PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR : 04 TAHUN 2003 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG TIMUR, Menimbang www.djpp.depkumham.go.id Mengingat : a. bahwa untuk terselenggaranya Pengelolaan Keuangan Daerah yang tertib, taat azas dan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan, maka perlu adanya pengaturan mengenai sistem dan prosedur penyusunan, pengurusan, penatausahaan, pertanggungjawaban, dan pengawasan Keuangan Daerah; b. bahwa sehubungan dengan maksud tersebut pada huruf a, dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan pertanggungjawaban Keuangan Daerah, maka Pemerintah Daerah perlu mengatur Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah dengan Peraturan Daerah; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan huruf b, maka perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah. : 1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1964 Tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Lampung (Lembaran Daerah Tahun 1964 Nomor 95 Tambahan Lembaran Negara Nomor 2688); 2. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Kabupaten Dati II Way Kanan, Kabupaten Dati II Lampung Timur, dan Kotamadya Dati II Metro (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3825); 3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848); 5. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4826); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 Tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 201, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4021) sebagaimana telah diubah dengan www.djpp.depkumham.go.id www.djpp.depkumham.go.id Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2001 (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4165); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 Tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 202, Tambahan Lembaran Nomor 4022); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2000 Tentang Pengelolaan Pertanggungjawaban Keuangan dalam pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 203, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4023); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 Tentang Pinjaman Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 204, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4024); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 209, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4027); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 Tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 210, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4028); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, serta Jumlah Kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat dan (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 210, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4028); 14. Keputusan Presiden Nomor 85 Tahun 1998 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4330); 15. Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 38 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Daerah Kabupaten sebagai Daerah Otonom. Memperhatikan : Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan keuangan Daerah serta ata Cara Penyusunan APBD Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan APBD. Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR MEMUTUSKAN: Menetapkan PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN KEUNGAN DAERAH POKOK-POKOK www.djpp.depkumham.go.id BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah daerah Kabupaten Lampung Timur. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur. 3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lampung Timur. 4. Pemerintah Daerah adalah Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Otonom oleh Pemerintah Daerah dan DPRD Menurut Azas Desentralisasi. 5. Kepala Daerah adalah Bupati Lampung Timur. 6. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang Pemerintah oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 7. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang, termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban Daerah tersebut, dalam kerangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. 8. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang selanjutnya disingkat APBD, adalah suatu rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang APBD. 9. Anggaran berbasis Kinerja adalah anggaran di mana setiap alokasi biaya yang direncanakan harus dikaitkan dengan tingkat pelayanan atau hasil yang diharapkan dapat dicapai. www.djpp.depkumham.go.id 10. Pemegang Kekuasaan Umum Pengelola Keuangan Daerah adalah Kepala Daerah yang karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan daerah dan mempunyai kewajiban menyampaikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kewenangan tersebut kepada DPRD. 11. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah adalah Pejabat atau Pegawai Daerah yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku diberi kewenangan tertentu dalam kerngka pengelolaan keuangan daerah. 12. Pengelola Keuangan Daerah adalah pejabat pemegang kekuasaan penggunaan Anggaran Belanja Daerah. 13. Bagian Belanja Aparatur Daerah adalah belanja yang dialokasikan pada atau digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat, dan dampaknya tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat. 14. Bagian Belanja Pelayanan Publik adalah belanja yang dialokasikan pada atau digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat, dan dampaknya secara langsung dinikmati oleh masyarakat. 15. Barang Daerah adalah semua barang milik Daerah yang berasal dari pembelian dengan dana yang bersumber seluruhnya atau sebagian dari APBD dan atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. 16. Belanja Daerah meliputi semua pengeluaran Kas Daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi beban Daerah. 17. Belanja Administrasi Umum adalah Belanja tidak langsung yang dialokasikan pada kegiatan non investasi. 18. Belanja Modal adalah belanja langsung yang digunakan untuk membiayai kegiatan investasi . www.djpp.depkumham.go.id 19. Belanja Operasi dan Pemeliharaan adalah belanja langsung yang digunakan untuk membiayai kegiatan non investasi. 20. Belanja tidak tersangka adalah pengeluaran daerah yang tidak terencana penggunaan sebelumnya, untuk dipergunakan sewaktu-waktu guna mengatasi keadaan darurat dan mendesak seperti penanganan bencana alam, bencana sosial, atau pengeluaran lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka kewenangan Pemerintah Daerah. 21. Sisa Lebih Perhitungan APBD tahun lalu adalah selisih lebih realisasi Belanja Daerah dan merupakan komponen pembiayaan. 22. Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan yang memerlukan dan relatif cukup besar yang tidak dapat dibebankan dalam satu Tahun Anggaran. 23. Dana Depresiasi adalah dana yang disisihkan untuk penggantian aset pada masa akhir mas umur ekonominya. 24. Aset Daerah adalah semua harta kekayaan milik daerah baik barang berwujud maupun barang tidak berwujud. 25. Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima dari pihak lain sejumlah uang atau manfaat bernilai uang sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali, tidak termasuk kredit jangka pendek yang terjadi dalam perdagangan. 26. Kas Daerah adalah tempat menyimpan uang Daerah yang ditentukan oleh Bendahara Umum Daerah. 27. Pembiayaan adalah transaksi Keuangan Daerah yang dimaksudkan untuk menutup selisih antara Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah. 28. Pendapatan Daerah meliputi semua penerimaan yang merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran yang akan menjadi Penerimaan Kas Daerah. www.djpp.depkumham.go.id 29. Penerimaan Daerah adalah semua penerimaan Kas Daerah dalam periode Tahun Anggaran tertentu. 30. Pengeluaran Daerah adalah semua pengeluaran Kas Daerah dalam periode Tahun Anggaran tertentu. 31. Rencana Strategi adalah rencana strategi Daerah Kabupaten Lampung Timur mengenai rencana lima tahunan yang menggambarkan visi, misi, tujuan, strategi, program dan kegiatan daerah. 32. Perangkat Daerah adalah orang/lembaga pada Pemerintah Daerah yang bertanggungjawab kepada Kepala Daerah dan membantu Kepala Daerah dalam penyelenggaraan Pemerintahan yang terdiri atas Sekretariat Daerah, Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan, dan Kelurahan sesuai dengan kebutuhan Daerah. 33. Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kekuasaan penggunaan Anggaran Belanja Daerah. 34. Bendahara Umum Daerah adalah Pejabat yang diberi kewenangan oleh Pemegang Kekuasaan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah untuk mengelola penerimaan dan pengeluaran Kas Daerah serta segala bentuk Kekayaan daerah lainnya. 35. Pemegang Kas adalah setiap orang yang ditunjuk dan diserahi tugas melaksanakan kegiatan kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan APBD di setiap unit kerja penggunaa anggaran daerah. 36. Piutang Daerah adalah jumlah uang yang menjadi Hak Daerah atau kewajiban pihak lain kepada Daerah sebagai akibat penyerahan uang, Barang dan atau Jasa oleh Daerah atau akibat lainnya berdasarkan Peraturan Perudang-undangan yang berlaku. 37. Sistem Akuntansi Keuangan Daerah adalah sistem akuntansi yang meliputi proses pencatatan, penggolongan, penafsiran, peringkasan transaksi atau kejadian keuangan serta www.djpp.depkumham.go.id pelaporan keuangannya dalam rangka pelaksanaan APBD, dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum. BAB II PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Bagian Pertama Azas Umum Pasal 2 Pengelolaan Keuangan Daerah dilakukan secara tertib, taat pada Peraturan Perundangundangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan dan bertanggungjawab dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatuhan. Pasal 3 (1) (2) (3) (4) APBD merupakan dasar pengelolaan Keuangan Daerah dalam tahun anggaran tertentu. APBD merupakan anggaran berbasis kinerja. APBD harus lebih berorientasi pada kepentingan masyarakat. Tahun fiskal APBD sama dengan tahun fiskal Anggaran Pendapatan Belanja Negara. Pasal 4 (1) Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah dalam rangka desentralisasi dicatat dan dikelola dalam APBD. www.djpp.depkumham.go.id (2) APBD, Perubahan APBD, dan Perhitungan APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Pasal 5 Dalam menyusun APBD, penganggaran pengeluaran harus harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah cukup. Pasal 6 (1) Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. (2) Jumlah belanja yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. (3) Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBD apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut. Bagian Kedua Pejabat Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 7 (1) Kepala Daerah adalah pemegang kekuasaan umum Pengelolaan Keuangan Daerah, yang dilaksanakan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan www.djpp.depkumham.go.id (2) Kepala Daerah selaku pemegang kekuasaan umum Pengelolaan keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat mendelegasikan sebagain atau seluruh kewenangannya kepada Sekretaris Daerah dan/atau Perangkat Pengelola Keuangan Daerah. Pasal 8 (1) Kepala Daerah menetapan terlebih dahulu para pejabat Pengelola Keuangan Daerah dengan Keputusan untuk dapat melaksanakan anggaran. (2) Keputusan Penetapan Pejabat Pengelola Keuangan Daerah ditetapkan paling lambat 1 (satu) bulan setelah penetapan APBD. Bagian Ketiga Kewenangan Pasal 9 (1) Dalam rangka menyiapkan rancangan APBD, Pemerintah Daerah bersama-sama DPRD menyusun arah dan Kebijakan Umum APBD. (2) Berdasarkan Arah dan Kebijakan Umum APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Daerah menyusun Strategi dan Prioritas APBD. (3) Arah dan kebijakan Umum APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan oleh Kepala Daerah sebagai pedoman bagi perangkat daerah dalam menyusun usulan program, kegiatan, dan anggaran. (4) Usulan program, kegiatan dan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disusun www.djpp.depkumham.go.id berdasarkan prinsip-prinsip anggaran kerja. (5) Usulan program, kegiatan dan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dituangkan dalam rencan anggaran satuan kerja dan dibahas dalam rangka penyusunan Rancangan APBD. Pasal 10 (1) Kepala Daerah dapat menyediakan anggaran kegiatan untuk membiayai pengeluaran tidak tersangka. (2) Anggaran untuk membiayai pengeluaran yang sifatnya tidak tersangka sebagaimana dimaksud pad ayat (1), disediakan dalam bagian anggaran pengeluaran tidak tersangka. (3) Penggunaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah dan diberitahukan kepada DPRD paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal ditetapkannya Kepala Daerah. Pasal 11 (1) Kepala Daerah dalam keadaan yang sangat mendesak atau karena kebutuhan yang mendesak, melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran uang dalam batas-batas anggaran daerah. (2) Untuk tiap pengeluaran atas beban anggaran daerah termasuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diterbitkan Keputusan Otoritas oleh Kepala Daerah atau keputusan lain yang berlaku sebagai Keputusan Otoritas. (3) Tindakan pengeluaran uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan oleh Kepala daerah dengan memberitahukan kepada DPRD. www.djpp.depkumham.go.id BAB III ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH Bagian Pertama Struktur APBD Pasal 12 (1) Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari Pendapatan Daerah, Belanja Daerah dan Pembiayaan (2) Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini meliputi semua Penerimaan yang merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran yang akan menjadi Penerimaan Kas Daerah (3) Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini meliputi semua Pengeluaran yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun Anggaran yang akan menjadi Pengeluaran Kas Daerah (4) Pembiayaan sebagaiaman diamksud pada ayat (1), pasal ini meliputi semua transaksi keuangan untuk menutup defisit atau untuk memanfaatkan surplus (5) Struktur APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diklasifikasikan berdasarkan bidang Pemerintahan Daerah (6) Setiap Bidang Pemerintahan daerah sebagaiman dimaksud pada ayat (5) pasal ini dilaksanakan oleh perangkat-perangkat Daerah yang bertindak sebagai pusat-pusat pertanggungjawaban sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing (7) Klasifikasi struktur APBD beserta kode rekeningnya ditetapkan dengan Keputusan Bupati www.djpp.depkumham.go.id Bagian Kedua Anggaran Pendapatan Daerah Pasal 13 (1) Anggaran Pendapatan Daerah dirinci dalam kelompok pendapatan yang meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan lain-lain Pendapatan yang sah (2) Kelompok Pendapatan sebagaimana dimaksud pad ayat (1), dirinci dalam jenis pendapatan (3) Jenis Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dirinci dalam obyek Pendapatan (4) Obyek pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dirinci menurut rincian obyek pendapatan (5) Anggaran Pendapatan Daerah merupakan batas terendah yang diperkirakan dapat dicapai Bagian Ketiga Anggaran Belanja Daerah Pasal 14 (1) Anggaran Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pasal 3 dirinci dalam bagaian belanja yang meliputi Bagian Belanja Aparatur Daerah dan Bagian Belanja Pelayanan Publik. (2) Bagian Belanja dirinci dalam kelompok belanja yang meliputi Belanja Administrasi Umum, Belanja Operasi dan Pemeliharaan, serta Belanja Modal. (3) Kelompok Belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dirinci dalam jenis belanja. (4) Jenis Belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dirinci dalam obyek belanja. www.djpp.depkumham.go.id (5) Obyek Belanja sebagaimana dimaksud pad aayat (1), dirinci menurut rincian obyek belanja. (6) Komposisi antara Bagian Belanja Aparatur Daerah dan Bagian Belanja Pelayanan Publik ditetapkan setiap tahun oleh Kepala Daerah. (7) Anggaran Belanja Daerah merupakan batas tertinggi yang dapat dikeluarkan oleh Kepala Daerah. Pasal 15 (1) Belanja tidak tersangka sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, untuk penanganan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran yang tidak yang tidak terduga lainnya yang sangat diperlukan dan tidak dianggarkan dalam APBD Tahun Anggaran yang berjalan dapat dibebankan pada Anggaran Belanja Tidak Tersangka (2) Pengembalian atas kelebihan penerimaan yang terjadi dalam tahun anggaran yang lalu dibebankan pada anggaran belanja tidak tersangka Pasal 16 (1) Anggaran Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan direncanakan untuk pengeluaran yang tidak menerima secara langsung imbal barang (2) Penerimaan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berasal dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun lalu, Transfer dari Dana Cadangan, dan Hasil Penjualan Aset Daerah yang Dipisahkan (3) Pengeluaran Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari Transfer ke Dana Cadangan, Transfer dari dana Depresiasi, Pembayaran Utang Pokok yang Jatuh Tempo, www.djpp.depkumham.go.id Penyertaan Modal, Sisa Kurang Perhitungan Anggaran Tahun Lalu Pasal 19 Penerimaan Pinjaman dan Obligasi sebagai penerimaan daerah dan pembayaran Utang Pokok yang telah Jatuh Tempo sebagai pengeluaran daerah akan diatur tersendiri dalam Peraturan daearh, jika Daerah telah diizinkan untuk melakukan pinjaman BAB IV KEUANGAN KEPALA DAERAH DAN DPRD Bagian Pertama Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Pasal 20 Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ditetapkan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku Bagian Kedua Keuangan DPRD Pasal 21 (1) DPRD mempunyai hak menentukan Anggaran Belanja dan Keuangan www.djpp.depkumham.go.id (2) Anggaran Belanja dan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini diatur oleh DPRD bersama-sama dengan Sekretaris DPRD sesuai dengan Peraturan Perundangundangan yang berlaku. Pasal 25 (1) Unit Kerja membuat usulan program, kegiatan dan anggaran berdasarkan Surat Edaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) (2) Usulan Program, Kegiatan dan Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam Rencana Anggaran Satuan Kerja (3) Rencana Anggaran Satuan Kerja diserahkan kepada Tim Anggaran Eksekutif Pasal 26 (1) Tata Cara Pembahasan Rencana Anggaran Satuan Kerja ditetapkan Kepala Daerah (2) Tata Cara Pembahasan Rencana Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipakai Tim Anggaran Eksekutif untuk menilai kewajaran beban kerja dan biaya kegiatan dari Rencana Anggaran Satuan Kerja (3) Hasil pembahasan Tim Anggaran Eksekutif dituangkan dalam Rancangan APBD Paragraf II Dokumen Rancangan APBD Pasal 27 www.djpp.depkumham.go.id (1) Dokumen Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD terdiri dari Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan lampiran-lampirannya (2) Lampiran Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari : a. Ringkasan APBD; b. Rincian APBD; Pasal 31 (1) Berdasarkan Peraturan Daerah tentang APBD, Kepala Daerah menetapkan Rencana Anggaran Satuan Kerja menjadi Dokumen Anggaran Satuan Kerja. (2) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat Pendapatan dan Belanja setiap perangkat daerah sebagai dasar pelaksanaan oleh Pengguna Anggaran. (3) Penetapan Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling lambat 1 (satu) bulan setelah Peraturan Daerah tentang APBD ditetapkan. Bagian Kedua Perubahan APBD Paragraf I Proses Penyusunan Perubahan APBD Pasal 32 (1) Perubahan APBD dilakukan sehubungan dengan : a. Adanya Kebijakan Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah yang bersifat strategis; www.djpp.depkumham.go.id b. Penyesuaian akibat tidak tercapainya target penerimaan daerah yang ditetapkan; c. Terjadinya Kebutuhan pengeluaran anggaran yang bersifat mendesak dan harus dilaksanakan dalam tahun Anggaran yang bersangkutan; (2) Hal-hal yang melatarbelakangi terjadinya perubahan APBD, dibahas bersama dengan DPRD dan selanjutnya dituangkan dalam perubahan Strategi dan Prioritas APBD (3) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Kepala Daerah sebagai pedoman Perangkat Daerah dalam menyusun usulan perubahan program, kegiatan, dan anggaran Paragraf III Penetapan Perubahan APBD Pasal 35 (1) Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD dan lampirannya disampaikan oleh Kepala Daerah kepada DPRD paling lambat 5 (lima) bulan sebelum tahun anggaran berakhir (2) Penyampaian rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disertai dengan Nota Perubahan Keuangan Pasal 36 Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD yang telah dibahas dan disetujui oleh DPRD, disahkan oleh Kepala Daerah menjadi Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD www.djpp.depkumham.go.id paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun anggaran berakhir Pasal 37 (1) (2) Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD ditindaklanjuti dengan Keputusan Kepala Daerah tentang Penjabaran Perubahan APBD Keputusan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disusun menurut Kelompok, Jenis, Objek, Rincian Objek Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan Pasal 38 (1) (2) (3) Berdasakan Peraturan Daerah tentang perubahan APBD, Kepala Daerah menetapkan Perubahan Rencana Anggaran Satuan Kerja menjadi Perubahan Dokumen Anggaran Satuan Kerja Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat pendapatan dan belanja setiap perangkat daerah sebagai dasar pelaksanaan oleh Pengguna Anggaran Penetapan Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling lambat 1 (satu) bulan setelah Peraturan Daerah tentang Perubahan ditetapkan www.djpp.depkumham.go.id Paragraf III Penetapan Perhitungan APBD Pasal 41 (1) Rancangan Peraturan Daerah tentang Perhitungan APBD yang telah dibahas dan disetujui oleh DPRD, disahkan oleh Kepala Daerah paling lambat 3 (tiga) bulam setelah Tahun Anggaran Berakhir (2) Peraturan Daerah tentang Perhitungan APBD ditindaklanjuti dengan Keputusan Kepala Daerah tentang Penjabaran Perhitungan APBD (3) Penjabaran Perhitungan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilengkapi dengan lampiran sebagai berikut : a. Ringkasan Perhitungan APBD; b. Laporan Sisa Perhitungan Anggaran Tahun Berkenaan c. Rincian Perhitungan APBD; d. Daftar Rekapitulasi Perhitungan APBD berdasarkan Bidang Pemerintahan dan Perangkat Daerah; e. Daftar Piutang Daerah; f. Daftar Pinjaman Daerah; g. Daftar Investasi (Penyertaan Modal) Daerah; h. Daftar Realisasi Dana Cadangan; i. Daftar Cek yang Masih Belum Dicairkan; j. Daftar Aset yang diperoleh pada Tahun Berkenaan; dan k. Laporan Keuangan Badan Usaha Milik Daerah yang terdiri dari Neraca, Laporan Rugi Laba, dan Laporan Aliran Kas. www.djpp.depkumham.go.id BAB VI REVISI ANGGARAN Pasal 42 (1) Kepala Daerah selaku Pemegang Kekuasan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah dapat melakukan Revisi Anggaran tanpa merubah plafon anggaran yang disediakan. (2) Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat dilakukan dengan rincian kegiatan dalam satu kegiatan. (3) Revisi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dtetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah setelah mendapat Persetujuan Pimpinan DPRD. Pasal 46 (1) Dana Cadangan dibukukan dalam rekening tersendiri atas nama Dana Cadangan Pemerintah Daerah, yang dikelola oleh Bendahara Umum Daerah. (2) Dana Cadangan tidak dapat digunakan untuk membiayai program/kegiatan lain diluar yang telah ditetapkan. (3) Program/kegiatan yang dtetapkan berdasarkan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan apabila Dana Cadangan yang disisihkan telah tercapai. (4) Untuk melaksanakan program/kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Dana Cadangan dimaksud terlebih dahulu dipindahbukukan ke Rekening Daerah. www.djpp.depkumham.go.id Bagian Kedua Dana Depresiasi Pasal 47 (1) Pemerintah Daerah dapat membentuk Dana Depresiasi yang disesuaikan dengan kemampuan Keuangan Daerah (2) Pembentukan Dana Depresiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Kepala daerah (3) Keputusan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menetapkan tujuan, besaran, dan sumber dana Depresiasi, serta jenis penggantian Aset Daerah yang dibiayai dari Dana Depresiasi tersebut Pasal 48 Dana Depresiasi yang dibentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, bersumber dari kontribusi tahunan Penerimaan APBD, kecuali Dana Alokasi Khusus, Pinjaman Daerah dan dana Darurat Pasal 49 (1) Aset daerah berupa Aktiva Tetap selain tanah yang digunakan untuk operasional secara langsung oleh Pemerintah Daerah didepresiasi dengan metode garis lurus berdasarkan umur ekonomisnya www.djpp.depkumham.go.id (2) Depresiasi atas Aktiva tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digunakan untuk pembentukan Dana Depresiasi yang digunakan untuk penggantian aset daerah pada akhir masa umur ekonomis Pasal 50 (1) Pengisian Dana Depresiasi setiap tahun dianggarkan dalam kelompok Pembiayaan, jenis Pengeluaran Daerah, Obyek Transfer ke Dana Depresiasi (2) Penggunaan Dana Depresiasi dianggarkan pada: a. Kelompok Pembiayaan, Jenis Penerimaan Daerah, Obyek Transfer dari Dana Depresiasi. b. Bagian Kelompok dan Jenis Belanja Modal. Bagian Ketiga Pinjaman Daerah dan Investasi Daerah Paragraf I Pinjaman Daerah Pasal 51 (1) Pemerintah Daerah dengan persetujuan DPRD dapat melakukan pinjaman baik yang bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri (2) Pinjaman Daerah dari Dalam Negeri bersumber dari Pemerintah Pusat, Lembaga Keuangan Bank, Lembaga Keuangan bukan Bank. Masyarakat dan sumber lainnya www.djpp.depkumham.go.id (3) Pinjaman Daerah dari Luar Negeri dapat berupa pinjaman bilateral atau pinjaman multilateral Pasal 52 Penggunaan, batas maksimum jumlah dan jangka waktu pinjaman jangka pinjaman : a. pinjaman jangka panjang hanya dapat digunakan untuk membiayai pembangunan prasarana yang merupakan aset daerah dan dapat menghasilkan penerimaan untuk pembayaran kembali pinjaman, serta memberikan manfaat bagi pelayanan masyarakat b. Pinjaman Jangka Panjang tidak dapat digunakan untuk membiayai belanja administrasi umum serta belanja operasional dan pemeliharaan c. Batas maksimum jumlah jangka pinjaman panjang wajib memenuhi 2 (dua) ketentuan : 1. Jumlah kumulatif pokok pinjaman yang wajib dibayar tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya; dan 2. Berdasarkan proyeksi penerimaan dan pengeluaran daerah tahunan selama jangka waktu pinjaman, Debt Service Coverage (DSCR) paling sedikit 2,5 (dua setengah); d. Batas maksimum jangka waktu pinjaman jangka panjang disesuaikamn dengan umur ekonomis aset yang dibiayai, termasuk masa tenggang yang disesuaikan dengan masa pengadaan harta atau masa konstruksi, dengan jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun Pasal 53 Penggunaan, batas maksimum jumlah dan jangka waktu pinjaman jangka pendek : a. Pinjaman jangka pendek digunakan hanya untuk pengaturan arus kas dalam rangka pengelolaan Kas Daerah b. Jumlah maksimum pinjaman jangka panjang pendek adalah 1/6 (satu per enam) dari jumlah belanja APBD Tahun Anggaran yang berjalan dengan mempertimbangkan kecukupan penerimaan daerah untuk membayar kembali pinjaman tersebut pada waktunya; c. Pelunasan pinjaman jangka pendek wajib diselesaikan dalam tahun anggaran yang berjalan. www.djpp.depkumham.go.id Pasal 54 Antara Pemerintah Daerah dengan pemberi pinjaman, yang ditndatangani atas nama Pemerintah Daerah oleh Kepala Daerah dan pemberi Pinjaman (3), Agar setiap orang mengetahuinya setiap perjanjian pinjaman, yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah diumumkan dan ditempatkan dalam Lembaran Daerah. Pasal 55 (1) Untuk memperoleh pinjaman yang bersumber dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah mengajukan usulan kepada Menteri Keuangan disertai surat persetujuan DPRD, Studi Kelayakan dan dokumen-dokumen lain yang diperlukan untuk dilakukan evaluasi. (2) Perjanjian pinjaman yang bersumber dari Pemerintah Pusat ditandangani oleh Menteri Keuangan dan Kepala daerah. www.djpp.depkumham.go.id Pasal 56 (1) Pinjaman daerah yang bersumber dari Luar Negeri dilakukan melalui Pemerintah Pusat (2) Untuk memperoleh Pinjaman Daerah yang bersumber dari Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah mengajukan usulan kepada Pemerintah Pusat disertai Surat Pesetujuan DPRD, studi kelayakan dan dokumen-dokumen yang diperlukan (3) Terhadap usulan Pinjaman Derah yang bersumber dari Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Pusat melakukan evaluasi dari berbagai aspek untuk dapat tidaknya menyetujui usulan tersebut (4) Apabila Pemerintah Pusat telah memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah Daerah mengadakan perundingan dengan calon pemberi pinjaman yang hasilnya dianjurkan untuk mendapatkan persetujuan Pemerintah Pusat (5) Pemerintah Daerah dapat melakukan pinjaman daerah yang bersumber dari luar negeri, setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Pemerintah Pusat (6) Perjanjian pinjaman daerah yang bersumber dari luar negeri ditandangani oleh Kepala Daerah dengan pemberi pinjaman luar negeri Pasal 57 (1) Pinjaman daerah jangka pendek dan jangka panjang disalurkan melalui rekening Kas Daerah. (2) Penatausahaan pelaksanaan program/kegiatan yang dibiayai dari Pinjaman Daerah diperlakukan sama dengan penatausahaan pelaksanaan program/kegiatan lainnya. (3) Semua penerimaan dan kewajiban dalam rangka pinjaman daerah dicantumkan dalam daftar Pinjaman Daerah. www.djpp.depkumham.go.id Pasal 58 (1) Penerimaan pinjaman daerah dalam APBD dianggarkan pada kelompok pembiayaan, jenis penerimaan daerah, obyek pinjaman dan obligasi, sesuai dengan jumlah yang akan diterima dalam tahun anggaran berkenaan (2) Program dan kegiatan yang dibiayai dengan pinjaman daerah dianggarkan pada bagian, kelompok, jenis, obyek dan rincian obyek belanja sesuai dengan penggunaan pinjaman daerah Pasal 59 (1) Jumlah pinjaman yang jatuh tempo pada APBD tahun berkenaan dianggarkan pada kelompok pembiayaan, jenis pengeluaran daerah, obyek pembayaran pokok pinjaman (2) Jumlah bunga atau denda dan biaya adminidtrasi pinjaman yang akan dibayar pada APBD tahun berkenaan dianggarkan pada bagian, kelompok belanja, jenis belanja administrasi umum, obyek bunga dan denda, rincian obyek bunga dan denda pinjaman Paragraf II Investasi Daerah Pasal 60 www.djpp.depkumham.go.id (1) Pemerintah Daerah dapat melakukan investasi dalam bentuk penyertaan modal, deposito, atau bentuk investasi lainnya sepanjang hal tersebut memberikan manfaat bagi peningkatan pelayanan masyarakat dan tidak mengganggu likuiditas Pemerintah Daerah. (2) Investasi Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam Peraturan Daerah. (3) Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas pengelolaan investasi dan setiap akhir tahun anggaran melaporkan hasil pelaksanaannya kepada DPRD. BAB VIII PRINSIP-PRINSIP PENGELOLAAN KAS Bagian Pertama Penerimaan dan Pengeluaran Pasal 61 (1) Uang milik Daerah disimpan pada bank yang sehat dengan cara membuka rekening kas daerah. (2) Setiap penerimaan kas disetor sepenuhnya ke rekening kas daerah pada bank yang ditunjuk. (3) Semua manfaat yang bernilai uang berupa komisi, rabat, potongan bunga, jasa giro atau nama lain sebagai akibat dari penjualan dan atau pengadaan barang dan jasa serta dari penyimpanan dan atau penempatan uang daerah merupakan pendapatan daerah. Pasal 62 www.djpp.depkumham.go.id (1) Pengeluaran Kas yang mengakibatkan beban APBD, tidak dapat dilakukan sebelum rancangan peraturan Daerah tentang APBD disahkan. (2) Pengeluaran Kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak termasuk belanja pegawai yang formasinya telah ditetapkan. (3) Pengeluaran kas dengan cara beban tetap dapat dilakukan untuk keperluan : a. Belanja Pegawai. b. Belanja Perjalanan Dinas sepanjang mengenai uang pesangon. c. Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan. d. Pelaksanaan pekerjaan oleh pihak ketiga. e. Pembelian barang dan jasa. f. Pembelian barang dan bahan untuk pekerjaan yang dilaksanakan sendiri yang jenis dan nilainya ditetapkan oleh Kepala Daerah. (4) Pengeluaran kas dengan cara pengisian kas dapat dilakukan untuk pengeluaran yang bersifat kecil dan atau pengeluaran yang sulit direncanakan kapan terjadinya. (5) Pengeluaran kas atau beban APBD dapat dilakukan, bila unit kerja pengguna anggaran telah memiliki rencana strategis yang telah disetujui oleh Kepala Daerah. Pasal 63 (1) Prosedur dan tata cara penerimaan kas dan penyimpanan uang milik daerah serta pengeluaran kas ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah dan disampaikan kepada DPRD. (2) Penetapan Bank dan Nomor Rekening Kas Daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal 61, akan diatur oleh Kepala Daerah. www.djpp.depkumham.go.id Bagian Kedua Pembiayaan Pasal 64 Jumlah sisa perhitungan tahun lalu dipindahbukukan pada kelompok pembiayaan, jenis penerimaan daerah, obyek sisa lebih anggaran tahun lalu. BAB IX PENGADAAN BARANG DAN JASA ASET DAERAH Pasal 65 (1) Prinsip-prinsip pengadaan barang dan jasa dalam rangka pelaksanaan dan atau menjadi beban APBD adalah sebagai berikut : a. Hemat, tidak mewah, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan teknis yang diisyaratkan/ditetapkan. b. Terarah dan terkendali sesuai dengan kebutuhan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi perangkat daerah. c. Mengutamakan penggunaan produksi dalam negeri. d. Memberikan kesempatan berusaha bagi Pengusaha kecil, menengah dan koperasi. (2) Standar harga satuan barang dan jasa disusun oleh suatu tim yang terdiri dari Instansi atau Satuan kerja terkait. (3) Penetapan tim penyusun dan standar harga satuan Barang dan Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah. www.djpp.depkumham.go.id Pasal 66 Tata cara, prosedur dan mekanisme pengadaan barang dan jasa, menggunakan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa yang sudah diatur dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 67 (1) Seluruh barang yang pengadaannya atas beban APBD, dibukukan ke dalam Rekening Aset Daerah yang berkenaan dan dicatat dalam daftar aset daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Pembukuan dan pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilakukan oleh unit kerja pengguna barang dan dilaporkan setiap triwulan kepada satuan kerja yang melaksanakan fungsi akuntansi keuangan daerah. Pasal 68 Penerimaan atas pengelolaan aset daerah, menjadi pendapatan asli daerah dan disetorkan seluruhnya secara bruto ke rekening kas daerah. Pasal 69 Aset daerah yang rusak, musnah, hilang atau dicuri dapat dihapuskan dari pembukuan aset dan dari daftar inventaris aset daerah, yang penetapannya dengan Keputusan Kepala Daerah setelah memperoleh persetujuan dari DPRD. www.djpp.depkumham.go.id Pasal 70 (1) Aset yang berasal dari Pihak ketiga berupa donasi, hibah, bantuan, sumbangan, kewajiban, dan tukar guling yang menjadi milik Pemerintah Daerah dituangkan dalam berita acara. (2) Aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diukur berdasarkan nilai wajar dari harga pasar atau nilai pengganti. BAB X SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH Pasal 71 (1) Penatausahaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah berpedoman pada standar akuntansi keuangan Pemerintah Daerah yang berlaku. (2) Sistem Akuntansi yang meliputi proses penctatan, penggolongan, penafsiran, peringkasan transaksi atau kejadian keuangan serta pelaporan keuangan dalam pelaksanaan APBD, dilaksanakan sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterima umum. (3) Sistem Akuntansi Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Daerah. (4) Keputusan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memuat pula kebijakan akuntansi yang berpedoman pada standar akuntansi keuangan Pemerintah Daerah yang berkenaan. www.djpp.depkumham.go.id BAB XI PERTANGGUNAGJAWABAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Bagian Pertama Laporan Keuangan Pengguna Anggaran Pasal 27 (1) Setiap akhir bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya, kepala unit kerja pengguna anggaran wajib menyampaikan laporan keuangan penggunaan anggaran Kepala Daerah (2) Laporan Keuangan pengguna anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menggambarkan tentang pencapaian kinerja program dan kegiatan, kemajuan realisasi pencapaian target dan pendapatan, realisasi penyerapan belanja dan realisasi pembiayaan berikut masalah-masalah yang dihadapi dan solusi yang telah dan akan dilakukan (3) Bentuk, mekanisme dan prosedur pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Kepala Daerah Bagian Kedua Laporan Keuangan Triwulan Pasal 73 (1) Pemerintah Daerah menyampaikan Laporan keuangan Triwulan sebagai pemberitahuan pelaksanaan APBD kepada DPRD (2) Laporan Keuangan Triwulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan setelah berakhirnya triwulan yang bersangkutan www.djpp.depkumham.go.id (3) Bentuk, mekanisme dan prosedur pelaporan triwulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Kepala Daerah Bagian Ketiga Laporan Keuangan Akhir Tahun Anggaran Pasal 74 (1) (2) www.djpp.depkumham.go.id Setelah Tahun Anggaran berakhir, Kepala Daerah menyusun Laporan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah yang terdiri dari : a. Laporan Perhitungan APBD; b. Nota Perhitungan APBD; c. Laporan Aliran Kas; d. Neraca Daerah Laporan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengungkapkan : a. secara wajar dan menyeluruh dari kegiatan Pemerintah Daerah, pencapaian kinerja keuangan daerah dan pemanfaatan sumber daya ekonomi serta ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan; b. perbandingan antara realisasi dan anggaran serta penyebab terjadinya selisih antara realisasi dengan anggarannya; c. konsistensi penyusunan laporan keuangan antara satu periode akuntansi dengan periode akuntansi sebelumnya; d. perubahan kebijakan akuntansi yang diterapkan; e. transaksi atau kejadian penting yang terjadi setelah tanggal tutup buku yang mempengaruhi kondisi keuangan; f. catatan-catatan terhadap isi laporan keuangan dan informasi tambahan lainnya yang diperlukan yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pelaporan keuangan (3) Selain mengungkapkan hal-hal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah mengungkap pula kegagalan kinerja program dan kegiatan Pemerintah Daerah yang menyangkut kepentingan masyarakat (4) Paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran Kepala Daerah menyampaikan Laporan Pertanggungjawban tersebut pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) kepada DPRD untuk dilakukan pembahasan dan penilaian Pasal 75 (1) Laporan perhitungan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf a, berupa perhitungan atas pelaksanaan dari semua yang telah dianggarkan dalam Tahun Anggaran yang berkenaan, baik kelompok pendapatan, belanja, dan pembiayaan (2) Nota perhitungan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf b, memuat ringkasan realisasi Pendapatan Daerah, dan pembiayaan serta kinerja keuangan daerah yang mencakup antara lain : a. pencapaian kinerja daerah dalam rangka melaksanakan program yang direncanakan b. pencapaian kinerja pelayanan yang dicapai; c. bagian belanja APBD yang digunakan untuk membiayai administrasi umum kegiatan operasi dan pemeliharaan serta belanja modal untuk aparatur daerah dan pelayanan publik; www.djpp.depkumham.go.id d. bagian Belaaja APBD yang digunakan untuk Anggaran DPRD termasuk Sekretariat APBD; e. Posisi dana cadangan. (3) Laporan Aliran Kas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf c, menyajikan informasi mengenai sumber dan penggunaan kas dalam aktivitas operasi, aktivitas investasi, dan aktivitas pembiayaan. (4) Laporan Aliran Kas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat disusun dengan metode langsung atau metode tidak langsung. (5) Neraca daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf d, menyajikan informasi mengenai posisi aktiva, utang dan ekuitas dana pada akhir Tahun Anggaran. BAB XII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Bagian Pertama Pembinaan Pasal 76 (1) Pembinaan pengelolaan Keuangan daerah dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri, dana atau Gubernur sebagai Wakil Pemerintah. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa pemberian pedoman bimbingan, pelatihan, arahan, supervisi, dan evaluasi di bidang pengelolaan keuangan daerah. Bagian Kedua Pengawasan www.djpp.depkumham.go.id Pasal 77 (1) Untuk menjamin kinerja atas pencapaian sasaran-sasaran yang telah sitetapkan, DPRD melakukan pengawasan atas pelaksanaan APBD. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bukan bersifat pemeriksaan. Pasal 78 (1) Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan keuangan daerah, Kepala Daerah menugaskan perangkat daerah yang membidangi pengawasan ntuk melakukan pengawasan atas pengelolaan keuangan daerah. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup seluruh aspek keuangan daerah termasuk pengawasan terhadap tatalaksana penyelenggaraan program, kegiatan, dan manajemen Pemerintah Daerah. (3) Perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melaporkan hasil pengawasannya kepada Kepala Daerah. Pasal 79 Pedoman dan pelaksanaan pengawasan diatur oleh Kepala Daerah sesuai Peraturan Perundang-undangan atau mengacu pada Peraturan Perudang-undangan yang mengatur untuk itu. www.djpp.depkumham.go.id Pasal 80 (1) Pejabat pada perangkat daerah yang melakukan pengawasan tidak diperkenankan merangkap jabatan lain di Pemerintahan Daerah. (2) Jabatan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah menjadi anggota Tim atau Panitia dalam rangka pelaksanaan APBD yang akan atau sedang diperiksanya. Pasal 81 (1) Pejabat, selain pejabat atau perangkat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1), sebelum melaksanakan tugas fungsional pengawasan berdasarkan peraturan perudang-undangan yang berlaku, harus memperoleh izin terlebih dahulu dari Kepala Daerah. (2) Sebelum melaksanakan tugas, pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terlebih dahulu melakukan koordinasi dengan pejabat atau perangkat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1). (3) Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setelah selesai melaksanakan tugas harus menyampaikan laporan kepada Kepala Daerah. BAB XII KERUGIAN KEUANGAN DAERAH Pasal 82 (1) Setiap kerugian daerah baik yang langsung maupun tidak langsung sebagai akibat perbuatan melanggar hukum dan atau kelalaian, harus diganti oleh yang bersalah dan atau lalai. (2) Setiap pimpinan Perangkat Daerah wajib melaporkan kepada Kepala Daerah bila ditemukan adanya Kerugian Keuangan Daerah yang diakibatkan oleh perbuatan melanggar hukum atau kelalaian Pejabat Pengelola Keuangan Daerah. www.djpp.depkumham.go.id Pasal 83 Kepala Daerah wajib melakukan tuntutan ganti rugi atas setiap kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan melanggara hukum atau kelalaian pejabat Pengelola Keuangan Daerah. Pasal 84 Tata cara dan proses penyelesaian kerugian atau tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud dlam pasla 80, dilakukan sesuai dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku. BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 85 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka segala ketentuan menyangkut materi yang sama dan bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dinyatakan tidak berlaku. www.djpp.depkumham.go.id Pasal 86 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Kepala Daerah Pasal 87 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lampung Timur. Ditetapkan : di Sukadana Pada Tanggal : 30 Desember 2003 BUPATI LAMPUNG TIMUR H. BAHUSIN, MS LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR TAHUN 2003 NOMOR 16 www.djpp.depkumham.go.id www.djpp.depkumham.go.id