et al., 2003).
Kondisi hidromorfologi perairan rawa banjiran bervariasi berdasarkan musim. Hal
ini berdampak secara langsung terhadap kualitas dan kuantitas air di rawa
banjiran. Selama masa penggenangan daerah rawa banjiran, banyak spesies ikan
bermigrasi dari saluran sungai utama dan daerah lentik yang permanen ke daerah
genangan (Hoggarth, et al., 1996; Koeshendrajana & Hoggarth, 1998).
Meningkatnya permukaan air ketika musim penghujan memicu kehadiran ikan
besar pemakan ikan (piscivore) masuk ke daerah genangan karena potensi
7
ketersediaan mangsanya semakin besar (Lowe-McConnell, 1987; Casatti et al.,
2003). Wootton (1992) menyatakan bahwa konsentrasi oksigen terlarut di perairan
merupakan faktor utama distribusi ikan pada sistem sungai termasuk daerah rawa
banjiran. Ikan-ikan blackfishes dapat bertahan pada kondisi anoksik; sedangkan
ikan-ikan whitefishes akan kembali bermigrasi ke sungai utama. Kelompok catfish
umumnya lebih banyak ditemukan dan melimpah pada genangan di rawa banjiran
dibandingkan di sungai utama (Ezenwaji & Inyang, 1998).
Kondisi yang sama juga ditemukan di daerah rawa banjiran Sungai Frazos,
Texas bahwa parameter lingkungan yang bervariasi secara temporal seperti
kedalaman, kecepatan arus, suhu, substrat dan oksigen terlarut mengambil peran
utama menunjang keragaman kelompok ikan (Li & Gelwick, 2005). Beberapa
studi lain juga menyatakan bahwa komunitas ikan di rawa banjiran tropis
merupakan kelompok stokastik (stochastic assemblages) dengan faktor penyebab
utama adalah perubahan tinggi paras air (Jepsen 1997, Saint-Paul et al. 2000;
Hoeinghaus et al., 2003).
Daerah rawa banjiran dikenal sebagai perairan air hitam yang dicirikan
oleh warna perairan yang coklat tua sampai kehitaman yang disebabkan oleh
adanya asam humat, pH yang relatif lebih rendah, tidak keruh atau transparasi
tinggi. Hal yang menarik yang pernah ditemukan, justru sebagian besar waktu
hidup ikan Siluridae dihabiskan di perairan air hitam (Hartoto et al., 1998).
Selanjutnya Elvyra (2004) menemukan bahwa ikan Kryptopterus limpok
(kelompok ikan Siluridae) di sungai Kampar Kiri mampu hidup pada perairan
dengan pH sedikit asam yaitu 5,5-6,0.
Klasifikasi dan Morfologi Ikan selais (O. hypophthalmus)
Ikan selais (O. hypophthalmus Bleeker, 1846) diklasifikasikan ke dalam
kelas Pisces, ordo Siluriformes, subordo Siluroidea, famili Siluridae dan genus
Ompok (Weber & de Beaufort, 1913; Kottelat et al.,1993) (Gambar 2). Genus
Ompok memiliki 10 spesies yaitu O. bimaculatus Bloch, 1794; O. hypopthalmus
Bleeker, 1846; O. leicanthus Bleeker, 1853; O. eugeneiatus Vaillant, 1893; O.
borneensis Steindachner 1901; O. weberi Hardenberg, 1936; O. urbaini Fang &
Chaux, 1949; O. sabanus Inger & Chin, 1959; O. fumidus Tan & Ng, 1996; O.
8
rhadinurus Ng, 2003 (Roberts, 1989; Kottelat et al., 1993; Tan & Ng, 2000; Ng,
2003).
Ikan O. hypopthalmus Bleeker, 1846 memiliki beberapa nama sinomin
yaitu Silurus hypophthalmus Bleeker, 1846; Silurus hijpophthalmus Bleeker,
1846; Silurus macronema Bleeker, 1851; Silurodes hypophthalmus Bleeker, 1858;
Silurodes macronema Bleeker, 1857; Callichrous hypophthalmus Gunther, 1864;
Callichrous macronema Gunther, 1864 (Ng, 2003). Di Sumatera dikenal dengan
nama daerah selais, selais danau, dan lais; sedangkan di Kalimantan disebut lais
bantut dan lais (Weber & Beaufort, 1913; Pulungan et al., 1985; Utomo et al.,
1990; Torang & Buchar, 2000; Rachmatika et al., 2006).
30 mm
Gambar 2. Ikan Selais (Ompok hypophthalmus Bleeker, 1846)
Ikan selais memiliki ciri-ciri bentuk tubuh pipih tegak dan memanjang.
Bentuk dorsal agak bungkuk menurun secara perlahan dari bagian sirip dorsal ke
arah ujung hidung dan dari sirip dorsal bagian posterior ke arah sirip ekor. Hidung
mendatar dengan bagian depan membulat. Sepasang lubang hidung anterior di
antara anteromedial sampai ke dasar sungut rahang atas. Sepasang lubang hidung
posterior yang dikelilingi oleh membran dorsal berlemak dan membran ventral
dan terdapat di antara posteriomedial sampai ke dasar sungut rahang atas. Bentuk
mulut terminal dengan bukaan mulut miring ke atas. Sungut rahang atas ramping
dan lurus memanjang hingga mencapai bagian anterior sirip ketiga dari sirip
dubur. Terdapat sepasang sungut rahang bawah; memanjang mencapai bagian
tegak lurus dari pinggir mata. Memiliki mata yang kecil, berlemak dan terdapat di
9
bagian tengah kepala; mata terlihat dari bagian ventral maupun dari bagian dorsal
(Ng, 2003).
Aspek Reproduksi Ikan
Reproduksi merupakan salah satu mata rantai dalam siklus kehidupan yang
hubungannya dengan mata rantai lainnya akan menjamin kelangsungan hidup
spesies. Siklus reproduksi pada ikan akan tetap berlangsung selama fungsi
reproduksi masih normal. Faktor-faktor yang mengontrol siklus reproduksi ikan di
perairan terdiri atas faktor fisika, kimia dan biologi. Ikan yang hidup di daerah
tropis, faktor fisika yang mengontrol siklus reproduksi adalah arus, suhu dan
substrat. Faktor kimia adalah gas-gas terlarut, pH, nitrogen dan metabolitnya serta
zat buangan yang berbahaya bagi kehidupan ikan di perairan; sedangkan faktor
biologis yang mengontrol siklus reproduksi ikan dibagi menjadi faktor biologis
dalam dan luar. Faktor biologis dalam meliputi faktor fisiologis individu dan
respon terhadap berbagai faktor lingkungan; selanjutnya faktor biologis luar
adalah patogen, predator dan kompetisi sesama spesies ikan tertentu atau dengan
spesies lain (Bye, 1984).
Secara khusus di ekosistem rawa banjiran, potensi reproduksi ikan-ikan
yang berasosiasi di daerah ini sangat dipengaruhi oleh kondisi geomorfologi dan
hidrologis (Copp, 1989). Penggenangan daerah banjiran menyediakan habitat
yang luas sebagai daerah pemijahan dan pengasuhan dengan memperkaya jaringjaring makanan (Sommer et al., 2004). Selanjutnya, lama waktu penggenangan
dan suhu perairan berperan penting dalam mendukung keberhasilan reproduksi
ikan-ikan spesies phytophilous dan phytolithophilous (Welcomme, 1979; Ballon,
1966 dalam Jurajda, 2004). Ikan-ikan dewasa jenis phytophilous dan
phytolithophilous umumnya mendominasi perairan rawa banjiran pada saat paras
air tinggi (Jurajda et al., 2004). Selain untuk tempat melekatkan telur, vegetasi di
perairan rawa banjiran juga berperan sebagai tempat mencari makan dan daerah
asuhan bagi anak-anak ikan; dimana puncak musim pemijahan ikan umumnya
terjadi pada awal musim penghujan (Welcomme, 1985; Lim et al., 1999). Ikan K.
cryptopterus yang ditemukan pada daerah Danau Great dan Sungai Tonle Sap,
Kamboja memijah pada awal musim penghujan di daerah rawa banjiran (Lim et
10
al., 1999); Kryptopterus spp di rawa banjiran Sungai Lempuing Sumatera Selatan
umumnya matang gonad dan siap memijah pada awal musim penghujan, yaitu
pada bulan Nopember (Utomo et al., 1990 dalam Utomo dan Asyari, 1999).
Seksualitas dan Perkembangan Gonad
Jenis kelamin pada ikan dapat dibedakan dengan cara mengamati ciri-ciri
seksual sekunder dan seksual primer. Ciri seksual sekunder dapat ditelaah dengan
mengamati bentuk luar tubuh dan pelengkapnya; sedangkan ciri seksual primer
dapat dibedakan dengan mengamati organ yang secara langsung berhubungan
dengan proses reproduksi yaitu ovarium dengan pembuluhnya pada ikan betina
dan testis dengan pembuluhnya pada ikan jantan (Effendie, 1997).
Pola seksual dan nisbah kelamin ikan sangat menentukan keberhasilan
proses reproduksi. Nisbah kelamin antara ikan jantan dengan ikan betina yang
ideal adalah mengikuti pola 1:1. Penyimpangan nisbah kelamin dari pola 1:1
dapat timbul dari berbagai faktor yang mencakup perbedaan distribusi, aktifitas
dan gerakan ikan (Türkmen et al., 2002); pergantian dan variasi seksual jantan
dan betina dalam masa pertumbuhan, mortalitas dan lama hidup (longevity)
(Sadovy, 1996). Nikolsky (1963) menyatakan bahwa jika ketersediaan makanan
berlimpah maka ikan betina akan lebih dominan dan sebaliknya ikan jantan
dominan saat ketersediaan makanan berkurang. Perbedaan nisbah pada ikan
Micropogonias furnieri disebabkan ketersediaan makanan dan perbedaan laju
pertumbuhan (Vicentini & Araújo, 2003).
Tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu perkembangan gonad
sebelum dan sesudah berpijah. Selama proses reproduksi sebagian besar energi
hasil metabolisme ikan akan tertuju untuk perkembangan gonad atau pertumbuhan
gonadik (Effendie, 1997). Selanjutnya dinyatakan bahwa pertambahan bobot
gonad ikan betina pada tahap (stadium) matang gonad akan mencapai 10-25 %
dari bobot tubuh dan pada ikan jantan 5-10 %. Dikemukakan pula bahwa
pengetahuan mengenai tahap-tahap kematangan gonad diperlukan untuk beberapa
tujuan, seperti perbandingan jumlah ikan yang matang dan yang belum matang
dari stok yang ada di perairan, ukuran atau umur ikan pertama kali matang gonad,
serta musim dan frekuensi pemijahan ikan dalam satu tahun.
11
Perkembangan gonad pada ikan secara garis besar dapat dibagi menjadi
dua tahap, yaitu tahap pertumbuhan gonad hingga mencapai tingkat dewasa
kelamin (sexually maturity) dan selanjutnya tahap pematangan gamet. Tahap
pertama berlangsung dari ikan mulai menetas hingga mencapai dewasa kelamin;
sedangkan tahap kedua dimulai setelah ikan mencapai dewasa dan terus
berkembang selama fungsi reproduksi ikan masih berjalan normal (Lagler et
al.,1977; Harvey & Hoar, 1979).
Perubahan tingkat kematangan gonad secara kuantitatif dapat dinyatakan
dengan suatu indeks yang dinamakan indeks kematangan gonad (IKG). Nilai IKG
akan mencapai batas kisaran maksimum pada saat akan terjadi pemijahan dan
akan turun kembali setelah memijah. Fluktuasi nilai IKG pada ikan tropis
umumnya mengikuti pola hidrologis dan tinggi paras air. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa nilai IKG kelompok catfish di sungai dan rawa banjirannya
berkorelasi positif dengan pola curah hujan atau penggenangan (flooding)
(Moodie & Power, 1982; Utomo et al., 1990; Marriott et al., 1997; Marraro et al.,
2005; Lalèyè, 2006).
Fekunditas
Fekunditas ikan merupakan salah satu faktor yang memegang peranan
penting untuk pembentukan populasi dan dinamika populasi. Berdasarkan nilai
fekunditas dapat diperkirakan jumlah ikan yang dihasilkan dalam kelas umur yang
bersangkutan. Fekunditas adalah jumlah telur ikan betina sesaat sebelum
dikeluarkan pada waktu pemijahan. Ada beberapa defenisi yang berbeda dalam
melukiskan aspek lain dari fekunditas yakni fekunditas tahunan potensial
(potential annual fecundity) didefinisikan sebagai jumlah oosit yang matang setiap
tahun termasuk oosit yang mengalami atresia (Hunter et al., 1992 dalam Murua
dan Saborido-Rey, 2003); fekunditas tahunan aktual (annual realized fecundity)
diartikan sebagai jumlah telur yang benar-benar dikeluarkan saat musim
pemijahan, tidak termasuk oosit yang tinggal di dalam ovari atau yang diserap
kembali lewat proses atresia; fekunditas total (total fecundity) didefinisikan
sebagai stok oosit pada suatu waktu tertentu; fekunditas satu kelompok ukuran
oosit tertentu (batch fecundity) diartikan sebagai jumlah telur pada kelompok
12
ukuran oosit tertentu yang dipijahkan. Jumlah total dari semua kelompok ukuran
oosit ini disebut sebagai fekunditas tahunan aktual (Hunter et al., 1992 dalam
Murua dan Saborido-Rey, 2003); fekunditas populasi tahunan (annual population
fecundity) adalah jumlah telur dari semua ikan betina di dalam populasi yang
memijah pada satu musim pemijahan (Bagenal, 1978 dalam Murua dan SaboridoRey, 2003). Untuk menentukan fekunditas ikan sebaiknya dilakukan pada tingkat
kematangan gonad IV dan yang paling baik sesaat sebelum terjadinya pemijahan.
Besarnya jumlah fekunditas dari suatu spesies dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain ketersediaan makanan (Ikomi, 1996), ukuran panjang dan bobot
ikan (Vila-Gispert & Moreno-Amich, 2000; Minto & Nolan, 2006), ukuran
diameter telur (Suzuki et al., 2000) dan faktor lingkungan (Abidin, 1986).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa spesies pada kelompok catfish di sungai
dan rawa banjiran memiliki perbedaan jumlah fekunditas, seperti
ikan
Chrysichthys auratus memiliki fekunditas yang berkisar antara 260-620 butir
(Ikomi & Odum, 1998), ikan Trichomycterus corduvense memiliki fekunditas
yang berkisar antara 627-2947 butir (Marraro et al., 2005), ikan Synodontis schall
dan S. nigrita masing-masing memiliki fekunditas yang berkisar antara 184115076 dan 2647-9212 butir (Lalèyè et al., 2006); ikan Clarias macrocephalus
memiiki fekunditas yang berkisar antara 785-14066 butir (Ali, 1993); fekunditas
ikan C. agboyiensis berkisar antara 2498-35720 (Ezenwaji & Inyang, 1998);
fekunditas ikan K. lais berkisar antara 2995-5880 butir (Pulungan et al., 1985);
fekunditas ikan K. micronema berkisar antara 1245-2256 butir (Utomo et al.,
1990); dan K. limpok memiliki kisaran fekunditas antara 2435-19617 butir
(Elvyra, 2004).
Tipe dan Strategi Pemijahan Ikan
Beberapa spesies ikan beradaptasi untuk mendapatkan keuntungan dari
musim banjiran dengan melakukan reproduksi pada saat awal musim penghujan
sehingga larva ikan mendapatkan makanan dan bertumbuh dengan baik pada
daerah rawa banjiran (Lowe-McConnell, 1987; Hoeinghaus et al., 2003). Secara
khusus spesies ikan predator umumnya memijah lebih awal dibandingkan spesies
13
yang lain, sehingga anak-anak ikan yang menetas menjadi mangsa buat ikan
predator yang mempunyai ukuran yang lebih besar (Paugy, 2002).
Winemiller dan Rose (1990) dalam Paugy (2002) mengelompokkan
strategi pemijahan ikan berkaitan dengan musim banjiran (flood seasonality) ke
dalam tiga kelompok, yakni: (1) oppurtunistic strategists, yaitu ikan yang
berukuran kecil, cepat matang gonad, memiliki telur yang kecil dalam jumlah
yang banyak; pertumbuhan larva yang cepat; rekruitmen yang cepat dan berumur
pendek; (2) periodic strategists, yaitu ikan dengan ukuran yang lebih besar,
memiliki fekunditas yang besar; tidak mengasuh anaknya (absence of parental
care); memijah pada awal musim penghujan dengan waktu pemijahan yang
panjang serta melakukan ruaya pemijahan; (3) equilibrium strategists, yaitu ikan
mengasuh anaknya (parental care), memiliki fekunditas yang kecil dengan
diameter telur yang besar dan memiliki keberhasilan hidup larva lebih tinggi.
Berdasarkan dinamika pengaturan ovari, Wallace dan Selman (1981)
dalam Murua dan Saborido-Rey (2003) mengemukakan ada tiga tipe pemijahan
ikan, yakni (1) Sinkronous, yaitu seluruh oosit berkembang dan diovulasikan pada
waktu yang sama. Ovari seperti ini dapat ditemukan pada ikan teleostei yang
pemijahannya hanya sekali dan kemudian mati; (2) Sinkronous berkelompok,
yaitu ikan yang memiliki dua populasi oosit. Oosit yang besar dikeluarkan pada
musim pemijahan pertama dan selanjutnya oosit yang kecil akan dikeluarkan pada
saat musim pemijahan berikutnya; (3) Asinkronous, yaitu kelompok ikan yang
tidak memiliki populasi oosit yang dominan pada seluruh tahap perkembangan
oosit. Ketika terjadi hidrasi ada pemisahan diameter stok oosit.
Selanjutnya, berdasarkan distribusi relatif oosit dalam ovari maka strategi
reproduksi ikan dapat dibagi dalam dua tipe yaitu tipe total spawner yakni ikan
yang memiliki periode pemijahan tahunan yang pendek; tipe kedua adalah small
brood spawners yakni ikan-ikan yang mengasuh anaknya dan menghasilkan
kelompok telur (batches of eggs) yang kecil beberapa kali dalam setahun (LoweMcConnell, 1987). Distribusi frekuensi oosit ikan Hydrocynus forskalii di Sungai
Cote d’Ivoire berbentuk multimodal yang memberikan pengertian bahwa setiap
ikan betina mampu untuk memijah dua kali dalam setahun jika kondisi lingkungan
memungkinkan (Albaret, 1982 dalam Paugy, 2002).
Download