VII. PERMINTAAN LPG (LIQUEFIED PETROLEUM GAS) PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR 7.1 Permintaan LPG Pedagang Martabak Kaki Lima di Kota Bogor Permintaan LPG pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor didapat dengan memasukkan variabel-variabel independen yang diduga mempengaruhi permintaan LPG ke dalam persamaan regresi linear berganda. Hasil pengolahan data dengan program Minitab versi 15 menunjukkan hasil pendugaan fungsi permintaan LPG pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor pada Tabel 42. Tabel 42. Hasil Pendugaan Fungsi Permintaan LPG Pedagang Martabak Kaki Lima di Kota Bogor Prediktor Koef- T-Hit 319.85 Standar Error 87.96 VIF E 3.64 0.001 -0.03061 0.01056 -2.90 0.007* 1.677 -4.15475 -0.00000158 0.00000986 -0.16 0.874 1.550 -0.01809 Harga Terigu (PTRG) -0.001485 0.006386 -0.23 0.818 2.333 -0.27697 Harga Mentega (PMTG) -0.001347 0.001073 -1.26 0.219 1.305 -0.65332 Harga Gula (PGLA) -0.006315 0.005242 -1.20 0.238 1.162 -1.74403 Harga Telur (PTAY) -0.003553 0.001375 -2.58 0.015* 1.815 -1.46276 Harga Rata-Rata Martabak (PRMS) Jumlah Tenaga Kerja (JTK) Dummy Jenis Martabak (D1) R-Sq 0.0004658 0.0008484 0.55 0.587 1.449 0.14643 9.490 1.527 6.22 0.000* 1.972 0.40104 18.521 4.427 4.18 0.000* 1.153 - Constanta Harga LPG (PLPG) Harga Kompor (PKGS) R-Sq (adj) P 86.3% 82.2% Durbin-Watson 1.82948 F-hit 21.06 Peluang 0.000 Keterangan : * Nyata pada taraf α 10 persen Sumber : Data diolah (2011) 95 Berdasarkan Tabel 42, maka fungsi permintaan LPG pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor adalah sebagai berikut : DLPGMT = 320 – 0.0306 PLPG – 0.000002 PKGS – 0.00149 PTRG – 0.00135 PMTG – 0.00631 PGLA – 0.00355 PTAY + 0.000466 PRMS + 9.49 JTK + 18.5 D1 + e Berdasarkan Tabel 42 dapat dilihat bahwa pada fungsi permintaan LPG pedagang martabak kaki lima semua variabel bebas memiliki tanda koefisien yang sama dengan hipotesis yang diharapkan. Variabel harga LPG bertanda negatif (-), harga kompor gas sebagai barang komplementer bertanda negatif (-), harga tepung terigu, harga mentega, harga gula, harga telur ayam, sebagai barang input produksi martabak bertanda negatif (-), rata-rata harga martabak, jumlah tenaga kerja, dan dummy jenis martabak bertanda positif (+). Koefisien determinasi (R-sq) merupakan ukuran kesesuaian garis regresi linear berganda terhadap suatu data. Berdasarkan Tabel 42, fungsi permintaan LPG pedagang martabak kaki lima memiliki R-sq sebesar 86.3 persen. Artinya bahwa keragaman permintaan LPG pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas sebesar 86.3 persen, sedangkan sisanya sebesar 13.7 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak terdapat dalam fungsi permintaan. Uji statistik F menunjukkan hasil bahwa secara keseluruhan, variabelvariabel bebas (harga LPG, harga kompor gas, harga terigu, harga mentega, harga gula, harga telur ayam, harga rata-rata-masakan, jumlah tenaga kerja, dan dummy jenis martabak) berpengaruh nyata terhadap permintaan LPG pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor. Artinya perubahan permintaan LPG dipengaruhi oleh 96 perubahan variabel-variabel bebas (harga LPG, harga kompor gas, harga terigu, harga mentega, harga gula, harga telur ayam, harga rata-rata-masakan, jumlah tenaga kerja, dan dummy jenis martabak) secara bersamaan. Hal ini terlihat dari Pvalue untuk uji statistik F yaitu sebesar 0.000 yang lebih kecil dari α = 0.10. Hipotesis menyatakan bahwa apabila Fhitung lebih besar dari Ftabel atau nilai probabilitas kurang dari taraf nyata (α) tertentu maka terjadi tolak H0, artinya variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas. Berdasarkan Tabel 42 diperoleh Fhitung sebesar 21.06 Jika α = 0.10 maka Fhitung (21.06) lebih besar dari Ftabel = (1.828), maka kesimpulan yang diperoleh adalah tolak H0. Hal ini berarti bahwa secara bersama-sama variabel-variabel bebas (harga LPG, harga kompor gas, harga tepung terigu, harga mentega, harga gula, harga telur ayam, harga rata-rata martabak, jumlah tenaga kerja, dan dummy jenis martabak) berpengaruh nyata pada permintaan LPG pedagang martabak kaki lima pada selang kepercayaan 90 persen. Uji-t dilakukan dengan melihat nilai probabilitas masing-masing variabel tidak bebas yang lebih kecil dari taraf nyata 10 persen atau 0.10. Uji statistik t menunjukkan bahwa nilai probabilitas variabel harga LPG (PLPG), harga telur ayam (PTAY), jumlah tenaga kerja (JTK), dan dummy martabak telur (D1) lebih kecil dari 0.10 yang berarti bahwa variabel harga LPG, harga telur ayam, jumlah tenaga kerja dan dummy martabak telur berpengaruh nyata pada permintaan LPG pedagang martabak kaki lima pada taraf nyata 10 persen. Variabel harga kompor gas (PKGS), harga tepung terigu (PTRG), harga gula (PGLA), harga mentega (PMTG), dan harga rata-rata martabak (PRMS) menunjukkan nilai probabilitas yang lebih besar dari 0.10 yang berarti bahwa variabel-variabel tersebut tidak 97 berpengaruh nyata pada permintaan LPG pedagang martabak kaki lima pada taraf nyata 10 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa secara parsial, hanya harga LPG, harga telur ayam, jumlah tenaga kerja dan dummy jenis martabak yang signifikan mempengaruhi permintaan LPG pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor. Fungsi dugaan yang baik harus memenuhi kriteria ekonometrika yang meliputi pengujian asumsi-asumsi dasar seperti tidak terjadinya kasus heteroskedastisitas, non multikolinearitas, dan tidak terjadi kasus autokorelasi. Fungsi penduga yang baik memiliki variasi dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap. Heteroskedastisitas dideteksi dengan menggunakan grafik scatter plot seperti pada Lampiran 10. Lampiran 10 menunjukkan titik-titik menyebar secara acak, tidak membentuk pola tertentu yang jelas, dan tersebar baik di atas maupun di bawah angka nol pada sumbu Y. Hal ini berarti tidak terjadi heteroskedastisitas pada fungsi permintaan LPG pedagang martabak kaki lima, sehingga fungsi tersebut layak dipakai untuk memprediksi permintaan LPG berdasarkan masukan variabel bebasnya. Pembuktian tidak adanya multikolinearitas dalam fungsi permintaan LPG pedagang martabak kaki lima dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF) pada masing-masing variabel bebas. Jika nilai VIF kurang dari sepuluh, artinya persamaan tersebut tidak mengalami masalah multikolinearitas. Tabel 42 menunjukkan bahwa nilai VIF semua variabel bebas lebih kecil dari 10, yaitu antara 1.15 sampai 2.3 sehingga antara variabel bebas yang satu dengan variabel bebas yang lain tidak terjadi hubungan yang mendekati sempurna ataupun hubungan yang sempurna. Berdasarkan hal tersebut, fungsi permintaan LPG pedagang martabak kaki lima sudah memenuhi asumsi non multikolinearitas. 98 Asumsi yang terakhir yang harus dipenuhi adalah tidak terdapat autokorelasi. Autokorelasi berarti terdapat korelasi antar anggota sampel atau data pengamatan yang diurutkan berdasarkan waktu. Output hasil regresi memperlihatkan nilai statistik DW adalah 1.82948, dimana dL bernilai 1.01 dan dU bernilai 2.07. Nilai DW berada di antara 1.01 dan 1.93 (dL < DW < 4-dU), hal ini berarti fungsi pemintaan LPG pedagang martabak kaki lima bebas dari masalah autokorelasi. Dengan dipenuhinya ke-tiga asumsi dasar tersebut menunjukkan bahwa fungsi permintaan LPG pedagang martabak di Kota Bogor memenuhi kriteria model yang baik secara ekonometrika. Pembahasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan LPG pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor menyangkut tingkat signifikansi koefisien masing-masing variabel bebas terhadap permintaan LPG, kesesuaian tanda koefisien dengan hipotesis awal, dan kondisi di lapangan yang mendukung interpretasi faktor-faktor tersebut. 7.1.1 Harga LPG Harga LPG (PLPG) rata-rata yang dibeli pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor adalah Rp 4 980.00 per kg. Koefisien variabel harga LPG memiliki tanda negatif. Tanda ini sesuai dengan tanda yang diharapkan pada hipotesis awal, dimana harga LPG berpengaruh negatif terhadap permintaan LPG. Berdasarkan hasil analisis regresi, nilai koefisien regresi harga LPG adalah 0.03061. Artinya setiap kenaikan harga LPG sebesar satu rupiah per kg, akan menurunkan permintaan LPG sebesar 0.03061 kg dengan asumsi variabel lain tetap, cateris paribus. Nilai probabilitas variabel harga LPG adalah 0.007 lebih kecil dari α = 0.10 yang berarti harga LPG berpengaruh nyata terhadap permintaan LPG pedagang martabak di Kota Bogor pada selang kepercayaan 99.3 persen. 99 Elastisitas harga LPG terhadap permintaan LPG adalah 4.15475, yang berarti kenaikan harga LPG rata-rata satu persen akan menurunkan jumlah LPG yang diminta sebesar 4.15475 persen. Nilai elastisitas harga LPG bersifat elastic, artinya perubahan peningkatan harga LPG memberikan respon yang lebih besar terhadap penurunan jumlah LPG yang diminta pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor. Saat ini LPG adalah bahan bakar utama yang digunakan para pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor, harga dan keberadaan LPG sangat mempengaruhi usaha ini. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan harga LPG yang besar akan menyebabkan pedagang martabak mencari alternatif bahan bakar lain yang lebih murah. 7.1.2 Harga Kompor Gas Kompor gas sebagai barang komplementer LPG diduga sebagai salah satu variabel yang mempengaruhi permintaan LPG. Harga kompor gas (PKGS) rata-rata yang dipakai pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor adalah Rp 331 875.00. Koefisien regresi variabel harga kompor gas bernilai negatif. Tanda ini sesuai dengan tanda yang diharapkan pada hipotesis awal, dimana harga kompor gas berpengaruh negatif terhadap permintaan LPG. Nilai koefisien regresi PKGS sebesar 0.00000158 berarti kenaikan harga kompor gas sebesar satu rupiah akan mengakibatkan penurunan jumlah LPG yang diminta sebesar 0.00000158 kg dengan asumsi variabel lain tetap, cateris paribus. Harga kompor gas tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan LPG pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor pada selang kepercayaan 90 persen. Berdasarkan Tabel 42 nilai probabilitasnya adalah sebesar 0.874 lebih besar dari α = 0.10 yang berarti harga 100 kompor gas akan berpengaruh nyata terhadap permintaan LPG pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor sampai pada selang kepercayaan 12.6 persen. Elastisitas harga kompor gas terhadap permintaan LPG adalah 0.01809, yang berarti kenaikan harga kompor gas rata-rata satu persen akan menurunkan jumlah LPG yang diminta sebesar 0.01809 persen. Nilai elastisitas harga kompor gas bersifat inelastis yang berarti perubahan peningkatan harga kompor gas memberikan respon yang lebih kecil terhadap penurunan jumlah LPG yang diminta pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor. Kompor gas yang digunakan pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor sebagian besar adalah kompor gas dua pit. Kompor gas ini dapat digunakan selama lima tahun atau lebih, sehingga kenaikan harga kompor gas pada waktu tertentu tidak langsung berpengaruh pada permintaan LPG oleh pedagang martabak kaki lima. 7.1.3 Harga Tepung Terigu Tepung terigu adalah salah satu bahan baku dalam pembuatan martabak sehingga harga tepung terigu diduga sebagai salah satu variabel yang mempengaruhi permintaan LPG pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor. Harga tepung terigu (PTRG) rata-rata yang digunakan pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor adalah Rp 6 818.00 per kg. Koefisien variabel harga tepung terigu memiliki tanda negatif sesuai dengan tanda yang diharapkan pada hipotesis awal, artinya kenaikan harga tepung terigu akan menurunkan permintaan LPG. Berdasarkan hasil analisis regresi, nilai koefisien regresi harga tepung terigu adalah 0.001485. Hal ini dapat berarti peningkatan harga tepung terigu sebesar satu rupiah per kg, akan menurunkan permintaan LPG sebesar 0.001485 kg dengan asumsi variabel lain tetap, cateris paribus. Variabel harga tepung terigu 101 memiliki nilai probabilitas 0.818 lebih besar dari α = 0.10 yang berarti bahwa variabel harga tepung terigu tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan LPG pada selang kepercayaan 90 persen. Nilai 0.818 juga menunjukkan bahwa harga tepung terigu akan menjadi berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 18.2 persen. Elastisitas silang harga tepung terhadap permintaan LPG adalah 0.27697, yang berarti peningkatan harga tepung terigu rata-rata satu persen akan menurunkan jumlah LPG yang diminta sebesar 0.27697 persen. Nilai elastisitas harga tepung terigu bersifat inelastis yang berarti perubahan peningkatan harga tepung terigu memberikan respon yang lebih kecil terhadap penurunan jumlah LPG yang diminta pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor. Nilai elastisitas silang ini menunjukkan nilai yang negatif. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal yang menduga bahwa tepung terigu adalah barang komplementer atau pelengkap dari LPG. 7.1.4 Harga Mentega Mentega juga termasuk salah satu bahan baku pembuatan martabak. Harga mentega (PMTG) rata-rata yang digunakan pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor adalah Rp 17 750.00 per kg. Koefisien variabel harga mentega memiliki tanda negatif. Tanda ini sesuai dengan tanda yang diharapkan pada hipotesis awal. Berdasarkan hasil analisis regresi, nilai koefisien regresi harga mentega adalah 0.001347. Hal ini dapat berarti peningkatan harga mentega sebesar satu rupiah per kg, akan menurunkan permintaan LPG sebesar 0.001347 kg dengan asumsi variabel lain tetap, cateris paribus. Berdasarkan hasil analisis regresi, variabel harga mentega memiliki nilai probabilitas 0.219 lebih besar dari 102 α = 0.10 yang berarti bahwa variabel harga mentega tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan LPG pada selang kepercayaan 90 persen. Elastisitas silang harga mentega terhadap permintaan LPG adalah 0.65332, yang berarti peningkatan harga mentega rata-rata satu persen akan menurunkan jumlah LPG yang diminta sebesar 0.65332 persen. Nilai elastisitas harga mentega bersifat inelastis yang berarti perubahan peningkatan harga mentega memberikan respon yang lebih kecil terhadap penurunan jumlah LPG yang diminta pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor. Nilai elastisitas silang ini menunjukkan nilai yang negatif, menunjukkan bahwa mentega adalah barang komplementer atau pelengkap dari LPG dalam pembuatan martabak. 7.1.5 Harga Gula Gula sebagai salah satu bahan baku pembuatan martabak diduga sebagai salah satu variabel yang mempengaruhi permintaan LPG pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor. Harga gula (PGLA) rata-rata yang digunakan pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor adalah Rp 10 137.50 per kg. Koefisien variabel harga gula memiliki tanda negatif. Tanda ini sesuai dengan tanda yang diharapkan pada hipotesis awal. Berdasarkan hasil analisis regresi, nilai koefisien regresi harga gula adalah 0.006315. Hal ini dapat berarti peningkatan harga gula sebesar satu rupiah per kg, akan menurunkan permintaan LPG sebesar 0.006315 kg dengan asumsi variabel lain tetap, cateris paribus. Berdasarkan hasil analisis regresi, variabel harga gula memiliki nilai probabilitas 0.238 lebih besar dari α = 0.10 yang berarti bahwa variabel harga gula tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan LPG pada selang kepercayaan 90 persen. Nilai 0.238 menunjukkan 103 bahwa harga gula akan menjadi berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 76.2 persen. Elastisitas silang harga gula terhadap permintaan LPG adalah 1.74403, yang berarti peningkatan harga gula rata-rata satu persen akan menurunkan jumlah LPG yang diminta sebesar 1.74403 persen. Nilai elastisitas harga gula bersifat elastis yang berarti perubahan peningkatan harga gula memberikan respon yang lebih besar terhadap penurunan jumlah LPG yang diminta pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor. Nilai elastisitas silang ini menunjukkan nilai yang negatif, menunjukkan bahwa gula adalah barang komplementer atau pelengkap dari LPG dalam pembuatan martabak. 7.1.6 Harga Telur Ayam Telur ayam adalah salah satu bahan baku pembuatan martabak diduga sebagai salah satu variabel yang mempengaruhi permintaan LPG pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor. Harga telur ayam (PTAY) rata-rata yang digunakan pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor adalah Rp 15 113.00 per kg. Koefisien variabel harga telur ayam memiliki tanda negatif. Tanda ini sesuai dengan tanda yang diharapkan pada hipotesis awal. Berdasarkan hasil analisis regresi, nilai koefisien regresi harga telur ayam adalah 0.003553. Hal ini dapat berarti peningkatan harga telur ayam sebesar satu rupiah per kg, akan menurunkan permintaan LPG sebesar 0.003553 kg dengan asumsi variabel lain tetap, cateris paribus. Hasil analisis regresi menunjukkan variabel harga telur ayam memiliki nilai probabilitas 0.015 lebih kecil dari α = 0.10 yang berarti bahwa variabel harga telur ayam berpengaruh nyata terhadap permintaan LPG pada selang kepercayaan 90 persen. 104 Elastisitas silang harga telur ayam terhadap permintaan LPG adalah 1.46276, yang berarti peningkatan harga telur ayam rata-rata satu persen akan menurunkan jumlah LPG yang diminta sebesar 1.46276 persen. Nilai elastisitas harga telur ayam bersifat elastis yang berarti perubahan peningkatan harga telur ayam memberikan respon yang lebih besar terhadap penurunan jumlah LPG yang diminta pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor. Nilai elastisitas silang ini menunjukkan nilai yang negatif, menunjukkan bahwa telur ayam adalah barang komplementer atau pelengkap dari LPG dalam pembuatan martabak. 7.1.7 Harga Rata-Rata Martabak Pada penelitian ini harga rata-rata martabak (PRMS) diduga sebagai salah satu variabel yang mempengaruhi permintaan LPG pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor. Harga rata-rata martabak yang dihasilkan pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor adalah Rp 10 000.00 sampai Rp 15 000.00 per martabak. Koefisien variabel harga rata-rata martabak memiliki tanda positif. Tanda ini sesuai dengan tanda yang diharapkan pada hipotesis awal. Harga rata-rata martabak memiliki hubungan yang positif dengan permintaan LPG, karena dengan meningkatnya harga jual produk maka pedagang sebagai produsen akan meningkatkan jumlah output yang ditawarkan sehingga jumlah martabak yang dihasilkan semakin banyak dan membutuhkan LPG lebih banyak. Berdasarkan hasil analisis regresi, nilai koefisien regresi harga rata-rata martabak adalah 0.0004658. Hal ini dapat berarti peningkatan harga rata-rata martabak sebesar satu rupiah per martabak, akan meningkatkan permintaan LPG sebesar 0.0004658 kg dengan asumsi variabel lain tetap, cateris paribus. Berdasarkan hasil analisis regresi, variabel harga rata-rata martabak memiliki nilai probabilitas 0.587 lebih 105 besar dari α = 0.10 yang berarti bahwa variabel harga rata-rata martabak tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan LPG pada selang kepercayaan 90 persen. Harga rata-rata martabak akan menjadi berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 41.3 persen. Elastisitas silang harga rata-rata martabak terhadap permintaan LPG adalah 0.14643, yang berarti peningkatan harga rata-rata martabak satu persen akan meningkatkan jumlah LPG yang diminta sebesar 0.14643 persen. Nilai elastisitas harga rata-rata martabak bersifat inelastis yang berarti perubahan peningkatan harga rata-rata martabak memberikan respon yang lebih kecil terhadap peningkatan jumlah LPG yang diminta pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor. 7.1.8 Jumlah Tenaga Kerja Pada penelitian ini jumlah tenaga kerja diduga sebagai salah satu variabel yang mempengaruhi permintaan LPG pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor. Jumlah tenaga kerja (JTK) juga menunjukkan skala usaha martabak kaki lima. Jumlah tenaga kerja pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor rata-rata adalah satu orang. Koefisien variabel jumlah tenaga kerja memiliki tanda positif. Tanda ini sesuai dengan tanda yang diharapkan pada hipotesis awal. Jumlah tenaga kerja memiliki hubungan yang positif dengan jumlah permintaan LPG, berarti semakin banyak jumlah tenaga kerja menunjukkan skala usaha yang lebih besar sehingga membutuhkan LPG lebih banyak. Berdasarkan hasil analisis regresi, nilai koefisien regresi jumlah tenaga kerja adalah 9.490. Hal ini dapat berarti penambahan jumlah tenaga kerja satu orang, akan meningkatkan permintaan LPG sebesar 9.490 kg dengan asumsi variabel lain tetap, cateris 106 paribus. Hasil analisis regresi menunjukkan variabel jumlah tenaga kerja memiliki nilai probabilitas 0.000 lebih kecil dari α = 0.10 yang berarti bahwa variabel jumlah tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap permintaan LPG pada selang kepercayaan 90 persen. Nilai 0.000 juga menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja berpengaruh nyata sampai pada selang kepercayaan 100 persen. Elastisitas jumlah tenaga kerja terhadap permintaan LPG adalah 0.40104, yang berarti penambahan jumlah tenaga kerja rata-rata satu persen akan meningkatkan jumlah LPG yang diminta sebesar 0.40104 persen. Nilai elastisitas jumlah tenaga kerja bersifat inelastis yang berarti perubahan penambahan jumlah tenaga kerja memberikan respon yang lebih kecil terhadap peningkatan jumlah LPG yang diminta pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor. 7.1.9 Dummy Jenis Martabak Hasil analisis regresi menunjukkan variabel dummy jenis martabak (D1) memiliki tanda yang positif, yang berarti bahwa terdapat pengaruh antara jenis martabak yang dihasilkan dengan permintaan LPG. Pedagang martabak kaki lima yang menghasilkan martabak telur saja sebagai produknya menggunakan LPG lebih banyak dibanding pedagang yang menghasilkan martabak manis saja dan atau kedua-duanya. Pedagang martabak kaki lima yang menghasilkan martabak telur saja lebih banyak menggunakan bahan bakar LPG karena dalam proses produksi martabak telur menggunakan api yang lebih besar, dan lebih lama. Nilai probabilitas variabel dummy jenis martabak 0.000 lebih kecil dari α = 0.10 yang berarti bahwa variabel dummy jenis martabak berpengaruh nyata terhadap permintaan LPG pada selang kepercayaan 90 persen. Nilai probabilitas 0.000 juga 107 menunjukkan bahwa dummy martabak telur berpengaruh nyata sampai pada selang kepercayaan 100 persen. 7.2 Permintaan LPG Pedagang Warung Tenda Pecel Lele di Kota Bogor Permintaan LPG pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor didapat dengan memasukkan variabel-variabel bebas/independen yang diduga mempengaruhi permintaan LPG ke dalam persamaan regresi linear berganda. Hasil pengolahan data dengan program Minitab versi 15 menunjukkan hasil pendugaan fungsi permintaan LPG pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor pada Tabel 43. Tabel 43. Hasil Pendugaan Fungsi Permintaan LPG Pedagang Warung Tenda Pecel Lele di Kota Bogor Pred T-hit Peluang 2362.5 Standar error 499.1 VIF E 4.73 0.000 -0.04949 0.04664 -1.06 0.297 2.227 -2.1834 -0.00007244 0.00006186 -1.17 0.251 2.569 -0.1613 Harga Beras (PBRS) -0.01816 0.01107 -1.64 0.111 2.378 -1.3655 Harga Lele (PLLE) -0.002010 0.005957 -0.34 0.738 1.718 -0.2738 Harga Ayam (PAYM) -0.004439 0.004490 -0.99 0.331 1.985 -1.1320 Harga Minyak Goreng -0.17907 0.04961 -3.61 0.001* 1.539 -15.876 0.000932 0.002299 0.41 0.688 2.935 0.1003 28.221 7.166 3.94 0.000* 2.527 0,6519 25.10 11.87 2.11 0.043* 1.628 - Const Harga LPG (PLPG) Harga Kompor (PKGS) Koefisien (PMGR) Harga Rata-Rata Masakan (PRMS) Jumlah Tenaga Kerja (JTK) Dummy Masakan Bebek (DBBK) R-Sq 74.5% R-Sq (adj) 66.9% Durbin Watson F-hitung P Keterangan : * Nyata pada taraf α 10 persen Sumber : Data diolah (2011) 1.25276 9.76 0.000 108 Berdasarkan Tabel 43 maka fungsi permintaan LPG pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor adalah sebagai berikut: DLPGPL = 2363 – 0.0495 PLPG - 0.000072 PKGS - 0.0182 PBRS - 0.00201 PLLE – 0.00444 PAYM – 0.179 PMGR + 0.00093 PRMS + 28.2 JTK + 25.1 DBBK + e Berdasarkan Tabel 43 dapat dilihat bahwa pada fungsi permintaan LPG pedagang warung tenda pecel lele semua variabel bebas memiliki tanda koefisien yang sama dengan hipotesis yang diharapkan. Variabel harga LPG bertanda negatif (-), harga kompor gas sebagai barang komplementer bertanda negatif (-), harga beras, harga lele, harga ayam, dan harga minyak goreng sebagai barang input produksi dalam usaha warung tenda pecel lele bertanda negatif (-), harga rata-rata masakan, jumlah tenaga kerja, dan dummy bebek bertanda positif (+). Koefisien determinasi (Rsq) merupakan ukuran kesesuaian garis regresi linear berganda terhadap suatu data. Berdasarkan Tabel 43, fungsi permintaan LPG pedagang warung tenda pecel lele memiliki Rsq sebesar 74.5 persen. Artinya bahwa keragaman permintaan LPG pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas sebesar 74.5 persen, sedangkan sisanya sebesar 25.5 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak terdapat dalam fungsi permintaan. Uji statistik F menunjukkan hasil bahwa secara keseluruhan, variabelvariabel bebas (harga LPG, harga kompor gas, harga beras, harga lele, harga ayam, harga minyak goreng, harga rata-rata masakan, jumlah tenaga kerja, dan dummy masakan bebek) berpengaruh nyata terhadap permintaan LPG pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor. Artinya perubahan permintaan LPG 109 dipengaruhi oleh perubahan variabel-variabel bebas (harga LPG, harga kompor gas, harga beras, harga lele, harga ayam, harga minyak goreng, harga rata-rata masakan, jumlah tenaga kerja, dan dummy masakan bebek) secara bersamaan. Hal ini terlihat dari P-value untuk uji statistik F yaitu sebesar 0.000 yang lebih kecil dari α = 0.10. Hipotesis menyatakan bahwa apabila Fhitung lebih besar dari Ftabel atau nilai probabilitas kurang dari taraf nyata (α) tertentu maka terjadi tolak H0, artinya variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas. Berdasarkan Tabel 43 diperoleh Fhitung sebesar 9.76 Jika α = 0.10 maka Fhitung (9.76) lebih besar dari Ftabel = (1.828), maka kesimpulan yang diperoleh adalah tolak H0. Hal ini berarti bahwa secara bersama-sama variabelvariabel bebas (harga LPG, harga kompor gas, harga beras, harga lele, harga ayam, harga minyak goreng, harga rata-rata masakan, jumlah tenaga kerja, dan dummy masakan bebek) berpengaruh nyata pada permintaan LPG pedagang warung tenda pecel lele pada selang kepercayaan 90 persen. Uji-t dilakukan dengan melihat nilai probabilitas masing-masing variabel tidak bebas yang lebih kecil dari taraf nyata 10 persen atau 0.10. Uji statistik t menunjukkan bahwa nilai probabilitas variabel harga minyak goreng (PMGR), jumlah tenaga kerja (JTK), dan dummy masakan bebek (DBBK) lebih kecil dari 0.10 yang berarti bahwa variabel harga minyak goreng, jumlah tenaga kerja dan dummy masakan bebek berpengaruh nyata pada permintaan LPG pedagang warung tenda pecel lele pada taraf nyata 10 persen. Variabel harga LPG (PLPG), harga kompor gas (PKGS), harga beras (PBRS), harga lele (PLLE), harga ayam (PAYM), dan harga rata-rata masakan (PRMS) menunjukkan nilai probabilitas yang lebih besar dari 0.10 yang berarti bahwa variabel-variabel tersebut tidak 110 berpengaruh nyata pada permintaan LPG pedagang warung tenda pecel lele pada taraf nyata 10 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa secara parsial, hanya harga minyak goreng, jumlah tenaga kerja dan dummy masakan bebek yang signifikan mempengaruhi permintaan LPG pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor. Fungsi dugaan yang baik harus memenuhi kriteria ekonometrika yang meliputi pengujian asumsi-asumsi dasar seperti tidak terjadinya kasus heteroskedastisitas, non multikolinearitas, dan tidak terjadi kasus autokorelasi. Fungsi penduga yang baik memiliki variasi dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap. Heteroskedastisitas dideteksi dengan menggunakan grafik scatter plot seperti pada Lampiran 13. Lampiran 13 menunjukkan titik-titik menyebar secara acak, tidak membentuk pola tertentu yang jelas, dan tersebar baik di atas maupun di bawah angka nol pada sumbu Y. Hal ini berarti tidak terjadi heteroskedastisitas pada fungsi permintaan LPG pedagang warung tenda pecel lele, sehingga fungsi tersebut layak dipakai untuk memprediksi permintaan LPG berdasarkan masukan variabel bebasnya. Pembuktian tidak adanya multikolinearitas dalam fungsi permintaan LPG pedagang warung tenda pecel lele dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor (VIF) pada masing-masing variabel bebas. Jika nilai VIF kurang dari sepuluh, artinya persamaan tersebut tidak mengalami masalah multikolinearitas. Tabel 43 menunjukkan bahwa nilai VIF semua variabel bebas lebih kecil dari 10, yaitu antara 1.5 sampai 2.9 sehingga antara variabel bebas yang satu dengan variabel bebas yang lain tidak terjadi hubungan yang mendekati sempurna ataupun hubungan yang sempurna. Berdasarkan hal tersebut, fungsi permintaan 111 LPG pedagang warung tenda pecel lele sudah memenuhi asumsi non multikolinearitas. Asumsi yang terakhir yang harus dipenuhi adalah tidak terdapat autokorelasi. Autokorelasi berarti terdapat korelasi antar anggota sampel atau data pengamatan yang diurutkan berdasarkan waktu. Output hasil regresi memperlihatkan nilai statistik DW adalah 1.25276, dimana dL bernilai 1.01 dan dU bernilai 2.07. Nilai DW berada di antara 1.01 dan 1.93 (dL < DW < 4-dU), hal ini berarti fungsi pemintaan LPG pedagang warung tenda pecel lele bebas dari masalah autokorelasi. Dengan dipenuhinya ke-tiga asumsi dasar tersebut menunjukkan bahwa fungsi permintaan LPG pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor memenuhi kriteria model yang baik secara ekonometrika. Pembahasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan LPG pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor menyangkut tingkat signifikansi koefisien masing-masing variabel bebas terhadap permintaan LPG, kesesuaian tanda koefisien dengan hipotesis awal, dan kondisi di lapangan yang mendukung interpretasi faktor-faktor tersebut. 7.2.1 Harga LPG Harga LPG (PLPG) rata-rata yang dibeli pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor adalah Rp 4 961.00 per kg. Koefisien variabel harga LPG memiliki tanda negatif. Tanda ini sesuai dengan tanda yang diharapkan pada hipotesis awal, dimana harga LPG berpengaruh negatif terhadap permintaan LPG. Berdasarkan hasil analisis regresi, nilai koefisien regresi harga LPG adalah 0.0495. Artinya setiap kenaikan harga LPG sebesar satu rupiah per kg, akan menurunkan permintaan LPG sebesar 0.0495 kg dengan asumsi variabel lain 112 tetap, cateris paribus. Nilai probabilitas variabel harga LPG adalah sebesar 0.297 lebih besar dari α = 0.10 yang berarti harga LPG tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan LPG pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor pada selang kepercayaan 90 persen. Elastisitas harga LPG terhadap permintaan LPG adalah 2.1834, yang berarti kenaikan harga LPG rata-rata satu persen akan menurunkan jumlah LPG yang diminta sebesar 2.1834 persen. Nilai elastisitas harga LPG bersifat elastis yang berarti perubahan peningkatan harga LPG memberikan respon yang lebih besar terhadap penurunan jumlah LPG yang diminta pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor. 7.2.2 Harga Kompor Gas Kompor gas sebagai barang komplementer LPG diduga mempengaruhi permintaan LPG. Harga kompor gas (PKGS) rata-rata yang dipakai pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor adalah Rp 252 000.00. Koefisien regresi variabel harga kompor gas memiliki tanda negatif. Tanda ini sesuai dengan tanda yang diharapkan pada hipotesis awal. Harga kompor gas sebagai barang komplementer LPG memiliki hubungan yang negatif dengan permintaan LPG. Nilai koefisien regresi harga kompor gas adalah sebesar 0.00007244, yang berarti kenaikan harga kompor gas satu rupiah akan mengakibatkan penurunan jumlah LPG yang diminta sebesar 0.00007244 kg dengan asumsi variabel lain tetap, cateris paribus. Tabel 43 menunjukkan nilai probabilitas untuk variabel harga kompor gas adalah sebasar 0.251 lebih besar dari α = 0.10. Hal ini berarti bahwa harga kompor gas tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan LPG pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor pada selang kepercayaan 90 persen. Tidak 113 nyatanya pengaruh kompor gas terhadap permintaan LPG diduga karena kondisi di lapangan menunjukkan bahwa kompor gas yang digunakan oleh pedagang warung tenda pecel lele dapat digunakan selama lima tahun atau lebih. Hal ini mengakibatkan penurunan harga kompor gas pada waktu tertentu tidak memberikan pengaruh pada permintaan LPG pedagang tersebut. Elastisitas harga kompor gas terhadap permintaan LPG adalah 0.1613, yang berarti peningkatan harga kompor gas rata-rata satu persen akan menurunkan jumlah LPG yang diminta rata-rata sebesar 0.1613 persen. Nilai elasitisitas harga kompor gas bersifat inelastis yang berarti bahwa perubahan peningkatan harga kompor gas memberikan respon yang lebih kecil terhadap penurunan jumlah LPG yang diminta pedagang warung tenda pecel lele. 7.2.3 Harga Beras Harga beras (PBRS) diduga sebagai salah satu variabel yang mempengaruhi permintaan LPG pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor, karena beras adalah salah satu bahan baku utama dalam usaha warung tenda pecel lele. Harga rata-rata beras yang digunakan pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor adalah Rp 8 438.00 per kg. Koefisien variabel harga beras menunjukkan tanda negatif. Tanda ini sesuai dengan tanda yang diharapkan pada hipotesis awal. Harga beras sebagai barang komplementer dari LPG memiliki hubungan yang negatif dengan permintaan LPG, yang berarti peningkatan harga beras mengakibatkan penurunan permintaan LPG oleh pedagang warung tenda pecel lele. Nilai koefisien regresi harga beras adalah 0.01816 yang berarti kenaikan harga beras sebesar satu rupiah per kg akan menurunkan permintaan LPG sebesar 0.01816 kg dengan asumsi variabel lain tetap, cateris paribus. 114 Berdasarkan analisis regresi, variabel harga beras memiliki nilai probabilitas sebesar 0.111 lebih besar dari α = 0.10 yang berarti bahwa variabel harga beras tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan LPG pada selang kepercayaan 90 persen. Nilai 0.111 juga menunjukkan bahwa harga beras akan berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 88.9 persen. Elastisitas silang harga beras terhadap permintaan LPG adalah 1.3655, yang berarti peningkatan harga beras rata-rata satu persen akan mengakibatkan penurunan permintaan LPG rata-rata sebesar 1.3655 persen. Elastisitas silang harga beras ini bersifat elastis. Elastisitas silang harga beras ini menunjukkan tanda yang negatif yang berarti bahwa beras sebagai barang komplementer atau pelengkap dari LPG dalam usaha warung tenda pecel lele. 7.2.4 Harga Lele Lele sebagai salah satu bahan baku dalam usaha warung tenda pecel lele diduga sebagai salah satu variabel yang mempengaruhi permintaan LPG pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor. Harga lele (PLLE) rata-rata yang digunakan pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor adalah Rp 15 000.00 per kg. Koefisien variabel harga lele menunjukkan tanda negatif. Tanda ini sesuai dengan tanda yang diharapkan pada hipotesis awal. Harga lele sebagai barang komplementer dari LPG memiliki hubungan yang negatif dengan permintaan LPG, yang berarti peningkatan harga lele mengakibatkan penurunan permintaan LPG pedagang warung tenda pecel lele. Berdasarkan hasil analisis regresi, nilai koefisien regresi harga lele adalah 0.002010 yang berarti kenaikan harga lele sebesar satu rupiah per kg akan menurunkan permintaan LPG sebesar 0.002010 kg dengan asumsi variabel lain tetap, cateris paribus. Variabel harga lele 115 memiliki nilai probabilitas sebesar 0.738 lebih besar dari α = 0.10 yang berarti bahwa variabel harga lele tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan LPG pada selang kepercayaan 90 persen. Elastisitas silang harga lele terhadap permintaan LPG adalah 0.2738, yang berarti peningkatan harga lele rata-rata satu persen akan mengakibatkan penurunan permintaan LPG rata-rata sebesar 0.2738 persen. Elastisitas silang harga lele ini bersifat inelastis yang berarti perubahan peningkatan harga lele memberikan respon yang lebih kecil terhadap penurunan jumlah LPG yang diminta pedagang warung tenda pecel lele. Elastisitas silang harga lele ini menunjukkan tanda yang negatif yang berarti bahwa lele merupakan barang komplementer atau pelengkap dari LPG dalamusah warung tenda pecel lele. 7.2.5 Harga Ayam Daging ayam juga termasuk sebagai salah satu bahan baku dalam usaha warung tenda pecel lele. Harga ayam (PAYM) rata-rata yang digunakan pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor adalah Rp 28 675.00 per kg. Koefisien variabel harga ayam memiliki tanda negatif. Tanda ini sesuai dengan tanda yang diharapkan pada hipotesis awal. Harga ayam sebagai barang komplementer dari LPG memiliki hubungan yang negatif dengan permintaan LPG. Berdasarkan hasil analisis regresi, nilai koefisien regresi harga ayam adalah 0.004439. Hal ini dapat berarti peningkatan harga ayam sebesar satu rupiah per kg, akan menurunkan permintaan LPG sebesar 0.004439 kg dengan asumsi variabel lain tetap, cateris paribus. Berdasarkan hasil analisis regresi, variabel harga ayam memiliki nilai probabilitas 0.331 lebih besar dari α = 0.10 yang berarti bahwa variabel harga 116 ayam tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan LPG pada selang kepercayaan 90 persen. Elastisitas silang harga ayam terhadap permintaan LPG adalah 1.1320, yang berarti peningkatan harga ayam rata-rata satu persen akan menurunkan jumlah LPG yang diminta sebesar 1.1320 persen. Nilai elastisitas harga ayam bersifat elastis. Nilai elastisitas silang ini menunjukkan nilai yang negatif, menunjukkan bahwa ayam adalah barang komplementer atau pelengkap dari LPG dalam usaha warung tenda pecel lele. 7.2.6 Harga Minyak Goreng Minyak goreng sangat dibutuhkan dalam usaha warung tenda pecel lele, karena hampir semua menu yang disediakan di warung tenda pecel lele menggunakan minyak goreng dalam pengolahannya. Harga minyak goreng (PMGR) rata-rata yang digunakan pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor adalah Rp 9 975.00 per kg. Koefisien variabel harga minyak goreng memiliki tanda negatif. Tanda ini sesuai dengan tanda yang diharapkan pada hipotesis awal. Nilai koefisien regresi harga minyak goreng adalah 0.17907. Hal ini dapat berarti peningkatan harga minyak goreng sebesar satu rupiah per kg, akan menurunkan permintaan LPG sebesar 0.17907 kg dengan asumsi variabel lain tetap, cateris paribus. Variabel harga minyak goreng memiliki nilai probabilitas 0.001 lebih kecil dari α = 0.10 yang berarti bahwa variabel harga minyak goreng berpengaruh nyata terhadap permintaan LPG pada selang kepercayaan 90 persen. Elastisitas silang harga minyak goreng terhadap permintaan LPG adalah 15.876, yang berarti peningkatan harga minyak goreng rata-rata satu persen akan 117 menurunkan jumlah LPG yang diminta sebesar 15.876 persen. Nilai elastisitas harga minyak goreng bersifat elastis yang berarti perubahan peningkatan harga minyak goreng lebih kecil dari perubahan penurunan permintaan LPG. Nilai elastisitas silang ini menunjukkan nilai yang negatif, menunjukkan bahwa minyak goreng adalah barang komplementer atau pelengkap dari LPG dalam usaha warung tenda pecel lele. 7.2.7 Harga Rata-Rata Masakan Pada penelitian ini harga rata-rata masakan (PRMS) yang dihasilkan dalam usaha warung tenda pecel lele diduga sebagai salah satu variabel yang mempengaruhi permintaan LPG pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor. Harga rata-rata masakan yang dihasilkan pedagang warung tenda pecel lele adalah Rp 12 125.00 per porsi masakan. Koefisien variabel harga rata-rata masakan memiliki tanda positif. Tanda ini sesuai dengan tanda yang diharapkan pada hipotesis awal. Harga rata-rata masakan memiliki hubungan yang positif dengan permintaan LPG, karena dengan meningkatnya harga jual produk maka pedagang sebagai produsen akan meningkatkan jumlah output yang ditawarkan sehingga jumlah porsi masakan yang dihasilkan semakin banyak dan membutuhkan LPG lebih banyak. Nilai koefisien regresi harga rata-rata masakan adalah 0.000932. Hal ini dapat berarti peningkatan harga rata-rata masakan sebesar satu rupiah per porsi, akan meningkatkan permintaan LPG sebesar 0.000932 kg dengan asumsi variabel lain tetap, cateris paribus. Variabel harga rata-rata masakan memiliki nilai probabilitas 0.688 lebih besar dari α = 0.10 yang berarti bahwa variabel harga rata-rata masakan tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan LPG pada selang kepercayaan 90 persen. 118 Elastisitas silang harga rata-rata masakan terhadap permintaan LPG adalah 0.1003, yang berarti peningkatan harga rata-rata masakan satu persen akan menaikkan jumlah LPG yang diminta sebesar 0.1003 persen. Nilai elastisitas harga rata-rata masakan bersifat inelastis yang berarti perubahan peningkatan harga rata-rata masakan memberikan respon yang lebih kecil terhadap peningkatan jumlah LPG yang diminta pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor. 7.2.8 Jumlah Tenaga Kerja Jumlah tenaga kerja (JTK) menunjukkan skala usaha pedagang warung tenda pecel lele dan diduga sebagai salah satu variabel yang mempengaruhi permintaan LPG pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor. Jumlah tenaga kerja pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor rata-rata adalah dua sampai tiga orang. Koefisien variabel jumlah tenaga kerja memiliki tanda positif. Tanda ini sesuai dengan tanda yang diharapkan pada hipotesis awal. Jumlah tenaga kerja memiliki hubungan yang positif dengan jumlah permintaan LPG, berarti semakin banyak jumlah tenaga kerja menunjukkan skala usaha yang lebih besar sehingga membutuhkan LPG lebih banyak. Berdasarkan hasil analisis regresi, nilai koefisien regresi jumlah tenaga kerja adalah 28.221. Hal ini dapat berarti penambahan jumlah tenaga kerja satu orang, akan meningkatkan permintaan LPG sebesar 28.221 kg dengan asumsi variabel lain tetap, cateris paribus. Variabel jumlah tenaga kerja memiliki nilai probabilitas 0.000 lebih kecil dari α = 0.10 yang berarti bahwa variabel jumlah tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap permintaan LPG pada selang kepercayaan 90 persen. Nilai 0.000 juga 119 menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja berpengaruh nyata sampai pada selang kepercayaan 100 persen. Elastisitas jumlah tenaga kerja terhadap permintaan LPG adalah 0,6519, yang berarti penambahan jumlah tenaga kerja rata-rata satu persen akan meningkatkan jumlah LPG yang diminta sebesar 0,6519 persen. Nilai elastisitas jumlah tenaga kerja bersifat inelastis yang berarti perubahan penambahan jumlah tenaga kerja memberikan respon yang lebih kecil terhadap peningkatan jumlah LPG yang diminta pedagang warung tenda pecel lele di Kota Bogor. 7.2.9 Dummy Masakan Bebek Hasil analisis regresi menunjukkan koefisien variabel dummy masakan bebek (DBBK) memiliki tanda positif yang berarti apabila pedagang warung tenda pecel lele memproduksi masakan dari olahan bebek akan meningkatkan permintaan LPG pedagang warung tenda pecel lele, dibanding pedagang warung tenda pecel lele yang tidak memproduksi masakan dari olahan bebek. Variabel dummy masakan bebek memiliki nilai probabilitas 0.043 lebih kecil dari α = 0.10 yang berarti bahwa variabel dummy masakan bebek berpengaruh nyata terhadap permintaan LPG pada selang kepercayaan 90 persen.