Hepatitis Virus Akut Meidalena Anggresia Bahen 102010056 E5 5 Juni 2012 1 Hepatitis Virus Akut Meidalena Anggresia Bahen* Pendahuluan Hati, saluran empedu, dan pakreas berkembang dari cabang usus depan fetus dalam suatu tempat yang kelak menjadi duodenum; ketiganya terkait erat dengan fisiologi pencernaan. Ketiga struktur ini dibicarakan bersamaan karena letak anatominya berdekatan, fungsinya saling terkait, dan terdapat kesamaan kompleks gejala akibat gangguan ketiga struktur ini. Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, beratnya rata-rata sekitar 1.500 gr atau 2% berat badan orang dewasa normal. Hati merupakan organ lunak yang lentur dan tercetak oleh striktur sekitarnya Hati memiliki permukaan superior yang cembung dan terletak di abawah kubah kanan diafragma dan sebagian kubah kiri. Bagian bawah hati bebrbektuk cekung dan merupakan atap dari ginjal kanan, lambung, pancreas dan usus. Hati memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fissure segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oelh ligamentum falsiformis berjalan yang terlihat dari luar.1 Ligamentum falsiformis berjalan dari hati kedifragma dan dinding depan abdomen. Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum yang merupakan peritoneum membantu menyokong hati. Dibawah peritoneum terdapat jaringan ikat padat yang disebut sebagai kapsula Glisson, yang meliputi permukaan seluruh organ; bagian paling tebal kapsula ini terdapat porta hepatis, membentuk rangla untuk cabang vena porta, arteri hepatica, dan saluran empedu.1 *Alamat korespondensi : Meidalena Anggresia Bahen, Mahasiswa semester 4 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl.Arjuna Utara No 6, Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] 2 Anamnesis Anamnesis yaitu tahap awal dari rangkaian pemeriksaan pemeriksaan pasien, secara langsung pada pasien atau secara tidak langsung melalui kelurga atau relasi terdekat. Tujuan anamnesis adalah untuk mendapatkan informasi menyeluruh dari dari pasien yang bersangkutan.2 Hal- hal yang bersangkutan dengan anamnesis yaitu 1. Identitas pasien seperti nama,tempat/ tanggal lahir, status perkawinan, pekerjaan, jenis kelamin, suku bangsa, agama, pendidikan dan alamat tempat tinggal. 2. Pernyataan dalam bahasa pasien tentang permasalahan yang sedang dihadapinya. 3. Riwayat penyakit sekarang (RPS): jelaskan penyakitnya berdasarkan kualitas, kuantitas, latar belakang, waktu termasuk kapan penyakitnya dirasakan, faktor-faktor apa yang membuat penyakitnya membaik, memburuk, tetap, apakah keluhan konstan, intermitten. Informasi harus dalam susunan yang kronologis, termasuk test diagnostik yang dilakukan sebelum kunjungan pasien. Riwayat penyakit dan pemeriksaan apakah ada demam, nyeri perut, pusing, muntah, mual. 4. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD): Pernahkah pasien mengalami penyakit ini sebelumnya. 5. Riwayat Keluarga: umur, status anggota keluarga (hidup, meninggal) dan masalah kesehatan pada anggota keluarga. 6. Riwayat psychosocial (sosial): stressor (lingkungan kerja atau sekolah, tempat tinggal), faktor resiko gaya hidup (makan makanan sembarangan), ada berlibur ke daerah endemik.2 Pemeriksaan fisik3 Inspeksi : Mulai pemeriksaan dengan melihat tangan pasien, kemudian leher, wajah, mulut dan punggung atas. Pada penilaian awal, carilah tanda-tanda ikterus di kulit atau sklera.Pemeriksaan awal ini harus dilakukan dengan menyeluruh dan cepat. Palpasi : Gunakan telapak tangan dengan jari sejajar arkus kosta untuk palpasi hati.Minta pasien bernapas dalam sesuaikan dengan palpasi. Saat usaha inspirasi mendorong hati ke 3 bawah, gerakan ujung-ujung jari tangan anada ke atas dengan lembut. Bila ada pembesaran hati, sebaiknya palpasi dimulai dari fosa iliaka kanan dan jari tangan bergerak ke atas secara bertahap sesuai dengan gerak napas. Bila hati teraba, konsistensi harus dicatat. Tetapi hati mungkin licin/rata atau ireguler (yang menandakan metastasis/pengendapan sekunder), dan teksturnya mungkin lunak, padat, keras atau nodular. Anda juga perlu memperkirakan seberapa jauh hati dapat diraba dari batas iga dalam satuan sentimeter. Kadang kadung empedu teraba saat memeriksa hati. Kandung empedu adalah organ berbentuk bulat dan lunak,muncul tepat di bawah arkus kosta. Hati yang dapat di palpsai tidak selalu menunjukkan hepatomegali (pembesaran hati) tetapi lebih sering terjadi karena perubahan konsistensi- dari konstitensi lunak yang normal menjadi konsistensi kenyal atau keras yang abnormal seperti pada sirosis. Perkiraan klinis terhadap ukuran hati harus didasarkan dari hasil perkusi maupun palpasi walaupun keduannya belum tentu memberikan hasil yang sempurna. Perkusi : Hati normal terbentang dari sekitar sela antariga kelima di sebelah kanan garis tengah samapai ke arkus kosta. Pada orang normal hati mungkin sekedar teraba. Kadang, hati dapat terdorong ke bawah sehingga dapat teraba, tetapi ukurannya tetap normal- misalnya bila pasien mengidap lambatan jalan napas- periksa dengan melakukan perkusi batas atas. Auskultasi : yang patologis dapat terdengar bruit hepar. Mendengarkan ada atau tidak suara bising yang dapat terdengar pada pembesaran hati akibat tumor hati yang besar. Pemeriksaan penunjang4 Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengidap hepatitis dilakukan untuk memastikan diagnosis, mengetahui penyebab hepatitis dan menilai fungsi hati. Secara garis besar, pemeriksaan laboratorium untuk hepatitis dibedakan atas dua macam, yaitu tes serologi dan biokimia hati. Tes serologi dilakukan dengan cara memeriksa kadar antigen maupun antibody terhadap virus penyebab hepatitis. Tes ini bertjuan untuk memastikan diagnosis hepatitis serta mengetahui jenis virus. Sementara tes biokimia hati dilakukan dengan cara memeriksa sejumlah parameter zat-zat kimia maupun enzim yang dihasilkan atau diproses oleh jaringan hati. Tes biokimia hati dapat menggambarkan derajat keparahan atau kerusakan sel sehingga dapat menilai fungsi hati. 4 Hati yang sehat memiliki fungsi yang sangat beragam. Demikian pula penyakit yang dapat mengganggu fungsi hati dan kelainan biokimia hati yang bervariasi pula. Pemeriksaan fungsi hati yang hanya menggnakan satu jenis parameter saja, misalnya aspartat aminotransferase (AST/SGOT), kurang dapat dipercaya untuk dijadikan acuan dalam menentukan fungsi hati. Penderita penyakit hati secara umum, termasuk hepatitis akan diperiksa darahnya untuk beberap jenis pemeriksaan parameter biokimia, seperti AST, ALT, (alanin aminotransferase), alkalin fosfatase, bilirubin, albumin, dan juga waktu protrombin. Pemeriksaan laboratorium ini juga dapat dilakukan secara serial, yakni diulang beberapa kali setelang tenggang waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk mengevaluasi perjalanan penyakit maupun perbaikan sel dan jaringan ikat. 1. Parameter biokimia hati Beberapa parameter biokimia hati yang dapat dijadikan pertanda fungsi hati antara lain sebagai berikut : a. Aminotransferase (transaminase) Parameter yang termasuk golongan golongan enzim ini adalah aspartat aminotransferase (AST/SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT/SGPT). Enzimenzim ini merupakan indikator yang sensitive terhadap adanya kerusakan sel hati dan sangat membantu dalam mengenali adanya penyakit pada hati yang bersifat akut seperti hepatitis. Dengan demikian, peningkatan kadar enzim-enzim ini mencerminkan adanya kerusakan sel-sel hati, ALT merupakan enzim yang lebih dipercaya dalam menentukan adanya kerusakan sel hati dibandingkan AST. ALT ditemukan terutama di hati, sedangkan enzim AST dapat ditemukan pada hati, otot jantung, otot rangka, ginjal, pancreas, sel darah putih dan sel darah merah. Dengan demikian, jika hanya terjadi peningkatan kadar AST maka bisa saja yang mengalami kerusakan adalah sel-sel organ lainnya yang mengandung AST. Pada sebagian besar penyakit hati penyakit hati yang akut, kadar ALT lebih tinggi atau sama dengan kadar AST. Pada saat terjadi kerusakan jaringan dan sel-sel hati, kadar AST meningkat 5 kali dari nilai normal. ALT meningkat 1-3 kali dari nilai normal pda hepatitis kronis aktif dan lebih dari 20 kali nilai normal pada hepatitis virus akut dan hepatitis toksik. 5 b. Alkalin fosfatase (ALP) Peningkatan kadar ALP merupakan salah satu petunjuk adanya sumbatan atau hambatan pada saluran empedu. Peningkatan ALP dapat disertai dengan gejala warna kuning pada kulit, kuku, atau bagian putih bola mata. c. Serum protein Serum protein yang dihasilkan hati, antara lain albumin, globulin. d. Bilirubin Bilirubin merupakan pigmen kuning yang dihasilkan dari pemecahan hemoglobin (Hb) di hati. Bilirubin dikeluarkan lewat empedu dan dibuang melalui feses. Bilirubin ditemukan didarah dalam dua bentuk yaitu bilirubin direk larut dalam air dan dapat dikeluarkan melalui urin. Sementara bilirubin indirek tidak larut dalam air dan terikat pada albumin. Bilirubin total merupakan penjumlahan bilirubin direk dan indirek. Peningkatan bilirubin direk jarang terjadi pada penyakit hati. Sebaliknya, bilirubin direk yang meningkat hampir selalu menunjukkan adanya penyakit pada hati atau saluran empedu. Adapun nilai normal untuk masing-masing pemeriksaan laboratorium disajikan dalam Tabel berikut ini. Tabel 1. Nilai normal untuk masing-masin pemeriksaan laboratorium Parameter biokimia hati Bilirubin total Rentang nilai normal 2-20 mmol/L Bilirubin direk (terkonyugasi) 1,7-5,1 mmol/L Bilirubin indirek 1.7-17,1 mmol/L AST/SGOT ≥37 U/L (pria) ≥31 U/L (wanita) ALT/SGPT ≥42 U/L (pria) ≥32 U/L (wanita) 53-128 U/L (pria) 49-98 U/L (wanita) ALP Gamma glutamil transferase (GGT) 5 0-45 IU/L (rat-rata dewasa) 10-80 IU/L (pria) 6 5-25 IU/L (wanita) Albumin 3,8-5,1 g/dL Waktu protrombin 10-14 detik Uji Fungsi hati 3 Fungsi hati diukur dengan menilai enzim hati, fosfatase alkali (ALP),aspartat aminotransferase (AST),atau alanin aminotransferase (ALT) dan gama-glutamil transferase (γGT), bersama dengan albumin,bilirubin, dan protein serum total. Bilirubin,AST, dan ALP meningkat sedang pada ikterus hepatobilier. ALP sangat meningkat pada ikterus obstruktifsering sekali jauh melebihi dua enzim lainnya. Pada keadaan tersebut biasanya juga terjadi peningkatan enzim γGT. Peningkatan enzim γGT khas untuk penyakit hati alkohol-dan menandakan adanya alkohol berlebihan,terutama bila enzim lain normal atau sedikit meningkat. Albumin adalah ukuran fungsi sintesis hati dan merupakan penanda penting keparahan gangguan hati. Albumin biasanya menurun pada penyakit hati kronis, sedangkan kadar protein total biasanya meningkat. Gejala klinis Gejala hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu : 5 Fase inkubasi. Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau ikterus. Fase ini berbeda-beda lamanya untuk tiap virus hepatitis. Panjang fase ini tergantung pada dosis inokulum yang ditularkan dan jalur penularan, makin besar dosis inokulum,makin pendek fase inkubasi ini. Fase prodromal (pra ikterik). Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala ikterus. Awitannya dapat singkat atau insidious ditandai dengan malaise umum,mialgia,atralgia,mudah lelah,gejala saluran napas, dan anoreksia. Mual,muntah dan anoreksia berhubungan dengan perubahan penghidu dan rasa kecap. Diare atau konstipasi dapat terjadi. Serum sickness dapat muncul pada hepatitis B akut di awal infeksi. Demam derajat rendah umumnya terjadi pada hepatitis A akut. Nyeri abdomen biasanya ringan dan 7 menetap di kuadran kanan atas atau epigastrium, kadang diperberat dengan aktivitas akan tetapi jarang menimbulkan kolesistiasis. Fase ikterus. Ikterus muncul setelah 5-10 hari,tetapi dapat juga muncul bersamaan dengan munculnya gejala. Pada banyak kasus fase ini tidak terdeteksi. Setelah timbul ikterus, jarang terjadi perburukan gejala perburukan prodromal, tetapi justru akan terjadi perbaikan klinis yang nyata. Fase konvalesen (penyembuhan). Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain,tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetapa ada. Muncul kembali perasaan sudah sehat dan kembalinya nafsu makan. Keadaan akut biasanya akan membaik dalam 2-3 minggu. Pada hepatitis A perbaikan klinis dan laboratorium lengkap terjadi dalam 9 minggu sedangkan pada hepatitis B dalam 16 minggu. Pada infeksi yang sembuh spontan : 1). Spketrum penyakit mulai asimtomatik, infeksi yang tidak nyata sampai kondisi yang fatal sehingga terjadi gagal hati akut; 2). Sindrom klinis yang mirip pada semua virus penyebab mulai dari gejala prodromal yang non spesifik dan gejala gastrointestinal, seperti : a). malaise, anoreksia, mual dan muntah. b). Gejala flu, faringitis, batuk, coryza, fotofobia, sakit kepala, dan mialgia; 3). Awitan gejala cenderung muncul mendadak pada HAV dan HEV, pada virus yang lain muncul insidious; 4). Demam jarang ditemukan kecuali pada infeksi HAV; 5). Immune complex mediated, serum sickness like syndrome dapat ditemukan pada kurang dari 10% pasien dengan infeksi HBV, jarang pada infeksi virus yang lain; 6). Gejala prodromal menghilang saat timbul kuning, tetapi gejala anoreksia, malaise, dan kelemahan dapat menetap; 7). Ikterus didahului dengan kemunculan urin berwarna gelap , pruritus (biasanya ringan dan sementara) dapat timbul ketika ikterus meningkat; 8). Pemeriksaan fisis menunjukkan pembesaran dan sedikit nyeri tekan pada hati; 9). Splenomegali ringan dan limfadenopati pada 15%-20% pasien. Diagnosis kerja6 Hepatitis A Virus hepatitis A (HAV) merupakan hepatovirus yang berhubungan dengan Enterovirus dalam famili Picornaviridae. Virus ini hanya memiliki satu serotipe. Genomnya merupakan RNA sense-positif beruntai tunggal dan memiliki empat genotipe. 8 Transmisi terjadi secara fekal-oral dan berhubungan dengan musim panas, wabah di institusi dan wabah di sumber tertentu yang terjadi setelah kontaminasi fekal pada air atau makanan (misalnya tiram). Seroprevalensi tertinggi terjadi pada individu dalam kelompok sosioekonomi bawah. Infeksi anikterik lebih sering terjadi pada orang muda, dengan risiko penyakit simtomatik meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Infeksi ditandai dengan penyakit menyerupai flu yang diikuti ooleh ikterus, walaupun beberapa pasien mungkin tidak mengalami ikterus. Sebagian besar pasien mengalami penyembuhan yang tidak berbelit-belit. Virus disebarkan melalui feses sebelum ikterus muncul. Diagnosis IgM anti-HAV bersifat diagnostic, muncul sebelum ikterus terjadi dan bertahan selama 3 bulan. Antibodi terhadap IgG dapat digunakan untuk menetukan status imun. RNA HAV dapat dideteksi dengan NAAT dalam darah dan feses selama fase akut infeksi dan sekuensing dapat menetukan hubungan antarisolat untuk penyelidikan epidemiologi, Hepatitis B Hepatitis B (HBV), suatu hepadnavirus , merupakan virus berenvelope. Berukuran kecil yang mengandung DNA beruntai ganda parsial 3,2 kb yang mengkode tiga protein permukaan, yaitu antigen permukaan (HBsAg), antigen inti (HBcAg), protein pra inti (HBeAg), protein polimerase aktif yang besar dan protein transaktivator. HBV ditransmisikan melalui rute parenteral, kongenital, dan seksual. Gambaran klinis Terdapat masa inkubasi yang lama (sampai 6 bulan) sebelum perkembangan hepatitis akutyang tersembunyi dan membahayakan, dengan rentang dari ringan samapai berat. Penyakit yang fulminan mengakibatkan 1-2% mortalitas dan 10% pasien mengalami hepatitis kronik dengan komplikasi sirosis atau karsinoma hepatoselular. Infeksi kongenital memberikan risiko yang tinggi terhadap karsinoma hepatoselular. 9 Diagnosis Immunoassay untuk HBsAg, HBeAg, HBcAg, dana antibody yang berubungan dapat menegakkan diagnosis infeksi akut dan riwayat pajanan sebelumnya. Jumlah virus dapat diukur dengan NAAT dan sekuensing terhadap resistensi mutasi memungkinkan pemantauan terapi dan mengarahkan pemilihan obat. Hepatitis C Hepatitis C (HCV) merupakan virus RNA beruntai positif yang mengkode polipeptida tunggal. Infeksi terutama ditransmisikan melalui darah yang terinfeksi. Seroprevalensi adalah 1% pada pendonor darah yang sehat, lebih tinggi pada negara berkembang dan tertinggi pada kelompok berisiko tinggi, seperti mereka yang menerima transfuse tanpa skrining. Tenaga kesehatan memiliki risiko terkena infeksi. Transmisi secara seksual dan vertical daapt muncul tetapi jarang. Gambaran klinis Infeksi dapat menyebabkan hepatitis akut ringan, tetapi pada banyak kasus bersifat asimtomatik; penyakit fulminana jarang terjadi. Infeksi HCV bertahan pada sampai 80% pasien; sampai 35% dari pasein-pasien ini mengalami sirosis, gagal hati, dan karsinoma hepatoselular dalam waktu 10-30 tahun kemudian. Hal ini dapat terjadi karena mutasi virus yang sering menyebabkan ‘quasi spesies’ yang jelas secara imunologis ; memungkinkan organism untuk lolos dari pengendalian imunologis. Diagnosis HCV tidak dapat dikultur; antibody diagnostik dapat dideteksi dengan EIA. NAAT (realtime) memungkin diagnosis cepat. Sekuensing virus menentukan kemungkinan respons terhadap terapi. Pengobatan dapat dipantau dengan mengukur jumlah virus RNA HCV. Hepatitis D Virus RNA tidak sempurna (defektif) ini dikelilingi oleh envelope HBsAg. Virus ditransmisikan melalui kontak erat atau melalui produk darah dan menyebabkan penyakit setelah 10 periode inkubasi yang singkat, baik sebagai koinfeksi dengan HBV atau sebagai superinfeksi pada pembawa HBV. Walalupun infeksi asimtomatik dapat terjadi, hepatitis D (HDV) berhubungan dengan hepatitis berat dan progresi menjadi karsinoma yang dipercepat. NAAT (real-time) merupakan metode yang paling cepat dalam menegakkan diagnosis, tetapi deteksi antigen atau antibodi IgM dengan EIA juga dapat mengonfirmasi diagnosis. Tindakan pencegahan terhadap HBV juga melindungi terhadap HDV. Hepatitis E Virus ini merupakan virus RNA kecil beruntai tunggal yang tidak berenvelope, yang diklasifikasikan dengan genus yang berbeda; yaitu virus yang menyerupai hepatitis E. Virus ini ditransmisikan melalui rute fekal-oral, dan wabah dapat terjadi setelah kontaminasi suplai air. Wabah besar pernah terjadi di Asia. Diagnosis ditegakkan dengan mendeteksi IgM spesifik atau dengan NAAT real-time. Infeksi dicegah dengan langkah-langkah higiene. Tabel 2 : Perbandingan Jenis Hepatitis Virus 7,8 Faktor yang Jenis Hepatitis berhubungan dengan Hepatitis HAV HBV HCV HDV HEV Metode Enteral(oral- Parenteral Parenteral Parenteral Enteral (oral- transmisi fekal) Makanan Intravena Seksual Seksual fekal) makanan dan air Seksual Perinatal Perinatal dan air Perinatal Ko-infeksi hanya dengan hepatitis B Masa inkubasi Ikterik Awitan tiba-tiba; Awitan laten : Awitan laten : Awitan tiba-tiba Awitan tiba-tiba 2-12 minggu 6-24 minggu 2-26 minggu : 3-15 minggu : 2-8 minggu Dewasa :70-80% 20% - 40% 10% - 25 % Bervariasi 25% - 60% Tidak ada Mungkin ada Mungkin ada Mungkin ada Tidak ada Anti-HAV; IgM HBsAg, HBeAg Anti-HCV HD Ag, Anti-HEV Anak :10% Karsinoma hepatoseluler Diagnosis 11 Penyakit (stadium dini), diikuti dengan IgG (sta`dium HBsAb dan lanjut). HBeAb Tidak ada HBs Ag Anti-HCV (50% ( + : > 6 bulan) kasus) kronis: Anti-HDV Anti-HDV Tidak ada penanda serum Status infeksi : Tidak ada HBsAg, HBeAg, Anti-HCV Anti-HDV Tidak ada Penanda serum (HAV RNA) (HBV-DNA) (HCV-RNA) (HDV-RNA) (HEV RNA) Hepatitis Sangat rendah Sangat rendah Sangat rendah Tinggi Rendah Tidak ada HBsAg (insidens Insidens tinggi Anti-HDV, Tidak ada fulminans Carier kronis rendah pada Insidens HD Ag dewasa; insidens rendah (10% - tinggi pada 15%) anak) Imunitas : Anti-HAV total Anti-HBs, Anti- Tidak ada Tidak ada Anti-HEV HBc total Penanda serum Laju mortalitas < 2% < 2% 2% > 30% <2% Prognosis Biasanya Biasanya 50% dapat Meningkatkan Biasanya sembuh sendiri sembuh sendiri. menjadi infeksi kemungkinan sembuh sendiri, 10% diantaranya kronis perburukan tetapi hepatitis B menimbulkan dapat menjadi hepatitis B angka kematian kronis atau tinggi pada fulminan. wanita hamil Diagnosis banding Tabel 3 : Perbandingan Hepatitis virus akut dengan Leptospirosis (Penyakit Weil) 9 Hepatitis virus akut Masa inkubasi Singkat (2-8 minggu) : HAV,HDV, HEV Leptospirosis 10 hari (6-15 hari) Lama (1-6 bulan) : HBV,HCV Onset Bertahap Riwayat risiko Kontak, berpergian, makanan (HAV/HEV) Kontak darah/ seksual, IVDU, institusi Mendadak Kontak dengan hewan atau air terkontaminasi 12 Demam Normal/rendah Tinggi Nyeri kepala Kadang-kadang Konstan Gejala dada Jarang Tidak jarang Mialgia Ringan Berat Toksemia Tidak ada Jelas Konjungtiva Normal Berwarna Perdarahan Jarang Tidak jarang Gagal hati Dapat terjadi (akut/kronik) Tidak pernah Proteinuria Tidak ada Hitung leukosit Normal Puncak transaminase 100 x normal Ada Meningkat 2-5 x normal Tabel 4. Perbandingan hepatitis virus , yellow fever, dan demam tifoid5 Demam Nyeri kepala Nyeri otot Anoreksia Mual, muntah Obstipasi/diare Hepatomegali Splenomegali Meteorismus Gangguan mental Ikterus Pendarahan Miokarditis Oliguri Azotemia Hepatitis virus akut - Yellow fever Demam tifoid - Tabel 5. Perbandingan hepatitis virus, kolelitiasis, kolesistitis5,10,11 Nyeri kepala Nyeri epigastrium Ikterus Mialgia Atralgia Anoreksia Hepatitis virus akut Kolelitiasis - Kolesistitis 13 Mual, muntah Malaise Batuk Pruritus Urin berwarna gelap - Tabel 6. Perbandingan hepatitis virus, fascioliasis, klonorkiasis5,12 Demam Nyeri kepala Nyeri epigastrium Diare Ikterus Urtikaria Pruritus Nyeri sendi Fibrosis hati Urin berwarna gelap Hepatitis virus akut Fascioliasis - Klonorkiasis - Tabel 7. Perbandingan hepatitis virus dan abses hati piogenik Demam Nyeri kepala Nyeri epigastrium Syok Malaise Ikterus Urin berwarna gelap Splenomegali Hepatomegali Pruritus Mual, muntah Anoreksia Jalan membungkuk ke depan Hepatitis viral akut - Abses hati piogenik Etiologi5 Secara umum agen penyebab hepatitis virus dapat diklasifikasikan ke dalam dua grup yaitu hepatitis dengan transmisi secara enteric dan transmisi melalui darah. 14 Transmisi Secara Enterik Terdiri atas virus hepatitis A (HAV) dan virus hepatitis E (HEV) : Virus tanpa selubung Tahan terhadap cairan empedu Ditemukan ditinja Tidak dihubungkan dengan penyakit hati kronik Tidak terjadi viremia yang berkepanjangan atau kondisi karier intestinal. Kemungkinan munculnya jenis hepatitis virus enterik baru dapat terjadi. Virus Hepatitis A (HAV) Digolongkan dalam picornavirus, subklasifikasi sebagai hepatovirus. Diameter 27-28 nm dengan bentuk kubus simetris Untai tunggal (single stranded), molekul RNA linier : 7,5 kb Pada manusia terdiri atas satu serotipe, tiga atau lebih genotipe Mengandung lokasi netralisasi imunodominan tunggal Mengandung tiga atau empat polipeptida virion di kapsomer Replikasi di sitoplasma hepatosit yang terinfeksi, tidak terdapat bukti yang nyata adanya replikasi di usus. Menyebar pada primate non manusia dan galur sel manusia Virus Hepatitis E ( HEV) Kemungkinan diklsifikasi pada famili yang berbeda yaitu pada virus yang meyerupai hepatitis E. Diameter 27-34 nm Molekul RNA linier 7,2 kb Genome RNA dengan tiga overlap ORF ( open reading frames) mengkode protein struktural dan non structural yang terlibat pada replikasi HEV. RNA replicase, helicase, cystein protease, methyltransferase. Pada manusia hanya terdiri atas satu serotipe, empat sampai lima genotipe utama. 15 Lokasi netralisasi imunodominan pada protein structural dikodekan oleh ORF kedua. Dapat meyebar pada sel embrio diploid baru. Replikasi hanya terjadi pada hepatosit. Transmisi Melalui Darah Terdiri atas virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis D (HDV), dan virus hepatitis C (HCV): Virus dengan selubung (envelope) Rusak bila terpajan cairan empedu atau deterjen Tidak terdapat dalam tinja Dihubungkan dengan penyakit hati kronik Dihubungkan dengan viremia yang persisten. Virus Hepatitis B (HBV) Virus DNA hepatotropik, Hepadnaviridae Terdiri atas 6 genotipe (A sampai H), terkait dengan derajat beratnya dan respons terhadap terapi. 42 nm partikel sferis dengan : - Inti nukleokapsid densitas electron, diameter 27 nm - Selubung luar lipoprotein dengan ketebalan 7 nm Inti HBV mengandung, ds DNA partial (3,2 kb) dan : - Protein polimerase DNA dengan aktivitas reverse transcriptase. - Antigen hepatitis B core (HbcAg), merupakan protein struktural. - Antigen hepatitis B e (HbeAg), protein non structural yang berkorelasi secara tidak sempurna dengan replikasi aktif HBV. Selubung lipoprotein HBV mengandung: - Antigen permukaan hepatitis B (HBsAg) dengan tiga selubung protein : utama, besar dan menengah. - Lipid minor dan komponen karbohidrat. - HbsAg dalam bentuk partikel non infeksius dengan bentuk sferis 22 nm atau tubular. 16 Satu serotipe utama dengan banyak subtipe berdasarkan keanekaragaman protein HBsAg. Virus HBV mutan merupakan konsekuensi kemampuan proof reading yang terbatas dari reverse transcriptase atau munculnya resistensi. Hal tersebut meliputi : - HbeAg negatif mutasi precore/core - Mutasi yang diinduksi oleh vaksin HBV - Mutasi YMDD oleh karena lamivudin. Hati merupakan tempat utama replikasi di samping tempat lainnya. Virus Hepatitis D (HDV) Virus RNA tidak lengkap, memerlukan bantuan dari HBV untuk ekspresinya, patogenesitas tapi tidak untuk replikasi. Hanya dikenal satu serotipe dengan tiga genotipe Partikel sferis dengan 27-35 nm, diselubungi oelh lapisan lipoprotein HBV (HBsAg) 19 nm struktur mirip inti. Mengandung suatu antigen nuclear phosphoprotein (HDV antigen) - Mengikat RNA - Terdiri dari 2 isoforms: yang lebih kecil mengandung 195 asam amino dan yang lebih besar mengandung 214 asam amino. - Antigen HDV yang lebih besar; menghambat replikasi HDV RNA dan berperan pada perakitan HDV. RNA HDV merupakan untai tunggal, covalently close dan sirkular. Mengandung kurang dari 1680 nukloetida, merupakan genom RNA terkecil diantara virus binatang. Replikasi hanya pada hepatosit. Virus Hepatitis C (HCV) Selubung glikoprotein. Virus RNA untai tunggal Partikel sferis, inti nukleokapsid 33 nm Termasuk kalisifikasi Flaviviridae, genus hepacivirus. 17 Genome HCV terdiri atasa 9400 nukleotida, mengkode protein besar sekitar residu 3000 asam amino. - 1/3 bagian dari lipoprotein terdiri atas protein structural - Protein selubung dapat menimbulkan antibodi netralisasi. - Regio hipervariabel terletak di E2. - Sisa 2/3 dari poliprotein terdiri atas protein nonstruktural (dinamakan NS2, NS3, NS4A, NS4B, dan NS5B) terlibat dalam replikasi HCV. Hanya ada satu serotipe yang dapat diidentifikasi , terdapat banyak genotipe dengan distribusi yang bervariasi diseluruh dunia. Tabel 8. Virus hepatitis Patofisiologi 1. Sistem imun bertanggung jawab untuk terjadinya kerusakan sel hati a. Melibatkan respons CD8 dan CD4 sel T b. Produksi sitokin di hati dan sistemik 2. Efek sitopatik langsung dari virus. Pada pasien imunosupresi dengan replikasi tinggi, akan tetapi tidak ada bukti langsung.5 Penatalaksanaan Tidak terdapat terapi spesifik untuk hepatitis virus akut. Tirah baring selama fase akut penting dilakukan, dan diet rendah lemak dan tinggi karbohidrat umumnya merupakan makanan yang paling dapat dimakan oleh penderita. Pemberian makanan secara intravena mungkin perlu 18 diberikan selama fase akut bila pasien terus-menerus muntah. Aktivitas fisik biasanya perlu dibatasi hingga gejala mereda dan tes fungsi hati kembali normal. Pengobatan terpilih untuk hepatitis B kronis atau hepatitis C kronis simtomatik adalah terapi antivirus dengan interferon-α. Terapi antivirus untuk hepatitis D kronis membutuhkan pasien uji eksperimental. Jenis hepatitis kronis ini memilik risiko tertinggi untuk berkembangnya sirosis. Kecepatan respons yang terjadi bervariasi dan lebih besar kemungkinan berhasil dengan durasi infeksi yang lebih pendek. Penderita imunosupresi dengan hepatitis B kronis serta anakanak yang terinfeksi saat lahir tampaknya tidak berespons terhadap terapi interferon. Transplantasi hati merupakan terapi pilihan bagi penyakit stadium akhir, meskipun terhadap kemungkinan yang tinggi untuk terjadinya terinfeksi hati yang baru.1 Komplikasi Tidak setiap penderita hepatitis virus akan mengalami perjalanan penyakit yang lengkap. Sejumlah kecil pasien (kurang dari 1%) memperlihatkan kemunduran klinis yang cepat setelah awitan ikterus akibat hepatitis fulminan dan nekrosis hati masif. Hepatitis fulminan ditandai dengan gejala dan tanda gagal hati akut-penciutan hati, kadar bilirubin serum meningkat cepat, pemanjangan waktu protrombin yangsangat nyata dan koma hepatikum. Prognosis adalah kematian pada 60 hingga 80% pasien ini. Kematian dapat terjadi dalam beberapa hari pada sebagian kasus dan yang lain dapat bertahan selama beberapa minggu bila kerusakan tidak begitu parah. HBV merupakan penyebab 50% kasus hepatitis fulminan, dan sering disertai oleh infeksi HDV. Agen delta (HDV) dapat menyebabkan hepatitis bila terdapat dalam tubuhdngan HBsAg. Hepatitis fulminan jarang menjadi komplikasi HCV dan kadang disertai oleh HAV.1 Komplikasi tersering hepatitis virus adalah perjalanan klinis yang lebih lama hingga berkisar dari 2 hingga 8 bulan. Keadaan ini dikenal sebagai hepatitis kronis persisten, dan terjadi pada 5 hingga 10% pasien. Walaupun pemulihan terlambat, penderita hepatitis kronis persisten hampir selalu sembuh.1 Sekita 5 hingga 10% pasien hepatitis virus mengalami kekambuhan setelah sembuh dari serangan awal. Hal ini biasanya berkaitan dengan individu berada dalam risiko tinggi (misalnya penyalahgunaan zat, dan penderita karier). Kekambuhan ikterus biasanya tidak terlalu nyata, dan 19 uji fungsi hati tidak memperlihatkan kelainan dalam derajat yang sama seperti pada serangan awal. Tirah baring biasanya akan segera diikuti kesembuhan.1 Setelah hepatitis virus akut, sejumlah kecil pasein akan mengalami hepatitis agresif atau kronis aktif bila terjadi kerusakan hati seperti digerogoti (piece meal) dan terjadi sirosi. Kondisi ini dibedakan dari hepatitis kronis persisten melalui pemeriksaan biopsi hati. Terapi kortikosteroid dapat memperlambat perluasan cedera hati, namun prognosisnya tetap buruk. Kematian biasanya t rjadi dalam 5 tahun pada lebih dari separuh pasien-pasien ini akibat gagal hati atau komplikasi sirosis. Hepatitis kronis aktif dapat berkembang pada hampir 50% penderita HCV; sedangkan proporsi pada penderita HBV jauh lebih kecil (sekitar 1 sampai 3%) yang mengalami komplikasi ini setelah pengobatan berhasil dilakukan. Sebaliknya hepatitis kronis tidak timbul sebagai komplikasi HAV dan HEV. Tidak semua kasus hepatitis kronis aktif terjadi setelah hepatitis virus akut. Obat-obatan dapat turut berperan dalam pathogenesis kelainan ini termasuk alfa-metildopa (Aldomet), isoniazid, sulfonamide, dan aspirin.1 Yang terakhir, komplikasi lanjut hepatitis yang cukup bermakna adalah berkembangnya karsinoma hepatoselular primer. Kendati jarang di Amerika Serikat, kanker hati primer cukup sering t rjadi di negara-negara berkembang. Dua faktor penyebab ytama yang terkait dalam patogensis adalah : infeksi HBV kronis dan sirosis terkait. Baru-baru ini, sirosis terkait HCV dan infeksi HCV kronis telah dikaitkan pula dengan kanker hati primer.1 Prognosis Prognosis adalah kematian pada 60 hingga 80% pasien ini. Kematian dapat terjadi dalam beberapa hari pada sebagian kasus dan yang lain dapat bertahan selama beberapa minggu bila kerusakan tidak begitu parah. HBV merupakan penyebab 50% kasus hepatitis fulminan, dan sering disertai oleh infeksi HDV. Agen delta (HDV) dapat menyebabkan hepatitis bila terdapat dalam tubuhdngan HBsAg. Hepatitis fulminan jarang menjadi komplikasi HCV dan kadang disertai oleh HAV.1 Pencegahan Pengobatan lebih ditekankan pada pencegahan melalui imunisasi karena keterbatasan pengobatan hepatitis virus. Kini tersedia imunisasi pasif dan aktif untuk HAV dan HBV. CDC 20 (2000) telah menerbitkan rekomendasi untuk praktik pemberian imunisasi sebelum dan sesudah pajanan virus. Pada bulan Februari 1995, vaksin pertama untuk HAV disetujui untuk dilisensikan oleh FDA, (Food and Drug Administration) Amerika Serikat. Vaksin diberikan dengan rekomendasi untuk jadwal pemberian dua dosis bagi orang dewasa berumur 18 tahun dan yang lebih tua, dan dosis kedua diberikan 6 hingga 12 bulan setelah dosis pertama. Anak berusia lebih dari 2 tahun dan remaja diberi tiga dosis; dosi kedua diberikan satu bulan setelah dosis pertama; dosis ketiga diberikan 6 hingga 12 bulan berikutnya. Anak berusia kurang dari 2 tahun tidak divaksinasi. Cara pemberian adalah suntikan intramuscular (IM) dalam otot deltoideus. Imunoglobulin (IG) – dahulu disebut globulin serum imun, diberikan sebagai perlindungan sebelum atau sesudah terpajan HAV. Semua sediaan IG mengadung anti-HAV. Profilaksis sebelum pajanan dianjurkan untuk wisatawan manca negara yang akan berkunjung ke negara-negara endemis-HAV. Bila kunjungan berlangsung kurang dari 3 bulan, maka diberikan dosis tunggal IG (0,2 ml/kgbb) secara IM; bila kunjungan diperkirakan lebih lama, diberikan 0,06 ml/kgbb setiap 4 hingga 6 bulan. Pemberian IG pasca pajanan bersifat efektif dalam mencegah atau mengurangi keparahan infeksi HAV. Dosis 0,02 ml/kg diberikan sesegera mungkin atau dalam waktu 2 minggu setelah pajanan. Inokulasi dengan IG diindikasikan bagi anggota keluarga yang tinggal serumah, staf pusat pentipan anak, pekerja dip anti asuhan, dan wisatawan ke negara berkembang dan tropis. Kini tersedia immunoglobulin HBV titer tinggi (HBIG) dan vaksin untuk mencegah dan mengobati HBV. Pemberian profilaksis sebelum pajanan dianjurkan bagi individu yang berisiko menderita HBV, yang meliputi: 1. Pekerja pelayanan kesehatan 2. Klien dan staf lembaga cacat mental 3. Pasien hemodialisis 4. Pria homoseksual yang aktif secara seksual. 5. Pemakai obat intravena 6. Penerima produk darah secara kronis 7. Kontak serumah atau berhubungan seksual dengan penderita karier HBsAg. 21 8. Heteroseksual yang aktif secara seksual dengan banyak pasangan. 9. Wisatawan mancanegara ke daerah endemis HBV. 10. Pengungsi dari daerah endemis HBV. Vaksin HBV asli di tahun 1982 yang berasal dari karier HBV, kini telah digantikan dengan vaksin mutakhir hasil rekayasa genetika dari DNA rekombinan. Vaksin ini mengandung partikelpartikel HBsAg yang tidak menular. Tiga suntikan secara serial akan menghasilkan antibodi terhadap HBsAg pada 95% kasus yang telah divaksinasi , namun tidak berefek pada individu karier. HBIG merupakan obat terpilh untuk profilkasis pascapajanan jangka pendek. Pemberian vaksin HBV dapat dilakukan bersamaan untuk mendapatkan imunitas jangka panjang, bergantung pada situasi pajanan. CDC merekomendasikan pemberian HBIG dan HBV dalam 12 jam setelah lahir pada bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif. Lebih jauh, mereka menganjurkan uji rutin HBsAg pranatal pada semua wanita hamil di masa yang akan datang, karena kehamilan akan menyebabkan penyakit berat pada ibu dan infeksi kronis pada neonates. Bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif dan HBeAg positif berisiko sebesar 70 hingga 90% untuk terinfeksi HBV; 80 hingga 90% bayi yang terinfeksi akan menjadi karier HBV kronis dan lebih dari 25% dari penderita karier ini akan meninggal akibat karsinoma hepatoselular primer dan sirosis hati. HBIG (0,06 ml/kgbb) adalah pengobatan terpilih untuk mencegah infeksi HBV setelah suntikan perkutan (jarum suntik) atau mukosa terpajan darah HBsAg positif. Vaksin HBV harus segera diberikan dalam waktu 7 hingga 14 hari bila individu yang terpajan belum divaksinasi. Individu terpajan yang telah divaksinasi harus menjalani pengukuran kadar antibodi anti-HBs, kemudian tidak membutuhkan pengobatan. Bila kadar antibodi anti-HBs tidak mencukupi, maka perlu diberikan dosis booster vaksin. Petugas yang terlibat dalam kontak risiko tinggi (missal pada hemodialisis, transfusi tukar, dan terapi parenteral) perlu sangat berhati-hati dalam menangani peralatan dan menghindari tusukan jarum. Tindakan adalam masyarakat yang penting untuk mencegah hepatitis mencakup penyediaan makanan dan air bersih yang aman, serta sistem pembuangan sampah yang efektif. Penting untuk 22 memperhatikan hygiene umum, mencuci tangan, serta membuang urine dan feses pasien terinfeksi secara aman.Pemakaian kateter, jarum suntik, dan spuit sekali pakai, akan menghilangkan sumber infeksi yang penting. Semua donor darah perlu disaring terhadap HAV, HBV, dan HCV sebelum diterima menjadi panel donor. Kesimpulan Dari pembahasan yang telah dibahas bahwa hipotesis diterima yaitu Tn. A pada kasus tersebut menderita hepatitis virus akut. Hepatitis virus akut merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang hati. Hampir semua kasus hepatitis virus akut disebabkan oleh salah satu dari lima jenis virus yaitu : hepatitis A (HAV), hepatitis B (HBV), hepatitis C (HCV), hepatitis D (HDV), dan hepatitis E (HEV). Jenis virus lain yang ditularkab pascatransfusi seperti virus hepatitis G dan virus TT telah dapat diidentifikasi tetapi tidak menyebabkan hepatitis. Semua jenis hepatitis virus yang menyerang manusia merupakan virus RNA kecuali virus hepatitis B, yang merupakan virus DNA. Walaupun virus-virus tersebut berbeda dalam sifat molecular dan antigen, akan tetapi semua jenis virus tersebut memperlihatkan kesamaan dalam perjalanan penyakitnya. Daftar Pustaka 1. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta : EGC; 2005. h. 472-93 2. Abdurrahman N. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Ed 3. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2005 3. Dacne J, Kopelmen P. Buku saku keterampilan klinis.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2004.hal.116-131. 4. Sari W, Indrawati L, Djing OG. Care yourself, hepatitis. Jakarta : Penebar Plus +; 2005. h. 27-30 5. Sudoyo AW.Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK. Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta : Interna Publishing; 2009.h 644-52 6. Gillespie SH, Bamford KB. At a glance mikrobiologi medis dan infeksi. Ed 3.Jakarta : Penerbit Erlangga; 2008. h. 76-7 23 7. Kee, Joyce L.Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostic.Edisi ke-6.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2007. 8. Elizabeth J. Corwin. Buku saku patofisiologi.Edisi ke-3.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2009. 9. Mandal, Wilkins, Dunbar,Mayon-White. Lecture Notes: Penyakit Infeksi. Edisi ke6.Jakarta: Penerbit Erlangga;2006. 10. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R, editor. Buku ajar ilmu bedah Sjamsuhidajat-de Jong. Jakarta : EGC, 2010; h. 677-83 11. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins & Cotran buku saku dasar patologis penyakit. Jakarta : EGC; 2009. h 954-5 12. Hadidjaja P, Margono SS. Dasar parasitologi klinik. Edisi ke-1.Jakarta : FKUI; 2011. h. 252-7 24