PENGARUHPEMBERIAN TERAPI MUSIK KLASIKTERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI PADA ASUHAN KEPERAWATAN NY. H DENGAN STROKE NON HEMORAGIK DI RUANG ANYELIR RSUD WONOGIRI DISUSUN OLEH : WORO LOUH SIWI NIM.P.13058 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 PENGARUH PEMBERIAN TERAPI MUSIK KLASIKTERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI PADA ASUHAN KEPERAWATAN NY. H DENGAN STROKE NON HEMORAGIK DI RUANG ANYELIR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WONOGIRI Karya Tulis Ilmiah untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan DISUSUN OLEH : WORO LOUH SIWI NIM.P.13058 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADASURAKARTA 2016 i ii iii KATA PENGANTAR PujisyukurpenulispanjatkankehadiratTuhan Yang Mahakuasakarenaberkat, rahmatdankarunianya, sehinggapenulismampumenyelesaikankaryatulisilmiah yang berjudul “pengaruhpemberianterapimusicklasikterhadappenurunantingkatdepresipadapasien stroke non hemoragik di ruangAnyelirRumahSakitdr. SoediranMangunSumarsoWonogiri”. DalampenyusuhanKaryaTulisIlmiahinipenulisbanyakmendapatkanbimbingan dandukungandariberbagaipihak, olehkarenaitupadakesempataninipenulismengucapkanterimakasihdanpenghargaan yang setinggi - tingginyakepada yang terhormat : 1. Ns. Wahyu Rima Agustin M. Kep Selaku ketua STIkes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIkes Kusuma Husada Surakarta 2. Ns. Meri Oktariani M. Kep, selakuKetuaProgamStudi DIII keperawatan yang telahmemberikankesempatanuntukdapatmenimbailmu diSTIKesKusumaHusada Surakarta. 3. Ns. AlfyanaNadyaRachmawati. M. Kep, selakuSekretaris Program Studi DIII keperawatan dan selaku pembimbing yang telah memberi banyak masukan dan saran serta memberikan motivasi pada penulis untuk menyempurnakan Karya Tulis Ilmiah ini dan telahmemberikankesempatandanarahanuntukdapatmenimbailmu yang di STIKesKusumaHusada Surakarta. 4. Ns. Setyawan, M. kepselakupenguji I yang telahmemberibanyakmasukandan saran, sertamemberikanmotivasipadapenulisuntukmenyempurnakanKaryaTulisIlmiahin i. iv 5. Ns. Diyah Ekarini, S.Kep selaku penguji II yang telah memberi banyak masukan dan saran, serta memberi motivasi pada penulis untuk menyempurnakan Karya Tulis Ilmiah ini. 6. Semuadosen program studi DIII keperawatanSTIKesKusumaHusada Surakarta yang telahmemberikanbimbingandengansabardanwawasannyasertailmu yang bermanfaat. 7. Kedua orangtuaku (Bpk. Bambangdan IbuDaisah) berserta adik ku yang paling perhatian (Dimas Baskoro). Terimakasih sudah menyukupi segala kebutuhan aku, yang selalumemberikankasih sayang, dukungandando’asertamenjadiinspirasidanmemberikansemangatuntukmenyelesai kanpendidikan DIII Keperawatan. 8. Teman – temanmahasiswasatuangkatankhususnyakelas 3A progamstudi DIII KeperawatanSTIKesKusumaHusada Surakarta dan berbagaipihak yang tidakmampupenulissebutkansatu – persatu, yang memberikandukungan. 9. Teman-teman yang luar biasa yaitu Winda Fitriani, Yesi Nugrahani, Siti Normala Rovi Fibhianisfha, Yunita Diyan, Esti Rita. Dan teman satu pembimbing yang sudah berjuang bersama-sama, saling membantu terimakasih atas kekompakannya, 10. Teman – teman Green House mb. Zhezhe, Diah puspita (Didi) , Yeni (Monthok) yang membuat aku nyaman dan selalu mendukung dikala syindrome malas beranjak, 11. Tak lupa pula temen-temen AG, Realita Sarah Annisa, Nur Risky Lubis, Desiana Puspitasari Nainggolan, Mawardi, Kurnia Aditama, kalian penyemangat ku dari jauh. Semogalaporankaryatulisilmiahinibermanfaatuntukperkembanganilmukeperawatanda nkesehatan. Aamiin YRA Surakarta, 26Mei 2016 v Penulis DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .................................................................................... i SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii KATA PENGANTAR .................................................................................. iv DAFTAR ISI ................................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR .................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ ix BAB I BAB II PENDAHULUAN A. Latar belakang ........................................................................ 1 B. Tujuan Penulisan .................................................................... 3 C. Manfaat Penulisan .................................................................. 4 TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori ....................................................................... 6 1. Stroke Non Hemoragik .................................................... 6 2. Konsep Keperawatan ...................................................... 13 3. Terapi Musik ................................................................... 26 4. Depresi............................................................................. 28 B. Kerangka teori ........................................................................ 32 BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET A. Subjek aplikasi riset ................................................................ 33 B. Tempat dan waktu .................................................................. 33 C. Media dan alat yang digunakan .............................................. 33 vi D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset ........................ 34 E. Alat ukur evakuasi dari aplikasi tindakan berdasarkan riset . 35 BAB IV LAPORAN KASUS BAB V A. Identitas Klien ....................................................................... 40 B. Pengkajian .............................................................................. 48 C. Intervensi Keperawatan .......................................................... 49 D. Implementasi .......................................................................... 52 E. Evaluasi ................................................................................. 61 PEMBAHASAN A. Pengkajian ............................................................................. 68 B. Perumusan masalah keperawatan ......................................... 72 C. Perencanaan ............................................................................ 75 D. Implementasi .......................................................................... 78 E. Evaluasi ................................................................................. 89 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ............................................................................ 94 B. Saran ....................................................................................... 99 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP vii DAFTAR GAMBAR 1. Gambar 2.1 Kerangka Teori................................................................. 32 2. Gambar 4.1 Genogram ......................................................................... 42 viii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 : Usulan Judul : Lembar Konsultasi : Surat Pernyataan : Jurnal : Asuhan Keperawatan : Log Book : Lembar Observasi : Daftar Riwayat Hidup ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit cerebrovaskuler memiliki dampak yang besar terhadap kesehatan dan memerlukan perhatian yang besar di seluruh dunia.Salah satu contohnya yang paling menakutkan adalah stroke. Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam/lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler Hendro (2000) Dalam buku Judha & Rahil (2011:55). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system suplai arteri otak (Sylvia A Price, 2006).Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Pasien stroke cenderung tidak bisa melakukan kegiatan apapun, semua kegiatan hariannya dibantu sepenuhnya oleh keluarga atau perawat. Bahkan ingin menyampaikan maksud dan tujuan juga tidak mampu, hanya bisa menggunakan bahasa tubuh atau isyarat untuk menyampaikan apa yang diinginkannya. Hal tersebut membuat pasien stroke mengalami depresi, apalagi jika pasien berada dalam keluarga yang support sistemnya sangat 1 2 kurang.Depresi pada pasien stroke disebabkan karena ketidakmampuan pasien dalam melakukan sesuatu yang biasanya dikerjakan sebelum terkena stroke. Hal ini menyebabkan pasien merasa dirinya tidak berguna lagi, karena banyaknya keterbatasan yang ada dalam diri akibat penyakitnya (Sindo,2012:5). Pada masyarakat Barat, 80% penderita mengalami stroke iskemik dan 20% mengalami stroke hemoragik. Insiden stroke meningkat seiring pertambahan usia (Dewanto, et.al., 2009:24). Di Indonesia, diperkirakan dalam setiap tahunnya ada 500.000 penduduk yang terkena serangan stroke. Sekitar 2,5% meninggal dan sisanya cacat ringan maupun berat Rudianto (2010:2). Prevalensi stroke hemoragik di Jawa Tengah tahun 2012 adalah 0,07 lebih tinggi dari tahun 2011 (0,03%). Prevalensi tertinggi di tahun 2012 adalah Kabupaten Kudus sebesar 1,84%. Sedangkan prevalensi stroke non hemoragik pada tahun 2012 sebesar 0,07, lebih rendah dibanding tahun 2011 (0,09%). Prevalensi tertinggi adalah kota Salatiga sebesar 1,16% (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2012:39). Insiden penyakit stroke di RSUD Salatiga tahun 2010 sebanyak 436 kasus, tahun 2011 menurun menjadi 363 kasus, tahun 2012 sebanyak 386 kasus dan tahun 2013 insiden penyakit stroke di RSUD Salatiga melonjak menjadi 515 kasus. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yunita Murtisari issomonah, Supriyadi, tingkat depresi pada pasien stroke setelah diberikan terapi musik klasik mengalami penurunan paling banyak menjadi di tingkat ringan. Sesuai dengan kriteria evaluasi yang diharapkan, pasien tidak 3 mengalami depresi dan stress, pasien tidak mengalami insomnia, pasien tidak mengalami kesepian, pasien tidak mengalami kejenuhan dan raut wajah pasien tampak segar dan bugar (Setyoadi & Kushariadi, 2011:45) Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan aplikasi jurnal dalam asuhan keperawatan yang dituangkan dalam Karya Tulis Ilmiah berjudul Pengaruh Pemberian Terapi Musik Klasik Terhadap Penurunan Tingkat Depresi Pada Pasien Stroke Non Hemoragik di RSUD Wonogiri B. Tujuan penulisan 1. Tujuan umum Mengaplikasikan tindakan pemberian terapi musik klasik terhadap penurunan tingkat depresi pada pasien stroke non hemoragik 2. Tujuan khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan stroke non hemoragik b. Penulis mampu merumuskan diagnose keperawtan pada pasien stroke non hemoragik c. Penulis mampu menyusun intervensi pada pasien dengan stroke non hemoragik d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan stroke non hemoragik 4 e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan stroke non hemoragik f. Penulis mampu menganalisis hasil pemberian tindakan terapi musik klasik terhadap penurunan tingkat depresi pada pasien stroke non hemoragik C. Manfaat Penulisan 1. Bagi Penulis Menambah wawasan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan hipertensi dan dapat melakukan asuhan keperawatan penyakit stroke non hemoragikmenerapkan tindakan pemberian terapi musik klasik terhadap penurunan tingkatdepresi pada pasien strokenon hemoragik secara langsung dan optimal pada praktek klinik keperawatan, dan sebagai tambahan ilmu baru bagi penulis. 2. Bagi Pendidikan Manfaat penulisan ini dimaksudkan memberikan kontribusi laporan kasus bagi pengembangan praktik keperawatan dan pemecahan masalah dalam bidang atau profesi keperawatan. 3. Bagi Puskesmas Sebagai bahan pertimbangan bagi pihak Rumah Sakit untuk membuat kebijakan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke non hemoragik. 5 4. Bagi Tenaga Kesehatan Sebagai bahan masukan khususnya untuk perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif pada pasien yang mengalami penyakit stroke non hemoragikdengan menggunakan pemberian terapi musik klasik melatih berfikir kritis dalam melakukan asuhan keperawatan, khususnya pada pasien dengan stroke non hemoragik dengan menggunaka pemberian terapi musik klasik. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Stroke a. Definisi Definisi yang paling banyak diterima secara luas bahwa stroke adalah suatu sindrome yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali ada intervensi bedah atau membawa kematian), yang tidak disebabkan oleh sebab lain selain penyebab vaskuler. Definisi ini mancakup stroke akibat infark otak (stroke iskemik), perdarahan intraserebral (PIS) non traumatik, perdarahan intraventrikuler dan beberapa kasus perdarahan subarachnoid (PSA) (Warlow et., 2007). Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan di seluruh dunia gejala neurologis fokal adalah gejala–gejala yang muncul akibat gangguan di daerah yang terlokalisir dan dapat teridentifikasi.Misalnya, kelemahan unilateral akibat lesi di traktus kortikospinalis.Gangguan non fokal/global misalnya adalah terjadinya gangguan kesadaran sampai koma. Gangguan neurologis non fokal tidak selalu di sebabkan oleh stroke (Warlow et.al., 2007). Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal 6 7 maupun global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak.Gangguan peredaran darah otak berupa tersumbatnya pembuluh darah atau pecahnya pembuluh darah di otak.Otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu. Kekurangan pasokan oksigen ke otak akan memunculkan kematian sel saraf (neuron). Gangguan fungsi otak ini akan memunculkan gejala stroke (Junaidi, 2011). Stroke di bagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik (sudoyo Aru,dkk 2009) 1) Stroke iskemik (non hemoragik) yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke iskemik. Stroke iskemik ini di bagi menjadi 3 jenis, yaitu : a) Stroke trombotik : proses terbentuknya trombus yang membuat penggumpalan b) Stroke embolik : tertutupnya pembuluh arteri ke bekuan darah c) Hipoperfusion Sistemik : berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung 2) Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. 8 b. Klasifikasi stroke non hemoragik/iskemik Stroke iskemik terjadi pada otak yang mengalami gangguan pasokan darah yang disebabkan karena penyumbatan pada pembuluh darah otak.Penyumbatan adalah plak atau penimbunan lemak yang mengandung kolesterol yang ada dalam darah.Penyumbatan bisa terjadi pada pembuluh darah besar (arteri karotis), atau pembuluh darah sedang (arteri serebri) atau pembuluh darah kecil.Penyumbatan pembuluh darah bisa terjadi karena dinding bagian dalam pembuluh darah (arteri) menebal dan kasar, sehingga aliran darah tidak lancar dan tertahan. Oleh karena darah berupa cairan kental, maka ada kemungkinan akan terjadi gumpalan darah (trombosis), sehingga aliran darah makin lambat dan lama–lama menjadi sumbatan pembuluh darah. Akibatnya, otak akan mengalami kekurangan pasokan darah yang membawa nutrisi dan oksigen yang diperlukan oleh darah. Sekitar 85% kasus stroke di sebabkan oleh stroke iskemik atau infark, stroke.bisa teratasi sekitar 50% pasien sudah terkena infark (Grofir, 2009. Brust, 2007. Junaidi, 2011) c. Patofisiologi Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal maupun global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak.Gangguan peredaran darah otak berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah otak.Otak yang 9 seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu.Stroke bukan merupakan penyakit tunggal tetapi merupakan kumpulan dari beberapa penyakit diantaranya hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus dan peningkatan lemak dalam darah atau dyslipidemia.Penyebab utama stroke adalah trombosis serebral, ateroklerosis dan perlambatan sirkulasi serebral merupakan penyebab utama terjadinya trombus.Stroke hemoragik dapat terjadi di epidural, subdural dan intraserebral (Smeltzer & Bare, 2002). Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan mengakibatkan pecahnya pembuluh darah sehingga dapat terjadi perdarahan dalam parenkim otak yang bisa mendorong strukur otak dan merembes kesekitarnya bahkan dapat masuk kedalam ventrikel atau ruang intracranial. Ekstravasi darah terjadi di daerah otak dan subaraknoid, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga dapat mengakibatkan penekanan pada arteri di sekitar perdarahan, bekuan darah yang semula lunak akhirnya akan larut dan mengecil karena terjadi penekanan maka daerah otak di sekitar bekuan darah dapat membengkak dan mengalami nekrosis karena kerja enzimenzim maka bekuan darah akan mencair, sehingga terbentuk suatu rongga (Smeltzer & Bare, 2002) Gangguan neurologis tergantung letak dan beratnya perdarahan.Pembuluh darah yang mengalami gangguan biasanya 10 arteri yang berhubungan langsung dengan otak.Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusinya dapat secara cepat dan konstan, berlangsung beberapa menit bahkan beberapa hari. Gambaran klinis yang sering muncul antara lain: pasien mengeluh sakit kepala berat, leher bagian belakang kaku, muntah penurunan kesadaran dan kejang. 90% menunjukan adanya darah dalam cairan serebrospinal, dari semua pasien ini 70-75% akan meninggal dalam waktu 1-30 hari, biasanya diakibatkan karena meluasnya perdarahan sampai ke sistem ventrikel, herniasi lobus temporal dan penekanan mesensefalon atau mungkin disebabkan karena perembesan darah ke pusat-pusat yang vital. Penimbunan darah yang cukup banyak di bagian hemisfer serebri masih dapat ditolerir tanpa memperlihatkan gejala-gejala klinis yang nyata sedangkan adanya bekuan darah dalam batang otak sebanyak 5 ml saja sudah dapat mengakibatkan kematian (Smiltzer & Bare, 2002) d. Gejala-gejala Klinik Adapun tanda dan gejala stroke non hemoragik ini dapat berbeda-beda pada seorang yang mengalaminya, karena semuanya tergantung pada ateri di otak yang terpengaruh.Berikut ini adalah tanda-tanda secara umum dari stroke dan harus membutuhkan perhatian medis segera. 1) Tiba-tiba mengalami mati rasa atau kelemahan pada bagian wajah, tangan atau tungkai. Kejadiannya paling sering pada satu 11 sisi. Istilah ini dikenal dengan hemiparesis, monoparesis, atau yang jarang terjadi adalah quadriparesis. 2) Tiba-tiba mengalami kebingungan atau kesulitan dalam hal berbicara, lidah terasa lemah dan kaku, afasia. 3) Tiba-tiba kehilangan penglihatan, menjadi kabur, gangguan lapangan pandang diplopia. 4) Tiba-tiba merasa pusing atau hilang keseimbangan dan koordinasi, vertigo atau ataxia. 5) Tiba-tiba mengalami sakit kepala yang parah. Untuk lebih mudah mengenali gejala stroke, semua gejalagejala ini dapat di ringkas dengan sistem FAST (Face, Arm, Speech, dan Time), sesuai dengan waktu penanganannya yang harus dilakukan dengan cepat atau segera. Sistem ini digunakan oleh asosiasi stroke di Amerika. Di Amerika, orang-orang yang terkena stroke biasanya pergi ke instalasi rawat darurat (IRD), rata-rata terlambat 4-24 jam sejenak gejala onset stroke terjadi. Banyak faktor yang mendukung akan terlambatnya dalam mencari perawatan yang segera untuk gejala stroke. Contohnya gejala stroke yang terjadi ketika pasien baru bangun dari tidur, fenomena ini sering dinamakan wake-up stroke.Ada juga keterlambatan penanganan stroke karena pasien tidak mampu untuk meminta pertolongan ketika gejalanya timbul tiba-tiba sehingga memerlukan waktu yang lebih lama dalam 12 penanganan yang segera.Gejala stroke juga terkadang tidak diakui oleh pasien atau orang yang merawat merawat mereka, dan ini menyulitkan untuk mengetahui kapan gejala stroke ini timbul. Untuk fenomena wake-up stroke, kita dapat mengambil onset gejala stroke ketika pasien terakhir terlihat tidak menunjukan gejala. Untuk hal ini di perlukan masukan dari orang terdekat sepeerti keluarga atau rekan kerjanya. e. Komplikasi Komplikasi stroke menurut Smeltzer & Bare (2002), meliputi: 1) Hipoksia serebral di minimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hemotokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan. 2) Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus menjamin penurunan vesikositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. 3) Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. 13 2. Konsep keperawatan a. Pengkajian 1) Pengkajian Primer a) Airway Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk b) Breathing Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi c) Circulation TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut. 2) Pengkajian Sekunder a) Aktivitas dan istirahat Data Subyektif: (1) kesulitan dalam beraktivitas: kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis. (2) mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot) 14 Data obyektif: (1) Perubahan tingkat kesadaran (2) Perubahan tonus otot (flaksid atau spastic), paraliysis (hemiplegia), kelemahan umum. (3) gangguan penglihatan b) Sirkulasi Data Subyektif: (1) Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung, endokarditis bacterial), polisitemia. Data obyektif: Hipertensi arterial (1) Disritmia, perubahan EKG (2) Pulsasi: kemungkinan bervariasi (3) Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal c) Integritas ego Data Subyektif: (1) Perasaan tidak berdaya, hilang harapan Data obyektif: (1) Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan 15 (2) kesulitan berekspresi diri d) Eliminasi Data Subyektif: (1) Inkontinensia, anuria (2) distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidakadanya suara usus(ileus paralitik) e) Makan/ minum Data Subyektif: (1) Nafsu makan hilang (2) Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK (3) Kehilangan sensasi lidah, pipi, tenggorokan, disfagia (4) Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah Data obyektif: (1) Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring) (2) Obesitas (factor resiko) f) Sensori neural Data Subyektif: (1) Pusing / syncope (sebelum CVA / sementara selama TIA) (2) nyeri kepala: pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid. 16 (3) Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati (4) Penglihatan berkurang (5) Sentuhan: kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral (sisi yang sama) (6) Gangguan rasa pengecapan dan penciuman Data obyektif: (1) Status mental: koma biasanya menandai stadium perdarahan, gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif (2) Ekstremitas: kelemahan/paraliysis kontralateral pada semua jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam ( kontralateral ) (3) Wajah: paralisis/parese ( ipsilateral ) (4) Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/kesulitan berkata kata, reseptif/ kesulitan berkata kata komprehensif, global/kombinasi dari keduanya). (5) Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil (6) Apraksia: motorik kehilangan kemampuan menggunakan 17 (7) Reaksi dan ukuran pupil: tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral g) Nyeri/kenyamanan Data Subyektif: Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya Data obyektif: Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial h) Respirasi Data Subyektif: Perokok (factor resiko) i) Keamanan Data obyektif: (1) Motorik/sensorik: masalah dengan penglihatan (2) Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit. (3) Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali. (4) Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh (5) Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri j) Interaksi social Data obyektif: berkomunikasi. Problem berbicara, ketidakmampuan 18 b. Diagnosa Keperawatan 1) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengaan aliran darah ke otak terhambat 2) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuskuler, kelemahan, parestesia, flaksid/paralysis hipotonik, paralysis spastis, kerusakan perceptual / kognitif. 3) Kerusakan komunikasi verbal dan atau tertulis berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus/kontrol otot fasial/oral, kelemahan/kelelahan umum. 4) Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuscular, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan control/koordinasi otot. 5) Kurang pengetahuan, mengenai kondisi dan pengobatan b.d kurang pemajanan, keterbatasan kognitif, kesalahan interpestasi informasi. 6) Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan 7) Resiko menciderai diri berhubungan dengan depresi c. Rencana Keperawatan 1) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan oklusif, edema serebral. Tujuan: 19 a) Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik, fungsi kognitif dan motorik/sensori. b) Mendemontrasikan tanda-tanda vital stabil dan tidak adanya tanda-tanda peningkatan Tekana Intra Kranial. c) Menunjukan tidak ada kelanjutan deteriorasi/kekambuhan kembali. Perencanaan tindakan: a) Pantau/catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya. b) Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan/penyebab khusus selama koma/penurunan perfusi jaringan serebral dan potensial terjadinya peningkatan Tekanan Intra Kranial. c) Pantau tanda-tanda vital seperti adanya hipertensi/hipotensi, bandingkan tekanan darah yang terbaca pada kedua lengan. d) Catat frekuensi dan irama dari pernapasan, auskultasi adanya murmur. e) Catat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya kebutuhan, gangguan lapang pandang atau kedalam persepsi. f) Letakan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis. 20 g) Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung/aktivitas pasien sesuai dengan indikasi. Berikan istirahat secara periodik antara aktivitas perawatan, batasi lamanya setiap prosedur. h) Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi, seperti fungsi bicara. i) Cegah terjadinya mengejan saat defikasi dan pernapasan yang memaksa (batuk terus-menerus). j) Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, seperti masa protrombin, kadar dilatin. 2) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan neuromuskuler, kelemahan, parestesia, keterlibatan flaksid/paralysis hipotonik, paralysis spastis. Kerusakan perceptual/kognitif. Tujuan: a) Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur, foot drop. b) Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena atau kompensasi. c) Mendemontrasikan tehnik/prilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas, dan mempertahankan integritas kulit. d) Perencanaan tindakan: (1) Kaji kemampuan secara fungsionalnya/luasnya kerusakan awal dan dengan cara teratur. 21 (2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring) dan sebagainya dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakan dalam posisi bagian yang terganggu. (3) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas saat masuk. Anjurkan lakukan latihan meremas bola seperti karet, latihan kuadrisep/gluteal, melakukan jari-jari dan kaki/telapak. (4) Tinggikan tangan dan kepala. (5) Observasi daerah yang tertekan termasuk warna, edema, atau tanda lain dari gangguan sirkulasi. (6) Inspeksi kulit terutama pada daerah-daerah yang menonjol secara teratur. Lakukan massage secara hatihati pada daerah kemerahan dan beriakan alat bantu seperti bantalan lunak kulit sesuai dengan kebutuhan. (7) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan mengguanakan ekstremitas yang tidak sakit untuk menyokong/menggerakan daerah tubuh yang mengalami kelemahan. (8) Konsultasikan dengan ahli fisiotrapi secara aktif, latihan resestif, dan ambulasi pasien. 22 3) Kerusakan komunikasi verbal dan atau tertulis berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus/kontrol otot fasial/oral, kelemahan/kelelahan umum. Tujuan : a) Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi. b) Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan. c) Menggunakan sumber-sumber dengan tepat Perencanaan tindakan: a) Kaji tipe atau derajat disfungsi seperti pasien tidak tampak memahami kata atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri. b) Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan memberikan umpan balik. c) Tunjukan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda tersebut. d) Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti SH atau pus. e) Minta pasien untuk menulis nama atau kalimat yang pendek. Jika tidak dapat menulis mintalah pasien untuk membacakalimat yang pendek. 23 f) Antisipasi dan penuhi kebutuhan pasien. g) Konsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara. 4) Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan dan ketahanan. Tujuan : a) Mendemonstrasikan tekhnik/perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri. b) Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri. Perencanaan tindakan: a) Kaji kemampun dari tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan sehari–hari. b) Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dilakukan pasien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai dengan kebutuhan c) Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi tentang kebutuhannya untuk menghindari atau kemampuan untuk menggunakan urinal, bedpen. Bawa pasien ke kamar mandi dengan teratur interval waktu tertentu untuk berkemih jika memungkinkan. d) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ahli terapi okupasi. 5) Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi kurang mengingat. 24 Tujuan: a) Berpartisipasi dalam belajar b) Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi/prognosis dan aturan terapeutik. c) Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan. Perencana tindakan: a) Kaji ulang tingkat pemahaman pasien tentang penyakit b) Diskusikan keadaan patologis yang khusus dan kekuatan pada individu c) Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri d) Berikan informasi mengenai penyebab penyakit stroke, penyebab dan pencegahan, dan makan yang berpengaruh e) Rujuk atau tegaskan perlu evaluasi dengan tim ahli rehabilitasi, seperti ahli fisioterapi fisik, terapi okupasi, terapi wicara. 6) Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan Tujuan : Pola nafas pasien efektif Kriteria Hasil: a) RR 18-20 x permenit b) Ekspansi dada normal. 25 Intervensi : a) Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan. b) Auskultasi bunyi nafas. c) Pantau penurunan bunyi nafas. d) Pastikan kepatenan O2 binasal. e) Berikan posisi yang nyaman: semi fowler. f) Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam. g) Catat kemajuan yang ada pada pasien tentang pernafasan. 7) Resiko menciderai diri berhubungan dengan depresi Tujuan: a) pasien tidak menciderai diri b) pasien dapat membina hubungan saling percaya Intervensi : a) Perkenalkan diri dengan pasien dengan cara menyapa klien dengan ramah, baik verbal dan non verbal, selalu kontak mata selama interaksi dan perhatikan kebutuhan dasar klien b) Lakukan interaksi dengan pasien sesering mungkin dengan sikap empati c) Dengarkan pernyataan pasien dengan sikap sabar empati dan lebih banyak memakai bahasa non verbal, misalnya: memberikan sentuhan, anggukan. 26 3. Terapi Musik a. Pengertian Musik Klasik Musik merupakan seni yang melukiskan pemikiran dan perasaan manusia lewat keindahan suara.Musik merupakan refleksi perasaan suatu individu atau masyarakat.Musik merupakan hasil dari cipta dan rasa manusia atas kehidupan dan dunianya. Musik mampu menenangkan pikiran saat bosan, gundah, dan juga sebagai terapi reaktif (Lan, 2009). Terapi musik terdiri dari dua kata yaitu terapi dan musik.Kata terapi berkaitan dengan serangkaian upaya yang dirancang untuk terapi membantu atau menolong orang.Biasanya kata tersebut digunakan dalam konteks masalah fisik dan mental (Djohan, 2006).Salah satu upaya untuk mengatasi depresi pada penderita stroke dengan terapi alternatif untuk menurunkan depresi pada pasien stroke yaitu dengan memberikan terapi musik. Terapi musik adalah suatu proses yang terancam bersifat preventif dalam usaha penyembuhan terhadap penderita yang mengalami hambatan dalam pertumbuhannya baik fisik, motorik, sosial, emosional maupun mental intelegency (Suryana 2012;15). Musik memiliki kekuatan untuk mengobati penyakit dan peningkatan kemampuan fikiran seseorang.Ketika musik diterapkan menjadi sebuah terapi musik dapat meningkatkan, memulihkan, dan memelihara kesehatan fisik, mental, emosional, sosial dan spiritual (Eka, 2011). Penelitian terkait terapi musik dilakukan oleh Suhartini (2008), hasil penelitian 27 menunjukan 90% responden mengalami perubahan penurunan tekanan darah sistol, 95% responden mengalami perubahan penurunan respirasi, 100% responden mengalami perubahan penurunan nadi. Salah satu jenis terapi musik yang paling sering di gunakan adalah terapi musik klasik. Terapi musik klasik adalah usaha untuk meningkatkan kualitas fisik dan mental dengan rangsangan nada atau suara yang mengandung irama, lagu, dan keharmonisan yang merupakan suatu karya sastra zaman kuno yang bernilai tinggi yang terdiri dari melodi, ritme, harmoni, bentuk dan gaya yang diorganisir sedemikian rupa sehingga tercipta musik yang bermanfaat untuk kesehatan fisik dan mental. Hal inilah yang mendukung otak dapat berkonsentrasi dengan optimal dalam membangun jaringan-jaringan sipnasis dengan lebih baik (Irawaty, 2013;10) b. klasifikasi terapi music Dalam dunia penyembuhan dengan musik, dikenal 2 macam terapi musik, yaitu : 1) Terapi musik aktif Terapi musik klasik aktif adalah keahlian menggunakan musik dan elemen musik untuk meningkatkan, mempertahankan dan mengembalikan kesehatan mental, fisik, emosional, dan spiritual. Terapi musik aktif ini dapat dilakukan dengan 28 caramengajak klien bernyanyi, belajar main alat musik, bahkan menggunakan lagu singkat atau dengan kata lain terjadi interaksi yang aktif antara yang diberi terapi dengan yang memberi terapi (Halim, 2003 cit Purwanta, 2007). 2) Terapi musik pasif Terapi musik pasif adalah terapi musik dengan cara mengajak klien mendengarkan musik. Hasilnya akan efektif bila klien mendengarkan musik yang di sukainya (Halim, 2003 cit Purwanta, 2007). Terapi musik pasif merupakan terapi yang tidak melibatkan pasien, bertujuan untuk menjadikan pasien rileks dan tenang (Deviana, 2011) hal terpenting dalam terapi musik pasif adalah pemilihan jenis musik harus tepat dengan kebutuhan pasien. 4. Depresi a. Pengertian depresi Depresi merupakan masalah kesehatan jiwa yang utama dewasa ini. Hal ini amat penting karena orang dengan depresi produktivitasnya akan menurun dan ini amat buruk akibatnya bagi suatu masyarakat, bangsa dan negara yang sedang membangun. Orang yang mengalami depresi adalah yang amat menderita.Depresi adalah penyebab utama tindakan bunuh diri, dan tindakan ini menduduki urutan ke-6 dari penyebab kematian utama di Amerika Serikat. 29 Penelitian yang dilakukan oleh Kielholz dan Poldinger (1974) menunjukan bahwa 10% dari pasien yang berobat ke dokter adalah pasien depresi dan separuhnya dengan depresi terselubung (masked depression). Depresi terselubung adalah salah satu bentuk depresi dengan gejala-gejala yang muncul ke prmukaan berupa keluhankeluhan fisik (somatik).Seringakali para dokter tidak mencermati hal ini dan terpaku pada keluhan-keluhan fisik, sehingga terapi yang diberikan adalah hanya terapi somatik.Oleh karenanya pasien sering kali merasa tidak sembuh penyakitnya sehingga menjadi menahun.Padahal kalau diteliti lebih jauh ternyata keluhan somatik tadi merupakan penjelmaan dari depresi. Atau dengan kata lain gejala depresi terselubung ini seyogianya selain terapi somatik juga diberikan terapi psikologik, misalnya psikoterapi, psikofarmaka (obat anti depresi) dan dilengkapi dengan terapi psikoreligius. b. Depresi paca stroke Di dalam pengalaman klinis sering di jumpai bahwa pada pasien-pasien stroke selain gejala-gejala kelainan saraf (misalnya kelumpuhan alat gerak ataupun otot-otot muka dan lain sebagainya), juga ditemukan gangguan mental-emosional misaslnya depresi, apati, euforia bahkan sampai pada mania. Gejala depresi yang ditimbulkannya itu sebagai akibat lesi (kerusakan) pada susunan saraf pusat otak dan bisa juga akibat dari gangguan penyesuaian (adjustment disorder) Karena hendaya (impairment) fisik dan 30 kognitif pasca stroke.Kaplan dan sadock (2000) menyebutkan bahwa prevalensi depresi pada pasien stroke mencapai 40% - 60% dalam 6 bulan pertama sesudah terjadinya stroke. Depresi adalah kondisi mental yang ditandai oleh rasa pesimis dan sikap-sikap yang menunjukan kesedihan mendalam (murung, patah hati, putus asa). Depresi didalam dunia kesehatan mental dikategorikan sama halnya dengan “masuk angin biasa” didalam dunia kesehatan fisik. Sulit tidur, berkurangnya nafsu makan dan energy adalah sebagian kecil gejala depresi. Gejala depresi pada penderita stroke, dapat ditegakan dengan kriteria sebagai berikut. 1) Gejala utama adalah gangguan efek (mood) yang disertai paling sedikit 3 dari gejala penyerta yang disebutkan dalam kriteria B dari episode manik atau episode depresif barat. 2) Tidak terdapat tanda-tanda delirium (menurunnya kesadaran), demensia (kemunduran daya ingat), sindrom waham organik, atau halusinasi organik. 3) Terdapat faktor organi spesifik (kelainan pada otak akibat stroke) yang dinilai mempunyai hubungan etiologik (penyebab) dengan gangguan itu, yang terbuk tidari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan laboratorium. c. Alat ukur derajat depresi 31 Untuk mengetahui sejauh mana derajat depresi seseorang apakah ringan, sedang, berat, atau berat sekali, orang menggunakan alat ukur (instrumen) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale For Depression (HRS-D), alat ukur ini terdiri 21 kelompok gejala yang masing-masing kelompok dirinci lagi dengan gejalagejala yang lebih spesifik. Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara 0 – 4, yang artinya adalah : Nilai 0 = tidak ada gejala (keluhan) 1 = gejala ringan 2 = gejala sedang 3 = gejala berat 4 = gejala berat sekali Penilaian atau pemakaian alat ukur ini dilakukan oleh dokter (psikiater) atau orang yang telah dilatih untuk menggunakannya melalui teknik wawancara langsung. Masing-masing nilai angka (score) dari ke 21 kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan itu dapat diketahui derajat depresi seseorang yaitu : Total nilai (score) kurang dari 17 = tidak ada depresi 18 – 24 = depresi ringan 25 – 34 = depresi sedang 35 – 51 = depresi berat 52 – 68 = depresi berat sekalib\ 32 33 B. Kerangka teori Stroke Non Hemoragik a. Definisi b. Klasifikasi stroke non o hemoragik/iskemik c. Patofisiologi d. Gejala-gejala Klinik Konsep keperawatan Terapi Musik Gambar 2.1 Kerangka Konsep Depresi BAB III LAPORAN KASUS A. Subjek Aplikasi Riset Subjek yang akan digunakan pada aplikasi riset ini pada pasien dengan stroke non hemoragik di ruaang Anyelir Rumah Sakit dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. B. Tempat dan Waktu Aplikasi penelitian ini direncanakan akan dilakukan diruang penyakit dalam pada tanggal 4-16 Januari 2016 di Rumah Sakit dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri C. Media dan Alat Dalam aplikasi riset ini media dan alat yang akan digunakan adalah: 1. Lembar observasi yang digunakan untuk mencatat hasil pengukuran atau pemeriksaan terhadap depresi pada pasien stroke non hemoragik. Alat ukur depresi yang digunakan adalah Hamilton Rating Scale for Depression (HRS-D) 2. Bolpoin 3. Telepon genggam 4. Headset 5. Musik klasik dalam bentuk audio atau MP3 33 34 D. Prosedur Tindakan 1. Mengukur depresi sebelum dilakukan tindakan terapi musik klasik 2. Nyalakan MP3, jangan lupa cek baterai, jangan sampai musiknya berhenti pada saat diperdengarkan kepada pasien. 3. Dekatkan MP3 kedekat pasien. 4. Sebelum diperdengarkan kepada pasien, cek terlebih dahulu volume musiknya jangan sampai terlalu keras sehingga akan memekakan telinga pasien atau terlalu pelan volumenya. 5. Pasang headset 6. Bantu pasien untuk memasangkan headset pada kedua telinganya. Atur posisi headset pada kedua telinga pasien tersebut, jangan sampai pasien merasa tidak nyaman dengan terpasangnya alat tersebut. 7. Atur posisi 8. Posisikan pasien pada posisi senyaman mungkin. Hal ini dilakukan agar pasien tidak merasa tegang atau kelelahan saat terapi musik dilakukan. 9. Lemaskan otot-otot. 10. Otot-otot yang lemas membantu tercapainya keadaan relaksasi. 11. Anjurkan pasien menarik napas melalui hidung dan mengeluarkan napas secara perlahan-lahan melalui mulut. 12. Lakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan kepada pasien. 13. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana intervensi relaksasi musik yang diberikan kepada pasien dapat menurunkan rasa nyeri dan depresinya. 35 14. Mengukur depresi setelah dilakukan tindakan terapi musik klasik E. Alat Ukur Total nilai (score) kurang dari : 17 = tidak ada depresi 18-25 = depresi ringan 25-34 = depresi sedang 35-51 = depresi berat 52-68 = depresi berat sekali Adapun hal-hal yang dinilai dalam alat ukur HRS-D ini adalah sebagai berikut : NO 1 Keadaan perasaan sedih (sedih putus asa, tak berdaya, tak berguna) - perasaan ini hanya ada bila ditanya - perasaan ini ditanyakan secara verbal spontan - perasaan yang nyata tanpa komunikasi verbal, misalnya ekspresi muka, bentuk, suara, dan kecenderungan menangis - pasien menyatakan perasaan yang sesungguhnya ini dalam komunikasi baik verbal maupun non verbal secara spontan 2 Perasaan bersalah - menyalahkan diri sendiri, merasa sebagai penyebab penderitaan orang lain - ide-ide bersalah atau renungan tentang kesalahan – kesalahan masa lalu - sakit ini sebagai hukuman, waham bersalah dan berdosa 0 1 2 3 4 36 - suara-suara kejaran atau tuduhan dan halusinasi penglihatan tentang hal-hal yang mengancamnya 3 Bunuh diri - merasa hidup taka ada gunanya - mengharapkan kematian atau pikiran-pikiran lain kearah itu - ide-ide bunuh diri atau langkahlangkah kearah itu - percobaan bunuh diri 4 Gangguan pola tidur (initial insomnia) - keluhan kadang-kadang sukar masuk tidur, misalnya lebih dari setengah jam baru masuk tidur - keluhan tiap malam sukar masuk tidur 5 Gangguan pola tidur (middle insomnia) - pasien mengeluh gelisah dan terganggu sepanjang malam - terjadi sepanjang malam (bangun dari tempat tidur kecuali buang air kecil) 6 Gangguan pola tidur (late insomnia) - bangun di waktu dini hari tetapi dapat tidur lagi - bangun di waktu dini hari tetapi tidak dapat tidur lagi 7 Kerja dan kegiatan-kegiatannya - pikiran/perasaan ketidakmampuan, keletihan/kelemahan yang berhubungan dengan kegiatan kerja atau hobi - hilangnya minat terhadap pekerjaan/hobi atau kegiatan lainnya, baik langsung atau tidak pasien menyatakan kelesuan, keragu-raguan dan rasa bimbang - berkurangnya waktu untuk aktivitas sehari-sehari atau produktivitas menurun. Bila psien tidak sanggup beraktivitas 37 - sekurang-kurangnya 3 jam sehari dalam kegiatan sehari-hari tidak bekerja karena sakitnya sekarang. (Di Rumah Sakit) bila pasien tidak bekerja sama sekali, kecuali tugas-tugas di bangsal atau jika pasien gagal melaksanakan kegiatan-kegiatan dibangsal tanpa bantuan. 8 Kelambanan (lambat dalam berfikir, berbicara, gagal berkonsentrasi, aktivitas motorik menurun) - sedikit lamban dalam wawancara - jelas lamban dalam wawancara - sukar diwawancarai - stupor (diam sama sekali) 9 Kegelisahan (agitasi) - kegelisahan ringan - memainkan tangan/jari-jari, rambut dan lain-lain - bergerak terus tidak dapat duduk dengan tenang - meremas-remas tangan, mengigitgigit kuku, menarik-narik rambut, mengigit-gigit bibir 10 Kecemasan (ansietas somatik) - sakit/nyeri di otot-otot, kaku, kedutan otot - gigi gemerutuk - suara tidak stabil - tinitus (telinga berdenging) - penglihatan kabur - muka merah atau pucat, lemas - perasaan di tusuk-tusuk 11 Kecemasan (ansietas psikik) - ketegangan subjektif dan mudah tersinggung - mengkhawatirkan hal-hal kecil - sikap kekhawatiran yang tercermin di wajah atau pembicaraannya ketakutan yang diutarakan tanpa ditanya 12 Gejala somatik (pencernaan) - anggota gerak, punggung atau 38 kepala terasa berat sakit punggung, kepala dan otot hilangnya kekuatan kemampuan 13 Gejala somatik (umum) - anggota gerak, punggung kepala terasa berat - sakit punggung, kepala dan otot hilangnya kekuatan kemampuan - ototdan atau ototdan 14 Kelamin (genital) - sering buang air kecil, terutama malam hari dikala tidur - tidak haid, darah haid sedikit sekali - tidak ada gairah seksual/dingin (frigid) - ereksi hilang - impotensi 15 Hipokondriasis (keluhan somatik/fisik yang berpindah-pindah) - dihayati sendiri - preokupasi (keterpakuan) mengenai kesehatan sendiri - sering mengeluh membutuhkan pertolongan orang lain - delusi hipokondrias 16 Kehilangan berat badan (A atau B) - berat badan berkurang berhubungan dengan penyakit sekarang - jelas menurun berat badan - tak terjelaskan penurunan berat badan 17 Insight (pemahaman diri) - mengetahui sakit tetapi berhubungan dengan penyebabpenyebab iklim, makanan, kerja berlebihan, virus, perlu istirahat dan lain-lain 18 Variasi harian - adakah perubahan atau keadaan 39 yang memburuk malam atau pagi pada waktu 19 depersonalisasi (perasaan diri berubah) dan derealisasi (peerasaan tidak nyata/tidak realistis) 20 Gejala-gejala paranoid - kecurigaan - pikiran dirinya menjadi pusat perhatian, atau peristiwa/kejadian di luar tertuju pada dirinya (ideas of reference) 21 Gejala-gejala obsesi dan komplusi 40 BAB IV LAPORAN KASUS Pada bab ini penulis menjelaskan studi kasus yang dilakukan pada Ny. H dengan Stroke Non Hemoragik (SNH).Pengkajian menggunakan metode alloanamnese dan autoanamnese. Pengkajian dilakukan pada tanggal 4 Januari 2016 di ruang Anyelir RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Studi kasus ini di mulai pada tahap pengkajian, penegakan diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi dan evaluasi. A. Pengkajian Nama pasienNy. H berumur 60 th, pasien berjenis kelamin perempuan. Ny. H adalah seorang ibu rumah tangga, beragama islam, tempat tinggal sekarang Taman Sari 2/5 Jeporo Jatipuro Wonogiri. Diagnosa medis Hemiparesi SNH. Yang bertanggung jawab adalah Tn. S bertempat tinggal di Kedungrejo Anguntoronadi, Tn. S adalah anak pasien, beragama islam.. Riwayat Kesehatan Pasien Dari pengkajian Ny. H di temukan hasil riwayat kesehatan yaitu keluarga pasien mengatakan pada tanggal 02 Januari 2016 pasien sedang menunggu suami di RS, tiba–tiba ketika pasien ingin memakai jilbab, tangan kanan tidak bisa di angkat dan pasien terjatuh tidak sadarkan diri, pada jam 12.00 pasien di bawa ke IGD dr.Soediran Mangun Sumarso Wonogiri, di IGD pasien di lakukan pemeriksaan GCS E: 2, M: 5, V: 3. Tanda-tanda vital pasien TD= 245/120 mmhg, N= 80 x/menit, S= 36,6o 40 41 C, Rr= 20 x/menit. Di IGD pasien di berikan terapi O2 nasal kanul 8 liter, infus RL 20 tpm, inj. Citicolin 250 mg/ml, inj. Antalgin 500 mg, inj furosemide 10 mg, pada pukul 14.15 wib, pasien di pindah ke Ruang Anyelir intermediet 3, karena pasien membutuhkan pengawasan khusus, kesadaran pasien delirium, karena kesadaran pasien sudah membaik pada tanggal 4 Januari 2016 pasien di pindah ke kamar B2. Di ruang Anyelir pasien mendapat obat oral, amlopin 5 mg : 10 mg, IRTAN 30 mg 12;5 mg, bisoprolol 5 mg, pasien dilakukan pemeriksaan penunjang pada tanggal 02 Januari 2016 instalasi radiologi, kesan sumbatan ganglia baslis kiri, verbal pasien pelo GCS : Verbal: 3 (mengulang kata-kata yang tidak tepat secara acak), kekuatan otot pasin kanan 2 dan kiri 5 terpasang infus. Hasil pengkajian pada tanggal 4 Januari 2016, Keluhan Utama pasien lemah, pasien tampak diam dan tidak mau bicara jika tidak diajak bicara, ketika dikaji tingkat depresi menggunakan HRS-D score depresi 32 masuk kedalam depresi sedang kesadaran somnolen E:4, M:6, V:3, pasien terpasang DC, tanda–tanda vital pasien. TD= 240/126 mmhg, N= 84 x/menit, S= 36,6oc, Rr= 20 x/menit. Riwayat penyakit dahulu, keluarga pasien mengatakan, pasien sebelumnya pernah mengalami sakit yang dideritanya kurang lebih satu tahun yang lalu, tetapi belum pernah di rawat inap seperti sekarang ini. 42 Dari hasil riwayat kesehatan keluarga, keluarga pasien mengatakan, ayah pasien mempunyai riwayat hipertensi tetapi tidak punya penyakit menular seperti TBC / HIV. Genogram Ny. H 60 Keterangan : = Laki-laki dan Perempuan sudah meninggal = Perempuan = Tinggal satu rumah = Pasien Hasil Genogram didapatkan Ny. H anak ke 3 dari 3 saudara kandung, sedangkan suaminya anak ke 4 dari 4 saudara, dan mempunyai 3 orang anak, 1 perempuan dan 2 laki-laki, keduanya sudah menikah dan tidak tinggal satu rumah, yang tinggal satu rumah hanya 1 orang anak laki-laki, Ny. H terkena penyakit Stroke Non Hemoragik karena keturunan dari ayahnya. Hasil dari Riwayat kesehatan lingkungan, keluarga mengatakan lingkungan rumahnya cukup bersih dan ventilasi udara cukup dan tidak ada sampah atau sumber polusi yang dekat dengan rumahnya. 43 Hasil dari pola nutrisi dan metabolisme tubuh didapatkkan untuk pola makan sebelum sakit 3x sehari dengan nasi, lauk, sayur, dan buah 1 porsi habis serta tidak ada keluhan, dan selama sakit pasien makan 3x sehari dengan 1/2 porsi habis serta tidak ada keluhan. Hasil untuk pola minum sebelum sakit pasien minum kira-kira 1300 cc, 1 gelas habis dan tidak ada keluhan. Pola minum selama sakit pasien minum sekitar 700 cc perhari dengan air putih dan teh tawar, 1 gelas tidak habis dan tidak ada keluhan. Hasil pengkajian pola eliminasi, diperoleh BAK dan BAB. Pada pola BAK didapatkan pasien mengatakan sebelum sakit frekuensi BAK kurang lebih 3 kali dalam sehari dengan jumlah urin kira-kira 1200 cc berwarna kuning dan tidak ada keluhan, selama sakitBAK pasien terpasang DC dengan jumlah urin sekitar 1200 cc berwarna kuning dan tidak ada keluhan. Eliminasi BAB pasien mengatakan sebelum sakit frekuensi BAB 1 kali dalam sehari dengan konsistensi lunak berbentuk dan berwarna kuning serta tidak ada keluhan. Selama sakit pasien mengatakan BAB frekuensi 4 hari sekali dengan konsistensi lunak berbentuk, berwarna kuning dan tidak ada keluhan. Balance cairan diperoleh pada intake terdapat minum 700cc, makan 300cc, injeksi 14 cc, dan infus 1400cc mendapatkan total 2414cc. Output terdapat urin 1200ccfeses 1500cc dan IWL 750 cc (15 x BB (52)) dengan total 2100cc. Analisa didapatkan Intake-Output yaitu 2414-2100 memperoleh hasil +314cc. 44 Hasil pengkajian pola aktivitas dan latihan pasien mengatakan sebelum sakit dapat melakukan aktivitas secara mandiri seperti: toileting, makan/minum, berpindah, berpakaian, mobilitas ditempat tidur, ambulasi/ROM. Selama pasien sakit, akitivitas toileting menggunakan alat bantu, sedangkan berpakaian, makan/minum, berpindah, mobilisasi ditempat tidur dan ambulasi/ROM dibantu oleh anaknya. Hasil pengkajian pola istirahat tidur didapatkan pada saat sebelum sakit pasien mengatakan setiap hari tidur rata-rata selama 7-8 jam dan tidur siang sekitar 2 jam, tidak menggunakan pengantar tidur, tidak ada gangguan tidur. Pada selama sakit didapatkan hasil pengkajian, keluarga pasien mengatakan pasien selalu tertidur setelah di berikan injeksi. Hasil pengkajian pola kognitif-perseptual sebelum sakit keluarga pasien mengatakan, pasien bisa bekomunikasi dengan baik tanpa ada gangguan bicara. Selama sakit keluarga pasien mengatakan, pasien tidak bisa berkomunikasi dengan jelas karena bicaranya pelo, nilai GCS Verbal: 3 (mengulang kata-kata yang tidak tepat secara acak). Hasil pengkajian pola persepsi dan pemeliharan kesehatan, keluarga pasien mengatakan kesehatan sangat penting, apabila pasien atau anggota keluarganya mengalami sakit, keluarga selalu membawa ke pusat pelayanan kesehatan seperti puskesmas, klinik, atau dokter. Hasil pengkajian pola persepsi konsep diri didapatkan data Harga diri pasien, keluarga pasien mengatakan sudah melakukan yang terbaik dan merasa berharga dilingkungan yang disayangi, pada gambaran diri 45 keluarga psien mengatakan pasien sangat menyukai semua anggota tubuhnya, pada ideal diri tidak terkaji, pada identitas diri keluarga mengatakan pasien berjenis kelamin perempuan berusia 60 tahun memiliki seorang suami dan 3 orang anak, pada peran diri keluarga pasien mengatakan pasien sangat menyayangi suluruh anggota keluarganya dan mensyukurinya. Selama sakit tidak terkaji. Hasil pengkajian pola hubungan peran pada saat sebelum sakit pasien mengatakan hubungan dengan keluarganya berjalan harmonis dan selama sakit pasien mengatakan hubungan dengan keluarga tetap berjalan harmonis serta dengan tim medis dan tenaga kesehatan yang lain berjalan baik. Hasil pengkajian pola seksualitas reproduksi didapatkan hasil keluarga pasien mengatakan berjenis kelamin perempuan berusia 60tahun dan mempunyai suami serta 3 orang anak Hasil pengkajian pola mekanisme koping didapatkan hasil, keluarga pasien mengatakan sebelum sakit jika pasien ada masalah dia selalu bercerita dengan keluarganya, dan selama sakit keluarga pasien mengatakan dengan kejadian ini pasien merasa emosinya mudah berubah, terlebih saat berfikir tentang penyakit SNHnya, pasien terlihat tegang. Hasil pengkajian pola nilai dan keyakinan didapatkan pada saat sebelum sakit keluarga pasien mengatakan taat sholat 5 waktu dalam 46 sehari dan selama sakit keluarga pasien, pasien mengatakan taat sholat 5 waktu dalam sehari walaupun dalam keadaan sakit. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan data kesadaran pasien composmentis, GCS E:4,M6,V3, tekanan darah: 240/126 mmHg, suhu: 36,6oC, nadi dengan frekuensi: 84 kali/menit, irama: reguler, kekuatan/isinya kuat. Pernafasan dengan frekuensi: 20 kali/menit dan berirama reguler. Kulit kepala pasien tampak bersih, tidak berketombe dan tidak ada luka, rambut: bersih, sedikit keriting, warna hitam, bentuk kepala mesocepal. Pemeriksaan mata pasien didapatkan palpebra tidak udem, konjungtiva ka/ki tidak anemis, warna merah muda, sclera kanan dan kiri tidak ikterik, warna putih, pupil isokor ka/ki, diameter ka/ki 2 cm, reflek cahaya ka/ki pupil mengecil saat didekati cahaya dan membesar saat cahaya menjauh, tidak menggunakan alat bantu penglihatan seperti kacamata. Hidung simetris, tidak ada polip, tidak ada jejas, mulut simetris, bersih, tidak ada stomatitis atau sariawan, bibir sedikit kering, telinga simetris, dan telinga bersih tidak ada secret dan tidak menggunakan alat bantu pendengaran. Gigi bersih.Leher tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada kaku kuduk. Hasil pemeriksaan paru-paru didapatkan data inspeksi pengembangan dada kanan dan kiri sama, palpasi vokal premitus kanan dan kiri sama, perkusi bunyinya sonor kanan dan kiri, dan auskultasi suara vasikuler dan irama teratur. Pada pemeriksaan jantung didapatkan data inspeksi ictus cordis tidak tampak, pada palpasi ictus cordis terasa di 47 ics 5, perkusi pekak, auskultasi bunyi jantung 1 dan 2 sama, tidak ada suara tambahan. Hasil pemeriksaan abdomen didapatkan data hasil inspeksi perut simetris, tidak ada jejas, terdapat umbilicus, auskultasi terdengar bising usus normal 14 x/menit, perkusi timpani kuadran II, III, IV, dan pekak di kuadran I, dan untuk palpasi tidak ada nyeri tekan pada semua kuadran. Hasil pemeriksaan genetalia pasien bersih, terpasang DC, rectum bersih. Hasil pemeriksaan pada ekstremitas atas didapatkan hasil kekuatan otot kanan 2 dan kiri normal skala 5, ROM kanan tidak normal skala 2 dan kiri normal dengan skala 5, tidak ada perubahan bentuk tulang , perbaan akral hangat, capilari refile ka/ki 2 detik/kurang 2 detik. Pada ekstremitas bawah didapati hasil kekuatan otot kanan tidak normal skala 2 dan kiri normal dengan skala 5, ROM kanan tidak normal skala 2 dan kiri normal skala 5, perubahan bentuk tulang tidak ada, perabaan akral hangat, capilari refile kurang dari 2 detik. Pemeriksaan penunjang pada tanggal 03 Januari 2016 didapatkan hasil laboratorium WBC 5,9 k/UL, LYM 1,1 17,8 %L, MID 0,2 3,7 %M, GRAN 4,6 78,5 %G, RBC 3,69 m/UL, HGB 10,5 g/dL, HCT 32,2 %, MCV 87,2 fL, MCH 28,5 Rg, MCHC 32,6 g/dL, RDW 15,5 %, PLT 184 k/uL, MPV 6,2 fL. Terapi yang diberikan kepada pasien adalah sebagai pemberian Ranger Laktat 500 ml/20 tpm untuk memenuhi kebutuhhan cairan dan elektrolit, injeksi citicoline 250mg/2ml /12 jam sebagai fase akut 48 ketidaksadaran karena trauma serebal, antalgin 500mg/12jam sebagai meredakan nyeri ringan sampai berat, furosemide 10mg/24jam sebagai obat gangguan jantung, cefotaxime 500mg/12jam sebagai infeksi saluran nafas bawah, dan obat oral amlodipine 5mg ; 10mg 1 kali sehari sebagai pengobatan hipertensi, IRTAN 300mg 1 kali sehari sebagai hipertensi esensial, bisoprolol 5mg 1x sehari sebagai terapi tunggal atau kombinasi dengan anti hiprtensi lain. B. Perumusan Masalah Keperawatan Perumusan masalah ditegakan berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada tanggal 4 Januari 2016 pada pukul 10.00 dan didapatkan data subyektif dan data obyektif. Data subyektif keluarga pasien mengatakan pasien lemas dan badan bagian kanan tidak bisa digerakan, data obyektif didapatkan kekuatan anggota gerak kanan lemas, GCS E:4, M:3, V:3, kekuatan otot kanan 2 dan kiri 5, hasil CT scan didapatkan embolisme, dan dengan Vital sign: TD: 240/126 mmHg, N: 84 x/menit, Rr: 20 x/menit, S:36,6oc. berdasarkan data diatas ditegakan masalah keperawatan resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hipertensi. Data yang kedua dari data subyektif dan data obyektif keluarga pasien mengatakan anggota gerak bagian kanan pasien tidak bisa digerakan. Data obyektif pasien tampak terbaring lemas, makan di suapin anaknya, berpakaian dibantu keluarga, kekuatan otot kanan 2 dan kiri 5 terpasang infus. 49 Berdasarkan data diatas ditegakan masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. Data yang ketiga didapatkan dari Data subyektif keluarga pasien mengatakan bicara pasien tidak jelas, Data obyektif bicara pasien tidak jelas nilai GCS Verbal: 3, pasien kooperatif. Berdasarkan data diatas ditegakan masalah keperawatan hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat. Data yang ke empat didapatkan data subyektif keluarga pasien mengatakan pasien tampak diam dan sering melamun, Data obyektif, pasien tampak tidak tenang dan cemas, score HRS-D =32, depresi sedang, berdasarkan data diatas ditegakan masalah keprawatan ansietas berhubungan dengan status kesehatan. Perioritas diagnossa keperawatan adalah 1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hipertensi (00201) 2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot (00085) 3. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat (00051) 4. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan (00146) 50 C. Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan untuk diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hipertensi (00201), penulis mempunyai tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak tidak terjadi dengan kriteria hasil ttv pasien dalam rentan normal (140727), kekuatan otot dari 2 menjadi 3 (040744). Intervensi keperawatan yang disusun yaitu denga peripheral sesnsation management (2660), observasi tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien untuk mengetahui perkembangan pasien, ajarkan pasien untuk relaksasi dan beri posisi nyaman tidur tanpa bantal jika merasa pusing untuk memberikan pasien dalam suasana rileks dan nyaman, edukasi kepada keluarga untuk menciptakan lingkungan tenang dan batasi pengunjung rangsangan aktifitas dapat meningkatkan tekanan intracranial, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi agar pasien cepat sembuh. Masalah keperawatan yang kedua adalah hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot (00085), penulis mempunyai tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam masalah hambatan mobilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil: kemampuan aktifitas klien meningkat (020814), pasien dapat berpindah tempat tanpa bantuan (020814), kekuatan otot dari 2 menjadi 3 (020803). Intervensi yang disusun yaitu dengan exercise theraoy ambulation (02221), observasi tanda–tanda vital dan observasi respon fisik untuk mengtahui perkembangan pasien dan respon fisik yang meningkat menunjukan perkembangan aktivitas, ajarkan pasien 51 untuk melakukan latihan ROM dan bantu pasien untuk alih baring agar dapat memenuhi kebutuhan aktivitas, dan alih baring untuk menghindari dekubitus, ajarkan pasien untuk membuat jadwal latihan di waktu luang, untuk membantu aktivitas pasien, edukasi kepada keluarga pasien tentang perlunya melakukan ROM dan alih baring, untuk membantu memenuhi kebutuhhan aktivitas dan melatih otot kaku, kolaborasi dengan tenaga rehabilitas medik dalam merencanakan program terapi yang tepat, untuk merencanakan program terapi yang tepat. Masalah keperawatan yang ketiga adalah hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat (00051), penulis mempunyai tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam dapat teratasi dengan kriteria hasil kemampuan komunikasi klien baik (090202), dapat berbicara dengan baik dari 3 menjadi 4 (090302). Intervensi keperawatan yang disusun yaitu communication erhancemen speech deficit (4976), observasi tanda-tanda vital dan observasi keadaan umum pasien untuk mengetahui perkembangan pasien, dorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan mengulangi permintaan, untuk mengajarkan pasien berbicara secara perlahan, edukasi dengan keluarga secara teratur memberikan stimulus komunikasi, untuk memberikan semangat pada pasien, kolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian terapi agar pasien cepat sembuh. Masalah keperawatan yang ke empat adalah ansietas berhubungan dengan status kesehatan (00146), penulis mempunyai tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam ansietas dapat teratasi dengan 52 kritria hasil stres berkurang mengukur menggunakan HRS-D dari 32 menjadi 18 (121104), tanda-tanda vital dalam rentan yang normal (121119). Intervensi yang disusun yaitu dengan anxiety reduction (5820) adalah dengan kaji tingkat stres pada pasien untuk mengetahui tingkat stres, berikan terapi musik klasik selama 90 menit untuk menurunkan stres, edukasi kepada keluarga pasien dalam memberikan dukungan suport agar pasien mempunyai semangat untuk sembuh, kolaborasikan dengan keluarga dalam pemberian dukungan untuk menurunkan stres. D. Implementasi Keperawatan Implementasi yang dilakukan pada hari senin 4 Januari 2016 pada diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hipertensi yaitu pukul 11.30 WIB adalah mengobservasi tanda-tanda vital pasien didapatkan data obyektif pasien tampak tenang dengan tanda-tanda vital: TD= 240/126 mmHg, N= 84 kali/menit, RR= 20 kali/menit, S= 36,6oC. pukul 12.15 dilakukan tindakan mengobservasi keluhan utama pasien didapatkan data obyektif keadaan umum pasien lemah dan pasien tampak pucat, pada pukul 12.45 dilakukan tindakan edukasi kepada keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang dan membatasi pengunjung, didapatlkan data subyektif keluarga pasien menggatakan mau mengikuti saran dari perawat serta didapatkan data obyektif pasien tampak tenang dalam beristirahat, pada pukul 17.10 mengkolaborasikan dengan tim dokter untuk pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jam dan data obyektif pasien tampak 53 kesakitan dimasukan cofetaxime per intra vena dan pasien tampak lemas setelah dimasukan obat. Implementasi pada diagnosa kedua hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot yaitu pada pukul 13.00 dilakukan tindakan mengajarkan pasien untuk melakukan latihan ROM dan didapatkan data obyektif pasien tampak mau mengikuti gerakan dari perawat, pada pukul 13.15 dilakukan tindakan membantu pasien untuk alih baring dan didapatkan data obyektif pasien mau mengikuti tirah baring dan pasien miring kekanan dan kekiri selama 5 menit, pada pukul 13.20 dilakukan tindakan mengedukasikan kepada pasien tentang perlunya melakukan ROM dan alih baring didapatkan data subyektif keluarga pasien mengatakn tampak mau mengajarkan pasien, pada pukul 17.00 berkolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jam dengan data obyektif pasien tampak kesakitan dimasukan cefotaxime per intra vena dan pasien tampak lemas setelah dimasukan obat. Implementasi pada diagnosa ketiga hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat, pada pukul 13.30 dilakukian tindakan memberikan dorongan kepada pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk mengulangi permintaan dan diperoleh data obyektif, pasien tampak mau berkomunikasi secara perlahan. Pada pukul 13.45 dilakukan tindakan edukasi kepada keluarga secara teratur untuk memberi stimulus komunikasi dan diperoleh keluarga tampak mau mengajarkan. Pada pukul 17.10 kolaborasikan dengan tim dokter untuk 54 pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jm, data obyektif pasien kesakitan dimasukan cefotaxime per intravena dan pasien tampak lemas setelah dimasukan obat. Implementasi pada diagnosa keempat ansietas berhubungan dengan status kesehatan pada pukul 14.00 dilakukan tindakan mengkaji tingkat depresi menggunakan HRS-D sebelum diberikan terapi diperoleh data obyektif pasien tampak melamun dan score depresi 32 yaitu masuk kedalam depresi sedang. Pada pukul 14.20 menganjurkan pasien untuk diberikan terapi musik klasik untuk menurunkan tingkat depresi pada pasien dan di peroleh data obyektif, keluarga pasien dan pasien tampak mau mengikuti anjuran dan saran dari perawat. Pada pukul 15.30 dilakukan tindakan mengedukasikan kepada keluarga pasien dan memberikan dukungan support didapatkan data subyektif keluarga pasien mengatakan akan selalu memberi dukungan kepada pasien dan data obyektif diperoleh keluarga tampak mensuport. TindakanImplementasi yang dilakukan pada hari selasa tanggal 5 Januari 2016 pada resiko ketidakefektifan perfusi jaaringan otak berhubungan dengan hipertensi yaitu pukul 12.00 WIB adalah mengobservasi tanda-tanda vital pasien didapatkan data obyektif pasien tampak tenang dengan tandatanda vital: TD= 220/121 mmHg, N= 80 kali/menit, RR= 20 kali/menit, S= 36,6oC. pukul 12.15 dilakukan tindakan mengobservasi keluhan utama pasien didapatkan data obyektif keadaan umum pasien lemah dan pasien tampak pucat, pada pukul 13.10 dilakukan tindakan edukasi kepada keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang dan membatasi pengunjung, 55 didapatlkan data subyektif keluarga pasien menggatakan mau mengikuti saran dari perawat serta didapatkan data obyektif pasien tampak tenang dalam beristirahat, pada pukul 17.15 mengkolaborasikan dengan tim dokter untuk pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jam dan data obyektif pasien tampak kesakitan dimasukan cofetaxime per intra vena dan pasien tampak lemas setelah dimasukan obat. Implementasi pada diagnosa kedua hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot yaitu pada pukul 12.45 dilakukan tindakan mengajarkan pasien untuk melakukan latihan ROM dan didapatkan data obyektif pasien tampak mau mengikuti gerakan dari perawat, pada pukul 13.45 dilakukan tindakan membantu pasien untuk alih baring dan didapatkan data obyektif pasien mau mengikuti tirah baring dan pasien miring kekanan dan kekiri selama 5 menit, pada pukul 14.00 dilakukan tindakan mengedukasikan kepada pasien tentang perlunya melakukan ROM dan alih baring didapatkan data subyektif keluarga pasien mengatakan tampak mau mengajarkan pasien, pada pukul 17.15 berkolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jam dengan data obyektif pasien tampak kesakitan dimasukan cefotaxime per intra vena dan pasien tampak lemas setelah dimasukan obat. Implementasi pada diagnosa ketiga hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat, pada pukul 14.15 dilakukan tindakan memberikan dorongan kepada pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk mengulangi permintaan dan 56 diperoleh data obyektif, pasien tampak mau berkomunikasi secara perlahan. Pada pukul 14.25 dilakukan tindakan edukasi kepada keluarga secara teratur untuk memberi stimulus komunikasi dan diperoleh keluarga tampak mau mengajarkan. Pada pukul 17.15 kolaborasikan dengan tim dokter untuk pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jm, data obyektif pasien kesakitan dimasukan cefotaxime per intravena dan pasien tampak lemas setelah dimasukan obat. Implementasi pada diagnosa keempat ansietas berhubungan dengan status kesehatan pada pukul 14.30 dilakukan tindakan mengkaji tingkat depresi menggunakan HRS-D sebelum diberikan terapi diperoleh data obyektif pasien tampak melamun dan score depresi 32 yaitu masuk kedalam depresi sedang. Pada pukul 15.45 dilakukan tindakan memberikan terapi musik klasik Beethoven ludwing, yanni, vivaldi selama 90 menit dan di peroleh data obyektif, pasien tampak rileks serta pasien tertidur pulas, pada pukul 17.20 dilakukan tindakan pengkajian tingkat depresi pasien menggunakan HRS-D setelah diberikan terapi diperoleh data obyektif pasien tampak rileks dan score depresi setelah diberikan terapi musik 31 yaitu termasuk kedalam depresi sedang. Pada pukul 17.15 dilakukan tindakan mengkolaborasikan dengan tim dokter untuk pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jam didapatkan data obyektif pasien tampak kesakitan dimasukan cefotaxime per intra vena dan pasien tampak lemas. Pada pukul 18.15 dilakukan tindakan mengedukasikan kepada keluarga pasien dan memberikan dukungan support didapatkan data subyektif keluarga pasien mengatakan 57 akan selalu memberi dukungan kepada pasien dan data obyektif diperoleh keluarga tampak mensuport. TindakanImplementasi yang dilakukan pada hari rabu tanggal 6 Januari 2016 pada diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hipertensi yaitu pukul 11.00 WIB adalah mengobservasi tanda-tanda vital pasien didapatkan data obyektif pasien tampak tenang dengan tanda-tanda vital: TD= 208/121 mmHg, N= 80 kali/menit, RR= 20 kali/menit, S= 36,5oC. pukul 11.45 dilakukan tindakan mengobservasi keluhan utama pasien didapatkan data obyektif keadaan umum pasien lemah dan pasien tampak pucat, pada pukul 13.30 dilakukan tindakan edukasi kepada keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang dan membatasi pengunjung, didapatlkan data subyektif keluarga pasien menggatakan mau mengikuti saran dari perawat serta didapatkan data obyektif pasien tampak tenang dalam beristirahat, pada pukul 17.10 mengkolaborasikan dengan tim dokter untuk pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jam dan data obyektif pasien tampak kesakitan dimasukan cofetaxime per intra vena dan pasien tampak lemas setelah dimasukan obat. Implementasi pada diagnosa kedua hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot yaitu pada pukul 12.15 dilakukan tindakan mengajarkan pasien untuk melakukan latihan ROM dan didapatkan data obyektif pasien tampak mau mengikuti gerakan dari perawat, pada pukul 13.10 dilakukan tindakan membantu pasien untuk alih baring dan didapatkan data obyektif pasien mau mengikuti tirah baring dan pasien miring 58 kekanan dan kekiri selama 5 menit, pada pukul 13.45 dilakukan tindakan mengedukasikan kepada pasien tentang perlunya melakukan ROM dan alih baring didapatkan data subyektif keluarga pasien mengatakn tampak mau mengajarkan pasien, pada pukul 17.10 berkolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jam dengan data obyektif pasien tampak kesakitan dimasukan cefotaxime per intra vena dan pasien tampak lemas setelah dimasukan obat. Implementasi pada diagnosa ketiga hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat, pada pukul 14.00 dilakukan tindakan memberikan dorongan kepada pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk mengulangi permintaan dan diperoleh data obyektif, pasien tampak mau berkomunikasi secara perlahan. Pada pukul 14.25 dilakukan tindakan edukasi kepada keluarga secara teratur untuk memberi stimulus komunikasi dan diperoleh keluarga tampak mau mengajarkan. Pada pukul 17.10 kolaborasikan dengan tim dokter untuk pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jam, data obyektif pasien kesakitan dimasukan cefotaxime per intra vena dan pasien tampak lemas setelah dimasukan obat. Implementasi pada diagnosa keempat ansietas berhubungan dengan status kesehatan pada pukul 14.15 dilakukan tindakan mengkaji tingkat depresi menggunakan HRS-D sebelum diberikan terapi diperoleh data obyektif pasien tampak melamun dan score depresi 27 yaitu masuk kedalam depresi sedang. Pada pukul 15.30 dilakukan tindakan memberikan terapi 59 musik klasik Beethoven ludwing, yanni, vivaldi selama 90 menit dan di peroleh data obyektif, pasien tampak rileks serta pasien tertidur pulas, pada pukul 17.00 dilakukan tindakan pengkajian tingkat depresi pasien menggunakan HRS-D setelah diberikan terapi diperoleh data obyektif pasien tampak rileks dan score depresi setelah diberikan terapi musik 21 yaitu termasuk kedalam depresi ringan. Pada pukul 17.15 dilakukan tindakan mengkolaborasikan dengan tim dokter untuk pemberian terapi cefitaxime 1 gr/12 jam didapatkan data obyektif pasien tampak kesakitan dimasukan cefotaxime per intra vena dan pasien tampak lemas. Pada pukul 18.15 dilakukan tindakan mengedukasikan kepada keluarga pasien dan memberikan dukungan support didapatkan data subyektif keluarga pasien mengatakan akan selalu memberi dukungan kepada pasien dan data obyektif diperoleh keluarga tampak mensuport. TindakanImplementasi yang dilakukan pada hari kamis tanggal 7 Januari 2016 pada diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hipertensi yaitu pukul 11.10 WIB adalah mengobservasi tanda-tanda vital pasien didapatkan data obyektif pasien tampak tenang dengan tanda-tanda vital: TD= 201/108 mmHg, N= 84 kali/menit, RR= 20 kali/menit, S= 36,5oC. pukul 11.30 dilakukan tindakan mengobservasi keluhan utama pasien didapatkan data obyektif keadaan umum pasien lemah dan pasien tampak pucat, pada pukul 14.00 dilakukan tindakan edukasi kepada keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang dan membatasi pengunjung, didapatlkan data subyektif keluarga pasien menggatakan mau 60 mengikuti saran dari perawat serta didapatkan data obyektif pasien tampak tenang dalam beristirahat, pada pukul 17.10 mengkolaborasikan dengan tim dokter untuk pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jam dan data obyektif pasien tampak kesakitan dimasukan cofotaxime per intra vena dan pasien tampak lemas setelah dimasukan obat. Implementasi pada diagnosa kedua hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot yaitu pada pukul 12.15 dilakukan tindakan mengajarkan pasien untuk melakukan latihan ROM dan didapatkan data obyektif pasien tampak mau mengikuti gerakan dari perawat, pada pukul 13.10 dilakukan tindakan membantu pasien untuk alih baring dan didapatkan data obyektif pasien mau mengikuti tirah baring dan pasien miring kekanan dan kekiri selama 5 menit, pada pukul 13.45 dilakukan tindakan mengedukasikan kepada pasien tentang perlunya melakukan ROM dan alih baring didapatkan data subyektif keluarga pasien mengatakn tampak mau mengajarkan pasien, pada pukul 17.10 berkolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jam dengan data obyektif pasien tampak kesakitan dimasukan cefotaxime per intra vena dan pasien tampak lemas setelah dimasukan obat. Implementasi pada diagnosa ketiga hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat, pada pukul 14.00 dilakukan tindakan memberikan dorongan kepada pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk mengulangi permintaan dan diperoleh data obyektif, pasien tampak mau berkomunikasi secara perlahan. 61 Pada pukul 14.25 dilakukan tindakan edukasi kepada keluarga secara teratur untuk memberi stimulus komunikasi dan diperoleh keluarga tampak mau mengajarkan. Pada pukul 17.10 kolaborasikan dengan tim dokter untuk pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jm, data obyektif pasien kesakitan dimasukan cefotaxime per intravena dan pasien tampak lemas setelah dimasukan obat. Implementasi pada diagnosa keempat ansietas berhubungan dengan status kesehatan pada pukul 14.15 dilakukan tindakan mengkaji tingkat depresi menggunakan HRS-D sebelum diberikan terapi diperoleh data obyektif pasien tampak melamun dan score depresi 21 yaitu masuk kedalam depresi sedang. Pada pukul 15.30 dilakukan tindakan memberikan terapi musik klasik Beethoven ludwing, yanni, vivaldi selama 90 menit dan di peroleh data obyektif, pasien tampak rileks serta pasien tertidur pulas, pada pukul 17.00 dilakukan tindakan pengkajian tingkat depresi pasien menggunakan HRS-D setelah diberikan terapi diperoleh data obyektif pasien tampak rileks dan score depresi setelah diberikan terapi musik 18 yaitu termasuk kedalam depresi ringan. Pada pukul 18.15 dilakukan tindakan mengedukasikan kepada keluarga pasien dan memberikan dukungan support didapatkan data subyektif keluarga pasien mengatakan akan selalu memberi dukungan kepada pasien dan data obyektif diperoleh keluarga tampak mendukung. 62 E. Evaluasi Pada hari senin tanggal 4 Januari 2016 pukul 12.55 WIB diagnosa pertama resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hipertensi dengan metode SOAP, data obyektif yang didapat pasien tampak lemas dan pasien tampak pucat. Analisa masalah belum teratasi, planning yang akan dilakukan melanjutkan intervensi dengan observasi tanda-tanda vital, observasi keadaan umum pasien, edukasi kepada keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang dan membatasi pengunjung, mengkolaborasikan dengan tim dokter untuk memberikan obat. Evaluasi pada diagnosa kedua hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot pada pukul 13.25 dengan metode SOAP, data obyektif yang didapat pasien tampak lemah dan pasien tampak lemah dan pasien terbaring lemah diatas bed. Analisa masalah belum teratasi. Planning yang akan dilakukan melanjutkan intervensi dengan observasi respon fisik, mengajarkan pasien untuk melakukan latihan ROM, membantu pasien untuk melakukan alih baring, mengajarkan pasien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang. Evaluasi diagnosa ketiga pada pukul 14.50 WIB hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan saraf pusat dengan metode SOAP, data obyektif yang didapat pasien tampak diam tidak berbicara dan bicara pasien pelo.Analisa masalah verbal belum teratasi. Planning yang akan dilakukan melanjutkan intervensi, observasi keadaan umum pasien, mendorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk 63 mengulangi permintaan, mengedukasi kepada keluarga secara teratur untuk memberikan stimulus komunikasi. Evaluasi diagnosa keempat pada pukul 17.00 WIB ansietas berhubungan dengan status kesehatan dengan metode SOAP, data obyektif yang didapat pasien tampak melamun dan pasien tampak terdiam.Analisa yang dapat diambil masalah belum teratasi. Planning yang akan dilakukan melanjutkan intervensi dengan mengkaji tingkat stres pada pasien menggunakan HRS-D, memberikan terapi musik klasik selama 90 menit, mengkolaborasikan pada keluarga pasien dalam memberikan dukungan support. Pada hari selasa tanggal 5 Januari 2016 pukul 13.15 WIB diagnosa pertama resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hipertensi dengan metode SOAP, data obyektif yang didapat pasien tampak lemas dan pasien tampak pucat. Analisa masalah belum teratasi, planning yang akan dilakukan melanjutkan intervensi dengan observasi tanda-tanda vital, observasi keadaan umum pasien, edukasi kepada keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang dan membatasi pengunjung, mengkolaborasikan dengan tim dokter untuk memberikan obat. Evaluasi pada diagnosa kedua hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot pada pukul 14.10 WIB dengan metode SOAP, data obyektif yang didapat pasien tampak lemah dan pasien tampak lemah dan pasien terbaring lemah diatas bed.Analisa masalah belum teratasi. Planning yang akan dilakukan melanjutkan intervensi dengan observasi 64 respon fisik, mengajarkan pasien untuk melakukan latihan ROM, membantu pasien untuk melakukan alih baring, mengajarkan pasien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang. Evaluasi diagnosa ketiga pada pukul 14.30 WIB hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan saraf pusat dengan metode SOAP, data obyektif yang didapat pasien tampak diam tidak berbicara dan bicara pasien pelo.Analisa masalah verbal belum teratasi. Planning yang akan dilakukan melanjutkan intervensi, observasi keadaan umum pasien, mendorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk mengulangi permintaan, mengedukasi kepada keluarga secara teratur untuk memberikan stimulus komunikasi. Evaluasi diagnosa keempat pada pukul 17.45 WIB ansietas berhubungan dengan status kesehatan dengan metode SOAP, data obyektif yang didapat pasien tampak melamun dan pasien tampak terdiam.Analisa yang dapat diambil masalah belum teratasi. Planning yang akan dilakukan melanjutkan intervensi dengan mengkaji tingkat stres pada pasien menggunakan HRS-D, memberikan terapi musik klasik selama 90 menit, mengkolaborasikan pada keluarga pasien dalam memberikan dukungan support. Pada hari rabu tanggal 6 Januari 2016 pukul 12.55 WIB diagnosa pertama resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hipertensi dengan metode SOAP, data obyektif yang didapat pasien tampak lemas dan pasien tampak pucat. Analisa masalah belum teratasi, planning 65 yang akan dilakukan melanjutkan intervensi dengan observasi tanda-tanda vital, observasi keadaan umum pasien, edukasi kepada keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang dan membatasi pengunjung, mengkolaborasikan dengan tim dokter untuk memberikan obat. Evaluasi pada diagnosa kedua hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot pada pukul 13.25 dengan metode SOAP, data obyektif yang didapat pasien tampak lemah dan pasien tampak lemah dan pasien terbaring lemah diatas bed. Analisa masalah belum teratasi. Planning yang akan dilakukan melanjutkan intervensi dengan observasi respon fisik, mengajarkan pasien untuk melakukan latihan ROM, membantu pasien untuk melakukan alih baring, mengajarkan pasien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang. Evaluasi diagnosa ketiga pada pukul 14.50 WIB hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan saraf pusat dengan metode SOAP, data obyektif yang didapat pasien tampak diam tidak berbicara dan bicara pasien pelo.Analisa masalah verbal belum teratasi. Planning yang akan dilakukan melanjutkan intervensi, observasi keadaan umum pasien, mendorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk mengulangi permintaan, mengedukasi kepada keluarga secara teratur untuk memberikan stimulus komunikasi. Evaluasi diagnosa keempat pada pukul 17.00 WIB ansietas berhubungan dengan status kesehatan dengan metode SOAP, data obyektif yang didapat pasien tampak melamun dan pasien tampak terdiam.Analisa 66 yang dapat diambil masalah belum teratasi. Planning yang akan dilakukan melanjutkan intervensi dengan mengkaji tingkat stres pada pasien menggunakan HRS-D, memberikan terapi musik klasik selama 90 menit, mengkolaborasikan pada keluarga pasien dalam memberikan dukungan support. Pada hari kamis tanggal 7 Januari 2016 pukul 12.00 WIB diagnosa pertama resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hipertensi dengan metode SOAP, data obyektif yang didapat pasien tampak lemas dan pasien tampak pucat. Analisa masalah belum teratasi, planning yang akan dilakukan melanjutkan intervensi dengan observasi tanda-tanda vital, observasi keadaan umum pasien, edukasi kepada keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang dan membatasi pengunjung, mengkolaborasikan dengan tim dokter untuk memberikan obat. Evaluasi pada diagnosa kedua hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot pada pukul 13.55 WIB dengan metode SOAP, data obyektif yang didapat pasien tampak lemah dan pasien tampak lemah dan pasien terbaring lemah diatas bed.Analisa masalah belum teratasi. Planning yang akan dilakukan melanjutkan intervensi dengan observasi respon fisik, mengajarkan pasien untuk melakukan latihan ROM, membantu pasien untuk melakukan alih baring, mengajarkan pasien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang. Evaluasi diagnosa ketiga pada pukul 14.10 WIB hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan saraf pusat dengan metode SOAP, 67 data obyektif yang didapat pasien tampak diam tidak berbicara dan bicara pasien pelo.Analisa masalah verbal belum teratasi. Planning yang akan dilakukan melanjutkan intervensi, observasi keadaan umum pasien, mendorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk mengulangi permintaan, mengedukasi kepada keluarga secara teratur untuk memberikan stimulus komunikasi. Evaluasi diagnosa keempat pada pukul 17.15 WIB ansietas berhubungan dengan status kesehatan dengan metode SOAP, data obyektif yang didapat pasien tampak melamun dan pasien tampak terdiam.Analisa yang dapat diambil masalah belum teratasi. Planning yang akan dilakukan melanjutkan intervensi dengan mengkaji tingkat stres pada pasien menggunakan HRS-D, memberikan terapi musik klasik selama 90 menit, mengkolaborasikan pada keluarga pasien dalam memberikan dukungan support. BAB V PEMBAHASAN Pada bab ini, penulis membahas tentang aplikasi jurnal pengaruhpemberianterapimusikklasikterhadappenurunantingkatdepresipadapasien stroke non hemoragikyang dilaksanakan 4 hari, mulai dari tanggal 4 Januari 2016 sampai 7 Januari 2016 di ruang Anyelir di Rumah Sakit Umum Daerah Wonogiri. Pembahasan melitputi: pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien Ny. H dengan stroke non hemoragikdi ruang Anyelir Rumah Sakit Umum Daerah Wonogiri sesuai tahapan proses keperawatan yang meliputi: pengkajian diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi serta dilengkapi pembahasan dokumentasi keperawatan. A. Pengkajian Pengkajian adalah proses mengumpulkan data relevan yang kontinue tentang respon manusia, status kesehatan, kekuatan, dan masalah pasien. Tujuan dari pengkajian adalah untuk memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan pasien, menentukan masalah keperawatan dan kesehatan pasien, membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langkah-langkah berikutnya (Dermawan, 2012). Pengkajian terhadap Ny. H dengan stroke non hemoragik diruang Anyelir Rumah Sakit Umum Daerah Wonogiri menggunakan metode auotoanamnesa dan alloanamnesa, dimulai dari biodata pasien, riwayat 68 69 kesehatan, pengkajian pola kesehatan gordon, pengkajian fisik, dan di dukung dengan hasil laboratorium dan hasil pemeriksaan penunjang. Metode dalam mengumpulkan data adalah observasi yaitu, dengan mengamati perilaku dan keadaan pasien untuk memperoleh data tentang masalah-masalah yang dialami pasien.Data dasar tersebut digunakan untuk menentukan diagnosis keperawatan untuk mengatasi masalah-masalah pasien (Dermawan, 2012). Pengkajian dilakukan pada pasien Ny. H pada tanggal 4 Januari 2016 dengan diagnosa medis stroke non hemoragik. SNH adalah merupakan proses terjadinyaiskemia akibat emboli serebralbiasanyaterjadisetelah dan lama thrombosis beristirahat, barubanguntidurataudipagiharidantidakterjadiperdarahan, namunterjadiiskemia yang menimbulkanhipoksiadanselanjutnyadapattimbul oedema sekunder. (Arif Muttaqin,2008). Keluhan umum yang dirasakan pada Ny.H adalah kelemahan anggota gerak sebelah kanan atau hemiparase dekstra, pusing atau nyeri kepala, dan bicara pelo. Hal ini disebabkan karena gangguan motor neuron atas yang dapat mengakibatkan kehilangan control volunter terhadap gerakan motorik, karena neuron motor atas melintas. Gangguan control volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakan neuron motor atas yang berlawanan dari otak. Disfungsi motor yang paling umum adalah hemiplegia (kelemahan pada salah satu sisi tubuh). (Smeltzer, 2002). Data yang mendukung dimana dalam kasus keluhan utama pasien adalah kelemahan anggota gerak sebelah kanan dengan nilai kekuatan 70 anggota gerakkanan 2 dan kekuatan anggota gerak kiri 5, ROM kanan pasif ROM kiri aktif, capillary refile 2 detik, tidak ada perubahan bentuk tulang, perabaan akral hangat. Ekstremitas bawah kekuatan otot kanan 2, kekuatan otot kiri 5.ROM kanan pasif ROM kiri aktif. Adapun penilaiannya yaitu derajat 0: tidak ada kontraksi otot, 1: kontraksi otot dapat dipalpasi tetapi tanpa gerakan persendian, 2: otot hanya mampu melawan gaya gravitasi (gerakan pasif), 3: otot hanya mampu melawan gravitasi, 4: kekuatan otot mampu menggerakan persendian dengan melawan gaya gravitasi, mampu melawan dengan gaya sedang, 5: kekuatan otot normal (Weinstock, 2010). Pada Ny. H hasil pengkajian pemerikasaan fisik kesadaran somnolen eye 4 mata membuka spontan, pada pengkajian verbal didapatkan nilai 3 mengulang kata-kata yang tidak tepat secara acak, pada pengkajian motorik nilai 6 bereaksi terhadap terhadap perintah verbal. Tingkat kesadaran atau GCS (Eye, Verbal, Motorik) dapat diukur dengan skala koma Glosgowyaitu Eye: 1: (tidak membuka mata tehadap rangsangan), 2: (mata terbuka terhadap rangsangan nyeri), 3: (mata terbuka terhadap perintah verbal), 4: (mata terbuka spontan). Verbal: 1: (tidak ada respon), 2: (mengerang atau merintih), 3: (mengulang kata-kata yang tidak tepat secara acak), 4: (disorientasi dan bingung), 5: (orientasi baik dan mampu berbicara). Motorik: 1: (tidak berespon hanya berbaring lemah), 2: (membentuk posisi deserebrasi), 3: (membentuk dekortikasi), 4: (fleksi dan menarik dari rangsangan nyeri), 5 : (mengidentifikasi nyeri yang terlokalisasi nyeri), 6: (bereaksi terhadap perintah verbal), (Weinstock, 2013). 71 Pengertian Glasgow Coma Scale adalah skala yang digunakan untuk mengukur tingkat kesadaran pasien, apakah pasien itu dalam keadaan coma ataukah tidak, dengan menilai respon pasien terhadap rangsang yang kita berikan.Seorang tenaga kesehatan harus dapat mengukur nilai Glasgow Coma Scale (GCS) dengan benar, tepat & cepat (FKUI, 2006). Pengkajian pola mekanisme koping didapatkan hasil, keluarga pasien mengatakan sebelum sakit jika pasien ada masalah dia selalu bercerita dengan keluarganya, Pasien terlihat tegang dan keluarga pasien mengatakan tidak sabar ingin cepat sembuh agar bisa beraktivitas seperti biasanya. Keluarga pasien mengatakan dia mencemaskan keadaannya apakah akan membaik atau justru semakin memburuk dan merasa stroke menekan hidupnya. Dari hasil pengkajian tersebut, pasien tengah mengalami kecemasan atau ansietas. Ansietas adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon autonum (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu). Perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman. (Herdman, T.Heater 2012) Pengkajian merupakan inti dari berfikir kritis dan pemecahan masalah klinik.Setelah mengumpulkan dan memvalidasi data subyektif dan obyektif serta menginterprestasikan data, penulis melakukan analisa data dan mengelompokkan sesuai dengan data yang didapatkan dari hasil pengkajian (Potter dan Perry, 2005). 72 Hasil pangkajian pada Ny. H didapatkan pengkajian genetalia terpasang DC.Drainase Cateteria (DC) adalah kateterisasi kandung kemih adalah: memasukan selang plastik atau karet melalui uretra ke dalam kandung kemih (Perry & Potter, 2005) B. Perumusan Masalah Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respon aktual atau potensial pasien terhadap masalah kesehatan yang perawat mempunyai lisensi dan kompeten untuk menganalisanya.Alasan untuk merumuskan diagnosa keperawatan setelah menganalisis data pengkajian adalah untuk mengidentifikasi masalah kesehatan yang melibatkan pasien dan keluarganya dan untuk memberikan arah asuhan keperawatan (Potter and Perry, 2005). Diagnosa keperawatan utama yang diangkat oleh penulis dalam pengolaan kasus Ny. H adalah resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hipertensi.Menurut NANDA (2012-2014) resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak adalah beresiko mengalami pnurunan sirkulasi jaringan otak yang dapat mengganggu kesehatan.Data hasil yang mendukung diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak mencakup data subyektif, keluarga pasien mengatakan pasien lemas dan anggota badan bagian kanan tidak bisa di gerakan. Data obyektif didapatkan data kekuatan anggota gerak kanan pasien lemah, nilai GCS E:4 V:3 M:6, hasil CT scan: embolisme, tanda-tanda vital pasien TD: 240/126 mmHg, N: 84 kali/menit 73 RR: 20 kali/menit, S: 36.6oC. Penulis memprioritaskan diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berdasarkan tingkat kegawatdaruratan dimana circulation mengalami gangguan serta disability (Potter dan Perry, 2005). Diagnosa keperawatan kedua yang diangkat oleh penulis hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan adalah kekuatan otot.Definisi keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah dengan batasan karateristik kesulitan membolak-balik posisi, keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus, keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar.(Herdman, T. Heather 2012). Data yang mendukung diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik meliputi data subyektif keluarga pasien mengatakan anggota gerak bagian kanan pasien tidak bisa digerakan.Data obyektif yang didapatkan hasil pasien tampak terbaring lemas, makan disuapin anaknya, berpakaian dan toileting dibantu keluarganya, kekuatan otot kanan yaitu 2 dan kekuatan otot kiri 5.Penulis memprioritaskan diagnosa hambatan mobilitas fisik sebagai diagnosa kedua setelah resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak, karena hambatan mobilitas fisik tidak bersifat urgent (Potter dan Perry 2005). Diagnosa ketiga yang diangkat oleh perawat yaitu hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat.Definisi penurunan kelambatan atau ketiadaan kemampuan untuk menerima, memproses, mengirim, dan/atau menggunakan sistem symbol batasan 74 karakteristiknya pelo (Herdman, T. Heather 2012).Diagnosa ini muncul karena pada saat dilakukan pengkajian pada Ny. H ditemukan data-data yang menunjang seperti data subyektif keluarga pasien mengatakan bicara pasien tidak jelas. Data obyektif didapatkan hasil bicara pasien tidak jelas nilai verbal pasien 3, pasien kooperatif.Berdasarkan tanda dan gejala yang ditunjukan Ny. H penulis mengangkat diagnosa keperawatan hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat sebagai diagnosa ketiga karena tidak bersifat urgent. (Potter dan Perry 2005) Diagnosa keperawatan yang keempat yang diangkat oleh perawat yaitu ansietas berhubungan dengan status kesehatanadalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respons autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu), perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman.Batasan karakteristik diagnosa keperawatan ansietas: kontak mata yang buruk, mengekspresikan kekhawatiran karena perubahan dalam peristiwa hidup.Diagnosa ini muncul karena ditemukannya data-data penunjang pada Ny. H saat dilakukan pengkajian, data-data tersebut diantaranya data subyektif pasien keluarga pasien mengatakan pasien tampak diam dan sering melamun. Data obyektif pasien tampak tidak tenang, cemas, score HRS-D = 32 (depresi sedang). Menurut kebutuhan Maslow ansietas masuk dalam kebutuhan prioritas keempat kebutuhan ego. Penulis memprioritaskan 75 diagnosa ansietas sebagai diagnosa keempat setelah hambatan komunikasi verbal berrhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat. Penulis mengangkat diagnosa tersebut karena menyangkut program rehabilitasi medik yang akan penulis terapkan yaitu pemberian terapi musik klasik. C. Intervensi Keperawatan Perencanaan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu yang akan dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan akan dilakukan, dan siapa yang akan melakukan dari semua tindakan keperawatan. Tujuanya adalah untuk mengidentifkasi fokus keperawatan kepada pasien atau kelompok, untuk membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi kesehatan lain, untuk menyediakan suatu kriteria guna pengulangan dan evaluasi keperawatan, untuk menyediakan kriteria dan klasifikasi pasien (Dermawan, 2012). Setelah mengkaji mendiagnosa dan menetapkan prioritas tentang kebutuhan perawatan kesehatan pasien, penulis merumuskan tujuan dan kriteria hasil. Tujuan yang penulis susun sesuai dengan teori yang ada pada buku fundamental keperawatan Potter dan Perry (2005), mengacu pada 7 faktor: berpusat pada pasien, faktor tunggal menunjukan hanya satu respon pasien, faktor yang dapat diamati perubahan yang dapat diamati dapat terjadi dalam temuan fisiologis, tingkat pengetahuan pasien dan perilaku, faktor yang dapat diukur, faktor batasan waktu serta tujuan dari hasil yang diharapkan menunjukan kapan respon yang diharapkan akan terjadi, faktor mutual, faktor 76 realistik tujuan dan hasil yang diharapkan singkat dan realistik. Berdasarkan diagnosa yang telah penulis rumuskan dengan menyesuaikan dengan prioritas permasalahan, penulis menyusun intervensi sebagai berikut : Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hipertensi.Intervensi keperawatan untuk diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hipertensi, penulis mempunyai tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan perfusi jaringan otak dapat tercapai dengan kriteria hasil ttv pasien dalam rentan normal (Wilkinson, 2011), kekuatan otot dari 2 menjadi 3. Rencana tindakan dalam mengatasi masalah keperawatan adalah observasi tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien untuk mengetahui perkembangan pasien, ajarkan pasien untuk relaksasi dan beri posisi nyaman tidur tanpa bantal jika merasa pusing untuk memberikan pasien dalam suasana rileks dan nyaman, edukasi kepada keluarga untuk menciptakan lingkungan tenang dan batasi pengunjung rangsangan aktifitas dapat meningkatkan tekanan intracranial, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi agar pasien cepat sembuh. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot Masalah keperawatan yang kedua adalah hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, penulis mempunyai tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam masalah hambatan mobilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil: kemampuan aktifitas pasien meningkat, pasien dapat berpindah tempat tanpa bantuan, kekuatan otot dari 2 menjadi 3. Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi 77 masalah tersebut adalah dengan observasi tanda–tanda vital dan observasi respon fisik untuk mengtahui perkembangan pasien dan respon fisik yang meningkat menunjukan perkembangan aktivitas, ajarkan pasien untuk melakukan latihan ROM dan bantu pasien untuk alih baring agar dapat memenuhi kebutuhan aktivitas, dan alih baring untuk menghindari dekubitus, ajarkan pasien untuk membuat jadwal latihan di waktu luang, untuk membantu aktivitas pasien, edukasi kepada keluarga pasien tentang perlunya melakukan ROM dan alih baring, untuk membantu memenuhi kebutuhhan aktivitas dan melatih otot kaku, kolaborasi dengan tenaga rehabilitas medik dalam merencanakan program terapi yang tepat. Hambatan komunikaasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat.Masalah keperawatan yang ke tiga adalah hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat, penulis mempunyai tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam dapat teratasi dengan kriteria hasil kemampuan komunikasi pasien baik, dapat bebicara dengan baik dari 3 menjadi 4. Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah tersebut adalah observasi tanda-tanda vital dan observasi keadaan umum pasien untuk mengetahui perkembangan pasien, dorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan mengulangi permintaan, untuk mengajarkan pasien berbicara secara perlahan, edukasi dengan keluarga secara teratur memberikan stimulus komunikasi, untuk memberikan semangat pada pasien, kolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian terapi agar pasien cepat sembuh. 78 Ansietas berhubungan dengan status kesehatan.Masalah keperawatan yang ke empat adalah ansietas berhubungan dengan status kesehatan, penulis mempunyai tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam ansietas dapat teratasi dengan kritria hasil depresi berkurang mengukur menggunakan HRS-D dari 32 menjadi 18, tanda-tanda vital dalam rentan yang normal. Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan kaji tingkat depresipada pasien untuk mengetahui tingkat depresi berikan terapi musik klasik selama 90 menit untuk menurunkan kecemasan (Suryana, 2012, hlm.15).Edukasi kepada keluarga pasien dalam memberikan dukungan suport agar pasien mempunyai semangat untuk sembuh, kolaborasikan dengan keluarga dalam pemberian dukungan untuk menurunkan kecemasan. (Wilkinson,2011) D. Implementasi Keperawatan Implementasi adalah serangkaian pelaksanaan rencana tindakan keperawatan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil dalam rentang yang diharapkan (Dermawan, 2012). Proses implementasi penulis mengkaji kembali pasien, memodifikasi rencana asuhan, dan menuliskan kembali hasil yang diharapkan sesuai dengan kebutuhan. Komponen implementasidan proses keperawatan mempunyai lima tahap: mengkaji ulang, menelaah dan memodifikasi rencana asuhan yang 79 sudah ada, mengidentifikasi area bantuan, mengimplementasikan intervensi keperawatan, dan mengkomunikasikan intervensi (Potter dan Perry, 2005). Implementasi yang dilakukan pada hari senin 4 Januari 2016 pada diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hipertensi yaitu pukul 11.30 WIB adalah mengobservasi tanda-tanda vital pasien didapatkan data obyektif pasien tampak tenang dengan tanda-tanda vital: TD= 220/110 mmhg, N= 80 kali/menit, RR= 20 kali/menit, S= 36,6oC. Hipertensi biasanya tidak mengalami gejala dan tanda, dengan hal tersebut mengapa sangat penting untuk melakukan pemeiksaan tekanan darah secara rutin. Tekanan darah tinggi akan merusak pembuluh-pembuluh darah karena tekanan yang tinggi pada pembuluh darah, dan akan menaikan resiko serangan stroke (Darmawan, 2012). Pukul 12.15 dilakukan tindakan mengobservasi keluhan utama pasien didapatkan data obyektif keadaan umum pasien lemah dan pasien tampak pucat, pada pukul 12.45 dilakukan tindakan edukasi kepada keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang dan membatasi pengunjung, didapatlkan data subyektif keluarga pasien menggatakan mau mengikuti saran dari perawat serta didapatkan data obyektif pasien tampak tenang dalam beristirahat, pada pukul 17.10 mengkolaborasikan dengan tim dokter untuk pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jam dan data obyektif pasien tampak kesakitan dimasukan cofetaxime per intra vena dan pasien tampak lemas setelah dimasukan obat. Implementasi pada diagnosa kedua hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot yaitu pada pukul 13.00 80 dilakukan tindakan mengajarkan pasien untuk melakukan latihan ROM, ROM adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif. Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & perry, 2005) dan didapatkan data obyektif pasien tampak mau mengikuti gerakan dari perawat, pada pukul 13.15 dilakukan tindakan membantu pasien untuk alih baring dan didapatkan data obyektif pasien mau mengikuti tirah baring dan pasien miring kekanan dan kekiri selama 5 menit, pada pukul 13.20 dilakukan tindakan mengedukasikan kepada pasien tentang perlunya melakukan ROM dan alih baring didapatkan data subyektif keluarga pasien mengatakn tampak mau mengajarkan pasien, pada pukul 17.00 berkolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jam dengan data obyektif pasien tampak kesakitan dimasukan cefotaxime per intra vena dan pasien tampak lemas setelah dimasukan obat. Implementasi pada diagnosa ketiga hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat, pada pukul 13.30 dilakukian tindakan memberikan dorongan kepada pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk mengulangi permintaan dan diperoleh data obyektif, pasien tampak mau berkomunikasi secara perlahan. Pada pukul 13.45 dilakukan tindakan edukasi kepada keluarga secara teratur 81 untuk memberi stimulus komunikasi dan diperoleh keluarga tampak mau mengajarkan. Pada pukul 17.10 kolaborasikan dengan tim dokter untuk pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jm, data obyektif pasien kesakitan dimasukan cefotaxime per intravena dan pasien tampak lemas setelah dimasukan obat. Implementasi pada diagnosa keempat ansietas berhubungan dengan status kesehatan pada pukul 14.00 dilakukan tindakan mengkaji tingkat depresi menggunakan HRS-D sebelum diberikan terapi diperoleh data obyektif pasien tampak melamun dan score depresi 32 yaitu masuk kedalam depresi sedang. Pada pukul 14.20 menganjurkan pasien untuk diberikan terapi musik klasik untuk menurunkan tingkat depresi pada pasien dan di peroleh data obyektif, keluarga pasien dan pasien tampak mau mengikuti anjuran dan saran dari perawat. Salah satu upaya untuk mengatasi depresi pada penderita storke dengan terapi alternatif untuk menurunkan depresi pada pasien stroke yaitu dengan memberikan terapi musik. Terapi musik adalah suatu proses yang terencana bersifat preventif dalam usaha penyembuhan terhadap penderita yang mengalami hambatan dalam pertumbuhannya baik fisik, motorik, sosial, emosional, maupun mental intelegency (Suryana, 2012, hlm.15). Musik memiliki kekuatan untuk mengobati penyakit dan meningkatkan kemampuan pikiran seseorang.Ketika musik diterapkan menjadi sebuah terapi, musik dapat meningkatkan, memulihkan, dan memelihara kesehatan fisik, mental, emosional, sosial dan spiritual.Hal in idisebabkan musik memiliki beberapa kelebihan, yaitu karena musik bersifat 82 nyaman, menenangkan, membuat rileks, berstruktur, dan universal (Eka, 2011). Pada pukul 15.30 dilakukan tindakan mengedukasikan kepada keluarga pasien dan memberikan dukungan support didapatkan data subyektif keluarga pasien mengatakan akan selalu memberi dukungan kepada pasien dan data obyektif diperoleh keluarga tampak mensuport. Tindakan Implementasi yang dilakukan pada hari selasa tanggal 5 Januari 2016 pada resiko ketidakefektifan perfusi jaaringan otak berhubungan dengan hipertensi yaitu pukul 12.00 WIB adalah mengobservasi tanda-tanda vital pasien didapatkan data obyektif pasien tampak tenang dengan tandatanda vital: TD= 208/121 mmhg, N= 82 kali/menit, RR= 20 kali/menit, S= 36,5oC. pukul 12.15 dilakukan tindakan mengobservasi keluhan utama pasien didapatkan data obyektif keadaan umum pasien lemah dan pasien tampak pucat, pada pukul 13.10 dilakukan tindakan edukasi kepada keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang dan membatasi pengunjung, didapatlkan data subyektif keluarga pasien menggatakan mau mengikuti saran dari perawat serta didapatkan data obyektif pasien tampak tenang dalam beristirahat, pada pukul 17.15 mengkolaborasikan dengan tim dokter untuk pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jam dan data obyektif pasien tampak kesakitan dimasukan cofetaxime per intra vena dan pasien tampak lemas setelah dimasukan obat. Implementasi pada diagnosa kedua hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot yaitu pada pukul 12.45 83 dilakukan tindakan mengajarkan pasien untuk melakukan latihan ROM dan didapatkan data obyektif pasien tampak mau mengikuti gerakan dari perawat, pada pukul 13.45 dilakukan tindakan membantu pasien untuk alih baring dan didapatkan data obyektif pasien mau mengikuti tirah baring dan pasien miring kekanan dan kekiri selama 5 menit, pada pukul 14.00 dilakukan tindakan mengedukasikan kepada pasien tentang perlunya melakukan ROM dan alih baring didapatkan data subyektif keluarga pasien mengatakan tampak mau mengajarkan pasien, pada pukul 17.15 berkolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jam dengan data obyektif pasien tampak kesakitan dimasukan cefotaxime per intra vena dan pasien tampak lemas setelah dimasukan obat. Implementasi pada diagnosa ketiga hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat, pada pukul 14.15 dilakukan tindakan memberikan dorongan kepada pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk mengulangi permintaan dan diperoleh data obyektif, pasien tampak mau berkomunikasi secara perlahan. Pada pukul 14.25 dilakukan tindakan edukasi kepada keluarga secara teratur untuk memberi stimulus komunikasi dan diperoleh keluarga tampak mau mengajarkan. Pada pukul 17.15 kolaborasikan dengan tim dokter untuk pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jm, data obyektif pasien kesakitan dimasukan cefotaxime per intravena dan pasien tampak lemas setelah dimasukan obat. 84 Implementasi pada diagnosa keempat ansietas berhubungan dengan status kesehatan pada pukul 14.30 dilakukan tindakan mengkaji tingkat depresi menggunakan HRS-D sebelum diberikan terapi diperoleh data obyektif pasien tampak melamun dan score depresi 32 yaitu masuk kedalam depresi sedang. Pada pukul 15.45 dilakukan tindakan memberikan terapi musik klasik Beethoven ludwing, yanni, vivaldi selama 90 menit dan di peroleh data obyektif, pasien tampak rileks serta pasien tertidur pulas, pada pukul 17.20 dilakukan tindakan pengkajian tingkat depresi pasien menggunakan HRS-D setelah diberikan terapi diperoleh data obyektif pasien tampak rileks dan score depresi setelah diberikan terapi musik 31 yaitu termasuk kedalam depresi sedang. Pada pukul 17.15 dilakukan tindakan mengkolaborasikan dengan tim dokter untuk pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jam didapatkan data obyektif pasien tampak kesakitan dimasukan cefotaxime per intra vena dan pasien tampak lemas. Pada pukul 18.15 dilakukan tindakan mengedukasikan kepada keluarga pasien dan memberikan dukungan support didapatkan data subyektif keluarga pasien mengatakan akan selalu memberi dukungan kepada pasien dan data obyektif diperoleh keluarga tampak mensuport. Tindakan Implementasi yang dilakukan pada hari rabu tanggal 6 Januari 2016 pada diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hipertensi yaitu pukul 11.00 WIB adalah mengobservasi tanda-tanda vital pasien didapatkan data obyektif pasien tampak tenang dengan tanda-tanda vital: TD= 201/108 mmHg, N= 84 kali/menit, RR= 20 85 kali/menit, S= 36,5oC. pukul 11.45 dilakukan tindakan mengobservasi keluhan utama pasien didapatkan data obyektif keadaan umum pasien lemah dan pasien tampak pucat, pada pukul 13.30 dilakukan tindakan edukasi kepada keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang dan membatasi pengunjung, didapatlkan data subyektif keluarga pasien menggatakan mau mengikuti saran dari perawat serta didapatkan data obyektif pasien tampak tenang dalam beristirahat, pada pukul 17.10 mengkolaborasikan dengan tim dokter untuk pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jam dan data obyektif pasien tampak kesakitan dimasukan cofetaxime per intra vena dan pasien tampak lemas setelah dimasukan obat. Implementasi pada diagnosa kedua hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot yaitu pada pukul 12.15 dilakukan tindakan mengajarkan pasien untuk melakukan latihan ROM dan didapatkan data obyektif pasien tampak mau mengikuti gerakan dari perawat, pada pukul 13.10 dilakukan tindakan membantu pasien untuk alih baring dan didapatkan data obyektif pasien mau mengikuti tirah baring dan pasien miring kekanan dan kekiri selama 5 menit, pada pukul 13.45 dilakukan tindakan mengedukasikan kepada pasien tentang perlunya melakukan ROM dan alih baring didapatkan data subyektif keluarga pasien mengatakn tampak mau mengajarkan pasien, pada pukul 17.10 berkolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jam dengan data obyektif pasien tampak kesakitan dimasukan cefotaxime per intra vena dan pasien tampak lemas setelah dimasukan obat. 86 Implementasi pada diagnosa ketiga hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat, pada pukul 14.00 dilakukan tindakan memberikan dorongan kepada pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk mengulangi permintaan dan diperoleh data obyektif, pasien tampak mau berkomunikasi secara perlahan. Pada pukul 14.25 dilakukan tindakan edukasi kepada keluarga secara teratur untuk memberi stimulus komunikasi dan diperoleh keluarga tampak mau mengajarkan. Pada pukul 17.10 kolaborasikan dengan tim dokter untuk pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jam, data obyektif pasien kesakitan dimasukan cefotaxime per intra vena dan pasien tampak lemas setelah dimasukan obat. Implementasi pada diagnosa keempat ansietas berhubungan dengan status kesehatan pada pukul 14.15 dilakukan tindakan mengkaji tingkat depresi menggunakan HRS-D sebelum diberikan terapi diperoleh data obyektif pasien tampak melamun dan score depresi 27 yaitu masuk kedalam depresi sedang. Pada pukul 15.30 dilakukan tindakan memberikan terapi musik klasik Beethoven ludwing, yanni, vivaldi selama 90 menit dan di peroleh data obyektif, pasien tampak rileks serta pasien tertidur pulas, pada pukul 17.00 dilakukan tindakan pengkajian tingkat depresi pasien menggunakan HRS-D setelah diberikan terapi diperoleh data obyektif pasien tampak rileks dan score depresi setelah diberikan terapi musik 21 yaitu termasuk kedalam depresi ringan. Pada pukul 17.15 dilakukan tindakan mengkolaborasikan dengan tim dokter untuk pemberian terapi cefitaxime 87 1gr/12 jam didapatkan data obyektif pasien tampak kesakitan dimasukan cefotaxime per intra vena dan pasien tampak lemas. Pada pukul 18.15 dilakukan tindakan mengedukasikan kepada keluarga pasien dan memberikan dukungan support didapatkan data subyektif keluarga pasien mengatakan akan selalu memberi dukungan kepada pasien dan data obyektif diperoleh keluarga tampak mensuport. Tindakan Implementasi yang dilakukan pada hari kamis tanggal 7 Januari 2016 pada diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hipertensi yaitu pukul 11.10 WIB adalah mengobservasi tanda-tanda vital pasien didapatkan data obyektif pasien tampak tenang dengan tanda-tanda vital: TD= 201/108 mmHg, N= 84 kali/menit, RR= 20 kali/menit, S= 36,5oC. pukul 11.30 dilakukan tindakan mengobservasi keluhan utama pasien didapatkan data obyektif keadaan umum pasien lemah dan pasien tampak pucat, pada pukul 14.00 dilakukan tindakan edukasi kepada keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang dan membatasi pengunjung, didapatlkan data subyektif keluarga pasien menggatakan mau mengikuti saran dari perawat serta didapatkan data obyektif pasien tampak tenang dalam beristirahat, pada pukul 17.10 mengkolaborasikan dengan tim dokter untuk pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jam dan data obyektif pasien tampak kesakitan dimasukan cofotaxime per intra vena dan pasien tampak lemas setelah dimasukan obat. Implementasi pada diagnosa kedua hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot yaitu pada pukul 12.15 88 dilakukan tindakan mengajarkan pasien untuk melakukan latihan ROM dan didapatkan data obyektif pasien tampak mau mengikuti gerakan dari perawat, pada pukul 13.10 dilakukan tindakan membantu pasien untuk alih baring dan didapatkan data obyektif pasien mau mengikuti tirah baring dan pasien miring kekanan dan kekiri selama 5 menit, pada pukul 13.45 dilakukan tindakan mengedukasikan kepada pasien tentang perlunya melakukan ROM dan alih baring didapatkan data subyektif keluarga pasien mengatakn tampak mau mengajarkan pasien, pada pukul 17.10 berkolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jam dengan data obyektif pasien tampak kesakitan dimasukan cefotaxime per intra vena dan pasien tampak lemas setelah dimasukan obat. Implementasi pada diagnosa ketiga hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat, pada pukul 14.00 dilakukan tindakan memberikan dorongan kepada pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk mengulangi permintaan dan diperoleh data obyektif, pasien tampak mau berkomunikasi secara perlahan. Pada pukul 14.25 dilakukan tindakan edukasi kepada keluarga secara teratur untuk memberi stimulus komunikasi dan diperoleh keluarga tampak mau mengajarkan. Pada pukul 17.10 kolaborasikan dengan tim dokter untuk pemberian terapi cefotaxime 1 gr/12 jm, data obyektif pasien kesakitan dimasukan cefotaxime per intravena dan pasien tampak lemas setelah dimasukan obat. 89 Implementasi pada diagnosa keempat ansietas berhubungan dengan status kesehatan pada pukul 14.15 dilakukan tindakan mengkaji tingkat depresi menggunakan HRS-D sebelum diberikan terapi diperoleh data obyektif pasien tampak melamun dan score depresi 21 yaitu masuk kedalam depresi sedang. Pada pukul 15.30 dilakukan tindakan memberikan terapi musik klasik Beethoven ludwing, yanni, vivaldi selama 90 menit dan di peroleh data obyektif, pasien tampak rileks serta pasien tertidur pulas, pada pukul 17.00 dilakukan tindakan pengkajian tingkat depresi pasien menggunakan HRS-D setelah diberikan terapi diperoleh data obyektif pasien tampak rileks dan score depresi setelah diberikan terapi musik 18 yaitu termasuk kedalam depresi ringan. Pada pukul 18.15 dilakukan tindakan mengedukasikan kepada keluarga pasien dan memberikan dukungan support didapatkan data subyektif keluarga pasien mengatakan akan selalu memberi dukungan kepada pasien dan data obyektif diperoleh keluarga tampak mensuport. E. Evaluasi Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan keperawata antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon perilaku pasien yang tampil. Tujuan dari evaluasi antara lain untuk menentukan perkemangan kesehatan pasien, menilai efektifitas dan efisiensi tindakan keperawatan, mendapatkan umpan balik dari respon pasien, dan sebagai tanggungjawab dan tanggunggugat dalam pelaksanaan pelayanan 90 kesehatan (Dermawan, 2012). Penulis menggunakan evaluasi formatif yaitu catatan perkembangan yang berorientasi pada masalah yang dialami klien, dengan menggunakan SOAP (Subyektif, Obyektif, Analisis, Planing) (Setiadi, 2012). Pada hari senin tanggal 4Januari 2016 pukul 12.55 WIB didapatkan hasil evaluasi sebagai berikut: data obyektif yang didapat pasien tampak lemas dan pasien tampak pucat: Analisa yang dapat diambil masalah belum teratasi: Planning yang akan dilakukan melanjutkan intervensi: observasi ttv, observasi keadaan umum pasien, edukasi kepada keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang dan membatasi pengunjung, mengkolaborasikan dengan tim dokter untuk memberikan obat. Pukul 13.25 didapatkan evaluasi sebagai berikut: data obyektif yang didapat pasien tampak lemah dan pasien terbaring lemah diatas bed: analisa yang dapat diambil masalah belum teratasi: planning yang akan dilakuan melanjutkan intervensi: observasi respon fisik, mengajarkan pasien untuk melakukan latihan ROM, membantu pasien untuk melakukan alih baring, mengajarkan pasien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang. Pukul 14.50 didapatkan evaluasi sebagai berikut: data obyektif yang didapat pasien tampak diam tidak berbicara dan bicara pasien pelo: analisa yang dapat diambil masalah verbal belum teratasi: planning yang akan dilakuan melanjutkan intervensi: observasi keadaan umum pasien, mendorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk 91 mengulangi permintaan, mengedukasikan kepada keluarga secara teratur untuk memberikan stimulus komunikasi. Pukul 17.00 didapatkan evaluasi sebagai berikut: data obyektif yang didapat pasien tampak melamun dan pasien tampak terdiam: analisa yang dapat diambil masalah belum teratasi: planning yang akan dilakuan melanjutkan intervensi: mengkaji tingkat stres pada pasien menggunakan HRS-D, memberikan terapi musik klasik selama 90 menit, mengkolaborasikan pada keluarga pasien dalam memberikan dukungan suport. Pada hari selasa tanggal 5Januari 2016 pukul 13.15 WIB didapatkan hasil evaluasi sebagai berikut: data obyektif yang didapat pasien tampak lemas dan pasien tampak pucat: Analisa yang dapat diambil masalah belum teratasi: Planning yang akan dilakukan melanjutkan intervensi: observasi ttv, observasi keadaan umum pasien, edukasi kepada keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang dan membatasi pengunjung, mengkolaborasikan dengan tim dokter untuk memberikan obat. Pukul 14.10 didapatkan evaluasi sebagai berikut: data obyektif yang didapat pasien tampak lemah berbaring diatas bed dan pasien tampak pucat; analisa yang dapat diambil masalah belum teratasi; planning yang akan dilakuan melanjutkan intervensi: observasi respon fisik, mengajarkan pasien untuk melakukan latihan ROM, membantu pasien untuk melakukan alih baring, mengajarkan klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang. 92 Pukul 14.30 didapatkan evaluasi sebagai berikut: data obyektif yang didapat pasien tampak diam tidak berbicara dan bicara pasien pelo; analisa yang dapat diambil masalah verbal belum teratasi; planning yang akan dilakuan melanjutkan intervensi: observasi keadaan umum pasien, mendorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk mengulangi permintaan, mengedukasikan kepada keluarga secara teratur untuk memberikan stimulus komunikasi. Pukul 17.45 didapatkan evaluasi sebagai berikut: data obyektif yang didapat pasien tampak melamun dan pasien tampak terdiam; analisa yang dapat diambil masalah belum teratasi; planning yang akan dilakuan melanjutkan intervensi: mengkaji tingkat stres pada pasien menggunakan HRS-D, memberikan terapi musik klasik selama 90 menit, mengkolaborasikan pada keluarga pasien dalam memberikan dukungan suport. Pada hari rabu tanggal 6Januari 2016 pukul 12.00 WIB didapatkan hasil evaluasi sebagai berikut: data obyektif yang didapat pasien tampak lemas dan pasien tampak pucat; Analisa yang dapat diambil masalah teratasi sebagian;Planning yang akan dilakukan mempertahankan intervensi: observasi ttv, observasi keadaan umum pasien, edukasi kepada keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang dan membatasi pengunjung, mengkolaborasikan dengan tim dokter untuk memberikan obat. Pukul 13.55 didapatkan evaluasi sebagai berikut: data obyektif yang didapat pasien tampak lemah dan pasien terbaring diatas bed; analisa yang 93 dapat diambil masalah teratasi sebagian; planning yang akan dilakuan mempertahankan intervensi: observasi respon fisik, mengajarkan pasien untuk melakukan latihan ROM, membantu pasien untuk melakukan alih baring, mengajarkan klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang. Pukul 14.10 didapatkan evaluasi sebagai berikut: data obyektif yang didapat pasien tampak bicara walau tidak jelas dan bicara pasien pelo; analisa yang dapat diambil masalah verbal teratasi sebagian; planning yang akan dilakuan mempertahankan intervensi: observasi keadaan umum pasien, mendorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk mengulangi permintaan, mengedukasikan kepada keluarga secara teratur untuk memberikan stimulus komunikasi. Pukul 17.15 didapatkan evaluasi sebagai berikut: data obyektif yang didapat pasien tampak tenang dan pasien tampak antusias untuk cepat sembuh dan ketegangan mulai turun dari score awal 32 yang termasuk dalam depresi sedang menjadi score 18 yang termasuk dalam depresi ringan; analisa yang dapat diambil masalah teratasi sebagian; planning yang akan dilakuan mempertahankan intervensi: mengkaji tingkat stres pada pasien menggunakan HRS-D, memberikan terapi musik klasik selama 90 menit, mengkolaborasikan pada keluarga pasien dalam memberikan dukungan suport. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dalam proses keperawatan penulis melakukan pengkajian, penentuan diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi pada asuhan keperawatan Ny.H dengan stroke non hemoragik di ruang Anyelir rumah sakit umum de. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri selama 3 hari kelolaan dengan menerapkan aplikasi pengaruh pemberian terapi musik klasik terhadap penurunan tingkat depresi pada pasien stroke non hemoragik, maka dapat ditarik kesimpulan: 1. Pengkajian Keluhan utama yang dirasakan klien pada saat dilakukan pengkajian tanggal 4 Januari 2016 pasien mengalami kelemahan anggota gerak sebelah kanan, pusing atau nyeri kepala, dan bicara pelo. Hasil pemeriksaan fisik pasien didapatkan, kondisi Ny. H kesadaran somnolen GCS E4 V3 M6.Pemeriksaan tanda-tanda vital terdiri dari tekanan darah 240/126 mmhg, nadi 84 x/menit irama teratur, respirasi rate 20 x/menit suhu 36.6oC.Yang penulis masukan dalam data pola kognitif dan perceptual. 94 95 2. Diagnosa keperawatan Hasil perumusan masalah sesuai dengan pengkajian keperawatan pada Ny. H ditegakkan diagnosa keperawatan sesuai hirarki kebutuhan dasar menurut maslow yaitu prioritas pertama resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hipertensi, kedua hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, ketiga hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat, keempat ansietas berhubungan dengan status kesehatan. 3. Intervensi keperawatan Intervensi keperawatan untuk diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hipertensi. Rencana tindakan dalam mengatasi masalah keperawatan adalah observasi tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien untuk mengetahui perkembangan pasien, ajarkan pasien untuk relaksasi dan beri posisi nyaman tidur tanpa bantal jika merasa pusing untuk memberikan pasien dalam suasana rileks dan nyaman, edukasi kepada keluarga untuk menciptakan lingkungan tenang dan batasi pengunjung rangsangan aktifitas dapat meningkatkan tekanan intracranial, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi agar pasien cepat sembuh. Masalah keperawatan yang kedua adalah hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan observasi tanda-tanda vital dan observasi respon fisik untuk mengtahui 96 perkembangan pasien dan respon fisik yang meningkat menunjukan perkembangan aktivitas, ajarkan pasien untuk melakukan latihan ROM dan bantu pasien untuk alih baring agar dapat memenuhi kebutuhan aktivitas, dan alih baring untuk menghindari dekubitus, ajarkan pasien untuk membuat jadwal latihan di waktu luang, untuk membantu aktivitas pasien, edukasi kepada keluarga pasien tentang perlunya melakukan ROM dan alih baring, untuk membantu memenuhi kebutuhhan aktivitas dan melatih otot kaku, kolaborasi dengan tenaga rehabilitas medik dalam merencanakan program terapi yang tepat, untuk merencanakan program terapi. Masalah keperawatan yang ke tiga adalah hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat, Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah tersebut adalah observasi tanda-tanda vital dan observasi keadaan umum pasien untuk mengetahui perkembangan pasien, dorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan mengulangi permintaan, untuk mengajarkan pasien berbicara secara perlahan, edukasi dengan keluarga secara teratur memberikan stimulus komunikasi, untuk memberikan semangat pada pasien, kolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian terapi agar pasien cepat sembuh. Masalah keperawatan yang ke empat adalah ansietas berhubungan dengan status kesehatan. Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan kaji tingkat depresi pada pasien untuk 97 mengetahui tingkat depresi, berikan terapi musik klasik selama 90 menit untuk menurunkan depresi, edukasi kepada keluarga pasien dalam memberikan dukungan suport agar pasien mempunyai semangat untuk sembuh, kolaborasikan dengan keluarga dalam pemberian dukungan untuk menurunkan depresi. 4. Implementasi keperawatan Dalam asuhan keperawatan Ny. H dengan Stroke Non Hemoragik diruang Anyelir Rumah Sakit Umum dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri telah sesuai intervensi yang penulis rumuskan. Implementasi yang akan dilakukan penulis untuk mengatasi ansietas berhubungan dengan status kesehatan, melakukan pengukuran tingkat depresi menggunakan HRS-D. Penulis menekankan penggunaan terapi musik klasik untuk menurunkan tingkat depresi pada Ny. H dengan melakukan pemberian terapi musik klasik selama 90 menit selama 3 hari kelolaan. 5. Evaluasi Hasil evaluasi masalah keperawatan pertama resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hipertensi masalah teratasi sebagian intervensi keluhan utama serta status pasien, pantau tanda-tanda vital pasien, observasi keadaan umum pasien, edukasikan kepada keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung, kolaborasikan dengan tim dokter untuk memberikan obat. 98 Masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot masalah teratasi sebagian. Intervensi dilanjutkan observasi respon fisik, ajarkan pasien untuk melakukan latihan ROM, bantu pasien untuk melakukan latihan alih baring, ajarkan pasien membuat jadwal latihan di waktu luang. Masalah keperawatan hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan sistem saraf pusat, masalah verbal teratasi sebagian, lanjutkan intervensi, observasi keadaan umum pasien, dorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk mengulangi permintaan, edukasikan kepada keluarga secara teratur untuk memeberikan stimulus komunikasi. Masalah keperawatan ansietas berhubungan dengan teratasi sebagian.Intervensi keperawatan dipertahankan kaji tingkat depresi pasien menggunakan HRS-D, berikan terapi musik klasik selama 90 menit, kolaborasikan kepada keluarga pasien dalam memberikan dukungan support. Analisa pemberian terapi musik klasik Analisa hasil implementasi aplikasi jurnal yang telah dilakukan oleh Penelitian terkait terapi musik dilakukan oleh Suhartin dkk (2008) dengan judul “pengaruh pemberian terapi musik klasik terhadap penurunan tingkat depresi pada pasien stroke non hemoragik” penulis mendapatkan hasil analisa dari implementasi yang dilakukan selama 3 hari kelolaan yaitu terjadi penurunan tingkat depresi pada Ny. H yang 99 mengalami stroke non hemoragik setelah dilakukan pemberian terapi musik klasik selama 1 kali sehari selama 3 hari dimana terjadi penurunan tingkat depresi berdasarkan HRS-D dari 32 yaitu masuk kedalam kriteria depresi sedang menjadi menjadi 18 (depresi ringan). Hal ini sesuai dengan kriteria hasil yang penulis harapkan dan terbukti sesuai teori yang ada terjadi penurunan tingkat depresi setelah dilakukan tindakan pemberian terapi musik klasik. B. Saran Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan stroke non hemoragik, penulis memberikan usulan dan masukan yang positif khususnya dibidang kesehatan antara lain: 1. Bagi institusi pelayanan kesehatan (Rumah Sakit) Diharapkan rumah sakit khususnya Rumah Sakit Umum dr. Soediran Mangun Sumarso dapat memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan hubungan kerjasama baik antara tim kesehatan maupun pasien serta keluarga pasien. Khususnya dalam proses rehabilitasi medik dengan melibatkan keluarga mengerti perawatan lanjutan dirumah. 2. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat Hendaknya perawat memiliki tanggug jawab dan keterampilan yang lebih dan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya dalam program rehabilitasi medik pada pasien dengan stroke non hemoragik perawat melibatkan 100 keluarga pasien dalam pemberian asuhan keperawatan dan mampu bertindak sebagai fisioterapis dalam memberikan terapi musik klasik 3. Bagi institusi pendidikan Dapat meningkatkan mutu pelayanan yang lebih berkualitas dengan mengupayakan aplikasi riset dalam setiap tindakan keperawatan yang dilakukan sehingga mampu menghasilkan perawat yang profesional, terampil, inovatif dan bermutu dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif berdasarkan ilmu dan kode etik keperawatan. 4. Bagi penulis Memberikan ilmu dan menambah wawasan penulis mengenai konsep diabetes melitus dan pelaksanaan dalam asuhan keperawatan yang komprehensif. DAFTAR PUSTAKA Dermawan, dendem. 2012. Proses keperawatan : penerapan konsep kerangka kerja. Yogyakarta : gosyen punlishing Dermawan. 2012. Waspadai Gejala Penyakit Mematikan. Oryza. Yogyakarta Dewanto, G.,, et al. (2009). Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Syaraf. Jakarta: EGC Eka, E. (2011). Mengenal Terapi Musik. http://www.terapimusik.com/terapimusik.htm.diperoleh tanggal 23 april 2013 Heather HT. 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan klasifikasi 2012-2014. Penerbit EGC. Jakarta Irawaty, J. (2013). Mengapa Harus Musik Klasik yang Dijadikan Terapi?http://www.deherba/com/terapi-musik-klasik-rahasia-anakjenius.html#ixzz2niZXWG28 diperoleh tanggal 15 Januari 2014 Judha, M., & Rahil, N.H. (2011).Sistem persyarafan dalam Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Gosyen Publishing Kaplan, H.I., Saddock, B.J. : “Mood Disorders”. Comprehensive Textbook of Psychiatry, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 7th Ed., 1999, 1284-1431 Kielholz, Poldinger :”The Prevalence of Depression”. WHO Report, 1974 Mubarak, I. W. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori & Aplikasi Dalam Praktek. EGC. Jakarta Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan SistemPersyarafan. Salemba.jakarta dengan Gangguan NANDA. 2014. Aplikasi Askep Berdasarkan Diagnosis Medis & NANDA.. EDISI JILID 1. Jakarta : Media Action Publishing. Perry & Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep Proses dan Praktik.EGC. Jakarta Setyoadi.,& Kushariyadi. (2011). Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien Psikogeriatrik. Jakarta: Salemba Medika Smeltzer, Suzane C & Brenda G. Bare. 2002. KIeperawatan Medikal Bedah 2, Edisi 8. Jakarta: EGC Warlow CP. Dennis MS, Gijn VJ, Hankey GJ, Sandercock PA, Bamford JM, 2007. Stroke, In : a partical guide to management.Ist ed.London : Blackwell Science. Weinstock, Doris. 2010. Rujukan Cepat Di Ruang ICU/CCU. Edisi Pertama. EGC. Jakarta Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC. Yuliami, R. (2006). Pengaruh Depresi pada Awal Stroke (Minggu I) terhadap Waktu Perbaikan Defisit Neurologis Penderita Stroke Non Hemoragik.Universitas Diponegor