1 PENDAHULUAN Latar Belakang Berdasarkan UNHDR (United Nation Human Development Report) tahun 2009, peringkat HDI (Human Development Index) Indonesia berada pada posisi 111 dari 182 negara. Posisi tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih tertinggal bila dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Oleh karena itu, untuk mengejar ketertinggalannya maka diperlukan peningkatan kualitas sumberdaya manusia terutama pada kelompok usia remaja. Remaja merupakan sumberdaya manusia bagi pembangunan di masa datang. Remaja belum sepenuhnya matang, baik secara fisik, kognitif, dan psikososial. Dalam masa pencarian identitas ini, remaja cepat sekali terpengaruh oleh lingkungan (Arisman 2004). Pertumbuhan cepat, perubahan emosional, dan perubahan sosial merupakan ciri yang spesifik pada usia remaja. Segala sesuatu berubah secara cepat dan untuk menantisipasinya maka makanan sehari-hari menjadi sangat penting. Tubuh yang mengalami pertumbuhan perlu mendapat asupan zat gizi dari makanan yang seimbang (Khomsan 2002). Salah satu faktor yang menentukan terciptanya sumberdaya manusia yang berkualitas adalah pangan yang bergizi, yang diperoleh melalui konsumsi pangan yang baik (Khomsan 2002). Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi. Manusia membutuhkan pangan, baik dalam jumlah (kuantitas) maupun mutu (kualitas) (Hardinsyah & Briawan 1994). Jumlah dan mutu pangan yang dikonsumsi merupakan hal yang penting dalam pembentukan kualitas sumberdaya manusia. Protein sebagai salah satu zat gizi yang diperlukan oleh tubuh memegang peranan penting dalam proses pertumbuhan, pengganti sel tubuh yang rusak, dan sebagai katalisator. Fungsi khas protein yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier 2002). Fungsi khas protein inilah yang menyebabkan protein sangat dibutuhkan oleh remaja. Hal ini dikarenakan remaja merupakan kelompok yang dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya memerlukan zat gizi yang relatif besar jumlahnya dan bila konsumsi tidak seimbang maka dapat menimbulkan masalah gizi (Khomsan 2002). Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun mutunya, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang. 2 Mutu protein bahan makanan hewani lebih tinggi dari makanan nabati, dengan telur memiliki mutu protein tertinggi. Protein hewani pada umumnya mempunyai susunan asam amino yang paling sesuai untuk kebutuhan manusia. Untuk menjamin mutu protein dalam makanan sehari-hari, dianjurkan sepertiga bagian protein yang dibutuhkan berasal dari protein hewani (Almatsier 2002). Apabila pangan hewani digunakan sebagai sumber protein tunggal dalam jumlah memenuhi kebutuhan manusia maka ia dapat memberikan semua asamasam amino esensial dalam jumlah cukup. Hal ini dikarenakan pola asam amino pada protein hewani menyerupai pola kebutuhan asam amino manusia (Riyadi 2006). Akan tetapi harga pangan hewani relatif mahal. Bahan makanan hewani kaya dalam protein bermutu tinggi, tetapi hanya merupakan 18,4% konsumsi protein rata-rata penduduk Indonesia (Almatsier 2002). Protein hewani bagi rata-rata orang Indonesia, menurut Widya Karya Pangan dan Gizi III tahun 1983 yang diselenggarakan menjelang REPELITA IV, merekomendasikan 10 gram/kapita/hari, dengan rincian 6 gram/kapita/hari berasal dari ikan dan 4 gram/kapita/hari. Menurut Muhilal, dkk (1993) angka kecukupan protein rata-rata konsumsi = 46,2 gram/orang/hari, sedangkan kecukupan protein rata-rata tingkat persediaan 55 gram/orang/hari. peningkatan kualitas sumberdaya manusia diharapkan protein Untuk hewani menyumbang sekitar 25-30% atau sama dengan 13-17 gram per orang per hari. Berbagai faktor sosial ekonomi ikut mempengaruhi pertumbuhan anak (Supariasa et al. 2001). Konsumsi pangan (food intake) seseorang termasuk protein sangat dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi meliputi tingkat pendapatan, pendidikan, dan pekerjaan. Semakin tinggi pendapatan maka konsumsi pangan hewani cenderung semakin tinggi. Dengan pendapatan yang tinggi kebebasan untuk memperoleh dan memilih pangan semakin besar. Tingkat pendapatan yang semakin meningkat mendorong terjadinya perubahan pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat (Martianto 1995 dalam Marzuki 2006). Riset mempunyai menunjukkan dampak bahwa signifikan tingkat pada sosioekonomi pertumbuhan dan keluarga anak perkembangan. Kesehatan dan gizi yang kurang baik pada tingkat sosioekonomi rendah mungkin merupakan faktor yang signifikan dan paling berperan. Sumber makanan bergizi (khususnya protein) sulit didapat pada keluarga dengan tingkat sosioekonomi rendah, dan faktor lainnya (misalnya, ukuran keluarga yang besar dan ketidakteraturan dalam makan, tidur, dan latihan fisik) dapat memainkan 3 peranannya masing-masing. Keluarga dari kelompok sosioekonomi rendah mungkin kurang memiliki pengetahuan atau sumber daya yang diperlukan untuk memberikan lingkungan yang aman, menstimulasi, dan kaya gizi yang membantu perkembangan optimal (Wong et al 2008). Kekurangan protein banyak terdapat pada masyarakat sosial ekonomi rendah. Masalah gizi tersebut dapat menimbulkan masalah pembangunan di masa akan datang. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan taraf kesehatan dan kecerdasan serta pembangunan maka perlu dilakukan partisipasi aktif dari masyarakat dan diarahkan terutama pada golongan masyarakat yang mempunyai status sosial ekonomi rendah. Maka penulis tertarik untuk meneliti pola konsumsi pangan hewani remaja dengan status sosial ekonomi yang berbeda. Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan konsumsi pangan hewani dengan status gizi remaja dengan keadaan status sosial ekonomi yang berbeda. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Mengetahui karakteristik individu dan karakteristik sosial ekonomi keluarga remaja. b. Mengetahui pengetahuan gizi, kebiasaan makan dan preferensi pangan hewani remaja. c. Mengetahui sumbangan energi dan protein pangan hewani terhadap tingkat kecukupan energi dan protein remaja. d. Mengetahui status gizi remaja berdasarkan status sosial ekonomi yang berbeda. e. Menganalisis hubungan konsumsi pangan hewani dengan status sosial ekonomi, pengetahuan gizi, pengeluaran pangan, dan kebiasaan makan remaja. f. Menganalisis hubungan konsumsi pangan hewani dengan status gizi remaja. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pola konsumsi pangan hewani dan status gizi remaja dengan status sosial ekonomi yang berbeda di Kota Bogor. Data hasil penelitian ini diharapkan dapat 4 digunakan sebagai salah satu referensi untuk membuat suatu program kebijakan di bidang pendidikan dan kesehatan bagi remaja dalam rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat membantu orang tua dan remaja dalam memperbaiki pola konsumsi remaja khususnya pola konsumsi pangan hewani. Bagi perguruan tinggi diharapkan juga sebagai perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang meliputi : Pendidikan, pengembangan penelitian dan pengabdian masyarakat.