BAB II LANDASAN TEORI

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Kualitas Produk
Berbicara mengenai produk maka aspek yang perlu diperhatikan adalah
kualitas produk. Menurut American Society for Quality Control, kualitas adalah “the
totality of features and characteristics of a product or service that bears on its ability
to satisfy given needs”, artinya keseluruhan ciri dan karakter-karakter dari sebuah
produk atau jasa yang menunjukkan kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan
yang tersirat. Definisi ini merupakan pengertian kualitas yang berpusat pada
konsumen sehingga dapat dikatakan bahwa seorang penjual telah memberikan
kualitas bila produk atau pelayanan penjual telah memenuhi atau melebihi harapan
konsumen.
Menurut Kotler and Armstrong (2004:283) arti dari kualitas produk adalah
“the ability of a product to perform its functions, it includes the product’s overall
durability, reliability, precision, ease of operation and repair, and other valued
attributes” yang artinya kemampuan sebuah produk dalam mengekplorasikan
fungsinya, hal itu termasuk keseluruhan durabilitas, reliabilitas, ketepatan,
kemudahan pengoperasian dan reparasi produk juga atribut produk lainnya.
10
Banyak definisi kualitas yang diterima secara universal, diantara definisi
tersebut diantaranya adalah elemen – elemen kualitas yang dikemukakan oleh Cohen
( 1995 ) :
1. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
2. Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan.
3. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misal apa yang
dianggap berkualitas saat ini mungkin diangggap kurang saat
mendatang).
Berdasarkan elemen tersebut dapat dibuat definisi kualitas yaitu kondisi
dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan
yang memenuhi atau melebihi harapan konsumen.
Menurut David Garvin yang dikutip Vincent Gasperz, untuk menentukan
dimensi kualitas barang, dapat melalui delapan dimensi seperti yang dipaparkan
berikut ini:
1. Performance, hal ini berkaitan dengan aspek fungsional suatu barang dan
merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan dalam
membeli barang tersebut.
2. Features , yaitu aspek performansi yang berguna untuk menambah fungsi
dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan produk dan pengembangannya.
3. Realibility, hal yang berkaitan dengan probabilitas atau kemungkinan suatu
barang berhasil menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam periode
waktu tertentu dan dalam kondisi tertentu pula.
4. Conformance, hal ini berkaitan dengan tingkat kesesuaian terhadap spesifikasi
yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan.
Konfirmasi merefleksikan derajat ketepatan antara karakteritik desain produk
dengan karakteristik kualitas standar yang telah ditetapkan.
5. Durability, yaitu suatu refleksi umur ekonomis berupa ukuran daya tahan atau
masa pakai barang.
6. Serviceability,
yaitu karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan,
kompetensi, kemudahan, dan akurasi dalam memberikan layanan untuk
perbaikan barang.
7. Aesthetics, merupakan karakteristik yang bersifat subyektif mengenai nilainilai estetika yang berkaitan dengan pertimbangan pribadidan refleksi dari
preferensi individual.
8. Fit and finish, sifat subyektif, berkaitan dengan perasaan pelanggan mengenai
keberadaan produk tersebut sebagai produk yang berkualitas.
2.2
Harga
Harga adalah sejumlah uang yang konsumen bayar untuk membeli produk
atau mengganti hak milik produk. Menurut Kotler (2008:63), jadi harga adalah
jumlah uang yang harus dibayarkan pelanggan untuk memperoleh suatu produk.
Menurut Kotler (1997) dan Smith (1993) harga biasanya digunakan oleh
konsumen atau pelanggan sebagai indicator kualitas, yang artinya apabila harga yang
mahal seharusnya memiliki kualitas yang baik, dan sebalikya apabila harga murah
maka produk atau jasa yang dibeli biasanya tidak baik.
Produk yang bermerek mahal sering dianggap memiliki kualitas yang lebih
tinggi dan lebih rentan untuk kalah dalam persaingan harga dengan produk yang lebih
murah (Blattberg dan Winniewski 1989; Dodds, Monroe, dan Grewal, 1991;
Kamakura dan Russel , 1993; Milgrom dan Roberts, 1986; Olson, 1977).
Menurut Umar (1997:214) keputusan harga dipengaruhi oleh dua factor,
yaitu:
1. Faktor Internal
Keputusan harga disesuaikan dengan sasaran pemasaran.
Keputusan harga disesuaikan dengan marketing mix nya dimana manajemen
harus mempertimbangkan marketing mix sebagai suatu keseluruhan.
Keputusan harga berdasarkan pertimbangan organisasi.
2. Faktor eksternal
Pasar permintaan konsumen merupakan harga tertinggi. Konsumen akan
membandingkan harga suatu produk atau jasa dengan manfaat yang
dimilikinya. Sebelum menetapkan harga, hubungan antara harga dan
permintaan produk atau jasa tersebut, baik untuk jenis harga yang berbeda
maupun persepsi konsumennya harus dipahami terlebih dahulu lalu
menganalisis dengan metode yang sesuai.
Harga dan tawaran pesaing perlu diketahui untuk menentukan harga reaksi
mereka setelah keputusan harga dilakukan.
Kondisi ekonomi seperti tingkat inflasi, biaya bunga, resesi dan keputusankeputusan pemerintah dapat mempengaruhi efektifitas strategi penetapan
harga.
Evaluasi dan penilaian terhadap harga dari suatu produk dipengaruhi oleh
perilaku konsumen itu sendiri. Perilaku konsumen dipengaruhi oleh empat aspek
utama yaitu budaya, social, personal dan psikologis (Kotler, 2000 dalam Kotler dan
Keller,2006). Sepeti apa yg ditulis oleh Isman Pepadri (2002) bahwa konsumen
didalam menilai suatu produk bergantung bukan hanya dari nilai nominal tetapi
penilaiannya terhadap harga. Secara umum, persepsi consumer terhadap harga
tergantung dari:
1. Perception of price diffrences (persepsi mengenai perbedaan harga),
dimana pembeli cenderung melakukan evaluasi terhadap perbedaan
harga antara harga yang ditawarkan terhadap harga dasar yang
diketahui. Dapat disimpulkan bahwa persepsi pelanggan terhadap
perubahan harga tergantung pada besarnya persentasi dari perubahan
harga tersebut, bukan terhadap perbedaan absolutnya dan besaran
harga baru tersebut tetap berada pada “Acceptable Price” (Isman
Pepadri, 2002).
2. Refrence price (refrensi harga), persepsi yangdidapat oleh pelanggan
yang didapat dari prngalaman sendiri dan informasi luar yaitu iklan
dan pengalaman orang lain dimana informasi ini dipengaruhi oleh: (1)
Harga kelompok produk yang dipasarkan oleh perusahaan sama, (2)
perbandingan dengan harga produk saingan, (3) urutan produk yang
ditawarkan, dan (4) harga produk yang ditawarkan konsumen
(Schiffman & Kanuk, 2000).
Seperti yang diungkapkan dalam penelitian Andreas Herman (2007) bahwa
konsumen menganggap penting untuk memperhatikan harga dalam membuat
keputusan untuk membeli suatu produk. Dan secara spesifik, setiap konsumen
menyadari hubungan yang relative antara harga dan tingkatan harapan mereka tentag
produk yang akan dibeli (Voss, et.al, 1998).
2.3
Distribusi
Alat bauran pemasaran yang penting lainnya adalah distribusi. Philip Kotler
(2002:100) menyatakan bahwa distribusi adalah termasuk berbagai kegiatan yang
dilakukan perusahaan agar produk dapat diperoleh dan tersedia bagi pelanggan. Yang
harus diperhatikan dalam distribusi ini antara lain adalah saluran pemasaran, cakupan
pasar, pengelompokan pasar, lokasi, persediaan dan transportasi.
Menurut Warren J. Keegan (2003) saluran Distribusi adalah saluran yang
digunakan oleh produsen untuk menyalurkan barang tersebut dari produsen sampai ke
konsumen atau pemakai industri. Menurut Kotler (1991:279) Saluran distribusi
adalah sekelompok perusahaan atau perseorangan yang memiliki hak pemilikan atas
produk atau membantu memindahkan hak pemilikan produk atau jasa ketika akan
dipindahkan dari produsen ke konsumen.
Saluran distribusi dapat dilihat sebagai kumpulan organisasi yang saling
bergantung satu sama lainnya yang terlibat dalam suatu proses penyediaan suatu
produk atau jasa untuk digunakan atau dikomsumsi.
Sebagai salah satu variable marketing mix, place atau distribusi mempunyai
peranan yang sangat penting dalam membantu perusahaan memastikan produknya,
karena tujuan dari distribusi adalah menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan
dan diinginkan oleh konsumen pada waktu dan tempat yang tepat.
2.4
Kualitas Pelayanan
Menurut Juran (dalam Suardi 2003:3) menyatakan bahwa pelayanan
merupakan kesesuaian dengan pengguna. Sedangkan menurut ISO 9000:2000 yang
mengatur definisi dan kosakata mendefinisikan mutu sebagai “Derajat atau tingkat
karakteristik yang melekat pada produk yang mencukupi persyaratan dn keinginan”.
Dan menurut Kotler (1999:83) pelayanan merupakan kegiatan atau manfaat yang
diberikan suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak
berakibat kepemilikan sesuatu.
Kesenjangan kualitas pelayanan (SERVQUAL) yang menyebakan adanya
perbedaan persepsi mengenai kualitas jasa menurut Lupiyoadi (2006:184-186)
adalah:
1. Kesenjangan Persepsi Manajemen
Perbedaan penilaian pelayanan menurut pengguna jasa dan persepsi
manajemen mengenai harapan pengguna jasa. Kesenjangan ini terjadi
karena kurangnya orientasi penilitian pemasaran, pemanfaatan yang
tidak memadaiatas temuan penelitian, kurangnya interaksi antara pihak
manajemen dan konsumen, komunikasi dari atas kebawah kurang
memadai, serta terlalu banyak tingkat manajemen.
2. Kesenjangan Spesifikasi Kualitas
Kesenjangan antara pesepsi manajemen mengenai harapan pengguna
jasa dan spesifikasi kualitas jasa. Kesenjangan terjadi antara lain
karena tidak memadainya komitmen manajemen terhadap kualitas
jasa,
persepsi
mengenai
ketidaklayakan,
tidak
memadainya
standarisasi tugas, dan tidak memadainya penyusunan tujuan.
3. Kesenjangan Penyampaian Jasa
Yaitu kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian
jasa. Kesenjangan ini disebabkan oleh: ambiguitas peran, konflik
peran, kesesuaian pegawai dengan tugas yang harus dikerjakan,
kesesuaian tekhnologi yang digunakan pegawai, system pengendalian
dari atasan yaitu system penilaian dan system imbalan, perceived
control yaitu sejauh mana pegawai merasakan kebebasan, atau
flesibilitas untuk menentukan cara pelayanan, team work yaitu sejauh
mana pegawai dan manajemen merumuskan tujuan bersama.
4. Kesenjangan Komunikasi Pemasaran
Hal ini terjadi karena kesenjangan antara penyampaian jasa dan
komunikasi eksternal.
5. Kesenjangan dalam Pelayanan yang Dirasakan
Yaitu perbedaan persepsi antara jasa yang dirasakan dan yang
diharapkan oleh konsumen. Jika keduanya terbukti sama, maka
perusahaan akan memperoleh dan dampak positif.
Pasuraman (1988) dalam salah satu studi mengenai SERVQUAL dalam
Lupiyoadi (2006:182) berhasil mengidentifikasikan lima kelompok karakteristik yang
digunakan konsumen dalam mengevaluasi kualitas jasa yaitu :
1. Bukti langsung (tangible), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan,
pegawai dan sarana komunikasi.
2. Kehandalan (reliability), kemampuan memberikan pelayanan yang
dijanjikan dengan segera memuaskan.
3. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk
membantu konsumen dan memberikan dengan tanggap.
4. Jaminan (assurance), mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat
dipercaya dimiliki para staf, bebas dari bahaya resiko dan keraguraguan.
5. Empati (emphaty), meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan
komunikasi yang baik, dan memahami kebutuhan para konsumen.
Penelitian dari
Texas University A&M dan kemudian dikuatkan dalam
penelitian oleh forum Corporation (Griffin 2002:11) mengidentifikasikan 5
pelayanan yang paling penting bagi pembeli, yaitu:
1. Kehandalan; yaitu kemampuan untuk memberikan apa yang telah
dijanjikan secara andal dan tepat.
2. Jaminan; pengetahuan dan sopan santun para pegawai dan kemampuan
mereka untuk mengesankan kepercayaan dan keyakinan.
3. Keberwujudan; fasilitas fisik dan perlengkapan dan penampilan
personil.
4. Empati; tingkat kepedulian dan perhatian individual yang diberikan
kepada konsumen.
5. Daya Tanggap; keinginan untuk memberikan pelayanan yang tepat.
2.5
Kepuasan Pelanggan
Kepuasan didefinisikan oleh Kotler (1997:36) adalah perasaan senang atau
kecewa seseorang yang berasala dari perbandingan antara kesannya terhadap hasil
suatu produk dengan harapan-harapannya. Ada beberapa factor yang mempengaruhi
kepuasan konsumen, yaitu: mutu produk dan layanan, kegiatan penjualan, pelayanan
setelah penjualan, dan nilai-nilai perusahaan.
Menurut Gerson, (2001:3) kepuasan konsumen adalah persepsi bahwa
harapannya telah terpenuhi atau terlampaui. Menurut Wilkie (2001), mendefinsikan
sebagai suatu tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi
produk atau jasa.
Kepuasan pelanggan didefinisikan sebagai semua sikap berkenaan dengan
barang atau jasa setelah diterima dan dipakai, dengan kata lain bahwa kepuasan
(satisfaction) adalah pilihan setelah evaluasi penilaian dari sebuah transakasi yang
spesifik (Cronin & Taylor, 1992). Dan dalam penelitiannya Cronin dan Taylor (1994)
berhasil membuktikan bahwa kepuasan pelanggan ditentukan oleh penilaian
pelanggan terhadap kualitas pelayanan yang diberikan.
Ada banyak factor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan, salah satunya
menurut Hokanson (1995) fakto-faktor tersebut adalah:
1. Sopan santun karyawan
2. Karyawan yang bersahabat
3. Pengatahuan karyawan tentang produk atau jasa yang ditawarkan
4. Karyawan yang membantu
5. Tagihan yang akurat
6. Waktu tagihan yang tepat
7. Harga yang bersaing
8. Kualitas pelayanan
9. Nilai yang baik
10. Tagihan yang jelas
11. Pelayanan yang cepat
Sama halnya dengan yang diungkapakan oleh Irawan (2002, 37) factor-faktor
pendorong kepuasan konsumen terbagi atas lima bagian, yaitu:
1. Kualitas produk, dimana konsumen merasa puas apabila setelah
membeli dan menggunakan produk ternyata kualitas produk tersebut
baik.
2. Harga, untuk pelanggan yang sensitive biasanya harga yang murah
adalah sumber kepuasan yang penting karena mereka akan
mendapatkan nilai uang yang tinggi, namun komponen harga ini
menjadi tidak penting bagi mereka yang tidak sensitive terhadap
harga.
3. Kualitas pelayanan, setiap produk akan selalu membuat produk
mereka sama dengan atau lebih baik dari produk pesaingnya, oleh
karena itu perusahaan lebih mengandalkan aspek pelayanan (service
quality)
4. Emotional
factor,
kepuasan
pelanggan
timbul
pada
saat
ia
menggunakan produk tertentu, hal ini disebabkan karena produk atau
jasa sudah tercipta dengan baik dari segi kualitasnya.
5. Kemudahan, pelanggan akan semakin puas apabila tempat yang
mudah dicapai dan juga nyaman.
Kepuasan merupakan tingkat perasaan konsumen yang diperoleh setelah
konsumen melakukan atau menikmati sesuatu. Dengan demikian dapat diartikan
bahwa kepuasan konsumen merupakan perbedaan antara yang diharapkan konsumen
dengan situasi yang diberikan perusahaan di dalam usaha memenuhi harapan
konsumen.
Menurut Cardozo, Oliver, Olshavsky dan Millier (dalam Ruth N Bolton and
James H Drew,1991) kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah suatu fungsi
ketidak sesuaian yang dirasakan karena adanya selisih antara harapan dan kinerja
aktual. Pendapat senada dikemukakan juga oleh Oliver (dalam J Joseph Cronin, Jr &
Steven a Taylor, 1994) bahwa kepuasan pelanggan terbentuk oleh penilaian
pelanggan dengan membandingkan kinerja produk dengan harapan.
Soelasih (2004:86) mengemukakan bahwa :
1. Nilai harapan = nilai persepsi konsumen puas
2. Nilai harapan < nilai persepsi maka konsumen sangat puas
3. Nilai harapan > nilai persepsi maka konsumen tidak puas
Menurut Eangle (1995) kinerja perusahaan yang diharapkan adalah yang
paling sering digunakan dalam penelitian karena logis dalam proses evaluasi
alternatif yang dibahas. Ketidakpuasan konsumen terhadap suatu jasa pelayanan
karena tidak sesuai dengan yang diharapkan dapat berdampak negatif terhadap
keberhasilan jasa pelayanan tersebut. Terdapat korelasi positif yang kuat antara
persepsi kinerja terhadap kepuasan pelanggan menurut Anderson, Fornell, dan
Lehmann (1994); Anderson dan Sullivan (1993).
Setiap perusahaan atau organisasi yang menggunakan strategi kepuasan
konsumen akan menyebabkan para pesaingnya berusaha keras merebut atau
mempertahankan
konsumen
suatu
perusahaan.
Kepuasan
kosumen
akan
menyebabkan para pesaingnya berusaha keras merebut atau mempertahankan
konsumen suatu perusahaan. Kepuasan konsumen merupakan strategi jangka panjang
yang membutuhkan konsumen baik dari segi dana maupun sumber daya manusia
(Schnaars,1991).
2.6
Loyalitas Pelanggan
Kesetiaan pelanggan terbentuk melalui proses belajar dan berdasarkan hasil
pengalaman dari pelanggan yang berasal dari pembelian konsisten sepanjang waktu.
Bila yang diharapkan telah sesuai dengan harapan, maka proses pembelian akan terus
berulang, melalui hal ini dapat dikatakan telah timbul adanya kesetiaan pelanggan.
Bila dari pengalaman yang didapatkan tidak dapat memuaskan pelanggan, maka
pelanggan akan terus mencoba merek-merek lain sampai mendapatkan produk atau
jasa yang dapat memenuhi keinginan mereka.
Menurut Oliver dalam Hurriyati (2005:128) mengungkapkan definisi loyalitas
pelanggan sebagai berikut: “Customer Loyalty is deefly held commitment to rebuy or
repatronize a preferred product or service consistenly in the future, despite
situasional influences and marketing efforts having the potential to cause switching
behavior.” Dari definisi di atas terlihat bahwa loyalitas adalah komitmen pelanggan
bertahan secara mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian
ulang produk/jasa terpilih secara konsisten dimasa yang akan datang.
Loyalitas merupakan suatu perilaku yang diharapkan atas suatu produk atau
layanan yang antara lain meliputi kemungkinan pembelian lebih lanjut atau
perubahan perjanjian layanan, atau sebaliknya seberapa besar kemungkinan
pelanggan akan beralih kepada merek lain atau penyedia layanan lainnya (Aaker
dalam Mouren Margaretha, 2004:297).
Menurut Wright (2002), loyalitas pelanggan merupakan kesediaan pelanggan
untuk terus berlangganan pada suatu perusahaan dalam jangka panjang, dengan
membeli dan menggunakan barang atau jasanya secara berulang–ulang, serta dengan
sukarela merekomendasikan barang atau jasa perusahaan tersebut kepada teman dan
kerabat.
Dengan adanya loyalitas yang tercipta pada pelanggan, maka perusahaan akan
memperoleh dua keuntungan sekaligus yaitu mendaptkan profitabilitas dengan
terjualnya produk yang dihasilkan dan menarik pelanggan baru karena melihat
loyalitas dari pelanggan yang telah ada. Hal ini berarti perusahaan banyak
memperoleh laba untuk kelangsungan usahanya (Chandra, 2008:150).
Seperti yang diungkapkan oleh Griffin (1995) dimana seseorang dapat
dikatakan sebagai pelanggan apabila membiasakan diri membeli jasa yang ditawarkan
oleh suatu badan usaha, kebiasaan tersebut dibangun melalui pembelian secara
berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu dan apabila dalam jangka waktu tertentu
tidak melakukan pembelian, maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai
pelanggan melainkan sebagai pembeli.
Tiga factor yang mempengaruhi kecenderungan pelanggan untuk berprilaku
yang menunjukkan kesetiaan terhadap suatu merek, yaitu biaya peralihan, harapan,
dan penenggelaman biaya. Selain itu norma-norma social dan factor situasional turut
berpengaruh terhadap kesetiaan pelanggan. Norma sosial yang berisi tentang batasan
yang boleh dan tidak boleh dilakukan yang berasal dari lingkungan sosialnya (teman,
keluarga, dan lain-lain) yang berpengaruh kuat dalam pembentukan kesetiaan.
Sedangkan untuk factor situasional, merupakan kondisi yang relative sulit
dikendalikan oleh pemasar dalam kondisi tertentu memiliki pengaruh yang sangat
besar. Konsep kesetiaan yang mengkaitkan antara sikap dan perilaku ini hingga saat
ini dianggap lebih konprehensif dan lebih bermanfaat bagi pemasar. Oleh karena itu,
pengukuran mengenai kesetiaan pelanggan sebaiknya menggunakan aspek sikap dan
perilaku sebagai parameternya.
Setelah tau bagaimana tahapan perkembangan loyalitas pelanggan, dapat
melihat indicator yang dapat digunakan dalam mengukur loyalitas. Enam indikator
tersebut antaralain yaitu pembelian ulang, kebiasaan mengkomsumsi merek tersebut,
selalu menyukai merek tersebut, tetap memilih merek tersebut, yakin bahwa merek
tersebut merupakan yang terbaik, dan merekomendasikan merek tersebut kepada
orang lain (Tjiptono, 2001:85).
2.7
Word of Mouth
Word of mouth adalah komunikasi interpersonal antara dua bahkan lebih
individu seperti anggota kelompok refrensi atau konsumen dan tenaga penjual
(Assael, 1995).
Fenomena word of mouth diyakini dapat mendorong pembelian oleh
konsumen, dapat mempengaruhi suatu komunitas, dan efesiensi biaya karena tidak
memerlukan budget yang besar (low cost). Word of Mouth dikenal sebagai alat yang
memiliki kekuatan yang besar dalam mempengaruhi pilihan para konsumen, selain
juga memang banyak perusahaan yang memanfaatkan konsumen yang merasa puas
sebagai subyek yang bisa mempromosikan kepada calon konsumen lainnya. Word of
Mouth merupakan sarana promosi yang murah dibandingkan dengan cara-cara
lainnya.
Sernovitz (2006) mengemukan dalam bukunya definisi Word of Mouth
marketing adalah tindakan yang dapat memberikan alasan supaya semua orang lebih
mudah dan lebih suka membicarakan produk anda, ada 4 hal agar orang lain
membicara produk atau jasa dalam Word of Mouth Marketing yaitu :
1. Be Interesting ,menciptakan suatu produk atau jasa yang menarik yang
mempunyai perbedaan, terkadang walaupun perusahaan menciptakan poduk
sejenis mereka akan mempunyai karakteristik yang tersendiri atau berbeda
agar menarik dibicarakan.
2. Make people happy, buat produk yang mengagumkan, ciptakan pelayanan
prima, perbaiki masalah yang terjadi, dan pastikan suatu pekerjaan yang
perusahaan lakukan dapat membuat mereka bertenaga, bergairah dan
menggemari untuk berbicara kepada teman mereka. Ketika konsumen
menyukai produk atau jasa yang kita berikan ia akan membagi pengalaman
kepada teman mereka. Word of mouth akan mudah terjadi apabila perusahaan
dapat membuat konsumen tersebut merasa senang.
3. Earn Trust and Respect, perusahaan harus mendapatkan kepercayaan dan rasa
hormat
dari pelanggan. Tanpa adanya kepercayaan, orang enggan
merekomendasikan produk atau jasa yang perusahaan berikan karena ini akan
membahayakan citra harga dirinya. Komitmen terhadap informasi yang
berikan,dan buat mereka juga yakin untuk membicara tentang produk atau
jasa kepada semua orang yang mereka kenal.
4. Make it Easy, perusahaan harus membuat hal itu mudah buat orang lain untuk
membicarakan produk yang ditawarkan, yaitu temukan cara agar mereka
menyampaikan perihal mengenai produk atau jasa tersebut dengan singkat
seperti pesan singkat agar semua orang mudah mengingatnya.
Sejalan dengan hasil penelitian W. Glynn Mangold, Fred Miller, Gary R.
Brockway (1999) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi word of
mouth yaitu rasa kebutuhan yang kuat pada bagian penerima, komunikasi kebetulan
yang berkenaan dengan suatu hal yang lebih luas, tingkat kepuasan yang tinggi, atau
ketidakpuasan dari komunikator.
Ada pula 3 alasan atau motivasi orang mau membicarakan produk atau yaitu
(Ibid, 2006:13-20):
1. They Like You and Your Stuff, yaitu mereka berbicara karena perusahaan
melakukan
atau
menjual
sesuatu
yang
mereka
inginkan
untuk
dibicarakan,mereka menyukai anda atau produk anda. mereka merasa senang
dan bangga dapat merekomendasikan produk atau jasa yang telah kita berikan
kepada konsumen tersebut.
2. Taking Makes Them Feel Good, mereka merasa senang dan bangga dapat
merekomendasikan produk atau jasa yang telah perusahan berikan kepada
konsumen tersebut.
3. They Feel Connected to the Group yaitu setelah merekomendasikannya
mereka merasa menjadi satu bagian dari sebuah keluarga besar pemakai
produk yang sama.
Dalam majalah marketing edisi khusus “10 Karakter Unik Konsumen
Indonesia” salah satunya adalah suka berkumpul dan bersosialisasi secara informal.
Sehingga strategi komunikasi Word of Mouth jauh lebih efektif dan lebih ampuh
diterapkan di Indonesia dibanding dengan Amerika. Menurut riset yang dilakukan
oleh Handi Irawan (pakar marketing), konsumen Indonesia yang puas akan bercerita
kepada sekitar 5-15 orang lain. Sedangkan di Amerika, konsumen yang puas akan
bercerita kepada 2-5 orang. Membangun komunitas pelanggan yang akan menjadi
references group. Menurut Hendriani (2008) 78 % konsumen Indonesia lebih
mempercayai apa yang dikatakan temannya tentang harga dan produk yang
ditawarkan satu toko ketimbang mempercayai promosi atau diskon harga yang
dilakukan toko bahkan ketimbang melakukan riset/ membandingkan sendiri hargaharga di toko dengan membaca leaflet dan flyer, pernyataan ini didasarkan pada
Nielsen Consumers Report 30 Januari 2008.
Seperti yang diungkapkan dalam penelitian Davidow (2003) yang
menunjukkan bahwa word of mouth mempunyai peran yang sangat penting dalam
proses penanganan keluhan mempengaruhi keadilan yang dirasakan, kepuasan dan
minat beli ulang. Word of mouth mempunyai pengaruh yang paling kuat terhadap
minat beli ulang.
2.8 Hubungan Kualitas Produk terhadap Kepuasan Pelanggan
Produk yang berkualitas tinggi merupakan salah satu kunci sukses
perusahaan. Memperbaiki kualitas produk ataupun jasa merupakan tantangan yang
penting bagi perusahaan bersaing di pasar global. Perbaikan kualitas produk akan
mengurangi biaya dan meningkatkan keunggulan bersaing, bahkan kualitas produk
yang tinggi menciptakan keunggulan bersaing yang bertahan lama. Oleh karena itu
kualitas digambarkan oleh Feigenbaum (dalam Reeves dan Bednar, 1994) sebagai
faktor penting yang mendorong pertumbuhan ekonomis perusahaan-perusahaan di
manapun di dunia ini dalam konteks pasar global.
Konsep produk ini lebih cenderung mengacu pada kualitas produk dan merek.
Selnes (1993) mendefinisikan konsep produk yang berkaitan dengan reputasi produk
sebagai persepsi dari kualitas barang/jasa yang berhubungan dengan nama
produknya. Hasil penelitian Andreassen dan Lindestad (1998) membuktikan bahwa
kualitas produk diukur dari persepsi pelanggan atas tingkat kerusakan suatu produk
mempengaruhi tingkat kepuasan.
Hipotesis 1 : Kualitas produk memiliki pengaruh positif terhadap kepuasan
pelanggan.
2.8 Hubungan Harga Terhadap Kepuasan Pelanggan
Harga tidak hanya selalu dalam bentuk nominal tetapi lebih cenderung
diarahkan pada program-program pemasaran seperti harga jual produk, diskon, dan
sistem pembayaran yang diberlakukan pada pengguna produk.
Harga merupakan faktor ekstrinsik sebagai fungsi pengganti kualitas ketika
pelanggan tidak memiliki informasi yang cukup mengenai produk tersebut sehingga
pelanggan menggunakan harga untuk menduga kualitas ketika hanya hargalah yang
diketahui. Chapman (1986); Mazumdar (1986); Monroe dan Krishnan (1985) dalam
Zeithaml (1988) menyatakan bahwa harga adalah pengorbanan pelanggan untuk
mendapatkan produk atau jasa yang diinginkan.
Hipotesis 2 : Harga memiliki pengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan.
2.10 Hubungan Distribusi Terhadap Kepuasan Pelanggan
Kualitas distribusi bisa diwujudkan melalui pemenuhan kebutuhan dan
keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk memenuhi harapan
pelanggan. Baik buruknya kualitas pelayanan jasa menjadi tanggung jawab seluruh
bagian organisasi perusahaan.
Oleh sebab itu, baik tidaknya penditribusian
tergantung
penyedia
pada
kemampuan
produk
dalam
memenuhi
harapan
pelanggannya secara konsisten (Tjiptono, 2005). Gefen (2002) juga berpendapat
kualitas pelayanan sebagai perbandingan subyektif yang dibuat konsumen antara
kualitas pelayanan yang diterima dan apa yang didapatkan secara aktual.
Hal yang berbeda disampaikan oleh peneliti lain misalnya bahwa kualitas jasa
harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir dengan kepuasan pelanggan
serta persepsi positif terhadap kualitas jasa (Kotler 2000 dalam Tjiptono, 2005).
Secara teoritis ketika pelayanan yang diberikan mampu memenuhi atau
melampaui pengharapan atau ekpetasi pelanggan maka pelanggan tersebut merasa
puas (Andreaseen dan Lindestad, 1998 dan Parasuraman, 1988).
Hipotesis 3 : Distribusi memiliki pengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan.
2.11 Hubungan Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan
Pelanggan
Penilaian atas suatu produk atau layanan, dengan beberapa pertimbangan
seringkali hanya ditentukan berdasarkan penampakan luarnya saja ; seperti merk,
harga, atau kemasannya. Perusahaan harus mewujudkan kualitas yang sesuai dengan
syarat-syarat yang dituntut pelanggan. Dengan kata lain, kualitas adalah kiat secara
konsisten dan efisien untuk memberi pelanggan apa yang diinginkan dan diharapkan
oleh pelanggan (Shelton, 1997: p.107).
Dalam studi mengenai pelanggan di Swedia, Fornell (1992: p.13)
membuktikan bahwa terdapat hubungan antara kualitas yang dirasakan (kinerja) dan
kepuasan. Cronin dan Taylor (1992 : p.65) menemukan adanya hubungan kausal
yang kuat dan positif antara kualitas layanan keseluruhan dan kepuasan.
Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1988: p.15) mendefinisikan kualitas layanan
sebagai suatu bentuk sikap, berkaitan tetapi tidak sama dengan kepuasan, sebagai
hasil dari pembandingan antara harapan dengan kinerja. Secara garis besar dari
sejumlah studi dapat disimpulkan bahwa kualitas layanan berkaitan dan menentukan
kepuasan pelanggan (Anderson, Fornel dan Lehmann, 1994: p.56).
Hipotesis 4 : Persepsi kualitas layanan memiliki pengaruh positif terhadap kepuasan
pelanggan.
2.12 Hubungan Kepuasan Pelanggan
Terhadap Loyalitas
Pelanggan
Kepuasan didefinisikan sebagai pernyataan afektif tentang reaksi emosional
terhadap pengalaman atas produk atau jasa, yang dipengaruhi oleh kepuasan
pelanggan terhadap produk tersebut dan dengan informasi yang digunakan untuk
memilih produk. Kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan mempunyai konsekuensi
perilaku berupa komplain dan loyalitas pelanggan, sehingga apabila organisasi atau
perusahaan dapat memperhatikan segala hal yang dapat membentuk kepuasan
pelanggan, maka kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan secara keseluruhan akan
terbentuk.
Kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan dapat meningkatkan intensitas
membeli dari pelanggan tersebut (Assael, 1995). Dengan terciptanya tingkat kepuasan
pelanggan yang optimal maka mendorong terciptanya loyalitas di benak pelanggan
yang merasa puas. Loyalitas pelanggan dipandang sebagai kekuatan hubungan antara
sikap relatif seseorang dan pembelian berulang.
Hubungan kepuasan dengan loyalitas tidak bersifat linier atau berbanding lurus,
seperti yang dibayangkan oleh pemasar. Seperti yang dinyatakan oleh Rowley &
Dawes (1999) bahwa hubungan antara kepuasan dengan loyalitas tidak jelas, buktinya
penelitian yang dilakukan oleh Strauss & Neuhaus (1997) menemukan bahwa
sejumlah pelanggan yang mengeskpresikan kepuasan, masih juga berpindah merk.
Sejumlah pelanggan yang tidak puas, justru tidak berpindah merek.
O’Malley (1998) berpendapat bahwa hubungan kepuasan dengan loyalitas
tidak bersifat linier, akibatnya penggunaan promosi sebagai salah satu bentuk reward
terhadap pelanggan yang loyal berbahaya. Bahayanya adalah pemasar mungkin akan
terjebak pada lingkaran promosi, begitu insentif dihilangkan pemasar, konsumen juga
tidak akan menemukan alasan untuk melakukan pembelian ulang.
Loyalitas
mendapat kritikan karena meskipun pelanggan puas dengan pelayanan mereka akan
melanjutkan perpindahan karena mereka percaya mereka akan mendapatkan nilai
yang lebih bagus, nyaman dan kualitas. Kepuasan penting tapi merupakan indikator
loyalitas yang tidak cukup akurat. Dengan kata lain kita memiliki kepuasan tanpa
loyalitas, tapi sulit untuk memiliki loyalitas tanpa kepuasan.
Kepuasan diukur dari sebaik apa harapan pelanggan dipenuhi. Sedangkan
loyalitas pelanggan adalah ukuran semua apa pelanggan melakukan pembelian lagi.
Hipotesis 5 : Kepuasan pelanggan memiliki pengaruh positif terhadap Loyalitas
pelanggan.
2.13 Hubungan Kepuasan Terhadap Word of Mouth
Pentingnya loyalitas dalam memasarkan suatu produk tidak dapat dipungkiri
lagi. Pemasar sangat mengharapkan dapat mempertahankan pelanggannya dalam
jangka panjang, karena pelanggan yang loyal akan mempunyai kecenderungan lebih
rendah dalam melakukan switching (berpindah merek), menjadi kekuatan dalam word
of mouth (Bowen & Chen, 2001; Rowley & Dawes, 2000; Hallowell, 1996 dalam
Darsono, 2004).
Word of mouth adalah komunikasi interpersonal antara dua bahkan lebih
individu seperti anggota kelompok refrensi atau konsumen dan tenaga penjual
(Assael, 1995). Dalam pemasaran, word of mouth digunakan untuk menggambarkan
saran dari konsumen lain, yang misalnya dalam pengamatan Keaveney (1995)
mengamati bahwa kata positif dari mulut adalah sumber utama informasi ketika orang
menemukan produk baru. Dapat diasumsikan bahwa word of mout memiliki dampak
pada pra-pembelian. Tahapan dalam proses pengambilan keputusan mengindikasikan
bahwa penerima kata dari mulut kemulut merupakan pengaruh kesadaran penerima,
sikap, evaluasi produk, niat, dan harapan (Iih. Butler, 1998; Gelb dan Johnson, 1995).
Word of mouth merupakan variable yang sering ditemui dalam literatur
pemasaran, yang biasanya dipandang dalam kerangka kepuasan dan keuntungan (Lih
Heskett, 1994), yang dalam artian bahwa (a) kepuasan (atau evaluasi global lainnya,
seperti kualitas layanan yang dirasakan) yang diasumsikan untuk mempengaruhi (b)
kata dan pengaruh dari mulut ke mulut yang pada akhirnya diasumsikan
mempengaruhi (c) profitabilitas perusahaan. Hubungan antara (a) dan (b) disatukan
dalam pengevaluasian pelanggan yang sudah ada yang ditransmisi dari mulut ke
mulut ke pelanggan yang berpotensi. Studi yang telah ada, menunjukkan hubungan
pemasaran dari mulut kemulut dengan kepuasan sangat berhubungan (Anderson,
1998; Bowman dan Narayandas, 2001; Fullerton, 2005; Lucas, 2003; Maru Berkas,
1994).
Hipotesis 6 : Kepuasan pelanggan memiliki pengaruh positif terhadap Word of
Mouth.
Download