BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang termasuk kedalam kebutuhan dasar dan juga universal karena umumnya semua individu dimanapun ia berada membutuhkan tidur dan tidak pernah ada individu yang selama masa hidupnya tidak tidur. Hal ini mengindikasikan bahwa tidur memiliki peranan penting bagi manusia, yaitu menjaga kesejahteraan fisik dan kualitas hidup setiap individu. Sehingga tercukupinya kebutuhan tidur bisa membuat seseorang aktif dan fresh dalam menjalankan aktivitasnya, demikian pula sebaliknya (Kozier, 2004). Berpijak dari penjelasan di atas maka secara singkat tidur dapat didefinisikan sebagai suatu aktivitas untuk mengistirahatkan fungsi tubuh dari aktivitas guna menjaga kesejahteraan fisik dan kualitas hidup individu. Definisi tidur tersebut sejalan dengan pendapat Potter & Perry (2005), yang mendefinisikan tidur sebagai perubahan keadaan kesadaran yang terjadi secara terus-menerus dan berulang untuk menyimpan energi dan kesehatan. Begitu juga dengan pendapat Martini (2001), yang mendefinisikan tidur sebagai 1 suatu keadaan tidak sadar (unconsciousness) tetapi dapat dibangunkan dengan perangsangan sensori yang sesuai. Walaupun kedua definisi tersebut sedikit agak berbeda namun pada dasarnya mereka setuju bahwa tidur merupakan merupakan periode tanpa aktivitas. Tidur pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tidur REM (Rapid Eye Movement = gerakan mata cepat), dan tidur NREM (Non Rapid Eye Movement = gerakan mata tidak cepat). Tidur REM merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur paradoksial yang ditandai dengan : mimpi yang bermacam-macam, otot-otot kendor, kecepatan jantung dan pernafasan tidak teratur. Sedang tidur NREM merupakan tidur yang nyaman dan dalam tidur gelombang pendek karena gelombang otak selama NREM lebih lambat daripada gelombang alpha dan beta pada orang yang sadar atau tidak dalam keadaan tidur. Tanda-tanda tidur NREM adalah : mimpi berkurang, keadaan istirahat, tekanan darah turun, kecepatan pernafasan turun, metabolisme turun, gerakan mata lambat (Coates, 2001). Tidur dengan pola yang teratur lebih penting jika dibandingkan dengan jumlah jam tidur. Berapa lama seharusnya seseorang tidur untuk dapat tetap sehat, tanggap, dan aktif tergantung dari usia dan jenis kelamin. Secara garis 2 besar jumlah waktu tidur yang diperlukan oleh setiap orang berdasarkan tingkatan usia adalah : 1) Bayi di bawah usia 11 bulan : 14 sampai 15 jam per hari, 2) Balita : 12 sampai 13 jam per hari, Anak-anak usia 6- 9 tahun : 11 sampai 13 jam per hari, 3) Anak - anak di atas 9 tahun dan Remaja : 10 sampai 11 jam per hari, 4) Orang Dewasa : 7 sampai 8 jam per hari, dan Lanjut Usia : 4 sampai 6 jam per hari (Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2003). Sedang dari jenis kelamin, sebagian besar lelaki dan perempuan membutuhkan kurang lebih 7 sampai 8 jam tidur per hari, namun demikian perempuan memiliki kecenderungan untuk tidur lebih lama dibandingkan lelaki, tetapi juga memiliki kecenderungan untuk lebih mudah terganggu dalam tidurnya (Alawiyah, 2002). Diperkirakan tiap tahun 20%-40% orang dewasa mengalami kesukaran tidur dan 17% diantaranya mengalami masalah serius. Prevalensi gangguan tidur setiap tahun cenderung meningkat, hal ini juga sesuai dengan peningkatan usia dan berbagai penyebabnya. Kaplan dan Sadock (1985) melaporkan kurang lebih 40-50% dari populasi usia lanjut menderita gangguan tidur. Gangguan tidur kronik (10-15%) disebabkan oleh gangguan psikiatri, ketergantungan obat dan alkohol. Data International of Sleep Disorder menyebutkan, prevalensi penyebab-penyebab gangguan tidur adalah: 3 Penyakit asma (61-74%), gangguan pusat pernafasan (4050%), kram kaki malam hari (16%), psycho physiological (15%), sindroma kaki gelisah (5-15%), ketergantungan alkohol (10%), sindroma terlambat tidur (5-10%), depresi (65%), demensia (5%), gangguan perubahan jadwal kerja (2-5%), gangguan obstruksi sesak saluran nafas (1-2%), penyakit ulkus peptikus (<1%), narcolepsy (mendadak tidur) (0,03%0,16%) (Japardi, 2002). Menurut data international of sleep disorder di atas, gangguan penyakit pusat pernafasan termasuk didalamnya penyakit TB memiliki prevalensi yang cukup tinggi (40-50%) sebagai penyebab gangguan tidur. TB merupakan penyakit infeksi penyebab kematian dengan urutan atas atau mortalitas tinggi, angka kejadian penyakit (morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup lama. Di Indonesia, TB masih menempati urutan kedua (7,5 persen) pola penyebab kematian semua umur setelah stroke. Angka kematian tuberkulosis (death rate) secara nasional, diperkirakan sebesar 68 per 100.000 penduduk dan angka kematian kasus (case fatality rate) sebesar 24 persen. Berdasarkan laporan WHO dalam Global Report 2009, pada tahun 2008 Indonesia berada pada peringkat 5 dunia penderita tuberkulosis terbanyak setelah India, China, Afrika Selatan dan Nigeria. 4 Tingginya angka kematian penderita tuberkulosis di Indonesia tentu menjadikan penderita tuberkulosis banyak mengalami berbagai kecemasan terhadap kesembuhan penyakit yang dideritanya. Kondisi cemas tersebut tentu akan mempengaruhi jumlah (Quantity of Sleep) dan kualitas (Quality of Sleep) tidur penderita, seperti gejala primer kurang tidur atau sulit tidur pada tiap malamnya. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Tarwoto & Wartonah (2003), bahwa keadaan sakit dapat menjadikan seseorang kurang tidur atau tidak dapat tidur. Terlebih bagi seseorang yang sedang menjalani rawat inap di rumah sakit. Bagi pasien tuberkulosis, penyakit yang disertai terjadinya nyeri dada, batuk, sesak nafas, nyeri otot, dan keringat malam mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat penderita (Doenges, 2000). Selain itu, kondisi ruang rawat inap juga dapat menyebabkan gangguan pola tidur pasien tuberkulosis, menimbulkan kegaduhan, seperti lampu yang aktifitas yang menyala terang, temperatur udara yang panas karena kurangnya ventilasi, terganggu oleh dengkuran pasien lain ataupun yang terpaksa dibangunkan karena adanya prosedur tindakan tertentu (Kozier., Erb., Berman. & Snyder., 2003). 5 Faktor lainnya yang mengganggu pola tidur pasien tuberkulosis adalah masalah stres dan emosi yang diakibatkan karena perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya (Doenges, 2000), mengalami perasaan isolasi karena penyakit menular (Doenges, 2000), adanya proses pengobatan yang lama (Nodesul, 2005), dan perasaan cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan akibat ketidakmampuan untuk bernafas (Engram, 2003). Menurut data dari catatan medik Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga, pasien Tuberkulosis yang dirawat inap pada tahun 2010 sejumlah 554 pasien dan pada tahun 2011 sejumlah 562 pasien. Berdasarkan pengalaman peneliti ketika praktik klinik Mei 2011 yang lalu didapatkan bahwa dari 15 penderita tuberkulosis, hampir semua pasien terbangun tengah malam karena gangguan klinis penyakit seperti : nyeri dada, batuk, sesak nafas, nyeri otot, dan keringat malam, selain juga disebabkan karena dengkuran pasien lain ataupun yang terpaksa dibangunkan terkait prosedur tindakan tertentu, dan perasaan tertekan karena proses pengobatan yang lama. Temuan-temuan selama praktik klinik Mei 2011 memberikan ketertarikan kepada peneliti untuk melakukan 6 penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pola tidur pasien Tuberkulosis. Untuk itu judul yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pola Tidur Pasien Rawat Inap Tuberkulosis Paru di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga”. 1.2. Masalah Penelitian Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah faktor penyakit, lingkungan ruang rawat inap, stres dan emosi berhubungan dengan pola tidur pasien rawat inap tuberkulosis di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga?”. 1.3. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan faktor penyakit, lingkungan ruang rawat inap, stres dan emosi dengan pola tidur pasien rawat inap tuberkulosis di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga. 2. Tujuan khusus a. Mendeskripsikan faktor Penyakit, lingkungan ruang rawat inap, stres dan emosi pasien rawat inap di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga. 7 b. Untuk mendeskripsikan pola tidur pasien rawat inap tuberkulosis di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga c. Untuk menganalisis hubungan faktor penyakit, lingkungan ruang rawat inap, stres dan emosi pasien rawat inap tuberkulosis dengan pola tidur pasien rawat inap tuberkulosis di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga. d. Untuk mengetahui faktor dominan yang berhubungan dengan pola tidur pasien rawat inap tuberkulosis di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1.4.1. Bagi Pasien Untuk memberikan masukan dan motivasi pentingnya kebutuhan tidur atau istirahat dalam proses penyembuhan penyakitnya sehingga diharapkan dapat diterapkan pola tidur yang mendukung penyembuhan dalam lingkungan rumah. 1.4.2. Bagi Rumah Sakit Untuk memberikan masukan dan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak manajemen rumah sakit 8 dalam upaya peningkatan pelayanan terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan tidur pasien tuberkulosis di Instalasi rawat inap Rumah Sakit Paru dr Ario Wirawan Salatiga. 1.4.3. Bagi Institusi Pendidikan a. Sebagai bahan masukan bagi calon perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan secara holistik. b. Sebagai bahan bacaan, menambah wawasan bagi mahasiswa tenaga kesehatan khususnya keperawatan dalam memahami hubungan faktor penyakit, lingkungan ruang rawat inap, kelelahan, stres dan emosi pasien rawat inap tuberkulosis dengan pola tidur pasien rawat inap tuberkulosis di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga. 1.4.4. Bagi Peneliti a. Memahami secara langsung dalam penerapan ilmu yang diperoleh tentang kebutuhan tidur pasien tuberkulosis b. Menambah wawasan dan pengetahuan khususnya dalam bidang metodologi penelitian di lapangan. 1.4.5. Bagi Profesi Keperawatan Sebagai tambahan informasi dan wawasan bagi perawat mengenai pentingnya pemenuhan kebutuhan 9 tidur pasien tuberkulosis di Instalasi rawat inap Rumah Sakit Paru dr Ario Wirawan Salatiga. 10