2 Tinjauan Pustaka 2.1. Zeolit 2.1.1. Pengertian, struktur dan sifat zeolit Mineral zeolit telah dikenal sejak tahun 1756 oleh Cronstedt, ketika beliau menemukan Stilbit yang bila dipanaskan seperti batuan mendidih (boiling stone). Hal ini disebabkan oleh dehidrasi molekul air yang terkandung didalamnya. Pada tahun 1954 zeolit diklasifikasi sebagai golongan mineral tersendiri, yang saat itu dikenal sebagai bahan penyaring molekular. Pada tahun 1984 Professor Joseph V. Smith ahli kristalografi Amerika Serikat mendefinisikan zeolit sebagai mineral yang terdiri dari kristal alumina silikat terhidrasi yang mengandung kation alkali atau alkali tanah dalam kerangka tiga dimensi. Ion-ion logam tersebut dapat diganti oleh kation lain tanpa merusak struktur zeolit dan dapat menyerap air secara reversibel(Las 2005). Secara empiris, rumus molekul zeolit adalah Mx/n.(AlO2)x.(SiO2)y.xH2O. Dimana M adalah logam alkali atau alkali tanah, n adalah jumlah valensi dari logam alkali atau alkali tanah, x dan y adalah jumlah alumino dan silikat yang terkandung dalam zeolit. Struktur zeolit sejauh ini diketahui bermacam-macam, tetapi secara garis besar strukturnya terbentuk dari unit bangun primer, berupa tetrahedral yang kemudian menjadi unit bangun sekunder polihedral dan membentuk polihendra dan akhirnya unit struktur zeolit(Putra 2008). Gambar 2. 1 Struktur tiga dimensi zeolit Gambar 2.1 memperlihatkan struktur tiga dimensi dari ikatan SiO2 dan AlO2 dari zeolit yang berbentuk tetrahedral dengan tiap atom silikon dan aluminium dikelilingi oleh oksigen. Pada 4 sampel zeolit alami, zeolit tersebut mempunyai struktur padatan kristal 3-dimensi dengan pori-pori kecil. Pori-pori zeolit tersebut dapat diatur menggunakan metode sintesis. Gambar 2. 2 Struktur dasar ikatan SiO2 dan AlO2 dari zeolit Gambar 2.2 memperlihatkan bahwa empat ikatan tetravalen silikon adalah netral sedangkan empat ikatan trivalen aluminium adalah negatif. Sehingga dibutuhkan ion bermuatan positif untuk menetralkan senyawa tersebut, seperti kation alkali atau alkali tanah, yang diindikasikan sebagai rumus umum zeolit. Struktur zeolit ini mempunyai keunikan dari struktur kristal lainnya, yaitu strukturnya bersifat kaku (sukar dirubah), struktur kristal 3-dimensinya mirip seperti sarang lebah yang terdapat jaringan yang menghubungkan antara rongga dan sarang. Keunikan lainnya dari struktur zeolit adalah ukuran pori dan rongganya hampir sama, sehingga kristal tersebut terlihat seperti teropong. Bentuk seperti itu dapat memudahkan air untuk keluar dan masuk melalui pori-pori tersebut. Keunikan struktur tersebut mengikuti beberapa sifat-sifat yang terdapat pada zeolit: Dehidrasi atau melepaskan molekul H2 O. Zeolit akan melepaskan molekul H2O apabila dipanaskan. Pada umumnya struktur kerangka zeolit akan menyusut. Tetapi kerangka dasarnya tidak mengalami perubahan secara nyata. Disini molekul H2O seolah-olah mempunyai posisi yang spesifik dan dapat dikeluarkan secara reversibel. Adsorben dan penyaring molekular. Hal ini dimungkinkan karena struktur zeolit yang berongga, sehingga zeolit mampu menyerap sejumlah besar molekul yang berukuran lebih kecil atau sesuai dengan ukuran rongganya. Selain itu kristal zeolit yang telah terdehidrasi merupakan adsorben yang selektif dan mempunyai efektivitas adsorpsi yang tinggi. Katalis. Hal ini berkaitan dengan tersedianya pusat-pusat aktif dalam saluran antar zeolit. Pusat-pusat aktif tersebut terbentuk karena adanya gugus fungsi asam tipe Bronsted maupun Lewis. Perbandingan kedua jenis asam ini tergantung pada proses aktivasi zeolit dan kondisi reaksi. Pusat-pusat aktif yang bersifat asam ini selanjutnya dapat mengikat molekul-molekul basa secara kimiawi. 5 Penukar ion. Zeolit dapat bersifat sebagai penukar ion karena adanya kation logam alkali dan alkali tanah. Kation tersebut dapat bergerak bebas didalam rongga dan dapat dipertukarkan dengan kation logam lain dengan jumlah yang sama. Akibat struktur zeolit berongga, anion atau molekul berukuran lebih kecil atau sama dengan rongga dapat masuk dan terjebak. Selain itu, sifat-sifat psikokimia dari zeolit alami dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini. Tabel 2. 1 Sifat-sifat psikokimia dari zeolit alami Senyawa kimia SiO2 68,26 Al2O3 12,99 Fe2O3 1,37 CaO 2,09 MgO 0,83 K2O 4,11 TiO2 0,23 Na2O 0,64 MnO 0,06 P2O5 0,06 LOI 8,87 CEC 120 meq/100 g Ukuran partikel Ukuran saluran molekular SBET Volum pori pH 2.1.2. % < 75 µm 7,9 Å x 3,5 Å 16,0 m2/g 0,039 cm3/g 8,5 Klasifikasi zeolit Zeolit adalah mineral alami yang banyak ditemukan di beberapa bagian di dunia. Deposit mineral alam zeolit yang cukup besar ditemukan di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Uni Soviet, Jepang, Australia, Kuba dan beberapa negara Eropa bagian timur seperti Ceko dan Hungaria. Kebanyakan zeolit-zeolit yang digunakan secara komersil adalah zeolit yang disintesis. Di Indonesia, zeolit ditemukan pada tahun 1985 oleh PPTM Bandung dalam jumlah besar, diantaranya tersebar di beberapa daerah pulau Sumatera, Jawa dan Sulawesi. 6 Namun dari 46 lokasi zeolit, baru beberapa lokasi yang ditambang secara intensif antara lain di Bayah, Banten, Cikalong, Tasikmalaya, Cikembar, Sukabumi, Nanggung, Bogor dan Lampung. Pemanfaatan zeolit Indonesia untuk penggunaan secara langsung belum dapat dilakukan, karena zeolit Indonesia banyak mengandung campuran sehingga perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu untuk menghilangkan atau memisahkannya dari kotoran-kotoran. Secara umum, terdapat dua macam zeolit, yaitu zeolit alami dan zeolit sintetik. Ada hampir 50 tipe-tipe zeolit alami yang berbeda (klinoptilolit, kabasit, filipsit, mordenit, dan lain-lain) dengan bermacam-macam sifat fisik dan kimia. Perbedaan utama dari zeolit yang satu dengan zeolit lainnya adalah struktur kristal, jumlah komposisi kimia, massa jenis partikel, selektivitas kation, ukuran pori-pori molekul, dan kekuatannya. Selain itu, ada berbagai macam zeolit sintetik yang ada di pasaran, antara lain zeolit A, X, Y, grup ZSM/AlPO4 (Zeolite Sieving Marerials/Aluminium Fosfat) dan bahkan akhir-akhir ini dikenal grup Zeotip, yaitu material seperti zeolit tetapi bukan senyawa alumino-silikat. Adapun secara umum perbedaan antara zeolit alami dan zeolit sintetik adalah(Putra 2008): Zeolit sintetik dibuat dari energi yang berasal dari proses kimia, sedangkan zeolit alami berasal dari proses bijih alami. Zeolit sintetik mempunyai perbandingan alumina : silikat (1:1), sedangkan zeolit alami jenis klinoptilolit mempunyai perbandingan (5:1). Zeolit alami mempunyai ketahanan yang lebih baik dalam asam daripada zeolit sintetik. Berdasarkan Unit Bangun Sekundernya (UBS), semua zeolit baik zeolit alami maupun zeolit sintetik dibagi menjadi 9 kelompok, yaitu single 4-ring (S4R), single 6-ring (S6R), single 8ring (S8R), double 4-ring (D4R), double 6-ring (D6R), double 8-ring (D8R), complex 4-1 (T5O10), complex 5-1 (T8O16), complex 4-1-1 (T10O20). Beberapa contoh unit bangun sekunder struktur zeolit ditunjukkan pada Gambar 2.3 dan Tabel 2.2 menunjukkan beberapa jenis zeolit dengan unit bangun sekunder yang dimilikinya. Gambar 2. 3 Unit bangun sekunder struktur zeolit 7 Tabel 2. 2 Klasifikasi zeolit Grup Jenis zeolit Rumus kimia UBS Analsim Na16[Al16Si31O96].6H2 O S4R Wairakit Ca8[Al16Si31O96].6H2O S4R Natrolit Na16[Al16Si24O80].6H2 O T5O10 (4-1) Thomsonit Na16Ca8[Al20Si20O80].24H2O T5O10 Heulandit Ca4[Al8Si28O72].24H2O T10O20 (4-41) Klinoptilolit Na6[Al6Si30O72].24H2O T10O20 Filipsit K2Ca1.5[Al6Si10O32].12H2O S4R Zeolit Na-P-1 Na8[Al31 SiO16].16H2O S4R Mordernit Na8[Al8Si40O96].24H2O T8O16 (5-1) Ferierit NaCa0.5 Mg2[Al6Si30O72 ]24 H2O T8O16 Kabazit Ca2[Al4 Si8O24 ].13H2O D4R, D6R Zeolit L K6Na3[Al9Si27O72 ].21H2O S6R Faujasit Na12Ca12Mg11[Al58Si134O384].235H2O D4R, D6R Zeolit A Na12[Al12Si12O48].27H2O D4R, D6R Laumontit Laumontit Ca4[Al8Si16O46].16H2O S4R,S6R,S8R Pentasil ZSM-5 Nan[AlnSi96O192 ].16H2O 5-1 Zeotip AlPO4-5 [Al12 P12O48] (C3H7) 4NOH qH2O S4R,S6R Analsim Natrolit Heulandit Filipsit Mordernit Kabazit Faujasit 2.1.3. Aplikasi zeolit Zeolit sangat banyak digunakan hampir dalam semua aspek bidang kehidupan, terutama bidang industri. Hal ini tak lepas dari sifat-sifatnya yang unik seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Berikut akan dijelaskan beberapa aplikasi penggunaan zeolit antara lain(Las 2005): 8 Perlakuan terhadap limbah cair dan pembuangannya Amoniak adalah komponen yang penting berkaitan dengan cara penanganan limbah cair. Dengan perlakuan sederhana, kadar amoniak dalam limbah cair dapat direduksi hingga 1015 ppm. Perlakuan akhir pada limbah cair tersebut adalah penyempurnaan dengan menghaluskan penyaring-penyaring yang mengandung klinoptilolit, bentuk yang umum dari zeolit alami. Lebih rendahnya tingkat zeolit daripada tingkat amoniak untuk yang tidak beracun, dapat diterima. Zeolit dapat diregenerasi dan didaur ulang untuk jangka waktu yang tidak terbatas. Ukuran zeolit yang digunakan dalam menghaluskan kolom penyaring dalam limbah aplikasi ini adalah -20 hingga +35 Tyler mesh. Penghilangan logam dari limbah cair Zeolit adalah bahan yang sangat selektif dari bermacam-macam logam kation yang dapat dihilangkan dari limbah cair melalui proses pertukaran ion. Kation-kation ini termasuk timbal, perak, kadmium, kobalt, seng, tembaga, air raksa, magnesium, besi, aluminium, kromium, dan lainnya. Sistem penghalusan air klinoptilolit dapat digunakan dalam industri seperti pertambangan, elektroplating dan elektronika. Penghilangan limbah radioaktif Proses penghilangan isotop radioaktif dapat dilakukan melalui sekumpulan kolom dengan zeolit alami. Zeolit secara selektif dapat menghilangkan isotop-isotop cesium (Cs134, Cs137) dan strontium (Sr90) melalui proses pertukaran ion. Limbah cair dimurnikan untuk dapat mencapai batas agar dapat dilakukan penembakan isotop radioaktif terhadap sarang zeolit dari strukturnya. Penyimpanan atau pembuangan limbah didukung oleh unsur-unsur anorganik dan struktur zeolit yang stabil. Spesifikasi ukuran berkisar antara 20 sampai 50 Tyler mesh. Kontrol polusi udara Zeolit alami adalah adsorben yang tepat untuk teknologi-teknologi kontrol polusi udara sebagai perlakuan terhadap polutan udara yang berbahaya (HAP) dan senyawa-senyawa organik yang menguap. Adanya sistem filtrasi secara khusus mengandung karbon aktif sebagai media. Karena kebanyakan karbon aktif mengandung pori-pori dalam yang besar sehingga karbon aktif cenderung digunakan untuk molekul yang besar. Sedangkan zeolit memiliki pori-pori dalam yang kecil, berkisar antara 3-5 angstroms, sehingga zeolit merupakan adsorben yang sangat selektif terhadap molekul-molekul dan unsur-unsur fasa gas. Banyak polutan udara yang telah teridentifikasi antara lain formaldehid, kloroform, 9 amoniak dan karbon monoksida, merupakan senyawa-senyawa yang dapat dinetralisir dengan zeolit. Bidang perairan Klinoptilolit digunakan untuk mengontrol amonium dalam sistem filtrasi dalam dunia perikanan. Zeolit memiliki keuntungan ganda dalam melakukan kedua filtrasi kimia melalui pertukaran ion sambil melayani sebagai substrat biologi dalam filtrasi. Sebagai bio-filter, zeolit yang berat memberikan sumber konsentrasi amoniak yang digunakan untuk mereduksi bakteri yang dimakan. Secara umum, penggunaan zeolit dengan ukuran -4 hingga +20 mesh adalah ukuran yang biasa digunakan dalam dunia perikanan untuk kolom penyaring. Bidang pertanian Klinoptilolit, yang memiliki kadar kalium yang tinggi dikenal sebagai lahan tanah yang baik. Produk-produk Steelhead Specialty Mineral's clinoptilolite adalah TSM 150, CS 400 dan TSM 110 membawa kalium sebagai pertukaran kation yang utama. Dalam aplikasi tanah langsung, klinoptilolit memberikan sumber untuk pelepasan kalium secara lambat. Jika sebelumnya diisi dengan amoniak, zeolit dapat menjalankan fungsi yang sama dalam pelepasan nitrogen dengan lambat. Hal ini memberikan keuntungan seperti, mekanisme pelepasan yang lambat, mampu diisi dengan pupuk, harganya murah, hidrofilik dan meningkatkan hasil panen. Bidang peternakan Dalam bidang peternakan, zeolit dapat digunakan untuk meningkatkan nilai efisiensi nitrogen, mereduksi penyakit lembung pada hewan ruminensia, sebagai pengontrol kelembaban kotoran hewan dan kandungan amoniak kotoran hewan. Bidang energi Pada bidang energi, zeolit dapat digunakan sebagai katalis pada proses pemecahan hidrokarbon minyak bumi, sebagai panel-panel pada pengembangan energi matahari, dan penyerap gas freon. 10 2.2. Adsorpsi 2.2.1. Pengertian dan jenis adsorpsi Adsorpsi adalah suatu proses yang terjadi ketika fluida, cairan maupun gas terikat pada suatu padatan atau cairan (adsorben) dan kemudian membentuk suatu lapisan tipis atau film (adsorbat) pada permukaannya. Permukaan padatan yang kontak dengan suatu larutan cenderung untuk menghimpun lapisan dari molekul-molekul zat terlarut pada permukaannya akibat ketidakseimbangan gaya-gaya pada permukaan(Subiarto 2000). Proses ini menghasilkan akumulasi konsentrasi zat tertentu di permukaan media setelah terjadi kontak antarmuka atau bidang batas cairan dengan cairan, cairan dengan gas atau cairan dengan padatan dalam waktu tertentu. Contohnya antara lain dehumidifikasi, yaitu pengeringan udara dengan zat penyerap, pemisahan zat yang tidak diinginkan dari udara atau air menggunakan adsorben, pertukaran ion untuk zat terlarut di dalam larutan dengan ion dari media pertukarannya. Adsorpsi ini berbeda dengan absorpsi. Absorpsi adalah suatu proses dimana atom, molekul atau ion-ion masuk ke dalam suatu padatan, cairan maupun gas. Berdasarkan fenomena terbentuknya, adsorpsi dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu adsorpsi kimia, adsorpsi fisika dan pertukaran ion. Adsorpsi kimia merupakan proses pembentukan ikatan kimia (ikatan kovalen dan ikatan ionik) antara adsorben (zat penyerap) dengan adsorbat (molekul adsorban). Adsorpsi ini menghasilkan pembentukan lapisan monomolekuler adsorbat pada permukaan melalui gaya-gaya dari valensi sisa dari molekulmolekul pada permukaan(Subiarto 2000). Adsorpsi ini bersifat sangat eksoterm dan tidak reversibel. Sedangkan adsorpsi fisika adalah adsorpsi yang terjadi akibat proses pembentukan ikatan van der Waals, ikatan yang lebih lemah antara adsorben dengan adsorbat. Adsorpsi ini diakibatkan kondensasi molekular dalam kapiler-kapiler dari padatan. Adsorpsi ini bersifat endoterm dan reversibel. Dan pertukaran ion merupakan proses yang terbentuk karena adanya gaya elektrostatik. Laju adsorpsi keseluruhan dikendalikan oleh kecepatan difusi dari molekul-molekul zat terlarut dalam pori-pori kapiler dari partikel adsorben. Kecepatan itu berbanding terbalik dengan kuadrat diameter partikel, bertambah dengan kenaikan konsentrasi zat terlarut, bertambah dengan kenaikan temperatur dan berbanding terbalik dengan kenaikan berat molekul zat terlarut(Freeman 1989). Morris dan Weber mengemukakan bahwa laju adsorpsi bervariasi seiring dengan akar pangkat dua dari waktu kontak dengan adsorben. Kecepatan ini juga meningkat dengan 11 menurunnya pH sebab perubahan muatan pada permukaan adsorben. Kapasitas adsorpsi dari suatu adsorben terhadap suatu zat terlarut tergantung pada keduanya, adsorben dan zat terlarutnya. Kebanyakan limbah cair adalah kompleks dan bervariasi dalam hal kemampuan adsorpsi dari campuran-campuran yang ada. Struktur molekul, kelarutan, dan lain sebagainya, semuanya berpengaruh terhadap kemampuan adsorpsi(Subiarto 2000). Efektivitas adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu: (1) jenis adsorban (2) temperatur lingkungan (udara, air, cairan) (3) jenis adsorbat, bergantung pada bangun molekul zat, kelarutan zat (makin mudah larut, makin sulit diadsorpsi), taraf ionisasi (zat organik yang tidak terionisasi lebih mudah diadsorpsi). Berdasarkan jenis adsorbatnya, tingkat adsorpsi digolongkan menjadi tiga, yaitu lemah, terjadi pada zat anorganik kecuali golongan halogen (salah satunya adalah klor). Adsorpsi menengah, terjadi pada zat organik alifatik dan adsorpsi kuat terjadi pada senyawa aromatik (zat organik yang berbau (aroma) dengan struktur benzena, C6H6)(Cahyana 2009). 2.2.2. Isoterm adsorpsi Isoterm adsorpsi adalah hubungan yang menunjukkan distribusi adsorben antara fasa teradsorpsi pada permukaan adsorben dengan fasa ruah saat kesetimbangan pada temperatur tertentu. Ada tiga jenis hubungan matematik yang umumnya digunakan untuk menjelaskan isoterm adsorpsi(Rosen 1989). 1) Isoterm Langmuir Pada tahun 1916, Irving Langmuir menetapkan suatu model isoterm untuk gas yang teradsorpsi pada suatu padatan, yang diberi nama sama dengan namanya. Isoterm ini berdasar pada asumsi bahwa : Adsorben mempunyai permukaan yang homogen dan hanya dapat mengadsorpsi satu molekul adsorbat untuk setiap molekul adsorbatnya. Tidak ada interaksi antara molekulmolekul yang terserap. Semua proses adsorpsi dilakukan dengan mekanisme yang sama. Hanya terbentuk satu lapisan tunggal saat adsorpsi maksimum. 12 Namun, biasanya asumsi-asumsi ini sulit diterapkan karena ada hal-hal berikut: selalu ada ketidaksempurnaan pada permukaan, molekul teradsorpsi tidak inert dan mekanisme adsorpsi molekul pertama sangat berbeda dengan mekanisme pada molekul terakhir yang teradsorpsi. Langmuir mengemukakan bahwa mekanisme adsorpsi yang terjadi adalah sebagai berikut : A(g) + S AS, dimana A adalah molekul gas dan S adalah permukaan adsorpsi. Persamaaan Langmuir didasarkan pada keseimbangan diantara kondensasi dan evaporasi dari molekulmolekul yarg diadsorpsi, mengingat lapisan adsorpsi monomolekul(Subiarto 2000). = (Persamaan 2.1) Persamaan ini dapat diekspresikan ulang menjadi bentuk linier dengan persamaan sebagai berikut: / = + (Persamaan 2.2) Dimana: x = berat dari unsur yang diadsorpsi m = massa dari adsorben C = konsentrasi larutan ketika kesetimbangan a = konstanta adsorpsi Langmuir (mg/g) b = kapasitas monolayer dari adsorben (L/mg). Nilai ab ini dapat diperoleh dari grafik isoterm Langmuir dengan mengalurkan antara x/m dengan C. Grafik ini dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut. 0.002 m/x 0.0015 0.001 0.0005 0 0 0.00005 0.0001 0.00015 1/C Gambar 2. 4 Grafik isoterm Langmuir 13 Dari grafik tersebut akan diperoleh persamaan garis liniernya dengan bentuk persamaan seperti berikut, m/x = 1/abC + 1/b. 2) Isoterm Freundlich Untuk rentang konsentrasi yang kecil dan campuran yang cair, isoterm adsorpsi dapat digambarkan dengan persamaan empirik yang dikemukakan oleh Freundlich. Isoterm ini berdasarkan asumsi bahwa adsorben mempunyai permukaan yang heterogen dan tiap molekul mempunyai potensi penyerapan yang berbeda-beda. Persamaan ini merupakan persamaan yang paling banyak digunakan saat ini. Persamaannya adalah x/m = kC1/n (Persamaan 2.3) dimana: x = banyaknya zat terlarut yang teradsorpsi (mg) m = massa dari adsorben (g) C = konsentrasi dari adsorbat yang tersisa dalam kesetimbangan k,n,= konstanta adsorben Dari persamaan tersebut, jika konsentrasi larutan dalam kesetimbangan dialurkan sebagai absis dan konsentrasi adsorbat dalam adsorben sebagai ordinat pada koordinat logaritmik, akan diperoleh gradien n dan intersep k. Atau dengan mengalurkan antara logaritma dari konsentrasi adsorbat dalam adsorben (log x/m) sebagai absis dan logaritma konsentrasi larutan dalam kesetimbangan (log C) sebagai ordinat pada koordinat linier, maka akan diperoleh gradien 1/n dan intersep k. Gambar 2. 5 Grafik isoterm Freundlich 14 Dari isoterm ini, akan diketahui kapasitas adsorben dalam menyerap air. Isoterm ini akan digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan, karena dengan isoterm ini dapat ditentukan efisiensi dari suatu adsorben. Hal-hal yang dapat dilihat dari kurva isoterm adalah sebagai berikut. Kurva isoterm yang cenderung datar artinya, isoterm yang digunakan menyerap pada kapasitas konstan melebihi daerah kesetimbangan. Kurva isoterm yang curam artinya kapasitas adsorpsi meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi kesetimbangan. 3) Isoterm BET Molekul-molekul sering membentuk lebih dari satu lapisan (multilayer) pada permukaan adsorbatnya, akan tetapi isoterm Langmuir tidak dapat menjelaskan hal ini. Sehingga, pada tahun 1938, Stephen Brunauer, Paul Emmett, dan Edward Teller mengembangkan suatu model isoterm adsorpsi yang dapat menghitung kapasitas adsorpsi pada molekul yang membentuk lapisan lebih dari satu. Isoterm BET ini memodifikasi mekanisme Langmuir seperti berikut : A(g) + S ⇌ AS A(g) + AS ⇌ A2S A(g) + A2S ⇌ A3S dan selanjutnya Gambar 2. 6 Grafik isoterm BET Pada isoterm BET hanya berlaku untuk material yang bersifat higroskopis. Selain itu, isoterm BET lebih baik diterapkan pada adsorpsi fisika, sedangkan isoterm Langmuir lebih baik untuk adsorpsi kimia. 15 2.3. Zat Warna 2.3.1. Pengertian warna Warna adalah spektrum tertentu yang terdapat di dalam suatu cahaya sempurna (berwarna putih). Identitas suatu warna ditentukan panjang gelombang cahaya tersebut(Isminingsih and Djufri 1978). Daerah tampak dari spektrum terdiri dari radiasi elektromagnetik yang terletak pada panjang gelombang antara 4000 angstrom (400 nm) sampai 8000 angstrom (800 nm) dimana 1 angstrom = 10-8 cm = 0,1 nanometer. Sedangkan radiasi (penyinaran) di bawah 4000 angstrom tidak akan tampak karena terletak pada daerah ultraviolet, dan di atas 8000 angstrom adalah daerah inframerah juga tidak tampak oleh mata(Budiyono, Sudibyo et al. 2008). Gambar 2. 7 Spektrum warna Radiasi yang tersebar secara merata antara 4000 Å - 8000 Å akan tampak sebagai cahaya putih, yang akan terurai dalam warna-warna spektrum bias dengan adanya penyaringan prisma. Warna-warna spektrum berturut-turut adalah : violet, indigo, biru, hijau, kuning, jingga dan merah. Untuk lebih jelasnya lihat tabel spektrum di bawah ini(Iqbal 2008): Tabel 2. 3 Spektrum warna Panjang gelombang (λ) (Å) Warna terserap Warna tampak 4000 – 4350 Violet Kuning – Hijau 4350 – 4800 Biru Kuning 4800 – 4900 Hijau – Biru Jingga 4900 – 5000 Biru – Hijau Merah 5000 – 5600 Hijau Ungu 5600 – 5800 Kuning – Hijau Violet 5800 – 5950 Kuning Biru 5950 – 6050 Jingga Hijau – Biru 6050 – 7000 Merah Biru – Hijau 16 Hubungan antara warna yang terserap dengan warna tampak dijelaskan secara rinci oleh Mohler seperti yang ditampilkan pada Tabel 2.3 di atas, yang dapat disimpulkan bahwa tiap– tiap warna terletak pada daerah panjang gelombang yang sempit, dimana pasangan dari warna terserap dan warna tampak panjang gelombang yang sama atau disebut warna pelengkap/komplementer atau warna pengurangan/subtraksi. Warna merupakan hasil dari suatu perangkat kompleks dari respon faali maupun psikologis terhadap panjang gelombang tampak, yang jatuh pada retina (selaput jala) mata. Penginderaan warna ditimbulkan oleh berbagai proses fisis. Hitam dianggap sebagai ketidakhadiran seluruh jenis gelombang warna. Sementara putih dianggap sebagai representasi kehadiran seluruh gelombang warna dengan proporsi seimbang. Jika panjang gelombang dengan rentang (range) sempit jatuh pada retina akan diamati warna – warna individu(Iqbal 2008). Hubungan antara penyerapan cahaya dengan panjang gelombang dikemukakan dengan menggabungkan hukum Lambert dan Hukum Beer yang didukung oleh aturan KubelkaMunk. Berkebalikan dengan teori warna, di dalam teori pigmen sensasi putih dianggap sebagai absennya seluruh pigmen. Teori Brewster pertama kali dikemukakan pada tahun 1831. Teori ini menyederhanakan warna-warna yang ada di alam menjadi 4 kelompok warna, yaitu warna primer, sekunder, tersier, dan warna netral. Kelompok warna ini sering disusun dalam lingkaran warna brewster. Lingkaran warna brewster mampu menjelaskan teori kontras warna (komplementer), split komplementer, triad, dan tetrad. 2.3.2. Zat Warna Tekstil Pada tahun 1876, Otto Witt menyatakan bahwa molekul zat warna merupakan gabungan dari zat organik yang tidak jenuh, kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat antara warna dengan serat. Secara lebih luas zat warna tersusun dari hidrokarbon tak jenuh, kromogen, auksokrom dan zat aditif. Zat organik tak jenuh umumnya berasal dari senyawa aromatik dan turunannya seperti benzen, toluen, xilen, naftalen, antrasen, fenol dan turunannya seperti fenol, orto/meta/para kresol, senyawa mengandung nitrogen (piridin, kinolin, korbazolum, dsb)(Budiyono, Sudibyo et al. 2008) . 17 Kromogen adalah senyawa aromatik yang berisi kromofor (Yunani :chroma yang berarti warna, phoros, yang berarti mengemban) yaitu gugus tak jenuh yang dapat menjalani transisi dan n (teori eksitasi transisi elektron). Kromofor merupakan zat pemberi warna yang berasal dari radikal kimia, seperti : kelompok nitroso : -NO, kelompok nitro : -NO2, kelompok azo : -N=N, kelompok etilen : >C=C<, kelompok karbonil : >C=O, kelompok karbon - nitrogen : >C=NH dan –CH=N-, kelompok belerang : >C=S dan ->C-S-S-C<. Macam – macam zat warna dapat diperoleh dari penggabungan radikal kimia tersebut dengan senyawa kimia lain(Iqbal 2008). Gambar 2. 8 Macam-macam kromofor Auksokrom, (Yunani ; auxanein, “meningkatkan”) yaitu gugus yang tidak dapat menjalani transisi tetapi dapat menjalani transisi elektron n. Auksokrom merupakan gugus yang dapat meningkatkan daya kerja kromofor sehingga optimal dalam pengikatan. Auksokrom terdiri dari golongan kation yaitu –NH2, -NH Me, - N Me2 seperti -+NMe2Cl-, golongan anion yaitu SO3H-, -OH, -COOH, seperti –O2-, -SO3-, dsb. Auksokrom juga merupakan radikal yang memudahkan terjadinya pelarutan seperti -COOH atau –SO3H. Selain itu, dapat juga berupa kelompok pembentuk garam seperti - NH2 atau –OH. Kebanyakan zat organik berwarna adalah hibrida resonansi dari dua struktur atau lebih. Penggolongan zar warna dapat dikategorikan bermacam–macam menurut parameter yang dijadikan rujukan(Isminingsih and Djufri 1978) . Zat warna juga diperoleh dari senyawa anorganik dan dari mineral alam. Zat warna yang diperoleh dari senyawa anorganik dan dari mineral alam sering disebut dengan pigmen (tahun 1935 mulai dikenal pigmen yang mempunyai kromofor). Beberapa contoh warna pigmen yang berasal dari senyawa anorganik dan mineral alam adalah sebagai berikut: warna putih : titanium dioksida, seng oksida, seng sulfit, timbal sulfit. Warna merah : besi oksida, kadmium merah, timbal merah. Warna hitam : grafit, karbon hitam, magnetik hitam. Warna biru : ultramin, kobal biru, besi biru, tembaga Ptalosianin. Warna kuning : seng kromat, ferit kuning. Berdasarkan sumber perolehannya, zat warna tesktil dibagi menjadi dua, yaitu: 18 Zat warna alami, yaitu zat warna yang diperoleh dari alam/tumbuh-tumbuhan baik secara langsung maupun tidak langsung. Bahan pewarna alam yang biasa digunakan untuk tekstil adalah berasal dari tumbuhan bagian daun, buah, kulit kayu, kayu atau bunga. Zat warna sintetik, yaitu zat warna buatan yang berasal dari proses kimia. Zat warna ini mudah diperoleh, stabil dan praktis pemakaiannya. Zat warna sintetik dalam tekstil merupakan zat warna turunan hidrokarbon aromatik seperti benzen, toluen, naftalen dan antrasen(Budiyono, Sudibyo et al. 2008). Macam-macam zat warna sintetik berdasarkan cara pewarnaannya dibagi menjadi: Zat warna basa (disebut juga warna kation) karena selalu terionkan didalam mediumnya dengan gugus pembawa warna bersifat kation. Biasanya digunakan untuk mencelup serat-serat binatang, poliamida (nilon), dan beberapa serat poliakrilat berdasarkan ikatan elektrokovalen. Zat warna asam, yang mengandung asam-asam mineral atau asam organik dan dibuat dalam bentuk garam natrium, dari asam organik, dimana gugus anion merupakan gugus pembawa warna yang aktif. Zat warna direct, dikenal dengan zat warna substansif, memiliki daya afinitas yang besar terhadap serat selulosa. Beberapa diantaranya dapat mencelup serat binatang berdasarkan ikatan hidrogen. Zat warna mordan, yang bergabung dengan oksida logam membentuk zat warna yang tidak larut. Biasanya digunakan untuk mencelup serat binatang, poliamida dan serat selulosa. Zat warna azoat, yang mengandung pigmen azo yang dapat mengendap di dalam serat, terutama digunakan untuk mencelup serat selulosa. Zat warna belerang, yang memiliki rantai belerang pada setiap struktur molekulnya. Sifatnya tidak larut di dalam air, tetapi dapat larut dalam larutan sulfit. Zat warna bejana, yang mengandung gugus karbonil dan memiliki sifat tidak larut dalam air. Zat warna dispersi, yaitu zat warna ion-ion yang terdiri dari inti kromofor azo dan antrakuinon. Biasanya digunakan untuk mencelup serat selulosa asetat dan serat poliester. 19 Zat warna reaktif, yang dapat mencelup serat dalam kondisi tertentu dan membentuk reaksi kovalen dengan serat. Biasanya mencelup serat selulosa, serat wol dan sutera dan poliamida buatan berdasarkan reaksi kondensasi dengan gugus amina dari serat-serat hewani atau poliamida(Isminingsih and Djufri 1978). Salah satu contoh zat warna reaktif ini adalah remazol brilliant red F3B yang mempunyai struktur molekul seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.9. Gambar 2. 9 Struktur zat warna RB red F3B 20