Pendahuluan Sejak Perang Dunia I, beberapa pasien

advertisement
Pendahuluan
Sejak Perang Dunia I, beberapa pasien dengan trauma non toraks, pancreatitis berat,
transfusi massif, sepsis, dan kondisi lain yang dikenal respiratory distress, infiltrate paru
difusa, gagal nafas kadang-kadang terjadi setelah keterlambatan selama berjam-jam bahkan
berhari-hari.
Ashbaugh dan teman-teman mendeskripsikan 12 pasien pada tahun 1967
menggunakan istilah adult respiratory distress syndrome(ARDS) untuk kondisi seperti ini.
Seperti definisi yang berkembang pada tahun 1994 oleh American-European Consensus
Conference (AECC) pada ARDS. Istilah acute respiratory distress syndrome lebih lanjut
digunakan daripada istilah adult respiratory distress syndrome karena sindrom tersebut terjadi
pada anak-anak dan dewasa.1,2,3
ARDS merupakan bentuk Acute Lung Injury yang berat, suatu bentuk diffuse alveolar
injury. Berdasarkan AECC, ARDS didefinisikan sebagai kondisi akut dengan karakteristik
bilateral infiltrate pulmonal dan hipoksemia berat. Menurut kriteria ini, keparahan
hipoksemia pada ARDS diartikan dengan rasio PaO2/FiO2, rasio tekanan parsial pada arteri
pasien terhadap oksigen dalam udara inspirasi. Pada ARDS, rasio ini kurang dari 200, dan
pada acute lung injury (ALI) rasionya kurang dari 300. Tambahan pada edema kardiogenik
pulmonal mempunyai tekanan kapiler pulmonal kurang dari 18 mmHg pada pasien dengan
kateter Swan-Ganz.4
National Institutes of Health (NIH) memperkirakan bahwa kejadian tahunan di di
Amerika Serikat yaitu 75 per 100.000 populasi. Penelitian terbaru melaporkan tingkat
kejadian yang lebih rendah dari 1,5 hingga 8,3 per 100.000 populasi. Namun, penelitian
epidemiologi pada tahun 1994 dilaporkan tingginya insidensi tahunan di Skandinavia yaitu
17,9 per 100.000 untuk acute lung injury dan 13,5 per 100.000 pada acute respiratory
distress syndrome. Pada dasarnya hasil penyaringan sejumlah besar pasien dengan NIH Acute
Respiratory Distress Syndrome melebihi tiga tahun yang lalu, beberapa investigator percaya
bahwa perkiraan hasil 75 per 100.000 per tahun itu akurat.5
Tahun 1990, banyak penelitian melaporkan rata-rata mortalitas ARDS adalah 40-70%.
Namun, 2 laporan pada tahun 1990, satu dari rumah sakit di Seattle dan satu dari United
Kingdom mempunyai rata-rata mortalitas yang ,lebih rendah yaitu antara 30-40%.
Penjelasan yang mungkin untuk memperbaiki rata-rata kelangsungan hidup adalah dengan
memperbaiki penatalaksanaan terhadap sepsis.
Mortalitas ARDS meningkat dengan
bertambahnya usia. Penilitian di King County, ditemukan rata-rata 24% mortalitas pasien
usia antara 15 dan 19 tahun dan 60% pada usia 85 tahun ke atas.5
ARDS merupakan tipe gagal nafas yang merupakan hasil dari beberapa bentuk
penyakit yang menyebabkan sejumlah besar cairan terkumpul dalam paru yang bukan
disebabkan oleh kelainan jantung (edema paru non cardiac), onsetnya berlangsung cepat.
Berdasarkan penyebabnya secara garis besar ARDS disebabkan oleh dua hal, yang pertama
yaitu disebabkan oleh Hipoksia atau kegagalan sirkulasi, dan yang kedua karena paparan
iritan paru akut. Pada beberapa kasus, penyebab ARDS tidak spesifik, namun yang pasti
perkembangan ARDS berlangsung dalam waktu yang cepat berkisar antara 12-48 jam sampai
beberapa hari setelah pemicu awal.3
Pada paru-paru terdapat kapiler-kapiler yang berhubungan dengan alveolus pada
bronkus.
Ini merupakan tempat yang penting dimana oksigen lewat dari udara yang
diinhalasi ke dalam darah, yang kemudian membawa oksigen ke seluruh tubuh. Trauma pada
paru yang merusak alveolocapillary junction menyebabkan kebocoran cairan ke dalam
alveoli yang memenuhi alveoli sehingga udara tidak dapat masuk.
kerusakan membran
kapiler alveoli, kemudian terjadi peningkatan permeabilitas endotel kapiler paru dan epitel
alveoli yang mengakibatkan edema alveoli dan interstitial. Adanya peningkatan permeabilitas
kapiler akan menyebabkan cairan merembes ke jaringan interstitial dan alveoli, menyebabkan
edema paru dan atelektasis kongesti yang luas. Terjadi pengurangan volume paru, paru
menjadi kaku dan keluwesan paru (compliance) menurun. Kapasitas sisa berfungsi
(fungsional residual capacity) juga menurun.1,2
Hipoksemia yang berat merupakan gejala penting sindrom gagal pernafasan pada orang
dewasa dan penyebab hipoksemia adalah ketidak seimbangan ventilasi-perfusi, hubungan
arterio-venus (aliran darah mengalir ke alveoli yang kolaps) dan kelainan difusi alveolikapiler sebab penebalan dinding alveoli-kapiler. Penanganan yang lambat pada pasien ARDS
akan menyebabkan terjadinya kematian, maka diperlukan pemahaman yang mendalam
mengenai gejala dan patofisiologi dari ARDS.1
Defenisi
Respiratory Distress Syndrome ( RDS ) adalah perkembangan yang imatur pada system
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai
hyaline membrane disease (HMD). Sindrom Distres Pernafasan adalah perkembangan yang
imatur pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS
dikatakan sebagai hyaline membrane disease (HMD). 1
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi :
Mengamati bagian thorak.
o
Auskultasi :
Menggunakan stetoskop untuk mendengarkan frekuensi nafas
o
Palpasi :
o Menekan bagian thorak untuk mengetahui apakah thoraknya edema dan
nyeri
Perkusi :
o
-
Untuk mengetahui apakah ada cairan dalam paru – paru atau tidak.
Temuan fisik seringkali nonspesifik dan mencakup tachypnea, takikardia, dan
kebutuhan oksigen terinspirasi tinggi konsentrasi untuk mempertahankan saturasi
oksigen.
-
Pasien mungkin demam atau hipotermia.
-
ARDS karena sering terjadi dalam konteks sepsis, berhubungan dengan hipotensi
dan peripheral vasokonstriksi dengan ekstremitas dingin mungkin ada.
-
Sianosis bibir dan kuku tempat tidur dapat terjadi.
mungkin mengungkapkan bilateral rales.
Pemeriksaan paru-paru
-
Karena pasien sering intubated dan ventilasi mekanis, penurunan bunyi napas
lebih dari satu paru-paru mungkin menandakan adanya pneumotoraks atau
endotracheal tabung ke bronkus utama kanan. 1,2
-
Manifestasi dari penyebab yang mendasari, seperti temuan di perut akut
pankreatitis, yang hadir.
-
Dalam septik pasien tanpa sumber yang jelas, perhatikan baik-baik selama
pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi potensi penyebab sepsis, termasuk
tanda-tanda konsolidasi paru-paru atau temuan konsisten dengan perut yang akut.
Pemeriksaan diagnostik/penunjang
 Laboratorium

Analisa gas darah :
Hipoksemia ( pe ↓ PaO2 )
Hipokapnia ( pe ↓ PCO2 ) pada tahap awal karena
o
o
hiperventilasi
Hiperkapnia ( pe ↑ PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi
Alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini
Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap lanjut
o
o
o

Leukositosis (pada sepsis), anemia, trombositopenia (refleksi implamasi sistemik
dan injuri endotel), peningkatan kadar amilase (pada pankreatitis)

Gangguan fungsi ginjal dan hati, tanda koagulasi intravaskular diseminata
(sebagai bagian dari MODS/ multiple organ disfunction syndrome )
Radiologi


Foto dada:
Tahap awal ; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru
Tahap lanjut ; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di alveoli
CT scan: Pola heterogen, predominasi infiltrat pada area dorsal paru (foto sufine). 1-3
Pendekatan klinik untuk mendiagnosis ARDS dilakukan dengan beberapa cara, pertama
melalui pemerikasaan radiografi dada, pada kasus yang berkembang menjadi ARDS
gambaran radiografinya menunjukkan infiltrat alveolus bilateral difus yang konsisten dengan
edema paru, onset awal infiltrat biasanya bervariasi dari ringan atau padat, insterstitial atau
alveolus, tersebar atau konfluen. Infiltrat di rontgen dapat tidak berhubungan dengan derajat
hipoksemia, sebagai contoh pasien dengan stadium awal ARDS mengalami hipoksemia berat
dengan gambaran infiltrat tersebar asimetris yang diinterpretasikan sebagai pneumonia.2,4,5,6,7
Gambar 2. Penampakan Radiologis ARDS
Pemeriksaan laboratorium spesifik untuk diagnosis ARDS tidak ada, tetapi analisis
gas darah penting untuk mengkonfirmasi diagnosis ARDS diamana PaO 2/ FiO2 abnormal.
Bronkoskopi dengan Bronchoalveolar lavage (BAL) merupakan pemeriksaan penting untuk
mengevaluasi pasien yang belum jelas berkembang menjadi ARDS. Suatu keadaan yang
mirip dengan klinis ARDS adalah Acute Lung Injury (AL), tetapi pada ALI kadar PaO 2/ FiO2
dalam darah arteri antara 200-300 mmHg. Tabel 2 nerikut ini menunjukkan kriteria diagnosis
ALI/ARDS berdasarkan AECC. Selanjutnya akan dibicarakan tentang ARDS ditinjau dari
aspek imunologinya. 2,3
Tabel 2. Kriteria Diagnosis ALI/ARDS2
Variabel Klinik
Onset
ALI
Akut
ARDS
Akut
Hipoksemia
PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg
PaO2/FiO2 ≤ 200 mmHg
Radiografi dada
Infiltrat bilateral
Infiltrat bilateral
Penyebab nonkardiak
Tidak ada bukti klinik
Tidak ada bukti klinik
Hipertensi atrium kiri atau
Hipertensi atrium kiri atau
Pulmonary
Pulmonary
capillary
wedge
Pressure ≤ 18 mmHg
capillary
wedge
Pressure ≤ 18 mmHg
Diagnosa banding
Pneumonia
Pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru yang terdapat konsolidasi dan terjadi
pengisian alveoli oleh eksudat yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan benda – benda asing.
Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnu, ekspektorasi sputum, napas
cuping hidung, sesak napas, merintih dan sianosis. Anak yang lebih besar dengan pneumonia
akan lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Tanda
Pneuomonia berupa retraksi atau penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat
bernafas bersama dengan peningkatan frekuensi nafas, perkusi pekak, fremitrus melemah.
Suara napas melemah, dan ronkhi. Gejala penyakit pneumonia berupa napas cepat dan sesak
napas, karena paru meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi
pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari
1 tahun, dan 40 kali permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun.
Pada anak dibawah usia 2 bulan, tidak dikenal diagnosis pneumonia. Pneumonia berat
ditandai dengan adanya batuk juga disertai kesukaran bernafas, napas sesak atau penarikan
dinding dada sebelah bawah ke dalam pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun.
Pada kelompok usia ini dikenal juga pneumonia sangat berat, dengan gejala pneumonia
sangat berat, dengan gejala batuk, kesukaran bernapas disertai gejala sianosis sentral dan
tidak dapat minum. Pada awalnya keluhan batuk tidak produktif, tapi selanjutnya akan
berkembang menjadi batuk produktif dengan mucus purulen kekuningan, kehijauan,
kecoklatan atau kemerahan, dan sering kali berbau busuk. Klien biasanya mengeluh
mengalami demam tinggi dan menggigil (onset mungkin tiba – tiba dan berbahaya ). Adanya
keluhan nyeri dada pleuritis, sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan, lemas dan nyeri
kepala. 3
Edema paru : Edema Paru Akut (Kardiak) adalah edema paru yang disebabkan oleh
meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler yang disebabkan karena meningkatnya tekanan
vena pulmonalis. Edema Paru Akut (Kardiak) menunjukkan adanya akumulasi cairan yang
rendah protein di interstisial paru dan alveoli ketika vena pulmonalis dan aliran balik vena di
atrium kiri melebihi keluaran ventrikel kiri.
Manifestasi dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan radiografi (foto toraks).
Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun kenyataannya secara klinik sukar dideteksi dini.
Stadium 1. Adanya distensi dari pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO.
Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja.
Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada
saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.
Stadium 2. Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal
(garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor intersisial, akan lebih
memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi.
Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini
merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa
aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan
spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja.
Stadium 3. Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi
hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan.
Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left
intrapulmonary shunt.Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat
dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams
digunakan dengan hati-hati.
Edema Paru yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat hipertensi kapiler paru.
Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi arteria koronaria, terjadi edema paru
walaupun tekanan kapiler paru normal, yang dapat dicegah dengan pemberian indomethacin
sebelumnya. Diperkirakan bahwa dengan menghambat cyclooxygenase atau cyclic nucleotide
phosphodiesterase akan mengurangi edema paru sekunder akibat peningkatan permeabilitas
alveolar-kapiler; pada manusia masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Kadang-kadang
penderita dengan Infark Miokard Akut dan edema paru, tekanan kapiler pasak parunya
normal; hal ini mungkin disebabkan lambatnya pembersihan cairan edema secara radiografi
meskipun tekanan kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa penderita
terjadi peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder oleh karena adanya isi
sekuncup yang rendah seperti pada cardiogenic shock lung.
Epidemiologi/Insiden Kasus
ARDS telah menunjukkan hubungan dengan angka kematian hingga setinggi 50% sampai
60%. Angka bertahan hidup sedikit meningkat ketika penyebabnya dapat ditentukan, serta
diobati secara dini dan agresif, terutama pengguna tekanan ekspirasi akhir positif (PPEP).
Tahunan insiden dari ARDS adalah 1,5-13,5 orang per 100.000 orang dalam populasi umum.
Its insiden di unit perawatan intensif (ICU), ventilasi mekanis penduduk jauh lebih tinggi.
ETIOLOGI
Inflamasi ekstensif luas paru-paru pada ARDS merupakan proses patogenesis dalam
respon terhadap berbagai penyebab yang menyebabkan kerusakan paru secara langsung
maupun tidak langsung. Beberapa penyebab dari ARDS dapat dilihat pada tabel 1.Acute Lung
Injury (ALI) merupakan bentuk kelainan serupa dalam spektrum yang lebih rendah, namun
potensial untuk berevolusi menjadi ARDS.2,4
Tabel 1.Faktor risiko terjadinya ARDS2,4
Penyakit yang terjadi di jaringan paru
Pneumonia
Penyakit yang terjadi di luar paru
Sepsis
Aspirasi dari isi lambung
Trauma berat
Kontusio paru
Fraktur tulang multipel
Kasus tenggelam
Iga gambang
Inhalasi zat toksik
Trauma Kepala
Luka Bakar
Transfusi berulang
Overdosis Obat
Pankreatitis
Paska Pintas Kardiopulmoner
Faktor-faktor yang mempengaruhi atau meningkatkan risiko terjadinya ARDS sangat banyak,
tidak semua pasien dengan penyebab dasar berkembang menjadi ARDS. Berbagai variasi
klinik dihubungkan dengan peningkatan risiko terjadinya ARDS termasuk diantaranya
peminum alkohol, hipoproteinemia, usia lanjut, keparahan penyakit dan luasnya kerusakan
diukur dengan skor APHACHE, hipertransfusi produk darah, dan merokok.2,4
GAMBARAN KLINIS
Perkembangan ARDS biasanya cepat, terjadi dalam waktu 12-48 jam dari penyakit
penyebab. Inflamasi yang terjadi di paru menurunkan komplain paru sehingga menyebabkan
peningkatan usaha paru untuk bernafas, tidal volume kecil dan takipnu. Pernapasan yang
cepat atau oksigenasi rendah, pasien dengan ARDS secara khusus mempunyai analisis gas
darah awal yang emnunjukkan PaO2 kurang dari 50-55 mmHg dan pulse oymetry mencatat
kurang dari 85% saturasi O2 arterial.2,4,5,6
Gambar1. Alveolus Normal
Menurut American European Consensus Conference (AECC) pada tahun 1994 definisi ARDS
terdiri dari gagal nafas (respiratory failure/distress) dengan onset akut, rasio tekanan oksigen
pembuluh arteri berbanding fraksi oksigen yang diinspirasi (PaO 2/ FiO2) < 200 mmHg
hipoksemia berat, secara radiologis infiltrat bialteral yang konsisten dengan edema paru,
oksigenasisistemik yang tidak baik, dan tidak ditemukannya hipertensi serambi kiri (gagal
jantung kiri).
Patofisiologi terjadinya penyakit
ARDS dimulai dengan kerusakan pada epitel alveolar dan endotel mikrovaskuler.
Kerusakan awal dapat diakibatkan injury langsung atau tidak langsung. Kedua hal tersebut
mengaktifkan kaskade inflamasi, yang dibagi dalam 3 fase yang dapat dijumpai secara
tumpang tindih : Inisiasi, Amplikasi, dan injury.
Pada fase inisiasi, kondisi yang menjadi faktor resiko akan menyebabkan sel – sel imun dan
non imun melepaskan mediator – mediator dan modulator – modulator inflamasi di dalam
paru dan ke sistemik.
Pada fase amflikasi, sel efektor seperti netrofil teraktifasi, tertarik ke dan tertahan di dalam
paru. Di dalam organ target tersebut mereka melepaskan mediator inflamasi, termasuk
oksidan dan protease, yang secara langsung merusak paru dan mendorong proses inflamasi
selanjutnya.
Fase ketiga disebut fase injury. Kerusakan pada membran alveolar-kapiler menyebabkan
peningkatan permiabilitas membran, dan aliran cairan yang kaya protein masuk ke ruang
alveolar.
Cairan dan protein tersebut merusak integritas surfaktan di alveolus, dan terjadi kerusakan
lebih jauh.
Terdapat 3 fase kerusakan alveolus : Fase eksudatif (ditandai edema interstisial dan alveolar,
nekrosis sel pneumosit tipe 1 dan denudasi/terlepasnya membran basalis, pembengkakan sel
endotel dengan pelebaran interselular junction, terbentuknya membran hialin pada duktus
alveolar dan ruang udara, dan inflamasi neotrofil. Juga ditemukan hipertensi pulmoner dan
berkurangnya compliance paru. Fase proliferatif : Paling cepat timbul setelah 3 hari sejak
onset, ditandai proliferasi sel epitel pneumosit tipe 2. Fase fibrosis : Kolagen meningkat dan
paru menjadi padat karena fibrosis. 4
Gejala Klinis
Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah : 4,5
o
Penurunan kesadaran mental
o
Takikardi (denyut jantung cepat), takipnea(nafas cepat)
o
Dispnea dengan kesulitan bernafas
o
Terdapat retraksi interkosta
o
Sianosis
o
Hipoksemia
o
Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing
o
Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop
o
Hipotensi
o
Febris (demam).
5. Therapi/tindakan penanganan
-
Ambil alih fungsi pernapasan dengan ventilator mekanik
-
Obat – obatan

Kortikoseroid pada pasien dengan usia lanjut ARDS / ALI atau fase
fibroproliferatif, yaitu pasien dengan hipoksemia berat yang persisten, pada atau
sekitar hari ke 7 ARDS. Rekomendasi mengenai hal ini masih menunggu hasil
studi multi senter RCT besar yang sedang berlangsung.

Inhalasi nitric oxide ( NO) memberi efek vasodilatasi selektif pada area paru yan
terdistribusi, sehingga menurunkan pirau intrapulmoner dan tekanan arteri
pulmoner, memperbaiki V/Q matching dan oksigenasi arterial. Diberikan hanya
pada pasien dengan hipoksia berat yang refrakter.
-
Posisi pasien: posisi telungkup meningkatkan oksigenasi, tetapi tidak mengubah
mortalitas. Perhatian terutama saat merubah posisi terlentang ke telungkup, dan
mencegah dekubitus pada area yang menumpu beban.
-
Cairan : pemberian cairan harus menghitung keseimbangan antara :

Kebutuhan perfusi organ yang optimal

Masalah ekstra vasasi cairan ke paru dan jaringan : peningkatan tekanan
hidrostatik intravascular mendorong akumulasi cairan di alveolus. 5
PROGNOSIS
Walaupun banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui mekanisme ARDS,
perbaikan pengobatan dan teknik ventilator tapi mortalitas pasien dengan ARDS masih cukup
tinggi yaitu > 50%. Beberapa pasien yang bertahan hidup akan didapatkan fibrosis pada
parunya dan disfungsi pada proses difusi gas/udara Sebagian pasien dapat pulih kembali
dengan cukup baik walaupun setelah sakit berat dan perawatan ICU yang lama. 5,6
KOMPLIKASI
Karena ARDS adalah kondisi yang sangat serius yang memerlukan bentuk terapi
invasif bukan tanpa risiko. Komplikasi yang harus dipertimbangkan adalah: 4-6

Paru: barotrauma (volutrauma), emboli paru (PE), fibrosis paru, ventilatorassociated pneumonia (VAP).
Gastrointestinal: pendarahan (ulkus), dysmotility, pneumoperitoneum, bakteri

translokasi.

Jantung: aritmia, infark disfungsi

Ginjal: gagal ginjal akut (ARF), keseimbangan cairan positif.

Mechanical: vaskular cedera, pneumotoraks (dengan menempatkan kateter arteri
paru-paru), trakea cedera / stenosis (hasil intubasi dan / atau iritasi dengan
endotracheal tabung.

Nutritional: malnutrition (catabolic state), electrolyte deficiencGizi: gizi buruk
(katabolik negara), kekurangan elektrolit
Pengkajian Awal
Airway : Pasien mengeluh sesak nafas. Terlihat pasien kesulitan bernafas, mungkin terjadi
crakles, ronchi, dan suara nafas bronkhial.
Breathing: pasien mengeluh sesak nafas, pernafasan cepat dan dangkal, Peningkatan kerja
nafas ; penggunaan otot bantu pernafasan seperti retraksi intercostal atau substernal, nasal
flaring, meskipun kadar oksigen tinggi. Suara nafas : biasanya normal, mungkin pula terjadi
crakles, ronchi, dan suara nafas bronkhial. Perkusi dada : Dull diatas area konsolidasi.
Penurunan dan tidak seimbangnya ekpansi dada. Peningkatan fremitus (tremor vibrator pada
dada yang ditemukan dengan cara palpasi. Sputum encer, berbusa.
Circulation : pasien mengeluh sesak nafas, tekanan darah bisa normal atau meningkat
(terjadinya hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock). Heart rate : takikardi
biasa terjadi. Bunyi jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic) dapat terjadi.
Disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normal. Kulit dan membran mukosa :
mungkin pucat, dingin. Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut).
Kesimpulan
Sindroma gagal nafas adalah gangguan fungsi paru akibat kerusakan alveoli yang
difus, ditandai dengan kerusakan sawar membrane kapiler alveoli, sehingga menyebabkan
terjadinya edema alveoli yang kaya protein disertai dengan adanya hipoksemia. Kelainan ini
umumnya timbul mendadak pada pasien tanpa kelainan paru sebelumnya dan dapat
disebabkan oleh berbagai macam keadaan.
Daftar Pustaka
1. Eloise M. Harman,MD. Rajat, Walia, MD. 2005. Acute Respiratory Distress Syndrome.
http://www.emedicine.com/med/topic70.htm
2.
Aryanto Suwondo, Ishak Yusuf, Cleopas Martin Lumende, 2001. Sindrome Gagal Nafas
Pada Orang Dewasa dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi Ketiga. Hal : 907914
3.
Josep Varon,MD, F.A.C.A, F.A.C.P, Oliver C Wenker,MD, D.E.A.A. 1997, The Acute
Respiratory Distress Syndrome : Myths and Controversies.
http://www.ispub.com/ostia/index.php?
xmlPrinter=true&xmlFilePath=journals/ijeicm/vol1n1/ards.xml
4.
Sylia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 1995, Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses
Penyakit Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Hal : 739-740
5.
Mark J D Griffiths dan Timothy W Evans, 2003, Acute Respiratory Distress Syndrome
dalam Respiratori Medicine, volume I Edisi 3, RDC Group LTD.
6.
Hood Alsagaf, M. Jusuf Wibisono, Winariani, 2004, Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru, Bagian
Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR –RSU Dr. Sutomo, Surabaya. Hal : 186-189.
Download