Chapter II Tinjauan Pustaka

advertisement
Bab II Tinjauan Pustaka
II.1 Mineral Magnetik Alamiah
Mineral magnetik di alam dapat digolongkan dalam keluarga oksida besi-titanium,
sulfida besi dan oksihidroksida besi. Keluarga oksida besi-titanium paling banyak
dijumpai dalam batuan. Keluarga ini terdiri dari mineral-mineral yang memenuhi
diagram segi tiga (ternary diagram) dengan anggota tepi terdiri dari TiO2, FeO
dan Fe2O3, seperti terlihat pada Gambar II.1 .
Gambar II.1. Ternary diagram keluarga oksida besititanium (Tauxe,1998).
Mineral anggota keluarga oksida besi-titanium dapat memiliki berbagai macam
komposisi, akan tetapi hanya terdapat dua deret yaitu : titanomagnetit (Fe3-xTixO4)
dan titanohematit (Fe2-xTixO4). Untuk x = 1 pada deret titanomagnetit ditemukan
sebagai mineral ulvöspinel dan pada x = 0 adalah mineral magnetit. Sedangkan
untuk x = 1 dan x = 0 pada deret titanohematit ditemukan sebagai mineral ilmenit
serta hematit atau dapat pula ditemukan sebagai maghemit. Sifat magnetik yang
menonjol dibawa oleh deret titanomagnetit yaitu mineral magnetit. Mineral
tersebut ditemukan pada berbagai batuan beku, metamorfik dan sedimen. Pasir
5
besi merupakan salah satu contoh batuan sedimen yang didominasi oleh mineral
magnetit.
II.2 Suseptibilitas Magnetik Batuan
Magnetisasi pada bahan pada umumnya bergantung pada medan magnetik, namun
demikian ada sebagian kecil bahan yang dapat memiliki magnetisasi secara
spontan tanpa kehadiran medan magnet luar. Magnetisasi yang dimiliki oleh
bahan dapat disebabkan medan magnet luar yang mempengaruhinya sering
disebut magnetisasi induksi, selain itu terdapat pula magnetisasi yang ada
walaupun tanpa medan magnet luar ditiadakan dikenal sebagai magnetisasi
remanen. Jika intensitas medan magnetik luar H diberikan pada suatu bahan,
maka bahan tersebut akan memberikan respon yang disebut dengan magnetisasi
M. Hubungan kedua besaran tersebut dinyatakan dalam persamaan :
M = χm H
dengan M adalah momen magnetik per satuan volum (A/m), H adalah intensitas
medan magnetik (A/m), χm adalah faktor pembanding yang dikenal dengan
suseptibilitas magnetik.
Besaran suseptibilitas magnetik dapat dinyatakan dalam berbagai bentuk,
diantaranya low field DC susceptibility / anisotropy of magnetic susceptibility
(AMS) dan anisotropy of anhysteretic susceptibility (AAS). AMS dikontrol oleh
mineral feromagnetik, paramagnetik, dan diamagnetik dalam batuan. Batuan
dengan suseptibilitas lebih besar dari 5 x 10-3 (SI), efek paramagnetik dan
diamagnetik diabaikan dan AMS secara efektif dikontrol oleh ferimagnetik saja.
Batuan dengan suseptibilitas kurang dari 5 x 10-4 (SI), kandungan mineral
ferimagnetiknya
rendah,
sehingga
AMS
secara
efektif
dikontrol
oleh
paramagnetik (efek diamagnetik masih dapat diabaikan). Batuan dengan
suseptibilitas antara 5 x 10-4 (SI) hingga 5 x 10-3 (SI), AMS secara umum
dikontrol oleh mineral ferimagnetik dan paramagnetik (Tarling dan Hrouda,
6
1993). Sedangkan AAS merupakan metode yang mengukur kemampuan batuan
untuk memperoleh anhysteretic of remanent magnetization (ARM). Sebuah
sampel memperoleh ARM ketika sampel tersebut diletakkan dalam medan searah
yang lemah dan medan bolak-balik yang kuat secara bersamaan. Intensitas ARM
sebanding dengan intensitas medan searah. Konstanta pembanding dinyatakan
sebagai suseptibilitas ARM atau AAS.
Batuan dapat memiliki nilai suseptibilitas AMS rendah dan AAS yang tinggi. Hal
ini dapat terjadi karena magnetisasi remanen bahan magnetik tidak saja
bergantung pada jenis mineralnya, tetapi juga bergantung pada bentuk dan ukuran
bulir. Estimasi ukuran bulir magnetit telah dilakukan oleh King dkk (1982)
dengan mengkombinasikan pengukuran nilai suseptibilitas AMS dan AAS yang
diperoleh melalui pengukuran ARM, seperti ditunjukkan pada Gambar II.2.
Gambar II.2. Model empiris untuk estimasi ukuran bulir
magnetik (Dunlop dan Özdemir, 1997).
7
II.3 Mineral-Mineral Oksida Besi
Keberadaan oksida besi memiliki beragam komposisi kimia dan sifat respon
magnetik yang berbeda, seperti terlihat pada tabel II.1.
Tabel II.1. Jenis oksihidroksida besi dan oksida besi (Harris, 2002)
Mineral
Formula
Respon Magnetik
Goethite
Akaganéite
Lepidocrocite
Feroxyhyte
Ferrihydrite
α-FeOOH
β-FeOOH
γ-FeOOH
δ ' -FeOOH
Fe5HO8.4H2O
Hematite
α-Fe2O3
Maghemite
Magnetite
γ-Fe2O3
Fe3O4
Antiferomagnetik
Antiferomagnetik
Antiferomagnetik
Ferimagnetik
Antiferomagnetik
CantedAntiferomagnetik
Ferimagnetik
Ferimagnetik
Bahan-bahan feromagnetik memiliki energi pertukaran minimum karena seluruh
spin-spinnya terjajar secara paralel (Gambar II.3a). Bila energi pertukaran
minimum dicapai dengan penjajaran spin secara antipararel sempurna (Gambar
II.3b) sehingga momen magnetik netonya sama dengan nol, maka bahan tersebut
digolongkan sebagai antiferomagnetik. Pada bahan-bahan tertentu spin-spin
antiferomagnetik terjajar tak sempurna, tetapi sedikit miring dan menghasilkan
sedikit momen magnetik neto (Gambar II.3c). Momen magnetik neto juga
mungkin terdapat pada bahan antiferomagnetik jika spin-spinnya tidak
berpasangan secara sempurna karena terdapat cacat (defect) pada struktur kristal
(Gambar II.3d). Sedangkan untuk bahan ferimagnetik spin-spin juga terjajar
secara antiparalel, tetapi besarnya momen magnet untuk masing-masing arah tidak
sama sehingga menghasilkan momen magnetik neto (Gambar II.3e).
8
Gambar II.3. Tipe penjajaran spin bahan feromagnetik : (a). feromagnetik
(b). antiferomagnetik (c). canted antiferomagnetik (d). defect
antiferomagnetik (e). ferimagnetik (Tauxe,1998).
Sifat magnetik bahan-bahan feromagnetik tersebut sangat dipengaruhi oleh ukuran
bulir. Bulir yang dipandang hanya memiliki dipol magnetik tunggal yang
terisolasi disebut bulir domain tunggal atau single domain (SD)(Gambar II.4a).
Kutub-kutub bebas pada permukaan bulir menghasilkan suatu energi magnetik
yang bertambah dengan volume bulir. Pada ukuran tertentu, energi tersebut
menjadi cukup besar dan memecah magnetisasi menjadi beberapa daerah dengan
magnetisasi seragam yang disebut domain magnetik. Bulir magnetik yang terdiri
dari beberapa domain magnetik dinamakan bulir domain jamak atau multi domain
(MD)(Gambar II.4b). Bulir magnetik dengan jumlah domain yang sedikit
memiliki stabilitas magnetik dan remanensi saturasi hampir sama dengan domain
tunggal. Bulir dengan jumlah domain sedikit tersebut sering disebut sebagai bulir
pseudo-tunggal atau pseudo-single domain (PSD). Domain-domain magnetik
dipisahkan oleh dinding domain (Gambar II.4c). Dalam dinding domain, spin-spin
harus berubah dari satu sumbu mudah menuju sumbu mudah lainnya.
9
a)
b)
c)
Gambar II.4. Bahan feromagnetik sferis: (a). domain tunggal
(b). domain jamak (c) rotasi momen magnetik
dalam dinding domain (Butler,1998).
Berdasarkan data dari percobaan empiris diperoleh hubungan yang signifikan
antara perubahan magnetisasi dengan medan demagnetisasi. Hasil uji ini
memperlihatkan bahwa intensitas magnetisasi sampel yang terdiri dari bulir MD
meluruh lebih cepat terhadap medan demagnetisasi dibanding dengan sampel
yang berisi bulir SD sebagaimana diperlihatkan pada Gambar II.5.
Gambar II.5.
Pola peluruhan intensitas magnetisasi saat demagnetisasi
mineral magnetit dengan ukuran yang bervariasi, SD =
single domain, PSD = pseudo-single domain, MD =
multi domain (Dunlop dan Özdemir, 1997).
10
II.4 Mineral Oksida Besi Magnetit
Mineral magnetit tersusun oleh ion ferric (Fe3+) dan ferrous (Fe2+) dengan
perbandingan 2 : 1 dengan komposisi kimianya dapat dinyatakan Fe3O4
(FeO.Fe2O3). Magnetit memiliki kisi kristal spinel invers (AB2O4) yang terdiri
sebagian ion Fe3+ membentuk sisi tetrahedral dan sebagian ion Fe3+ serta seluruh
ion Fe2+ membentuk sisi oktahedral, seperti terlihat pada Gambar II.6.
Gambar II.6. Kisi Magnetit (Fe3O4 / FeO.Fe2O3) [Moskowitz]
Ion-ion besi bervalensi dua berada pada sisi kisi oktahedral, sedangkan ion-ion
besi yang bervalensi tiga terpisah merata antara sisi kisi oktahedral dan
tetrahedral. Momen magnetik ion-ion dalam setiap kisi akan saling berpasangan
dimana A dan B berpasangan secara antipararel. Setiap subkisi B yang memiliki
satu ion Fe2+ dan Fe3+ berpasangan dengan subkisi A yang ditempati satu ion
Fe3+, karenanya ada sepasang momen magnetik yang dihasilkan oleh ion Fe2+.
Pasangan antipararel yang tidak seimbang tersebut yang menyebabkan magnetit
bersifat ferimagnetik.
11
II.5 Penumbuhan Magnetit
Di alam senyawa oksida besi magnetit terbentuk secara alamiah pada saat proses
pembentukan batuan. Selain itu, senyawa magnetit dapat dibentuk melalui
rekayasa kimia dengan metode presipitasi. Metode ini telah digunakan secara luas
untuk membentuk partikel dengan komposisi homogen dan distribusi ukuran yang
kecil. Penumbuhan magnetit dengan metode presipitasi diperlukan bahan awal
(precursor) yang terdiri atas garam besi yang memiliki ion ferric (Fe3+) dan ion
ferrous (Fe2+). Bahan awal yang dapat digunakan untuk proses tersebut dapat
berupa larutan FeCl2.4H2O atau FeSO4.7 H2O untuk garam besi dengan ion Fe2+,
sedangkan garam dengan ion Fe3+ dapat diperoleh dari larutan Fe(NO3)3 atau
FeCl3.4H2O.
Bahan awal yang terdiri dari larutan garam besi dengan ion Fe3+ dan Fe2+
dicampur dengan komposisi perbandingan molar 2 : 1, seperti diilustrasikan pada
Gambar II.7. Setelah pencampuran berlangsung sempurna, tahap selanjutnya
dilakukan proses presipitasi dengan pemberian larutan basa pada hasil
pencampuran larutan garam besi. Larutan basa yang digunakan dapat berupa
senyawa KOH, NaOH, LiOH atau NH4OH. Hasil proses presipitasi tersebut
diperoleh endapan berwarna hitam yang diidentifikasi sebagai mineral magnetit.
Mekanisme reaksi yang terjadi dalam proses presipitasi mengikuti persamaan :
Fe2+ + 2Fe3+ +8 OH- → Fe3O4 + 4H2O
Fe3+
Fe2+
Gambar II.7. Proses pembentukan magnetit melalui proses
presipitasi dengan pemberian larutan basa pada
hasil pencampuran larutan A (terdiri ion Fe2+)
dan larutan B (terdiri ion Fe3+)[Harris, 2002].
12
Download