BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker Mulut 2.1.1 Definisi Neoplasma epitel yang bersifat invasif dengan berbagai derajat diferensiasi skuamosa serta kecenderungan untuk metastasis ke noda limpa, terjadi terutama pada orang dewasa yang mempunyai kebiasaan konsumsi alkohol dan tembakau pada usia 50 hingga 60.13 2.1.2 Epidemiologi Lebih dari 90% neoplasma ganas di rongga mulutdan orofaringmerupakankarsinoma sel skuamosa lapisan mukosa dan biasanya jarang terjadi di kelenjar saliva minor dan jaringan lunak. Secara umum, laki-laki lebih rentan pada kanker mulut daripada wanita karena mempunyai pola hidup yang buruk misalnya kebiasaan konsumsi alkohol dan tembakau. Di India, wanita mempunyai prevalensi yang paling tinggi di seluruh dunia dengan kebiasaan mengunyah tembakau. Secara global, 266.672 kasus kanker mulut telah didiagnosa meliputi 5% untuk laki-laki dan 2% untuk wanita dari semua jenis kanker. Peningkatan insidensi telah ditemukan pada subyek yang lebih muda terutama pria, telah dilaporkan dari berbagai negara barat dalam beberapa dekade tahun terakhir. Selain itu, prevalensi kanker mulut yang tinggi ditemuipada negara-negara Asia khususnya Asia Tenggara. Orang Asia memiliki pelbagai budaya dan pola hidup seperti menyirih, pola penggunaan tembakau yang bervariasi dan konsumsi alkohol berupa faktor risiko untuk kanker mulut.4,13 Universitas Sumatera Utara 2.1.3 Klasifikasi WHO dan TNM 2.1.3.1 Klasifikasi WHO tumor dari rongga mulut dan orofaring Kode morfologi International Classification of Diseases for Oncology(ICD-O) {821} dan Systematized Nomenclature of Medicine. Sifat tumor dikodekan /0 untuk tumor jinak, /3 untuk tumor ganas, dan /1 untuk tidak pasti. Gambar 1. Klasifikasi WHO tumor dari rongga mulut dan orofaring13 Universitas Sumatera Utara 2.1.3.2 Klasifikasi TNM karsinoma rongga mulut dan orofaring Klasifikasi TNM kanker rongga mulut dan orofaring bersama dengan tahap anatomi. Universitas Sumatera Utara Gambar 2. Klasifikasi TNM karsinoma rongga mulut dan orofaring13 2.1.4 Etiologi dan Faktor Risiko Penyebab kanker mulutbelum diketahui secara pasti. Penyebabnya diduga berhubungan dengan bahan karsinogen dan faktor predisposisi.Insidensi kanker mulut berhubungan dengan umur yang dapat mencerminkan waktu penumpukan, perubahan genetik dan lamanya terpapar inisiator dan promotor seperti bahan kimia, iritasi fisik, virus, dan pengaruh hormonal, penuaan selular dan menurunnyakekebalan akibat aging. Faktor risiko yang dapat memicu berkembangnya kanker mulut antara lain merupakan tembakau, menyirih, alkohol, virus, malnutrisi, sinar matahari.2 2.1.4.1 Tembakau Tembakau berisi aromatic,hydrokarbon, bahan karsinogen nitrosodicthanolamine, seperti: nitrosamine, nitrosoproline, dan polycyclic polonium. Tembakau dapat dikunyah-kunyah, atau diletakkan dalam mulut untuk diisap, pada semua keadaan tersebut tembakau mempunyai efek karsinogenik pada mukosa mulut. Kebiasaan mengunyah tembakau di masyarakat Asia dengan menggunakan campuran sirih dan pinang dengan jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan kanker mulut sesuai dengan letak campuran tembakau yang ditempatkan pada rongga mulut. Mengunyah tembakau dengan menyirih dapat meningkatkan keterpaparan carcinogen tobacco specific nitrosamine (TSNA) dan nitrosamine yang berasal dari alkaloid pinang.14 2.1.4.2 Menyirih Kebiasan menyirih atau "nginang" merupakan salah satu kebiasaan kuno yang dimulai sejak berabad-abad tahun yang lalu. Menyirih mulai dilakukan oleh masyarakat di China dan India lalu menyebar ke benua Asia termasuk Indonesia. Komposisi utama dari menyirih merupakan daun sirih (Piper betel leaves), buah pinang (Areca nut), kapur sirih (Antacid), dan gambir (Uncaria Gambier Roxb).Menurut penelitian, kegiatan menyirih dapat menimbulkan iritasi terhadap Universitas Sumatera Utara jaringan mukosa di rongga mulut dan membentukkanker mulut akibat komposisi menyirih, frekuensi menyirih, durasi menyirih.14 2.1.4.3 Alkohol Beberapa penelitian telah menunjukkan pola konsumsi alkohol yang tidak terkontrol jelas meningkatkan risiko terjadinya kanker mulut. Minuman alkohol mengandung bahan karsinogen seperti etanol, nitrosamine, urethane contaminant.Alkohol dapat bekerja sebagai suatu pelarut dan menimbulkan penetrasi karsinogen kedalam jaringan epitel. Acetaldehydeyang merupakan alkohol metabolit telah diidentifikasi sebagai promotor tumor.Alkohol merupakan salah satu faktor yang memudahkan terjadinya leukoplakia, karena pemakaian alkohol dapat menimbulkan iritasi pada mukosa. Minum alkohol disertai dengan kebiasaan merokok dapat menyebabkan efek sinergis sehingga dapat memperoleh risiko yang lebih besar untuk terjadi kanker mulut.Asap rokok mengandung bahan karsinogen dan alkohol menyebabkan dehidrasi dan rasa panas yang mempengaruhi selaput lendir mulut. Meningkatnya permeabilitasmukosa ini akan menimbulkan rangsangan menahun dimana timbul proses kerusakan dan pemulihan jaringan yang berulang-ulang sehingga mengganggu keseimbangan sel dan sel mengalami displasia.14 2.1.4.4 Virus Human papilloma virus DNA, khususnya tipe 16telahditemukan di kanker mulut. Virus papiloma jelas berhubung dengan kanker serviks tetapi hubungan dengan kanker mulut masih bersifat spekulatif. Human papilloma viruses, menyebabkan mutasi gen p53 yang berpotensi menyebabkan kanker mulut.14 Universitas Sumatera Utara 2.1.4.5 Malnutrisi Asupansi vitamin A yang rendah jelas berkaitan dengan kanker mulut.Defisiensi vitamin A menyebabkan proses keratinisasi yang berlebihanpada kulit dan membran mukosa. Vitamin A juga memiliki fungsi protektif danpreventif terjadinya prakanker mulut dan kanker mulut. Jumlah kandungan retinoldalam darah dan jumlah kandungan beta-karoten pada makanan dipercayai dapatmengurangi risiko leukoplakia dan kanker mulut.14 2.1.4.6 Sinar matahari Paparan pada komponen ultraviolet dari sinar matahari merupakan salah satu faktor risiko menyebabkan kanker mulut khusus di bagian bibir. Kanker mulut di bibir biasa terjadi pada pekerjaan luar ruangan misalnya petani dan nelayan. Selain itu, orang yang berkulit putih memiliki risiko tinggi. Lesi displastik yang disebabkan oleh sinar matahari dapat ditemui sebelumkanker mulut terjadi dan kerusakan jaringan bibir akibat matahari dapat diidentifikasi secara klinis dengan adanyakehilangan elastisitas dan atrofi pada epitel.14 2.1.4.7 Pekerjaan Paparan pada berbagai bahan atau zat dapat terjadi pada jenis perkerjaan yang tertentu dan ternyata dapat meningkatkan risiko terjadi kanker mulut. Paparan pada formaldehida, asap dari berbagai sumber, partikel kayu, serat mineral, asbes, partikel karbon ternyata berhubungan dengan kanker mulut.Efek karsinogenik pada formaldehid merupakan genotoksisitasnya dengan meningkatkan proliferasi sel. Paparan pada serat mineral dan asbes dapat menyebabkan pelepasan mediator inflamasi, sitokin dan faktor pertumbuhan. Hal ini dapat mengubah pola diferensiasi dan proliferasi pada sel epitel serta mesothelial. Peningkatkan frekuensi displasia dan metaplasia kuboid dapat terjadi pada paparan partikel kayu.27 Universitas Sumatera Utara 2.1.5 Patogenesis Patogenesis molekul kanker mulut merupakan akumulasi perubahan genetik yang terjadi selama bertahun-tahun. Walaupun tidak diketahui apakah kanker mulut dapat terjadi tanpa perubahan premalignant pada jaringan, setidaknya 20% berhubungan dengan prekursor lesi yang dapat dilihat secara klinis seperti leukoplakia dan eritroplakia. Karsinogenesis merupakan proses genetik yang merubah pada morfologi dan perilaku seluler. Gen utama yang terlibat meliputi proto-onkogen dan gen supresor tumor (TSGs). Faktor lain yang berperan dalam perkembangan kanker mulut, berupa kehilangan alel di daerah kromosom, mutasi pada protoonkogen dan TSGs atau perubahan epigenetik misalnya metilasi pada asam deoksiribonukleat (DNA) dan deasetilasi histone. Selain itu, faktor pertumbuhan sitokin, angiogenesis, adhesi sel molekul, fungsi kekebalan tubuh, dan homeostasis juga berperan penting dalam perkembangan kanker mulut. Proto-onkogen berperan untuk faktor pertumbuhan, reseptor faktor pertumbuhan, protein kinase, sinyal transduser, nuklirphosphoproteins, dan faktor-faktor transkripsi. Proto-onkogen meningkatkan pertumbuhan sel dan diferensiasi serta mungkin terlibat dalam karsinogenesis. Proto-onkogen yang terkait dengan kanker mulut yaitu ras (tikus sarcoma), cyclin-D1, myc, Erb-b (eritroblastosis), bcl-1, bcl-2 (limfoma sel B), int-2, CK8, dan CK19. TSGs menghambat pertumbuhan sel dan diferensiasi, kehilangan fungsional dari TSGs berperan untuk karsinogenesis. Kehilangan kedua alel dari TSG akan menyebabkan loss of function(“two-hit” hypothesis ). Kehilangan fungsional TSGs melibatkan kromosom 3p, 4q, 8p, 9p, 11q, 13q, dan 17p. TSGs yang terlibat di kanker mulut merupakanP53, Rb (retinoblastoma), dan p16INK4A.2 Universitas Sumatera Utara Gambar 3. Model Molekul Displasia Dan Karsinogenesis 2.1.6 Tanda dan Gejala Kanker mulutbiasanya diidentifikasi setelah perkembangan gejala penyakit terjadi pada tahap lanjut.Ketidaknyamanan merupakan gejala yang paling umum dan biasanya ditemui pada saat diagnosis sekitar 85%. Penderita juga menyadari adanya massa di mulut atau leher. Selain itu, disfagia, odynophagia, otalgia, pembatasan gerakan, perdarahan mulut, massa leher, dan penurunan berat badan dapat ditemuisebagai tanda kanker mulut. Perubahan jaringan termasuk lesi merah, lesi putih, lesi merah dan putih, tekstur halus, granular, kasar, berkulit luka, atau adanya massa serta ulserasi dapat ditemui sebagai tanda saat pemeriksaan klinis. Lesi mungkin berbentuk datar, tinggi, ulserasi, tidak ulserasi dan mungkin minimal teraba atau indurasi. Kehilangan fungsi yang melibatkan lidah dapat mempengaruhi bicara, penelanan, dan diet. Penyebaran ke limfatik pada kanker mulut biasanya melibatkan submandibular, node digastrikus, noda serviks atas, dan, akhirnya, noda yang tersisa dari rantai serviks. Nodayang paling sering terlibat merupakan di sisi yang sama Universitas Sumatera Utara dengan tumor primer. Kelenjar limpa yang berhubungan dengan kanker mulutbiasanya membesar dan mempunyai tekstur yang keras. Nodabiasanya tidak akan teraba lembut kecuali saat infeksi sekunder atau inflamasi yang mungkin terjadi setelah biopsi.2 2.1.7 Diagnosis Deteksi dini lesi ganas sangat disarankan. Pemeriksaan intraoral pada kepala dan leher harus dilakukan. Alat bantu untuk pemeriksaan intraoral termasuk imagingand light technologies, pewarnaan jaringan dengan menggunakan toluidin biru, dan pemeriksaan sitologi denganbrush biopsi. Toluidin biru dapat diterapkan langsung ke lesi yang mencurigakan atau digunakan sebagai bahan kumur. Penilaian penyerapan zat warna tergantung pada penilaian klinis dan pengalaman. Retensi yang positif yaitu lesi yang menyerap warna dari toluidin biru menunjukkan perlunya biopsi. Positif palsu pada retensi dye dapat terjadi pada lesi inflamasi dan ulseratif, tetapi negatif palsu jarang terjadi. Tes definitif tetap biopsidan setiap lesi yang dicurigakan harus tetap diperiksakan. Toluidin biru memprediksi lesi premalignantyang berisiko berkembang menjadi karsinoma sel skuamosa dan memberikan panduan pada lokasi yang akandilakukan biopsi. Brush biopsimerupakan teknik yang menggunakan sikat bulat yang berbulu kaku untuk mengumpulkan sel dari permukaan dan bawah permukaan lapisan lesi dengan abrasi. Sel-sel yang dikumpulkan kemudian dipindahkan ke slide mikroskopdan smear diamati denganimage analyzer untuk mengidentifikasi sel-sel abnormal. Selain itu, jaringan dapat diperoleh untuk histopatologi dengan menggunakan fine-needle aspiration. Radiologi konvensional, computed tomography (CT), nuclear scintiscanning, magnetic resonance imaging (MRI), dan ultrasonography dapat memberikan gambaran keterlibatan tulang dan dapat menunjukkan adakah lesijaringan lunak yang menginvasi. Imaging untuk menentukan keterlibatan tulang dapat dilakukan dengan Universitas Sumatera Utara radiologi konvensional misalnya radiografi gigi yang memberi gambaran tulang alveolar dan CT. Nuclear scintiscanning dapat memberikan gambaran keterlibatan tulang oleh tumor dan nekrosis tulang setelah terapi radiasi. MRI terbatas dalam menentukan keterlibatan tulang tetapi dapat menunjukkan distorsi trabekula tulang. Keterlibatan jaringan lunak dari antrum dan nasofaring dapat dinilai dengan CT dan MRI. CT dan MRI dalam menentukan status kelenjar noda limpa serviks.2,14 2.1.8 Pencegahan 2.1.8.1 Pencegahan Primer Pencegahan primer bertujuan untuk menghindari atau mengurangi paparan pada faktor risiko. Komunikasi pribadi, film, artikel surat kabar, program radio, seni rakyat, poster merupakan media yang dapat memotivasi orang untuk menghindari faktor risiko. 2.1.8.2 Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder bertujuan deteksi dini pada kanker. Pengobatan yang tepat dan awaldapatmencegah penyakit berlanjut ke tahap parah. Waktu yang ideal untuk mendeteksi kanker mulut merupakan ketika lesi masih kecil dan belum menyebar maka dokter gigi bertanggungjawab untuk melakukan skrining pada setiap pasien yang dicurigai supaya deteksi dini dapat dicapai. 2.1.8.3 Pencegahan Tertier Pencegahan tersier ditujukan pada tahap terminal. Lebih dari 70% kasus kanker memiliki sakit dan gejala yang parah pada tahap terminal maka kontrol nyeri dan perawatan paliatif merupakan strategi utama pada pencegahan tersier.15 Universitas Sumatera Utara 2.2 Kerangka Teori Karsinogen Jenis Kelamin Usia Tembakau Alkohol Bahan sirih Sinar matahari Virus Proto-onkogen Gen Supresor Tumor Onkogen Kanker Mulut Universitas Sumatera Utara 2.3 Kerangka Konsep Profil Penderita Usia Kanker Mulut Jenis Kelamin Pekerjaan Faktor Risiko Prevalensi Lokasi Lesi Prevalensi Jenis Tumor Epitel Ganas Universitas Sumatera Utara