SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Telp: 021-3860371/Fax: 021-3508711 www.kemendag.go.id Pertemuan Trade Negotiating Committee Pertama Indonesia-Iran: Sepakat Membentuk Preferential Trade Agreement Medan, 26 November 2010 – Setelah lama tertunda Indonesia dan Iran pada tanggal 25-26 November 2010 memulai pertemuan Trade Negotiating Committee (TNC) yang pertama. Pertemuan ini merupakan mandat dari kesepakatan yang telah dilakukan sebelumnya dimana dalam Joint Statement kedua Menteri Perdagangan di Teheran tahun 2003 sepakat merumuskan kerangka kerjasama pengurangan tarif dan hambatan perdagangan non tariff di kedua negara. Pada tahun 2004, kedua Menteri juga sepakat untuk membentuk Comprehensive Trade and Economic Partnership (CTEP). Berdasarkan kesepakatan ini telah dibentuk juga Framework Agreement on CTEP yang ditandatangani pada bulan Juni 2005. Kedua kesepakatan tersebut bertujuan memberikan dasar bagi kedua belah pihak untuk melakukan perundingan dengan maksud untuk membentuk Indonesia-Iran CTEP berdasarkan pengalaman yang diperoleh melalui Preferential Trade Agreement (PTA). Pertemuan pertama TNC ini dipimpin oleh Gusmardi Bustami, Dirjen Kerjasama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan dan pihak Irak dipimpin oleh Duta Besar Iran di Jakarta. TNC telah membahas kemungkinan kesepakatan adanya PTA antara Indonesia-Iran. Pertemuan konsultasi pendahuluan dalam bentuk tim teknis telah dilakukan pada tahun 2006 dan 2008. Indonesia telah menyampaikan request list dan modalitas penurunan tarif serta menanggapi draft PTA dan Rules of Origin, namun karena waktu telah berjalan cukup lama, pertemuan TNC yang pertama ini melihat kembali proposal tersebut. Indonesia telah menyampaikan sejumlah 776 tariff line (10 digit HS) dengan total nilai ekspor sekitar US$ 305,0 juta sedangkan pihak Iran menyampaikan sekitar 522 tariff line (8 digit HS) dengan nilai impor sekitar US$ 120,0 juta. Mengingat adanya perbedaan digit HS pada kedua negara, maka telah disepakati untuk melihat kembali masing produk dalam HS tersebut agar dalam implementasinya dikemudian hari tidak menjadi 1 masalah. Mengenai modalitas penurunan tarif, Indonesia pada tahun 2008 telah mengusulkan formula dengan Margin of Preference (MOP) tertentu untuk besaran tarif tertentu. Semakin tinggi tarif impor, maka semakin tinggi pula pemotongannya. Formula ini akan memberikan akses yang lebih besar bagi produk Indonesia yang selama ini banyak terkena tarif yang tinggi di Iran. Pertemuan juga membahas mengenai Rules of Origin (ROO), namun mengingat isu yang sangat teknis maka kedua pihak sepakat untuk membahas dalam kesempatan yang akan datang. Masalah ROO sangat penting karena akan berdampak kepada keberhasilan penggunaan preferential yang diberikan dalam perjanjian. PTA ini adalah merupakan jembatan untuk menuju Indonesia-Iran Comprehensive Trade and Economic Partnership Agreement (II-CTEPA). Gusmardi Bustami menyatakan bahwa “kerjasama dengan Iran dalam PTA ini adalah sangat penting karena Iran merupakan negara yang menerapkan tarif yang tinggi dan berbagai non tarif sehingga melalui kesepakatan ini kita dapat mengurangi hambatan yang ada. Selain itu Iran adalah negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan D-8 yang penting, sehingga bila kita dapat membuat PTA dan akhirnya II-CTEPA maka kita juga dapat mendorong kesepakatan serupa dengan negara-negara yang ada dalam organisasi tersebut karena Indonesia adalah anggota kedua organisasi tersebut.” Perdagangan Indonesia –Iran mengalami pertumbuhan yang cukup baik dengan trend pertumbuhan selama 5 tahun terakhir (2005-2009) sebesar 29,4%. Total perdagangan Indonesia- Iran yang tertinggi pada tahun 2008 mencapai US$ 975,3 juta dan tahun 2009 menurun menjadi US$ 863,2 juta. Ekspor Indonesia ke Iran pada tahun 2005 mencapai US$ 289 juta, maka tahun 2009 telah mencapai US$ 506,9 juta atau tumbuh rata-rata 21%. Untuk 7 bulan pertama 2010, ekspor Indonesia mencapai US$ 223 juta. Ekspor Indonesia ke Iran keseluruhannya adalah non minyak dan gas. Sementara itu impor Indonesia dari Iran pada tahun 2005 bernilai US$ 79,2 juta dan tahun 2009 meningkat menjadi US$ 356 juta atau tumbuh sekitar 51%. Peningkatan tersebut disebabkan karena tingginya impor Crude Oil. Dalam 7 bulan pertama 2010, impor bernilai US$ 297,9 juta. Secara keseluruhan neraca perdagangan kedua negara terlihat surplus bagi Indonesia. Diyakini bahwa angka-angka perdagangan tersebut belum mencerminkan potensi yang ada dikedua negara dan bila dapat dilakukan kerjasama yang lebih erat maka diperkirakan nilai perdagangan akan dapat ditingkatkan lagi. Produk utama ekspor Indonesia ke Iran antara lain adalah palm oil, pipa baja, baja, kertas, karet, electronic products, ban kendaraan, kayu dan produk kayu, coffee, tea, pakaian jadi, ikan. Sedangkan impor utama Indonesia dari Iran adalah antara lain hydrocarbon, fertilizers, bitumen and asphalt, unwrought aluminium, gypsum, synthetic rubber, dates, etc. 2 Kedua pihak menyepakati untuk melanjutkan pembahasan dan diharapkan dapat diselesaikan pada akhir tahun 2011 dan diharapkan PTA dapat diberlakukan pada Januari 2012. --selesai-- Informasi lebih lanjut hubungi: Robert James Bintaryo Kepala Pusat Humas Kementerian Perdagangan Telp/Fax: 021-3860371/021-3508711 Email: [email protected] Pradnyawati Direktur Kerja Sama Bilateral Ditjen Kerja Sama Perdagangan Internasional Telp/Fax: 021-3442576/021-3858206 Email: [email protected] 3