BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Daftar nama bank yang termasuk dalam objek penelitian ini adalah 10 bank berdasarkan total aset terbesar di tahun 2012 dapat dilihat pada tabel 1.1. Tabel 1.1 Daftar 10 bank dengan total aset terbesar tahun 2012 No Nama Bank 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. PT Bank Mandiri, Tbk. PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk. PT Bank Central Asia, Tbk. PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk PT Bank CIMB Niaga, Tbk. PT Bank Danamon Indonesia, Tbk PT Bank Pan Indonesia, Tbk. PT Bank Permata, Tbk. PT Bank Internasional Indonesia, Tbk PT Bank Tabungan Negara, Tbk Sumber: http: //www.bi.go.id/id Total Asset (triliun) Rp 563,105 Rp 535,210 Rp 421,093 Rp 333,304 Rp 197,412 Rp 155,791 Rp 133,713 Rp 131,798 Rp 115,772 Rp 111,748 Bank Mandiri merupakan bank terbesar dari sisi aset, yaitu Rp 563,105 triliun. Peringkat dua PT Bank Rakyat Indonesia mencatat aset sebesar Rp 535,210 triliun. Bank Central Asia masih menjadi peringkat tiga dengan aset sebesar Rp 421,093 triliun. Urutan paling bawah ditempati oleh Bank Tabungan Negara dengan aset sebesar Rp 111,748 triliun. 1.2 Latar Belakang Permasalahan Pada tahun 1988, pemerintah Orde Baru meluncurkan paket kebijakan yang reformatif di bidang perbankan. Paket deregulasi bulan Oktober 1988 atau dikenal dengan Pakto 88 tersebut merupakan kelanjutan kebijaksanaan perbankan 1 Juni 1983. Menurut Thomas Suyatno anggota komisi 7 dan chairman Perbanas “Pakto 88 ditujukan untuk mendorong serta meningkatkan peranan perbankan dalam pengerahan dana masyarakat, mendorong ekspor non migas, meningkatkan efisiensi dan profesionalisme dunia usaha”. Dalam Pakto 1988, dibuka kesempatan untuk mendirikan bank umum dan bank pembangunan baik yang berbadan hukum perseroan terbatas maupun koperasi dengan syarat yang lebih sederhana, suatu bank dapat didirikan dengan modal 10 milyar rupiah. Paket kebijaksanaan ini juga menentukan bahwa bank swasta nasional, bank perkreditan rakyat (BPR), termasuk lembaga dana dan kredit pedesaan (LDKP), dapat didirikan di luar ibukota negara, ibu kota propinsi dan ibukota Dati II, serta dapat berbentuk perseroan terbatas atau koperasi. Di samping 1 kemudahan-kemudahan tersebut, disempurnakan juga ketentuan mengenai kewajiban bank untuk memelihara likuiditas minimum baik dalam rupiah maupun valuta asing, yaitu dari 15 persen menjadi 2 persen yang juga berlaku bagi LKBB (Lembaga Keuangan Bukan Bank. Misalnya seperti perusahaan financing yang bentuk usahanya bukan bank). Dampak pakto 88 menyebabkan peningkatan jumlah bank di Indonesia. Periode 1988-93, setidaknya terdapat 109 buah bank baru baik bank umum swasta nasional, bank asing maupun bank asing campuran. Penambahan kantor bank pada kurun waktu tersebut mencapai 2.720 buah kantor bank, baik berstatus kantor pusat, kantor cabang maupun kantor cabang pembantu, artinya bertambah 10 kantor per minggu. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 1.2. Tabel 1.2 Perkembangan jumlah Bank di Indonesia, 1988-1993 Tahun Kantor Bank Pemerintah Kantor Bank Swasta Pusat Cabang Pusat Cabang 1988 7 852 104 876 1989 7 922 141 1656 1990 7 1018 164 2545 1991 7 1044 185 3203 1992 7 1066 201 3341 1993* 7 1066 213 3382 Sumber: Statistik Ekonomi-Keuangan Indonesia Bank Indonesia, Juli 1993 Pelonggaran sistem likuiditas ternyata menyebabkan situasi ekonomi memanas dan menimbulkan pengaruh semakin tingginya inflasi. Jumlah uang beredar meningkat tajam sebesar 23,4 persen pada 1989 dan 73,2 persen pada 1990. Demikian juga tingkat inflasi hampir mencapai dua digit 9,5 persen pada 1990 dan tetap pada tingkat yang sama pada 1991. Selengkapnya dapat dilihat dalam tabel 1.3. Tabel 1.3 Perkembangan Dana, Kredit, Jumlah, UangBeredar dan Tingkat Inflasi di Indonesia, 1988-93 (Milyar rupiah) 2 Tahun Deposit Kredit Uang Beredar Inflasi (%) 1988 37.510 44.001 33.885 6.10 1989 54.375 63.606 41.998 5.97 1990 83.154 97.696 58.704 9.53 1991 95.118 113.608 84.630 9.52 1992 114.850 123.689 119.053 4.94 1993* 117.636 124.922 123.161 6.59 Sumber: Statistik Ekonomi-Keuangan Indonesia Bank Indonesia, Juli 1993 Kebijaksanaan ini juga berdampak luas terhadap industri perbankan. Akibatnya persaingan antar bank sangat ketat, terutama untuk menarik dana dari masyarakat. Suku bunga pada saat itu mengalami lonjakan tinggi dan sangat sulit untuk turun pada tingkat yang normal. Tingkat suku bunga deposito mencapai 23-24 persen dan tingkat suku bunga pinjaman 27 - 30 persen. Ini berarti membutuhkan return on investment sekitar 38 - 40 persen. Suatu tingkat pengembalian investasi yang sangat tinggi. Tingginya suku bunga deposito ini tentu saja merupakan masalah tersendiri bagi perbankan, karena dengan suku bunga kredit tinggi bank kesulitan dalam menyalurkan dananya, selain juga memperbesar terjadinya resiko kredit macet. Dalam kondisi keuangan demikian banyak bank mengalami kesulitan dalam operasi, apalagi tidak sedikit bank dikelola dengan manajemen yang kurang sehat. Ada kencederungan kalau pemilik dan manajemen perbankan juga belum begitu paham dalam bisnis perbankan. Sumber masalah dari krisis keuangan dan ekonomi Indonesia pada 1997/1998 bukanlah krisis moneter internasional, melainkan kebijaksanaan pemerintah yang tidak sesuai dengan perkembangan ekonomi negara dan kurang memperhatikan kesehatan bank. Pemerintah terus-menerus melakukan evaluasi dalam rangka pembenahan dunia perbankan Indonesia sampai saat ini. Sesuai dengan peraturan bank Indonesia nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum dilakukan dengan mengkuantitaskan CAMELS. CAMELS terdiri dari Capital (faktor permodalan), Asset quality (kualitas aktiva produktif), Management (manajemen), Earnings (rentabilitas), Liquidity (likuiditas), dan Sensitivity to Market Risk (sensitivitas terhadap risiko market). Pada januari 2012 seluruh bank umum di Indonesia harus menggunakan pedoman penilaian tingkat kesehatan bank yang terbaru berdasarkan peraturan bank Indonesia No.13/1/PBI/2011 tentang penilaian tingkat kesehatan bank umum. Pedoman perhitungan selengkapnya diatur dalam surat edaran Bank Indonesia No.13/24/DPNP tanggal 25 oktober 2011 tentang penilaian tingkat kesehatan bank umum yang merupakan petunjuk dari peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011, mewajibkan Bank Umum untuk melakukan penilaian sendiri tingkat kesehatan Bank dengan menggunakan pendekatan Risk-based Bank Rating (RBBR) baik secara individual maupun secara konsolidasi. Pengelolaan ini juga dikenal sebagai metode RGEC (Risk Profile, Good Corporate Governance, 3 Earning, dan Capital). Aspek RGEC yang dapat diteliti dalam penelitian ini bedasarkan laporan keuangan masing-masing Bank adalah Credit Risk menggunakan Non Performing Loan (NPL), Liquidity Risk menggunakan Loan to Deposit Ratio (LDR), Good Corporate Governance melalui pernyatan pelaksanaan Good Corporate Governance, Earning menggunakan Return On asset (ROA), dan Capital menggunakan Capital Adequancy Ratio (CAR). Credit Risk adalah risiko yang timbul ketika debitur gagal memenuhi kewajibannya untuk membayar angsuran pokok maupun bunga. Penelitian ini menyatakan Credit Risk melalui Non Performing Loan. Non Performing Loan adalah rasio yang memperlihatkan proporsi total kredit macet atau bermasalah yang dimiliki suatu bank terhadap total kredit yang dimiliki. Semakin kecil rasio Non Performing Loan maka semakin baik karena berarti kredit yang diberikan oleh bank lancar pembayarannya. Non Performing Loan memiliki pengaruh negatif terhadap laba karena semakin tinggi Non Performing Loan maka semakin tidak sehat suatu bank dimana pembayaran kredit yang tidak lancar akan menurunkan pendapatan laba bank. Risiko likuiditas adalah risiko yang timbul apabila suatu pihak tidak membayar kewajibannya yang jatuh tempo secara tunai. Loan to Deposit Ratio adalah rasio yang digunakan untuk mengetahui likuiditas suatu bank dengan cara membandingkan jumlah kredit yang diberikan dengan penerimaan dana pihak ketiga dalam periode waktu tertentu. Semakin tinggi Loan to Deposit Ratio maka kredit yang diberikan oleh bank akan lebih besar relatif terhadap deposit yang diterimanya. LDR dapat memproyeksikan kondisi likuiditas dan stabilitas dari pendanaan. Likuiditas penting untuk dijaga dalam bisnis perbankan karena dengan likuiditas yang tinggi, bank tersebut dapat senantiasa membayar kewajiban yang jatuh tempo dan menyediakan dana bagi nasabah disaat nasabah membutuhkan sehingga laba yang diterima bank dapat maksimal. Good Corporate Governance menurut Organization of Ecomomic Coorperation and development (OECD) adalah sekumpulan hubungan antara berbagai pihak perusahaan, manager, dan pemegang saham juga pihak lainnya yang mempunyai kepentingan perusahaan. Good Corporate Governance juga mensyaratkan adanya struktur untuk mencapai tujuan dan pengawasan kinerja. Good Corporate Governance memberikan insentif yang baik bagi manajemen untuk mencapai tujuan perusahaan yang merupakan kepentingan perusahaan dan pemegang saham harus memfasilitasi pemonitoran yang efektif dan efisien sehingga mendorong perusahaan untuk menggunakan sumber daya yang lebih efisien. Dalam penelitian ini Good Corporate Governance dilihat melalui persentase jumlah komisaris independen dalam dewan komisaris. Good Corporate Governance berarti pengelolaan manajemen bank yang baik sehingga efektif dan efisien dalam pendapatan laba. Earning dalam penelitian ini menggunakan Return On Asset. Return On Asset adalah rasio laba dibagi dengan rata-rata total aset. Semakin tinggi nilai rasio, maka semakin besar laba yang dihasilkan oleh satu rupiah aset produktif perusahaan. 4 Capital dalam penelitian ini menggunakan Capital Adequancy Ratio. Capital Adequancy Ratio. adalah rasio total modal dibagi aset tertimbang menurut risiko (ATMR). Aset tertimbang menurut risiko memiliki arti bahwa aset dinilai berdasarkan profil risikonya. Untuk Indonesia Capital Adequancy Ratio minimum sebesar 8% yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dengan permodalan yang cukup maka bank akan lebih mudah menjalankan prosesnya dalam mengumpulkan laba. Baik buruknya kinerja perusahaan dapat dijadikan sebagai tolok ukur bagi investor dalam menentukan pembelian saham perusahaan. Tentunya investor akan menjatuhkan pilihannya pada saham yang memiliki reputasi yang baik yang juga dapat dilihat berdasarkan berapa banyak laba yang didapatkan bank tersebut. Bila lembaga keuangan bank meningkat kesehatannya diharapkan kinerjanya juga meningkat sehingga menunjang reputasinya, terutama bagi bank yang terdaftar di pasar modal.. Dalam kaitannya, menjadi penting untuk melihat sejauh mana RGEC mempengaruhi laba. Perdana setyawan (2012) dalam penelitian ”Pengaruh komponen Risk-Based Bank Rating terhadapa harga saham perusahaan perbankan yang Go Public” menyatakan bahwa ”NIM berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham perbankan, sedangkan untuk GCG dan CAR tidak berpengaruh signifikan”. Penelitian Hidayatulloh (2010) ”Pengaruh rasio tingkat kesehatan bank CAR, BDR, ROA, dan LDR terhadap return saham” menyimpulkan ”setiap bank memiliki komponen CAR yang baik dan komponen lainnya variatif”. Sedangkan penelitian Hamdani (2010) ”Pengaruh NPL, LDR, dan CAR terhadap profitabilitas bank” memberikan hasil bahwa ”terdapat pengaruh keseluruhan dari NPL, LDR, dan CAR terhadap profitabilitas bank”. Jika laba bank tinggi untuk lembaga keuangan bank yang memiliki RGEC yang baik, ini berarti pasar memberikan respons yang signifikan. Demikian juga sebaliknya jika RGEC tidak berpengaruh terhadap laba, berarti pasar kurang meresponsnya atau pelaku pasar modal memiliki informasi lain yang lebih relevan baginya untuk membuat keputusan investasi. Penelitian menggunakan 10 bank dengan total aset terbesar karena dengan aset yang besar berarti bank tersebut memiliki laba yang besar pula, ini berguna untuk memperjelas gambaran pengaruh penilaian tingkat kesehatan bank yang terbaru yaitu Risk-Based Bank Rating terhadap laba. Melihat fenomena inilah maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang berjudul :“Pengaruh Capital Adequancy Ratio, Non Performing Loan, Return On Asset, Loan to Deposit Ratio, dan Good Corporate Governance terhadap Net Profit Margin untuk 10 bank Indonesia dengan aset terbesar tahun 2012” 5 1.3 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan maka dapat diidentifikasikan rumusan masalah dari penelitian ini, yaitu : 1. Bagaimana perkembangan Capital Adequancy Ratio, Non Performing Loan, Return On Asset, Loan to Deposit Ratio, dan Good Corporate Governance pada 10 bank Indonesia dengan aset terbesar 2012 ? 2. Bagaimana pengaruh secara simultan dari Capital Adequancy Ratio, Non Performing Loan, Return On Asset, Loan to Deposit Ratio, dan Good Corporate Governance terhadap laba pada 10 bank Indonesia dengan aset terbesar 2012 ? 3. Bagaimana pengaruh secara parsial, yaitu : a. Capital Adequancy Ratio terhadap laba pada 10 bank Indonesia dengan aset terbesar 2012 ? b. Non Performing Loan terhadap laba pada 10 bank Indonesia dengan aset terbesar 2012 ? c. Return On Asset terhadap laba pada 10 bank Indonesia dengan aset terbesar 2012 ? d. Loan to Deposit Ratio terhadap laba pada 10 bank Indonesia dengan aset terbesar 2012 ? e. Good Corporate Governance terhadap laba pada 10 bank Indonesia dengan aset terbesar 2012 ? 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, dapat diidentifikasi tujuan dari penelitian ini, adalah: 1. Untuk mengetahui perkembangan Capital Adequancy Ratio, Non Performing Loan, Return On Asset, Loan to Deposit Ratio, dan Good Corporate Governance pada 10 bank Indonesia dengan aset terbesar 2012. 2. Untuk mengetahui pengaruh secara simultan dari Capital Adequancy Ratio, Non Performing Loan, Return On Asset, Loan to Deposit Ratio, dan Good Corporate Governance terhadap laba pada 10 bank Indonesia dengan aset terbesar 2012. 3. Untuk mengetahui pengaruh secara parsial antara lain : a. Capital Adequancy Ratio terhadap laba pada 10 bank Indonesia dengan aset terbesar 2012. b. Non Performing Loan terhadap laba pada 10 bank Indonesia dengan aset terbesar 2012. c. Return On Asset terhadap laba pada 10 bank Indonesia dengan aset terbesar 2012. 6 d. Loan to Deposit Ratio terhadap laba pada 10 bank Indonesia dengan aset terbesar 2012. e. Good Corporate Governance terhadap laba pada 10 bank Indonesia dengan aset terbesar 2012. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dapat dilihat dari dua Aspek penting, yakni Aspek teoritis dan Aspek praktis: 1. Aspek Teoritis: hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memberikan sumbangan berupa pengembangan ilmu yang berkaitan dengan ekonomi khususnya Pengaruh RGEC terhadap laba bank. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber referensi untuk penelitian selanjutnya 2. Aspek Praktis: penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak perbankan dan investor. Diharapkan penelitian ini memberikan masukan kepada perbankan tentang bagaimana RGEC dapat mempengaruhi kinerja dan kesehatan bank, serta dapat meningkatkan efektivitas dalam penghimpunan dan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan . dan untuk pihak investor dapat di gunakan sebagai bahan pertimbangan para investor maupun calon investor dalam memprediksi perubahan laba di masa yang akan datang. 1.6 Sistematika Penelitian Sistematika penulisan ini disusun untuk memberikan gambaran umum tentang penelitian yang dilakukan. Dengan sistematika sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan secara singkat tinjauan objek penelitian, latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian, serta kerangka pemikiran. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan tentang metode penelitian yang digunakan, variabel penelitian, objek penelitian, jenis dan teknik pengumpulan data dan tahapan penelitian. 7 BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini akan dijelaskan pengolahan dan analisa data-data yang telah terkumpul. BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian yang disertai dengan saran atau rekomndasi. 8