BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyembuhan luka merupakan proses yang dinamis, meliputi empat fase, yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan luka tersebut melibatkan sitokin, kemokin, dan growth factor (GF) yang tertuju pada luka. Growth factor adalah suatu polipeptida yang mengawali pertumbuhan, diferensiasi, dan metabolisme sel, serta mengatur proses perbaikan jaringan. Meskipun berada dalam jumlah yang kecil, GF memiliki pengaruh yang besar pada proses penyembuhan luka.(Singer dan Clark, 1999; Falanga dan Iwamoto, 2008). Fibroblas dermis merupakan sel yang berperan penting dalam penyembuhan luka kulit. Pada fase proliferasi penyembuhan luka (hari ke-3 sampai ke-14 setelah terjadi luka), terjadi pembentukan jaringan granulasi dan matriks dermal (fibroplasia), angiogenesis, dan reepitelisasi (Singer dan Clark, 1999). Fibroblas bermigrasi ke daerah luka, mensekresikan GF, berproliferasi, memproduksi komponen matriks ekstraseluler (MES) baru dan berperan dalam pembentukan matriks jaringan granulasi (Singer dan Clark, 1999). Proliferasi fibroblas dan angiogenesis merupakan elemen penting dalam pembentukan jaringan granulasi (Porter, 2007). Saliva mengandung komponen protein yang memiliki berbagai macam fungsi biologi yang penting dalam menjaga dan memelihara kesehatan kavum oris. Proteinprotein yang terkandung dalam saliva tersebut antara lain bertujuan sebagai lubrikasi 1 kavum oris, remineralisasi permukaan gigi, awal proses pencernaan makanan, proteksi terhadap mikroba, dan pertahanan integritas mukosa. (Oxford et al, 1999). Saliva telah lama diketahui berperan dalam penyembuhan luka pada kulit. Hal ini didasarkan pada pengamatan, bahwa perilaku binatang saat menjilat luka pada tubuhnya sendiri dapat menginduksi penyembuhan luka tersebut (Abbasian et al, 2010 ; Grossman et al, 2004). Diduga bahwa hal ini diperankan oleh GF yang terkandung didalam saliva binatang, seperti epidermal growth factor (EGF), nerve growth factor (NGF), secretory leukocyte protein inhibitor (SLPI). Ishizaki et al (2000) dalam penelitianya menemukan kandungan basic fibroblast growth factor (bFGF), EGF, dan transforming growth factor-α (TGF-α) dalam saliva manusia. Adanya GF ini akan menstimulasi sel-sel radang menuju area luka, menginduksi proliferasi keratinosit dan fibroblas, angiogenesis, serta membentuk jaringan granulasi (Abbasian et al, 2010 ; Fujisawa et al, 2003). Peran GF pada penyembuhan luka sendiri telah dibuktikan dalam berbagai penelitian. Fujisawa et al (2003) mengemukakan bahwa aplikasi GF seperti EGF terhadap model luka pada kelinci yang telah dilakukan desalivasi akan menstimulasi penyembuhan luka secara in vivo. Xie et al (2008) dalam penelitiannya membuktikan bahwa adanya stimulasi bFGF dapat mempercepat penyembuhan luka tanpa menambah peningkatan produksi kolagen dan deposisi kolagen berikutnya, dan hal ini akan meningkatkan kualitas penyembuhan luka. 2 Aplikasi substansi kaya GF untuk penyembuhan luka, seperti platelet rich plasma (PRP) atau platelet rich fibrin (PRF) telah banyak dilakukan, namun diperlukan prosedur persiapan yang bersifat invasif dan memerlukan metode khusus serta biaya yang tinggi. Saliva diharapkan dapat berperan sebagai alternatif terapi penyembuhan pada luka berdasarkan komponen GF yang ada di dalamnya, dengan aplikasi yang mudah dan biaya yang murah. B. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : Apakah pemberian saliva manusia dapat meningkatkan proliferasi fibroblas kulit normal? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum : Mengetahui peran saliva pada proses penyembuhan luka. 2. Tujuan khusus : 1. Mengetahui pengaruh pemberian saliva manusia terhadap proliferasi fibroblas. 2. Mengetahui konsentrasi optimal saliva dalam fibroblas. 3 memacu proliferasi D. Manfaat Penelitian Apabila saliva terbukti dapat meningkatkan proliferasi fibroblas kulit dan diketahui konsentrasi optimal saliva dalam meningkatkan proliferasi fibroblas, maka dapat digunakan sebagai landasan untuk penelitian lebih lanjut dan aplikasi klinis kelak pada pasien sebagai pilihan terapi untuk penyembuhan luka dengan pertimbangan lebih lanjut mengenai cara aplikasi yang layak dan etis. E. Keaslian Penelitian Sejauh ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai peranan saliva manusia dalam penyembuhan luka melalui peningkatan proliferasi fibroblas kulit normal manusia. Beberapa penelitian yang berhubungan dengan peran saliva terhadap penyembuhan luka adalah sebagai berikut : Penulis, tahun Abbasian 2009 et Tabel 1. Keaslian Penelitian Judul Hasil al, Effects of Rat’s Licking Behavior on Cutaneous Wound Healing. Grossman et al, Effect of Rat 2004 Salivary Glands Extracts on the Proliferation of 4 Model luka pada bagian ventral tubuh tikus mengalami penyembuhan lebih cepat dibandingkan bagian dorsal karena perilaku menjilat luka oleh tikus. Setiap kelenjar saliva memiliki pengaruh yang spesifik terhadap Perbedaan Saliva yang digunakan adalah saliva tikus dan penelitian ini merupakan penelitian in vivo pada tikus. Sampel berupa ekstrak kelenjar saliva tikus Oxford et al, 1999 Jia et al, 2012 Cultured Skin Cells - penyembuhan luka a Wound Healing dan kombinasi Model. ketiganya bersifat aditif. Elevated levels of Kadar EGF saliva Human Salivary meningkat pasca Epidermal Growth operasi yang Factor After Oral memacu and Juxtaoral penyembuhan luka Surgery pada kavum oris. Effect of Human Model luka pada Saliva on Wound kelompok kelinci Healing. yang diberi saliva mengalami penyembuhan luka lebih cepat dibanding kelompok kontrol. 5 Tujuan : mengukur kadar EGF saliva. Saliva manusia dicobakan secara in vivo pada binatang coba kelinci.