Potensi Pemulihan Komunitas Karang Batu Pasca Gempa Dan

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian terumbu karang
Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium
karbonat di laut yang dihasilkan terutama oleh hewan karang. Karang adalah
hewan tak bertulang belakang termasuk dalam Filum Coelenterata (hewan
berrongga) atau Cnidaria, yang sangat sederhana berbentuk tabung, memiliki
mulut yang di kelilingi oleh tentakel. Karang (coral) mencakup karang dari Ordo
scleractinia dan Sub kelas Octocorallia (kelas Anthozoa) maupun kelas Hydrozoa
(Veron, 2000). Konstruksi terumbu karang yang dibentuk satu individu karang
atau disebut polip karang memiliki ukuran yang bervariasi mulai dari yang sangat
kecil 1 mm hingga yang sangat besar yaitu lebih dari 50 cm. Namun yang pada
umumnya polip karang berukuran kecil. Polip dengan ukuran besar dijumpai pada
karang yang soliter.
Ekositem terumbu karang adalah unik dan spesifik karena pada umumnya
hanya terdapat di perairan tropis, sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan
perairan, terutama suhu, salinitas, sedimentasi dan eutrofikasi serta memerlukan
kualitas perairan alami (Veron, 1995) dan Wallace (1998). Seperti hewan laut
lainnya
karang
akan
mempertahankan
kelangsungan
hidupnya
untuk
kesinambungan keturunannya. Untuk mempertahankan keturunanya, karang akan
berkembang biak dengan cara seksual dan aseksual. Reproduksi aseksual
dilakukan dengan cara fragmentasi (pembelahan), reproduksi seksual dilakukan
dengan pembentukan gamet melalui peristiwa gametogenesis.
Anatomi karang
Karang atau disebut polip memiliki bagian-bagian tubuh
terdiri dari :
1. Mulut dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi untuk menangkap
mangsa dari perairan serta sebagai alat pertahanan diri.
2. Rongga tubuh (coelenteron) yang juga merupakan saluran pencernaan
gastrovascular)
3. Dua lapisan tubuh yaitu ektodermis dan endodermis yang lebih umum
disebut gastrodermis karena berbatasan dengan dua lapisan saluran
pencernaan. Di antara kedua lapisan terdapat jaringan pengikat tipis
yang disebut mesoglea. Jaringan ini terdiri dari sel-sel, serta kolagen,
dan mukopolisakarida. Pada sebagian besar karang, epidermis akan
menghasilkan material guna membentuk rangka luar karang. Material
tersebut berupa kalsium karbonat (kapur) (Gambar 2)
cilia
nematocy
ectodermi
tentacle
mesogl
gastrodermi
Oral disc
corallites
Body cavity
mout
gonads
mesenteri
cost
sept
pali
coenosteu
wall
Gambar 2. Struktur polip dan kerangka kapur (Veron,
2000)
Bertempat di gastrodermis, hidup zooxanthellae yaitu alga uniseluler dari
kelompok Dinoflagelata, dengan warna coklat atau coklat kekuning-kuningan.
Karang dapat menarik dan menjulurkan tentakelnya. Tentakel tersebut aktif
dijulurkan pada malam hari, saat karang mencari mangsa, sementara di siang hari
tentekel ditarik masuk ke dalam rangka. Di ektodermis tentakel terdapat sel
penyengatnya (knidoblas), yang merupakan ciri khas semua hewan Cnidaria.
Knidoblas dilengkapi alat penyengat (nematosita) beserta racun di dalamnya. Sel
penyengat bila sedang tidak digunakan akan berada dalam kondisi tidak aktif, dan
alat sengat berada di dalam sel. Bila ada zooplankton atau hewan lain yang akan
ditangkap, maka alat penyengat dan racun akan dikeluarkan.
Struktur Skeleton
Pemberian nama karang adalah berdasarkan skeleton atau cangkangnya
yang terbuat dari kapur. Menurut (Suharsono, 2004), pengenalan morfologi dari
skeleton tersebut umumnya digunakan untuk mengidentifikasi karang. Lempeng
dasar yang merupakan lempeng yang terletak di dasar sebagai fondasi septa yang
muncul memberikan struktur yang tegak dan melekat pada dinding yang disebut
Epitheca (Epiteka). Keseluruhan skeleton yang terbentuk dari satu polip disebut
Coralit (Koralit), sedangkan keseluruhan skeleton yang dibentuk oleh keseluruhan
polip dalam satu individu atau satu koloni disebut Corallum (Koralum).
Permukaan koralit yang tebuka disebut Calyx (Kalik). Septa dibedakan menjadi
septa utama, kedua, ketiga dan seterusnya tergantung dari besar kecilnya dan
posisinya. Septa yang tumbuh hingga mencapai dinding luar dari koralit disebut
sebagai Costae (Kosta). Pada dasar sebelah dalam dari septa tertentu sering
dilanjutkan suatu struktur yang disebut Pali. Struktur yang berada di dasar dan
ditengah koralit yang sering merupakan kelanjutan dari septa disebut Columella
(Kolumela).
Selanjutnya
(Suharsono,
2004)
menyebutkan
bahwa
dari
cara
terbentuknya, koralit dibedakan menjadi dua, yaitu extra tentacular dan Intra
tentacular. Extra tentacular (Koralit terbentuk dari luar koralit lama). Intra
tentacular (koralit yang baru terbentuk dari koralit lama). Cara pembentukan
koloni karang yang demikian akhirnya membentuk berbagai koloni yang
dibedakan
berdasarkan
konfigurasi
koralit.
Bentuk
koralit
terdiri
dari
hydnoporoid, dendroid, phaceloid, plocoid, flabellate, cerioid dan meandroid.
Lebih jelasnya bentuk-bentuk koralit pada karang Non Acropora dan bentukbentuk percabangan koloni dan radial koralit dari marga Acropora sajikan dalam
Gambar 3.
Gambar 3. Bentuk koralit pada koloni karang dan bentuk percabangan koloni dan
radial koralit dari marga Acropora
Asosiasi karang dengan Zooxanthellae
Karang hidup berasosiasi dengan biota lainnya. Dalam kehidupan
berasosiasi ini karang berperan sebagai produsen yang sekaligus sebagai
konsumen. Kedudukan yang unik ini disebabkan oleh karena karang bersimbiosis
dengan zooxanthelae yang menghasilkan bahan organik. Menurut Nyabakken
(1992 ) zooxanthellae merupakan sel-sel yang berwarna coklat, kuning emas, atau
kuning kecoklatan, yang merupakan spesies utama dari Dinoflagellata, termasuk
beberapa diatom dan kriptomona. Terapan fungsional simbiosis pertama-tama
dapat ditinjau dari kaitannya dengan transfer nutrisi diantara keduanya. Dalam
memenuhi nutrisinya semua karang dapat menggunakan tentakel-nya untuk
menangkap mangsa (plankton). Proses penangkapannya mempergunakan bantuan
nematocyte suatu bentuk protein spesifik yang mampu kemampuan proteksi dan
melumpuhkan biomassa tertentu seperti zooplankton. Meskipun mempunyai
kemampuan feeding active, akan tetapi kebanyakan proporsi terbesar makanan
karang berasal dari simbiosis yang unik, yaitu zooxanthellae. Zooxanthellae ini
merupakan algae uniselluler yang bersifat mikroskopik hidup dalam berbagai
jaringan tubuh karang yang transparan dan menghasilkan energi langsung dari
cahaya matahari melalui fotosintesis (Levinton , 1995).
Siklus reproduksi karang
Siklus reproduksi karang secara umum adalah sebagai berikut:
Telur dan sperma dilepaskan ke kolom air, fertilisasi menjadi zigot terjadi di
permukaan air dan dijumpai predator, terjadi pembelahan sel setelah 1 – 2 jam,
zygot berkembang menjadi larva planula yang kemudian mengikuti pergerakan
air. Menurut (Barnes dan Hughes, 1973), larva karang mempunyai kebiasaan
untuk terapung di permukaan, setelah itu berenang kembali ke dasar. Bila
menemukan dasaran yang sesuai, maka planula akan menempel di dasar. Planula
akan tumbuh menjadi polip kemudian
planula mencari substrat membentuk
koloni karang (rekrutmen), kemudian koloni mulai tumbuh dengan sempurna.
Sikslus reproduksi karang secara umum ditampilkan pada Gambar4.
Gambar 4. Siklus reproduksi karang secara umum, (Heward et. al., 1996)
Sebagian besar spesies karang zooxanthellae akan melepaskan telur dan
spermanya atau dikenal dengan memijahkan (spawning) dibandingkan dengan
cara mengerami larva (brooding) (Veron, 1995). Hasil pengamatan Richmond dan
Hunter (1990) mengatakan bahwa dari 210 spesies karang yang sudah dipelajari
sifat reproduksinya, sebagian besar (131)spesies dari mereka adalah hermaprodit
broadcast spawners, 11 spesies bersifat hermaprodit brooders, 37 spesies
gonochoris broadcaster dan tujuh spesies gonochoris brooders.
Fungsi biofisik terumbu karang
Terumbu karang mempunyai berbagai fungsi antara lain sebagai gudang
keaekaragaman hayati laut, tempat tinggal sementara atau tetap, tempat mencari
makan (feeding ground), tempat berpijah (spawning ground), daerah asuhan
(nursery ground), tempat berlindung bagi hewan laut lainnya. Terumbu karang
berfungsi sebagai biofisik dimana siklus biologi kimiawi dan fisik secara global
yang mempunyai tingkat produktifitas yang sangat tinggi. Terumbu karang
merupakan sumber bahan makanan langsung maupun tidak langsung dan sumber
obat-obatan.
Terumbu karang sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan
sumber utama bahan-bahan konstruksi. Disamping itu terumbu karang juga
mempunyai nilai yang penting sebagai pendukung dan penyedia bagi perikanan
pantai termasuk didalamnya sebagai penyedia lahan dan tempat budidaya berbagai
hasil laut. Terumbu karang juga dapat berfungsi sebagai daerah rekreasi, baik
rekreasi pantai maupun rekreasi bawah laut lainnya. Terumbu karang juga dapat
dimanfaatkan sebagai sarana penelitian dan pendidikan serta sebagai tempat
perlindungan biota-biota langka.
Faktor pengontrol terumbu karang
Ekosistem terumbu karang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan laut seperti cahaya, gelombang, arus, salinitas suhu, sedimentai,
ketersediaan makanan (nutrien), pasang surut, dan tipe substrat. Tingkat
kejernihan air dipengaruhi oleh partikel tersuspensi antara lain akibat dari
pelumpuran dan ini akan berpengaruh terhadap jumlah cahaya yang masuk ke
dalam laut, sementara cahaya sangat diperlukan oleh zooxanthella yang
fotosintetik dan hidup di dalam jaringan tubuh binatang pembentuk terumbu
karang (Veron, 1995).
Gelombang laut umumnya menentukan pola dan dominasi suatu jenis
karang yang hidup pada suatu daerah. Pada daerah yang energi gelombangnya
kuat akan didominasi oleh jenis Pociloporoid, energi gelombang yang lemah dan
terlindung akan didominasi oleh karang Acroporoid, sedangkan energi yang
lemah didominasi oleh kelompok Porites.
Sedimentasi yang berada disekitar terumbu karang sangat berpengaruh
terhadap terumbu karang. Sumber sedimen dapat dipengaruhi oleh pola arus dan
gelombang yang ada pada suatu daerah. Karang yang tumbuh dekat dengan
daratan, sedimen dapat berasal dari aliran sungai. Abrasi pantai juga akan
mengakibatkan sedimentasi yang dapat secara langsung merusak jaringan karang
(Hubbard, 1992) Sedimen akan menghambat penetrasi sinar matahari yang
menyebabkan karang bekerja ekstra untuk membersihkannya. Demikian juga
sedimen dapat mengganggu proses rekrutmen, pada karang anakan bahkan bisa
membunuh karang tersebut. Secara keseluruhan sedimen dapat mempengaruhi
pertumbuhan karang (Veron, 1995).
Salinitas berpengaruh terhadap karang yang tumbuh di sekitar teluk yang
dangkal. Penurunan salinitas mempunyai efek yang lebih buruk dari pada
kenaikan salinitas. Banjir akan menurunkan salinitas dan berpengaruh terhadap
karang apalagi bersamaan saat air surut dan hujan turun lebat. Kejadian ini dapat
mematikan karang yang ada disekitarnya. Pasang surut sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan karang, karena pertumbuhan karang ke atas, dipengaruhi
oleh pasang surut. Hal ini dapat dilihat pada bagian karang yang mati pada bagian
atas, sedangkan pada bagian bawah masih hidup, selanjutnya pertumbuhan karang
akhirnya melebar ke arah samping (Guzman dan Cortes, 1992). Pola pasang surut
juga berpengaruh terhadap ketersediaan nutrien dan zat hara anorganik bagi
pertumbuhan karang.
Interaksi biologi karang dengan lingkungannya
Faktor fisik dan lingkungan mempunyai pengaruh terhadap keberadaan
karang dan keanekaragaman jenis. Karang juga dipengaruhi oleh faktor biologi
yang sangat mempengaruhi kesehatan karang untuk tetap hidup. Kekomplekan
dan keanekaragaman ini akan tetap ada jika kesetimbangan secara ekologis dapat
tercapai diantara karang dan biota yang berasosiasi dengannya. Asosiasi ini
misalnya dengan echinodermata, ikan jarang, lamun, alga, Acanthaster planci dan
biota lainnya. Karang mempunyai strategi tersendiri untuk dapat bertahan hidup.
Pengaturan strategi seperti bentuk pertumbuhan, kemampuan berreproduksi.
Masing-masing karang juga mempunyai respon yang berbeda terhadap ketahanan
terhadap penyakit, predator, kompetisi dalam perebutan ruang.
Interaksi secara biologi meliputi:
Agregasi: Karang secara alami dapat saling serang-menyerang sesamanya
dan secara alami terbentuk suatu hirarki dimana karang yang satu mempunyai
kedudukan yang lebih tinggi dari karang yang lain. Hal ini terlihat jelas pada
karang yang hidup saling berdekatan mereka dapat mengeluarkan jaringan
perutnya untuk mencerna karang yang lain. Agresi dapat juga dilakukan dengan
tumbuh saling menutupi satu sama lain bagi karang-karang yang tidak mempunyai
sifat agresif. Bentuk pertumbuhan dan kecepatan tumbuh juga merupakan strategi
karang untuk tetap bertahan. Karang bercabang mempunyai kecapatan tumbuh
yang jauh lebih cepat, sedangkan karang dengan bentuk pertumbuhan folios
merupakan adaptasi untuk menutupi karang yang lain dalam memperebutkan sinar
matahari.
Predator : Sifat predasi sudah dimulai pada saat karang masih tigkat larva.
Anakan karang sering dimakan oleh moluska atau oleh ikan sedangkan pada
tingkat dewasa, karang dimakan oleh Acanthaster planci (bulu seribu). Karang
yang dimakan oleh Acanthaster planci bisa berakibat fatal jika jumlahnya
melebihi 100 individu/ kilometer2. Pada terumbu karang dengan populasi
Acanthaster planci kurang dari 20 individu/ kilometer2 masih dianggap normal
(Brown, 1997). Pada waktu terjadi ledakan populasi Acanthaster planci jumlahnya
dapat mencapai 20 individu/ m2. Untuk pulih kembali dari serangan Acanthaster
planci memerlukan waktu sekitar 10 – 15 tahun. Selain itu karang juga
mempunyai strategi untuk faktor alami yang disebut dengan r - strategi dan k –
strategi (Sorokin, 1993)
Karang dengan sifat r-strategi mempunyai kemampuan untuk menempati
daerah yang terbuka dalam waktu yang relatif singkat, mempunyai kecepatan
tumbuh yang tinggi, menjadi dewasa lebih awal dan mempunyai siklus reproduksi
sepanjang tahun dan mempunyai sebaran vertikal dan horizontal yang sangat luas.
Karang yang tumbuh cepat dengan bentuk perumbuhan bercabang. Bentuk
reproduksi secara vgetatif, memungkinkan karang dengan tipe r-strategi ini
berpeluang hidup dalam lingkungan fisik tercemar, dimana mereka sering
mendominasi Akan tetapi jenis-jenis karang ini juga mempunyai sifat yang lemah
dalam berkompetisi, mempunyai ukuran yang relaif kecil dan harapan hidup yang
rendah. Jenis karang yang demikian diwakili dengan karang dari kelompok
Pociloporoid. Sedangkan
karang dengan bentuk pertumbuhan masif dan
kolumnar (K-strategi) mempunyai siklus reproduksi tahunan. Contoh karang
dengan karang K-strategi adalah anggota Poritidae dan fungiidae. Kebanyakan
dari mereka adalah memijahkan dan hanya sedikit yang bersifat vivipar. Setelah
mencapai kematangan sex, mereka sangat subur dan larva planulanya mampu
hidup lamadalam kolom air sebelum menempel. Mekanisme reproduksi dengan
memijahkan memungkinkan mereka melakukan fertilisasi silang dan juga
menghasilkan larva heterozigot yang lebih mampu bertahan hidup dan kompeten
sehingga mampu beradaptasi lbih baik pada habitat baru ditempat penempelan.
Predator secara fisik tidak akan mampu memangsa habis merea dalam waktu
singkat selama mereka terakumulasi di dalam kolom air (Sorokin, 1993). Sifatsifat kebalikan yang umumnya dimiliki karang-karang massive yaitu mempunyai
daya komepetisi tinggi, dengan harapan hidup yang panjang, mempunyai
kemampuan penyebaran yang terbatas dan kecepatan pertumbuhan yang lambat
serta siklus reproduksi terbatas. Karang seperti ini disebut sebagai karang dengan
sifat k-strategis.
Fenomena gempa bumi dan tsunami
Gempa Bumi bukanlah suatu hal yang baru bagi rakyat kita. Gempa bumi
bisa disebabkan oleh berbagai sumber, antara lain (1) letusan gunung berapi
(erupsi vukalnik), (2) tubrukan meteor, (3) ledakan bawah tanah (seperti uji
nuklir), dan (4) pergerakan kulit Bumi. Yang paling sering kita rasakan adalah
karena pergerakan kulit Bumi, atau disebut gempa tektonik. Berdasarkan
seismology, gempa tektonik dijelaskan oleh “Teori Lapisan Tektonik” Teori ini
menyebutkan bahwa lapisan bebatuan terluar yang disebut lithosphere
mengandung banyak lempengan. Di bawah lithospere ada lapisan yang disebut
athenosphere, lapisan ini seakan-akan melumasi bebatuan tersebut sehingga
mudah bergerak.
Tsunami berasal dari kata dalam bahasa Jepang - tsu: pelabuhan dan nami: gelombang yang sekarang digunakan di seluruh dunia untuk menyebut
gelombang laut besar yang terjadi akibat perpindahan permukaan laut secara
mendadak. Perpindahan air bisa disebabkan oleh gempa bawah laut, longsor,
letusan gunung berapi, atau dampak hantaman meteor yang besar. Saat sejumlah
besar lautan terpindahkan secara vertikal, gangguan menyebar luas dalam bentuk
tsunami karena laut mencoba untuk kembali pada keseibangan gravitasinya. Saat
skala horizontal gangguan jauh lebih besar dibandingkan kedalaman air, seluruh
kolom air dari permukaan sampai ke dasar laut bergerak koheren dalam arah
horizontal. Biasanya tsunami besar akan melintasi laut dalam sebagai gelombang
kecil, bahkan sering kurang dari satu meter, tetapi kecepatannya 600 km/ jam atau
lebih. Sehingga dapat melewati kapal tanpa diketahui, karena itu para nelayan
jepang menamainya tsunami untuk menggambarkan gelombang yang dapat
menghancurkan rumah mereka di darat, tanpa dapat diketahui kedatangannya saat
di laut. Saat tsunami mendekati perairan dangkal, gelombang melambat dan
ukurannya meningkat secara dramatis, kadang mencapai ketinggian sepuluh
meter. Secara umum skema terjadinya tsunami disajikan dalam Gambar 5
skema tsunami
Gambar 5. skema terjadinya tsunami (http://www.wikipedia.org)
Keberadaan terumbu karang penting untuk mengurangi kerusakan tsunami
Terumbu karang memainkan peran penting dalam perlindungan garis
pantai dari abrasi gelombang terutama mengurangi dampak gelombang dan
gelombang badai tropis. Hal ini sangat jelas terlihat pada pulu-pulau tropis dengan
pantai berpasir, hamparan rumput laut, dan hutan mangrove di belakang terumbu
karang. Fungsi perlindungan ini menjadi penting terutama dimasa depan karena
adanya perkiraan bahwa perubahan iklim akan mengakibatkan naiknya
permukaan laut serta meningkatnya frekwensi dan tingkat kedashyatan badai
tropis. Fungsi perlindungan dari terumbu karang ini akan menjadi penting bagi
keberlangungan hidup masyarakat yang hidup dikawasan atol karang (seperti
Maladewa, Kiribati dan Tuvalu). Kawasan-kawasan tersebut terdiri dari pulaupulau karang yang tingginya jarang lebih dari 2 m diatas permukaan laut saat
pasang.
Bukti-bukti
yang
dikumpulkan
pasca
tsunami
Desember
2004
menunjukkan bahwa gelombang besar biasanya lebih tinggi dari 10 m, lewat
begitu saja didaerah terumbu karang tanpa mengalami penurunan kecepatan
Wilkinson et al., (2006). Analisis awal dari ilmuwan-ilmuwan UNEP (United
Nations Environment Programme) menunjukkan minimya perlindungan daratan
yang langsung berada di balik terumbu-terumbu karang di Indonesia, Thailand
dan Srilangka. Namun, kerusakan yang lebih besar terjadi pada kawasan dengan
terumbu karang yang telah mengalami kerusakan akibat penambangan karang
(misal: Srilangka dan kemungkinan Maladewa) dibandingkan pada kawasan yang
terumbu karangnya tidak di tambang. Bukti ini kebanyakan masih berupa indikasi
dan mungkin tidak akan pernah dapat diverifikasi lebih lanjut, karena tsunami
merupakan kejadian yang cukup langka.
Nampaknya, terumbu karang sangat penting dalam perlindungan garis
pantai dari gelombang badai. Fungsi ini akan menjadi lebih penting dimasa depan.
Gelombang yang terjadi pada tanggal 26 Deseber 2004 tersebut jauh lebih tinggi
dari kebanyakan badai tropis yang pernah terjadi. Hal ini menyebabkan beban
terumbu karang dalam melindungi daratan juga menjadi jauh lebih berat.
Kondisi Terumbu karang di Pulau Nias
Tekanan ekologis akibat kejadian gempa dan tsunami Desember 2004
telah menimbulkan kerusakan ekosistem terumbu karang di sepanjang pesisir dan
pulau-pulau kecil.
Kerusakan paling hebat terlihat di perairan barat-utara
Sumatera meliputi Pulau Nias, Simeulue dan pulau-pulau kecil di utara Sumatera.
Karang batu merupakan komponen utama terumbu yang mengalami kematian
massal setelah kejadian gempa dan tsunami Desember 2004 khususnya di Perairan
Pulau Nias Sumatera Utara.
Terjadinya pengangkatan terhadap karang setinggi 2,5 – 2,9 m,
mengakibatkan daratan bertambah kearah laut dan luasan terumbu karang semakin
tipis. Hal ini mengakibatkan persentase tutupan karang hidup mengalami
penurunan yang sangat signifikan dan diikuti dengan penurunan biota lain yang
bersosiasi dengannya. Kondisi karang di Pulau Nias saat ini dalam keadaan rusak
CRITC-COREMAP-LIPI, 2006. Hal serupa juga dilaporkan oleh (Allen and
Erdmann, 2005) bahwa terdapat perbedaan karang sebelum dan sesudah tsunami
dengan kerusakan terparah di bagian teluk atau selat antar pulau.
Meskipun karang merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui,
namun memakan waktu yang cukup lama untuk pulih kembali. Oleh sebab itu jika
terjadi kerusakan karang yang cukup serius melanda suatu area terumbu karang
maka untuk pulih memerlukan waktu hingga berpuluh-puluh tahun. Tidak dapat
dipungkiri bahwa manusia mempunyai andil terjadinya kerusakan karang
disamping kerusakan alami
Secara alami populasi karang batu yang mengalami kematian akibat
gempa dan tsunami Desember 2004 akan pulih kembali. Indikasi pemulihan
mulai terlihat dengan kemunculan karang-karang muda dengan kuran relatif kecil
atau dikenal juga dengan juvenil karang. Penambahan koloni karang-karang muda
sangat membantu pembentukan komunitas karang baru setelah terjadi kerusakan
khususnya akibat gempa dan tsunmai Desember 2004 (Wallace, 1985).
Monitoring terumbu karang
Kegiatan monitoring terumbu karang sangat perlu dilakukan untuk
mengevaluasi kondisi terumbu karang pada suatu wilayah. Metode dalam
monitoring ekologi (biologi dan fisik) khususnya lingkungan biologi untuk hewan
karang dan invertebrata dapat digunakan untuk menilai kondisi ekosistem
terumbu karang. Skala monitoring sangat menentukan metode yang digunakan
dan hasil yang dicapai. Menurut Hill dan Wilkinson (2004) ada 3 metode yang
dapat digunakan untuk pemantauan terhadap terumbu karang yaitu : Manta Tow,
untuk memantau area dengan skala luas (broad scale)dengan resolusi rendah;
metode transek garis, untuk memantau area dengan skala yang sedang dengan
resolusi yang lebih tinggi (medium scale); Metode rekrutmen, skala kecil (finescale) pada area yang kecil dengan resolusi lebih tinggi. Lebih jelas, ke tiga
metode desajikan dalam Gambar 6.
Pengertian rekrutmen karang
Juvenil karang yang planktonik akan menempel pada substrat yang cocok,
kemudian tumbuh menjadi karang anakan dengan ukuran yang kecil, penambahan
karang anakan ini kemudian disebut rekrutmen. Menurut Harriot dan Banks
(1995) telah membuktikan bahwa proses ini tidak harus berhubungan dengan
kelimpahan karang dewasa yang ada pada komunitas lokal. Selain itu juga terlihat
adanya variasi dalam skala spasial baik dalam suatu lokasi maupun antar lokasi
yang berbeda serta variabilitas musiman. Richmond dan Hunter (1990)
menyatakan bahwa proses rekrutmen karang merupakan indikator yang penting
untuk regenerasi terumbu karang dan potensi pertumbuhannya.
Gambar 6. Metode pemantauan terhadap terumbu karang (Hill dan Wilkinson,
2004)
Faktor yang mempengaruhi rekrutmen
Proses-proses rekrutmen dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain
kelimpahan individu karang dewasa, baik dari komunitas lokal maupun dari
komunitas yang jaraknya jauh, kondisi substrat, kualitas perairan, sirkulasi air
laut, topografi pantai, pola arus, cahaya matahari, polusi dan sedimetasi (Van
Moorsel, 1989), intensitas pemangsaan/ herbivora (Richmond dan Hunter, 1990;
Thacker et al., 2001) dan kompetisi ruang dengan makro alga (McCook, 2001).
Hasil pengamatan rekrutmen ini dapat memberikan gambaran potensi
pemulihan terhadap terumbu karang.
Potensi pemulihan serta bagaimana
perubahan kondisi terumbu karang yang ditimbulkan sangat penting untuk
diketahui dalam penyusunan perencanaan dan kebijakan pengelolaan terumbu
karang setelah kejadian gempa dan tsunmai. Disamping itu informasi kondisi
terumbu karang juga sangat membantu dalam upaya pelestarian dan konservasi
terumbu karang. Aspek dasar yang perlu diamati adalah perkembangan populasi
karang batu (Scleractinian) sesudah kejadian gempa dan tsunami Desember 2004.
Pengamatan perkembangan populasi karang dapat dilakukan dengan mengadakan
serangkaian pemantauan secara teratur dan dalam waktu yang cukup lama.
Download