VII. PERMINTAAN LPG (LIQUEFIED PETROLEUM GAS

advertisement
VII. PERMINTAAN LPG (LIQUEFIED PETROLEUM GAS)
PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG
TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR
7.1
Permintaan LPG Pedagang Martabak Kaki Lima di Kota Bogor
Permintaan LPG pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor didapat
dengan memasukkan variabel-variabel independen yang diduga mempengaruhi
permintaan LPG ke dalam persamaan regresi linear berganda. Hasil pengolahan
data dengan program Minitab versi 15 menunjukkan hasil pendugaan fungsi
permintaan LPG pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor pada Tabel 42.
Tabel 42. Hasil Pendugaan Fungsi Permintaan LPG Pedagang Martabak
Kaki Lima di Kota Bogor
Prediktor
Koef-
T-Hit
319.85
Standar
Error
87.96
VIF
E
3.64
0.001
-0.03061
0.01056
-2.90
0.007*
1.677
-4.15475
-0.00000158
0.00000986
-0.16
0.874
1.550
-0.01809
Harga Terigu (PTRG)
-0.001485
0.006386
-0.23
0.818
2.333
-0.27697
Harga Mentega (PMTG)
-0.001347
0.001073
-1.26
0.219
1.305
-0.65332
Harga Gula (PGLA)
-0.006315
0.005242
-1.20
0.238
1.162
-1.74403
Harga Telur (PTAY)
-0.003553
0.001375
-2.58
0.015*
1.815
-1.46276
Harga Rata-Rata
Martabak (PRMS)
Jumlah Tenaga Kerja
(JTK)
Dummy Jenis Martabak
(D1)
R-Sq
0.0004658
0.0008484
0.55
0.587
1.449
0.14643
9.490
1.527
6.22
0.000*
1.972
0.40104
18.521
4.427
4.18
0.000*
1.153
-
Constanta
Harga LPG (PLPG)
Harga Kompor (PKGS)
R-Sq (adj)
P
86.3%
82.2%
Durbin-Watson
1.82948
F-hit
21.06
Peluang
0.000
Keterangan :
* Nyata pada taraf α 10 persen
Sumber : Data diolah (2011)
95
Berdasarkan Tabel 42, maka fungsi permintaan LPG pedagang martabak kaki
lima di Kota Bogor adalah sebagai berikut :
DLPGMT
=
320 – 0.0306 PLPG – 0.000002 PKGS – 0.00149 PTRG –
0.00135 PMTG – 0.00631 PGLA – 0.00355 PTAY + 0.000466
PRMS + 9.49 JTK + 18.5 D1 + e
Berdasarkan Tabel 42 dapat dilihat bahwa pada fungsi permintaan LPG
pedagang martabak kaki lima semua variabel bebas memiliki tanda koefisien yang
sama dengan hipotesis yang diharapkan. Variabel harga LPG bertanda negatif (-),
harga kompor gas sebagai barang komplementer bertanda negatif (-), harga tepung
terigu, harga mentega, harga gula, harga telur ayam, sebagai barang input
produksi martabak bertanda negatif (-), rata-rata harga martabak, jumlah tenaga
kerja, dan dummy jenis martabak bertanda positif (+).
Koefisien determinasi (R-sq) merupakan ukuran kesesuaian garis regresi
linear berganda terhadap suatu data. Berdasarkan Tabel 42, fungsi permintaan
LPG pedagang martabak kaki lima memiliki R-sq sebesar 86.3 persen. Artinya
bahwa keragaman permintaan LPG pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor
dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas sebesar 86.3 persen, sedangkan
sisanya sebesar 13.7 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak
terdapat dalam fungsi permintaan.
Uji statistik F menunjukkan hasil bahwa secara keseluruhan, variabelvariabel bebas (harga LPG, harga kompor gas, harga terigu, harga mentega, harga
gula, harga telur ayam, harga rata-rata-masakan, jumlah tenaga kerja, dan dummy
jenis martabak) berpengaruh nyata terhadap permintaan LPG pedagang martabak
kaki lima di Kota Bogor. Artinya perubahan permintaan LPG dipengaruhi oleh
96
perubahan variabel-variabel bebas (harga LPG, harga kompor gas, harga terigu,
harga mentega, harga gula, harga telur ayam, harga rata-rata-masakan, jumlah
tenaga kerja, dan dummy jenis martabak) secara bersamaan. Hal ini terlihat dari Pvalue untuk uji statistik F yaitu sebesar 0.000 yang lebih kecil dari α = 0.10.
Hipotesis menyatakan bahwa apabila Fhitung lebih besar dari Ftabel atau nilai
probabilitas kurang dari taraf nyata (α) tertentu maka terjadi tolak H0, artinya
variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel tidak
bebas. Berdasarkan Tabel 42 diperoleh Fhitung sebesar 21.06 Jika α = 0.10 maka
Fhitung (21.06) lebih besar dari Ftabel = (1.828), maka kesimpulan yang diperoleh
adalah tolak H0. Hal ini berarti bahwa secara bersama-sama variabel-variabel
bebas (harga LPG, harga kompor gas, harga tepung terigu, harga mentega, harga
gula, harga telur ayam, harga rata-rata martabak, jumlah tenaga kerja, dan dummy
jenis martabak) berpengaruh nyata pada permintaan LPG pedagang martabak kaki
lima pada selang kepercayaan 90 persen.
Uji-t dilakukan dengan melihat nilai probabilitas masing-masing variabel
tidak bebas yang lebih kecil dari taraf nyata 10 persen atau 0.10. Uji statistik t
menunjukkan bahwa nilai probabilitas variabel harga LPG (PLPG), harga telur
ayam (PTAY), jumlah tenaga kerja (JTK), dan dummy martabak telur (D1) lebih
kecil dari 0.10 yang berarti bahwa variabel harga LPG, harga telur ayam, jumlah
tenaga kerja dan dummy martabak telur berpengaruh nyata pada permintaan LPG
pedagang martabak kaki lima pada taraf nyata 10 persen. Variabel harga kompor
gas (PKGS), harga tepung terigu (PTRG), harga gula (PGLA), harga mentega
(PMTG), dan harga rata-rata martabak (PRMS) menunjukkan nilai probabilitas
yang lebih besar dari 0.10 yang berarti bahwa variabel-variabel tersebut tidak
97
berpengaruh nyata pada permintaan LPG pedagang martabak kaki lima pada taraf
nyata 10 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa secara parsial, hanya harga LPG,
harga telur ayam, jumlah tenaga kerja dan dummy jenis martabak yang signifikan
mempengaruhi permintaan LPG pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor.
Fungsi dugaan yang baik harus memenuhi kriteria ekonometrika yang
meliputi pengujian asumsi-asumsi dasar seperti tidak terjadinya
kasus
heteroskedastisitas, non multikolinearitas, dan tidak terjadi kasus autokorelasi.
Fungsi penduga yang baik memiliki variasi dari satu pengamatan ke pengamatan
yang lain tetap. Heteroskedastisitas dideteksi dengan menggunakan grafik scatter
plot seperti pada Lampiran 10. Lampiran 10 menunjukkan titik-titik menyebar
secara acak, tidak membentuk pola tertentu yang jelas, dan tersebar baik di atas
maupun di bawah angka nol pada sumbu Y. Hal ini berarti tidak terjadi
heteroskedastisitas pada fungsi permintaan LPG pedagang martabak kaki lima,
sehingga fungsi tersebut layak dipakai untuk memprediksi permintaan LPG
berdasarkan masukan variabel bebasnya.
Pembuktian tidak adanya multikolinearitas dalam fungsi permintaan LPG
pedagang martabak kaki lima dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor
(VIF) pada masing-masing variabel bebas. Jika nilai VIF kurang dari sepuluh,
artinya persamaan tersebut tidak mengalami masalah multikolinearitas. Tabel 42
menunjukkan bahwa nilai VIF semua variabel bebas lebih kecil dari 10, yaitu
antara 1.15 sampai 2.3 sehingga antara variabel bebas yang satu dengan variabel
bebas yang lain tidak terjadi hubungan yang mendekati sempurna ataupun
hubungan yang sempurna. Berdasarkan hal tersebut, fungsi permintaan LPG
pedagang martabak kaki lima sudah memenuhi asumsi non multikolinearitas.
98
Asumsi yang terakhir yang harus dipenuhi adalah tidak terdapat
autokorelasi. Autokorelasi berarti terdapat korelasi antar anggota sampel atau data
pengamatan
yang
diurutkan
berdasarkan
waktu.
Output
hasil
regresi
memperlihatkan nilai statistik DW adalah 1.82948, dimana dL bernilai 1.01 dan
dU bernilai 2.07. Nilai DW berada di antara 1.01 dan 1.93 (dL < DW < 4-dU), hal
ini berarti fungsi pemintaan LPG pedagang martabak kaki lima bebas dari
masalah autokorelasi. Dengan dipenuhinya ke-tiga asumsi dasar tersebut
menunjukkan bahwa fungsi permintaan LPG pedagang martabak di Kota Bogor
memenuhi kriteria model yang baik secara ekonometrika. Pembahasan mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan LPG pedagang martabak kaki lima
di Kota Bogor menyangkut tingkat signifikansi koefisien masing-masing variabel
bebas terhadap permintaan LPG, kesesuaian tanda koefisien dengan hipotesis
awal, dan kondisi di lapangan yang mendukung interpretasi faktor-faktor tersebut.
7.1.1
Harga LPG
Harga LPG (PLPG) rata-rata yang dibeli pedagang martabak kaki lima di
Kota Bogor adalah Rp 4 980.00 per kg. Koefisien variabel harga LPG memiliki
tanda negatif. Tanda ini sesuai dengan tanda yang diharapkan pada hipotesis awal,
dimana harga LPG berpengaruh negatif terhadap permintaan LPG. Berdasarkan
hasil analisis regresi, nilai koefisien regresi harga LPG adalah 0.03061. Artinya
setiap kenaikan harga LPG sebesar satu rupiah per kg, akan menurunkan
permintaan LPG sebesar 0.03061 kg dengan asumsi variabel lain tetap, cateris
paribus. Nilai probabilitas variabel harga LPG adalah 0.007 lebih kecil dari α =
0.10 yang berarti harga LPG berpengaruh nyata terhadap permintaan LPG
pedagang martabak di Kota Bogor pada selang kepercayaan 99.3 persen.
99
Elastisitas harga LPG terhadap permintaan LPG adalah 4.15475, yang
berarti kenaikan harga LPG rata-rata satu persen akan menurunkan jumlah LPG
yang diminta sebesar 4.15475 persen. Nilai elastisitas harga LPG bersifat elastic,
artinya perubahan peningkatan harga LPG memberikan respon yang lebih besar
terhadap penurunan jumlah LPG yang diminta pedagang martabak kaki lima di
Kota Bogor. Saat ini LPG adalah bahan bakar utama yang digunakan para
pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor, harga dan keberadaan LPG sangat
mempengaruhi usaha ini. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan harga LPG
yang besar akan menyebabkan pedagang martabak mencari alternatif bahan bakar
lain yang lebih murah.
7.1.2
Harga Kompor Gas
Kompor gas sebagai barang komplementer LPG diduga sebagai salah
satu variabel yang mempengaruhi permintaan LPG. Harga kompor gas (PKGS)
rata-rata yang dipakai pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor adalah Rp 331
875.00. Koefisien regresi variabel harga kompor gas bernilai negatif. Tanda ini
sesuai dengan tanda yang diharapkan pada hipotesis awal, dimana harga kompor
gas berpengaruh negatif terhadap permintaan LPG. Nilai koefisien regresi PKGS
sebesar 0.00000158 berarti kenaikan harga kompor gas sebesar satu rupiah akan
mengakibatkan penurunan jumlah LPG yang diminta sebesar 0.00000158 kg
dengan asumsi variabel lain tetap, cateris paribus. Harga kompor gas tidak
berpengaruh nyata terhadap permintaan LPG pedagang martabak kaki lima di
Kota Bogor pada selang kepercayaan 90 persen. Berdasarkan Tabel 42 nilai
probabilitasnya adalah sebesar 0.874 lebih besar dari α = 0.10 yang berarti harga
100
kompor gas akan berpengaruh nyata terhadap permintaan LPG pedagang
martabak kaki lima di Kota Bogor sampai pada selang kepercayaan 12.6 persen.
Elastisitas harga kompor gas terhadap permintaan LPG adalah 0.01809,
yang berarti kenaikan harga kompor gas rata-rata satu persen akan menurunkan
jumlah LPG yang diminta sebesar 0.01809 persen. Nilai elastisitas harga kompor
gas bersifat inelastis yang berarti perubahan peningkatan harga kompor gas
memberikan respon yang lebih kecil terhadap penurunan jumlah LPG yang
diminta pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor. Kompor gas yang
digunakan pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor sebagian besar adalah
kompor gas dua pit. Kompor gas ini dapat digunakan selama lima tahun atau
lebih, sehingga kenaikan harga kompor gas pada waktu tertentu tidak langsung
berpengaruh pada permintaan LPG oleh pedagang martabak kaki lima.
7.1.3
Harga Tepung Terigu
Tepung terigu adalah salah satu bahan baku dalam pembuatan martabak
sehingga harga tepung terigu diduga sebagai salah satu variabel yang
mempengaruhi permintaan LPG pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor.
Harga tepung terigu (PTRG) rata-rata yang digunakan pedagang martabak kaki
lima di Kota Bogor adalah Rp 6 818.00 per kg. Koefisien variabel harga tepung
terigu memiliki tanda negatif sesuai dengan tanda yang diharapkan pada hipotesis
awal, artinya kenaikan harga tepung terigu akan menurunkan permintaan LPG.
Berdasarkan hasil analisis regresi, nilai koefisien regresi harga tepung terigu
adalah 0.001485. Hal ini dapat berarti peningkatan harga tepung terigu sebesar
satu rupiah per kg, akan menurunkan permintaan LPG sebesar 0.001485 kg
dengan asumsi variabel lain tetap, cateris paribus. Variabel harga tepung terigu
101
memiliki nilai probabilitas 0.818 lebih besar dari α = 0.10 yang berarti bahwa
variabel harga tepung terigu tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan LPG
pada selang kepercayaan 90 persen. Nilai 0.818 juga menunjukkan bahwa harga
tepung terigu akan menjadi berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 18.2
persen.
Elastisitas silang harga tepung terhadap permintaan LPG adalah 0.27697,
yang berarti peningkatan harga tepung terigu rata-rata satu persen akan
menurunkan jumlah LPG yang diminta sebesar 0.27697 persen. Nilai elastisitas
harga tepung terigu bersifat inelastis yang berarti perubahan peningkatan harga
tepung terigu memberikan respon yang lebih kecil terhadap penurunan jumlah
LPG yang diminta pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor. Nilai elastisitas
silang ini menunjukkan nilai yang negatif. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal
yang menduga bahwa tepung terigu adalah barang komplementer atau pelengkap
dari LPG.
7.1.4
Harga Mentega
Mentega juga termasuk salah satu bahan baku pembuatan martabak.
Harga mentega (PMTG) rata-rata yang digunakan pedagang martabak kaki lima di
Kota Bogor adalah Rp 17 750.00 per kg. Koefisien variabel harga mentega
memiliki tanda negatif. Tanda ini sesuai dengan tanda yang diharapkan pada
hipotesis awal. Berdasarkan hasil analisis regresi, nilai koefisien regresi harga
mentega adalah 0.001347. Hal ini dapat berarti peningkatan harga mentega
sebesar satu rupiah per kg, akan menurunkan permintaan LPG sebesar 0.001347
kg dengan asumsi variabel lain tetap, cateris paribus. Berdasarkan hasil analisis
regresi, variabel harga mentega memiliki nilai probabilitas 0.219 lebih besar dari
102
α = 0.10 yang berarti bahwa variabel harga mentega tidak berpengaruh nyata
terhadap permintaan LPG pada selang kepercayaan 90 persen.
Elastisitas silang harga mentega terhadap permintaan LPG adalah
0.65332, yang berarti peningkatan harga mentega rata-rata satu persen akan
menurunkan jumlah LPG yang diminta sebesar 0.65332 persen. Nilai elastisitas
harga mentega bersifat inelastis yang berarti perubahan peningkatan harga
mentega memberikan respon yang lebih kecil terhadap penurunan jumlah LPG
yang diminta pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor. Nilai elastisitas silang
ini menunjukkan nilai yang negatif, menunjukkan bahwa mentega adalah barang
komplementer atau pelengkap dari LPG dalam pembuatan martabak.
7.1.5
Harga Gula
Gula sebagai salah satu bahan baku pembuatan martabak diduga sebagai
salah satu variabel yang mempengaruhi permintaan LPG pedagang martabak kaki
lima di Kota Bogor. Harga gula (PGLA) rata-rata yang digunakan pedagang
martabak kaki lima di Kota Bogor adalah Rp 10 137.50 per kg. Koefisien variabel
harga gula memiliki tanda negatif. Tanda ini sesuai dengan tanda yang diharapkan
pada hipotesis awal. Berdasarkan hasil analisis regresi, nilai koefisien regresi
harga gula adalah 0.006315. Hal ini dapat berarti peningkatan harga gula sebesar
satu rupiah per kg, akan menurunkan permintaan LPG sebesar 0.006315 kg
dengan asumsi variabel lain tetap, cateris paribus. Berdasarkan hasil analisis
regresi, variabel harga gula memiliki nilai probabilitas 0.238 lebih besar dari α =
0.10 yang berarti bahwa variabel harga gula tidak berpengaruh nyata terhadap
permintaan LPG pada selang kepercayaan 90 persen. Nilai 0.238 menunjukkan
103
bahwa harga gula akan menjadi berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 76.2
persen.
Elastisitas silang harga gula terhadap permintaan LPG adalah 1.74403,
yang berarti peningkatan harga gula rata-rata satu persen akan menurunkan
jumlah LPG yang diminta sebesar 1.74403 persen. Nilai elastisitas harga gula
bersifat elastis yang berarti perubahan peningkatan harga gula memberikan respon
yang lebih besar terhadap penurunan jumlah LPG yang diminta pedagang
martabak kaki lima di Kota Bogor. Nilai elastisitas silang ini menunjukkan nilai
yang negatif, menunjukkan bahwa gula adalah barang komplementer atau
pelengkap dari LPG dalam pembuatan martabak.
7.1.6
Harga Telur Ayam
Telur ayam adalah salah satu bahan baku pembuatan martabak diduga
sebagai salah satu variabel yang mempengaruhi permintaan LPG pedagang
martabak kaki lima di Kota Bogor. Harga telur ayam (PTAY) rata-rata yang
digunakan pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor adalah Rp 15 113.00 per
kg. Koefisien variabel harga telur ayam memiliki tanda negatif. Tanda ini sesuai
dengan tanda yang diharapkan pada hipotesis awal. Berdasarkan hasil analisis
regresi, nilai koefisien regresi harga telur ayam adalah 0.003553. Hal ini dapat
berarti peningkatan harga telur ayam sebesar satu rupiah per kg, akan menurunkan
permintaan LPG sebesar 0.003553 kg dengan asumsi variabel lain tetap, cateris
paribus. Hasil analisis regresi menunjukkan variabel harga telur ayam memiliki
nilai probabilitas 0.015 lebih kecil dari α = 0.10 yang berarti bahwa variabel harga
telur ayam berpengaruh nyata terhadap permintaan LPG pada selang kepercayaan
90 persen.
104
Elastisitas silang harga telur ayam terhadap permintaan LPG adalah
1.46276, yang berarti peningkatan harga telur ayam rata-rata satu persen akan
menurunkan jumlah LPG yang diminta sebesar 1.46276 persen. Nilai elastisitas
harga telur ayam bersifat elastis yang berarti perubahan peningkatan harga telur
ayam memberikan respon yang lebih besar terhadap penurunan jumlah LPG yang
diminta pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor. Nilai elastisitas silang ini
menunjukkan nilai yang negatif, menunjukkan bahwa telur ayam adalah barang
komplementer atau pelengkap dari LPG dalam pembuatan martabak.
7.1.7
Harga Rata-Rata Martabak
Pada penelitian ini harga rata-rata martabak (PRMS) diduga sebagai
salah satu variabel yang mempengaruhi permintaan LPG pedagang martabak kaki
lima di Kota Bogor. Harga rata-rata martabak yang dihasilkan pedagang martabak
kaki lima di Kota Bogor adalah Rp 10 000.00 sampai Rp 15 000.00 per martabak.
Koefisien variabel harga rata-rata martabak memiliki tanda positif. Tanda ini
sesuai dengan tanda yang diharapkan pada hipotesis awal. Harga rata-rata
martabak memiliki hubungan yang positif dengan permintaan LPG, karena
dengan meningkatnya harga jual produk maka pedagang sebagai produsen akan
meningkatkan jumlah output yang ditawarkan sehingga jumlah martabak yang
dihasilkan semakin banyak dan membutuhkan LPG lebih banyak. Berdasarkan
hasil analisis regresi, nilai koefisien regresi harga rata-rata martabak adalah
0.0004658. Hal ini dapat berarti peningkatan harga rata-rata martabak sebesar satu
rupiah per martabak, akan meningkatkan permintaan LPG sebesar 0.0004658 kg
dengan asumsi variabel lain tetap, cateris paribus. Berdasarkan hasil analisis
regresi, variabel harga rata-rata martabak memiliki nilai probabilitas 0.587 lebih
105
besar dari α = 0.10 yang berarti bahwa variabel harga rata-rata martabak tidak
berpengaruh nyata terhadap permintaan LPG pada selang kepercayaan 90 persen.
Harga rata-rata martabak akan menjadi berpengaruh nyata pada selang
kepercayaan 41.3 persen.
Elastisitas silang harga rata-rata martabak terhadap permintaan LPG
adalah 0.14643, yang berarti peningkatan harga rata-rata martabak satu persen
akan meningkatkan jumlah LPG yang diminta sebesar 0.14643 persen. Nilai
elastisitas harga rata-rata martabak bersifat inelastis yang berarti perubahan
peningkatan harga rata-rata martabak memberikan respon yang lebih kecil
terhadap peningkatan jumlah LPG yang diminta pedagang martabak kaki lima di
Kota Bogor.
7.1.8
Jumlah Tenaga Kerja
Pada penelitian ini jumlah tenaga kerja diduga sebagai salah satu variabel
yang mempengaruhi permintaan LPG pedagang martabak kaki lima di Kota
Bogor. Jumlah tenaga kerja (JTK) juga menunjukkan skala usaha martabak kaki
lima. Jumlah tenaga kerja pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor rata-rata
adalah satu orang. Koefisien variabel jumlah tenaga kerja memiliki tanda positif.
Tanda ini sesuai dengan tanda yang diharapkan pada hipotesis awal. Jumlah
tenaga kerja memiliki hubungan yang positif dengan jumlah permintaan LPG,
berarti semakin banyak jumlah tenaga kerja menunjukkan skala usaha yang lebih
besar sehingga membutuhkan LPG lebih banyak. Berdasarkan hasil analisis
regresi, nilai koefisien regresi jumlah tenaga kerja adalah 9.490. Hal ini dapat
berarti penambahan jumlah tenaga kerja satu orang, akan meningkatkan
permintaan LPG sebesar 9.490 kg dengan asumsi variabel lain tetap, cateris
106
paribus. Hasil analisis regresi menunjukkan variabel jumlah tenaga kerja memiliki
nilai probabilitas 0.000 lebih kecil dari α = 0.10 yang berarti bahwa variabel
jumlah tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap permintaan LPG pada selang
kepercayaan 90 persen. Nilai 0.000 juga menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja
berpengaruh nyata sampai pada selang kepercayaan 100 persen.
Elastisitas jumlah tenaga kerja terhadap permintaan LPG adalah 0.40104,
yang berarti penambahan jumlah tenaga kerja rata-rata satu persen akan
meningkatkan jumlah LPG yang diminta sebesar 0.40104 persen. Nilai elastisitas
jumlah tenaga kerja bersifat inelastis yang berarti perubahan penambahan jumlah
tenaga kerja memberikan respon yang lebih kecil terhadap peningkatan jumlah
LPG yang diminta pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor.
7.1.9
Dummy Jenis Martabak
Hasil analisis regresi menunjukkan variabel dummy jenis martabak (D1)
memiliki tanda yang positif, yang berarti bahwa terdapat pengaruh antara jenis
martabak yang dihasilkan dengan permintaan LPG. Pedagang martabak kaki lima
yang menghasilkan martabak telur saja sebagai produknya menggunakan LPG
lebih banyak dibanding pedagang yang menghasilkan martabak manis saja dan
atau kedua-duanya. Pedagang martabak kaki lima yang menghasilkan martabak
telur saja lebih banyak menggunakan bahan bakar LPG karena dalam proses
produksi martabak telur menggunakan api yang lebih besar, dan lebih lama. Nilai
probabilitas variabel dummy jenis martabak 0.000 lebih kecil dari α = 0.10 yang
berarti bahwa variabel dummy jenis martabak berpengaruh nyata terhadap
permintaan LPG pada selang kepercayaan 90 persen. Nilai probabilitas 0.000 juga
107
menunjukkan bahwa dummy martabak telur berpengaruh nyata sampai pada
selang kepercayaan 100 persen.
7.2
Permintaan LPG Pedagang Warung Tenda Pecel Lele di Kota Bogor
Permintaan LPG pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor
didapat dengan memasukkan variabel-variabel bebas/independen yang diduga
mempengaruhi permintaan LPG ke dalam persamaan regresi linear berganda.
Hasil pengolahan data dengan program
Minitab versi 15 menunjukkan hasil
pendugaan fungsi permintaan LPG pedagang warung tenda pecel lele di Kota
Bogor pada Tabel 43.
Tabel 43. Hasil Pendugaan Fungsi Permintaan LPG Pedagang Warung
Tenda Pecel Lele di Kota Bogor
Pred
T-hit
Peluang
2362.5
Standar
error
499.1
VIF
E
4.73
0.000
-0.04949
0.04664
-1.06
0.297
2.227
-2.1834
-0.00007244
0.00006186
-1.17
0.251
2.569
-0.1613
Harga Beras (PBRS)
-0.01816
0.01107
-1.64
0.111
2.378
-1.3655
Harga Lele (PLLE)
-0.002010
0.005957
-0.34
0.738
1.718
-0.2738
Harga Ayam (PAYM)
-0.004439
0.004490
-0.99
0.331
1.985
-1.1320
Harga Minyak Goreng
-0.17907
0.04961
-3.61
0.001*
1.539
-15.876
0.000932
0.002299
0.41
0.688
2.935
0.1003
28.221
7.166
3.94
0.000*
2.527
0,6519
25.10
11.87
2.11
0.043*
1.628
-
Const
Harga LPG (PLPG)
Harga Kompor (PKGS)
Koefisien
(PMGR)
Harga Rata-Rata
Masakan (PRMS)
Jumlah Tenaga Kerja
(JTK)
Dummy Masakan Bebek
(DBBK)
R-Sq
74.5%
R-Sq (adj)
66.9%
Durbin Watson
F-hitung
P
Keterangan : * Nyata pada taraf α 10 persen
Sumber : Data diolah (2011)
1.25276
9.76
0.000
108
Berdasarkan Tabel 43 maka fungsi permintaan LPG pedagang warung tenda pecel
lele di Kota Bogor adalah sebagai berikut:
DLPGPL = 2363 – 0.0495 PLPG - 0.000072 PKGS - 0.0182 PBRS - 0.00201
PLLE – 0.00444 PAYM – 0.179 PMGR + 0.00093 PRMS + 28.2 JTK
+ 25.1 DBBK + e
Berdasarkan Tabel 43 dapat dilihat bahwa pada fungsi permintaan LPG
pedagang warung tenda pecel lele semua variabel bebas memiliki tanda koefisien
yang sama dengan hipotesis yang diharapkan. Variabel harga LPG bertanda
negatif (-), harga kompor gas sebagai barang komplementer bertanda negatif (-),
harga beras, harga lele, harga ayam, dan harga minyak goreng sebagai barang
input produksi dalam usaha warung tenda pecel lele bertanda negatif (-), harga
rata-rata masakan, jumlah tenaga kerja, dan dummy bebek bertanda positif (+).
Koefisien determinasi (Rsq) merupakan ukuran kesesuaian garis regresi
linear berganda terhadap suatu data. Berdasarkan Tabel 43, fungsi permintaan
LPG pedagang warung tenda pecel lele memiliki Rsq sebesar 74.5 persen. Artinya
bahwa keragaman permintaan LPG pedagang warung tenda pecel lele di Kota
Bogor dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas sebesar 74.5 persen,
sedangkan sisanya sebesar 25.5 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang
tidak terdapat dalam fungsi permintaan.
Uji statistik F menunjukkan hasil bahwa secara keseluruhan, variabelvariabel bebas (harga LPG, harga kompor gas, harga beras, harga lele, harga
ayam, harga minyak goreng, harga rata-rata masakan, jumlah tenaga kerja, dan
dummy masakan bebek) berpengaruh nyata terhadap permintaan LPG pedagang
martabak kaki lima di Kota Bogor. Artinya perubahan permintaan LPG
109
dipengaruhi oleh perubahan variabel-variabel bebas (harga LPG, harga kompor
gas, harga beras, harga lele, harga ayam, harga minyak goreng, harga rata-rata
masakan, jumlah tenaga kerja, dan dummy masakan bebek) secara bersamaan. Hal
ini terlihat dari P-value untuk uji statistik F yaitu sebesar 0.000 yang lebih kecil
dari α = 0.10. Hipotesis menyatakan bahwa apabila Fhitung lebih besar dari Ftabel
atau nilai probabilitas kurang dari taraf nyata (α) tertentu maka terjadi tolak H0,
artinya variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel
tidak bebas. Berdasarkan Tabel 43 diperoleh Fhitung sebesar 9.76 Jika α = 0.10
maka Fhitung (9.76) lebih besar dari Ftabel = (1.828), maka kesimpulan yang
diperoleh adalah tolak H0. Hal ini berarti bahwa secara bersama-sama variabelvariabel bebas (harga LPG, harga kompor gas, harga beras, harga lele, harga
ayam, harga minyak goreng, harga rata-rata masakan, jumlah tenaga kerja, dan
dummy masakan bebek) berpengaruh nyata pada permintaan LPG pedagang
warung tenda pecel lele pada selang kepercayaan 90 persen.
Uji-t dilakukan dengan melihat nilai probabilitas masing-masing variabel
tidak bebas yang lebih kecil dari taraf nyata 10 persen atau 0.10. Uji statistik t
menunjukkan bahwa nilai probabilitas variabel harga minyak goreng (PMGR),
jumlah tenaga kerja (JTK), dan dummy masakan bebek (DBBK) lebih kecil dari
0.10 yang berarti bahwa variabel harga minyak goreng, jumlah tenaga kerja dan
dummy masakan bebek berpengaruh nyata pada permintaan LPG pedagang
warung tenda pecel lele pada taraf nyata 10 persen. Variabel harga LPG (PLPG),
harga kompor gas (PKGS), harga beras (PBRS), harga lele (PLLE), harga ayam
(PAYM), dan harga rata-rata masakan (PRMS) menunjukkan nilai probabilitas
yang lebih besar dari 0.10 yang berarti bahwa variabel-variabel tersebut tidak
110
berpengaruh nyata pada permintaan LPG pedagang warung tenda pecel lele pada
taraf nyata 10 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa secara parsial, hanya harga
minyak goreng, jumlah tenaga kerja dan dummy masakan bebek yang signifikan
mempengaruhi permintaan LPG pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor.
Fungsi dugaan yang baik harus memenuhi kriteria ekonometrika yang
meliputi pengujian asumsi-asumsi dasar seperti tidak terjadinya
kasus
heteroskedastisitas, non multikolinearitas, dan tidak terjadi kasus autokorelasi.
Fungsi penduga yang baik memiliki variasi dari satu pengamatan ke pengamatan
yang lain tetap. Heteroskedastisitas dideteksi dengan menggunakan grafik scatter
plot seperti pada Lampiran 13. Lampiran 13 menunjukkan titik-titik menyebar
secara acak, tidak membentuk pola tertentu yang jelas, dan tersebar baik di atas
maupun di bawah angka nol pada sumbu Y. Hal ini berarti tidak terjadi
heteroskedastisitas pada fungsi permintaan LPG pedagang warung tenda pecel
lele, sehingga fungsi tersebut layak dipakai untuk memprediksi permintaan LPG
berdasarkan masukan variabel bebasnya.
Pembuktian tidak adanya multikolinearitas dalam fungsi permintaan LPG
pedagang warung tenda pecel lele dapat dilihat dari nilai Variance Inflation
Factor (VIF) pada masing-masing variabel bebas. Jika nilai VIF kurang dari
sepuluh, artinya persamaan tersebut tidak mengalami masalah multikolinearitas.
Tabel 43 menunjukkan bahwa nilai VIF semua variabel bebas lebih kecil dari 10,
yaitu antara 1.5 sampai 2.9 sehingga antara variabel bebas yang satu dengan
variabel bebas yang lain tidak terjadi hubungan yang mendekati sempurna
ataupun hubungan yang sempurna. Berdasarkan hal tersebut, fungsi permintaan
111
LPG pedagang warung tenda pecel lele sudah memenuhi asumsi non
multikolinearitas.
Asumsi yang terakhir yang harus dipenuhi adalah tidak terdapat
autokorelasi. Autokorelasi berarti terdapat korelasi antar anggota sampel atau data
pengamatan
yang
diurutkan
berdasarkan
waktu.
Output
hasil
regresi
memperlihatkan nilai statistik DW adalah 1.25276, dimana dL bernilai 1.01 dan
dU bernilai 2.07. Nilai DW berada di antara 1.01 dan 1.93 (dL < DW < 4-dU), hal
ini berarti fungsi pemintaan LPG pedagang warung tenda pecel lele bebas dari
masalah autokorelasi. Dengan dipenuhinya ke-tiga asumsi dasar tersebut
menunjukkan bahwa fungsi permintaan LPG pedagang warung tenda pecel lele di
Kota Bogor memenuhi kriteria model yang baik secara ekonometrika.
Pembahasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan
LPG pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor menyangkut tingkat
signifikansi koefisien masing-masing variabel bebas terhadap permintaan LPG,
kesesuaian tanda koefisien dengan hipotesis awal, dan kondisi di lapangan yang
mendukung interpretasi faktor-faktor tersebut.
7.2.1
Harga LPG
Harga LPG (PLPG) rata-rata yang dibeli pedagang warung tenda pecel
lele di Kota Bogor adalah Rp 4 961.00 per kg. Koefisien variabel harga LPG
memiliki tanda negatif. Tanda ini sesuai dengan tanda yang diharapkan pada
hipotesis awal, dimana harga LPG berpengaruh negatif terhadap permintaan LPG.
Berdasarkan hasil analisis regresi, nilai koefisien regresi harga LPG adalah
0.0495. Artinya setiap kenaikan harga LPG sebesar satu rupiah per kg, akan
menurunkan permintaan LPG sebesar 0.0495 kg dengan asumsi variabel lain
112
tetap, cateris paribus. Nilai probabilitas variabel harga LPG adalah sebesar 0.297
lebih besar dari α = 0.10 yang berarti harga LPG tidak berpengaruh nyata terhadap
permintaan LPG pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor pada selang
kepercayaan 90 persen.
Elastisitas harga LPG terhadap permintaan LPG adalah 2.1834, yang
berarti kenaikan harga LPG rata-rata satu persen akan menurunkan jumlah LPG
yang diminta sebesar 2.1834 persen. Nilai elastisitas harga LPG bersifat elastis
yang berarti perubahan peningkatan harga LPG memberikan respon yang lebih
besar terhadap penurunan jumlah LPG yang diminta pedagang warung tenda pecel
lele di Kota Bogor.
7.2.2
Harga Kompor Gas
Kompor gas sebagai barang komplementer LPG diduga mempengaruhi
permintaan LPG. Harga kompor gas (PKGS) rata-rata yang dipakai pedagang
warung tenda pecel lele di Kota Bogor adalah Rp 252 000.00. Koefisien regresi
variabel harga kompor gas memiliki tanda negatif. Tanda ini sesuai dengan tanda
yang diharapkan pada hipotesis awal. Harga kompor gas sebagai barang
komplementer LPG memiliki hubungan yang negatif dengan permintaan LPG.
Nilai koefisien regresi harga kompor gas adalah sebesar 0.00007244, yang berarti
kenaikan harga kompor gas satu rupiah akan mengakibatkan penurunan jumlah
LPG yang diminta sebesar 0.00007244 kg dengan asumsi variabel lain tetap,
cateris paribus. Tabel 43 menunjukkan nilai probabilitas untuk variabel harga
kompor gas adalah sebasar 0.251 lebih besar dari α = 0.10. Hal ini berarti bahwa
harga kompor gas tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan LPG pedagang
warung tenda pecel lele di Kota Bogor pada selang kepercayaan 90 persen. Tidak
113
nyatanya pengaruh kompor gas terhadap permintaan LPG diduga karena kondisi
di lapangan menunjukkan bahwa kompor gas yang digunakan oleh pedagang
warung tenda pecel lele dapat digunakan selama lima tahun atau lebih. Hal ini
mengakibatkan penurunan harga kompor gas pada waktu tertentu tidak
memberikan pengaruh pada permintaan LPG pedagang tersebut.
Elastisitas harga kompor gas terhadap permintaan LPG adalah 0.1613,
yang berarti peningkatan harga kompor gas rata-rata satu persen akan menurunkan
jumlah LPG yang diminta rata-rata sebesar 0.1613 persen. Nilai elasitisitas harga
kompor gas bersifat inelastis yang berarti bahwa perubahan peningkatan harga
kompor gas memberikan respon yang lebih kecil terhadap penurunan jumlah LPG
yang diminta pedagang warung tenda pecel lele.
7.2.3
Harga Beras
Harga beras (PBRS) diduga sebagai salah satu variabel yang
mempengaruhi permintaan LPG pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor,
karena beras adalah salah satu bahan baku utama dalam usaha warung tenda pecel
lele. Harga rata-rata beras yang digunakan pedagang warung tenda pecel lele di
Kota Bogor adalah Rp 8 438.00 per kg. Koefisien variabel harga beras
menunjukkan tanda negatif. Tanda ini sesuai dengan tanda yang diharapkan pada
hipotesis awal. Harga beras sebagai barang komplementer dari LPG memiliki
hubungan yang negatif dengan permintaan LPG, yang berarti peningkatan harga
beras mengakibatkan penurunan permintaan LPG oleh pedagang warung tenda
pecel lele. Nilai koefisien regresi harga beras adalah 0.01816 yang berarti
kenaikan harga beras sebesar satu rupiah per kg akan menurunkan permintaan
LPG sebesar 0.01816 kg dengan asumsi variabel lain tetap, cateris paribus.
114
Berdasarkan analisis regresi, variabel harga beras memiliki nilai probabilitas
sebesar 0.111 lebih besar dari α = 0.10 yang berarti bahwa variabel harga beras
tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan LPG pada selang kepercayaan 90
persen. Nilai 0.111 juga menunjukkan bahwa harga beras akan berpengaruh nyata
pada selang kepercayaan 88.9 persen.
Elastisitas silang harga beras terhadap permintaan LPG adalah 1.3655,
yang berarti peningkatan harga beras rata-rata satu persen akan mengakibatkan
penurunan permintaan LPG rata-rata sebesar 1.3655 persen. Elastisitas silang
harga beras ini bersifat elastis. Elastisitas silang harga beras ini menunjukkan
tanda yang negatif yang berarti bahwa beras sebagai barang komplementer atau
pelengkap dari LPG dalam usaha warung tenda pecel lele.
7.2.4
Harga Lele
Lele sebagai salah satu bahan baku dalam usaha warung tenda pecel lele
diduga sebagai salah satu variabel yang mempengaruhi permintaan LPG pedagang
warung tenda pecel lele di Kota Bogor. Harga lele (PLLE) rata-rata yang
digunakan pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor adalah Rp 15 000.00
per kg. Koefisien variabel harga lele menunjukkan tanda negatif. Tanda ini sesuai
dengan tanda yang diharapkan pada hipotesis awal. Harga lele sebagai barang
komplementer dari LPG memiliki hubungan yang negatif dengan permintaan
LPG, yang berarti peningkatan harga lele mengakibatkan penurunan permintaan
LPG pedagang warung tenda pecel lele. Berdasarkan hasil analisis regresi, nilai
koefisien regresi harga lele adalah 0.002010 yang berarti kenaikan harga lele
sebesar satu rupiah per kg akan menurunkan permintaan LPG sebesar 0.002010
kg dengan asumsi variabel lain tetap, cateris paribus. Variabel harga lele
115
memiliki nilai probabilitas sebesar 0.738 lebih besar dari α = 0.10 yang berarti
bahwa variabel harga lele tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan LPG pada
selang kepercayaan 90 persen.
Elastisitas silang harga lele terhadap permintaan LPG adalah 0.2738,
yang berarti peningkatan harga lele rata-rata satu persen akan mengakibatkan
penurunan permintaan LPG rata-rata sebesar 0.2738 persen. Elastisitas silang
harga lele ini bersifat inelastis yang berarti perubahan peningkatan harga lele
memberikan respon yang lebih kecil terhadap penurunan jumlah LPG yang
diminta pedagang warung tenda pecel lele. Elastisitas silang harga lele ini
menunjukkan tanda yang negatif yang berarti bahwa lele merupakan barang
komplementer atau pelengkap dari LPG dalamusah warung tenda pecel lele.
7.2.5
Harga Ayam
Daging ayam juga termasuk sebagai salah satu bahan baku dalam usaha
warung tenda pecel lele. Harga ayam (PAYM) rata-rata yang digunakan pedagang
warung tenda pecel lele di Kota Bogor adalah Rp 28 675.00 per kg. Koefisien
variabel harga ayam memiliki tanda negatif. Tanda ini sesuai dengan tanda yang
diharapkan pada hipotesis awal. Harga ayam sebagai barang komplementer dari
LPG memiliki hubungan yang negatif dengan permintaan LPG. Berdasarkan hasil
analisis regresi, nilai koefisien regresi harga ayam adalah 0.004439. Hal ini dapat
berarti peningkatan harga ayam sebesar satu rupiah per kg, akan menurunkan
permintaan LPG sebesar 0.004439 kg dengan asumsi variabel lain tetap, cateris
paribus. Berdasarkan hasil analisis regresi, variabel harga ayam memiliki nilai
probabilitas 0.331 lebih besar dari α = 0.10 yang berarti bahwa variabel harga
116
ayam tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan LPG pada selang kepercayaan
90 persen.
Elastisitas silang harga ayam terhadap permintaan LPG adalah 1.1320,
yang berarti peningkatan harga ayam rata-rata satu persen akan menurunkan
jumlah LPG yang diminta sebesar 1.1320 persen. Nilai elastisitas harga ayam
bersifat elastis. Nilai elastisitas silang ini menunjukkan nilai yang negatif,
menunjukkan bahwa ayam adalah barang komplementer atau pelengkap dari LPG
dalam usaha warung tenda pecel lele.
7.2.6
Harga Minyak Goreng
Minyak goreng sangat dibutuhkan dalam usaha warung tenda pecel lele,
karena hampir semua menu yang disediakan di warung tenda pecel lele
menggunakan minyak goreng dalam pengolahannya. Harga minyak goreng
(PMGR) rata-rata yang digunakan pedagang warung tenda pecel lele di Kota
Bogor adalah Rp 9 975.00 per kg. Koefisien variabel harga minyak goreng
memiliki tanda negatif. Tanda ini sesuai dengan tanda yang diharapkan pada
hipotesis awal. Nilai koefisien regresi harga minyak goreng adalah 0.17907. Hal
ini dapat berarti peningkatan harga minyak goreng sebesar satu rupiah per kg,
akan menurunkan permintaan LPG sebesar 0.17907 kg dengan asumsi variabel
lain tetap, cateris paribus. Variabel harga minyak goreng memiliki nilai
probabilitas 0.001 lebih kecil dari α = 0.10 yang berarti bahwa variabel harga
minyak goreng berpengaruh nyata terhadap permintaan LPG pada selang
kepercayaan 90 persen.
Elastisitas silang harga minyak goreng terhadap permintaan LPG adalah
15.876, yang berarti peningkatan harga minyak goreng rata-rata satu persen akan
117
menurunkan jumlah LPG yang diminta sebesar 15.876 persen. Nilai elastisitas
harga minyak goreng bersifat elastis yang berarti perubahan peningkatan harga
minyak goreng lebih kecil dari perubahan penurunan permintaan LPG. Nilai
elastisitas silang ini menunjukkan nilai yang negatif, menunjukkan bahwa minyak
goreng adalah barang komplementer atau pelengkap dari LPG dalam usaha
warung tenda pecel lele.
7.2.7
Harga Rata-Rata Masakan
Pada penelitian ini harga rata-rata masakan (PRMS) yang dihasilkan
dalam usaha warung tenda pecel lele diduga sebagai salah satu variabel yang
mempengaruhi permintaan LPG pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor.
Harga rata-rata masakan yang dihasilkan pedagang warung tenda pecel lele adalah
Rp 12 125.00 per porsi masakan. Koefisien variabel harga rata-rata masakan
memiliki tanda positif. Tanda ini sesuai dengan tanda yang diharapkan pada
hipotesis awal. Harga rata-rata masakan memiliki hubungan yang positif dengan
permintaan LPG, karena dengan meningkatnya harga jual produk maka pedagang
sebagai produsen akan meningkatkan jumlah output yang ditawarkan sehingga
jumlah porsi masakan yang dihasilkan semakin banyak dan membutuhkan LPG
lebih banyak. Nilai koefisien regresi harga rata-rata masakan adalah 0.000932.
Hal ini dapat berarti peningkatan harga rata-rata masakan sebesar satu rupiah per
porsi, akan meningkatkan permintaan LPG sebesar 0.000932 kg dengan asumsi
variabel lain tetap, cateris paribus. Variabel harga rata-rata masakan memiliki
nilai probabilitas 0.688 lebih besar dari α = 0.10 yang berarti bahwa variabel
harga rata-rata masakan tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan LPG pada
selang kepercayaan 90 persen.
118
Elastisitas silang harga rata-rata masakan terhadap permintaan LPG
adalah 0.1003, yang berarti peningkatan harga rata-rata masakan satu persen akan
menaikkan jumlah LPG yang diminta sebesar 0.1003 persen. Nilai elastisitas
harga rata-rata masakan bersifat inelastis yang berarti perubahan peningkatan
harga rata-rata masakan memberikan respon yang lebih kecil terhadap
peningkatan jumlah LPG yang diminta pedagang warung tenda pecel lele di Kota
Bogor.
7.2.8
Jumlah Tenaga Kerja
Jumlah tenaga kerja (JTK) menunjukkan skala usaha pedagang warung
tenda pecel lele dan diduga sebagai salah satu variabel yang mempengaruhi
permintaan LPG pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor. Jumlah tenaga
kerja pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor rata-rata adalah dua sampai
tiga orang. Koefisien variabel jumlah tenaga kerja memiliki tanda positif. Tanda
ini sesuai dengan tanda yang diharapkan pada hipotesis awal. Jumlah tenaga kerja
memiliki hubungan yang positif dengan jumlah permintaan LPG, berarti semakin
banyak jumlah tenaga kerja menunjukkan skala usaha yang lebih besar sehingga
membutuhkan LPG lebih banyak. Berdasarkan hasil analisis regresi, nilai
koefisien regresi jumlah tenaga kerja adalah 28.221. Hal ini dapat berarti
penambahan jumlah tenaga kerja satu orang, akan meningkatkan permintaan LPG
sebesar 28.221 kg dengan asumsi variabel lain tetap, cateris paribus. Variabel
jumlah tenaga kerja memiliki nilai probabilitas 0.000 lebih kecil dari α = 0.10
yang berarti bahwa variabel jumlah tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap
permintaan LPG pada selang kepercayaan 90 persen. Nilai 0.000 juga
119
menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja berpengaruh nyata sampai pada selang
kepercayaan 100 persen.
Elastisitas jumlah tenaga kerja terhadap permintaan LPG adalah 0,6519,
yang berarti penambahan jumlah tenaga kerja rata-rata satu persen akan
meningkatkan jumlah LPG yang diminta sebesar 0,6519 persen. Nilai elastisitas
jumlah tenaga kerja bersifat inelastis yang berarti perubahan penambahan jumlah
tenaga kerja memberikan respon yang lebih kecil terhadap peningkatan jumlah
LPG yang diminta pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor.
7.2.9
Dummy Masakan Bebek
Hasil analisis regresi menunjukkan koefisien variabel dummy masakan
bebek (DBBK) memiliki tanda positif yang berarti apabila pedagang warung
tenda pecel lele memproduksi masakan dari olahan bebek akan meningkatkan
permintaan LPG pedagang warung tenda pecel lele, dibanding pedagang warung
tenda pecel lele yang tidak memproduksi masakan dari olahan bebek. Variabel
dummy masakan bebek memiliki nilai probabilitas 0.043 lebih kecil dari α = 0.10
yang berarti bahwa variabel dummy masakan bebek berpengaruh nyata terhadap
permintaan LPG pada selang kepercayaan 90 persen.
Download