pengaruhpemberian terapi musik klasikterhadap penurunan tingkat

advertisement
PENGARUHPEMBERIAN TERAPI MUSIK
KLASIKTERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI
PADA ASUHAN KEPERAWATAN NY. H DENGAN STROKE
NON HEMORAGIK DI RUANG ANYELIR
RSUD WONOGIRI
DISUSUN OLEH :
WORO LOUH SIWI
NIM.P.13058
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
PENGARUH PEMBERIAN TERAPI MUSIK KLASIKTERHADAP
PENURUNAN TINGKAT DEPRESI PADA ASUHAN
KEPERAWATAN NY. H DENGAN STROKE
NON HEMORAGIK DI RUANG ANYELIR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
WONOGIRI
Karya Tulis Ilmiah
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH :
WORO LOUH SIWI
NIM.P.13058
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA
HUSADASURAKARTA
2016
i
ii
iii
KATA PENGANTAR
PujisyukurpenulispanjatkankehadiratTuhan Yang Mahakuasakarenaberkat,
rahmatdankarunianya, sehinggapenulismampumenyelesaikankaryatulisilmiah yang
berjudul
“pengaruhpemberianterapimusicklasikterhadappenurunantingkatdepresipadapasien
stroke
non
hemoragik
di
ruangAnyelirRumahSakitdr.
SoediranMangunSumarsoWonogiri”.
DalampenyusuhanKaryaTulisIlmiahinipenulisbanyakmendapatkanbimbingan
dandukungandariberbagaipihak,
olehkarenaitupadakesempataninipenulismengucapkanterimakasihdanpenghargaan
yang setinggi - tingginyakepada yang terhormat :
1. Ns. Wahyu Rima Agustin M. Kep Selaku ketua STIkes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di
STIkes Kusuma Husada Surakarta
2. Ns. Meri Oktariani M. Kep, selakuKetuaProgamStudi DIII keperawatan yang
telahmemberikankesempatanuntukdapatmenimbailmu diSTIKesKusumaHusada
Surakarta.
3. Ns. AlfyanaNadyaRachmawati. M. Kep, selakuSekretaris Program Studi DIII
keperawatan dan selaku pembimbing yang telah memberi banyak masukan dan
saran serta memberikan motivasi pada penulis untuk menyempurnakan Karya
Tulis
Ilmiah
ini
dan
telahmemberikankesempatandanarahanuntukdapatmenimbailmu
yang
di
STIKesKusumaHusada Surakarta.
4. Ns. Setyawan, M. kepselakupenguji I yang telahmemberibanyakmasukandan
saran,
sertamemberikanmotivasipadapenulisuntukmenyempurnakanKaryaTulisIlmiahin
i.
iv
5. Ns. Diyah Ekarini, S.Kep selaku penguji II yang telah memberi banyak masukan
dan saran, serta memberi motivasi pada penulis untuk menyempurnakan Karya
Tulis Ilmiah ini.
6. Semuadosen program studi DIII keperawatanSTIKesKusumaHusada Surakarta
yang
telahmemberikanbimbingandengansabardanwawasannyasertailmu
yang
bermanfaat.
7. Kedua orangtuaku (Bpk. Bambangdan IbuDaisah) berserta adik ku yang paling
perhatian (Dimas Baskoro). Terimakasih sudah menyukupi segala kebutuhan
aku,
yang
selalumemberikankasih
sayang,
dukungandando’asertamenjadiinspirasidanmemberikansemangatuntukmenyelesai
kanpendidikan DIII Keperawatan.
8. Teman – temanmahasiswasatuangkatankhususnyakelas 3A progamstudi DIII
KeperawatanSTIKesKusumaHusada
Surakarta
dan
berbagaipihak
yang
tidakmampupenulissebutkansatu – persatu, yang memberikandukungan.
9. Teman-teman yang luar biasa yaitu Winda Fitriani, Yesi Nugrahani, Siti Normala
Rovi Fibhianisfha, Yunita Diyan, Esti Rita. Dan teman satu pembimbing yang
sudah
berjuang
bersama-sama,
saling
membantu
terimakasih
atas
kekompakannya,
10. Teman – teman Green House mb. Zhezhe, Diah puspita (Didi) , Yeni (Monthok)
yang membuat aku nyaman dan selalu mendukung dikala syindrome malas
beranjak,
11. Tak lupa pula temen-temen AG, Realita Sarah Annisa, Nur Risky Lubis, Desiana
Puspitasari Nainggolan, Mawardi, Kurnia Aditama, kalian penyemangat ku dari
jauh.
Semogalaporankaryatulisilmiahinibermanfaatuntukperkembanganilmukeperawatanda
nkesehatan. Aamiin YRA
Surakarta, 26Mei 2016
v
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................
i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................
iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................
iv
DAFTAR ISI .................................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
ix
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar belakang ........................................................................
1
B. Tujuan Penulisan ....................................................................
3
C. Manfaat Penulisan ..................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori .......................................................................
6
1. Stroke Non Hemoragik ....................................................
6
2. Konsep Keperawatan ......................................................
13
3. Terapi Musik ...................................................................
26
4. Depresi.............................................................................
28
B. Kerangka teori ........................................................................
32
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek aplikasi riset ................................................................
33
B. Tempat dan waktu ..................................................................
33
C. Media dan alat yang digunakan ..............................................
33
vi
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset ........................
34
E. Alat ukur evakuasi dari aplikasi tindakan berdasarkan riset .
35
BAB IV LAPORAN KASUS
BAB V
A. Identitas Klien .......................................................................
40
B. Pengkajian ..............................................................................
48
C. Intervensi Keperawatan ..........................................................
49
D. Implementasi ..........................................................................
52
E. Evaluasi .................................................................................
61
PEMBAHASAN
A. Pengkajian .............................................................................
68
B. Perumusan masalah keperawatan .........................................
72
C. Perencanaan ............................................................................
75
D. Implementasi ..........................................................................
78
E. Evaluasi .................................................................................
89
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................
94
B. Saran .......................................................................................
99
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
vii
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 2.1 Kerangka Teori................................................................. 32
2. Gambar 4.1 Genogram ......................................................................... 42
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
: Usulan Judul
: Lembar Konsultasi
: Surat Pernyataan
: Jurnal
: Asuhan Keperawatan
: Log Book
: Lembar Observasi
: Daftar Riwayat Hidup
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit cerebrovaskuler memiliki dampak yang besar terhadap
kesehatan dan memerlukan perhatian yang besar di seluruh dunia.Salah satu
contohnya yang paling menakutkan adalah stroke. Menurut World Health
Organization (WHO), stroke adalah tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam/lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler Hendro (2000) Dalam buku Judha &
Rahil (2011:55).
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan
neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran
darah melalui system suplai arteri otak (Sylvia A Price, 2006).Stroke non
hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis
serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di
pagi hari.
Pasien stroke cenderung tidak bisa melakukan kegiatan apapun, semua
kegiatan hariannya dibantu sepenuhnya oleh keluarga atau perawat. Bahkan
ingin menyampaikan maksud dan tujuan juga tidak mampu,
hanya bisa
menggunakan bahasa tubuh atau isyarat untuk menyampaikan apa yang
diinginkannya. Hal tersebut membuat pasien stroke mengalami depresi,
apalagi jika pasien berada dalam keluarga yang support sistemnya sangat
1
2
kurang.Depresi pada pasien stroke disebabkan karena ketidakmampuan
pasien dalam melakukan sesuatu yang biasanya dikerjakan sebelum terkena
stroke. Hal ini menyebabkan pasien merasa dirinya tidak berguna lagi, karena
banyaknya
keterbatasan
yang
ada
dalam
diri
akibat
penyakitnya
(Sindo,2012:5).
Pada masyarakat Barat, 80% penderita mengalami stroke iskemik dan
20% mengalami stroke hemoragik. Insiden stroke meningkat seiring
pertambahan usia (Dewanto, et.al., 2009:24). Di Indonesia, diperkirakan
dalam setiap tahunnya ada 500.000 penduduk yang terkena serangan stroke.
Sekitar 2,5% meninggal dan sisanya cacat ringan maupun berat Rudianto
(2010:2). Prevalensi stroke hemoragik di Jawa Tengah tahun 2012 adalah
0,07 lebih tinggi dari tahun 2011 (0,03%). Prevalensi tertinggi di tahun 2012
adalah Kabupaten Kudus sebesar 1,84%. Sedangkan prevalensi stroke non
hemoragik pada tahun 2012 sebesar 0,07, lebih rendah dibanding tahun 2011
(0,09%). Prevalensi tertinggi adalah kota Salatiga sebesar 1,16% (Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2012:39). Insiden penyakit stroke di RSUD
Salatiga tahun 2010 sebanyak 436 kasus, tahun 2011 menurun menjadi 363
kasus, tahun 2012 sebanyak 386 kasus dan tahun 2013 insiden penyakit
stroke di RSUD Salatiga melonjak menjadi 515 kasus.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yunita Murtisari
issomonah, Supriyadi, tingkat depresi pada pasien stroke setelah diberikan
terapi musik klasik mengalami penurunan paling banyak menjadi di tingkat
ringan. Sesuai dengan kriteria evaluasi yang diharapkan, pasien tidak
3
mengalami depresi dan stress, pasien tidak mengalami insomnia, pasien tidak
mengalami kesepian, pasien tidak mengalami kejenuhan dan raut wajah
pasien tampak segar dan bugar (Setyoadi & Kushariadi, 2011:45)
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
aplikasi jurnal dalam asuhan keperawatan yang dituangkan dalam Karya Tulis
Ilmiah berjudul Pengaruh Pemberian Terapi Musik Klasik Terhadap
Penurunan Tingkat Depresi Pada Pasien Stroke Non Hemoragik di RSUD
Wonogiri
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Mengaplikasikan tindakan pemberian terapi musik klasik terhadap
penurunan tingkat depresi pada pasien stroke non hemoragik
2. Tujuan khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan stroke
non hemoragik
b. Penulis mampu merumuskan diagnose keperawtan pada pasien
stroke non hemoragik
c. Penulis mampu menyusun intervensi pada pasien dengan stroke non
hemoragik
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan stroke
non hemoragik
4
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan stroke non
hemoragik
f. Penulis mampu menganalisis hasil pemberian tindakan terapi musik
klasik terhadap penurunan tingkat depresi pada pasien stroke non
hemoragik
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Menambah wawasan dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan hipertensi dan dapat melakukan asuhan keperawatan
penyakit stroke non hemoragikmenerapkan tindakan pemberian terapi
musik klasik terhadap penurunan tingkatdepresi pada pasien strokenon
hemoragik secara langsung dan optimal pada praktek klinik keperawatan,
dan sebagai tambahan ilmu baru bagi penulis.
2. Bagi Pendidikan
Manfaat penulisan ini dimaksudkan memberikan kontribusi laporan
kasus bagi pengembangan praktik keperawatan dan pemecahan masalah
dalam bidang atau profesi keperawatan.
3. Bagi Puskesmas
Sebagai bahan pertimbangan bagi pihak Rumah Sakit untuk membuat
kebijakan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan asuhan
keperawatan pada pasien dengan stroke non hemoragik.
5
4. Bagi Tenaga Kesehatan
Sebagai bahan masukan khususnya untuk perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan yang komprehensif pada pasien yang mengalami
penyakit stroke non hemoragikdengan menggunakan pemberian terapi
musik klasik melatih berfikir
kritis
dalam
melakukan
asuhan
keperawatan, khususnya pada pasien dengan stroke non hemoragik
dengan menggunaka pemberian terapi musik klasik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Stroke
a. Definisi
Definisi yang paling banyak diterima secara luas bahwa stroke
adalah suatu sindrome yang ditandai dengan gejala dan atau tanda
klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan
fungsional otak fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24
jam (kecuali ada intervensi bedah atau membawa kematian), yang
tidak disebabkan oleh sebab lain selain penyebab vaskuler. Definisi
ini mancakup stroke akibat infark otak (stroke iskemik), perdarahan
intraserebral (PIS) non traumatik, perdarahan intraventrikuler dan
beberapa kasus perdarahan subarachnoid (PSA) (Warlow et., 2007).
Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan di
seluruh dunia gejala neurologis fokal adalah gejala–gejala yang
muncul akibat gangguan di daerah yang terlokalisir dan dapat
teridentifikasi.Misalnya, kelemahan unilateral akibat lesi di traktus
kortikospinalis.Gangguan
non
fokal/global
misalnya
adalah
terjadinya gangguan kesadaran sampai koma. Gangguan neurologis
non fokal tidak selalu di sebabkan oleh stroke (Warlow et.al., 2007).
Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal
6
7
maupun
global
akibat
terhambatnya
peredaran
darah
ke
otak.Gangguan peredaran darah otak berupa tersumbatnya pembuluh
darah atau pecahnya pembuluh darah di otak.Otak yang seharusnya
mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu.
Kekurangan pasokan oksigen ke otak akan memunculkan kematian
sel saraf (neuron). Gangguan fungsi otak ini akan memunculkan
gejala stroke (Junaidi, 2011).
Stroke di bagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik dan
stroke hemoragik (sudoyo Aru,dkk 2009)
1) Stroke iskemik (non hemoragik) yaitu tersumbatnya pembuluh
darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau
keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke iskemik.
Stroke iskemik ini di bagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a) Stroke trombotik : proses terbentuknya trombus yang
membuat penggumpalan
b) Stroke embolik : tertutupnya pembuluh arteri ke bekuan
darah
c) Hipoperfusion Sistemik : berkurangnya aliran darah ke
seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut
jantung
2) Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik
terjadi pada penderita hipertensi.
8
b. Klasifikasi stroke non hemoragik/iskemik
Stroke iskemik terjadi pada otak yang mengalami gangguan
pasokan darah yang disebabkan karena penyumbatan pada pembuluh
darah otak.Penyumbatan adalah plak atau penimbunan lemak yang
mengandung kolesterol yang ada dalam darah.Penyumbatan bisa
terjadi pada pembuluh darah besar (arteri karotis), atau pembuluh
darah
sedang
(arteri
serebri)
atau
pembuluh
darah
kecil.Penyumbatan pembuluh darah bisa terjadi karena dinding
bagian dalam pembuluh darah (arteri) menebal dan kasar, sehingga
aliran darah tidak lancar dan tertahan. Oleh karena darah berupa
cairan kental, maka ada kemungkinan akan terjadi gumpalan darah
(trombosis), sehingga aliran darah makin lambat dan lama–lama
menjadi sumbatan pembuluh darah. Akibatnya, otak akan mengalami
kekurangan pasokan darah yang membawa nutrisi dan oksigen yang
diperlukan oleh darah. Sekitar 85% kasus stroke di sebabkan oleh
stroke iskemik atau infark, stroke.bisa teratasi sekitar 50% pasien
sudah terkena infark (Grofir, 2009. Brust, 2007. Junaidi, 2011)
c. Patofisiologi
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak
akut fokal maupun global akibat terhambatnya peredaran darah ke
otak.Gangguan peredaran darah otak berupa tersumbatnya pembuluh
darah otak atau pecahnya pembuluh darah otak.Otak yang
9
seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi
terganggu.Stroke
bukan
merupakan
penyakit
tunggal
tetapi
merupakan kumpulan dari beberapa penyakit diantaranya hipertensi,
penyakit jantung, diabetes mellitus dan peningkatan lemak dalam
darah atau dyslipidemia.Penyebab utama stroke adalah trombosis
serebral, ateroklerosis dan perlambatan sirkulasi serebral merupakan
penyebab utama terjadinya trombus.Stroke hemoragik dapat terjadi
di epidural, subdural dan intraserebral (Smeltzer & Bare, 2002).
Peningkatan tekanan darah
yang terus
menerus
akan
mengakibatkan pecahnya pembuluh darah sehingga dapat terjadi
perdarahan dalam parenkim otak yang bisa mendorong strukur otak
dan merembes kesekitarnya bahkan dapat masuk kedalam ventrikel
atau ruang intracranial. Ekstravasi darah terjadi di daerah otak dan
subaraknoid, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan tergeser
dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga
dapat mengakibatkan penekanan pada arteri di sekitar perdarahan,
bekuan darah yang semula lunak akhirnya akan larut dan mengecil
karena terjadi penekanan maka daerah otak di sekitar bekuan darah
dapat membengkak dan mengalami nekrosis karena kerja enzimenzim maka bekuan darah akan mencair, sehingga terbentuk suatu
rongga (Smeltzer & Bare, 2002)
Gangguan
neurologis
tergantung
letak
dan
beratnya
perdarahan.Pembuluh darah yang mengalami gangguan biasanya
10
arteri yang berhubungan langsung dengan otak.Timbulnya penyakit
ini mendadak dan evolusinya dapat secara cepat dan konstan,
berlangsung beberapa menit bahkan beberapa hari. Gambaran klinis
yang sering muncul antara lain: pasien mengeluh sakit kepala berat,
leher bagian belakang kaku, muntah penurunan kesadaran dan
kejang. 90% menunjukan adanya darah dalam cairan serebrospinal,
dari semua pasien ini 70-75% akan meninggal dalam waktu 1-30
hari, biasanya diakibatkan karena meluasnya perdarahan sampai ke
sistem ventrikel, herniasi
lobus temporal dan penekanan
mesensefalon atau mungkin disebabkan karena perembesan darah ke
pusat-pusat yang vital. Penimbunan darah yang cukup banyak di
bagian hemisfer serebri masih dapat ditolerir tanpa memperlihatkan
gejala-gejala klinis yang nyata sedangkan adanya bekuan darah
dalam batang otak sebanyak 5 ml saja sudah dapat mengakibatkan
kematian (Smiltzer & Bare, 2002)
d. Gejala-gejala Klinik
Adapun tanda dan gejala stroke non hemoragik ini dapat
berbeda-beda pada seorang yang mengalaminya, karena semuanya
tergantung pada ateri di otak yang terpengaruh.Berikut ini adalah
tanda-tanda secara umum dari stroke dan harus membutuhkan
perhatian medis segera.
1) Tiba-tiba mengalami mati rasa atau kelemahan pada bagian
wajah, tangan atau tungkai. Kejadiannya paling sering pada satu
11
sisi. Istilah ini dikenal dengan hemiparesis, monoparesis, atau
yang jarang terjadi adalah quadriparesis.
2) Tiba-tiba mengalami kebingungan atau kesulitan dalam hal
berbicara, lidah terasa lemah dan kaku, afasia.
3) Tiba-tiba kehilangan penglihatan, menjadi kabur, gangguan
lapangan pandang diplopia.
4) Tiba-tiba merasa pusing atau hilang keseimbangan dan
koordinasi, vertigo atau ataxia.
5) Tiba-tiba mengalami sakit kepala yang parah.
Untuk lebih mudah mengenali gejala stroke, semua gejalagejala ini dapat di ringkas dengan sistem FAST (Face, Arm, Speech,
dan Time), sesuai dengan waktu penanganannya yang harus
dilakukan dengan cepat atau segera. Sistem ini digunakan oleh
asosiasi stroke di Amerika.
Di Amerika, orang-orang yang terkena stroke biasanya pergi
ke instalasi rawat darurat (IRD), rata-rata terlambat 4-24 jam sejenak
gejala onset stroke terjadi. Banyak faktor yang mendukung akan
terlambatnya dalam mencari perawatan yang segera untuk gejala
stroke. Contohnya gejala stroke yang terjadi ketika pasien baru
bangun dari tidur, fenomena ini sering dinamakan wake-up
stroke.Ada juga keterlambatan penanganan stroke karena pasien
tidak mampu untuk meminta pertolongan ketika gejalanya timbul
tiba-tiba sehingga memerlukan waktu yang lebih lama dalam
12
penanganan yang segera.Gejala stroke juga terkadang tidak diakui
oleh pasien atau orang yang merawat merawat mereka, dan ini
menyulitkan untuk mengetahui kapan gejala stroke ini timbul.
Untuk fenomena wake-up stroke, kita dapat mengambil onset
gejala stroke ketika pasien terakhir terlihat tidak menunjukan gejala.
Untuk hal ini di perlukan masukan dari orang terdekat sepeerti
keluarga atau rekan kerjanya.
e. Komplikasi
Komplikasi stroke menurut Smeltzer & Bare (2002), meliputi:
1) Hipoksia serebral di minimalkan dengan memberi oksigenasi
darah adekuat ke otak bergantung pada ketersediaan oksigen
yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan
mempertahankan hemoglobin serta hemotokrit pada tingkat
dapat
diterima
akan
membantu
dalam
mempertahankan
oksigenasi jaringan.
2) Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah
jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat
(cairan intravena) harus menjamin penurunan vesikositas darah
dan memperbaiki aliran darah serebral.
3) Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau
fibrilasi atrium atau dari katup jantung prostetik. Embolisme
akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya
menurunkan aliran darah serebral.
13
2. Konsep keperawatan
a. Pengkajian
1) Pengkajian Primer
a) Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya
penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk
b) Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas,
timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara
nafas terdengar ronchi /aspirasi
c) Circulation
TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada
tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap
dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin,
sianosis pada tahap lanjut.
2) Pengkajian Sekunder
a) Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
(1) kesulitan dalam beraktivitas: kelemahan, kehilangan
sensasi atau paralysis.
(2) mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot)
14
Data obyektif:
(1) Perubahan tingkat kesadaran
(2) Perubahan tonus otot (flaksid atau spastic), paraliysis
(hemiplegia), kelemahan umum.
(3) gangguan penglihatan
b) Sirkulasi
Data Subyektif:
(1) Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung,
disritmia,
gagal
jantung,
endokarditis
bacterial),
polisitemia.
Data obyektif:
Hipertensi arterial
(1) Disritmia, perubahan EKG
(2) Pulsasi: kemungkinan bervariasi
(3) Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta
abdominal
c) Integritas ego
Data Subyektif:
(1) Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
Data obyektif:
(1) Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat,
kesediahan , kegembiraan
15
(2) kesulitan berekspresi diri
d) Eliminasi
Data Subyektif:
(1) Inkontinensia, anuria
(2) distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh),
tidakadanya suara usus(ileus paralitik)
e) Makan/ minum
Data Subyektif:
(1) Nafsu makan hilang
(2) Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
(3) Kehilangan sensasi lidah, pipi, tenggorokan, disfagia
(4) Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif:
(1) Problem
dalam
mengunyah
(menurunnya
reflek
palatum dan faring)
(2) Obesitas (factor resiko)
f) Sensori neural
Data Subyektif:
(1) Pusing / syncope (sebelum CVA / sementara selama
TIA)
(2) nyeri kepala: pada perdarahan intra serebral atau
perdarahan sub arachnoid.
16
(3) Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat
seperti lumpuh/mati
(4) Penglihatan berkurang
(5) Sentuhan: kehilangan sensor pada sisi kolateral pada
ekstremitas dan pada muka ipsilateral (sisi yang sama)
(6) Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
Data obyektif:
(1) Status mental: koma biasanya menandai stadium
perdarahan, gangguan tingkah laku (seperti: letergi,
apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif
(2) Ekstremitas: kelemahan/paraliysis kontralateral pada
semua jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang,
berkurangnya reflek tendon dalam ( kontralateral )
(3) Wajah: paralisis/parese ( ipsilateral )
(4) Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa,
kemungkinan ekspresif/kesulitan berkata kata, reseptif/
kesulitan berkata kata komprehensif, global/kombinasi
dari keduanya).
(5) Kehilangan
kemampuan
mengenal
atau
melihat,
pendengaran, stimuli taktil
(6) Apraksia:
motorik
kehilangan
kemampuan
menggunakan
17
(7) Reaksi dan ukuran pupil: tidak sama dilatasi dan tak
bereaksi pada sisi ipsi lateral
g) Nyeri/kenyamanan
Data Subyektif: Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data obyektif: Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah,
ketegangan otot / fasial
h) Respirasi
Data Subyektif: Perokok (factor resiko)
i) Keamanan
Data obyektif:
(1) Motorik/sensorik: masalah dengan penglihatan
(2) Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk
melihat objek, hilang kewaspadaan terhadap bagian
tubuh yang sakit.
(3) Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah
yang pernah dikenali.
(4) Gangguan
berespon
terhadap
panas,
dan
dingin/gangguan regulasi suhu tubuh
(5) Gangguan
dalam
memutuskan,
perhatian
sedikit
terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri
j) Interaksi social
Data
obyektif:
berkomunikasi.
Problem
berbicara,
ketidakmampuan
18
b. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengaan
aliran darah ke otak terhambat
2) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan
neuromuskuler,
kelemahan,
parestesia,
flaksid/paralysis
hipotonik, paralysis spastis, kerusakan perceptual / kognitif.
3) Kerusakan komunikasi verbal dan atau tertulis berhubungan
dengan kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuscular,
kehilangan tonus/kontrol otot fasial/oral, kelemahan/kelelahan
umum.
4) Kurang
perawatan
diri
berhubungan
dengan
kerusakan
neuromuscular, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan
control/koordinasi otot.
5) Kurang pengetahuan, mengenai kondisi dan pengobatan b.d
kurang pemajanan, keterbatasan kognitif, kesalahan interpestasi
informasi.
6) Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan
pusat pernapasan
7) Resiko menciderai diri berhubungan dengan depresi
c. Rencana Keperawatan
1) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
gangguan oklusif, edema serebral.
Tujuan:
19
a) Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik,
fungsi kognitif dan motorik/sensori.
b) Mendemontrasikan tanda-tanda vital stabil dan tidak adanya
tanda-tanda peningkatan Tekana Intra Kranial.
c) Menunjukan tidak ada kelanjutan deteriorasi/kekambuhan
kembali.
Perencanaan tindakan:
a) Pantau/catat status neurologis sesering mungkin dan
bandingkan dengan keadaan normalnya.
b) Tentukan
faktor-faktor
yang
berhubungan
dengan
keadaan/penyebab khusus selama koma/penurunan perfusi
jaringan serebral dan potensial terjadinya peningkatan
Tekanan Intra Kranial.
c) Pantau tanda-tanda vital seperti adanya hipertensi/hipotensi,
bandingkan tekanan darah yang terbaca pada kedua lengan.
d) Catat frekuensi dan irama dari pernapasan, auskultasi
adanya murmur.
e) Catat
perubahan
dalam
penglihatan,
seperti
adanya
kebutuhan, gangguan lapang pandang atau kedalam
persepsi.
f) Letakan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam
posisi anatomis.
20
g) Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang
tenang, batasi pengunjung/aktivitas pasien sesuai dengan
indikasi. Berikan istirahat secara periodik antara aktivitas
perawatan, batasi lamanya setiap prosedur.
h) Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi, seperti fungsi bicara.
i) Cegah terjadinya mengejan saat defikasi dan pernapasan
yang memaksa (batuk terus-menerus).
j) Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, seperti
masa protrombin, kadar dilatin.
2) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan
neuromuskuler,
kelemahan,
parestesia,
keterlibatan
flaksid/paralysis
hipotonik, paralysis spastis. Kerusakan perceptual/kognitif.
Tujuan:
a) Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang dibuktikan
oleh tidak adanya kontraktur, foot drop.
b) Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian
tubuh yang terkena atau kompensasi.
c) Mendemontrasikan tehnik/prilaku yang memungkinkan
melakukan aktivitas, dan mempertahankan integritas kulit.
d) Perencanaan tindakan:
(1) Kaji
kemampuan
secara
fungsionalnya/luasnya
kerusakan awal dan dengan cara teratur.
21
(2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring)
dan sebagainya dan jika memungkinkan bisa lebih
sering jika diletakan dalam posisi bagian yang
terganggu.
(3) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan
pasif pada semua ekstremitas saat masuk. Anjurkan
lakukan
latihan
meremas
bola
seperti
karet,
latihan
kuadrisep/gluteal,
melakukan
jari-jari
dan
kaki/telapak.
(4) Tinggikan tangan dan kepala.
(5) Observasi daerah yang tertekan termasuk warna,
edema, atau tanda lain dari gangguan sirkulasi.
(6) Inspeksi kulit terutama pada daerah-daerah yang
menonjol secara teratur. Lakukan massage secara hatihati pada daerah kemerahan dan beriakan alat bantu
seperti bantalan lunak kulit sesuai dengan kebutuhan.
(7) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan
latihan dengan mengguanakan ekstremitas yang tidak
sakit untuk menyokong/menggerakan daerah tubuh
yang mengalami kelemahan.
(8) Konsultasikan dengan ahli fisiotrapi secara aktif,
latihan resestif, dan ambulasi pasien.
22
3) Kerusakan komunikasi verbal dan atau tertulis berhubungan
dengan kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuscular,
kehilangan tonus/kontrol otot fasial/oral, kelemahan/kelelahan
umum.
Tujuan :
a) Mengindikasikan
pemahaman
tentang
masalah
komunikasi.
b) Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat
diekspresikan.
c) Menggunakan sumber-sumber dengan tepat
Perencanaan tindakan:
a) Kaji tipe atau derajat disfungsi seperti pasien tidak tampak
memahami kata atau mengalami kesulitan berbicara atau
membuat pengertian sendiri.
b) Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan memberikan
umpan balik.
c) Tunjukan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama
benda tersebut.
d) Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana
seperti SH atau pus.
e) Minta pasien untuk menulis nama atau kalimat yang
pendek. Jika tidak dapat menulis mintalah pasien untuk
membacakalimat yang pendek.
23
f) Antisipasi dan penuhi kebutuhan pasien.
g) Konsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara.
4) Kurang
perawatan
diri
berhubungan
dengan
kerusakan
neuromuskular, penurunan kekuatan dan ketahanan.
Tujuan :
a) Mendemonstrasikan tekhnik/perubahan gaya hidup untuk
memenuhi kebutuhan perawatan diri.
b) Melakukan
aktivitas
perawatan
diri
dalam
tingkat
kemampuan sendiri.
Perencanaan tindakan:
a) Kaji kemampun dari tingkat kekurangan untuk melakukan
kebutuhan sehari–hari.
b) Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dilakukan
pasien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai dengan
kebutuhan
c) Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi tentang
kebutuhannya untuk menghindari atau kemampuan untuk
menggunakan urinal, bedpen. Bawa pasien ke kamar mandi
dengan teratur interval waktu tertentu untuk berkemih jika
memungkinkan.
d) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ahli terapi okupasi.
5) Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif,
kesalahan interprestasi informasi kurang mengingat.
24
Tujuan:
a) Berpartisipasi dalam belajar
b) Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi/prognosis dan
aturan terapeutik.
c) Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan.
Perencana tindakan:
a) Kaji ulang tingkat pemahaman pasien tentang penyakit
b) Diskusikan keadaan patologis yang khusus dan kekuatan
pada individu
c) Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan
diri
d) Berikan informasi mengenai penyebab penyakit stroke,
penyebab dan pencegahan, dan makan yang berpengaruh
e) Rujuk atau tegaskan perlu evaluasi dengan tim ahli
rehabilitasi, seperti ahli fisioterapi fisik, terapi okupasi,
terapi wicara.
6) Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan
pusat pernapasan
Tujuan : Pola nafas pasien efektif
Kriteria Hasil:
a) RR 18-20 x permenit
b) Ekspansi dada normal.
25
Intervensi :
a) Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.
b) Auskultasi bunyi nafas.
c) Pantau penurunan bunyi nafas.
d) Pastikan kepatenan O2 binasal.
e) Berikan posisi yang nyaman: semi fowler.
f) Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam.
g) Catat kemajuan yang ada pada pasien tentang pernafasan.
7) Resiko menciderai diri berhubungan dengan depresi
Tujuan:
a) pasien tidak menciderai diri
b) pasien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi :
a) Perkenalkan diri dengan pasien dengan cara menyapa klien
dengan ramah, baik verbal dan non verbal, selalu kontak
mata selama interaksi dan perhatikan kebutuhan dasar klien
b) Lakukan interaksi dengan pasien sesering mungkin dengan
sikap empati
c) Dengarkan pernyataan pasien dengan sikap sabar empati
dan lebih banyak memakai bahasa non verbal, misalnya:
memberikan sentuhan, anggukan.
26
3. Terapi Musik
a. Pengertian Musik Klasik
Musik merupakan seni yang melukiskan pemikiran dan
perasaan manusia lewat keindahan suara.Musik merupakan refleksi
perasaan suatu individu atau masyarakat.Musik merupakan hasil dari
cipta dan rasa manusia atas kehidupan dan dunianya. Musik mampu
menenangkan pikiran saat bosan, gundah, dan juga sebagai terapi
reaktif (Lan, 2009). Terapi musik terdiri dari dua kata yaitu terapi
dan musik.Kata terapi berkaitan dengan serangkaian upaya yang
dirancang untuk terapi membantu atau menolong orang.Biasanya
kata tersebut digunakan dalam konteks masalah fisik dan mental
(Djohan, 2006).Salah satu upaya untuk mengatasi depresi pada
penderita stroke dengan terapi alternatif untuk menurunkan depresi
pada pasien stroke yaitu dengan memberikan terapi musik. Terapi
musik adalah suatu proses yang terancam bersifat preventif dalam
usaha penyembuhan terhadap penderita yang mengalami hambatan
dalam pertumbuhannya baik fisik, motorik, sosial, emosional
maupun mental intelegency (Suryana 2012;15). Musik memiliki
kekuatan untuk mengobati penyakit dan peningkatan kemampuan
fikiran seseorang.Ketika musik diterapkan menjadi sebuah terapi
musik dapat meningkatkan, memulihkan, dan memelihara kesehatan
fisik, mental, emosional, sosial dan spiritual (Eka, 2011). Penelitian
terkait terapi musik dilakukan oleh Suhartini (2008), hasil penelitian
27
menunjukan 90% responden mengalami perubahan penurunan
tekanan darah sistol, 95% responden mengalami perubahan
penurunan respirasi, 100% responden mengalami perubahan
penurunan nadi. Salah satu jenis terapi musik yang paling sering di
gunakan adalah terapi musik klasik.
Terapi musik klasik adalah usaha untuk meningkatkan kualitas
fisik dan mental dengan rangsangan nada atau suara yang
mengandung irama, lagu, dan keharmonisan yang merupakan suatu
karya sastra zaman kuno yang bernilai tinggi yang terdiri dari
melodi, ritme, harmoni, bentuk dan gaya yang diorganisir
sedemikian rupa sehingga tercipta musik yang bermanfaat untuk
kesehatan fisik dan mental. Hal inilah yang mendukung otak dapat
berkonsentrasi dengan optimal dalam membangun jaringan-jaringan
sipnasis
dengan
lebih
baik
(Irawaty, 2013;10)
b. klasifikasi terapi music
Dalam dunia penyembuhan dengan musik, dikenal 2 macam
terapi musik, yaitu :
1) Terapi musik aktif
Terapi musik klasik aktif adalah keahlian menggunakan
musik dan elemen musik untuk meningkatkan, mempertahankan
dan mengembalikan kesehatan mental, fisik, emosional, dan
spiritual. Terapi musik aktif ini dapat dilakukan dengan
28
caramengajak klien bernyanyi, belajar main alat musik, bahkan
menggunakan lagu singkat atau dengan kata lain terjadi interaksi
yang aktif antara yang diberi terapi dengan yang memberi terapi
(Halim, 2003 cit Purwanta, 2007).
2) Terapi musik pasif
Terapi musik pasif adalah terapi musik dengan cara
mengajak klien mendengarkan musik. Hasilnya akan efektif bila
klien mendengarkan musik yang di sukainya (Halim, 2003 cit
Purwanta, 2007). Terapi musik pasif merupakan terapi yang
tidak melibatkan pasien, bertujuan untuk menjadikan pasien
rileks dan tenang (Deviana, 2011) hal terpenting dalam terapi
musik pasif adalah pemilihan jenis musik harus tepat dengan
kebutuhan pasien.
4. Depresi
a. Pengertian depresi
Depresi merupakan masalah kesehatan jiwa yang utama
dewasa ini. Hal ini amat penting karena orang dengan depresi
produktivitasnya akan menurun dan ini amat buruk akibatnya bagi
suatu masyarakat, bangsa dan negara yang sedang membangun.
Orang yang mengalami depresi adalah yang amat menderita.Depresi
adalah penyebab utama tindakan bunuh diri, dan tindakan ini
menduduki urutan ke-6 dari penyebab kematian utama di Amerika
Serikat.
29
Penelitian yang dilakukan oleh Kielholz dan Poldinger (1974)
menunjukan bahwa 10% dari pasien yang berobat ke dokter adalah
pasien depresi dan separuhnya dengan depresi terselubung (masked
depression). Depresi terselubung adalah salah satu bentuk depresi
dengan gejala-gejala yang muncul ke prmukaan berupa keluhankeluhan fisik (somatik).Seringakali para dokter tidak mencermati hal
ini dan terpaku pada keluhan-keluhan fisik, sehingga terapi yang
diberikan adalah hanya terapi somatik.Oleh karenanya pasien sering
kali
merasa
tidak
sembuh
penyakitnya
sehingga
menjadi
menahun.Padahal kalau diteliti lebih jauh ternyata keluhan somatik
tadi merupakan penjelmaan dari depresi. Atau dengan kata lain
gejala depresi terselubung ini seyogianya selain terapi somatik juga
diberikan terapi psikologik, misalnya psikoterapi, psikofarmaka
(obat anti depresi) dan dilengkapi dengan terapi psikoreligius.
b. Depresi paca stroke
Di dalam pengalaman klinis sering di jumpai bahwa pada
pasien-pasien stroke selain gejala-gejala kelainan saraf (misalnya
kelumpuhan alat gerak ataupun otot-otot muka dan lain sebagainya),
juga ditemukan gangguan mental-emosional misaslnya depresi,
apati, euforia bahkan sampai pada mania. Gejala depresi yang
ditimbulkannya itu sebagai akibat lesi (kerusakan) pada susunan
saraf pusat otak dan bisa juga akibat dari gangguan penyesuaian
(adjustment disorder) Karena hendaya (impairment) fisik dan
30
kognitif pasca stroke.Kaplan dan sadock (2000) menyebutkan bahwa
prevalensi depresi pada pasien stroke mencapai 40% - 60% dalam 6
bulan pertama sesudah terjadinya stroke.
Depresi adalah kondisi mental yang ditandai oleh rasa pesimis
dan sikap-sikap yang menunjukan kesedihan mendalam (murung,
patah hati, putus asa). Depresi didalam dunia kesehatan mental
dikategorikan sama halnya dengan “masuk angin biasa” didalam
dunia kesehatan fisik. Sulit tidur, berkurangnya nafsu makan dan
energy adalah sebagian kecil gejala depresi.
Gejala depresi pada penderita stroke, dapat ditegakan dengan
kriteria sebagai berikut.
1) Gejala utama adalah gangguan efek (mood) yang disertai paling
sedikit 3 dari gejala penyerta yang disebutkan dalam kriteria B
dari episode manik atau episode depresif barat.
2) Tidak terdapat tanda-tanda delirium (menurunnya kesadaran),
demensia (kemunduran daya ingat), sindrom waham organik,
atau halusinasi organik.
3) Terdapat faktor organi spesifik (kelainan pada otak akibat
stroke) yang dinilai mempunyai hubungan etiologik (penyebab)
dengan gangguan itu, yang terbuk tidari riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik dan laboratorium.
c. Alat ukur derajat depresi
31
Untuk mengetahui sejauh mana derajat depresi seseorang
apakah ringan, sedang, berat, atau berat sekali, orang menggunakan
alat ukur (instrumen) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating
Scale For Depression (HRS-D), alat ukur ini terdiri 21 kelompok
gejala yang masing-masing kelompok dirinci lagi dengan gejalagejala yang lebih spesifik. Masing-masing kelompok gejala diberi
penilaian angka (score) antara 0 – 4, yang artinya adalah :
Nilai 0 = tidak ada gejala (keluhan)
1 = gejala ringan
2 = gejala sedang
3 = gejala berat
4 = gejala berat sekali
Penilaian atau pemakaian alat ukur ini dilakukan oleh dokter
(psikiater) atau orang yang telah dilatih untuk menggunakannya
melalui teknik wawancara langsung. Masing-masing nilai angka
(score) dari ke 21 kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan dari
hasil penjumlahan itu dapat diketahui derajat depresi seseorang yaitu
:
Total nilai (score) kurang dari 17 = tidak ada depresi
18 – 24 = depresi ringan
25 – 34 = depresi sedang
35 – 51 = depresi berat
52 – 68 = depresi berat sekalib\
32
33
B. Kerangka teori
Stroke Non Hemoragik
a. Definisi
b. Klasifikasi
stroke
non
o
hemoragik/iskemik
c. Patofisiologi
d. Gejala-gejala Klinik
Konsep
keperawatan
Terapi
Musik
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
Depresi
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Subjek Aplikasi Riset
Subjek yang akan digunakan pada aplikasi riset ini pada pasien dengan
stroke non hemoragik di ruaang Anyelir Rumah Sakit dr. Soediran Mangun
Sumarso Wonogiri.
B. Tempat dan Waktu
Aplikasi penelitian ini direncanakan akan dilakukan diruang penyakit
dalam pada tanggal 4-16 Januari 2016 di Rumah Sakit dr. Soediran Mangun
Sumarso Wonogiri
C. Media dan Alat
Dalam aplikasi riset ini media dan alat yang akan digunakan adalah:
1. Lembar observasi yang digunakan untuk mencatat hasil pengukuran atau
pemeriksaan terhadap depresi pada pasien stroke non hemoragik. Alat
ukur depresi
yang digunakan adalah Hamilton Rating Scale for
Depression (HRS-D)
2. Bolpoin
3. Telepon genggam
4. Headset
5. Musik klasik dalam bentuk audio atau MP3
33
34
D. Prosedur Tindakan
1. Mengukur depresi sebelum dilakukan tindakan terapi musik klasik
2. Nyalakan MP3, jangan lupa cek baterai, jangan sampai musiknya
berhenti pada saat diperdengarkan kepada pasien.
3. Dekatkan MP3 kedekat pasien.
4. Sebelum diperdengarkan kepada pasien, cek terlebih dahulu volume
musiknya jangan sampai terlalu keras sehingga akan memekakan telinga
pasien atau terlalu pelan volumenya.
5. Pasang headset
6. Bantu pasien untuk memasangkan headset pada kedua telinganya. Atur
posisi headset pada kedua telinga pasien tersebut, jangan sampai pasien
merasa tidak nyaman dengan terpasangnya alat tersebut.
7. Atur posisi
8. Posisikan pasien pada posisi senyaman mungkin. Hal ini dilakukan agar
pasien tidak merasa tegang atau kelelahan saat terapi musik dilakukan.
9. Lemaskan otot-otot.
10. Otot-otot yang lemas membantu tercapainya keadaan relaksasi.
11. Anjurkan pasien menarik napas melalui hidung dan mengeluarkan napas
secara perlahan-lahan melalui mulut.
12. Lakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan kepada pasien.
13. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana intervensi relaksasi
musik yang diberikan kepada pasien dapat menurunkan rasa nyeri dan
depresinya.
35
14. Mengukur depresi setelah dilakukan tindakan terapi musik klasik
E. Alat Ukur
Total nilai (score) kurang dari :
17
= tidak ada depresi
18-25 = depresi ringan
25-34 = depresi sedang
35-51 = depresi berat
52-68 = depresi berat sekali
Adapun hal-hal yang dinilai dalam alat ukur HRS-D ini adalah sebagai
berikut :
NO
1 Keadaan perasaan sedih (sedih putus
asa, tak berdaya, tak berguna)
- perasaan ini hanya ada bila ditanya
- perasaan ini ditanyakan secara
verbal spontan
- perasaan
yang nyata
tanpa
komunikasi
verbal,
misalnya
ekspresi muka, bentuk, suara, dan
kecenderungan menangis
- pasien menyatakan perasaan yang
sesungguhnya
ini
dalam
komunikasi baik verbal maupun
non verbal secara spontan
2 Perasaan bersalah
- menyalahkan diri sendiri, merasa
sebagai penyebab penderitaan
orang lain
- ide-ide bersalah atau renungan
tentang kesalahan – kesalahan
masa lalu
- sakit ini sebagai hukuman, waham
bersalah dan berdosa
0
1
2
3
4
36
-
suara-suara kejaran atau tuduhan
dan halusinasi penglihatan tentang
hal-hal yang mengancamnya
3 Bunuh diri
- merasa hidup taka ada gunanya
- mengharapkan
kematian
atau
pikiran-pikiran lain kearah itu
- ide-ide bunuh diri atau langkahlangkah kearah itu
- percobaan bunuh diri
4 Gangguan pola tidur (initial insomnia)
- keluhan kadang-kadang sukar
masuk tidur, misalnya lebih dari
setengah jam baru masuk tidur
- keluhan tiap malam sukar masuk
tidur
5 Gangguan pola tidur (middle insomnia)
- pasien mengeluh gelisah dan
terganggu sepanjang malam
- terjadi sepanjang malam (bangun
dari tempat tidur kecuali buang air
kecil)
6 Gangguan pola tidur (late insomnia)
- bangun di waktu dini hari tetapi
dapat tidur lagi
- bangun di waktu dini hari tetapi
tidak dapat tidur lagi
7 Kerja dan kegiatan-kegiatannya
- pikiran/perasaan ketidakmampuan,
keletihan/kelemahan
yang
berhubungan dengan kegiatan kerja
atau hobi
- hilangnya
minat
terhadap
pekerjaan/hobi
atau
kegiatan
lainnya, baik langsung atau tidak
pasien
menyatakan
kelesuan,
keragu-raguan dan rasa bimbang
- berkurangnya
waktu
untuk
aktivitas
sehari-sehari
atau
produktivitas menurun. Bila psien
tidak
sanggup
beraktivitas
37
-
sekurang-kurangnya 3 jam sehari
dalam kegiatan sehari-hari
tidak bekerja karena sakitnya
sekarang. (Di Rumah Sakit) bila
pasien tidak bekerja sama sekali,
kecuali tugas-tugas di bangsal atau
jika pasien gagal melaksanakan
kegiatan-kegiatan dibangsal tanpa
bantuan.
8 Kelambanan (lambat dalam berfikir,
berbicara,
gagal
berkonsentrasi,
aktivitas motorik menurun)
- sedikit lamban dalam wawancara
- jelas lamban dalam wawancara
- sukar diwawancarai
- stupor (diam sama sekali)
9 Kegelisahan (agitasi)
- kegelisahan ringan
- memainkan tangan/jari-jari, rambut
dan lain-lain
- bergerak terus tidak dapat duduk
dengan tenang
- meremas-remas tangan, mengigitgigit kuku, menarik-narik rambut,
mengigit-gigit bibir
10 Kecemasan (ansietas somatik)
- sakit/nyeri di otot-otot, kaku,
kedutan otot
- gigi gemerutuk
- suara tidak stabil
- tinitus (telinga berdenging)
- penglihatan kabur
- muka merah atau pucat, lemas
- perasaan di tusuk-tusuk
11 Kecemasan (ansietas psikik)
- ketegangan subjektif dan mudah
tersinggung
- mengkhawatirkan hal-hal kecil
- sikap kekhawatiran yang tercermin
di wajah atau pembicaraannya
ketakutan yang diutarakan tanpa ditanya
12 Gejala somatik (pencernaan)
- anggota gerak, punggung atau
38
kepala terasa berat
sakit punggung, kepala dan
otot hilangnya kekuatan
kemampuan
13 Gejala somatik (umum)
- anggota gerak, punggung
kepala terasa berat
- sakit punggung, kepala dan
otot hilangnya kekuatan
kemampuan
-
ototdan
atau
ototdan
14 Kelamin (genital)
- sering buang air kecil, terutama
malam hari dikala tidur
- tidak haid, darah haid sedikit sekali
- tidak ada gairah seksual/dingin
(frigid)
- ereksi hilang
- impotensi
15 Hipokondriasis (keluhan somatik/fisik
yang berpindah-pindah)
- dihayati sendiri
- preokupasi
(keterpakuan)
mengenai kesehatan sendiri
- sering mengeluh membutuhkan
pertolongan orang lain
- delusi hipokondrias
16 Kehilangan berat badan (A atau B)
- berat
badan
berkurang
berhubungan dengan penyakit
sekarang
- jelas menurun berat badan
- tak terjelaskan penurunan berat
badan
17
Insight (pemahaman diri)
- mengetahui
sakit
tetapi
berhubungan dengan penyebabpenyebab iklim, makanan, kerja
berlebihan, virus, perlu istirahat
dan lain-lain
18 Variasi harian
- adakah perubahan atau keadaan
39
yang memburuk
malam atau pagi
pada waktu
19 depersonalisasi (perasaan diri berubah)
dan derealisasi (peerasaan tidak
nyata/tidak realistis)
20 Gejala-gejala paranoid
- kecurigaan
- pikiran dirinya menjadi pusat
perhatian, atau peristiwa/kejadian
di luar tertuju pada dirinya (ideas
of reference)
21 Gejala-gejala obsesi dan komplusi
40
BAB IV
LAPORAN KASUS
Pada bab ini penulis menjelaskan studi kasus yang dilakukan pada Ny. H
dengan Stroke Non Hemoragik (SNH).Pengkajian menggunakan metode
alloanamnese dan autoanamnese. Pengkajian dilakukan pada tanggal 4 Januari
2016 di ruang Anyelir RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Studi
kasus ini di mulai pada tahap pengkajian, penegakan diagnosa keperawatan,
intervensi keperawatan, implementasi dan evaluasi.
A. Pengkajian
Nama pasienNy. H berumur 60 th, pasien berjenis kelamin
perempuan. Ny. H adalah seorang ibu rumah tangga, beragama islam, tempat
tinggal sekarang Taman Sari 2/5 Jeporo Jatipuro Wonogiri. Diagnosa medis
Hemiparesi SNH. Yang bertanggung jawab adalah Tn. S bertempat tinggal di
Kedungrejo Anguntoronadi, Tn. S adalah anak pasien, beragama islam..
Riwayat Kesehatan Pasien
Dari pengkajian Ny. H di temukan hasil riwayat kesehatan yaitu keluarga
pasien mengatakan pada tanggal 02 Januari 2016 pasien sedang
menunggu suami di RS, tiba–tiba ketika pasien ingin memakai jilbab,
tangan kanan tidak bisa di angkat dan pasien terjatuh tidak sadarkan diri,
pada jam 12.00 pasien di bawa ke IGD dr.Soediran Mangun Sumarso
Wonogiri, di IGD pasien di lakukan pemeriksaan GCS E: 2, M: 5, V: 3.
Tanda-tanda vital pasien TD= 245/120 mmhg, N= 80 x/menit, S= 36,6o
40
41
C, Rr= 20 x/menit. Di IGD pasien di berikan terapi O2 nasal kanul 8 liter,
infus RL 20 tpm, inj. Citicolin 250 mg/ml, inj. Antalgin 500 mg, inj
furosemide 10 mg, pada pukul 14.15 wib, pasien di pindah ke Ruang
Anyelir intermediet 3, karena pasien membutuhkan pengawasan khusus,
kesadaran pasien delirium, karena kesadaran pasien sudah membaik pada
tanggal 4 Januari 2016 pasien di pindah ke kamar B2. Di ruang Anyelir
pasien mendapat obat oral, amlopin 5 mg : 10 mg, IRTAN 30 mg 12;5
mg, bisoprolol 5 mg, pasien dilakukan pemeriksaan penunjang pada
tanggal 02 Januari 2016 instalasi radiologi, kesan sumbatan ganglia
baslis kiri, verbal pasien pelo GCS : Verbal: 3 (mengulang kata-kata
yang tidak tepat secara acak), kekuatan otot pasin kanan 2 dan kiri 5
terpasang infus.
Hasil pengkajian pada tanggal 4 Januari 2016, Keluhan Utama
pasien lemah, pasien tampak diam dan tidak mau bicara jika tidak diajak
bicara, ketika dikaji tingkat depresi menggunakan HRS-D score depresi
32 masuk kedalam depresi sedang kesadaran somnolen E:4, M:6, V:3,
pasien terpasang DC, tanda–tanda vital pasien. TD= 240/126 mmhg, N=
84 x/menit, S= 36,6oc, Rr= 20 x/menit.
Riwayat penyakit dahulu, keluarga pasien mengatakan, pasien
sebelumnya pernah mengalami sakit yang dideritanya kurang lebih satu
tahun yang lalu, tetapi belum pernah di rawat inap seperti sekarang ini.
42
Dari hasil riwayat kesehatan keluarga, keluarga
pasien
mengatakan, ayah pasien mempunyai riwayat hipertensi tetapi tidak
punya penyakit menular seperti TBC / HIV.
Genogram
Ny. H 60
Keterangan :
= Laki-laki dan Perempuan sudah meninggal
= Perempuan
= Tinggal satu rumah
= Pasien
Hasil Genogram didapatkan Ny. H anak ke 3 dari 3 saudara
kandung, sedangkan suaminya anak ke 4 dari 4 saudara, dan mempunyai
3 orang anak, 1 perempuan dan 2 laki-laki, keduanya sudah menikah dan
tidak tinggal satu rumah, yang tinggal satu rumah hanya 1 orang anak
laki-laki, Ny. H terkena penyakit Stroke Non Hemoragik karena
keturunan dari ayahnya.
Hasil dari Riwayat kesehatan lingkungan, keluarga mengatakan
lingkungan rumahnya cukup bersih dan ventilasi udara cukup dan tidak
ada sampah atau sumber polusi yang dekat dengan rumahnya.
43
Hasil dari pola nutrisi dan metabolisme tubuh didapatkkan untuk
pola makan sebelum sakit 3x sehari dengan nasi, lauk, sayur, dan buah 1
porsi habis serta tidak ada keluhan, dan selama sakit pasien makan 3x
sehari dengan 1/2 porsi habis serta tidak ada keluhan. Hasil untuk pola
minum sebelum sakit pasien minum kira-kira 1300 cc, 1 gelas habis dan
tidak ada keluhan. Pola minum selama sakit pasien minum sekitar 700 cc
perhari dengan air putih dan teh tawar, 1 gelas tidak habis dan tidak ada
keluhan.
Hasil pengkajian pola eliminasi, diperoleh BAK dan BAB. Pada
pola BAK didapatkan pasien mengatakan sebelum sakit frekuensi BAK
kurang lebih 3 kali dalam sehari dengan jumlah urin kira-kira 1200 cc
berwarna kuning dan tidak ada keluhan, selama sakitBAK pasien
terpasang DC dengan jumlah urin sekitar 1200 cc berwarna kuning dan
tidak ada keluhan. Eliminasi BAB pasien mengatakan sebelum sakit
frekuensi BAB 1 kali dalam sehari dengan konsistensi lunak berbentuk
dan berwarna kuning serta tidak ada keluhan. Selama sakit pasien
mengatakan BAB frekuensi 4 hari sekali dengan konsistensi lunak
berbentuk, berwarna kuning dan tidak ada keluhan. Balance cairan
diperoleh pada intake terdapat minum 700cc, makan 300cc, injeksi 14 cc,
dan infus 1400cc mendapatkan total 2414cc. Output terdapat urin
1200ccfeses 1500cc dan IWL 750 cc (15 x BB (52)) dengan total 2100cc.
Analisa didapatkan Intake-Output yaitu 2414-2100 memperoleh hasil
+314cc.
44
Hasil pengkajian pola aktivitas dan latihan pasien mengatakan
sebelum sakit dapat melakukan aktivitas secara mandiri seperti: toileting,
makan/minum,
berpindah,
berpakaian,
mobilitas
ditempat
tidur,
ambulasi/ROM. Selama pasien sakit, akitivitas toileting menggunakan
alat bantu, sedangkan berpakaian, makan/minum, berpindah, mobilisasi
ditempat tidur dan ambulasi/ROM dibantu oleh anaknya.
Hasil pengkajian pola istirahat tidur didapatkan pada saat sebelum
sakit pasien mengatakan setiap hari tidur rata-rata selama 7-8 jam dan
tidur siang sekitar 2 jam, tidak menggunakan pengantar tidur, tidak ada
gangguan tidur. Pada selama sakit didapatkan hasil pengkajian, keluarga
pasien mengatakan pasien selalu tertidur setelah di berikan injeksi.
Hasil pengkajian pola kognitif-perseptual sebelum sakit keluarga
pasien mengatakan, pasien bisa bekomunikasi dengan baik tanpa ada
gangguan bicara. Selama sakit keluarga pasien mengatakan, pasien tidak
bisa berkomunikasi dengan jelas karena bicaranya pelo, nilai GCS
Verbal: 3 (mengulang kata-kata yang tidak tepat secara acak).
Hasil pengkajian pola persepsi dan pemeliharan kesehatan,
keluarga pasien mengatakan kesehatan sangat penting, apabila pasien
atau anggota keluarganya mengalami sakit, keluarga selalu membawa ke
pusat pelayanan kesehatan seperti puskesmas, klinik, atau dokter.
Hasil pengkajian pola persepsi konsep diri didapatkan data Harga
diri pasien, keluarga pasien mengatakan sudah melakukan yang terbaik
dan merasa berharga dilingkungan yang disayangi, pada gambaran diri
45
keluarga psien mengatakan pasien sangat menyukai semua anggota
tubuhnya, pada ideal diri tidak terkaji, pada identitas diri keluarga
mengatakan pasien berjenis kelamin perempuan berusia 60 tahun
memiliki seorang suami dan 3 orang anak, pada peran diri keluarga
pasien mengatakan pasien sangat
menyayangi
suluruh anggota
keluarganya dan mensyukurinya. Selama sakit tidak terkaji.
Hasil pengkajian pola hubungan peran pada saat sebelum sakit
pasien mengatakan hubungan dengan keluarganya berjalan harmonis dan
selama sakit
pasien mengatakan hubungan dengan keluarga tetap
berjalan harmonis serta dengan tim medis dan tenaga kesehatan yang lain
berjalan baik.
Hasil pengkajian pola seksualitas reproduksi didapatkan hasil
keluarga pasien mengatakan berjenis kelamin perempuan berusia 60tahun
dan mempunyai suami serta 3 orang anak
Hasil pengkajian pola mekanisme koping didapatkan hasil,
keluarga pasien mengatakan sebelum sakit jika pasien ada masalah dia
selalu bercerita dengan keluarganya, dan selama sakit keluarga pasien
mengatakan dengan kejadian ini pasien merasa emosinya mudah
berubah, terlebih saat berfikir tentang penyakit SNHnya, pasien terlihat
tegang.
Hasil pengkajian pola nilai dan keyakinan didapatkan pada saat
sebelum sakit keluarga pasien mengatakan taat sholat 5 waktu dalam
46
sehari dan selama sakit keluarga pasien, pasien mengatakan taat sholat 5
waktu dalam sehari walaupun dalam keadaan sakit.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan data kesadaran pasien
composmentis, GCS E:4,M6,V3, tekanan darah: 240/126 mmHg, suhu:
36,6oC, nadi
dengan
frekuensi:
84 kali/menit, irama:
reguler,
kekuatan/isinya kuat. Pernafasan dengan frekuensi: 20 kali/menit dan
berirama reguler. Kulit kepala pasien tampak bersih, tidak berketombe
dan tidak ada luka, rambut: bersih, sedikit keriting, warna hitam, bentuk
kepala mesocepal. Pemeriksaan mata pasien didapatkan palpebra tidak
udem, konjungtiva ka/ki tidak anemis, warna merah muda, sclera kanan
dan kiri tidak ikterik, warna putih, pupil isokor ka/ki, diameter ka/ki 2
cm, reflek cahaya ka/ki pupil mengecil saat didekati cahaya dan
membesar saat cahaya menjauh, tidak menggunakan alat bantu
penglihatan seperti kacamata. Hidung simetris, tidak ada polip, tidak ada
jejas, mulut simetris, bersih, tidak ada stomatitis atau sariawan, bibir
sedikit kering, telinga simetris, dan telinga bersih tidak ada secret dan
tidak menggunakan alat bantu pendengaran. Gigi bersih.Leher tidak ada
pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada kaku kuduk.
Hasil
pemeriksaan
paru-paru
didapatkan
data
inspeksi
pengembangan dada kanan dan kiri sama, palpasi vokal premitus kanan
dan kiri sama, perkusi bunyinya sonor kanan dan kiri, dan auskultasi
suara vasikuler dan irama teratur. Pada pemeriksaan jantung didapatkan
data inspeksi ictus cordis tidak tampak, pada palpasi ictus cordis terasa di
47
ics 5, perkusi pekak, auskultasi bunyi jantung 1 dan 2 sama, tidak ada
suara tambahan. Hasil pemeriksaan abdomen didapatkan data hasil
inspeksi perut simetris, tidak ada jejas, terdapat umbilicus, auskultasi
terdengar bising usus normal 14 x/menit, perkusi timpani kuadran II, III,
IV, dan pekak di kuadran I, dan untuk palpasi tidak ada nyeri tekan pada
semua kuadran.
Hasil pemeriksaan genetalia pasien bersih, terpasang DC, rectum
bersih. Hasil pemeriksaan pada ekstremitas atas didapatkan hasil
kekuatan otot kanan 2 dan kiri normal skala 5, ROM kanan tidak normal
skala 2 dan kiri normal dengan skala 5, tidak ada perubahan bentuk
tulang , perbaan akral hangat, capilari refile ka/ki 2 detik/kurang 2 detik.
Pada ekstremitas bawah didapati hasil kekuatan otot kanan tidak normal
skala 2 dan kiri normal dengan skala 5, ROM kanan tidak normal skala 2
dan kiri normal skala 5, perubahan bentuk tulang tidak ada, perabaan
akral hangat, capilari refile kurang dari 2 detik.
Pemeriksaan penunjang pada tanggal 03 Januari 2016 didapatkan
hasil laboratorium WBC 5,9 k/UL, LYM 1,1 17,8 %L, MID 0,2 3,7 %M,
GRAN 4,6 78,5 %G, RBC 3,69 m/UL, HGB 10,5 g/dL, HCT 32,2 %,
MCV 87,2 fL, MCH 28,5 Rg, MCHC 32,6 g/dL, RDW 15,5 %, PLT 184
k/uL, MPV 6,2 fL.
Terapi yang diberikan kepada pasien adalah sebagai pemberian
Ranger Laktat 500 ml/20 tpm untuk memenuhi kebutuhhan cairan dan
elektrolit, injeksi citicoline 250mg/2ml /12 jam sebagai fase akut
48
ketidaksadaran karena trauma serebal, antalgin 500mg/12jam sebagai
meredakan nyeri ringan sampai berat, furosemide 10mg/24jam sebagai
obat gangguan jantung, cefotaxime 500mg/12jam sebagai infeksi saluran
nafas bawah, dan obat oral amlodipine 5mg ; 10mg 1 kali sehari sebagai
pengobatan hipertensi, IRTAN 300mg 1 kali sehari sebagai hipertensi
esensial, bisoprolol 5mg 1x sehari sebagai terapi tunggal atau kombinasi
dengan anti hiprtensi lain.
B. Perumusan Masalah Keperawatan
Perumusan masalah ditegakan berdasarkan pengkajian yang dilakukan
pada tanggal 4 Januari 2016 pada pukul 10.00 dan didapatkan data subyektif
dan data obyektif. Data subyektif keluarga pasien mengatakan pasien lemas
dan badan bagian kanan tidak bisa digerakan, data obyektif didapatkan
kekuatan anggota gerak kanan lemas, GCS E:4, M:3, V:3, kekuatan otot
kanan 2 dan kiri 5, hasil CT scan didapatkan embolisme, dan dengan Vital
sign: TD: 240/126 mmHg, N: 84 x/menit, Rr: 20 x/menit, S:36,6oc.
berdasarkan
data
diatas
ditegakan
masalah
keperawatan
resiko
ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hipertensi.
Data yang kedua dari data subyektif dan data obyektif keluarga pasien
mengatakan anggota gerak bagian kanan pasien tidak bisa digerakan. Data
obyektif pasien tampak terbaring lemas, makan di suapin anaknya, berpakaian
dibantu keluarga, kekuatan otot
kanan 2 dan kiri 5 terpasang infus.
49
Berdasarkan data diatas ditegakan masalah keperawatan hambatan mobilitas
fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
Data yang ketiga didapatkan dari Data subyektif keluarga pasien
mengatakan bicara pasien tidak jelas, Data obyektif bicara pasien tidak jelas
nilai GCS Verbal: 3, pasien kooperatif. Berdasarkan data diatas ditegakan
masalah keperawatan hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan
perubahan sistem saraf pusat.
Data yang ke empat didapatkan data subyektif keluarga pasien
mengatakan pasien tampak diam dan sering melamun, Data obyektif, pasien
tampak tidak tenang dan cemas, score HRS-D =32, depresi sedang,
berdasarkan data diatas ditegakan masalah keprawatan ansietas berhubungan
dengan status kesehatan.
Perioritas diagnossa keperawatan adalah
1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
hipertensi (00201)
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
(00085)
3. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem
saraf pusat (00051)
4. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan (00146)
50
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan untuk diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi
jaringan otak berhubungan dengan hipertensi (00201), penulis mempunyai
tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
masalah resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak tidak terjadi dengan
kriteria hasil ttv pasien dalam rentan normal (140727), kekuatan otot dari 2
menjadi 3 (040744). Intervensi keperawatan yang disusun yaitu denga
peripheral sesnsation management (2660), observasi tanda-tanda vital dan
keadaan umum pasien untuk mengetahui perkembangan pasien, ajarkan
pasien untuk relaksasi dan beri posisi nyaman tidur tanpa bantal jika merasa
pusing untuk memberikan pasien dalam suasana rileks dan nyaman, edukasi
kepada keluarga untuk menciptakan lingkungan tenang dan batasi
pengunjung rangsangan aktifitas dapat meningkatkan tekanan intracranial,
kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi agar pasien cepat sembuh.
Masalah keperawatan yang kedua
adalah hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot (00085), penulis mempunyai
tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam masalah hambatan
mobilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil: kemampuan aktifitas klien
meningkat (020814), pasien dapat berpindah tempat tanpa bantuan (020814),
kekuatan otot dari 2 menjadi 3 (020803). Intervensi yang disusun yaitu
dengan exercise theraoy ambulation (02221), observasi tanda–tanda vital dan
observasi respon fisik untuk mengtahui perkembangan pasien dan respon
fisik yang meningkat menunjukan perkembangan aktivitas, ajarkan pasien
51
untuk melakukan latihan ROM dan bantu pasien untuk alih baring agar dapat
memenuhi kebutuhan aktivitas, dan alih baring untuk menghindari dekubitus,
ajarkan pasien untuk membuat jadwal latihan di waktu luang, untuk
membantu aktivitas pasien, edukasi kepada keluarga pasien tentang perlunya
melakukan ROM dan alih baring, untuk membantu memenuhi kebutuhhan
aktivitas dan melatih otot kaku, kolaborasi dengan tenaga rehabilitas medik
dalam merencanakan program terapi yang tepat, untuk merencanakan
program terapi yang tepat.
Masalah keperawatan yang ketiga adalah hambatan komunikasi verbal
berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat (00051), penulis
mempunyai tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam dapat
teratasi dengan kriteria hasil kemampuan komunikasi klien baik (090202),
dapat berbicara dengan baik dari 3 menjadi 4 (090302). Intervensi
keperawatan yang disusun yaitu communication erhancemen speech deficit
(4976), observasi tanda-tanda vital dan observasi keadaan umum pasien untuk
mengetahui perkembangan pasien, dorong pasien untuk berkomunikasi secara
perlahan dan mengulangi permintaan, untuk mengajarkan pasien berbicara
secara perlahan, edukasi dengan keluarga secara teratur memberikan stimulus
komunikasi, untuk memberikan semangat pada pasien, kolaborasi dengan tim
dokter untuk pemberian terapi agar pasien cepat sembuh.
Masalah keperawatan yang ke empat adalah ansietas berhubungan
dengan status kesehatan (00146), penulis mempunyai tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam ansietas dapat teratasi dengan
52
kritria hasil stres berkurang mengukur menggunakan HRS-D dari 32 menjadi
18 (121104), tanda-tanda vital dalam rentan yang normal (121119). Intervensi
yang disusun yaitu dengan anxiety reduction (5820) adalah dengan kaji
tingkat stres pada pasien untuk mengetahui tingkat stres, berikan terapi musik
klasik selama 90 menit untuk menurunkan stres, edukasi kepada keluarga
pasien dalam memberikan dukungan suport agar pasien mempunyai semangat
untuk sembuh, kolaborasikan dengan keluarga dalam pemberian dukungan
untuk menurunkan stres.
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi yang dilakukan pada hari senin 4 Januari 2016 pada
diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
hipertensi yaitu pukul 11.30 WIB adalah mengobservasi tanda-tanda vital
pasien didapatkan data obyektif pasien tampak tenang dengan tanda-tanda
vital: TD= 240/126 mmHg, N= 84 kali/menit, RR= 20 kali/menit, S= 36,6oC.
pukul 12.15 dilakukan tindakan mengobservasi keluhan utama pasien
didapatkan data obyektif keadaan umum pasien lemah dan pasien tampak
pucat, pada pukul 12.45 dilakukan tindakan edukasi kepada keluarga untuk
menciptakan
lingkungan
yang
tenang
dan
membatasi
pengunjung,
didapatlkan data subyektif keluarga pasien menggatakan mau mengikuti saran
dari perawat serta didapatkan data obyektif pasien tampak tenang dalam
beristirahat, pada pukul 17.10 mengkolaborasikan dengan tim dokter untuk
pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jam dan data obyektif pasien tampak
53
kesakitan dimasukan cofetaxime per intra vena dan pasien tampak lemas
setelah dimasukan obat.
Implementasi
pada
diagnosa
kedua
hambatan
mobilitas
fisik
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot yaitu pada pukul 13.00
dilakukan tindakan mengajarkan pasien untuk melakukan latihan ROM dan
didapatkan data obyektif pasien tampak mau mengikuti gerakan dari perawat,
pada pukul 13.15 dilakukan tindakan membantu pasien untuk alih baring dan
didapatkan data obyektif pasien mau mengikuti tirah baring dan pasien miring
kekanan dan kekiri selama 5 menit, pada pukul 13.20 dilakukan tindakan
mengedukasikan kepada pasien tentang perlunya melakukan ROM dan alih
baring didapatkan data subyektif keluarga pasien mengatakn tampak mau
mengajarkan pasien, pada pukul 17.00 berkolaborasi dengan tim dokter untuk
pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jam dengan data obyektif pasien tampak
kesakitan dimasukan cefotaxime per intra vena dan pasien tampak lemas
setelah dimasukan obat.
Implementasi pada diagnosa ketiga hambatan komunikasi verbal
berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat, pada pukul 13.30
dilakukian
tindakan
memberikan
dorongan
kepada
pasien
untuk
berkomunikasi secara perlahan dan untuk mengulangi permintaan dan
diperoleh data obyektif, pasien tampak mau berkomunikasi secara perlahan.
Pada pukul 13.45 dilakukan tindakan edukasi kepada keluarga secara teratur
untuk memberi stimulus komunikasi dan diperoleh keluarga tampak mau
mengajarkan. Pada pukul 17.10 kolaborasikan dengan tim dokter untuk
54
pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jm, data obyektif pasien kesakitan
dimasukan cefotaxime per intravena dan pasien tampak lemas setelah
dimasukan obat.
Implementasi pada diagnosa keempat ansietas berhubungan dengan
status kesehatan pada pukul 14.00 dilakukan tindakan mengkaji tingkat
depresi menggunakan HRS-D sebelum diberikan terapi diperoleh data
obyektif pasien tampak melamun dan score depresi 32 yaitu masuk kedalam
depresi sedang. Pada pukul 14.20 menganjurkan pasien untuk diberikan terapi
musik klasik untuk menurunkan tingkat depresi pada pasien dan di peroleh
data obyektif, keluarga pasien dan pasien tampak mau mengikuti anjuran dan
saran dari perawat. Pada pukul 15.30 dilakukan tindakan mengedukasikan
kepada keluarga pasien dan memberikan dukungan support didapatkan data
subyektif keluarga pasien mengatakan akan selalu memberi dukungan kepada
pasien dan data obyektif diperoleh keluarga tampak mensuport.
TindakanImplementasi yang dilakukan pada hari selasa tanggal 5
Januari 2016 pada resiko ketidakefektifan perfusi jaaringan otak berhubungan
dengan hipertensi yaitu pukul 12.00 WIB adalah mengobservasi tanda-tanda
vital pasien didapatkan data obyektif pasien tampak tenang dengan tandatanda vital: TD= 220/121 mmHg, N= 80 kali/menit, RR= 20 kali/menit, S=
36,6oC. pukul 12.15 dilakukan tindakan mengobservasi keluhan utama pasien
didapatkan data obyektif keadaan umum pasien lemah dan pasien tampak
pucat, pada pukul 13.10 dilakukan tindakan edukasi kepada keluarga untuk
menciptakan
lingkungan
yang
tenang
dan
membatasi
pengunjung,
55
didapatlkan data subyektif keluarga pasien menggatakan mau mengikuti saran
dari perawat serta didapatkan data obyektif pasien tampak tenang dalam
beristirahat, pada pukul 17.15 mengkolaborasikan dengan tim dokter untuk
pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jam dan data obyektif pasien tampak
kesakitan dimasukan cofetaxime per intra vena dan pasien tampak lemas
setelah dimasukan obat.
Implementasi
pada
diagnosa
kedua
hambatan
mobilitas
fisik
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot yaitu pada pukul 12.45
dilakukan tindakan mengajarkan pasien untuk melakukan latihan ROM dan
didapatkan data obyektif pasien tampak mau mengikuti gerakan dari perawat,
pada pukul 13.45 dilakukan tindakan membantu pasien untuk alih baring dan
didapatkan data obyektif pasien mau mengikuti tirah baring dan pasien miring
kekanan dan kekiri selama 5 menit, pada pukul 14.00 dilakukan tindakan
mengedukasikan kepada pasien tentang perlunya melakukan ROM dan alih
baring didapatkan data subyektif keluarga pasien mengatakan tampak mau
mengajarkan pasien, pada pukul 17.15 berkolaborasi dengan tim dokter untuk
pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jam dengan data obyektif pasien tampak
kesakitan dimasukan cefotaxime per intra vena dan pasien tampak lemas
setelah dimasukan obat.
Implementasi pada diagnosa ketiga hambatan komunikasi verbal
berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat, pada pukul 14.15
dilakukan
tindakan
memberikan
dorongan
kepada
pasien
untuk
berkomunikasi secara perlahan dan untuk mengulangi permintaan dan
56
diperoleh data obyektif, pasien tampak mau berkomunikasi secara perlahan.
Pada pukul 14.25 dilakukan tindakan edukasi kepada keluarga secara teratur
untuk memberi stimulus komunikasi dan diperoleh keluarga tampak mau
mengajarkan. Pada pukul 17.15 kolaborasikan dengan tim dokter untuk
pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jm, data obyektif pasien kesakitan
dimasukan cefotaxime per intravena dan pasien tampak lemas setelah
dimasukan obat.
Implementasi pada diagnosa keempat ansietas berhubungan dengan
status kesehatan pada pukul 14.30 dilakukan tindakan mengkaji tingkat
depresi menggunakan HRS-D sebelum diberikan terapi diperoleh data
obyektif pasien tampak melamun dan score depresi 32 yaitu masuk kedalam
depresi sedang. Pada pukul 15.45 dilakukan tindakan memberikan terapi
musik klasik Beethoven ludwing, yanni, vivaldi selama 90 menit dan di
peroleh data obyektif, pasien tampak rileks serta pasien tertidur pulas, pada
pukul 17.20 dilakukan tindakan pengkajian tingkat depresi pasien
menggunakan HRS-D setelah diberikan terapi diperoleh data obyektif pasien
tampak rileks dan score depresi setelah diberikan terapi musik 31 yaitu
termasuk kedalam depresi sedang. Pada pukul 17.15 dilakukan tindakan
mengkolaborasikan dengan tim dokter untuk pemberian terapi cefotaxime 1
gr/12 jam didapatkan data obyektif pasien tampak kesakitan dimasukan
cefotaxime per intra vena dan pasien tampak lemas. Pada pukul 18.15
dilakukan tindakan mengedukasikan kepada keluarga pasien dan memberikan
dukungan support didapatkan data subyektif keluarga pasien mengatakan
57
akan selalu memberi dukungan kepada pasien dan data obyektif diperoleh
keluarga tampak mensuport.
TindakanImplementasi yang dilakukan pada hari rabu tanggal
6 Januari 2016 pada diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
berhubungan dengan hipertensi yaitu pukul 11.00 WIB adalah mengobservasi
tanda-tanda vital pasien didapatkan data obyektif pasien tampak tenang
dengan tanda-tanda vital: TD= 208/121 mmHg, N= 80 kali/menit, RR= 20
kali/menit, S= 36,5oC. pukul 11.45 dilakukan tindakan mengobservasi
keluhan utama pasien didapatkan data obyektif keadaan umum pasien lemah
dan pasien tampak pucat, pada pukul 13.30 dilakukan tindakan edukasi
kepada keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang dan membatasi
pengunjung, didapatlkan data subyektif keluarga pasien menggatakan mau
mengikuti saran dari perawat serta didapatkan data obyektif pasien tampak
tenang dalam beristirahat, pada pukul 17.10 mengkolaborasikan dengan tim
dokter untuk pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jam dan data obyektif
pasien tampak kesakitan dimasukan cofetaxime per intra vena dan pasien
tampak lemas setelah dimasukan obat.
Implementasi
pada
diagnosa
kedua
hambatan
mobilitas
fisik
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot yaitu pada pukul 12.15
dilakukan tindakan mengajarkan pasien untuk melakukan latihan ROM dan
didapatkan data obyektif pasien tampak mau mengikuti gerakan dari perawat,
pada pukul 13.10 dilakukan tindakan membantu pasien untuk alih baring dan
didapatkan data obyektif pasien mau mengikuti tirah baring dan pasien miring
58
kekanan dan kekiri selama 5 menit, pada pukul 13.45 dilakukan tindakan
mengedukasikan kepada pasien tentang perlunya melakukan ROM dan alih
baring didapatkan data subyektif keluarga pasien mengatakn tampak mau
mengajarkan pasien, pada pukul 17.10 berkolaborasi dengan tim dokter untuk
pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jam dengan data obyektif pasien tampak
kesakitan dimasukan cefotaxime per intra vena dan pasien tampak lemas
setelah dimasukan obat.
Implementasi pada diagnosa ketiga hambatan komunikasi verbal
berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat, pada pukul 14.00
dilakukan
tindakan
memberikan
dorongan
kepada
pasien
untuk
berkomunikasi secara perlahan dan untuk mengulangi permintaan dan
diperoleh data obyektif, pasien tampak mau berkomunikasi secara perlahan.
Pada pukul 14.25 dilakukan tindakan edukasi kepada keluarga secara teratur
untuk memberi stimulus komunikasi dan diperoleh keluarga tampak mau
mengajarkan. Pada pukul 17.10 kolaborasikan dengan tim dokter untuk
pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jam, data obyektif pasien kesakitan
dimasukan cefotaxime per intra vena dan pasien tampak lemas setelah
dimasukan obat.
Implementasi pada diagnosa keempat ansietas berhubungan dengan
status kesehatan pada pukul 14.15 dilakukan tindakan mengkaji tingkat
depresi menggunakan HRS-D sebelum diberikan terapi diperoleh data
obyektif pasien tampak melamun dan score depresi 27 yaitu masuk kedalam
depresi sedang. Pada pukul 15.30 dilakukan tindakan memberikan terapi
59
musik klasik Beethoven ludwing, yanni, vivaldi selama 90 menit dan di
peroleh data obyektif, pasien tampak rileks serta pasien tertidur pulas, pada
pukul 17.00 dilakukan tindakan pengkajian tingkat depresi pasien
menggunakan HRS-D setelah diberikan terapi diperoleh data obyektif pasien
tampak rileks dan score depresi setelah diberikan terapi musik 21 yaitu
termasuk kedalam depresi ringan. Pada pukul 17.15 dilakukan tindakan
mengkolaborasikan dengan tim dokter untuk pemberian terapi cefitaxime 1
gr/12 jam didapatkan data obyektif pasien tampak kesakitan dimasukan
cefotaxime per intra vena dan pasien tampak lemas. Pada pukul 18.15
dilakukan tindakan mengedukasikan kepada keluarga pasien dan memberikan
dukungan support didapatkan data subyektif keluarga pasien mengatakan
akan selalu memberi dukungan kepada pasien dan data obyektif diperoleh
keluarga tampak mensuport.
TindakanImplementasi yang dilakukan pada hari kamis tanggal 7
Januari 2016 pada diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
berhubungan dengan hipertensi yaitu pukul 11.10 WIB adalah mengobservasi
tanda-tanda vital pasien didapatkan data obyektif pasien tampak tenang
dengan tanda-tanda vital: TD= 201/108 mmHg, N= 84 kali/menit, RR= 20
kali/menit, S= 36,5oC. pukul 11.30 dilakukan tindakan mengobservasi
keluhan utama pasien didapatkan data obyektif keadaan umum pasien lemah
dan pasien tampak pucat, pada pukul 14.00 dilakukan tindakan edukasi
kepada keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang dan membatasi
pengunjung, didapatlkan data subyektif keluarga pasien menggatakan mau
60
mengikuti saran dari perawat serta didapatkan data obyektif pasien tampak
tenang dalam beristirahat, pada pukul 17.10 mengkolaborasikan dengan tim
dokter untuk pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jam dan data obyektif
pasien tampak kesakitan dimasukan cofotaxime per intra vena dan pasien
tampak lemas setelah dimasukan obat.
Implementasi
pada
diagnosa
kedua
hambatan
mobilitas
fisik
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot yaitu pada pukul 12.15
dilakukan tindakan mengajarkan pasien untuk melakukan latihan ROM dan
didapatkan data obyektif pasien tampak mau mengikuti gerakan dari perawat,
pada pukul 13.10 dilakukan tindakan membantu pasien untuk alih baring dan
didapatkan data obyektif pasien mau mengikuti tirah baring dan pasien miring
kekanan dan kekiri selama 5 menit, pada pukul 13.45 dilakukan tindakan
mengedukasikan kepada pasien tentang perlunya melakukan ROM dan alih
baring didapatkan data subyektif keluarga pasien mengatakn tampak mau
mengajarkan pasien, pada pukul 17.10 berkolaborasi dengan tim dokter untuk
pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jam dengan data obyektif pasien tampak
kesakitan dimasukan cefotaxime per intra vena dan pasien tampak lemas
setelah dimasukan obat.
Implementasi pada diagnosa ketiga hambatan komunikasi verbal
berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat, pada pukul 14.00
dilakukan
tindakan
memberikan
dorongan
kepada
pasien
untuk
berkomunikasi secara perlahan dan untuk mengulangi permintaan dan
diperoleh data obyektif, pasien tampak mau berkomunikasi secara perlahan.
61
Pada pukul 14.25 dilakukan tindakan edukasi kepada keluarga secara teratur
untuk memberi stimulus komunikasi dan diperoleh keluarga tampak mau
mengajarkan. Pada pukul 17.10 kolaborasikan dengan tim dokter untuk
pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jm, data obyektif pasien kesakitan
dimasukan cefotaxime per intravena dan pasien tampak lemas setelah
dimasukan obat.
Implementasi pada diagnosa keempat ansietas berhubungan dengan
status kesehatan pada pukul 14.15 dilakukan tindakan mengkaji tingkat
depresi menggunakan HRS-D sebelum diberikan terapi diperoleh data
obyektif pasien tampak melamun dan score depresi 21 yaitu masuk kedalam
depresi sedang. Pada pukul 15.30 dilakukan tindakan memberikan terapi
musik klasik Beethoven ludwing, yanni, vivaldi selama 90 menit dan di
peroleh data obyektif, pasien tampak rileks serta pasien tertidur pulas, pada
pukul 17.00 dilakukan tindakan pengkajian tingkat depresi pasien
menggunakan HRS-D setelah diberikan terapi diperoleh data obyektif pasien
tampak rileks dan score depresi setelah diberikan terapi musik 18 yaitu
termasuk kedalam depresi ringan. Pada pukul 18.15 dilakukan tindakan
mengedukasikan kepada keluarga pasien dan memberikan dukungan support
didapatkan data subyektif keluarga pasien mengatakan akan selalu memberi
dukungan kepada pasien dan data obyektif diperoleh keluarga tampak
mendukung.
62
E. Evaluasi
Pada hari senin tanggal 4 Januari 2016 pukul 12.55 WIB diagnosa
pertama resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
hipertensi dengan metode SOAP, data obyektif yang didapat pasien tampak
lemas dan pasien tampak pucat. Analisa masalah belum teratasi, planning
yang akan dilakukan melanjutkan intervensi dengan observasi tanda-tanda
vital, observasi keadaan umum pasien, edukasi kepada keluarga untuk
menciptakan
lingkungan
yang
tenang
dan
membatasi
pengunjung,
mengkolaborasikan dengan tim dokter untuk memberikan obat.
Evaluasi pada diagnosa kedua hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan penurunan kekuatan otot pada pukul 13.25 dengan metode SOAP,
data obyektif yang didapat pasien tampak lemah dan pasien tampak lemah
dan pasien terbaring lemah diatas bed. Analisa masalah belum teratasi.
Planning yang akan dilakukan melanjutkan intervensi dengan observasi
respon fisik, mengajarkan pasien untuk melakukan latihan ROM, membantu
pasien untuk melakukan alih baring, mengajarkan pasien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang.
Evaluasi diagnosa ketiga pada pukul 14.50 WIB hambatan komunikasi
verbal berhubungan dengan perubahan saraf pusat dengan metode SOAP,
data obyektif yang didapat pasien tampak diam tidak berbicara dan bicara
pasien pelo.Analisa masalah verbal belum teratasi. Planning yang akan
dilakukan melanjutkan intervensi, observasi keadaan umum pasien,
mendorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk
63
mengulangi permintaan, mengedukasi kepada keluarga secara teratur untuk
memberikan stimulus komunikasi.
Evaluasi
diagnosa
keempat
pada pukul
17.00
WIB
ansietas
berhubungan dengan status kesehatan dengan metode SOAP, data obyektif
yang didapat pasien tampak melamun dan pasien tampak terdiam.Analisa
yang dapat diambil masalah belum teratasi. Planning yang akan dilakukan
melanjutkan intervensi dengan mengkaji tingkat stres pada pasien
menggunakan HRS-D, memberikan terapi musik klasik selama 90 menit,
mengkolaborasikan pada keluarga pasien dalam memberikan dukungan
support.
Pada hari selasa tanggal 5 Januari 2016 pukul 13.15 WIB diagnosa
pertama resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
hipertensi dengan metode SOAP, data obyektif yang didapat pasien tampak
lemas dan pasien tampak pucat. Analisa masalah belum teratasi, planning
yang akan dilakukan melanjutkan intervensi dengan observasi tanda-tanda
vital, observasi keadaan umum pasien, edukasi kepada keluarga untuk
menciptakan
lingkungan
yang
tenang
dan
membatasi
pengunjung,
mengkolaborasikan dengan tim dokter untuk memberikan obat.
Evaluasi pada diagnosa kedua hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan penurunan kekuatan otot pada pukul 14.10 WIB dengan metode
SOAP, data obyektif yang didapat pasien tampak lemah dan pasien tampak
lemah dan pasien terbaring lemah diatas bed.Analisa masalah belum teratasi.
Planning yang akan dilakukan melanjutkan intervensi dengan observasi
64
respon fisik, mengajarkan pasien untuk melakukan latihan ROM, membantu
pasien untuk melakukan alih baring, mengajarkan pasien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang.
Evaluasi diagnosa ketiga pada pukul 14.30 WIB hambatan komunikasi
verbal berhubungan dengan perubahan saraf pusat dengan metode SOAP,
data obyektif yang didapat pasien tampak diam tidak berbicara dan bicara
pasien pelo.Analisa masalah verbal belum teratasi. Planning yang akan
dilakukan melanjutkan intervensi, observasi keadaan umum pasien,
mendorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk
mengulangi permintaan, mengedukasi kepada keluarga secara teratur untuk
memberikan stimulus komunikasi.
Evaluasi
diagnosa
keempat
pada pukul
17.45
WIB
ansietas
berhubungan dengan status kesehatan dengan metode SOAP, data obyektif
yang didapat pasien tampak melamun dan pasien tampak terdiam.Analisa
yang dapat diambil masalah belum teratasi. Planning yang akan dilakukan
melanjutkan intervensi dengan mengkaji tingkat stres pada pasien
menggunakan HRS-D, memberikan terapi musik klasik selama 90 menit,
mengkolaborasikan pada keluarga pasien dalam memberikan dukungan
support.
Pada hari rabu tanggal 6 Januari 2016 pukul 12.55 WIB diagnosa
pertama resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
hipertensi dengan metode SOAP, data obyektif yang didapat pasien tampak
lemas dan pasien tampak pucat. Analisa masalah belum teratasi, planning
65
yang akan dilakukan melanjutkan intervensi dengan observasi tanda-tanda
vital, observasi keadaan umum pasien, edukasi kepada keluarga untuk
menciptakan
lingkungan
yang
tenang
dan
membatasi
pengunjung,
mengkolaborasikan dengan tim dokter untuk memberikan obat.
Evaluasi pada diagnosa kedua hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan penurunan kekuatan otot pada pukul 13.25 dengan metode SOAP,
data obyektif yang didapat pasien tampak lemah dan pasien tampak lemah
dan pasien terbaring lemah diatas bed. Analisa masalah belum teratasi.
Planning yang akan dilakukan melanjutkan intervensi dengan observasi
respon fisik, mengajarkan pasien untuk melakukan latihan ROM, membantu
pasien untuk melakukan alih baring, mengajarkan pasien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang.
Evaluasi diagnosa ketiga pada pukul 14.50 WIB hambatan komunikasi
verbal berhubungan dengan perubahan saraf pusat dengan metode SOAP,
data obyektif yang didapat pasien tampak diam tidak berbicara dan bicara
pasien pelo.Analisa masalah verbal belum teratasi. Planning yang akan
dilakukan melanjutkan intervensi, observasi keadaan umum pasien,
mendorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk
mengulangi permintaan, mengedukasi kepada keluarga secara teratur untuk
memberikan stimulus komunikasi.
Evaluasi
diagnosa
keempat
pada pukul
17.00
WIB
ansietas
berhubungan dengan status kesehatan dengan metode SOAP, data obyektif
yang didapat pasien tampak melamun dan pasien tampak terdiam.Analisa
66
yang dapat diambil masalah belum teratasi. Planning yang akan dilakukan
melanjutkan intervensi dengan mengkaji tingkat stres pada pasien
menggunakan HRS-D, memberikan terapi musik klasik selama 90 menit,
mengkolaborasikan pada keluarga pasien dalam memberikan dukungan
support.
Pada hari kamis tanggal 7 Januari 2016 pukul 12.00 WIB diagnosa
pertama resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
hipertensi dengan metode SOAP, data obyektif yang didapat pasien tampak
lemas dan pasien tampak pucat. Analisa masalah belum teratasi, planning
yang akan dilakukan melanjutkan intervensi dengan observasi tanda-tanda
vital, observasi keadaan umum pasien, edukasi kepada keluarga untuk
menciptakan
lingkungan
yang
tenang
dan
membatasi
pengunjung,
mengkolaborasikan dengan tim dokter untuk memberikan obat.
Evaluasi pada diagnosa kedua hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan penurunan kekuatan otot pada pukul 13.55 WIB dengan metode
SOAP, data obyektif yang didapat pasien tampak lemah dan pasien tampak
lemah dan pasien terbaring lemah diatas bed.Analisa masalah belum teratasi.
Planning yang akan dilakukan melanjutkan intervensi dengan observasi
respon fisik, mengajarkan pasien untuk melakukan latihan ROM, membantu
pasien untuk melakukan alih baring, mengajarkan pasien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang.
Evaluasi diagnosa ketiga pada pukul 14.10 WIB hambatan komunikasi
verbal berhubungan dengan perubahan saraf pusat dengan metode SOAP,
67
data obyektif yang didapat pasien tampak diam tidak berbicara dan bicara
pasien pelo.Analisa masalah verbal belum teratasi. Planning yang akan
dilakukan melanjutkan intervensi, observasi keadaan umum pasien,
mendorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk
mengulangi permintaan, mengedukasi kepada keluarga secara teratur untuk
memberikan stimulus komunikasi.
Evaluasi
diagnosa
keempat
pada pukul
17.15
WIB
ansietas
berhubungan dengan status kesehatan dengan metode SOAP, data obyektif
yang didapat pasien tampak melamun dan pasien tampak terdiam.Analisa
yang dapat diambil masalah belum teratasi. Planning yang akan dilakukan
melanjutkan intervensi dengan mengkaji tingkat stres pada pasien
menggunakan HRS-D, memberikan terapi musik klasik selama 90 menit,
mengkolaborasikan pada keluarga pasien dalam memberikan dukungan
support.
BAB V
PEMBAHASAN
Pada
bab
ini,
penulis
membahas
tentang
aplikasi
jurnal
pengaruhpemberianterapimusikklasikterhadappenurunantingkatdepresipadapasien
stroke non hemoragikyang dilaksanakan 4 hari, mulai dari tanggal 4 Januari 2016
sampai 7 Januari 2016 di ruang Anyelir di Rumah Sakit Umum Daerah Wonogiri.
Pembahasan melitputi: pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien Ny. H
dengan stroke non hemoragikdi ruang Anyelir Rumah Sakit Umum Daerah
Wonogiri sesuai tahapan proses keperawatan yang meliputi: pengkajian diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi serta dilengkapi pembahasan
dokumentasi keperawatan.
A. Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data relevan yang kontinue
tentang respon manusia, status kesehatan, kekuatan, dan masalah pasien.
Tujuan dari pengkajian adalah untuk memperoleh informasi tentang keadaan
kesehatan pasien, menentukan masalah keperawatan dan kesehatan pasien,
membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langkah-langkah
berikutnya (Dermawan, 2012).
Pengkajian terhadap Ny. H dengan stroke non hemoragik diruang
Anyelir Rumah Sakit Umum Daerah Wonogiri menggunakan metode
auotoanamnesa dan alloanamnesa, dimulai dari biodata pasien, riwayat
68
69
kesehatan, pengkajian pola kesehatan gordon, pengkajian fisik, dan di dukung
dengan hasil laboratorium dan hasil pemeriksaan penunjang. Metode dalam
mengumpulkan data adalah observasi yaitu, dengan mengamati perilaku dan
keadaan pasien untuk memperoleh data tentang masalah-masalah yang
dialami pasien.Data dasar tersebut digunakan untuk menentukan diagnosis
keperawatan untuk mengatasi masalah-masalah pasien (Dermawan, 2012).
Pengkajian dilakukan pada pasien Ny. H pada tanggal 4 Januari 2016
dengan diagnosa medis stroke non hemoragik. SNH adalah merupakan proses
terjadinyaiskemia
akibat
emboli
serebralbiasanyaterjadisetelah
dan
lama
thrombosis
beristirahat,
barubanguntidurataudipagiharidantidakterjadiperdarahan,
namunterjadiiskemia yang menimbulkanhipoksiadanselanjutnyadapattimbul
oedema sekunder. (Arif Muttaqin,2008).
Keluhan umum yang dirasakan pada Ny.H adalah kelemahan anggota
gerak sebelah kanan atau hemiparase dekstra, pusing atau nyeri kepala, dan
bicara pelo. Hal ini disebabkan karena gangguan motor neuron atas yang
dapat mengakibatkan kehilangan control volunter terhadap gerakan motorik,
karena neuron motor atas melintas. Gangguan control volunter pada salah
satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakan neuron motor atas yang
berlawanan dari otak. Disfungsi motor yang paling umum adalah hemiplegia
(kelemahan pada salah satu sisi tubuh). (Smeltzer, 2002).
Data yang mendukung dimana dalam kasus keluhan utama pasien
adalah kelemahan anggota gerak sebelah kanan dengan nilai kekuatan
70
anggota gerakkanan 2 dan kekuatan anggota gerak kiri 5, ROM kanan pasif
ROM kiri aktif, capillary refile 2 detik, tidak ada perubahan bentuk tulang,
perabaan akral hangat. Ekstremitas bawah kekuatan otot kanan 2, kekuatan
otot kiri 5.ROM kanan pasif ROM kiri aktif. Adapun penilaiannya yaitu
derajat 0: tidak ada kontraksi otot, 1: kontraksi otot dapat dipalpasi tetapi
tanpa gerakan persendian, 2: otot hanya mampu melawan gaya gravitasi
(gerakan pasif), 3: otot hanya mampu melawan gravitasi, 4: kekuatan otot
mampu menggerakan persendian dengan melawan gaya gravitasi, mampu
melawan dengan gaya sedang, 5: kekuatan otot normal (Weinstock, 2010).
Pada Ny. H hasil pengkajian pemerikasaan fisik kesadaran somnolen
eye 4 mata membuka spontan, pada pengkajian verbal didapatkan nilai 3
mengulang kata-kata yang tidak tepat secara acak, pada pengkajian motorik
nilai 6 bereaksi terhadap terhadap perintah verbal.
Tingkat kesadaran atau GCS (Eye, Verbal, Motorik) dapat diukur
dengan skala koma Glosgowyaitu Eye: 1: (tidak membuka mata tehadap
rangsangan), 2: (mata terbuka terhadap rangsangan nyeri), 3: (mata terbuka
terhadap perintah verbal), 4: (mata terbuka spontan). Verbal: 1: (tidak ada
respon), 2: (mengerang atau merintih), 3: (mengulang kata-kata yang tidak
tepat secara acak), 4: (disorientasi dan bingung), 5: (orientasi baik dan
mampu berbicara). Motorik: 1: (tidak berespon hanya berbaring lemah), 2:
(membentuk posisi deserebrasi), 3: (membentuk dekortikasi), 4: (fleksi dan
menarik dari rangsangan nyeri), 5 : (mengidentifikasi nyeri yang terlokalisasi
nyeri), 6: (bereaksi terhadap perintah verbal), (Weinstock, 2013).
71
Pengertian Glasgow Coma Scale adalah skala yang digunakan untuk
mengukur tingkat kesadaran pasien, apakah pasien itu dalam keadaan coma
ataukah tidak, dengan menilai respon pasien terhadap rangsang yang kita
berikan.Seorang tenaga kesehatan harus dapat mengukur nilai Glasgow Coma
Scale (GCS) dengan benar, tepat & cepat (FKUI, 2006).
Pengkajian pola mekanisme koping didapatkan hasil, keluarga pasien
mengatakan sebelum sakit jika pasien ada masalah dia selalu bercerita dengan
keluarganya, Pasien terlihat tegang dan keluarga pasien mengatakan tidak
sabar ingin cepat sembuh agar bisa beraktivitas seperti biasanya. Keluarga
pasien mengatakan dia mencemaskan keadaannya apakah akan membaik atau
justru semakin memburuk dan merasa stroke menekan hidupnya. Dari hasil
pengkajian tersebut, pasien tengah mengalami kecemasan atau ansietas.
Ansietas adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai
respon autonum (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh
individu). Perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya.
Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan
adanya bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi
ancaman. (Herdman, T.Heater 2012)
Pengkajian merupakan inti dari berfikir kritis dan pemecahan masalah
klinik.Setelah mengumpulkan dan memvalidasi data subyektif dan obyektif
serta menginterprestasikan data, penulis melakukan analisa data dan
mengelompokkan sesuai dengan data yang didapatkan dari hasil pengkajian
(Potter dan Perry, 2005).
72
Hasil pangkajian pada Ny. H didapatkan pengkajian genetalia terpasang
DC.Drainase Cateteria (DC) adalah kateterisasi kandung kemih adalah:
memasukan selang plastik atau karet melalui uretra ke dalam kandung kemih
(Perry & Potter, 2005)
B. Perumusan Masalah
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan
respon aktual atau potensial pasien terhadap masalah kesehatan yang
perawat mempunyai lisensi dan kompeten untuk menganalisanya.Alasan
untuk merumuskan diagnosa keperawatan setelah menganalisis data
pengkajian
adalah
untuk
mengidentifikasi
masalah
kesehatan
yang
melibatkan pasien dan keluarganya dan untuk memberikan arah asuhan
keperawatan (Potter and Perry, 2005).
Diagnosa keperawatan utama yang diangkat oleh penulis dalam
pengolaan kasus Ny. H adalah resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
berhubungan dengan hipertensi.Menurut NANDA (2012-2014) resiko
ketidakefektifan perfusi jaringan otak adalah beresiko mengalami pnurunan
sirkulasi jaringan otak yang dapat mengganggu kesehatan.Data hasil yang
mendukung diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak mencakup
data subyektif, keluarga pasien mengatakan pasien lemas dan anggota badan
bagian kanan tidak bisa di gerakan. Data obyektif didapatkan data kekuatan
anggota gerak kanan pasien lemah, nilai GCS E:4 V:3 M:6, hasil CT scan:
embolisme, tanda-tanda vital pasien TD: 240/126 mmHg, N: 84 kali/menit
73
RR: 20 kali/menit, S: 36.6oC. Penulis memprioritaskan diagnosa resiko
ketidakefektifan perfusi jaringan otak berdasarkan tingkat kegawatdaruratan
dimana circulation mengalami gangguan serta disability (Potter dan Perry,
2005).
Diagnosa keperawatan kedua yang diangkat oleh penulis
hambatan mobilitas
fisik berhubungan dengan penurunan
adalah
kekuatan
otot.Definisi keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh satu atau lebih
ekstremitas secara mandiri dan terarah dengan batasan karateristik kesulitan
membolak-balik posisi, keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan
motorik halus, keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik
kasar.(Herdman, T. Heather 2012). Data yang mendukung diagnosa
keperawatan hambatan mobilitas fisik meliputi data subyektif keluarga pasien
mengatakan anggota gerak bagian kanan pasien tidak bisa digerakan.Data
obyektif yang didapatkan hasil pasien tampak terbaring lemas, makan
disuapin anaknya, berpakaian dan toileting dibantu keluarganya, kekuatan
otot kanan yaitu 2 dan kekuatan otot kiri 5.Penulis memprioritaskan diagnosa
hambatan
mobilitas
fisik
sebagai
diagnosa
kedua
setelah
resiko
ketidakefektifan perfusi jaringan otak, karena hambatan mobilitas fisik tidak
bersifat urgent (Potter dan Perry 2005).
Diagnosa ketiga yang diangkat oleh perawat yaitu hambatan
komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat.Definisi
penurunan kelambatan atau ketiadaan kemampuan untuk menerima,
memproses, mengirim, dan/atau menggunakan sistem symbol batasan
74
karakteristiknya pelo (Herdman, T. Heather 2012).Diagnosa ini muncul
karena pada saat dilakukan pengkajian pada Ny. H ditemukan data-data yang
menunjang seperti data subyektif keluarga pasien mengatakan bicara pasien
tidak jelas. Data obyektif didapatkan hasil bicara pasien tidak jelas nilai
verbal pasien 3, pasien kooperatif.Berdasarkan tanda dan gejala yang
ditunjukan Ny. H penulis mengangkat diagnosa keperawatan hambatan
komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat sebagai
diagnosa ketiga karena tidak bersifat urgent. (Potter dan Perry 2005)
Diagnosa keperawatan yang keempat yang diangkat oleh perawat yaitu
ansietas berhubungan dengan status kesehatanadalah perasaan tidak nyaman
atau kekhawatiran yang samar disertai respons autonom (sumber sering kali
tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu), perasaan takut yang
disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat
kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan
memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman.Batasan
karakteristik diagnosa keperawatan ansietas: kontak mata yang buruk,
mengekspresikan
kekhawatiran
karena
perubahan
dalam
peristiwa
hidup.Diagnosa ini muncul karena ditemukannya data-data penunjang pada
Ny. H saat dilakukan pengkajian, data-data tersebut diantaranya data
subyektif pasien keluarga pasien mengatakan pasien tampak diam dan sering
melamun. Data obyektif pasien tampak tidak tenang, cemas, score HRS-D =
32 (depresi sedang). Menurut kebutuhan Maslow ansietas
masuk dalam
kebutuhan prioritas keempat kebutuhan ego. Penulis memprioritaskan
75
diagnosa ansietas sebagai diagnosa keempat setelah hambatan komunikasi
verbal berrhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat. Penulis
mengangkat diagnosa tersebut karena menyangkut program rehabilitasi medik
yang akan penulis terapkan yaitu pemberian terapi musik klasik.
C. Intervensi Keperawatan
Perencanaan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang
merupakan keputusan awal tentang sesuatu yang akan dilakukan, bagaimana
dilakukan, kapan akan dilakukan, dan siapa yang akan melakukan dari semua
tindakan keperawatan. Tujuanya adalah untuk mengidentifkasi fokus
keperawatan kepada pasien atau kelompok, untuk membedakan tanggung
jawab perawat dengan profesi kesehatan lain, untuk menyediakan suatu
kriteria guna pengulangan dan evaluasi keperawatan, untuk menyediakan
kriteria dan klasifikasi pasien (Dermawan, 2012).
Setelah mengkaji mendiagnosa dan menetapkan prioritas tentang
kebutuhan perawatan kesehatan pasien, penulis merumuskan tujuan dan
kriteria hasil. Tujuan yang penulis susun sesuai dengan teori yang ada pada
buku fundamental keperawatan Potter dan Perry (2005), mengacu pada 7
faktor: berpusat pada pasien, faktor tunggal menunjukan hanya satu respon
pasien, faktor yang dapat diamati perubahan yang dapat diamati dapat terjadi
dalam temuan fisiologis, tingkat pengetahuan pasien dan perilaku, faktor yang
dapat diukur, faktor batasan waktu serta tujuan dari hasil yang diharapkan
menunjukan kapan respon yang diharapkan akan terjadi, faktor mutual, faktor
76
realistik tujuan dan hasil yang diharapkan singkat dan realistik. Berdasarkan
diagnosa yang telah penulis rumuskan dengan menyesuaikan dengan prioritas
permasalahan, penulis menyusun intervensi sebagai berikut :
Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
hipertensi.Intervensi keperawatan untuk diagnosa resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak berhubungan dengan hipertensi, penulis mempunyai
tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
perfusi jaringan otak dapat tercapai dengan kriteria hasil ttv pasien dalam
rentan normal (Wilkinson, 2011), kekuatan otot dari 2 menjadi 3. Rencana
tindakan dalam mengatasi masalah keperawatan adalah observasi tanda-tanda
vital dan keadaan umum pasien untuk mengetahui perkembangan pasien,
ajarkan pasien untuk relaksasi dan beri posisi nyaman tidur tanpa bantal jika
merasa pusing untuk memberikan pasien dalam suasana rileks dan nyaman,
edukasi kepada keluarga untuk menciptakan lingkungan tenang dan batasi
pengunjung rangsangan aktifitas dapat meningkatkan tekanan intracranial,
kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi agar pasien cepat sembuh.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
Masalah keperawatan yang kedua
adalah hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, penulis mempunyai tujuan
setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam masalah hambatan
mobilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil: kemampuan aktifitas
pasien meningkat, pasien dapat berpindah tempat tanpa bantuan, kekuatan
otot dari 2 menjadi 3. Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi
77
masalah tersebut adalah dengan observasi tanda–tanda vital dan observasi
respon fisik untuk mengtahui perkembangan pasien dan respon fisik yang
meningkat menunjukan perkembangan aktivitas, ajarkan pasien untuk
melakukan latihan ROM dan bantu pasien untuk alih baring agar dapat
memenuhi kebutuhan aktivitas, dan alih baring untuk menghindari dekubitus,
ajarkan pasien untuk membuat jadwal latihan di waktu luang, untuk
membantu aktivitas pasien, edukasi kepada keluarga pasien tentang perlunya
melakukan ROM dan alih baring, untuk membantu memenuhi kebutuhhan
aktivitas dan melatih otot kaku, kolaborasi dengan tenaga rehabilitas medik
dalam merencanakan program terapi yang tepat.
Hambatan komunikaasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem
saraf pusat.Masalah keperawatan yang ke tiga adalah hambatan komunikasi
verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat, penulis mempunyai
tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam dapat teratasi
dengan kriteria hasil kemampuan komunikasi pasien baik, dapat bebicara
dengan baik dari 3 menjadi 4. Rencana tindakan keperawatan untuk
mengatasi masalah tersebut adalah observasi tanda-tanda vital dan observasi
keadaan umum pasien untuk mengetahui perkembangan pasien, dorong
pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan mengulangi permintaan,
untuk mengajarkan pasien berbicara secara perlahan, edukasi dengan keluarga
secara teratur memberikan stimulus komunikasi, untuk memberikan semangat
pada pasien, kolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian terapi agar pasien
cepat sembuh.
78
Ansietas berhubungan dengan status kesehatan.Masalah keperawatan
yang ke empat adalah ansietas berhubungan dengan status kesehatan, penulis
mempunyai tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam ansietas
dapat teratasi dengan kritria hasil depresi berkurang mengukur menggunakan
HRS-D dari 32 menjadi 18, tanda-tanda vital dalam rentan yang normal.
Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah tersebut adalah
dengan kaji tingkat depresipada pasien untuk mengetahui tingkat depresi
berikan terapi musik klasik selama 90 menit untuk menurunkan kecemasan
(Suryana, 2012, hlm.15).Edukasi kepada keluarga pasien dalam memberikan
dukungan suport agar pasien mempunyai semangat untuk sembuh,
kolaborasikan
dengan
keluarga
dalam
pemberian
dukungan
untuk
menurunkan kecemasan. (Wilkinson,2011)
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah serangkaian pelaksanaan rencana tindakan
keperawatan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah
status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil dalam
rentang yang diharapkan (Dermawan, 2012).
Proses implementasi penulis mengkaji kembali pasien, memodifikasi
rencana asuhan, dan menuliskan kembali hasil yang diharapkan sesuai dengan
kebutuhan. Komponen implementasidan proses keperawatan mempunyai lima
tahap: mengkaji ulang, menelaah dan memodifikasi rencana asuhan yang
79
sudah ada, mengidentifikasi area bantuan, mengimplementasikan intervensi
keperawatan, dan mengkomunikasikan intervensi (Potter dan Perry, 2005).
Implementasi yang dilakukan pada hari senin 4 Januari 2016 pada
diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
hipertensi yaitu pukul 11.30 WIB adalah mengobservasi tanda-tanda vital
pasien didapatkan data obyektif pasien tampak tenang dengan tanda-tanda
vital: TD= 220/110 mmhg, N= 80 kali/menit, RR= 20 kali/menit, S= 36,6oC.
Hipertensi biasanya tidak mengalami gejala dan tanda, dengan hal tersebut
mengapa sangat penting untuk melakukan pemeiksaan tekanan darah secara
rutin. Tekanan darah tinggi akan merusak pembuluh-pembuluh darah karena
tekanan yang tinggi pada pembuluh darah, dan akan menaikan resiko
serangan stroke (Darmawan, 2012). Pukul 12.15 dilakukan tindakan
mengobservasi keluhan utama pasien didapatkan data obyektif keadaan
umum pasien lemah dan pasien tampak pucat, pada pukul 12.45 dilakukan
tindakan edukasi kepada keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang
dan membatasi pengunjung, didapatlkan data subyektif keluarga pasien
menggatakan mau mengikuti saran dari perawat serta didapatkan data
obyektif pasien tampak tenang dalam beristirahat, pada pukul 17.10
mengkolaborasikan dengan tim dokter untuk pemberian terapi cefotaxime 1
gr/12 jam dan data obyektif pasien tampak kesakitan dimasukan cofetaxime
per intra vena dan pasien tampak lemas setelah dimasukan obat.
Implementasi
pada
diagnosa
kedua
hambatan
mobilitas
fisik
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot yaitu pada pukul 13.00
80
dilakukan tindakan mengajarkan pasien untuk melakukan latihan ROM, ROM
adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan
pergerakan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara
aktif ataupun pasif. Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang
dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan
kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk
meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & perry, 2005)
dan
didapatkan data obyektif pasien tampak mau mengikuti gerakan dari perawat,
pada pukul 13.15 dilakukan tindakan membantu pasien untuk alih baring dan
didapatkan data obyektif pasien mau mengikuti tirah baring dan pasien miring
kekanan dan kekiri selama 5 menit, pada pukul 13.20 dilakukan tindakan
mengedukasikan kepada pasien tentang perlunya melakukan ROM dan alih
baring didapatkan data subyektif keluarga pasien mengatakn tampak mau
mengajarkan pasien, pada pukul 17.00 berkolaborasi dengan tim dokter untuk
pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jam dengan data obyektif pasien tampak
kesakitan dimasukan cefotaxime per intra vena dan pasien tampak lemas
setelah dimasukan obat.
Implementasi pada diagnosa ketiga hambatan komunikasi verbal
berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat, pada pukul 13.30
dilakukian
tindakan
memberikan
dorongan
kepada
pasien
untuk
berkomunikasi secara perlahan dan untuk mengulangi permintaan dan
diperoleh data obyektif, pasien tampak mau berkomunikasi secara perlahan.
Pada pukul 13.45 dilakukan tindakan edukasi kepada keluarga secara teratur
81
untuk memberi stimulus komunikasi dan diperoleh keluarga tampak mau
mengajarkan. Pada pukul 17.10 kolaborasikan dengan tim dokter untuk
pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jm, data obyektif pasien kesakitan
dimasukan cefotaxime per intravena dan pasien tampak lemas setelah
dimasukan obat.
Implementasi pada diagnosa keempat ansietas berhubungan dengan
status kesehatan pada pukul 14.00 dilakukan tindakan mengkaji tingkat
depresi menggunakan HRS-D sebelum diberikan terapi diperoleh data
obyektif pasien tampak melamun dan score depresi 32 yaitu masuk kedalam
depresi sedang. Pada pukul 14.20
menganjurkan pasien untuk diberikan
terapi musik klasik untuk menurunkan tingkat depresi pada pasien dan di
peroleh data obyektif, keluarga pasien dan pasien tampak mau mengikuti
anjuran dan saran dari perawat. Salah satu upaya untuk mengatasi depresi
pada penderita storke dengan terapi alternatif untuk menurunkan depresi pada
pasien stroke yaitu dengan memberikan terapi musik. Terapi musik adalah
suatu proses yang terencana bersifat preventif dalam usaha penyembuhan
terhadap penderita yang mengalami hambatan dalam pertumbuhannya baik
fisik, motorik, sosial, emosional, maupun mental intelegency (Suryana, 2012,
hlm.15). Musik memiliki kekuatan untuk mengobati penyakit dan
meningkatkan kemampuan pikiran seseorang.Ketika musik diterapkan
menjadi sebuah terapi, musik dapat meningkatkan, memulihkan, dan
memelihara kesehatan fisik, mental, emosional, sosial dan spiritual.Hal in
idisebabkan musik memiliki beberapa kelebihan, yaitu karena musik bersifat
82
nyaman, menenangkan, membuat rileks, berstruktur, dan universal (Eka,
2011).
Pada pukul 15.30 dilakukan tindakan mengedukasikan kepada keluarga
pasien dan memberikan dukungan support didapatkan data subyektif keluarga
pasien mengatakan akan selalu memberi dukungan kepada pasien dan data
obyektif diperoleh keluarga tampak mensuport.
Tindakan Implementasi yang dilakukan pada hari selasa tanggal 5
Januari 2016 pada resiko ketidakefektifan perfusi jaaringan otak berhubungan
dengan hipertensi yaitu pukul 12.00 WIB adalah mengobservasi tanda-tanda
vital pasien didapatkan data obyektif pasien tampak tenang dengan tandatanda vital: TD= 208/121 mmhg, N= 82 kali/menit, RR= 20 kali/menit,
S= 36,5oC. pukul 12.15 dilakukan tindakan mengobservasi keluhan utama
pasien didapatkan data obyektif keadaan umum pasien lemah dan pasien
tampak pucat, pada pukul 13.10 dilakukan tindakan edukasi kepada keluarga
untuk menciptakan lingkungan yang tenang dan membatasi pengunjung,
didapatlkan data subyektif keluarga pasien menggatakan mau mengikuti saran
dari perawat serta didapatkan data obyektif pasien tampak tenang dalam
beristirahat, pada pukul 17.15 mengkolaborasikan dengan tim dokter untuk
pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jam dan data obyektif pasien tampak
kesakitan dimasukan cofetaxime per intra vena dan pasien tampak lemas
setelah dimasukan obat.
Implementasi
pada
diagnosa
kedua
hambatan
mobilitas
fisik
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot yaitu pada pukul 12.45
83
dilakukan tindakan mengajarkan pasien untuk melakukan latihan ROM dan
didapatkan data obyektif pasien tampak mau mengikuti gerakan dari perawat,
pada pukul 13.45 dilakukan tindakan membantu pasien untuk alih baring dan
didapatkan data obyektif pasien mau mengikuti tirah baring dan pasien miring
kekanan dan kekiri selama 5 menit, pada pukul 14.00 dilakukan tindakan
mengedukasikan kepada pasien tentang perlunya melakukan ROM dan alih
baring didapatkan data subyektif keluarga pasien mengatakan tampak mau
mengajarkan pasien, pada pukul 17.15 berkolaborasi dengan tim dokter untuk
pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jam dengan data obyektif pasien tampak
kesakitan dimasukan cefotaxime per intra vena dan pasien tampak lemas
setelah dimasukan obat.
Implementasi pada diagnosa ketiga hambatan komunikasi verbal
berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat, pada pukul 14.15
dilakukan
tindakan
memberikan
dorongan
kepada
pasien
untuk
berkomunikasi secara perlahan dan untuk mengulangi permintaan dan
diperoleh data obyektif, pasien tampak mau berkomunikasi secara perlahan.
Pada pukul 14.25 dilakukan tindakan edukasi kepada keluarga secara teratur
untuk memberi stimulus komunikasi dan diperoleh keluarga tampak mau
mengajarkan. Pada pukul 17.15 kolaborasikan dengan tim dokter untuk
pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jm, data obyektif pasien kesakitan
dimasukan cefotaxime per intravena dan pasien tampak lemas setelah
dimasukan obat.
84
Implementasi pada diagnosa keempat ansietas berhubungan dengan
status kesehatan pada pukul 14.30 dilakukan tindakan mengkaji tingkat
depresi menggunakan HRS-D sebelum diberikan terapi diperoleh data
obyektif pasien tampak melamun dan score depresi 32 yaitu masuk kedalam
depresi sedang. Pada pukul 15.45 dilakukan tindakan memberikan terapi
musik klasik Beethoven ludwing, yanni, vivaldi selama 90 menit dan di
peroleh data obyektif, pasien tampak rileks serta pasien tertidur pulas, pada
pukul 17.20 dilakukan tindakan pengkajian tingkat depresi pasien
menggunakan HRS-D setelah diberikan terapi diperoleh data obyektif pasien
tampak rileks dan score depresi setelah diberikan terapi musik 31 yaitu
termasuk kedalam depresi sedang. Pada pukul 17.15 dilakukan tindakan
mengkolaborasikan dengan tim dokter untuk pemberian terapi cefotaxime 1
gr/12 jam didapatkan data obyektif pasien tampak kesakitan dimasukan
cefotaxime per intra vena dan pasien tampak lemas. Pada pukul 18.15
dilakukan tindakan mengedukasikan kepada keluarga pasien dan memberikan
dukungan support didapatkan data subyektif keluarga pasien mengatakan
akan selalu memberi dukungan kepada pasien dan data obyektif diperoleh
keluarga tampak mensuport.
Tindakan Implementasi yang dilakukan pada hari rabu tanggal 6 Januari
2016
pada
diagnosa
resiko
ketidakefektifan
perfusi
jaringan
otak
berhubungan dengan hipertensi yaitu pukul 11.00 WIB adalah mengobservasi
tanda-tanda vital pasien didapatkan data obyektif pasien tampak tenang
dengan tanda-tanda vital: TD= 201/108 mmHg, N= 84 kali/menit, RR= 20
85
kali/menit, S= 36,5oC. pukul 11.45 dilakukan tindakan mengobservasi
keluhan utama pasien didapatkan data obyektif keadaan umum pasien lemah
dan pasien tampak pucat, pada pukul 13.30 dilakukan tindakan edukasi
kepada keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang dan membatasi
pengunjung, didapatlkan data subyektif keluarga pasien menggatakan mau
mengikuti saran dari perawat serta didapatkan data obyektif pasien tampak
tenang dalam beristirahat, pada pukul 17.10 mengkolaborasikan dengan tim
dokter untuk pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jam dan data obyektif
pasien tampak kesakitan dimasukan cofetaxime per intra vena dan pasien
tampak lemas setelah dimasukan obat.
Implementasi
pada
diagnosa
kedua
hambatan
mobilitas
fisik
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot yaitu pada pukul 12.15
dilakukan tindakan mengajarkan pasien untuk melakukan latihan ROM dan
didapatkan data obyektif pasien tampak mau mengikuti gerakan dari perawat,
pada pukul 13.10 dilakukan tindakan membantu pasien untuk alih baring dan
didapatkan data obyektif pasien mau mengikuti tirah baring dan pasien miring
kekanan dan kekiri selama 5 menit, pada pukul 13.45 dilakukan tindakan
mengedukasikan kepada pasien tentang perlunya melakukan ROM dan alih
baring didapatkan data subyektif keluarga pasien mengatakn tampak mau
mengajarkan pasien, pada pukul 17.10 berkolaborasi dengan tim dokter untuk
pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jam dengan data obyektif pasien tampak
kesakitan dimasukan cefotaxime per intra vena dan pasien tampak lemas
setelah dimasukan obat.
86
Implementasi pada diagnosa ketiga hambatan komunikasi verbal
berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat, pada pukul 14.00
dilakukan
tindakan
memberikan
dorongan
kepada
pasien
untuk
berkomunikasi secara perlahan dan untuk mengulangi permintaan dan
diperoleh data obyektif, pasien tampak mau berkomunikasi secara perlahan.
Pada pukul 14.25 dilakukan tindakan edukasi kepada keluarga secara teratur
untuk memberi stimulus komunikasi dan diperoleh keluarga tampak mau
mengajarkan. Pada pukul 17.10 kolaborasikan dengan tim dokter untuk
pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jam, data obyektif pasien kesakitan
dimasukan cefotaxime per intra vena dan pasien tampak lemas setelah
dimasukan obat.
Implementasi pada diagnosa keempat ansietas berhubungan dengan
status kesehatan pada pukul 14.15 dilakukan tindakan mengkaji tingkat
depresi menggunakan HRS-D sebelum diberikan terapi diperoleh data
obyektif pasien tampak melamun dan score depresi 27 yaitu masuk kedalam
depresi sedang. Pada pukul 15.30 dilakukan tindakan memberikan terapi
musik klasik Beethoven ludwing, yanni, vivaldi selama 90 menit dan di
peroleh data obyektif, pasien tampak rileks serta pasien tertidur pulas, pada
pukul 17.00 dilakukan tindakan pengkajian tingkat depresi pasien
menggunakan HRS-D setelah diberikan terapi diperoleh data obyektif pasien
tampak rileks dan score depresi setelah diberikan terapi musik 21 yaitu
termasuk kedalam depresi ringan. Pada pukul 17.15 dilakukan tindakan
mengkolaborasikan dengan tim dokter untuk pemberian terapi cefitaxime
87
1gr/12 jam didapatkan data obyektif pasien tampak kesakitan dimasukan
cefotaxime per intra vena dan pasien tampak lemas. Pada pukul 18.15
dilakukan tindakan mengedukasikan kepada keluarga pasien dan memberikan
dukungan support didapatkan data subyektif keluarga pasien mengatakan
akan selalu memberi dukungan kepada pasien dan data obyektif diperoleh
keluarga tampak mensuport.
Tindakan Implementasi yang dilakukan pada hari kamis tanggal 7
Januari 2016 pada diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
berhubungan dengan hipertensi yaitu pukul 11.10 WIB adalah mengobservasi
tanda-tanda vital pasien didapatkan data obyektif pasien tampak tenang
dengan tanda-tanda vital: TD= 201/108 mmHg, N= 84 kali/menit, RR= 20
kali/menit, S= 36,5oC. pukul 11.30 dilakukan tindakan mengobservasi
keluhan utama pasien didapatkan data obyektif keadaan umum pasien lemah
dan pasien tampak pucat, pada pukul 14.00 dilakukan tindakan edukasi
kepada keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang dan membatasi
pengunjung, didapatlkan data subyektif keluarga pasien menggatakan mau
mengikuti saran dari perawat serta didapatkan data obyektif pasien tampak
tenang dalam beristirahat, pada pukul 17.10 mengkolaborasikan dengan tim
dokter untuk pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jam dan data obyektif
pasien tampak kesakitan dimasukan cofotaxime per intra vena dan pasien
tampak lemas setelah dimasukan obat.
Implementasi
pada
diagnosa
kedua
hambatan
mobilitas
fisik
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot yaitu pada pukul 12.15
88
dilakukan tindakan mengajarkan pasien untuk melakukan latihan ROM dan
didapatkan data obyektif pasien tampak mau mengikuti gerakan dari perawat,
pada pukul 13.10 dilakukan tindakan membantu pasien untuk alih baring dan
didapatkan data obyektif pasien mau mengikuti tirah baring dan pasien miring
kekanan dan kekiri selama 5 menit, pada pukul 13.45 dilakukan tindakan
mengedukasikan kepada pasien tentang perlunya melakukan ROM dan alih
baring didapatkan data subyektif keluarga pasien mengatakn tampak mau
mengajarkan pasien, pada pukul 17.10 berkolaborasi dengan tim dokter untuk
pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jam dengan data obyektif pasien tampak
kesakitan dimasukan cefotaxime per intra vena dan pasien tampak lemas
setelah dimasukan obat.
Implementasi pada diagnosa ketiga hambatan komunikasi verbal
berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat, pada pukul 14.00
dilakukan
tindakan
memberikan
dorongan
kepada
pasien
untuk
berkomunikasi secara perlahan dan untuk mengulangi permintaan dan
diperoleh data obyektif, pasien tampak mau berkomunikasi secara perlahan.
Pada pukul 14.25 dilakukan tindakan edukasi kepada keluarga secara teratur
untuk memberi stimulus komunikasi dan diperoleh keluarga tampak mau
mengajarkan. Pada pukul 17.10 kolaborasikan dengan tim dokter untuk
pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jm, data obyektif pasien kesakitan
dimasukan cefotaxime per intravena dan pasien tampak lemas setelah
dimasukan obat.
89
Implementasi pada diagnosa keempat ansietas berhubungan dengan
status kesehatan pada pukul 14.15 dilakukan tindakan mengkaji tingkat
depresi menggunakan HRS-D sebelum diberikan terapi diperoleh data
obyektif pasien tampak melamun dan score depresi 21 yaitu masuk kedalam
depresi sedang. Pada pukul 15.30 dilakukan tindakan memberikan terapi
musik klasik Beethoven ludwing, yanni, vivaldi selama 90 menit dan di
peroleh data obyektif, pasien tampak rileks serta pasien tertidur pulas, pada
pukul 17.00 dilakukan tindakan pengkajian tingkat depresi pasien
menggunakan HRS-D setelah diberikan terapi diperoleh data obyektif pasien
tampak rileks dan score depresi setelah diberikan terapi musik 18 yaitu
termasuk kedalam depresi ringan. Pada pukul 18.15 dilakukan tindakan
mengedukasikan kepada keluarga pasien dan memberikan dukungan support
didapatkan data subyektif keluarga pasien mengatakan akan selalu memberi
dukungan kepada pasien dan data obyektif diperoleh keluarga tampak
mensuport.
E. Evaluasi
Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan
keperawata antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan
dengan respon perilaku pasien yang tampil. Tujuan dari evaluasi antara lain
untuk menentukan perkemangan kesehatan pasien, menilai efektifitas dan
efisiensi tindakan keperawatan, mendapatkan umpan balik dari respon pasien,
dan sebagai tanggungjawab dan tanggunggugat dalam pelaksanaan pelayanan
90
kesehatan (Dermawan, 2012). Penulis menggunakan evaluasi formatif yaitu
catatan perkembangan yang berorientasi pada masalah yang dialami klien,
dengan menggunakan SOAP (Subyektif, Obyektif, Analisis, Planing)
(Setiadi, 2012).
Pada hari senin tanggal 4Januari 2016 pukul 12.55 WIB didapatkan
hasil evaluasi sebagai berikut: data obyektif yang didapat pasien tampak
lemas dan pasien tampak pucat: Analisa yang dapat diambil masalah belum
teratasi: Planning yang akan dilakukan melanjutkan intervensi: observasi ttv,
observasi keadaan umum pasien, edukasi kepada keluarga untuk menciptakan
lingkungan yang tenang dan membatasi pengunjung, mengkolaborasikan
dengan tim dokter untuk memberikan obat.
Pukul 13.25 didapatkan evaluasi sebagai berikut: data obyektif yang
didapat pasien tampak lemah dan pasien terbaring lemah diatas bed: analisa
yang dapat diambil masalah belum teratasi: planning yang akan dilakuan
melanjutkan intervensi: observasi respon fisik, mengajarkan pasien untuk
melakukan latihan ROM, membantu pasien untuk melakukan alih baring,
mengajarkan pasien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang.
Pukul 14.50 didapatkan evaluasi sebagai berikut: data obyektif yang
didapat pasien tampak diam tidak berbicara dan bicara pasien pelo: analisa
yang dapat diambil masalah verbal belum teratasi: planning yang akan
dilakuan
melanjutkan
intervensi:
observasi
keadaan
umum
pasien,
mendorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk
91
mengulangi permintaan, mengedukasikan kepada keluarga secara teratur
untuk memberikan stimulus komunikasi.
Pukul 17.00 didapatkan evaluasi sebagai berikut: data obyektif yang
didapat pasien tampak melamun dan pasien tampak terdiam: analisa yang
dapat diambil masalah belum teratasi: planning yang akan dilakuan
melanjutkan intervensi: mengkaji tingkat stres pada pasien menggunakan
HRS-D,
memberikan
terapi
musik
klasik
selama
90
menit,
mengkolaborasikan pada keluarga pasien dalam memberikan dukungan
suport.
Pada hari selasa tanggal 5Januari 2016 pukul 13.15 WIB didapatkan
hasil evaluasi sebagai berikut: data obyektif yang didapat pasien tampak
lemas dan pasien tampak pucat: Analisa yang dapat diambil masalah belum
teratasi: Planning yang akan dilakukan melanjutkan intervensi: observasi ttv,
observasi keadaan umum pasien, edukasi kepada keluarga untuk menciptakan
lingkungan yang tenang dan membatasi pengunjung, mengkolaborasikan
dengan tim dokter untuk memberikan obat.
Pukul 14.10 didapatkan evaluasi sebagai berikut: data obyektif yang
didapat pasien tampak lemah berbaring diatas bed dan pasien tampak pucat;
analisa yang dapat diambil masalah belum teratasi; planning yang akan
dilakuan melanjutkan intervensi: observasi respon fisik, mengajarkan pasien
untuk melakukan latihan ROM, membantu pasien untuk melakukan alih
baring, mengajarkan klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang.
92
Pukul 14.30 didapatkan evaluasi sebagai berikut: data obyektif yang
didapat pasien tampak diam tidak berbicara dan bicara pasien pelo; analisa
yang dapat diambil masalah verbal belum teratasi; planning yang akan
dilakuan
melanjutkan
intervensi:
observasi
keadaan
umum
pasien,
mendorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk
mengulangi permintaan, mengedukasikan kepada keluarga secara teratur
untuk memberikan stimulus komunikasi.
Pukul 17.45 didapatkan evaluasi sebagai berikut: data obyektif yang
didapat pasien tampak melamun dan pasien tampak terdiam; analisa yang
dapat diambil masalah belum teratasi; planning yang akan dilakuan
melanjutkan intervensi: mengkaji tingkat stres pada pasien menggunakan
HRS-D,
memberikan
terapi
musik
klasik
selama
90
menit,
mengkolaborasikan pada keluarga pasien dalam memberikan dukungan
suport.
Pada hari rabu tanggal 6Januari 2016 pukul 12.00 WIB didapatkan
hasil evaluasi sebagai berikut: data obyektif yang didapat pasien tampak
lemas dan pasien tampak pucat; Analisa yang dapat diambil masalah teratasi
sebagian;Planning
yang
akan
dilakukan
mempertahankan
intervensi:
observasi ttv, observasi keadaan umum pasien, edukasi kepada keluarga
untuk menciptakan lingkungan yang tenang dan membatasi pengunjung,
mengkolaborasikan dengan tim dokter untuk memberikan obat.
Pukul 13.55 didapatkan evaluasi sebagai berikut: data obyektif yang
didapat pasien tampak lemah dan pasien terbaring diatas bed; analisa yang
93
dapat diambil masalah teratasi sebagian; planning yang akan dilakuan
mempertahankan intervensi: observasi respon fisik, mengajarkan pasien
untuk melakukan latihan ROM, membantu pasien untuk melakukan alih
baring, mengajarkan klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang.
Pukul 14.10 didapatkan evaluasi sebagai berikut: data obyektif yang
didapat pasien tampak bicara walau tidak jelas dan bicara pasien pelo; analisa
yang dapat diambil masalah verbal teratasi sebagian; planning yang akan
dilakuan mempertahankan intervensi: observasi keadaan umum pasien,
mendorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk
mengulangi permintaan, mengedukasikan kepada keluarga secara teratur
untuk memberikan stimulus komunikasi.
Pukul 17.15 didapatkan evaluasi sebagai berikut: data obyektif yang
didapat pasien tampak tenang dan pasien tampak antusias untuk cepat sembuh
dan ketegangan mulai turun dari score awal 32 yang termasuk dalam depresi
sedang menjadi score 18 yang termasuk dalam depresi ringan; analisa yang
dapat diambil masalah teratasi sebagian; planning yang akan dilakuan
mempertahankan intervensi: mengkaji tingkat stres pada pasien menggunakan
HRS-D,
memberikan
terapi
musik
klasik
selama
90
menit,
mengkolaborasikan pada keluarga pasien dalam memberikan dukungan
suport.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dalam proses keperawatan penulis melakukan pengkajian, penentuan
diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi pada asuhan keperawatan
Ny.H dengan stroke non hemoragik di ruang Anyelir rumah sakit umum de.
Soediran Mangun Sumarso Wonogiri selama 3 hari kelolaan dengan
menerapkan aplikasi pengaruh pemberian terapi musik klasik terhadap
penurunan tingkat depresi pada pasien stroke non hemoragik, maka dapat
ditarik kesimpulan:
1.
Pengkajian
Keluhan utama yang dirasakan klien pada saat dilakukan pengkajian
tanggal 4 Januari 2016 pasien mengalami kelemahan anggota gerak
sebelah kanan, pusing atau nyeri kepala, dan bicara pelo. Hasil
pemeriksaan fisik pasien didapatkan, kondisi Ny. H kesadaran somnolen
GCS E4 V3 M6.Pemeriksaan tanda-tanda vital terdiri dari tekanan darah
240/126 mmhg, nadi 84 x/menit irama teratur, respirasi rate 20 x/menit
suhu 36.6oC.Yang penulis masukan dalam data pola kognitif dan
perceptual.
94
95
2.
Diagnosa keperawatan
Hasil perumusan masalah sesuai dengan pengkajian keperawatan
pada Ny. H ditegakkan diagnosa keperawatan sesuai hirarki kebutuhan
dasar menurut maslow yaitu prioritas pertama resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak berhubungan dengan hipertensi, kedua hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, ketiga
hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem
saraf pusat, keempat ansietas berhubungan dengan status kesehatan.
3.
Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan untuk diagnosa resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak berhubungan dengan hipertensi. Rencana tindakan
dalam mengatasi masalah keperawatan adalah observasi tanda-tanda vital
dan keadaan umum pasien untuk mengetahui perkembangan pasien,
ajarkan pasien untuk relaksasi dan beri posisi nyaman tidur tanpa bantal
jika merasa pusing untuk memberikan pasien dalam suasana rileks dan
nyaman, edukasi kepada keluarga untuk menciptakan lingkungan tenang
dan batasi pengunjung rangsangan aktifitas dapat meningkatkan tekanan
intracranial, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi
agar
pasien cepat sembuh.
Masalah keperawatan yang kedua
adalah hambatan mobilitas
fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, Rencana tindakan
keperawatan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan observasi
tanda-tanda vital dan observasi respon fisik untuk mengtahui
96
perkembangan pasien
dan respon fisik yang meningkat menunjukan
perkembangan aktivitas, ajarkan pasien untuk melakukan latihan ROM
dan bantu pasien untuk alih baring agar dapat memenuhi kebutuhan
aktivitas, dan alih baring untuk menghindari dekubitus, ajarkan pasien
untuk membuat jadwal latihan di waktu luang, untuk membantu aktivitas
pasien, edukasi kepada keluarga pasien tentang perlunya melakukan
ROM dan alih baring, untuk membantu memenuhi kebutuhhan aktivitas
dan melatih otot kaku, kolaborasi dengan tenaga rehabilitas medik dalam
merencanakan program terapi yang tepat, untuk merencanakan program
terapi.
Masalah keperawatan yang ke tiga adalah hambatan komunikasi
verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat, Rencana
tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah tersebut adalah observasi
tanda-tanda vital dan observasi keadaan umum pasien untuk mengetahui
perkembangan pasien, dorong pasien untuk berkomunikasi secara
perlahan dan mengulangi permintaan, untuk mengajarkan pasien
berbicara secara perlahan, edukasi dengan keluarga secara teratur
memberikan stimulus komunikasi, untuk memberikan semangat pada
pasien, kolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian terapi agar pasien
cepat sembuh.
Masalah keperawatan yang ke empat adalah ansietas berhubungan
dengan status kesehatan. Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi
masalah tersebut adalah dengan kaji tingkat depresi pada pasien untuk
97
mengetahui tingkat depresi, berikan terapi musik klasik selama 90 menit
untuk menurunkan depresi, edukasi kepada keluarga pasien dalam
memberikan dukungan suport agar pasien mempunyai semangat untuk
sembuh, kolaborasikan dengan keluarga dalam pemberian dukungan
untuk menurunkan depresi.
4. Implementasi keperawatan
Dalam asuhan keperawatan Ny. H dengan Stroke Non Hemoragik
diruang Anyelir Rumah Sakit Umum dr. Soediran Mangun Sumarso
Wonogiri telah sesuai intervensi yang penulis rumuskan. Implementasi
yang akan dilakukan penulis untuk mengatasi ansietas berhubungan
dengan status kesehatan, melakukan pengukuran tingkat depresi
menggunakan HRS-D. Penulis menekankan penggunaan terapi musik
klasik untuk menurunkan tingkat depresi pada Ny. H dengan melakukan
pemberian terapi musik klasik selama 90 menit selama 3 hari kelolaan.
5.
Evaluasi
Hasil
evaluasi
masalah
keperawatan
pertama
resiko
ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hipertensi
masalah teratasi sebagian intervensi keluhan utama serta status pasien,
pantau tanda-tanda vital pasien, observasi keadaan umum pasien,
edukasikan kepada keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang
dan batasi pengunjung, kolaborasikan dengan tim dokter untuk
memberikan obat.
98
Masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan penurunan kekuatan otot masalah teratasi sebagian. Intervensi
dilanjutkan observasi respon fisik, ajarkan pasien untuk melakukan
latihan ROM, bantu pasien untuk melakukan latihan alih baring, ajarkan
pasien membuat jadwal latihan di waktu luang.
Masalah keperawatan hambatan komunikasi verbal berhubungan
dengan perubahan sistem saraf pusat, masalah verbal teratasi sebagian,
lanjutkan intervensi, observasi keadaan umum pasien, dorong pasien
untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk mengulangi permintaan,
edukasikan kepada keluarga secara teratur untuk memeberikan stimulus
komunikasi.
Masalah keperawatan ansietas berhubungan dengan teratasi
sebagian.Intervensi keperawatan dipertahankan kaji tingkat depresi
pasien menggunakan HRS-D, berikan terapi musik klasik selama 90
menit, kolaborasikan kepada keluarga pasien dalam memberikan
dukungan support.
Analisa pemberian terapi musik klasik
Analisa hasil implementasi aplikasi jurnal yang telah dilakukan
oleh Penelitian terkait terapi musik dilakukan oleh Suhartin dkk (2008)
dengan judul “pengaruh pemberian terapi musik klasik terhadap
penurunan tingkat depresi pada pasien stroke non hemoragik” penulis
mendapatkan hasil analisa dari implementasi yang dilakukan selama 3
hari kelolaan yaitu terjadi penurunan tingkat depresi pada Ny. H yang
99
mengalami stroke non hemoragik setelah dilakukan pemberian terapi
musik klasik selama 1 kali sehari selama 3 hari dimana terjadi penurunan
tingkat depresi berdasarkan HRS-D dari 32 yaitu masuk kedalam kriteria
depresi
sedang menjadi menjadi 18 (depresi ringan). Hal ini sesuai
dengan kriteria hasil yang penulis harapkan dan terbukti sesuai teori yang
ada terjadi penurunan tingkat depresi setelah dilakukan tindakan
pemberian terapi musik klasik.
B. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan
stroke non hemoragik, penulis memberikan usulan dan masukan yang positif
khususnya dibidang kesehatan antara lain:
1.
Bagi institusi pelayanan kesehatan (Rumah Sakit)
Diharapkan rumah sakit khususnya Rumah Sakit Umum dr.
Soediran Mangun Sumarso dapat memberikan pelayanan kesehatan dan
mempertahankan hubungan kerjasama baik antara tim kesehatan maupun
pasien serta keluarga pasien. Khususnya dalam proses rehabilitasi medik
dengan melibatkan keluarga mengerti perawatan lanjutan dirumah.
2.
Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat
Hendaknya perawat memiliki tanggug jawab dan keterampilan
yang lebih dan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lain dalam
memberikan asuhan keperawatan khususnya dalam program rehabilitasi
medik pada pasien dengan stroke non hemoragik perawat melibatkan
100
keluarga pasien dalam pemberian asuhan keperawatan dan mampu
bertindak sebagai fisioterapis dalam memberikan terapi musik klasik
3.
Bagi institusi pendidikan
Dapat meningkatkan mutu pelayanan yang lebih berkualitas
dengan mengupayakan aplikasi riset dalam setiap tindakan keperawatan
yang
dilakukan
sehingga
mampu
menghasilkan
perawat
yang
profesional, terampil, inovatif dan bermutu dalam memberikan asuhan
keperawatan yang komprehensif berdasarkan ilmu dan kode etik
keperawatan.
4.
Bagi penulis
Memberikan ilmu dan menambah wawasan penulis mengenai
konsep diabetes melitus dan pelaksanaan dalam asuhan keperawatan
yang komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA
Dermawan, dendem. 2012. Proses keperawatan : penerapan konsep kerangka kerja.
Yogyakarta : gosyen punlishing
Dermawan. 2012. Waspadai Gejala Penyakit Mematikan. Oryza. Yogyakarta
Dewanto, G.,, et al. (2009). Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit
Syaraf. Jakarta: EGC
Eka,
E.
(2011).
Mengenal
Terapi
Musik.
http://www.terapimusik.com/terapimusik.htm.diperoleh tanggal 23 april
2013
Heather HT. 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan klasifikasi 2012-2014.
Penerbit EGC. Jakarta
Irawaty,
J. (2013). Mengapa Harus Musik Klasik yang Dijadikan
Terapi?http://www.deherba/com/terapi-musik-klasik-rahasia-anakjenius.html#ixzz2niZXWG28 diperoleh tanggal 15 Januari 2014
Judha, M., & Rahil, N.H. (2011).Sistem persyarafan dalam Asuhan Keperawatan.
Yogyakarta: Gosyen Publishing
Kaplan, H.I., Saddock, B.J. : “Mood Disorders”. Comprehensive Textbook of
Psychiatry, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 7th Ed., 1999,
1284-1431
Kielholz, Poldinger :”The Prevalence of Depression”. WHO Report, 1974
Mubarak, I. W. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori & Aplikasi Dalam
Praktek. EGC. Jakarta
Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan
SistemPersyarafan. Salemba.jakarta
dengan Gangguan
NANDA. 2014. Aplikasi Askep Berdasarkan Diagnosis Medis & NANDA.. EDISI
JILID 1. Jakarta : Media Action Publishing.
Perry & Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep Proses dan
Praktik.EGC. Jakarta
Setyoadi.,& Kushariyadi. (2011). Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien
Psikogeriatrik. Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer, Suzane C & Brenda G. Bare. 2002. KIeperawatan Medikal Bedah 2, Edisi
8. Jakarta: EGC
Warlow CP. Dennis MS, Gijn VJ, Hankey GJ, Sandercock PA, Bamford JM, 2007.
Stroke, In : a partical guide to management.Ist ed.London : Blackwell
Science.
Weinstock, Doris. 2010. Rujukan Cepat Di Ruang ICU/CCU. Edisi Pertama. EGC.
Jakarta
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Yuliami, R. (2006). Pengaruh Depresi pada Awal Stroke (Minggu I) terhadap Waktu
Perbaikan Defisit Neurologis Penderita Stroke Non Hemoragik.Universitas
Diponegor
Download