TINJAUAN PUSTAKA Pengertian terumbu karang Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium karbonat di laut yang dihasilkan terutama oleh hewan karang. Karang adalah hewan tak bertulang belakang termasuk dalam Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria, yang sangat sederhana berbentuk tabung, memiliki mulut yang di kelilingi oleh tentakel. Karang (coral) mencakup karang dari Ordo scleractinia dan Sub kelas Octocorallia (kelas Anthozoa) maupun kelas Hydrozoa (Veron, 2000). Konstruksi terumbu karang yang dibentuk satu individu karang atau disebut polip karang memiliki ukuran yang bervariasi mulai dari yang sangat kecil 1 mm hingga yang sangat besar yaitu lebih dari 50 cm. Namun yang pada umumnya polip karang berukuran kecil. Polip dengan ukuran besar dijumpai pada karang yang soliter. Ekositem terumbu karang adalah unik dan spesifik karena pada umumnya hanya terdapat di perairan tropis, sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan perairan, terutama suhu, salinitas, sedimentasi dan eutrofikasi serta memerlukan kualitas perairan alami (Veron, 1995) dan Wallace (1998). Seperti hewan laut lainnya karang akan mempertahankan kelangsungan hidupnya untuk kesinambungan keturunannya. Untuk mempertahankan keturunanya, karang akan berkembang biak dengan cara seksual dan aseksual. Reproduksi aseksual dilakukan dengan cara fragmentasi (pembelahan), reproduksi seksual dilakukan dengan pembentukan gamet melalui peristiwa gametogenesis. Anatomi karang Karang atau disebut polip memiliki bagian-bagian tubuh terdiri dari : 1. Mulut dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi untuk menangkap mangsa dari perairan serta sebagai alat pertahanan diri. 2. Rongga tubuh (coelenteron) yang juga merupakan saluran pencernaan gastrovascular) 3. Dua lapisan tubuh yaitu ektodermis dan endodermis yang lebih umum disebut gastrodermis karena berbatasan dengan dua lapisan saluran pencernaan. Di antara kedua lapisan terdapat jaringan pengikat tipis yang disebut mesoglea. Jaringan ini terdiri dari sel-sel, serta kolagen, dan mukopolisakarida. Pada sebagian besar karang, epidermis akan menghasilkan material guna membentuk rangka luar karang. Material tersebut berupa kalsium karbonat (kapur) (Gambar 2) cilia nematocy ectodermi tentacle mesogl gastrodermi Oral disc corallites Body cavity mout gonads mesenteri cost sept pali coenosteu wall Gambar 2. Struktur polip dan kerangka kapur (Veron, 2000) Bertempat di gastrodermis, hidup zooxanthellae yaitu alga uniseluler dari kelompok Dinoflagelata, dengan warna coklat atau coklat kekuning-kuningan. Karang dapat menarik dan menjulurkan tentakelnya. Tentakel tersebut aktif dijulurkan pada malam hari, saat karang mencari mangsa, sementara di siang hari tentekel ditarik masuk ke dalam rangka. Di ektodermis tentakel terdapat sel penyengatnya (knidoblas), yang merupakan ciri khas semua hewan Cnidaria. Knidoblas dilengkapi alat penyengat (nematosita) beserta racun di dalamnya. Sel penyengat bila sedang tidak digunakan akan berada dalam kondisi tidak aktif, dan alat sengat berada di dalam sel. Bila ada zooplankton atau hewan lain yang akan ditangkap, maka alat penyengat dan racun akan dikeluarkan. Struktur Skeleton Pemberian nama karang adalah berdasarkan skeleton atau cangkangnya yang terbuat dari kapur. Menurut (Suharsono, 2004), pengenalan morfologi dari skeleton tersebut umumnya digunakan untuk mengidentifikasi karang. Lempeng dasar yang merupakan lempeng yang terletak di dasar sebagai fondasi septa yang muncul memberikan struktur yang tegak dan melekat pada dinding yang disebut Epitheca (Epiteka). Keseluruhan skeleton yang terbentuk dari satu polip disebut Coralit (Koralit), sedangkan keseluruhan skeleton yang dibentuk oleh keseluruhan polip dalam satu individu atau satu koloni disebut Corallum (Koralum). Permukaan koralit yang tebuka disebut Calyx (Kalik). Septa dibedakan menjadi septa utama, kedua, ketiga dan seterusnya tergantung dari besar kecilnya dan posisinya. Septa yang tumbuh hingga mencapai dinding luar dari koralit disebut sebagai Costae (Kosta). Pada dasar sebelah dalam dari septa tertentu sering dilanjutkan suatu struktur yang disebut Pali. Struktur yang berada di dasar dan ditengah koralit yang sering merupakan kelanjutan dari septa disebut Columella (Kolumela). Selanjutnya (Suharsono, 2004) menyebutkan bahwa dari cara terbentuknya, koralit dibedakan menjadi dua, yaitu extra tentacular dan Intra tentacular. Extra tentacular (Koralit terbentuk dari luar koralit lama). Intra tentacular (koralit yang baru terbentuk dari koralit lama). Cara pembentukan koloni karang yang demikian akhirnya membentuk berbagai koloni yang dibedakan berdasarkan konfigurasi koralit. Bentuk koralit terdiri dari hydnoporoid, dendroid, phaceloid, plocoid, flabellate, cerioid dan meandroid. Lebih jelasnya bentuk-bentuk koralit pada karang Non Acropora dan bentukbentuk percabangan koloni dan radial koralit dari marga Acropora sajikan dalam Gambar 3. Gambar 3. Bentuk koralit pada koloni karang dan bentuk percabangan koloni dan radial koralit dari marga Acropora Asosiasi karang dengan Zooxanthellae Karang hidup berasosiasi dengan biota lainnya. Dalam kehidupan berasosiasi ini karang berperan sebagai produsen yang sekaligus sebagai konsumen. Kedudukan yang unik ini disebabkan oleh karena karang bersimbiosis dengan zooxanthelae yang menghasilkan bahan organik. Menurut Nyabakken (1992 ) zooxanthellae merupakan sel-sel yang berwarna coklat, kuning emas, atau kuning kecoklatan, yang merupakan spesies utama dari Dinoflagellata, termasuk beberapa diatom dan kriptomona. Terapan fungsional simbiosis pertama-tama dapat ditinjau dari kaitannya dengan transfer nutrisi diantara keduanya. Dalam memenuhi nutrisinya semua karang dapat menggunakan tentakel-nya untuk menangkap mangsa (plankton). Proses penangkapannya mempergunakan bantuan nematocyte suatu bentuk protein spesifik yang mampu kemampuan proteksi dan melumpuhkan biomassa tertentu seperti zooplankton. Meskipun mempunyai kemampuan feeding active, akan tetapi kebanyakan proporsi terbesar makanan karang berasal dari simbiosis yang unik, yaitu zooxanthellae. Zooxanthellae ini merupakan algae uniselluler yang bersifat mikroskopik hidup dalam berbagai jaringan tubuh karang yang transparan dan menghasilkan energi langsung dari cahaya matahari melalui fotosintesis (Levinton , 1995). Siklus reproduksi karang Siklus reproduksi karang secara umum adalah sebagai berikut: Telur dan sperma dilepaskan ke kolom air, fertilisasi menjadi zigot terjadi di permukaan air dan dijumpai predator, terjadi pembelahan sel setelah 1 – 2 jam, zygot berkembang menjadi larva planula yang kemudian mengikuti pergerakan air. Menurut (Barnes dan Hughes, 1973), larva karang mempunyai kebiasaan untuk terapung di permukaan, setelah itu berenang kembali ke dasar. Bila menemukan dasaran yang sesuai, maka planula akan menempel di dasar. Planula akan tumbuh menjadi polip kemudian planula mencari substrat membentuk koloni karang (rekrutmen), kemudian koloni mulai tumbuh dengan sempurna. Sikslus reproduksi karang secara umum ditampilkan pada Gambar4. Gambar 4. Siklus reproduksi karang secara umum, (Heward et. al., 1996) Sebagian besar spesies karang zooxanthellae akan melepaskan telur dan spermanya atau dikenal dengan memijahkan (spawning) dibandingkan dengan cara mengerami larva (brooding) (Veron, 1995). Hasil pengamatan Richmond dan Hunter (1990) mengatakan bahwa dari 210 spesies karang yang sudah dipelajari sifat reproduksinya, sebagian besar (131)spesies dari mereka adalah hermaprodit broadcast spawners, 11 spesies bersifat hermaprodit brooders, 37 spesies gonochoris broadcaster dan tujuh spesies gonochoris brooders. Fungsi biofisik terumbu karang Terumbu karang mempunyai berbagai fungsi antara lain sebagai gudang keaekaragaman hayati laut, tempat tinggal sementara atau tetap, tempat mencari makan (feeding ground), tempat berpijah (spawning ground), daerah asuhan (nursery ground), tempat berlindung bagi hewan laut lainnya. Terumbu karang berfungsi sebagai biofisik dimana siklus biologi kimiawi dan fisik secara global yang mempunyai tingkat produktifitas yang sangat tinggi. Terumbu karang merupakan sumber bahan makanan langsung maupun tidak langsung dan sumber obat-obatan. Terumbu karang sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan sumber utama bahan-bahan konstruksi. Disamping itu terumbu karang juga mempunyai nilai yang penting sebagai pendukung dan penyedia bagi perikanan pantai termasuk didalamnya sebagai penyedia lahan dan tempat budidaya berbagai hasil laut. Terumbu karang juga dapat berfungsi sebagai daerah rekreasi, baik rekreasi pantai maupun rekreasi bawah laut lainnya. Terumbu karang juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana penelitian dan pendidikan serta sebagai tempat perlindungan biota-biota langka. Faktor pengontrol terumbu karang Ekosistem terumbu karang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan laut seperti cahaya, gelombang, arus, salinitas suhu, sedimentai, ketersediaan makanan (nutrien), pasang surut, dan tipe substrat. Tingkat kejernihan air dipengaruhi oleh partikel tersuspensi antara lain akibat dari pelumpuran dan ini akan berpengaruh terhadap jumlah cahaya yang masuk ke dalam laut, sementara cahaya sangat diperlukan oleh zooxanthella yang fotosintetik dan hidup di dalam jaringan tubuh binatang pembentuk terumbu karang (Veron, 1995). Gelombang laut umumnya menentukan pola dan dominasi suatu jenis karang yang hidup pada suatu daerah. Pada daerah yang energi gelombangnya kuat akan didominasi oleh jenis Pociloporoid, energi gelombang yang lemah dan terlindung akan didominasi oleh karang Acroporoid, sedangkan energi yang lemah didominasi oleh kelompok Porites. Sedimentasi yang berada disekitar terumbu karang sangat berpengaruh terhadap terumbu karang. Sumber sedimen dapat dipengaruhi oleh pola arus dan gelombang yang ada pada suatu daerah. Karang yang tumbuh dekat dengan daratan, sedimen dapat berasal dari aliran sungai. Abrasi pantai juga akan mengakibatkan sedimentasi yang dapat secara langsung merusak jaringan karang (Hubbard, 1992) Sedimen akan menghambat penetrasi sinar matahari yang menyebabkan karang bekerja ekstra untuk membersihkannya. Demikian juga sedimen dapat mengganggu proses rekrutmen, pada karang anakan bahkan bisa membunuh karang tersebut. Secara keseluruhan sedimen dapat mempengaruhi pertumbuhan karang (Veron, 1995). Salinitas berpengaruh terhadap karang yang tumbuh di sekitar teluk yang dangkal. Penurunan salinitas mempunyai efek yang lebih buruk dari pada kenaikan salinitas. Banjir akan menurunkan salinitas dan berpengaruh terhadap karang apalagi bersamaan saat air surut dan hujan turun lebat. Kejadian ini dapat mematikan karang yang ada disekitarnya. Pasang surut sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan karang, karena pertumbuhan karang ke atas, dipengaruhi oleh pasang surut. Hal ini dapat dilihat pada bagian karang yang mati pada bagian atas, sedangkan pada bagian bawah masih hidup, selanjutnya pertumbuhan karang akhirnya melebar ke arah samping (Guzman dan Cortes, 1992). Pola pasang surut juga berpengaruh terhadap ketersediaan nutrien dan zat hara anorganik bagi pertumbuhan karang. Interaksi biologi karang dengan lingkungannya Faktor fisik dan lingkungan mempunyai pengaruh terhadap keberadaan karang dan keanekaragaman jenis. Karang juga dipengaruhi oleh faktor biologi yang sangat mempengaruhi kesehatan karang untuk tetap hidup. Kekomplekan dan keanekaragaman ini akan tetap ada jika kesetimbangan secara ekologis dapat tercapai diantara karang dan biota yang berasosiasi dengannya. Asosiasi ini misalnya dengan echinodermata, ikan jarang, lamun, alga, Acanthaster planci dan biota lainnya. Karang mempunyai strategi tersendiri untuk dapat bertahan hidup. Pengaturan strategi seperti bentuk pertumbuhan, kemampuan berreproduksi. Masing-masing karang juga mempunyai respon yang berbeda terhadap ketahanan terhadap penyakit, predator, kompetisi dalam perebutan ruang. Interaksi secara biologi meliputi: Agregasi: Karang secara alami dapat saling serang-menyerang sesamanya dan secara alami terbentuk suatu hirarki dimana karang yang satu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari karang yang lain. Hal ini terlihat jelas pada karang yang hidup saling berdekatan mereka dapat mengeluarkan jaringan perutnya untuk mencerna karang yang lain. Agresi dapat juga dilakukan dengan tumbuh saling menutupi satu sama lain bagi karang-karang yang tidak mempunyai sifat agresif. Bentuk pertumbuhan dan kecepatan tumbuh juga merupakan strategi karang untuk tetap bertahan. Karang bercabang mempunyai kecapatan tumbuh yang jauh lebih cepat, sedangkan karang dengan bentuk pertumbuhan folios merupakan adaptasi untuk menutupi karang yang lain dalam memperebutkan sinar matahari. Predator : Sifat predasi sudah dimulai pada saat karang masih tigkat larva. Anakan karang sering dimakan oleh moluska atau oleh ikan sedangkan pada tingkat dewasa, karang dimakan oleh Acanthaster planci (bulu seribu). Karang yang dimakan oleh Acanthaster planci bisa berakibat fatal jika jumlahnya melebihi 100 individu/ kilometer2. Pada terumbu karang dengan populasi Acanthaster planci kurang dari 20 individu/ kilometer2 masih dianggap normal (Brown, 1997). Pada waktu terjadi ledakan populasi Acanthaster planci jumlahnya dapat mencapai 20 individu/ m2. Untuk pulih kembali dari serangan Acanthaster planci memerlukan waktu sekitar 10 – 15 tahun. Selain itu karang juga mempunyai strategi untuk faktor alami yang disebut dengan r - strategi dan k – strategi (Sorokin, 1993) Karang dengan sifat r-strategi mempunyai kemampuan untuk menempati daerah yang terbuka dalam waktu yang relatif singkat, mempunyai kecepatan tumbuh yang tinggi, menjadi dewasa lebih awal dan mempunyai siklus reproduksi sepanjang tahun dan mempunyai sebaran vertikal dan horizontal yang sangat luas. Karang yang tumbuh cepat dengan bentuk perumbuhan bercabang. Bentuk reproduksi secara vgetatif, memungkinkan karang dengan tipe r-strategi ini berpeluang hidup dalam lingkungan fisik tercemar, dimana mereka sering mendominasi Akan tetapi jenis-jenis karang ini juga mempunyai sifat yang lemah dalam berkompetisi, mempunyai ukuran yang relaif kecil dan harapan hidup yang rendah. Jenis karang yang demikian diwakili dengan karang dari kelompok Pociloporoid. Sedangkan karang dengan bentuk pertumbuhan masif dan kolumnar (K-strategi) mempunyai siklus reproduksi tahunan. Contoh karang dengan karang K-strategi adalah anggota Poritidae dan fungiidae. Kebanyakan dari mereka adalah memijahkan dan hanya sedikit yang bersifat vivipar. Setelah mencapai kematangan sex, mereka sangat subur dan larva planulanya mampu hidup lamadalam kolom air sebelum menempel. Mekanisme reproduksi dengan memijahkan memungkinkan mereka melakukan fertilisasi silang dan juga menghasilkan larva heterozigot yang lebih mampu bertahan hidup dan kompeten sehingga mampu beradaptasi lbih baik pada habitat baru ditempat penempelan. Predator secara fisik tidak akan mampu memangsa habis merea dalam waktu singkat selama mereka terakumulasi di dalam kolom air (Sorokin, 1993). Sifatsifat kebalikan yang umumnya dimiliki karang-karang massive yaitu mempunyai daya komepetisi tinggi, dengan harapan hidup yang panjang, mempunyai kemampuan penyebaran yang terbatas dan kecepatan pertumbuhan yang lambat serta siklus reproduksi terbatas. Karang seperti ini disebut sebagai karang dengan sifat k-strategis. Fenomena gempa bumi dan tsunami Gempa Bumi bukanlah suatu hal yang baru bagi rakyat kita. Gempa bumi bisa disebabkan oleh berbagai sumber, antara lain (1) letusan gunung berapi (erupsi vukalnik), (2) tubrukan meteor, (3) ledakan bawah tanah (seperti uji nuklir), dan (4) pergerakan kulit Bumi. Yang paling sering kita rasakan adalah karena pergerakan kulit Bumi, atau disebut gempa tektonik. Berdasarkan seismology, gempa tektonik dijelaskan oleh “Teori Lapisan Tektonik” Teori ini menyebutkan bahwa lapisan bebatuan terluar yang disebut lithosphere mengandung banyak lempengan. Di bawah lithospere ada lapisan yang disebut athenosphere, lapisan ini seakan-akan melumasi bebatuan tersebut sehingga mudah bergerak. Tsunami berasal dari kata dalam bahasa Jepang - tsu: pelabuhan dan nami: gelombang yang sekarang digunakan di seluruh dunia untuk menyebut gelombang laut besar yang terjadi akibat perpindahan permukaan laut secara mendadak. Perpindahan air bisa disebabkan oleh gempa bawah laut, longsor, letusan gunung berapi, atau dampak hantaman meteor yang besar. Saat sejumlah besar lautan terpindahkan secara vertikal, gangguan menyebar luas dalam bentuk tsunami karena laut mencoba untuk kembali pada keseibangan gravitasinya. Saat skala horizontal gangguan jauh lebih besar dibandingkan kedalaman air, seluruh kolom air dari permukaan sampai ke dasar laut bergerak koheren dalam arah horizontal. Biasanya tsunami besar akan melintasi laut dalam sebagai gelombang kecil, bahkan sering kurang dari satu meter, tetapi kecepatannya 600 km/ jam atau lebih. Sehingga dapat melewati kapal tanpa diketahui, karena itu para nelayan jepang menamainya tsunami untuk menggambarkan gelombang yang dapat menghancurkan rumah mereka di darat, tanpa dapat diketahui kedatangannya saat di laut. Saat tsunami mendekati perairan dangkal, gelombang melambat dan ukurannya meningkat secara dramatis, kadang mencapai ketinggian sepuluh meter. Secara umum skema terjadinya tsunami disajikan dalam Gambar 5 skema tsunami Gambar 5. skema terjadinya tsunami (http://www.wikipedia.org) Keberadaan terumbu karang penting untuk mengurangi kerusakan tsunami Terumbu karang memainkan peran penting dalam perlindungan garis pantai dari abrasi gelombang terutama mengurangi dampak gelombang dan gelombang badai tropis. Hal ini sangat jelas terlihat pada pulu-pulau tropis dengan pantai berpasir, hamparan rumput laut, dan hutan mangrove di belakang terumbu karang. Fungsi perlindungan ini menjadi penting terutama dimasa depan karena adanya perkiraan bahwa perubahan iklim akan mengakibatkan naiknya permukaan laut serta meningkatnya frekwensi dan tingkat kedashyatan badai tropis. Fungsi perlindungan dari terumbu karang ini akan menjadi penting bagi keberlangungan hidup masyarakat yang hidup dikawasan atol karang (seperti Maladewa, Kiribati dan Tuvalu). Kawasan-kawasan tersebut terdiri dari pulaupulau karang yang tingginya jarang lebih dari 2 m diatas permukaan laut saat pasang. Bukti-bukti yang dikumpulkan pasca tsunami Desember 2004 menunjukkan bahwa gelombang besar biasanya lebih tinggi dari 10 m, lewat begitu saja didaerah terumbu karang tanpa mengalami penurunan kecepatan Wilkinson et al., (2006). Analisis awal dari ilmuwan-ilmuwan UNEP (United Nations Environment Programme) menunjukkan minimya perlindungan daratan yang langsung berada di balik terumbu-terumbu karang di Indonesia, Thailand dan Srilangka. Namun, kerusakan yang lebih besar terjadi pada kawasan dengan terumbu karang yang telah mengalami kerusakan akibat penambangan karang (misal: Srilangka dan kemungkinan Maladewa) dibandingkan pada kawasan yang terumbu karangnya tidak di tambang. Bukti ini kebanyakan masih berupa indikasi dan mungkin tidak akan pernah dapat diverifikasi lebih lanjut, karena tsunami merupakan kejadian yang cukup langka. Nampaknya, terumbu karang sangat penting dalam perlindungan garis pantai dari gelombang badai. Fungsi ini akan menjadi lebih penting dimasa depan. Gelombang yang terjadi pada tanggal 26 Deseber 2004 tersebut jauh lebih tinggi dari kebanyakan badai tropis yang pernah terjadi. Hal ini menyebabkan beban terumbu karang dalam melindungi daratan juga menjadi jauh lebih berat. Kondisi Terumbu karang di Pulau Nias Tekanan ekologis akibat kejadian gempa dan tsunami Desember 2004 telah menimbulkan kerusakan ekosistem terumbu karang di sepanjang pesisir dan pulau-pulau kecil. Kerusakan paling hebat terlihat di perairan barat-utara Sumatera meliputi Pulau Nias, Simeulue dan pulau-pulau kecil di utara Sumatera. Karang batu merupakan komponen utama terumbu yang mengalami kematian massal setelah kejadian gempa dan tsunami Desember 2004 khususnya di Perairan Pulau Nias Sumatera Utara. Terjadinya pengangkatan terhadap karang setinggi 2,5 – 2,9 m, mengakibatkan daratan bertambah kearah laut dan luasan terumbu karang semakin tipis. Hal ini mengakibatkan persentase tutupan karang hidup mengalami penurunan yang sangat signifikan dan diikuti dengan penurunan biota lain yang bersosiasi dengannya. Kondisi karang di Pulau Nias saat ini dalam keadaan rusak CRITC-COREMAP-LIPI, 2006. Hal serupa juga dilaporkan oleh (Allen and Erdmann, 2005) bahwa terdapat perbedaan karang sebelum dan sesudah tsunami dengan kerusakan terparah di bagian teluk atau selat antar pulau. Meskipun karang merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui, namun memakan waktu yang cukup lama untuk pulih kembali. Oleh sebab itu jika terjadi kerusakan karang yang cukup serius melanda suatu area terumbu karang maka untuk pulih memerlukan waktu hingga berpuluh-puluh tahun. Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia mempunyai andil terjadinya kerusakan karang disamping kerusakan alami Secara alami populasi karang batu yang mengalami kematian akibat gempa dan tsunami Desember 2004 akan pulih kembali. Indikasi pemulihan mulai terlihat dengan kemunculan karang-karang muda dengan kuran relatif kecil atau dikenal juga dengan juvenil karang. Penambahan koloni karang-karang muda sangat membantu pembentukan komunitas karang baru setelah terjadi kerusakan khususnya akibat gempa dan tsunmai Desember 2004 (Wallace, 1985). Monitoring terumbu karang Kegiatan monitoring terumbu karang sangat perlu dilakukan untuk mengevaluasi kondisi terumbu karang pada suatu wilayah. Metode dalam monitoring ekologi (biologi dan fisik) khususnya lingkungan biologi untuk hewan karang dan invertebrata dapat digunakan untuk menilai kondisi ekosistem terumbu karang. Skala monitoring sangat menentukan metode yang digunakan dan hasil yang dicapai. Menurut Hill dan Wilkinson (2004) ada 3 metode yang dapat digunakan untuk pemantauan terhadap terumbu karang yaitu : Manta Tow, untuk memantau area dengan skala luas (broad scale)dengan resolusi rendah; metode transek garis, untuk memantau area dengan skala yang sedang dengan resolusi yang lebih tinggi (medium scale); Metode rekrutmen, skala kecil (finescale) pada area yang kecil dengan resolusi lebih tinggi. Lebih jelas, ke tiga metode desajikan dalam Gambar 6. Pengertian rekrutmen karang Juvenil karang yang planktonik akan menempel pada substrat yang cocok, kemudian tumbuh menjadi karang anakan dengan ukuran yang kecil, penambahan karang anakan ini kemudian disebut rekrutmen. Menurut Harriot dan Banks (1995) telah membuktikan bahwa proses ini tidak harus berhubungan dengan kelimpahan karang dewasa yang ada pada komunitas lokal. Selain itu juga terlihat adanya variasi dalam skala spasial baik dalam suatu lokasi maupun antar lokasi yang berbeda serta variabilitas musiman. Richmond dan Hunter (1990) menyatakan bahwa proses rekrutmen karang merupakan indikator yang penting untuk regenerasi terumbu karang dan potensi pertumbuhannya. Gambar 6. Metode pemantauan terhadap terumbu karang (Hill dan Wilkinson, 2004) Faktor yang mempengaruhi rekrutmen Proses-proses rekrutmen dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain kelimpahan individu karang dewasa, baik dari komunitas lokal maupun dari komunitas yang jaraknya jauh, kondisi substrat, kualitas perairan, sirkulasi air laut, topografi pantai, pola arus, cahaya matahari, polusi dan sedimetasi (Van Moorsel, 1989), intensitas pemangsaan/ herbivora (Richmond dan Hunter, 1990; Thacker et al., 2001) dan kompetisi ruang dengan makro alga (McCook, 2001). Hasil pengamatan rekrutmen ini dapat memberikan gambaran potensi pemulihan terhadap terumbu karang. Potensi pemulihan serta bagaimana perubahan kondisi terumbu karang yang ditimbulkan sangat penting untuk diketahui dalam penyusunan perencanaan dan kebijakan pengelolaan terumbu karang setelah kejadian gempa dan tsunmai. Disamping itu informasi kondisi terumbu karang juga sangat membantu dalam upaya pelestarian dan konservasi terumbu karang. Aspek dasar yang perlu diamati adalah perkembangan populasi karang batu (Scleractinian) sesudah kejadian gempa dan tsunami Desember 2004. Pengamatan perkembangan populasi karang dapat dilakukan dengan mengadakan serangkaian pemantauan secara teratur dan dalam waktu yang cukup lama.