Return Saham - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Return Saham
Investasi merupakan komitmen penempatan sejumlah dana untuk
memperoleh keuntungan di masa yang akan datang. Dengan kata lain, motivasi
utama investor dalam melakukan investasi adalah untuk memperoleh return
(kembalian) investasi sesuai dengan harapan pada tingkat risiko tertentu. Return
(kembalian) adalah tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemodal atas suatu
investasi yang dilakukannya (Ang, 1997). Investor tentunya tidak akan melakukan
investasi jika tanpa adanya harapan akan return yang diperoleh di masa yang akan
datang.
Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi (Jogiyanto, 2003).
Dalam melakukan investasi terdapat beberapa metode pengurkuran return, salah
satunya adalah return total. Return total merupakan return keseluruhan dari suatu
investasi dalam suatu periode yang tertentu. Return total terdiri dari capital gain
(loss) dan yield sebagai berikut ini :
Return = Capital gain (loss) + Yield
Capital gain atau capital loss merupakan selisih dari harga investasi
sekarang relatif dengan harga periode yang lalu :
Capital Gain atau Capital Loss=
Pt −Pt−1
Pt−1
Universitas Sumatera Utara
Jika harga investasi sekarang (𝑃𝑑 ) lebih tinggi dari harga investasi periode
lalu (Pt−1 ) ini berarti terjadi keuntungan modal (capital gain), sebaliknya terjadi
kerugian modal (capital loss).
Yield merupakan persentase penerimaan kas periodik terhadap harga
investasi periode tertentu dari suatu investasi. Untuk saham, yield adalah
persentase dividen terhadap harga saham periode sebelumnya.Untuk obligasi,
yield adalah prosentase bunga pinjaman yang diperoleh terhadap harga obligasi
periode sebelumnya.Dengan demikian, return total dapat juga dinyatakan sebagai
berikut ini.
Return=
𝑃𝑑 −𝑃𝑑−1
𝑃𝑑−1
+ π‘Œπ‘–π‘’π‘™π‘‘
Untuk saham biasa yang membayar dividen periodik sebesar 𝐷𝑑 rupiah
per-lembarnya, maka yield adalah sebesar
sebagai :
π‘…π‘’π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘›π‘†π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘š =
Dt
Pt−1
dan return total dapat dinyatakan
𝑃𝑑 − 𝑃𝑑−1
𝐷𝑑
𝑃𝑑 − 𝑃𝑑−1 βˆ“ 𝐷𝑑
+
=
𝑃𝑑−1
𝑃𝑑−1
𝑃𝑑−1
Capital gain (loss) dapat terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan
saham di pasar sekuner sedangkan dividen merupakan pembagian keuntungan
yang diberikan perusahaan penerbit saham (emiten) atas keuntungan yang
dihasilkan perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Laba Per Lembar saham (earning per share)
Pada umumnya manajemen perusahaan, pemegang saham biasa dan calon
pemegang saham sangat tertarik akanearning per share. Karena hal ini
menggambarkan jumlah rupiah yang diperoleh untuk setiap lembar saham
biasa.Para calon pemegang saham tertarik dengan earning per share yang besar,
karena ini merupakan salah satu indicator keberhasilan suatu perusahaan.
Menurut (Ang, 2005)Laba per lemba saham (earning per share) dapat
dihitung sebagai berikut:
π‘’π‘Žπ‘Ÿπ‘›π‘–π‘›π‘”π‘π‘’π‘Ÿπ‘ β„Žπ‘Žπ‘Ÿπ‘’ =
𝑁𝑒𝑑 πΌπ‘›π‘π‘œπ‘šπ‘’ − π‘ƒπ‘Ÿπ‘’π‘“π‘’π‘Ÿπ‘’π‘‘ 𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛𝑑
π‘€π‘’π‘–π‘”β„Žπ‘‘ π‘Žπ‘£π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘”π‘’ π‘›π‘’π‘šπ‘π‘’π‘Ÿ π‘œπ‘“ π‘œπ‘’π‘‘π‘ π‘‘π‘Žπ‘›π‘‘π‘–π‘›π‘” π‘ β„Žπ‘Žπ‘Ÿπ‘’π‘‘
2.1.3. Ukuran Perusahaan (Firm Size)
Firm size adalah ukuran besar kecilnya suatu perusahaan.Berdasar firm
size-nya, perusahaan dibedakan menjadi perusahaan big (besar) dan small (kecil).
Dengan kata lain, firm size merupakan market value dari sebuah perusahaan.
Market value dapat diperoleh dari perhitungan harga pasar saham dikalikan
jumlah saham yang diterbitkan (outstanding shares).Market value (nilai pasar)
inilah yang biasa disebut dengan kapitalisasi pasar (market capitalization).
Market capitalization mencerminkan nilai kekayaan perusahaan saat
ini.Market capitalization merupakan suatu pengukuran terhadap firm size
perusahaan di mana perusahaan bisa saja mengalami kegagalan maupun
Universitas Sumatera Utara
kesuksesan. Dengan kata lain, market capitalization adalah nilai total dari semua
outstanding shares yang ada, perhitungannya dapat dilakukan dengan cara
mengalikan banyaknya saham yang beredar dengan harga pasar saat ini.
Penelitian tentang pengaruh firm size terhadap berbagai faktor telah
banyak dilakukan.Hal ini juga disebabkan karena belum adanya suatu teori yang
dapat secara jelas menjelaskan fenomena pengaruh firm size terhadap berbagai
faktor yang ada. Banz (1981) menemukan adanya hubungan negatif yang kuat
antara average return dan size perusahaan. Perusahaan yang mempunyai
kapitalisasi pasar kecil mempunyai tingkat pengembalian yang lebih besar
dibandingkan dengan perusahaan berkapitalisasi pasar besar.Di dalam penelitian
Banz (1981) dinyatakan bahwa saham dengan nilai kapitalisasi pasar yang rendah
atau memiliki firm size kecil dapat menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih
tinggi dibanding saham dengan firm size yang lebih besar.Selain itu dalam
penelitian yang dilakukan oleh Chan, Hamao dan Lakonishok (1991)
mengkonfirmasikan bahwa perusahaan dengan kapitalisasi kecil mempunyai
tingkat pengembalian lebih besar 5 persen daripada saham berkapitalisasi besar.
Penelitian Keim dalam Elton, et all (2003) mempunyai kesimpulan yang
sama dengan penelitian Banz. Perusahaan kecil mempunyai tingkat pertumbuhan
(growth) yang relatif lebih tinggi, sehingga lebih berpengaruh pada perubahan
fundamental.Hal ini dikarenakan earning yang diperoleh pada perusahaan kecil
cenderung lebih rendah sehingga peningkatan earning pada tahun berikutnya lebih
mudah dilakukan.Sedangkan pada perusahaan besar dengan earning yang besar,
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan relatif lebih rendah karena earning periode sebelumnya cenderung
sudah tinggi.
Fama dan French (1992) menempatkan saham-saham ke salah satu dari
sepuluh portofolio setelah memeringkat mereka di akhir bulan Juni berdasar
ukuran perusahaan, kemudian mereka mengikuti return bulanan portofolio
tersebut dari Juli 1963 – Desember 1990. Tetapi ternyata hasilnya adalah terdapat
hubungan terbalik antara ukuran perusahaan dengan return rata-rata (avarage
return).
Pada umumnya, saham perusahaan yang lebih kecil cenderung memiliki
return yang lebih besar dibandingkan dengan saham perusahaan yang lebih besar,
fenomena ini biasa disebut dengan size effect. Dari penelitian yang telah
dilakukan oleh Barbee (1996) juga menunjukkan hasil bahwa ukuran perusahaan
berpengaruh negatif terhadap return saham. Barbee (1996) mengukur ukuran
perusahaan melalui nilai pasar ekuitas (market value equity, MUE).
Dalam penelitian Fama dan French (1995) ditemukan bahwa firm size
berhubungan dengan profitabilitas. Fama dan French (1995) menyatakan
bahwasecara parsial firm size berpengaruh signifikan terhadap return. Saham
perusahaan kecil mempunyai kecenderungan pendapatan (earnings) yang lebih
rendah daripada saham perusahan besar.Size effect di dalam pendapatan terjadi
dikarenakan kemungkinan besar keuntungan yang rendah dari saham perusahaan
kecil terutama setelah resesi di Amerika Serikat pada tahun 1980.Pada tahun
1980-an, perusahaan berkapitalisasi besar mempunyai return tahunan (annual
Universitas Sumatera Utara
returns) yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan berkapitalisasi kecil.
Hasil ini menyebabkan perdebatan apakah perbedaan ini hanya sementara atau
akan terjadi pada jangka waktu panjang. Beberapa peneliti telah berusaha untuk
meneliti asal dari premium perusahaan kecil. Kesimpulan yang didapat antara lain
adalah :
a) Perusahaan berkapitalisasi pasar sangat kecil (microcap company)
mempunyai
returns
yang
lebih
kecil
dibandingkan
perusahaan
berkapitalisasi yang lebih besar. Banyak perusahaan kecil mempunyai
harga yang rendah dan tidak likuid, serta tidak adanya equity research
analyst.
b) Pada perusahaan berkapitalisasi kecil, returns yang lebih besar terjadi pada
bulan Januari. Sedangkan pada bulan Februari hingga Desembedr tidak
ada premium.
c) Perusahaan berkapitalisasi kecil diduga mempunyai return yang lebih baik,
ketika suku bunga jangka pendek lebih tinggi dibandingkan dengan jangka
panjang dan juga ketika inflasi tinggi.
Beberapa peneliti juga meneliti hubungan antara annual returns dengan
jumlah analis dan institutional holding. Mereka menemukan, bahwa returns
cenderung meningkat, seiring dengan menurunnya jumlah analis pada sebuah
saham.
Terlepas dari perbedaan pendapat di atas dapat disimpulkan, bahwa besar
kecilnya kapitalisasi pasar perusahaan merupakan faktor risiko yang patut
Universitas Sumatera Utara
diperhitungkan dalam menghitung tingkat pengembalian (return) saham.Secara
umum, dapat dinyatakan bahwa terdapat suatu bentuk hubungan yang negatif
antara tingkat pengembalian (return) saham dengan ukuran perusahaan (firm size).
Menurut Riyanto (1999:313) yaitu : “Besar kecilnya perusahaan dilihat
dari nilai equity,nilai penjualan atau nilai total aktiva”.Menurut Undang-undang
No.9 tahun 1995 tentang usaha keci,menjelaskan bahwa perusahaan yang
memiliki hasil penjualan tahunan sebanyak Rp 1.000.000.000.000,- (satu milyar
rupiah) digolongkan ke dalam kelompok usaha kecil. Dengan adanya ketentuan
ini, maka dapat dinyatakan bahwa perusahaan yang memiliki hasil penjualan
tahunan diatas Rp 1.000.000.000.000,- (satu milyar rupiah) dapat dikelompokkan
kedalam industri menengah dan besar.
Selain itu, ukuran perusahaan yang didasarkan pada total assetsyang
dimiliki oleh perusahaan diatur dengan ketentuan BAPEPAM No.11/PM/1997,
yang menyatakan bahwa :
“Perusahaan menengah atau kecil adalah perusahaan yang memiliki
jumlah kekayaan (total assets) tidak lebih daro 100 milyar rupiah”.
Pada umumnya, perusahaan yang besar mengungkapkan lebih banyak
informasi dibanding perusahaan kecil.Variabel sizemerupakan variabel yang
paling konsisten berpengaruh secara signifikan terhadap luas pengungkapan
dalam penelitian-penelitian sebelumnya (Meek, Roberts & Gray: 1995).
Ukuran perusahaan dapat dilihat dari total aktiva yang dimiliki
perusahaan, karena total aktiva perusahaan bernilai milyaran rupiah, maka hal ini
Universitas Sumatera Utara
dapat disederhanakan dengan mentransformasikannya ke dalam logaritma
natural.Menurut Trisnadewi (2012 :58) ukuran perusahaan juga dapat di hitung
dengan :
πΉπ‘–π‘Ÿπ‘šπ‘†π‘–π‘§π‘’ = log 𝑛total asset
2.1.4. Perbandingan Nilai Buku terhadap Nilai Pasar Perusahaan
(Book value to market ratio)
Book value to market ratio merupakan perbandingan antara nilai buku
saham suatu perusahaan dengan nilai pasarnya di pasar modal.Nilai pasar adalah
nilai ekuitas yang dipandang oleh investor.
Dengan demikian,book value to market ratiomenurut Syafri (2010
:317)dapat juga dinyatakan sebagai berikut ini:
π΅π‘œπ‘œπ‘˜π‘‘π‘œπ‘šπ‘Žπ‘Ÿπ‘˜π‘’π‘‘π‘…π‘Žπ‘‘π‘–π‘œ =
π‘π‘œπ‘œπ‘˜ π‘£π‘Žπ‘™π‘’π‘’ π‘œπ‘“ π‘’π‘žπ‘’π‘–π‘‘π‘¦
π‘šπ‘Žπ‘Ÿπ‘˜π‘’π‘‘ π‘£π‘Žπ‘™π‘’π‘’ π‘œπ‘“ π‘’π‘žπ‘’π‘–π‘‘π‘¦
Atau
π΅π‘œπ‘œπ‘˜π‘‘π‘œπ‘šπ‘Žπ‘Ÿπ‘˜π‘’π‘‘π‘…π‘Žπ‘‘π‘–π‘œ =
π΅π‘œπ‘œπ‘˜π‘‰π‘Žπ‘™π‘’π‘’π‘œπ‘“π‘’π‘žπ‘’π‘–π‘‘π‘¦π‘π‘’π‘Ÿπ‘™π‘’π‘šπ‘π‘Žπ‘Ÿ
β„Žπ‘Žπ‘Ÿπ‘”π‘Žπ‘ π‘Žβ„Žπ‘Žπ‘šπ‘π‘’π‘Ÿπ‘™π‘’π‘šπ‘π‘Žπ‘Ÿ
Fabozzi (2002) menjelaskan nilai buku terdiri dari :
1.
Dana perusahaan yang diperoleh dari penerbitan semua saham
dikurangi dengan saham yang diperoleh kembali oleh perusahaan.
2.
Jumlah pendapatan perusahaan dikurangi dividen karena ini sudah
dipisahkan.
Universitas Sumatera Utara
Nilai buku tidak mencerminkan investasi dari pemegang saham perusahaan
karena:
1.
Pendapatan dicatat berdasarkan prinsip akuntansi, dimana tidak
mencerminkan transaksi ekonomi yang sebenarnya.
2.
Adanya inflasi, pendapatan dari saham yang diterbitkan di masa lalu
tidak menggambarkan nilai sebenarnya.
Book value to market ratio merupakan rasio yang sering digunakan
dalam menganalisis besarnya keuntungan dari saham.
Beberapa alasan investor menggunakan book value to market ratio di
dalam menganalisis investasi antara lain (Fitriati:2002):
1.
Book value memberikan pengukuran yang relatif stabil, untuk
dibandingkan dengan market price. Untuk investor yang tidak
mempercayai estimasi discounted cash flow, book value dapat
menjadi benchmark dalam memperbandingkan dengan market price.
2.
Karena standar akuntansi yang hampir sama pada setiap perusahaan,
book value to market ratio bisa dikomparasikan dengan perusahaan
lain yang berada pada satu sektor, untuk mengetahui apakah
perusahaan tersebut masih undervalue atau sudah overvalue.
3.
Perusahaan dengan earnings negatif, sehingga tidak bisa dinilai
dengan menggunakan earning-price ratio, dapat dievaluasi dengan
menggunakan book value to market ratio. Perusahaan yang
Universitas Sumatera Utara
mempunyai book value negatif, lebih sedikit daripada perusahaan
yang mempunyai earnings negatif.
Menurut Damodaran (2006) ada beberapa analis yang terus
menggunakan pengukuran nilai buku. Mereka menggunakan 4 argumen
meskipun tidak ada yang meyakinkan, yaitu :
1.
Nilai buku lebih handal daripada nilai pasar karena tidak sebagai
volatile : Sementara memang benar bahwa nilai buku tidak berubah
sebanyak nilai pasar, ini lebih mencerminkan kelemahan penggunaan
nilai. Nilai sebenarnya dari perusahaan berubah sepanjang waktu
sebagai informasi baru yang beredar tentang perusahaan dan
perekonomian secara keseluruhan. Kami berpendapat bahwa nilai
pasar, dengan volatilitas, adalah cerminan yang lebih baik nilai
sebenarnya dari book value.
2.
Menggunakan nilai buku daripada nilai pasar adalah pendekatan yang
lebih konservatif untuk memperkirakan rasio utang. Nilai buku dari
ekuitas pada kebanyakan perusahaan di pasar yang berkembang jauh
dibawah nilai yang melekat oleh pasar, sedangkan nilai buku utang
biasanya mendekati nilai pasar dari utang. Karena biaya ekuitas jauh
lebih
tinggi
daripada
biaya
hutang,
biaya
modal
dihitung
menggunakan rasio nilai buku akan lebih rendah daripada yang
dihitung dengan menggunakan rasio nilai pasar. Hal ini membuat
mereka tidak lebih dari perkiraan yang konservatif.
Universitas Sumatera Utara
3. Karena return secara akuntansi dihitung berdasarkan nilai buku, perlu
konsistensi penggunaan nilai buku dalam menghitung biaya modal:
Meskipun mungkin tampak konsisten menggunakan nilai buku untuk
perhitungan return secara akuntansi dan biaya modal, itu tidak masuk
akal secara ekonomi. Dana diinvestasikan dalam suatu proyek dapat
diinvestasikan di tempat lain dan mendapatkan harga pasarnya. Oleh
karena itu, biaya harus dihitung dengan harga pasar dan menggunakan
bobot nilai pasar.
2.1.5. Momentum
Momentum adalah harga saham yang meningkat akan tetap meningkat dan
saham yang harganya menurun akan tetap menurun.
Campbell (2004) mendefinisikan
momentum sebagai kecenderungan
harga saham untuk terus bergerak ke arah yang sama selama beberapa bulan
setelah impuls awal.
Menurut Fabbozi (2004), momentum dikatakan sebagai relative strength
of a stock. Relative strength of a stock diukur dengan rasio harga saham dengan
beberapa harga indeks.Harga indeks bisa dibentuk dari harga saham dalam
industri tertentu atau indeks semua saham secara luas.Jika kenaikan rasio jatuh,
maka diduga bahwa saham dalam kecenderungan untuk menurun terhadap
indeks.Pengambilan keputusan menjual atau membeli saham berdasarkan
informasi yang beredar baik bad news maupun good news.
Universitas Sumatera Utara
Momentum diartikan sebagai tingkat laju harga atau volume sekuritas
yang
merupakan kelanjutan dari tren. Indikator yang digunakan adalah nilai
penutupan hari ini terhadap nilai penutupan hari sebelumnya.Jika indikator
tersebut bernilai positif, berarti telah terjadi kenaikan (tren naik).Investor yang
mengacu pada momentum menggunakan pergerakan bursa untuk membeli dan
menjual saham di bursa. Jika saham diperkirakan akan mengalami kenaikan
(bullish), investor akan membeli saham dan menjualnya ketika bursa akan
mengalami penurunan (bearish). Perkiraan saham akan mengalami kenaikan atau
penurunan dilihat berdasarkan pada kinerja saham tersebut di masa lalu.
Penelitian
Jagadesh dan Titman (1993) menunjukkan bahwa terdapat
asosiasi antara momentum terhadap kinerja saham dimasa lalu. Saham-saham
yang berkinerja baik (winner) atau buruk (loser) selama tiga bulan hingga satu
tahun cenderung tidak mengalami perubahan yang signifikan untuk periode
selanjutnya.Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa dengan menggunakan
strategi membeli saham-saham yang menunjukkan kinerja yang 55 baik (winner)
pada 3, 6, 9, dan 12 bulan sebelumnya dan menjual saham-saham yang memberi
kinerja yang buruk (loser) mampu menghasilkan return positif pada masa 12
bulan setelahnya. Dengan kata lain terjadi persistensi yang positif pada harga
saham di masa lalu hingga 12 bulan kemudian.Investor akan cenderung merespon
positif pada saham-saham yang telah terbukti menunjukkan kinerja yang baik di
masa lalu yang ditandai dengan adanya aktivitas beli pada saham yang
menunjukkan return positif tersebut, dengan harapan return positif tersebut akan
terus berlanjut. Sebaliknya, investor akan cenderung memberikan respon yang
Universitas Sumatera Utara
negatif terhadap saham yang memiliki return yang negatif di masa lalu.Sehinga
dengan demikian, momentum menurutDarusman (2012:31)dapat juga dinyatakan
sebagai berikut ini:
Momentum = CP – CN
Keterangan :
CP = Close price pada periode saat ini.
CN = Close price pada periode sebelumnya yang di tentukan.
2.2.
Penelitian Terdahulu
Penelitian empiris tentang Laba Per Lembar saham (earning per share),
Ukuran Perusahaan (Firm Size,)Perbandingan Nilai Buku Terhadap Nilai Pasar
Perusahaan (Book value to market ratio), dan momentum, telah banyak dilakukan.
1. Fama dan French (1993) menyajikan beberapa tes yang menyatakan
bahwa rasio BE/ME dan ukuran perusahaan pada kenyataanya adalah
proksi untuk loading perusahaan atas faktor risiko yang memiliki harga
tertentu. Pertama, mereka menunjukkan bahwa harga pada saham yang
memiliki rasio book to market yang tinggi dan ukuran perusahaan yang
kecil cenderung mudah untuk bergerak ke atas dan ke bawah. Kedua,
mereka menemukan bahwa loading atas faktor biaya nol portofolio
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan ukuran (SMB) dan rasio book to market (HML) bersama
dengan suatu nilai tertimbang portofolio pasar menjelaskan kelebihan
tingkat pengembalian pada suatu kumpulan portofolio book to market dan
size. Dalam penelitian mereka, Fama dan French (1993) menyatakan
bahwa size dan BE/ME memiliki sensitifitas terhadap faktor risiko yang
juga merupakan faktor penentu pada variasi stock return dan membantu
menjelaskan cross sections of average return. Bukti-bukti pada penelitian
mereka menunjukkan bahwa firm size dan BE/ME berhubungan dengan
keuntungan yang diperoleh.
2. Dengan memperkenalkan model Three Factors Analysis Fama dan French
(1992) mengadakan penelitian tentang hubungan market, size, danbook
value to market ratio terhadap return. Tujuan jangka panjang melelui
penelitian ini adalah menyediakan dasar ekonomi untuk hubungan empiris
antara hubungan stock returndan size. Dalam penelitian ini, mereka
menggunakan dua hipotesa. Jika hubungan dari average return adalah
tergantung dari rational pricing, maka :
a) Ada suatu faktor risiko pada return yang berhubungan dengan size
dan book to mareket equity (BE/ME).
b) Pola dari size dan BE/ME pada return harus dijelaskan oleh sifat
pergerakan dari earnings.
Fama dan French (1992) dalam membagi perusahaan ke dalam 10 (desil)
kelompok menurut rasio nilai buku terhadap harga pasarnya dan menguji
Universitas Sumatera Utara
return bulanan dari setiap kelompok portofolio tersebut selama periode Juli
1963-Desember 1990, desil dengan rasio nilai buku terhadap harga pasar
yang tinggi mempunyai return rata-rata sebesar 1,65 persen, sedangkan
desil dengan rasio terendah hanya sekitar 0,72 persen per bulan.
Kenyataannya, Fama dan French menemukan bahwa setelah mengontrol
pengaruh rasio nilai buku terhadap harga pasarnya (book to market effect)
beta tidak lagi mempunyai kemampuan untuk menjelaskan return
sekuritas. Temuan ini merupakan tantangan yang penting terhadap gagasan
rasional, karena menunjukkan bahwa sebuah faktor yang seharusnya
mempengaruhi return yaitu risiko sistematis (beta) tampak tidak berarti
apa-apa, sementara faktor yang seharusnya tidak berarti apa-apa yaitu
rasio nilai buku terhadap harga pasar tampak mampu memprediksi return
masa depan.
3. Jegandish dan Titman (1993) menemukan hubungan yang signifikan
antara momentum dengan abnormal return saham. Mereka menganalisa
sampel dari saham yang terdaftar di NYSE dan AMEX selama 3-12 bulan
periode terdahulu. Dengan menyortir saham berdasarkan Market
Capitalisas-inya dan β saham penelitian ini menemukan bahwa saham
pemenang secara konsisten memperoleh return yang lebih tinggi
dibandingkan saham pecundang (loser). Saham pecundang (loser)
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk memperoleh return
dibandingkan saham pemenang (winner).
Universitas Sumatera Utara
4. Wiksuana (2009) meneliti tentang Kinerja Portofolio Saham berdasarkan
Strategi Momentum di pasar Modal Indonesia. Variabel yang digunakan
adalah Abnormal return. Metode yang digunakan multiphase sampling
a) Mengelompokan unit sampel primer berdasarkan tingkat return.
b) Menentukan unit sampel sekunder berdasarkan koefisien korelasi
antar return saham (korelasi antar return saham yang memiliki
return tinggi dan korelasi antar return saham yang memiliki return
rendah).
c) Memilih saham yang dijadikan sampel untuk dimasukkan ke dalam
portofolio saham winner (portofolio saham yang mempresentasikan
8, 10, 15 dan 20 saham yang memiliki return tinggi dan koefisien
korelasi rendah), dan portofolio saham loser (portofolio saham
yangmempresentasikan 8, 10, 15 dan 20 saham yang memiliki return
rendah dan koefisien korelasi tinggi).
Hasil penelitian menemukan portfolio saham winner menghasilkan
kinerja negatif dan signifikan pada akhir periode pengujian. Temuan ini
berlawanan dengan teori yang menyatakan bahwa portofolio saham
pemenang (winner) seharusnya menghasilkan kinerja yang positif dan
signifikan dimasa depan. Berlaku sebaliknya pada portofolio saham
pecundang (loser).
Universitas Sumatera Utara
5. Billings (1999) dalam penelitiannya Book-to-Market Components, Future
Security Returns, and Errors in Expected Future Earnings. Billings
menggunakan variable Book to Market dan Future Return. Tujuan
penelitian ini adalah memeriksa apakah komponen book to market yang
berbeda-beda berkaitan dengan pertumbuhan return di masa mendatang.
Penelitian ini mengungkapkan faktor utama variasi dalam BTM adalah
perubahan closing price.
6. Ding Du (2009) meneliti momentum dan pembalikannya pada return
portofolio Industri. Variabel yang digunakan adalah momentum.
momentum tersebut dihitung melalui pendapatan mingguan saham. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh momentum pada saham
di setiap sektor industri dalam jangka pendek dan jangka panjang.
Momentum dalam jangka pendek dilihat selama 1 minggu. Sedangkan
momentum jangka panjang dihitung selama 26 minggu atau 6 bulan.
Sampel yang digunakan sebanyak 30 saham dari tahun 1963-2006. Hasil
penelitian menunjukan momentum dalam jangka panjang dapat dijabarkan
dengan autocorrelations sedangkan dalam jangka pendek lebih dapat
dijabarkan
dengan
serial
correlations.
Momentum
tidak
selalu
menunjukan pembalikan dalam jangka panjang.
7. Fitriati (2010) dalam penelitiannya tentang analisis hubungan distress risk,
firm size, dan book value to market ratio dengan return saham. Variabel
yang digunakan distress risk, firm size dan book value to market ratio.
Metode yang digunakan adalah korelasi sederhana dengan mengambil
Universitas Sumatera Utara
sampel 20 saham perushaan manufaktur yang listed di BEI. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan variabel
tersebut terhadap return saham. Hasil penelitiannya menemukan bahwa
terdapat hubungan negatif antara distress risk dengan return saham.
Hubungan negatif antara firm size dengan return saham. Hubungan positif
antara book value to market ratio dengan return saham.
2.3.
Kerangka Konseptual
Berdasarkan pada kajian teori dan hasil penelitian terdahulu mengenai
hubungan antara laba per lembar saham (earning per share)ukuran perusahaan
(firm size), perbandingan nilai buku terhadap nilai pasar perusahaan (book value
to market ratio), momentum dengan return saham, maka permasalahan dalam
penelitian ini dapat digambarkan dengan kerangka konseptual sebagai berikut :
Earning per share( X1)
H1
H
Firm size( X2)
H
Book value to market
( ) )
H
Momentum( X4)
Return
Saham
(Y)
H
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
Universitas Sumatera Utara
2.4.
Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian,
yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris. Berdasarkan teori dan hasil
penelitian terdahulu, maka hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut :
•
H1
: Earning Per Share berpengaruh terhadap Return Saham
•
H2
: Firm Size berpengaruh terhadap Return Saham
•
H3
: Book value to market ratio berpengaruh terhadap Return
Saham
•
H4
: Momentum berpengaruh terhadap Return Saham
•
H5
: Earning Per Share, Firm Size, Book value to market ratio, dan
Momentum berpengaruh secara bersama-sama terhadap Return Saham
Universitas Sumatera Utara
Download