2 Tinjauan Pustaka

advertisement
2
Tinjauan Pustaka
2.1.
Zeolit
2.1.1.
Pengertian, struktur dan sifat zeolit
Mineral zeolit telah dikenal sejak tahun 1756 oleh Cronstedt, ketika beliau menemukan
Stilbit yang bila dipanaskan seperti batuan mendidih (boiling stone). Hal ini disebabkan oleh
dehidrasi molekul air yang terkandung didalamnya. Pada tahun 1954 zeolit diklasifikasi
sebagai golongan mineral tersendiri, yang saat itu dikenal sebagai bahan penyaring
molekular. Pada tahun 1984 Professor Joseph V. Smith ahli kristalografi Amerika Serikat
mendefinisikan zeolit sebagai mineral yang terdiri dari kristal alumina silikat terhidrasi yang
mengandung kation alkali atau alkali tanah dalam kerangka tiga dimensi. Ion-ion logam
tersebut dapat diganti oleh kation lain tanpa merusak struktur zeolit dan dapat menyerap air
secara reversibel(Las 2005).
Secara empiris, rumus molekul zeolit adalah Mx/n.(AlO2)x.(SiO2)y.xH2O. Dimana M adalah
logam alkali atau alkali tanah, n adalah jumlah valensi dari logam alkali atau alkali tanah, x
dan y adalah jumlah alumino dan silikat yang terkandung dalam zeolit. Struktur zeolit sejauh
ini diketahui bermacam-macam, tetapi secara garis besar strukturnya terbentuk dari unit
bangun primer, berupa tetrahedral yang kemudian menjadi unit bangun sekunder polihedral
dan membentuk polihendra dan akhirnya unit struktur zeolit(Putra 2008).
Gambar 2. 1 Struktur tiga dimensi zeolit
Gambar 2.1 memperlihatkan struktur tiga dimensi dari ikatan SiO2 dan AlO2 dari zeolit yang
berbentuk tetrahedral dengan tiap atom silikon dan aluminium dikelilingi oleh oksigen. Pada
4
sampel zeolit alami, zeolit tersebut mempunyai struktur padatan kristal 3-dimensi dengan
pori-pori kecil. Pori-pori zeolit tersebut dapat diatur menggunakan metode sintesis.
Gambar 2. 2 Struktur dasar ikatan SiO2 dan AlO2 dari zeolit
Gambar 2.2 memperlihatkan bahwa empat ikatan tetravalen silikon adalah netral sedangkan
empat ikatan trivalen aluminium adalah negatif. Sehingga dibutuhkan ion bermuatan positif
untuk menetralkan senyawa tersebut, seperti kation alkali atau alkali tanah, yang
diindikasikan sebagai rumus umum zeolit.
Struktur zeolit ini mempunyai keunikan dari struktur kristal lainnya, yaitu strukturnya
bersifat kaku (sukar dirubah), struktur kristal 3-dimensinya mirip seperti sarang lebah yang
terdapat jaringan yang menghubungkan antara rongga dan sarang. Keunikan lainnya dari
struktur zeolit adalah ukuran pori dan rongganya hampir sama, sehingga kristal tersebut
terlihat seperti teropong. Bentuk seperti itu dapat memudahkan air untuk keluar dan masuk
melalui pori-pori tersebut. Keunikan struktur tersebut mengikuti beberapa sifat-sifat yang
terdapat pada zeolit:
 Dehidrasi atau melepaskan molekul H2 O. Zeolit akan melepaskan molekul H2O apabila
dipanaskan. Pada umumnya struktur kerangka zeolit akan menyusut. Tetapi kerangka
dasarnya tidak mengalami perubahan secara nyata. Disini molekul H2O seolah-olah
mempunyai posisi yang spesifik dan dapat dikeluarkan secara reversibel.
 Adsorben dan penyaring molekular. Hal ini dimungkinkan karena struktur zeolit yang
berongga, sehingga zeolit mampu menyerap sejumlah besar molekul yang berukuran
lebih kecil atau sesuai dengan ukuran rongganya. Selain itu kristal zeolit yang telah
terdehidrasi merupakan adsorben yang selektif dan mempunyai efektivitas adsorpsi yang
tinggi.
 Katalis. Hal ini berkaitan dengan tersedianya pusat-pusat aktif dalam saluran antar zeolit.
Pusat-pusat aktif tersebut terbentuk karena adanya gugus fungsi asam tipe Bronsted
maupun Lewis. Perbandingan kedua jenis asam ini tergantung pada proses aktivasi zeolit
dan kondisi reaksi. Pusat-pusat aktif yang bersifat asam ini selanjutnya dapat mengikat
molekul-molekul basa secara kimiawi.
5
 Penukar ion. Zeolit dapat bersifat sebagai penukar ion karena adanya kation logam alkali
dan alkali tanah. Kation tersebut dapat bergerak bebas didalam rongga dan dapat
dipertukarkan dengan kation logam lain dengan jumlah yang sama. Akibat struktur zeolit
berongga, anion atau molekul berukuran lebih kecil atau sama dengan rongga dapat
masuk dan terjebak.
Selain itu, sifat-sifat psikokimia dari zeolit alami dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2. 1 Sifat-sifat psikokimia dari zeolit alami
Senyawa kimia
SiO2
68,26
Al2O3
12,99
Fe2O3
1,37
CaO
2,09
MgO
0,83
K2O
4,11
TiO2
0,23
Na2O
0,64
MnO
0,06
P2O5
0,06
LOI
8,87
CEC
120 meq/100 g
Ukuran partikel
Ukuran saluran molekular
SBET
Volum pori
pH
2.1.2.
%
< 75 µm
7,9 Å x 3,5 Å
16,0 m2/g
0,039 cm3/g
8,5
Klasifikasi zeolit
Zeolit adalah mineral alami yang banyak ditemukan di beberapa bagian di dunia. Deposit
mineral alam zeolit yang cukup besar ditemukan di beberapa negara seperti Amerika Serikat,
Uni Soviet, Jepang, Australia, Kuba dan beberapa negara Eropa bagian timur seperti Ceko
dan Hungaria. Kebanyakan zeolit-zeolit yang digunakan secara komersil adalah zeolit yang
disintesis. Di Indonesia, zeolit ditemukan pada tahun 1985 oleh PPTM Bandung dalam
jumlah besar, diantaranya tersebar di beberapa daerah pulau Sumatera, Jawa dan Sulawesi.
6
Namun dari 46 lokasi zeolit, baru beberapa lokasi yang ditambang secara intensif antara lain
di Bayah, Banten, Cikalong, Tasikmalaya, Cikembar, Sukabumi, Nanggung, Bogor dan
Lampung. Pemanfaatan zeolit Indonesia untuk penggunaan secara langsung belum dapat
dilakukan, karena zeolit Indonesia banyak mengandung campuran sehingga perlu dilakukan
pengolahan terlebih dahulu untuk menghilangkan atau memisahkannya dari kotoran-kotoran.
Secara umum, terdapat dua macam zeolit, yaitu zeolit alami dan zeolit sintetik. Ada hampir
50 tipe-tipe zeolit alami yang berbeda (klinoptilolit, kabasit, filipsit, mordenit, dan lain-lain)
dengan bermacam-macam sifat fisik dan kimia. Perbedaan utama dari zeolit yang satu
dengan zeolit lainnya adalah struktur kristal, jumlah komposisi kimia, massa jenis partikel,
selektivitas kation, ukuran pori-pori molekul, dan kekuatannya. Selain itu, ada berbagai
macam zeolit sintetik yang ada di pasaran, antara lain zeolit A, X, Y, grup ZSM/AlPO4
(Zeolite Sieving Marerials/Aluminium Fosfat) dan bahkan akhir-akhir ini dikenal grup
Zeotip, yaitu material seperti zeolit tetapi bukan senyawa alumino-silikat. Adapun secara
umum perbedaan antara zeolit alami dan zeolit sintetik adalah(Putra 2008):
 Zeolit sintetik dibuat dari energi yang berasal dari proses kimia, sedangkan zeolit alami
berasal dari proses bijih alami.
 Zeolit sintetik mempunyai perbandingan alumina : silikat (1:1), sedangkan zeolit alami
jenis klinoptilolit mempunyai perbandingan (5:1).
 Zeolit alami mempunyai ketahanan yang lebih baik dalam asam daripada zeolit sintetik.
Berdasarkan Unit Bangun Sekundernya (UBS), semua zeolit baik zeolit alami maupun zeolit
sintetik dibagi menjadi 9 kelompok, yaitu single 4-ring (S4R), single 6-ring (S6R), single 8ring (S8R), double 4-ring (D4R), double 6-ring (D6R), double 8-ring (D8R), complex 4-1
(T5O10), complex 5-1 (T8O16), complex 4-1-1 (T10O20). Beberapa contoh unit bangun
sekunder struktur zeolit ditunjukkan pada Gambar 2.3 dan Tabel 2.2 menunjukkan beberapa
jenis zeolit dengan unit bangun sekunder yang dimilikinya.
Gambar 2. 3 Unit bangun sekunder struktur zeolit
7
Tabel 2. 2 Klasifikasi zeolit
Grup
Jenis zeolit
Rumus kimia
UBS
Analsim
Na16[Al16Si31O96].6H2 O
S4R
Wairakit
Ca8[Al16Si31O96].6H2O
S4R
Natrolit
Na16[Al16Si24O80].6H2 O
T5O10 (4-1)
Thomsonit
Na16Ca8[Al20Si20O80].24H2O
T5O10
Heulandit
Ca4[Al8Si28O72].24H2O
T10O20 (4-41)
Klinoptilolit
Na6[Al6Si30O72].24H2O
T10O20
Filipsit
K2Ca1.5[Al6Si10O32].12H2O
S4R
Zeolit Na-P-1
Na8[Al31 SiO16].16H2O
S4R
Mordernit
Na8[Al8Si40O96].24H2O
T8O16 (5-1)
Ferierit
NaCa0.5 Mg2[Al6Si30O72 ]24 H2O
T8O16
Kabazit
Ca2[Al4 Si8O24 ].13H2O
D4R, D6R
Zeolit L
K6Na3[Al9Si27O72 ].21H2O
S6R
Faujasit
Na12Ca12Mg11[Al58Si134O384].235H2O
D4R, D6R
Zeolit A
Na12[Al12Si12O48].27H2O
D4R, D6R
Laumontit
Laumontit
Ca4[Al8Si16O46].16H2O
S4R,S6R,S8R
Pentasil
ZSM-5
Nan[AlnSi96O192 ].16H2O
5-1
Zeotip
AlPO4-5
[Al12 P12O48] (C3H7) 4NOH qH2O
S4R,S6R
Analsim
Natrolit
Heulandit
Filipsit
Mordernit
Kabazit
Faujasit
2.1.3.
Aplikasi zeolit
Zeolit sangat banyak digunakan hampir dalam semua aspek bidang kehidupan, terutama
bidang industri. Hal ini tak lepas dari sifat-sifatnya yang unik seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya. Berikut akan dijelaskan beberapa aplikasi penggunaan zeolit antara lain(Las
2005):
8
 Perlakuan terhadap limbah cair dan pembuangannya
Amoniak adalah komponen yang penting berkaitan dengan cara penanganan limbah cair.
Dengan perlakuan sederhana, kadar amoniak dalam limbah cair dapat direduksi hingga 1015 ppm. Perlakuan akhir pada limbah cair tersebut adalah penyempurnaan dengan
menghaluskan penyaring-penyaring yang mengandung klinoptilolit, bentuk yang umum dari
zeolit alami. Lebih rendahnya tingkat zeolit daripada tingkat amoniak untuk yang tidak
beracun, dapat diterima. Zeolit dapat diregenerasi dan didaur ulang untuk jangka waktu yang
tidak terbatas. Ukuran zeolit yang digunakan dalam menghaluskan kolom penyaring dalam
limbah aplikasi ini adalah -20 hingga +35 Tyler mesh.
 Penghilangan logam dari limbah cair
Zeolit adalah bahan yang sangat selektif dari bermacam-macam logam kation yang dapat
dihilangkan dari limbah cair melalui proses pertukaran ion. Kation-kation ini termasuk
timbal, perak, kadmium, kobalt, seng, tembaga, air raksa, magnesium, besi, aluminium,
kromium, dan lainnya. Sistem penghalusan air klinoptilolit dapat digunakan dalam industri
seperti pertambangan, elektroplating dan elektronika.
 Penghilangan limbah radioaktif
Proses penghilangan isotop radioaktif dapat dilakukan melalui sekumpulan kolom dengan
zeolit alami. Zeolit secara selektif dapat menghilangkan isotop-isotop cesium (Cs134, Cs137)
dan strontium (Sr90) melalui proses pertukaran ion. Limbah cair dimurnikan untuk dapat
mencapai batas agar dapat dilakukan penembakan isotop radioaktif terhadap sarang zeolit
dari strukturnya. Penyimpanan atau pembuangan limbah didukung oleh unsur-unsur
anorganik dan struktur zeolit yang stabil. Spesifikasi ukuran berkisar antara 20 sampai 50
Tyler mesh.
 Kontrol polusi udara
Zeolit alami adalah adsorben yang tepat untuk teknologi-teknologi kontrol polusi udara
sebagai perlakuan terhadap polutan udara yang berbahaya (HAP) dan senyawa-senyawa
organik yang menguap. Adanya sistem filtrasi secara khusus mengandung karbon aktif
sebagai media. Karena kebanyakan karbon aktif mengandung pori-pori dalam yang besar
sehingga karbon aktif cenderung digunakan untuk molekul yang besar. Sedangkan zeolit
memiliki pori-pori dalam yang kecil, berkisar antara 3-5 angstroms, sehingga zeolit
merupakan adsorben yang sangat selektif terhadap molekul-molekul dan unsur-unsur fasa
gas. Banyak polutan udara yang telah teridentifikasi antara lain formaldehid, kloroform,
9
amoniak dan karbon monoksida, merupakan senyawa-senyawa yang dapat dinetralisir
dengan zeolit.
 Bidang perairan
Klinoptilolit digunakan untuk mengontrol amonium dalam sistem filtrasi dalam
dunia perikanan. Zeolit memiliki keuntungan ganda dalam melakukan kedua filtrasi
kimia melalui pertukaran ion sambil melayani sebagai substrat biologi dalam filtrasi.
Sebagai bio-filter, zeolit yang berat memberikan sumber konsentrasi amoniak yang
digunakan untuk mereduksi bakteri yang dimakan. Secara umum, penggunaan zeolit
dengan ukuran -4 hingga +20 mesh adalah ukuran yang biasa digunakan dalam dunia
perikanan untuk kolom penyaring.
 Bidang pertanian
Klinoptilolit, yang memiliki kadar kalium yang tinggi dikenal sebagai lahan tanah yang baik.
Produk-produk Steelhead Specialty Mineral's clinoptilolite adalah TSM 150, CS 400 dan
TSM 110 membawa kalium sebagai pertukaran kation yang utama. Dalam aplikasi tanah
langsung, klinoptilolit memberikan sumber untuk pelepasan kalium secara lambat. Jika
sebelumnya diisi dengan amoniak, zeolit dapat menjalankan fungsi yang sama dalam
pelepasan nitrogen dengan lambat. Hal ini memberikan keuntungan seperti, mekanisme
pelepasan yang lambat, mampu diisi dengan pupuk, harganya murah, hidrofilik dan
meningkatkan hasil panen.
 Bidang peternakan
Dalam bidang peternakan, zeolit dapat digunakan untuk meningkatkan nilai efisiensi
nitrogen, mereduksi penyakit lembung pada hewan ruminensia, sebagai pengontrol
kelembaban kotoran hewan dan kandungan amoniak kotoran hewan.
 Bidang energi
Pada bidang energi, zeolit dapat digunakan sebagai katalis pada proses pemecahan
hidrokarbon minyak bumi, sebagai panel-panel pada pengembangan energi matahari, dan
penyerap gas freon.
10
2.2.
Adsorpsi
2.2.1.
Pengertian dan jenis adsorpsi
Adsorpsi adalah suatu proses yang terjadi ketika fluida, cairan maupun gas terikat pada suatu
padatan atau cairan (adsorben) dan kemudian membentuk suatu lapisan tipis atau film
(adsorbat) pada permukaannya. Permukaan padatan yang kontak dengan suatu larutan
cenderung untuk menghimpun lapisan dari molekul-molekul zat terlarut pada permukaannya
akibat ketidakseimbangan gaya-gaya pada permukaan(Subiarto 2000). Proses ini
menghasilkan akumulasi konsentrasi zat tertentu di permukaan media setelah terjadi kontak
antarmuka atau bidang batas cairan dengan cairan, cairan dengan gas atau cairan dengan
padatan dalam waktu tertentu. Contohnya antara lain dehumidifikasi, yaitu pengeringan
udara dengan zat penyerap, pemisahan zat yang tidak diinginkan dari udara atau air
menggunakan adsorben, pertukaran ion untuk zat terlarut di dalam larutan dengan ion dari
media pertukarannya. Adsorpsi ini berbeda dengan absorpsi. Absorpsi adalah suatu proses
dimana atom, molekul atau ion-ion masuk ke dalam suatu padatan, cairan maupun gas.
Berdasarkan fenomena terbentuknya, adsorpsi dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu adsorpsi
kimia, adsorpsi fisika dan pertukaran ion. Adsorpsi kimia merupakan proses pembentukan
ikatan kimia (ikatan kovalen dan ikatan ionik) antara adsorben (zat penyerap) dengan
adsorbat
(molekul
adsorban).
Adsorpsi
ini
menghasilkan
pembentukan
lapisan
monomolekuler adsorbat pada permukaan melalui gaya-gaya dari valensi sisa dari molekulmolekul pada permukaan(Subiarto 2000). Adsorpsi ini bersifat sangat eksoterm dan tidak
reversibel. Sedangkan adsorpsi fisika adalah adsorpsi yang terjadi akibat proses
pembentukan ikatan van der Waals, ikatan yang lebih lemah antara adsorben dengan
adsorbat. Adsorpsi ini diakibatkan kondensasi molekular dalam kapiler-kapiler dari padatan.
Adsorpsi ini bersifat endoterm dan reversibel. Dan pertukaran ion merupakan proses yang
terbentuk karena adanya gaya elektrostatik.
Laju adsorpsi keseluruhan dikendalikan oleh kecepatan difusi dari molekul-molekul zat
terlarut dalam pori-pori kapiler dari partikel adsorben. Kecepatan itu berbanding terbalik
dengan kuadrat diameter partikel, bertambah dengan kenaikan konsentrasi zat terlarut,
bertambah dengan kenaikan temperatur dan berbanding terbalik dengan kenaikan berat
molekul zat terlarut(Freeman 1989).
Morris dan Weber mengemukakan bahwa laju adsorpsi bervariasi seiring dengan akar
pangkat dua dari waktu kontak dengan adsorben. Kecepatan ini juga meningkat dengan
11
menurunnya pH sebab perubahan muatan pada permukaan adsorben. Kapasitas adsorpsi dari
suatu adsorben terhadap suatu zat terlarut tergantung pada keduanya, adsorben dan zat
terlarutnya. Kebanyakan limbah cair adalah kompleks dan bervariasi dalam hal kemampuan
adsorpsi dari campuran-campuran yang ada. Struktur molekul, kelarutan, dan lain
sebagainya, semuanya berpengaruh terhadap kemampuan adsorpsi(Subiarto 2000).
Efektivitas adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:
(1) jenis adsorban
(2) temperatur lingkungan (udara, air, cairan)
(3) jenis adsorbat, bergantung pada bangun molekul zat, kelarutan zat (makin mudah larut,
makin sulit diadsorpsi), taraf ionisasi (zat organik yang tidak terionisasi lebih mudah
diadsorpsi).
Berdasarkan jenis adsorbatnya, tingkat adsorpsi digolongkan menjadi tiga, yaitu lemah,
terjadi pada zat anorganik kecuali golongan halogen (salah satunya adalah klor). Adsorpsi
menengah, terjadi pada zat organik alifatik dan adsorpsi kuat terjadi pada senyawa aromatik
(zat organik yang berbau (aroma) dengan struktur benzena, C6H6)(Cahyana 2009).
2.2.2.
Isoterm adsorpsi
Isoterm adsorpsi adalah hubungan yang menunjukkan distribusi adsorben antara fasa
teradsorpsi pada permukaan adsorben dengan fasa ruah saat kesetimbangan pada temperatur
tertentu. Ada tiga jenis hubungan matematik yang umumnya digunakan untuk menjelaskan
isoterm adsorpsi(Rosen 1989).
1) Isoterm Langmuir
Pada tahun 1916, Irving Langmuir menetapkan suatu model isoterm untuk gas yang
teradsorpsi pada suatu padatan, yang diberi nama sama dengan namanya. Isoterm ini
berdasar pada asumsi bahwa :
 Adsorben mempunyai permukaan yang homogen dan hanya dapat mengadsorpsi satu
molekul adsorbat untuk setiap molekul adsorbatnya. Tidak ada interaksi antara molekulmolekul yang terserap.
 Semua proses adsorpsi dilakukan dengan mekanisme yang sama.
 Hanya terbentuk satu lapisan tunggal saat adsorpsi maksimum.
12
Namun, biasanya asumsi-asumsi ini sulit diterapkan karena ada hal-hal berikut: selalu ada
ketidaksempurnaan pada permukaan, molekul teradsorpsi tidak inert dan mekanisme
adsorpsi molekul pertama sangat berbeda dengan mekanisme pada molekul terakhir yang
teradsorpsi.
Langmuir mengemukakan bahwa mekanisme adsorpsi yang terjadi adalah sebagai berikut :
A(g) + S  AS, dimana A adalah molekul gas dan S adalah permukaan adsorpsi. Persamaaan
Langmuir didasarkan pada keseimbangan diantara kondensasi dan evaporasi dari molekulmolekul yarg diadsorpsi, mengingat lapisan adsorpsi monomolekul(Subiarto 2000).
=
(Persamaan 2.1)
Persamaan ini dapat diekspresikan ulang menjadi bentuk linier dengan persamaan sebagai
berikut:
/
=
+
(Persamaan 2.2)
Dimana:
x = berat dari unsur yang diadsorpsi
m = massa dari adsorben
C = konsentrasi larutan ketika kesetimbangan
a = konstanta adsorpsi Langmuir (mg/g)
b = kapasitas monolayer dari adsorben (L/mg).
Nilai ab ini dapat diperoleh dari grafik isoterm Langmuir dengan mengalurkan antara x/m
dengan C. Grafik ini dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut.
0.002
m/x
0.0015
0.001
0.0005
0
0
0.00005
0.0001
0.00015
1/C
Gambar 2. 4 Grafik isoterm Langmuir
13
Dari grafik tersebut akan diperoleh persamaan garis liniernya dengan bentuk persamaan
seperti berikut, m/x = 1/abC + 1/b.
2) Isoterm Freundlich
Untuk rentang konsentrasi yang kecil dan campuran yang cair, isoterm adsorpsi dapat
digambarkan dengan persamaan empirik yang dikemukakan oleh Freundlich. Isoterm ini
berdasarkan asumsi bahwa adsorben mempunyai permukaan yang heterogen dan tiap
molekul mempunyai potensi penyerapan yang berbeda-beda. Persamaan ini merupakan
persamaan yang paling banyak digunakan saat ini.
Persamaannya adalah
x/m = kC1/n
(Persamaan 2.3)
dimana:
x
= banyaknya zat terlarut yang teradsorpsi (mg)
m = massa dari adsorben (g)
C = konsentrasi dari adsorbat yang tersisa dalam kesetimbangan
k,n,= konstanta adsorben
Dari persamaan tersebut, jika konsentrasi larutan dalam kesetimbangan dialurkan sebagai
absis dan konsentrasi adsorbat dalam adsorben sebagai ordinat pada koordinat logaritmik,
akan diperoleh gradien n dan intersep k. Atau dengan mengalurkan antara logaritma dari
konsentrasi adsorbat dalam adsorben (log x/m) sebagai absis dan logaritma konsentrasi
larutan dalam kesetimbangan (log C) sebagai ordinat pada koordinat linier, maka akan
diperoleh gradien 1/n dan intersep k.
Gambar 2. 5 Grafik isoterm Freundlich
14
Dari isoterm ini, akan diketahui kapasitas adsorben dalam menyerap air. Isoterm ini akan
digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan, karena dengan isoterm ini dapat ditentukan
efisiensi dari suatu adsorben.
Hal-hal yang dapat dilihat dari kurva isoterm adalah sebagai berikut.
 Kurva isoterm yang cenderung datar artinya, isoterm yang digunakan menyerap pada
kapasitas konstan melebihi daerah kesetimbangan.
 Kurva isoterm yang curam artinya kapasitas adsorpsi meningkat seiring dengan
meningkatnya konsentrasi kesetimbangan.
3) Isoterm BET
Molekul-molekul sering membentuk lebih dari satu lapisan (multilayer) pada permukaan
adsorbatnya, akan tetapi isoterm Langmuir tidak dapat menjelaskan hal ini. Sehingga, pada
tahun 1938, Stephen Brunauer, Paul Emmett, dan Edward Teller mengembangkan suatu
model isoterm adsorpsi yang dapat menghitung kapasitas adsorpsi pada molekul yang
membentuk lapisan lebih dari satu. Isoterm BET ini memodifikasi mekanisme Langmuir
seperti berikut :
A(g) + S ⇌ AS
A(g) + AS ⇌ A2S
A(g) + A2S ⇌ A3S dan selanjutnya
Gambar 2. 6 Grafik isoterm BET
Pada isoterm BET hanya berlaku untuk material yang bersifat higroskopis. Selain itu,
isoterm BET lebih baik diterapkan pada adsorpsi fisika, sedangkan isoterm Langmuir lebih
baik untuk adsorpsi kimia.
15
2.3.
Zat Warna
2.3.1. Pengertian warna
Warna adalah spektrum tertentu yang terdapat di dalam suatu cahaya sempurna (berwarna
putih). Identitas suatu warna ditentukan panjang gelombang cahaya tersebut(Isminingsih and
Djufri 1978). Daerah tampak dari spektrum terdiri dari radiasi elektromagnetik yang terletak
pada panjang gelombang antara 4000 angstrom (400 nm) sampai 8000 angstrom (800 nm)
dimana 1 angstrom = 10-8 cm = 0,1 nanometer. Sedangkan radiasi (penyinaran) di bawah
4000 angstrom tidak akan tampak karena terletak pada daerah ultraviolet, dan di atas 8000
angstrom adalah daerah inframerah juga tidak tampak oleh mata(Budiyono, Sudibyo et al. 2008).
Gambar 2. 7 Spektrum warna
Radiasi yang tersebar secara merata antara 4000 Å - 8000 Å akan tampak sebagai cahaya
putih, yang akan terurai dalam warna-warna spektrum bias dengan adanya penyaringan
prisma. Warna-warna spektrum berturut-turut adalah : violet, indigo, biru, hijau, kuning,
jingga dan merah. Untuk lebih jelasnya lihat tabel spektrum di bawah ini(Iqbal 2008):
Tabel 2. 3 Spektrum warna
Panjang gelombang (λ) (Å)
Warna terserap
Warna tampak
4000 – 4350
Violet
Kuning – Hijau
4350 – 4800
Biru
Kuning
4800 – 4900
Hijau – Biru
Jingga
4900 – 5000
Biru – Hijau
Merah
5000 – 5600
Hijau
Ungu
5600 – 5800
Kuning – Hijau
Violet
5800 – 5950
Kuning
Biru
5950 – 6050
Jingga
Hijau – Biru
6050 – 7000
Merah
Biru – Hijau
16
Hubungan antara warna yang terserap dengan warna tampak dijelaskan secara rinci oleh
Mohler seperti yang ditampilkan pada Tabel 2.3 di atas, yang dapat disimpulkan bahwa tiap–
tiap warna terletak pada daerah panjang gelombang yang sempit, dimana pasangan dari
warna terserap dan warna tampak panjang gelombang yang sama atau disebut warna
pelengkap/komplementer atau warna pengurangan/subtraksi.
Warna merupakan hasil dari suatu perangkat kompleks dari respon faali maupun psikologis
terhadap panjang gelombang tampak, yang jatuh pada retina (selaput jala) mata.
Penginderaan warna ditimbulkan oleh berbagai proses fisis. Hitam dianggap sebagai
ketidakhadiran seluruh jenis gelombang warna. Sementara putih dianggap sebagai
representasi kehadiran seluruh gelombang warna dengan proporsi seimbang. Jika panjang
gelombang dengan rentang (range) sempit jatuh pada retina akan diamati warna – warna
individu(Iqbal 2008).
Hubungan antara penyerapan cahaya dengan panjang gelombang dikemukakan dengan
menggabungkan hukum Lambert dan Hukum Beer yang didukung oleh aturan KubelkaMunk. Berkebalikan dengan teori warna, di dalam teori pigmen sensasi putih dianggap
sebagai absennya seluruh pigmen.
Teori Brewster pertama kali dikemukakan pada tahun 1831. Teori ini menyederhanakan
warna-warna yang ada di alam menjadi 4 kelompok warna, yaitu warna primer, sekunder,
tersier, dan warna netral. Kelompok warna ini sering disusun dalam lingkaran warna
brewster.
Lingkaran
warna
brewster
mampu
menjelaskan
teori
kontras
warna
(komplementer), split komplementer, triad, dan tetrad.
2.3.2. Zat Warna Tekstil
Pada tahun 1876, Otto Witt menyatakan bahwa molekul zat warna merupakan gabungan
dari zat organik yang tidak jenuh, kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai
pengikat antara warna dengan serat. Secara lebih luas zat warna tersusun dari hidrokarbon
tak jenuh, kromogen, auksokrom dan zat aditif.
Zat organik tak jenuh umumnya berasal dari senyawa aromatik dan turunannya seperti
benzen, toluen, xilen, naftalen, antrasen, fenol dan turunannya seperti fenol, orto/meta/para
kresol, senyawa mengandung nitrogen (piridin, kinolin, korbazolum, dsb)(Budiyono, Sudibyo et
al.
2008)
.
17
Kromogen adalah senyawa aromatik yang berisi kromofor (Yunani :chroma yang berarti
warna, phoros, yang berarti mengemban) yaitu gugus tak jenuh yang dapat menjalani transisi
   dan n   (teori eksitasi transisi elektron). Kromofor merupakan zat pemberi warna
yang berasal dari radikal kimia, seperti : kelompok nitroso : -NO, kelompok nitro : -NO2,
kelompok azo : -N=N, kelompok etilen : >C=C<, kelompok karbonil : >C=O, kelompok
karbon - nitrogen : >C=NH dan –CH=N-, kelompok belerang : >C=S dan ->C-S-S-C<.
Macam – macam zat warna dapat diperoleh dari penggabungan radikal kimia tersebut
dengan senyawa kimia lain(Iqbal 2008).
Gambar 2. 8 Macam-macam kromofor
Auksokrom, (Yunani ; auxanein, “meningkatkan”) yaitu gugus yang tidak dapat menjalani
transisi    tetapi dapat menjalani transisi elektron n. Auksokrom merupakan gugus yang
dapat meningkatkan daya kerja kromofor sehingga optimal dalam pengikatan. Auksokrom
terdiri dari golongan kation yaitu –NH2, -NH Me, - N Me2 seperti -+NMe2Cl-, golongan
anion yaitu SO3H-, -OH, -COOH, seperti –O2-, -SO3-, dsb. Auksokrom juga merupakan
radikal yang memudahkan terjadinya pelarutan seperti -COOH atau –SO3H. Selain itu, dapat
juga berupa kelompok pembentuk garam seperti - NH2 atau –OH. Kebanyakan zat organik
berwarna adalah hibrida resonansi dari dua struktur atau lebih. Penggolongan zar warna
dapat dikategorikan bermacam–macam menurut parameter yang dijadikan rujukan(Isminingsih and
Djufri 1978)
.
Zat warna juga diperoleh dari senyawa anorganik dan dari mineral alam. Zat warna yang
diperoleh dari senyawa anorganik dan dari mineral alam sering disebut dengan pigmen
(tahun 1935 mulai dikenal pigmen yang mempunyai kromofor). Beberapa contoh warna
pigmen yang berasal dari senyawa anorganik dan mineral alam adalah sebagai berikut:
warna putih : titanium dioksida, seng oksida, seng sulfit, timbal sulfit. Warna merah : besi
oksida, kadmium merah, timbal merah. Warna hitam : grafit, karbon hitam, magnetik hitam.
Warna biru : ultramin, kobal biru, besi biru, tembaga Ptalosianin. Warna kuning : seng
kromat, ferit kuning.
Berdasarkan sumber perolehannya, zat warna tesktil dibagi menjadi dua, yaitu:
18

Zat warna alami, yaitu zat warna yang diperoleh dari alam/tumbuh-tumbuhan baik secara
langsung maupun tidak langsung. Bahan pewarna alam yang biasa digunakan untuk
tekstil adalah berasal dari tumbuhan bagian daun, buah, kulit kayu, kayu atau bunga.

Zat warna sintetik, yaitu zat warna buatan yang berasal dari proses kimia. Zat warna ini
mudah diperoleh, stabil dan praktis pemakaiannya. Zat warna sintetik dalam tekstil
merupakan zat warna turunan hidrokarbon aromatik seperti benzen, toluen, naftalen dan
antrasen(Budiyono, Sudibyo et al. 2008).
Macam-macam zat warna sintetik berdasarkan cara pewarnaannya dibagi menjadi:
 Zat warna basa (disebut juga warna kation) karena selalu terionkan didalam mediumnya
dengan gugus pembawa warna bersifat kation. Biasanya digunakan untuk mencelup
serat-serat binatang, poliamida (nilon), dan beberapa serat poliakrilat berdasarkan ikatan
elektrokovalen.
 Zat warna asam, yang mengandung asam-asam mineral atau asam organik dan dibuat
dalam bentuk garam natrium, dari asam organik, dimana gugus anion merupakan gugus
pembawa warna yang aktif.
 Zat warna direct, dikenal dengan zat warna substansif, memiliki daya afinitas yang besar
terhadap serat selulosa. Beberapa diantaranya dapat mencelup serat binatang berdasarkan
ikatan hidrogen.
 Zat warna mordan, yang bergabung dengan oksida logam membentuk zat warna yang
tidak larut. Biasanya digunakan untuk mencelup serat binatang, poliamida dan serat
selulosa.
 Zat warna azoat, yang mengandung pigmen azo yang dapat mengendap di dalam serat,
terutama digunakan untuk mencelup serat selulosa.
 Zat warna belerang, yang memiliki rantai belerang pada setiap struktur molekulnya.
Sifatnya tidak larut di dalam air, tetapi dapat larut dalam larutan sulfit.
 Zat warna bejana, yang mengandung gugus karbonil dan memiliki sifat tidak larut dalam
air.
 Zat warna dispersi, yaitu zat warna ion-ion yang terdiri dari inti kromofor azo dan
antrakuinon. Biasanya digunakan untuk mencelup serat selulosa asetat dan serat
poliester.
19

Zat warna reaktif, yang dapat mencelup serat dalam kondisi tertentu dan membentuk
reaksi kovalen dengan serat. Biasanya mencelup serat selulosa, serat wol dan sutera dan
poliamida buatan berdasarkan reaksi kondensasi dengan gugus amina dari serat-serat
hewani atau poliamida(Isminingsih and Djufri 1978). Salah satu contoh zat warna reaktif ini adalah
remazol brilliant red F3B yang mempunyai struktur molekul seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 2.9.
Gambar 2. 9 Struktur zat warna RB red F3B
20
Download