KATA PENGANTAR Anjak Piutang mungkin belum terlalu dikenal luas di masyarakat kita saat ini,atau mungkin sekalipun pernah didengar,kebanyakan orang berkonotasi negatif terhadap bentuk pembiayaan ini. Melalui makalah ini,kami akan memaparkan secara luas dua bentuk pembiayaan,yakni anjak piutang dan kartu plastik.Pada pembahasan anjak piutang,akan dibahas secara detail mengenai pengertian dan jenis,manfaat istilah,undang dan penilaian undang,dua produk pokok,jenis resiko,perpajakan,hingga perlakuan akuntansinya.Pada pembahasan kartu kredit,akan dibahas mengenai jenis jenis kartu,mekanisme,manfaat dan resiko,hingga contoh perhitungannya. Selesainya makalah ”ANJAK PIUTANG DAN KARTU PLASTIK : SEBUAH SOLUSI PEMBIAYAAN” adalah berkat bantuan banyak pihak,baik yang terlibat secara langsung maupun tak langsung.Secara khusus kami ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya atas bantuan semua pihak tersebut.Tak lupa pula kami ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya atas dukungan serta nasihat dari dosen kami : Prof.Veithzal Rivai.Tanpa beliau dan bantuan seluruh pihak,tidaklah mungkin kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.Akhir kata,kami sebagai penulis ingin mengucapkan : Selamat Membaca! Salam dari Penulis DAFTAR ISI ANJAK PIUTANG PENDAHULUAN 1.Sekilas Nengenai Lembaga Pembiayaan 2.Sejarah factoring 3.Anjak Piutang saat ini di Indonesia 4.Anjak Piutang sebagai Solusi Cashflow BAB 1 : PENGERTIAN ANJAK PIUTANG 1. Pengertian 2.Beda Anjak Piutang dengan Transaksi Lain A.piutang yang berasal dari transaksi dagang dan yang berasal dari fasilitas pinjaman / kredit (dibuktikan dengan perjanjian kredit). B.Account Receivable Financing dan kegiataan anjak piutang C.Bank dan Factoring 3.Anjak Piutang dan Istilah Istilahnya 4.Miskonsepsi Anjak Piutang 5.Usaha Usaha yang Cocok menggunakan Jasa Anjak Piutang BAB 2 : PERATURAN – PERATURAN PEMERINTAH YANG MENGATUR KEGIATAN ANJAK PIUTANG 1.Peraturan Peraturan Mengenai Anjak Piutang 2.Prinsip Hukum Perdata Indonesia BAB 3 : PRODUK DAN JASA ANJAK PIUTANG 1.Dua Pokok Produk Anjak Piutang A.ANJAK PIUTANG NON-FINANCING B. ANJAK PIUTANG FINANCING BAB 4 : JENIS JENIS ANJAK PIUTANG Keterlibatan Nasabah dalam Perjanjian Perjanjian Anjak Piutang Lingkup Pelayanan Tipe Tagihan atau Piutang Struktur Organisasi BAB 5 : MANFAAT DAN PENILAIAN RESIKO ANJAK PIUTANG 1.Manfaat Anjak Piutang A.Bagi Klien B.Bagi Factor C.Bagi Nasabah 2.Penilaian Perusahaan Anjak Piutang 9 Aspek klien yang dinilai anjak piutangnya 5 Aspek Anjak Piutang yang Dinilai Klien BAB 6 :ANJAK PIUTANG DARI SISI KLIEN A.Syarat starat untuk mendapatkan Fasilitas Anjak Piutang B.Perhitungan perhitungan dalam Transaksi Anjak Piutang C.Manfaat yang Didapat dari Anjak Piutang D.Akuntansi Anjak Piutang dari Sisi Client E.Perpajakan Anjak Piutang dari Sisi Client BAB 7 : ANJAK PIUTANG DARI SISI FACTOR A.Prospek Usaha Anjak Piutang B.Risiko Risiko dalam Bisnis Anjak Piutang C.Syarat untuk Memperoleh Izin Usaha Perusahaan Anjak Piutang D.Akuntansi Anjak Piutang dari Sisi Factor E.Perpajakan Anjak Piutang dari Sisi Factor BAB 8 : CONTOH PERLAKUAN AKUNTANSI TRANSAKSI ANJAK PIUTANG BAB 9 : CONTOH PERJANJIAN DAN FORM ANJAK PIUTANG 1.PERJANJIAN ANJAK PIUTANG(NON-RECOURSE FACTORING AGREEMENT) 2.PENGALIHAN HAK ATAS PIUTANG(CESSIE) 3.DAFTAR PENAWARAN 4.DAFTAR PENERIMAAN 5.SURAT PERINTAH BAYAR BAB 10 : SISTEM SYARIAH DAN ANJAK PIUTANG 1.Pendahuluan Syariah:Islam dan Sistem Ekonominya BAB 11 : TAMBAHAN ANJAK PIUTANG 1.Contoh Lembaga Penyedia Jasa Anjak Piutang 1.1.Anjak Piutang Syariah 1.2.Anjak Piutang Konvensional 2.Artikel mengenai Tren Industri Pembiayaan di Indonesia KARTU PLASTIK 1.Sejarah Munculnya Bisnis Kartu 2.Jenis Kartu Kredit 3.Kartu Debet dan Perkembangannya di Indonesia 4.Pihak pihak yang terkait Penggunaan Kartu Kredit 5.Perjanjian Kartu Kredit 6.Manfaat Kartu Kredit 7.Mekanisme Kartu Kredit 8.Perhitungan Bunga Kartu Kredit 9.Kartu Kredit Syariah 10.Perkembangan Kartu Kredit Syariah di Indonesia 11.Contoh Form Penawaran Kartu Kredit 12.Rekaman Wawancara Kartu Kredit dan Presentasi Anjak Piutang(CD) PENDAHULUAN 1.Sekilas Nengenai Lembaga Pembiayaan Kehadiran anjak piutang sangat membantu kegiatan bisnis. Merupakan kenyataan bahwa terjadi proses tawar menawar antara pembeli dan penjual,maupun antar penjual agar dapat menjual produk dan jasanya. Salah satu tawaran yang diberikan adalah kemudahan dalam membayar yang berupa pembayaran berjangka. Akan tetapi pemberian fasilitas ini mengandung konsekuensi yang akan berdampak pada kemampuan kas perusahaan. Ini merupakan usaha pemecahan salah satu masalah kadangkala tidak sejalan dengan penyelesaian masalah yang lain.Ambillah contoh, untuk meningkatkan penjualan maka perusahaan dapat meningkatkan penjualan kepada pelanggan dengan cara kredit. Namun disisi lain, peningkatan penjualan dengan cara kredit ini akan menambah rumit dalam pengadministrasian penjualan, karena menyangkut masalah tagihan dan resiko tidak terbayarnya piutang penjualan. Peningkatan penjualan juga menuntut konsekuensi bahwa perusahaan tersebut juga harus menyediakan modal kerja yang lebih besar, karena modal cara tersebut menyebabkan modal kerja perusahaan yang tertanam dalam piutang dagang. Skema pembiayaan yang ditawarkan melalui anjak piutang memberikan satu alternatif solusi terhadap masalah diatas. Jasa yang ditawarkan oleh suatu perusahaan anjak piutang tidak hanya sekedar pembiayaan murni melainkan juga jasa non peembiayaan seperti administrasi penjualan dan penagihan piutang dagang. Dalam transaksi anjak piutang, tagihan penjual kepada pembeli dialihkan kepada perusahaan anjak piutang sehingga penjual tidak perlu menagihnya. Dengan cara ini, kas yang diterima penjual dapat digunakan untuk membiayai biaya tertentu. Namun, biaya yang harus dibayarkan tersebut dapat dikompensasi dengan potongan penjualan yang didapatkan dari pemasok apabila penjual membeli bahan baku secara tunai dari hasil pengalihan piutang kepada perusahaan anjak piutang. Hal ini merupakan inti dari transaksi anjak piutang yang dilakukan antar penjual dengan perusahaan anjak piutang, yaitu hubungan yang saling menguntungkan antar kedua belah pihak. Aspek yang saling menguntungkan inilah yang menjadi pedoman kunci bagi suksesnya transaksi anjak piutang. Kegiatan Anjak Piutang merupakan salah satu kegiatan dari perusahaan pembiayaan,di mana Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk : 1.Giro 2.Deposito 3.Tabungan 4.Surat Sanggup Bayar/Promissory Note Perusahaan Pembiayaan dan/atau Perusahaan Anjak Piutang dapat menerbitkan Surat Sanggup Bayar hanya sebagai jaminan atas utang kepada bank yang menjadi krediturnya,ketentuan tersebut di atas berdasarkan Surat Keputusan Presiden No 61 Tahun 1988.Ketentuan di atas dipertegas kembali oleh Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 448/KMK.017/2000 tanggal 27 Oktober 2000 tentang Perusahaan Pembiayaan yang menyatakan bahwa: 1.Perusahaan Pembiayaan dilarang: a.menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk giro,deposito,tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu b.menerbitkan Surat Sanggup Bayar(Promisory Note),kecuali sebagai jaminan atas utang kepada bank yang menjadi krediturnya. c.memberikan jaminan dalam segala bentuknya kepada pihak lain. 2.Surat Sanggup Bayar(Promissory Note) yang dibuat dan dikeluarkan oleh Perusahaan Pembiayaan tidak dapat dialihkan dan wajib dicantumkan kata kata “tidak dapat dialihkan(non negotiable)”. Selain ketentuan tersebut di atas,perusahaan pembiayaan dan/atau perusahaan anjak piutang masih mempunyai batasan batasan terutama dalam hal penerimaan pinjaman dan penyertaan.Adapun ketentuan yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1.Pinjaman yang Diterima a.Perusahaan Pembiayaan dapat menerima pinjaman baik dari dalam maupun luar negeri. b.Jumlah pinjaman bagi setiap Perusahaan Pembiayaan ditetapkan setinggi tingginya sebesar 15(lima belas) kali jumlah modal sendiri(net worth) Perusahaan Pembiayaan setelah dikurangi penyertaan,istilah ini biasanya disebut Gearring Ratio. c.Jumlah pinjaman luar negeri ditetapkan setinggi tingginya sebesar 5(lima) kali jumlah modal sendiri(net worth) Perusahaan Pembiayaan setelah dikurangi penyertaan. d.Modal sendiri(net worth) bagi perusahaan anjak piutang dan/atau perusahaan pembiayaan yang berbentuk hukum : -Perseroan Terbatas,terdiri dari modal disetor ditambah dengan laba ditahan,laba tahun berjalan,cadangan umum yang belum digunakan,agio saham,dan pinjaman subordinasi yang dihitung berdasarkan laporan keuangan posisi bulan terakhir. -Koperasi,terdiri dari simpanan pokok,simpanan wajib,hibah,modal penyertaan,dana cadangan,dana sisa hasil usaha,dikurangi penyertaan dan kerugian yang dihitung berdasarkan laporan keuangan posisi bulan terakhir. e.Pinjaman subordinasi merupakan pinjaman yang diterima perusahaan anjak piutang dan/atau perusahaan pembiayaan dengan syarat: -minimum berjangka waktu 5(lima) tahun -dalam hal terjadi likuidasi,hak tagih berlaku paling akhir dari segala pinjaman yang ada -dituangkan dalam perjanjian tertulis antara perusahaan anjak piutang dan/atau perusahaan pembiayaan dengan pemberi pinjaman. f.Pinjaman subordinasi yang dapat diperhitungkan sebagai komponen modal sendiri sebanyak banyaknya sebesar 50%(limapuluh perseratus) dari modal disetor. g.Setiap pinjaman subordinasi yang diterima oleh perusahaan anjak p[iutang dan/atau perusahaan pembiayaan wajib dilaporkan kepada menteri selambat lambatnya 10(sepuluh) hari setelah pinjaman diterima. 2.Penyertaan Perusahaan Pembiayaan a.Perusahaan pembiayaan dan/atau Perusahaan Anjak Piutang hanya dapat melakukan penyertaan modal pada perusahaan di sektor keuangan. b.Penyertaan modal pada setiap perusahaan tidak boleh melebihi 25%(dua puluh lima perseratus) dari modal disetor perusahaan yang bersangkutan. c.Jumlah seluruh penyertaan modal perusahaan anjak piutang dan/atau perusahaan pembiayaan tidak boleh melebihi 40%(empat puluh perseratus) dari jumlah modal sendiri perusahaan yang bersangkutan. Kegiatan Perusahaan Pembiayaan berdasarkan Keputusan Presiden No 61 Tahun 1988 tanggal 20 Desember 1988 meliputi usaha usaha pembiayaan antara lain: 1.Sewa Guna Usaha(leasing) adalah usaha pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara “finane lease” maupun “operating lease” untuk digunakan oleh Penyewa Guna Usaha selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. 2.Modal Ventura(Venture Capital) adalah usaha pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal ke dalam betuk penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan(investee company) untuk jangka waktu tertentu. 3.Anjak Piutang(Factoring) adalah usaha pembiayaan dalam bentuk pembelian dan/atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri. 4.Pembiayaan Konsumen(Consumer Finance) adalah usaha Pembiayaan pengadaan barang untuk kebutuhan konsumen dengan system pembayaran angsuran atau berkala. 5.Usaha Kartu Kredit(Credit Card) adalah usaha pembiayaan untuk membeli barang dan jasa dengan menggunakan kartu kredit. 6.Perdagangan Surat Berharga (Security Company) adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan dalam bentuk perdagangan surat berharga. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No 1256/KMK 00/1989 tentang Perubahan Ketentuan mengenai Perusahaan Perdagangan Surat Berharga dalam Keputusan Menteri Keuangan No 1251/KMK 013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan,kegiatan perdagangan Surat Berharga (Security House) sudah tidak termasuk lagi dalam kegiatan Lembaga Pembiayaan.Sedangkan kegiatan Modal Ventura berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No 468/KMK 017/1995 tanggal 3 Oktober 1995,juga tidak termasuk lagi dalam kegiatan lembaga pembiayaan.Perusahaan Modal Ventura berdasarkan peraturan itu adalah berdiri sendiri,bukan salah satu kegiatan lembaga pembiayaan.Dan berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat 1 Keputusan Prestiden No 61 Tahun 1988 tanggal 20 Desember 1988,Kegiatan Lembaga Pembiayaan dapat dilakukan oleh perusahaan pembiayaan,lembaga keuangan bukan bank,dan bank. 2.Sejarah factoring Sejarah usaha jasa anjak piutang atau yang lebih dikenal dengan sebutan Factoring sudah dikenal sejak 2000 tahun lalu-pertama kali digunakan di Mesopotamia. Pertama kali,bentuk usaha anjak piutang memang masih sangat sederhana.Pihak factor,biasanya bertindak sebagai agen penjualan yang sekaligus pemberi perlindungan kredit.Kegiatan semacam ini dikategorikan sebagai general factoring. General factoring ini kemudian berkembang di daratan Eropa,tepatnya di Inggris.Perusahaan factor di Inggris pada saat itu sangat membantu para pedagang dari Plymouth(Amerika) untuk mengageni penjualan mereka di daratan Eropa,dan juga membelikan barang barang dagangan dari Inggris yang mereka inginkan untuk diimpor ke Amerika. Revolusi industri di akhir abad ke 18 turut mendorong pertumbuhan bisnis jasa general factoring.Mekanisasi alat alat tenun tekstil di Inggris dan tingginya minat beli tekstil di Amerika,telah menyebabkan meningkatnya transaksi ekspor impor.Perkembangan bisnis tersebut,otomatis turut memacu pertumbuhan industri factoring di Amerika,terutama di New York City.Perusahaan factoring di Amerika saat itu seperti ketiban rezeki.Mereka mengageni produk tekstil Eropa atas dasar konsinyasi.Mereka juga memberikan kredit,menjamin kredit tersebut,memberikan pembayaran awal terhadap piutang yang timbul,dan melakukan penagihan untuk kepentingan clientnya,yaitu menjamin kredit,melakukan penagihan,dan penyediaan ana.Bentuk bentuk usaha inilah yang kemudian menjadi embrio dari bisnis anjak piutang modern seperti yang dikenal saat ini.Anjak piutang modern ini kemudian terus berkembang tidak hanya di bidang usaha tekstil tetapi juga merambah ke berbagai sector industri,baik untuk transaksi ekspor impor maupun transaksi local. kegiatan anjak piutang mulai dikenal luas ketika perusahaan-perusahaan manufacture di Inggris berusaha menjual produknya ke Amerika. Amerika pada waktu itu, sekitar tahun 1880-an, merupakan benua baru yang banyak didatangi dari benua eropa terutama inggris. Kedatangan bangsa di eropa mau tidak mau menbawa konsekuensi bahwa mereka harus melakukan kegiatan produksi dan konsumsi didaerah barunya, namun pada awalnya mereka tidak bisa banyak melakukan kegiatan produksi karena terbatasnya sumber daya manusia, capital dan peralatan. Keadaan ini memaksa mereka mendatangkan sebagian besar kebutuhan mereka dari daerah asal, yaitu Inggris. Ketika perusahaan-perusahaan di Inggris ingin memasarkan atau menjual produknya ke orang-orang Amerika, timbul masalah karena mereka tidak saling mengenal. Resiko tidak terbayarnya penjualan secara kredit semakin besar bukan saja karena mereka tidak saling mengenal tetapi juga karena jarak yang sangat jauh. Kondisi ini mendorong perusahaan-perusahaan di Inggris untuk menemukan solusi mengenai sistem penjualan yang sesuai. Perusahaan-perusahaan tertentu mulai tertarik untuk menjembatani atau sebagai perantara antara pihak penjual di Inggris dengan pembeli di Amerika, perusahaanperusahaan ini selanjutnya mulai dikenal sebagai factor atau agen. Jasa yang ditawarkan oleh factor pada waktu itu masih berkisar terutama pada pengurusan dan pengalihan piutang saja. Usaha factor ini menjadi semakin berkembang ketika perusahaan textile Inggris memerlukan jasa penilaian kelayakan atas kredit dagang kepada pembeli di Amerika. Mengingat factor ini dianggap sebagai perusahaan yang cukup berpengalaman dalam berurusan dengan pembeli-pembeli di Amerika dan juga berpengalaman dalam hal penyelesaian tagihan piutang. Maka perusahaan textile di Inggris cenderung menggunakan jasa mereka untuk melakukan investigasi kredit kepada pembeli di Amerika. Tugas factor dalam hal ini adalah menentukan kelayakan suatu pembeli untuk memperoleh fasilitas pembelian dengan cara kredit (credit worthiness) dan juga menentukan tingkat atau kemungkinan terbayarnya suatu piutang dari penjualan textile secara kredit. Lama kelamaan, factor tidak hanya memberikan jasa investigasi kredit saja tetapi sekaligus membeli faktur-faktur penjualan textile dari perusahaan textile. Factor kemudian menguangkan atau menagih faktur tersebut pada pembeli saat jatuh tempo. Dalam perkembangannya, kegiatan pemberian jasa anjak piutang ini tidak hanya diberikan oleh suatu perusahaan sebagai salah satu dari kegiatan usahanya, tetapi juga oleh suatu perusahaan yang secara khusus bergerak dalam bidang anjak piutang. Usaha mulai berkembang mulai dari Amerika Utara, kemudian berkembang kebagian Amerika yang lain, lalu berkembang di Eropa dan kemudian keseluruh dunia. Bidang usaha yang dilayani jasa anjak piutang berkembang dari semula textile kebidang-bidang lain termasuk jasa. Bisnis anjak piutang modern ini akhirnya berkembang ke Eropa,terutama setelah berdirinya 3(tiga) grup anjak piutang internasional,yaitu: 1.Heller Overseas Corporation(Heller Group),dalam grup factoring ini Heller berperan sebagai induk perusahaan dari mayoritas anggotanya dan bermarkas di Chicago. 2.International Factors Group (IFG), di mana setiap grup ini tidak dikenal adanya induk perusahaan,setiap anggota bebas satu sama lain tanpa adanya kaitan permodalan.Grup ini hanya menerima satu anggota dari setip Negara,bermarkas di Brussel. 3.Factors Chain International,di mana grup ini hampir sama dengan sistem IFG,yakni tanpa kaitan permodalan antara sesama anggotanya.Namun grup ini dapat menerima lebih dari satu anggota dari setiap Negara,bermarkas di Amsterdam. Ketiga grup factoring ini telah memiliki anggota yang tersebar di seluruh dunia,yaitu di negara negara seperti Eropa Barat,Amerika Utara,Jepang,Korea Selatan,Australia,Selandia Baru,Afrika Selatan,Asean-termasuk Indonesia,Hong Kong,dan berbagai Negara lainnya. 3.Anjak Piutang saat ini di Indonesia Sedangkan untuk kawasan Asia Tenggara,anjak piutang pertama kali diperkenalkan di Singapura pada pertengahan tahun 70-an.Sejak saat itu,transaksi anjak piutang di Singapura mengalami perkembangan yang sangat pesat baik ditinjau dari jumlah perusahaan maupun turnover transaksinya.Sedangkan di Malaysia,kegiatan anjak piutang dimulai pada tahun 1988 dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden No 61 tahun 1988.Secara formal,pada awalnya perkembangan usaha anjak piutang di Indonesia belum begitu popular.Namun,kegiatan anjak piutang di Indonesia secara informal sebenarnya sudah ada sebelum dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988,yaitu kegiatan Cheque Discounted atau Cheque yang didiskontokan yang sering dilakukan oleh para pedagang di pasar pasar.Kegiatan ini sudah berjalan secara informal di tengah masyarakat dan sudah baku di antara para pedagang di pasar pasar.Biasanya para pedagang menukar Cek Mundur kepada penyedia dana,dan langsung dipotong dalam jumlah/persentase tertentu sesuai dengan jangka waktunya.Apabila cek itu tidak ada dananya,maka penjual cek harus mengganti dengan uang tunai kepada penyedia dana. Keputusan Presiden No 61 Tahun1988 tentang Lembaga Pembiayaan merupakan usaha pemerintah untuk memformalkan kegiatan anjak piutang yang sudah ada di masyarakat,dan menjadikan usaha anjak piutang menjadi suatu bagian dari Lembaga Pembiayyaan,yang juga dapat dilakukan oleh Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank. Kegiatan anjak piutang di Indonesia berkembang baik sejak adanya Keputusan Presiden No. 61 dan Keputusan Meteri Keuangan No.1251/KMK.13/1988 tanggal 20 desember 1988. peraturan ini terutama untuk memberikan alternatif pembiayaan usaha dari berbagai jenis lembaga keuangan, termasuk perusahaan anjak piutang. Pembiayaan usaha diberikan keleluasaan untuk mengembangkan usaha dengan modal yang hanya tidak bersumber dari lembaga keuangan saja. Jasa anjak piutang dapat diberikan oleh suatu lembaga keuangan sebagai salah satu kegiatan usahanya, dan dibeikan oleh suatu bank, dan dapat diberikan oleh suatu lembaga keuangan yang secara khusus memberikan jasa anjak piutang. 4.Anjak Piutang sebagai Solusi Cashflow Perkembangan lalu lintas perdagangan domestik dan antarnegara untuk barang dan jasa di Indonesia pada dasarnya selalu meningkat baik dari segi jumlah maupun bentuknya.Peningkatan lalu lintas perdagangan tersebut memberikan pengaruh positif kepada berbagai kegiatan di sector industri dan jasa,yang pada akhirnya akan mempengaruhi keghidupan masyarakat.Seiring dengan perkembangan dunia usaha dan meningkatnya taraf hidup masyarakat,pola masyarakat dalam membelanjakan uang juga terpengaruh.Di sisi lain,perkembangan bisnis yang semakin modern menimbulkan persaingan sengit antarpelaku bisnis,baik pelaku bisnis besar dengan yang kecil,yang kuat dengan yang lemah,yang lokal dengan yang internasional,dan sebagainya.Para pelaku bisnis dituntut untuk menjual barang dan jasa dengan kualitas tinggi,pelayanan yang baik,kemasan dan pengiriman yang tepat waktu.Namun,pembeli menginginkan pembayaran yang menarik,murah dan berjangka waktu. Merupakan suatu kenyataan bahwa pasti terjadi tarik menarik antara penjual dan pembeli ataupun antara penjual dan penjual untuk bisa menjual produk berupa barang dan jasa kepada konsumen.Segala cara akan ditempuh untuk dapat menjual.Salah satu cara untuk melakukan hal itu adalah dengan memberika fasilitas pembayaran secara berjangka kepada pembeli.Hal ini merupakan salah satu akibat dari pergeseran pola sellers market(pasar penjual) kepada buyers market(pasar pembeli).Ini tidak dapat dihindari oleh para pelaku bisnis. Pembayaran secara berjangka yang diberikan penjual kepada pembeli sudah pasti akan mengganggu cashflow perusahaan,sebab penjual yang menanggung resiko.Di sisi lain,hal seperti ini mengutungkan pembeli.Bagi penjual ini merupakan dilema karena apabila penjual tidak menerima pembayaran berjangka,kesempatan tersebut akan diambil oleh penjual lain. Untuk menjembatani pembayaran berjangka yang dilakukan oleh penjual,jasa anjak pitang dapat enjadi alternative bagi penjual untuk secepatnya mendapatkan uang tunai atau mendapatkan sumber pembiayaan baru dalam bentuk instant cash (80% dari nilai invoice) yang dikaitkan dengan jumlah penjualan kredit. Dalam transaksi anjak piutang,tagihan penjual kepada pembeli dialihkan kepada perusahaan menagihnya.Pembiayaan anjak dengan piutang anjak sehingga piutang penjual dapat tidak dijadikan perlu alternatif pembiayaan baru selain kredit bank ataupun kredit dari supplier.Dengan cara ini,cashflow yang diterima penjual dapat digunakan untuk membiayai modal kerja demi kesinambungan produksi walaupun penjual harus membayar biaya dana.Namun,biaya dana yang dikenakan oleh perusahaan anjak piutang dapat dikompensasikan dengan sales discount yang didapatkan dari pemasok apabila penjual membeli bahan baku secara tunai dari hasil pengalihan piutang kepada perusahaan anjak piutang. Hal yang disebut di atas merupakan inti dari transaksi anjak piutang yang dilakuakan antara penjual dan perusahaan anjak piutang,yaitu hubungan yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak.Aspek yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak inilah yang akan dijadikan pedoman kunci bagi suksesnya transaksi anjak piutang karena permasalahan cash flow yang diakibatkan kebijaksanaan penjualan berjangka dapat diatasi dengan baik dan produksi barang dan jasa menjadi lancar. Bagi usaha kecil dan menengah,yang selalu dirundung masalah permodalan bagi pengembangan usaha,alternative pembiayaan melalui anjak piutang dapat dijadikan sumber pendanaan jangka pendek perusahaan.Tanpa adanya pembiayaan ini,modal kerja yang harus disediakan dan tertanam dalam usaha menjadi sangat besar.Inilah yang biasanya menjadi kendala dan momok bagi industri kecil dan menengah. Selain itu,usaha anjak piutang diharapkan dapat membantu mengatasi kesulitan di bidang credit management,sehingga dunia nasabah(nasabah perusahaan anjak piutang) dapat lebih berkonsentrasi pada usah peningkatan produksi dan peningkatan penjualan barang dan jasa.Tenaga kerja dapat dihemat karena departemen atau bagian administrasi penjualan dapat dialihkan ke perusahaan anjak piutang.Hal ini dimungkinkan karena perusahaan anjak piutang mempunyai perangkat lunak untuk sistem tersebut. Hal lain yang tidak kalah pentingnya,mengenai manfaat pembiayaan anjak piutang bagi industri kecil dan menengah yang mempunyai produk untuk diekspor,adalah bahwa fasilitas anjak piutang yang diterima dapat dijadikan pengganti letter of credit.Hal ini dimungkinkan karena perusahaan anjak piutang dapat melakukan kegiatan international factoring bekerja sama dengan perusahaan anjak piutang yang ada di luar negeri.Kegiatan ini sangat memudahkan perusahaan kecil dan menengah mengekspor barang karena perusahaan anjak piutang dapat membantu menyelesaikan dokumen ekspor yang dibutuhkan,dan pembayaran sudah pasti terjamin baik dalam jumlah maupun waktunya. Kiranya itulah yang dapat kami gambarkan secara ringkas mengenai anjak piutang.Dalam bab bab berikut ini,akan dibahas anjak piutang secara lebih mendalam,baik definisi dan istilah,peraturan,jenis,mekanisme,manfaat,perpajakan, hingga perlakuan akuntansinya. BAB 1 : PENGERTIAN ANJAK PIUTANG 1. Pengertian Factoring dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi anjak piutang. Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988,perusahaan anjak piutang adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri. Definisi diatas menjelaskan bahwa jasa yang diberikan dalam suatu kegiatan atas anjak piutang adalah jasa pembiayaan dan jasa non pembiayaan atas piutang. Pada kenyataannya kedua jenis ini tidak harus selalu ada dalam perjanjian anjak piutang,perjanjian anjak piutang ada yang meliputi kedua jenis jasa tersebut dan ada juga yang hanya meliputi salah satu jenis jasa diatas. Pada dasarnya pilihan atas jenis jasa yang akan diberikan tergantung pada kesepakatan antar pihak factor dan pihak klien. Keputusan Menteri Keuangan tersebut diperbaharui dengan SK Menteri Keuangan Nomor 448/KMK.017/2000 yang menyatakan bahwa Kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian atau pengalihan atau pengurusan piutang atau penagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri. Pernyataan ini dipertegas oleh SK Menteri Keuangan Nomor 172/ KMK.06/2002 yang menyatakan bahwa kegiatan anjak piutang dilakukan dalam bentuk pengalihan dan pembelian serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri. Pihak yang terkait dalam kegiatan anjak piutang meliputi: a. Perusahaan jasa anjak piutang (factor). Factor adalah pihak yang memberikan jasa anjak piutang. b. Klien (client). Klien adalah pihak yang menerima jasa anjak piutang dan menjual barang dan jasa secara kredit kepada nasabah. c. Nasabah (customer). Nasabah adalah pihak yang membeli barang atau jasa dari klien dan mempunyai kewajiban berupa utang jangka pendek kepada klien. Anjak piutang merupakan perjanjian antar factor dan klien mewajibkan : 1.Pihak factor untuk memberikan jasa berupa: a.Pembiayan atas piutang usaha yang dimiliki oleh klien. b.Non pembiayaan berupa antara lain penagihan piutang dan administrasi penjualan. 2.Pihak klien untuk: a.Menjual atau menjaminkan piutangmya kepada pihak factor. b.Memberikan balas jasa financial kepada factor. Berkaitan dengan definisi anjak piutang tersebut, dalam kegiatan anjak piutang yang dilakukan di indonesia terdapat beberapa hal penting yang perlu digarisbawahi, yakni: 1. Transaksi anjak piutang dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, anjak piutang dengan pembiayaan (financing activity), yaitu dalam bentuk pembelian dan pengalihan piutang dan,anjak piutang non – pembiayaan (non – financing activity) yaitu dalam bentuk pengurusan piutang atau tagihan. 2. Transaksi anjak piutang dapat dilakukan untuk transaksi perdagangan domestik (anjak piutang domestik) dan transaksi perdagangan antar negara atau ekspor/impor (anjak piutang international) 3. Objek pembiayaan anajak piutang adalah piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri. 4. Pembiayaan anjak piutang hanya dapat dilakukan kepada perusahaan, bukan kepada individual atau orang – perorangan. Kegiatan anjak piutang pada prinsipnya merupakan pemberian kredit kepada supplier dengan cara membeli piutang atau tagihan kepada nasabahnya atau costumer – nya. Namun yang sesungguhnya terjadi adalah pemberian kredit itu diberikan oleh supplier kepada pembeli, hanya saja proses penagihannya dilimpahkan kepada factor yang sebelumnya telah menandatangani perjanjian anjak piutang. 2.Beda Anjak Piutang dengan Transaksi Lain Transaksi anjak berbeda dengan transaksi kredit bank. Adapun hal – hal yang membedakan anjak piutang dengan kredit bank dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Kredit bank hampir selalu dikaitkan jaminan / agunan, sedangkan dalam transaksi anjak piutang jaminan / agunan bukan merupakan hal yang mutlak, kadangkala hanya sebagai jaminan tambahan. 2. Kredit bank memberikan tambahan aktiva dalam bentuk kas, sedangkan anjak piutang tidak memberikan tambahan pada kas akan tetapi hanya memperlancar arus kas dengan piutang yang belum jatuh tempo. 3. Kredit bank biasanya dalam jumlah dan syarat pelunasan yang tetap, sedangkan anjak piutang mengubah penjualan kredit menjadi uang tunai. 4. Kredit bank melibatkan praktek – praktek umum perkreditan termasuk mengenai jaminan / agunan, sedangkan piutang pada prinsipnya merupakan transaksi jual beli piutang. 5. Kredit bank dimulai dari timbulnya utang melalui mobilisasi dana masyarakat yang kemudian dialihkan menjadi aktiva produktif, sejak anjak piutang berkaitan dengan pengalihan aktiva produktif, yaitu dari tagihan menjadi kas. 6. Bank menjadikan debitur sebagai nasabah, sedangkan anjak piutang menjadi client sebagai rekanan / mitra (partner), terutama dalam memelihara atau mengurus pembukuan penjual client. Untuk lebih memperjelas pengertian anjak piutang seperti telah disebut di atas, Gatot Wardoyo dalh makalahnya ” Beberapa aspek mengenai Factoring (Anjak Piutang) ” mengemukakan bahwa anjak piutang bila ditinjau dari segi mekanismenya, pada dasarnya merupakan kegiataan pengalihan piutang sebagai tindak lanjut dari jual beli tagihan. Namun pengertian piutang dalam transaksi ini harus diketahui dahulu secara secara pasti agar tidak menimbulkan salah pengertian dalam segi pembahasan masalah yuridis. Secara umum, piutang dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu piutang yang berasal dari transaksi dagang dan yang berasal dari fasilitas pinjaman / kredit (dibuktikan dengan perjanjian kredit). Bila kedua jenis piutang tersebut diperbandingkan, maka akan terlihat unsur – unsur sebagai berikut: 1. Piutang Dagang mempunyai ciri – ciri berikut: a. Jangka, sebab seller sangat berkepentingan dengan kelancaran perputaran modalnya. b. Umumnya berasal dari transaksi jual beli barang atau jasa. c. Jaminan kebendaan kurang diperhatikan karena lebih dititikberatkan pada masalah pemeliharaan hubungan dagang. Kalaupun ada jaminan, jumlahnya relatifnya kecil dibandingkan dengan nilai tagihannya, yaitu berupa uang panjar atau uang muka. 2. Piutang dalam perkreditan, mempunyai ciri – ciri sebagai berikut: a. Jangka waktu yang lebih lama, karena adanya kemungkinan untuk dapat diperpanjang. b. Berasal dari suatu perjanjian kredit. c. Adanya suatu jaminan yang lebih bersifat riil / kebendaan dan pasti. d. Dalam hubungan yang lebih formal antarapihak, misalnya ada jaminan yang diikat secara yuridis disertai pemberian hak prefensi kepada kreditur. Kegiatan anjak piutang dapat dikatakan produk pembiayaan yang masih terbilang baru di Indonesia, meskipun selama ini kita telah mengenal jenis pembiayaan yang menyerupai aktivitas anjak piutang, yaitu kegiatan Account Receivable Financing (Cheque Discounted). Kegiatan anjak piutang bukanlah kegiatan untuk menggantikan kegiatan kegiatan Account Receivable Financing, melainkan penyempurnaan dan melengkapi serta menambah alternatif pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja dan meningkatkan kemampuan perputaran dana (cash flow). Adapun perbedaan yang mencolok antara Account Receivable Financing dan kegiataan anjak piutang adalah sebagai berikut: 1. Kontrol Dalam transaksi Account Receivable Financing, factor tidak dapat mengetahui Cheque / Bilyet giro yang diserahkan client kepada factor, sehingga factor tidak mengetahui siapa saja pelanggan client, kualitas cheque / Bilyet Giro serta factor tidak mengetahui dengan pasti transaksi yang dilakukan antara client dan customer. Sedangkan dalam transaksi anjak piutang, factor dapat mengikuti transaksi jual beli antara client dan customer melalui faktur dan surat jalan yang diserahkan kepada factor. Di samping, factor juga mengetahui karakter – karakter customer, sehingga mudah melakukan kontrol terhadap aktivitas pembiayaan anjak piutang yang diberikan serta dapat pula memberikan informasi kepada client apabila ada customer yang nakal. 2. Plafond Kredit Dalam transaksi anjak piutang biasanya factor dapat memberikan fasilitas pembiayaan sampai 100% dari nilai faktur, sedangkan dalam Account Receivable Financing sudah pasti lebih rendah. Tingginya plafon yang diberikan factor kepada client, sudah barang tentu akan memberikan tambahan modal kerja yang lebih baik. 3. Administrasi Pada transaksi Account Receivable Financing, aktivitas administrasi yang dilakukan terbatas pada aktivitas pencairan plafond dan penyimpanan Post Dated Cheque, sedangkan dalam transaksi anjak piutang juga melakukan pencatatan seluruh hasil penjualan kredit client yang dianjakpiutangkan, memberikan laporan – laporan yang berhubungan dengan piutang yang dialihkan ke factor dan juga dapat melakukan penagihan kepada customer. 4. Pengikatan Pengikatan dalam transaksi Account Receivable Financing biasanya melakukan pengikatan pokok berupa perjanjian kredit dan pengakuan utang serta ditambah dengan pengikatan cessie piutang dan jaminan yang dapat dibuat secara notaris ataupun bawah tangan, sedangkan pengikatan anjak piutang berdasarkan perjanjian anjak piutang ditambah pengikatan jaminan dari client. Pengikatan anjak piutang lebih sederhanaa dibandingkan dengan Account Receivable Financing dan apabila dibuat secara notaris biaya lebih murah. 5. Aktivitas Kegiatan anjak piutang lebih luas dibandingkan dengan Account Receivable Financing, hal ini dimungkinkan karena anjak piutang dapat dijadikan alternative pengganti Letter Of Credit untuk transaksi ekspor dan impor satu negara dan negara lainnya. Berdasarkan uraian perbedaan antara Account Receivable Financing dan anjak piutang, maka transaksi anjak piutang lebih baik dibandingkan dengan Account Receivable Financing. Selain itu ,Lembaga Factoring juga memiliki perbedaan dengan Bank,yakni : Perbedaan antara Bank dan Factoring Perbedaan antara anjak piutang dengan bank dapat dilihat : bank Factoring transaksi utang piutang proses utang ke aktiva produktif aktiva produktif beralih ke kas Aktiva pasiva penjualan barang secara memakan waktu lebih cepat Kas dan utang Piutang berubah kas bertambah Analisis kredit 1 pihak aja (nasabah) 2 pihak(supplier dan pembeli) Agunan Wajib Tidak mutlak Tingkat resiko Tinggi (resiko nasabah) Lebih tinggi(resiko klien dan nasabah) Biaya Bunga dan provisi Service dan discount charge Bantuan jasa Pembiayaan Pembiayaan dan non pembiayaan Penanggung resiko Bank Supplier/factor 3.Anjak Piutang dan Istilah Istilahnya Dalam kegiatan anjak piutang, yang dimaksud dengan piutang / tagihan adalah piutang yang dari transaksi dagang, hal ini seperti yang dikemukakan dalam pasal 1 ayat 8 keputusan Presiden No. 61/1988 dan pasal 6 Keputusan Menteri Keuangan No.1251/KMK.013/1988 yang kemudian dipertegas dengan ketentuan dalam pasal 1 angka 1 Surat Kputusan Menteri Keuangan Nomor 173/KMK.06/2002. Berikut ini akan kami kemukakan istilah – istilah umum yang sering digunakan dalam transaksi anjak piutang yang dilakukan di Indonesia, yaitu: 1. Piutang adalah kewajiban pembayaran customer kepada client atas barang yang telah dibeli dan/atau jasa yang telah diberikan oleh client kepada customer. 2. Kontrak adalah perjanjian anjak piutang / factoring agreement yang dilakukan oleh dan antara factor dan client. 3. Nilai pembayaran adalah besarnya nilai pembiayaan yang diberikan oleh factor atas faktur / tagihan yang ditawarkan oleh client kepada factor ( biasanya dalam presentase, misal 80% ). 4. Retention / contigencie reserve adalah bagian dari faktur / tagihan yang ditawarkan oleh client kepada factor yang tidak dibiayai oleh factor, sebagai contoh maksimum pembiayaan yang diberikan adalah 80% dari nilai faktur, maka retention – nya adalah sebesar 20%. Retention akan dikembalikan kepada client setelah tagihan kepada customer diterima efektif oleh factor. Untuk selanjutnya istilah – istilah anjak piutang ini akan kami gunakan terus dalam buku yang membahas anjak piutang ini. 4.Miskonsepsi Anjak Piutang Pelaksanaan kegiatan anjak piutang dalam kenyataan sehari – harinya masih sangat sulit dilakukan, sebagaimana dikemukakan oleh INW Wisnugupta dalam makalahnya yang berjudul ” Factoring, Complementary Jasa Perbankan ” Hal ini disebabkan masih adanya miskonsepsi atau kekeliruan dalam memandang anjak piutang. Adapun miskonsepsi yang dimaksud adalah: 1. Miskonsepsi mengenai biaya Factoring Dalam praktek di lapangan pembebanan biaya factoring sering kali dianggap terlalu mahal oleh masyarakat. Padahal mahal atau murahnya biaya factoring tergantung dari jasa – jasa yang diberikan factor kepada client. Dengan adanya miskonsepsi ini, factoring hanya diperlukan sebagai jalan keluar yang terakhir apabila jenis – jenis pembiayaan lainnya tidak memungkinkan ( the last resort of borrowing ). 2. Miskonsepsi Kredit Macet Miskonsepsi mengenai kesan bahwa factor adalah perusahaan yang menangani kredit macet. Factoring bukanlah juru selamat kredit macet, factor bukanlah bad debt collector atau juru tagih. Factor justru bertindak sangat selektif dalam melakukan transaksi factoring. Factor hanya akan melakukan transaksi nonrecourse factoring, apabila kemungkinan terjadinya risiko bad debt sangat kecil. Saat ini mayoritas transaksi factoring masih atas dasar recourse factoring, di mana factor tidak bersedia mengambil alih risiko bad debt. 5.Usaha Usaha yang Cocok menggunakan Jasa Anjak Piutang Masih menurut INW Wisnugupta, bahwa transaksi anjak piutang sangat relevan dan cocok bagi perusahaan yang mempunyai kondisi sebagai berikut: 1. Perusahaan yang akan memperluas penjualannya dengan memasuki pasar baru ( belum dikenal). Factor dapat berperan sebagai pusat informasi dan biasanya factor memiliki pengalaman yang cukup dalam pasar tersebut. Dalam Export Factoring, perusahaan import factor di negara tujuan akan mengambil alih peran dimaksud. 2. Perusahaan yang baru berkembang dengan pesat, di mana umumnya credit department dalam perusahaan kurang mampu mengimbangi ekspansi perusahaan. Dengan adanya transaksi anjak piutang, client dapat merencanakan ekspansinya dengan lebih leluasa, fungsi credit department diambil alih oleh factor. 3. Biaya untuk membentuk credit department bagi perusahaan menengah ke bawah mungkin dirasa terlalu mahal. Perusahaan yang termasuk dalam golongan ini lebih menyukai menyerahkan fungsi credit departmernt kepada factor. 4. Anjak Piutang adalah transaksi self – liquidating, tanpa pengaturan pembayaran tertentu. Begitu customer membayar, maka otomatis posisi baki berkurang, kelonggaran menarik pun bertambah. Kebanyakan perusahaan lebih menyukai mekanisme ini ( open account basis ) karena memang lebih fleksibel daripada transaksi dengan fixed payment tertentu yang dirasakan mengikat. 5. Anjak piutang juga cocok bagi perusahaan yang memerlukan sumber pembiayaan siap pakai sewaktu – waktu diperlukan ( stand ny facility ) untuk kondisi yang khusus, seperti pemanfaatan pembeliaan barang dalam jumlah besar dengan discount menarik. Dengan memperoleh Advanced payment, client dapat memanfaatkan discount dimaksud. Berdasarkan uraian di atas, kiranya anajak piutang dapat dijadikan sebagai alternatif pembiayaan, sebagai pengganti kredit perbankan, terutama bagi industri kecil dan menengah yang saat ini banyak banyak mengalami kendala, lebih – lebih di saat krisis moneter tengah melanda indonesia. Dengan demikian, anjak piutang diharapkan dapat membantu proses modernisasi perekonomian bangsa. BAB 2 : PERATURAN – PERATURAN PEMERINTAH YANG MENGATUR KEGIATAN ANJAK PIUTANG 1.Peraturan Peraturan Mengenai Anjak Piutang Di Indonesia, kegiatan anjak piutang atau factoring sejauh ini belum diatur secara khusus dengan undang – undang seperti halnya perbankan, asuransi, ataupun dana pensiun. Keberadaan industri anjak piutang sebagai bagian dari aktivitas lembaga pembiayaan saat ini hanya diatur dengan Surat Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, dan Surat Edran Direktorat Jendral. Adapun peraturan – peraturan yang dimaksud dapat kami kemukakan sebagai berikut: A. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1988 Tanggal 20 Desember 1988 tentang Lembaga Pembiayaan. Keputusan Presiden No. 61 tahun 1988 dikenal dengan paket deregulasi Desember 1988, yang memperkenalkan Industri Multi Finance di Indonesia, di mana pada waktu itu jasa pembiayaan yang baru dikenal oleh masyarakat adalah Leasing ( Sewa Guna Usaha) saja. Dengan dikeluarkannya ketentuan ini, maka usaha pembiayaan tidak hanya berupa kegiatan leasing saja melainkan bertambah menjadi: 1. Factoring (Anjak Piutang) 2. Leasing (Sewa Guna Usaha) 3. Consumer Finance (Pembiayaan Konsumen) 4. Credit Card (Kartu Kredit) 5. Venture Capital (Modal Ventura) 6. Security House (Perdagangan Surat Berharga) Keputusan Presiden ini memberikan kemudahan kepada perusahaan leasing untuk meningkatkan statusnya menjadi perusahaan multi finance (perusahaan pembiayaan) dan/ atau kemudahan mendirikan perusahaan baru yang bergerak di lembaga pembiayaan serta merupakan pembaruan dari Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 39 tanggal 26 Oktober 1988 tentang Lembaga Pembiayaan, di mana dalam keputusan tersebut menerangkan bahwa aktivitas pembiayaan terdiri dari: 1. leasing (Sewa Guna Usaha) 2. Factoring (Anjak Piutang) 3. Consumer Finance (Pembiayaan Konsumen) 4. Credit Card (Kartu Kredit) 5. Venture Capital (Modal Ventura) 6. Reksa Modal 7. Security House (Perdagangan Surat Berharga) Perbedaaan yang mencolok antara kedua keputusan Presiden ini adalah dikeluarkannya kegiatan Reksa Modal dari kegiatan Perusahaan Pembiayaan dan batas kepemilikan saham oleh badan usaha asing. B. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Adapun pokok – pokok isi dari surat keputusan menteri keuangan ini, adalah sebagai berikut: 1. Definisi Pembiayaan Anjak Piutang Kegiatan anjak piutang dapat dilakukan dalam bentuk: 1) Pembelian atau pengalihan piutang / tagihan jangka pendek dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri. 2) Penatausahaan penjualan kredit serta penagihan piutang perusahaan klien. 2. Pembatasan a. Lembaga pembiayaan dapat dilakukan oleh bank, lembaga keuangan bukan bank dan perusahaan pembiayaan. b. Perusahaan pembiayaan harus berbentuk perseroan terbatas dan/atau koperasi, di mana saham perusahaan pembiayaan yang berbentuk perseroan terbatas dapat dimiliki oleh Warga Negara Indonesia dan atau Badan Hukum Indonesia atau Badan Usaha Asing dan Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia (usaha patungan) C. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1256/KMK.000/1989 tanggal 8 November 1989 tentang Perubahan Ketentuan mengenai Perusahaan Perdagangan Surat Berharga dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 1251/KMK.013/1988 Tanggal 20 Desember 1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. D. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 468/KMK.017/1995 Tanggal 03 Oktober 1995 tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 Tanggal 20 Desember 1988 tentang ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan sebagaimana telah diubah dengan keputusan Menteri Keuangan No.1256/KMK.00/1989 Tanggal 18 November 1989. Adapun pokok – pokok isi dari surat keputusan menteri keuangan ini, antara lain adalah: 1. Mengubah modal disetor atau simpanan pokok dan wajib perusahaan pembiayaan yang melakukan satu atau lebih kegiatan usaha, ketentuan ini berlaku bagi perusahaan baru maupun yang sudah mendapatkan izin usaha, menjadi sebagai berikut: a. Perusahaan Swasta Nasional Rp 10.000.000.000,b. Perusahaan Patungan Rp 25.000.000.000,c. Koperasi Rp 5.000.000.000,Bagi pemegang saham yang berbadan hukum, jumlah penyertaan modal pada perusahaan pembiayaan tidak boleh melebihi modal sendiri setelah dikurangi dengan penyertaan yang telah dilakukan. Selain itu, perusahaan pembiayaan wajib menyesuaikan kewajiban permodalannya selambat – lambatnya 3 (tiga) tahun sejak peraturan ini diberlakukan. E. Keputusan bersama Menteri Keuangan Republik Indonesia dan Gubernur Bank Indonesia Nomor 607/KMK.017/1955 & Nomor 28/9/KEP/GBI Tanggal 19 Desember 1995 tentang Pelaksanaan Pengawasan Perusahaan Pembiayaan Oleh Bank Indonesia. Surat keputusan bersama ini bertujuan untuk melibatkan Bank Indonesia untuk ikut melakukan pengawasan perusahaan pembiayaan baik secara langsung maupun tidak langsung, yang sebelumnya Bank Indonesia tidak ikut melakukan pengawasan. Adapun ruang lingkup pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia kepada perusahaan pembiayaan meliputi: 1. Pemeriksaan dan pengawasan terhadap penarikan pinjaman luar negeri. 2. Penyaluran pinjaman yang bersumber dari kredit perbankan. 3. Penerbitan surat sanggup bayar. 4. Kualitas aktiva produktif. 5. Kebenaran dan kelengkapan laporan. F. Surat Edaran Direktorat Jendral Lembaga Keuangan Department Keuangan Republik Indonesia Nomor SE 1087/LK/1996 Tanggal 27 Februari 1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pelaporan dan Sanksi bagi Perusahaan Pembiayaan. Surat edaran ini mengatur tentang pelaksanaan kewajiban sistem pelaporan perusahaan pembiayaan yang tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indoneisa No.606/KMK.017/1995 Tanggal 19 Desember 1995 tentang Ketentuan Pinjaman yang diterima, penyertaan dan pelaporan Perusahaan Pembiayaan. Adapun laporan – laporan yang disampaikan wajib disampaikan kepada Menteri Keuangan dengan tembusan kepada Bank Indonesia. G. Keputusan Mnteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 292/KMK.04/1996 Tanggal 18 April 1996 tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan No.642/KMK.04/1995 tentang nilai Lain sebagai Dasar pengenaan Pajak. H. Surat Direktorat Jenderal Pajak Departement Keuangan Republik Indonesia Nomor S-78/PJ-311/1996 Tanggal 19 April 1996 tentang Pembebasan Pph Pasal 23 atas Penghasilan yang Diperoleh Perusahaan Anjak Piutang. I. Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Departement Keuangan Republik Indonesia NO.SE-06/PJ-53/1997 Tanggal 18 Maret 1997 tentang Perlakuan PPN atas Jasa Anjak Piutang. J. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 130/KMK.04/1998 Tanggal 27 Februari 1998 tentang penghapusan Piutang Tak Tertagih yang boleh Dikurangkan Sebagai Biaya. K. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Departement Keuangan Republik Indonesia Nomor SE-19/PJ-42/1998 Tanggal 10 Juli 1998 tentang Pelaksanaan Piutang Tak Tertagih yang boleh Dikurangi Sebagai Biaya. L. Surat Direktur Peraturan Perpajakan No.S-11/PJ.312/1999 Tanggal 26 tentang Penyisihan Piutang Tak Tertagih Bagi Industri Multi Finance. M. Peraturan Bank Indonesia No.1/9/PBI/1999 Tanggal 28 Oktober 1999 tentang Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank dan Lembaga Keuangan Non-Bank. N. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 448/KMK.017/2000 Tanggal 27 Oktober tentang Perusahaan Pembiayaan Dalam keputusan menteri keuangan No. 1251/KMK.013/1998 sehingga mempertegas aspek-aspek selama ini kurang diatur seperti pembukaan kantor cabang, merger, akuisisi serta konsolidasi, aspek permodalan, pencabutan izin usaha. Selain itu keputusan ini membatalkan dan menyatakan tidak berlakunya lagi. a) Keputusan menteri keuangan No. 606/KMK.017/1995 Tanggal 19 dersember 1995; b) Keputusan menteri keuangan No. 609/KMK.017/1995 Tanggal 21 Desember 1995 c) Keputusan menteri keuangan No. 446/KMK.017/1995 Tanggal 29 September 1998. Adapun pokok-pokok isi surat keputusan menteri keuangan ini dapat kami kemukakan sebagai berikut: 1. Dalam menjalankan usahanya, perusahaan pembiayaan dapat melakukan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah damn yang bersifaf konvensional. 2. Perusahaan pembiayaan dapat didirikan dan dimiliki oleh: a. Warga Negara Indonesia dan/atau badan hokum Indonesia; b. Badan usaha asing dan warga Negara Indonesia atau badan hukum Indonesia (usaha patungan). 3. Perusahaan Pembiayaan berbentuk hukum Perseroan Terbatas atau Koperasi. 4. Modal disetor atau simpanan pokok dan wajib Perusahaan Pembiayaan ditetapkan sebagai berikut: a. Perusahaan swasta nasional sekurang-kurangnya sebesar Rp. 10.000.000.000 (sepulauh milyar rupiah); b. Perusahaan patungan sekurang-kurangnya sebesar Rp. 25.000.000.000 (dua puluh lima milyar rupiah); c. Koperasi sekurang-kurangnya sebesar Rp. 5.000.000.000 (lima milyar rupiah). 5. bagi pemegang saham yang berbentuk badan hukum, jumlah penyertaan modal; pada Perusahaan Pembiayaan ditetapkan setinggi-tingginya sebesar modal sendiri dikurangi dengan penyertaan 6yang telah dilakukan. 6. Modal sendiri yang berbentuk badan hukum Perseroan terbatas merupakan dari modal disetor, agio saham, cadangan, dan saldo laba dikurangi dengan penyertaan. 7. Modal sendiri untuk yang berbentuk hukum Koperasi merupakan penjumlahan dari simpanan pokok, simpanan wajib, hibah, modal penyertaan, dana cadangan, dan sisa hasil usaha, dikurangi dengan penyertaan. 8. Pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris atau pengurus dan pengawas Perusahaan Pembiayaan sekurang-kurangnya wajib memenuhi persyaratan: a. Tidak tercatat sebagai debitur kredit macet disektor perbankan; b. Tidak pernah melakukan tindakan tercela dibidang perbankan; c. Tidak pernah dihukum karena tindak kejahatan; d. Setoran modal pemegang saham tidak berasal dari pinjaman; e. Salah satu direksi atau pengurus harus berpengalaman operasional dibidfang persahaan Pembiayaanatau Perbankan sekurang-kurangnya 2 tahun; dan f. Tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang mengakibatkan suatu perseroan/perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. 9. Setiap perusahaan anggaran dasar,pemegang sahm, direksi dan dewan komisarin atau pengurus dan pengawas wajib dilaporkan kepada Menteri selambat-lambatnya 15 hari setelah perusahaan dilaksanakan 10. Pembukaan Kantor Cabang Perusahaan Pembiayaan hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri. 11. Untuk dapat membuka Kantor Cabang Perusahaan Pembiayaan harus mempunyai persyaratan: a. Rencana pembukaan Kantor Cabang wajib dicantumkan dalam rencana kerja perusahaan Pembiayaan yang telah disahkan dalam rapat umum pemegang saham atau rapat anggota; b. Perusahaan Pembiayaan memperoleh laba berdasarkan: 1. Laporan keuangan terakhir yang telah diaudit;dan 2. Laporan keuangan bulanan terakhir. 12. Perusahaan Pembiayaan dapat menerima pinjaman baik dari dalam maupun luar negri. Jumlah pinjaman bagi setiap Perusahaan Pembiayaan ditetapakn setinggi-tingginya sebesar 15 kali jumlah modal sendiri(net worth) Perusahaan Pembiayaan setelah dikurangi penyertaan. 13. Jumlah pinjaman luar negeri ditetapkan setinggi-tingginya sebesar 5 kali jumlah modal sendiri (net worth) Perusahaan Pembiayaan setelah dikurangi penyertaan. 14. Modal sendiri (net worth) bagi persahaan yang berbentuk hukum: a. Perseroan Terbatas terdiri dari modal disetor ditambah dengan modal ditahan, laba tahun berjalan, cadangan umum yang belum di gunakan, agio saham dan pinjaman subordinasi yang dihitung berdasarkan laporan keuangan posisi bulan terakhir; b. Koperasi terdiri dari simpanan pokok, simpanan wajib, hibah, modal penyertaan, dana cadangan, dana sisa hasil usaha, dikurangi penyertaan serta kerugian yang dihitung berdasarkan laporan keuangan posisi bulan terakhir. 15. Pinjaman subordinasi merupakan pinjaman yang diterima Perusahaan Pembiayaan dengan syarat: a. Minimum berjangka waktu 5 tahun; b. Dal;am hal terjadi likuidasi, hak tagih berlaku paling akhir dari segala pinjaman yang ada; c. Dituangkan dalam perjanjian tertulis antara Perusahaan Pembiayaan dan emberi pinjaman. 16. Pinjaman subordinasi yang dapat diperhitungkan sebagai komponen modal sendiri sebanyak-banyaknya sebesar 50% (lima puluh per seratus) dari modal disetor. 17. Setiap pinjaman subordinasi yang diterimas oleh Perusahaan Pembiayaan wajib dilaporkan kepada menteriselambat-lambatnya 10 hari setelah pinjaman diterima. 18. Dalam hal Perusahaan Pembiayaan yang melakukan resstruturisasi utang usaha mempunyai ekuitas negatif, pemegang saham wajib menambah modal sekurang-kurangnya sebesar-besarnya disetor minimum. 19. Perusahaan Pembiayan hanya dapat melakukan penyertaan modal pada perusahaan di setor keuangan. 20. Penyertaan modal pada setiap perusahan tidak boleh melebihi 25% dari modal disetor perusahaan yang bersangkutan. 21. Jumlah seluruh penyertaan modal perusahaan pembiayaan tidak boleh melebihi 40% dari jumlah modal sendiri Perusahaan pembiayaan yang bersangkutan. 22. Perusahaan Pembiayaan dilarang: a. Menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang disamakan dengan itu; b. Menerbitkan Surat Sanggup Bayar, kecuali sebagai jaminan atas utang sebagai bank yang menjadi krediturnya; c. Memberikan jaminan daslam segala bentuknya kepada pihak lain. 23. Surat Sanggup Bayar (Promissory Note) yang dibuat dan di keluarkan oleh Perusahaan Permbiayaan tidak dapat dialihkan dan wajib dicantumkam katakata “tidak dapat dialihkan (non-negotible)”. 24. Perubahan Nama Perusahaan Pembiayaan wajib dilaporkan kepada Menteri selambat-lambatnya 15 hari setelah perubahan nama dilaksanakan wajib dilampiri perubahan anggaran dasar yang telah disahkan oleh instalasi berwenang serta NPWP. 25. Pemindahan alamat kantor pusat atau kantor cabang Perusahaan Pembiayaan wajib di laporkan kepada Menteri selambat-lambatnya 15 hari sejak pelaksanaan pemindahan disertai dengan bukti penguasaan gedung kantor. 26. Perusahaan wajib menyampaikan kepada Menteri dengan tembusan kepada bank Indonesia: a. Laporan Keuangan Bulanan; b. Laporan Kegiatan Usaha Semesteran;] c. Laporan Keuangan Tahunan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik. 27. Perusahaan Pembiayaan wajib mengumumkan neraca sdan perhitungan laba rugi singkat sekurang-kurangnya dalam 1 surat kabar harian yang mempunyai peredaran luas, selambat-lambatnya setelah tahun buku berakhir. 28. Pembinaan dan pengawasan Perusdahaan Pembiayaan dilakukan oleh Menteri. 29. Pelaksanaan pengawasan Perusahaan Pembiayaan dilakukan oleh Departemen Keuangan dengan dibantu oleh Bank Indonesia. 30. Pencabutan Izin Usaha Perusahaan Pembiayaan dilakukan oleh Menteri dalam hal Perusahaan Pembiayaan : a. Bubar; b. Dikenakan sanksi; c. Tidal lagi menjadi Perusahaan Pembiayaan; d. Melakukan Merger atau Kosolidasi. 31. Perusahaan Pembiayaan bubar karena: a. Keputusan rapat umum pemegang saham atau rapat anggota; b. Jangka waktu berdirinya Perusahaan pembiayaan yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir; c. Penetapan pengadilan; d. Keputusan Pemerintah. 32. DAlam hal Perusahaan Pembiayaan bubar berdasarkan penetapan pengadilan atau keputusan pemerintah,. Likuidator atau pernyelesai wajib melaporkan penertapan atau keputusan tersebut kepada merteri selambat-lambatnya 30 hari sejak penetapan pengadilan dan keterangan yang menyatakan bahwa penetapan pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum tetap. O. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 172/KMK.06/2002 Tanggal23 April 2002 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 448/KMK.017/2002 Tentang perusahaan Pembiayaan: Adapun pokok-pokok isi surat keputusan menteri keuangan ini dapat kami kemukakan sebagai berikut: 1. Mengubah ketentuan tentang kegiatan anjak piutang dari semula menyatakan: “kegiatan anjak piutang dilakukan dalam bentuk pembelian atau pengalihan piutang/tagihan jangka pendek dari trsansaksi perfdagangan dalam atau ;luar negeri, penatausahaan dan penagihan piutang perusahaan penjual piutang” menjadi “ kegiatan anjak piutang dilakukan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek dari transaksi perdagangan dan atau luar negeri”. 2. Mengubah ketentuan tentang permohonan untuk mendapatkan izin usaha perusahaan pembiayaan. 3. Mengubah ketentuan modal disetor, sehingga menjadi: Perusahaan swasta nasional atau perusahaan patungan sekurangkurangnya Rp. 10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah),. Koperasi sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000 (lima milyar rupiah). 4. Restrukturisasi utang usaha perusahaan pembiayaan tidak hanya dapat dilakukan melalui Stuan Tugas Prakarsa Usaha (Jakarta Initiative Task Force) tetapi dapat juga melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang selanjutnya wajib dilaporkan kepada Menteri Keuangan selambat-lambatnya 10 Hari sejak perjanjian restrukturisasi di tandatangani. 5. Mempertegas Pemberlakuan Ketentuan : Undang-undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa Nilai Tukar. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perlkoperasian. Undang-undang Nomor 156 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang bagi Perusahaan Pembiayaan beserta sanksinya. P. Keputusan Menteri Keuangan Repulik Indonesia Nomor 185/KMK.06/2002 tentang Penghentian Pemberian Izin Usaha Perusahaan Pembiayaan: Dengan adanya keputusan Menteri Keuangan ini maka untuk sementara waktu pemerintah tidak mengeluarkan izin usaha baru bagi Perusahaan Pembiayaan. Berdasarkan uraian dan rincian mengenai peraturan pemeritah yang mengatur keberadaan perusahaan pembiayaan anjak piutang dei Indonesia, terlihat jelas bahwa industri ini belum menmpunyai landasan hukum yang kokoh layaknya industri perbankan maupun asuransi. Dalam rangka untuk memberikan kepastian usaha dan meningkatkan dasa saing pada era perdagangan bebas, sudah sepantasnya industri anjak piutang dan/atau industri pembiayaan dilindungi dengan Undang-undang Usaha Jasa Pembiayaan serta diberikan alternative baru sumber pendanaan selain kredit perbankan serta insentif khusun bagi perusahaan anjak piutang dan/atau perusahaan pembiayaan yang khusus melayani usaha kecil. Selain ketentuan-kertentuan pemerintah yang mengatur keberadaan industri anjak piutang yang telah kami sebutkan diatas, berikut ini akan kami kemukan pula mengenai aspek hukum/yuridis dari anjak piutang dalam tata hukum Indonesia seperti yang dikemukakan oleh Gatot Wardoyo. Seperti yang telah kita ketahui anjak piutang bila ditinjau dari segi mekanismenya, pada dasarnya merupakan pengalihan piutang sebagai tindak lanjut dari jual beli tagihan tersebut. Namun, pengertian piutang dalam hal ini harus diketahui secara pasti , agar tidak menimbulkan salah tafsir dalam pembahasan segi yuridisnya. Secara umum, piutang dapat dibedakan menjadi 2 jenis: yaitu piutang yang berasal dari treansaksi dagang dan berasal dari fasilitas pinjaman/kredit (didudukan dalam perjanjian kredit). Bila diadakan perbandingan antara kedua jenis piutang tersebut, maka akan terlihat jelas unsur-unsur sebagai berikut: 1. Piutang Dagang: a) Jangka pendek, sebab seller sangat berkepentingan dengan kelancaran perputaran modalnya. b) Umumnya berasal dari trasaksi jual beli barang/jasa. c) Jaminan kebendaanb kurang diperhatikan karena lebih dititikberatkan kepada masalah hubungan dagang. Kalau memeng ada jaminan relative kecil dibandingkan dengan nilai tagihannya, yaitu berupa uang panjar atau uang muka. 2. Piutang dalam perkreditan: a) Jangka waktu yang lebih lama, karena adanya kemungkinan untuk diperpanjang. b) Berasal dari suatu perjanjian kredit. c) Adanya suatu jaminan yang lebih bersifat riil/kebendaan dan pasti. d) Dalam hubungan yang lebih formal antar pihak misalnya adanya jaminan yang diikat secara yuridis disertai adanya pemberian hak preferensi kepada kreditur. Dalam kegiatan anjak piutang yang berlaku di Indonesia, yang dimaksud piutang adalahpiutang yang timbul dari transaksi dagang seperti yang dirumuskan dalam pasal 1 ayat 8. Keputusan Presiden RI no. 61/1988 dan pasal 6 Keputusan Metri Keuangan no.1251/KMK.131/1988 yang kemudian dipertegas dengan pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Keuangan no. 172/KMK/2002. Objek dari kegiatan anjak piutang adalah piutang yang berasal dari transaksi dagang. Penyerahan piutang atas bawa cukup dilakukan secara fisik dari surat bukti piutang kepada pihak factor oleh pihak penjual/klien. Dengan penyerahan tersebut pihak factor sudah dapat dikatakan sebagai pemilik sah atas piutang tersebut dan dilindungi pula oleh pasal 529 KUH Perdata yang pada pokoknya menyatakan bahwa kedudukan seseorang yang menguasai, mempertahankan, dan menikmati suatu kebendaan bergerak adalah sebagai pemilik. Maka dapat dikatakan siapa pun yang membawa piutang tersebut adalah pemiliknya, dalam hal ini adalah factor. Penyerahan piutang atas unjuk (order) harus dilakukan dengan endosemen, yaitu dengan cara membuat suatu keterangan mengenai pengalihan piutang tersebut di halaman belakang dari surat piutang tersebut, dari pihak penjual/klien kepada factor dan harus ditandatangani oleh pihak penjual/klien sehingga factor disebut geendoserde dan pihak penjual/ klien disebut endosan. Penyerahan piutang yang dibuat dengan bentuk atas nama penjual/klien, harus dilakukan dengan cara cessie, yaitu suatu cara pengalihan piutang dengan membuat akta otentik (dibuat oleh notaris sebagai pejabat khusus), atau di bawah tangan (dibuat cukup oleh para pihak) sehingga pihak penjual /klien menjadi cedent dan pihak factor menjadi cessionaris. Bila diadakan perbandingan antara endosemen dan penyerahan fisik atas surat piutang di satu pihak, terlihat bahwa piutang yang dibuat op naam ( atas nama penjual/klien) memerlukan keterlibatan pembeli atau customer, yaitu minimal pemberitahuan padanya. Tetapi akan lebih kuat bagi factor bila pembeli atau customer dapat memberikan persetujuan tertulis. Tentunya akan lebih baik lagi jika perjanjian anjak piutang dibuat segitiga antara factor, penjual/klien, dan pembeli/ customer. Untuk itu hal-hal di bawah ini perlu diperhatikan oleh factor dalam membuat perjanjian anjak piutang menurut tata hukum Indonesia, yaitu : 1. Ketentuan pasal 1320 KUH Perdata, yaitu yang mengatur syarat-syarat sahnya suatu perjanjian. 2. Pasal 1534 KUH Perdata yang pada pokoknya menyatakan penjual/klien bertanggung jawab akan piutang yang dijualnya tersebut, yaitu harus benarbenar ada pada waktu diserahkan. Meskipun perjanjian ini tidak disertai adanya jaminan dari pihak penjual/klien (recourse and without recourse factoring). Hal ini kiranya sangat logis karena menyangkut objek dari suatu perjanjian dan tentunya pihak factor juga tidak akan gegabah dalam menganalisis piutang tersebut. Namun, bila dikaji secara yuridis, tanggung jawab pihak penjual/klien harus diberikan legalitasnya, karena Indonesia bukan penganut system hukum kebiasaan. 3. Pasal 1535 KUH Perdata, pada pokoknya menyatakan penjual/klien tidak bertanggung jawab tentang kemampuan pembayar dari pihak pembeli/customer, kecuali penjual/klien meningkatkan diri untuk memberikan jaminan atas kemampuan membayar pihak pembeli/customer, tetapi dengan batas sebesar harga penjualan piutang yang telah diterimanya. Pasal ini sebenarnya memberikan pembatasan yang tegas mengenai tanggung jawab pihak penjual/klien yang menurut pasal 1534 tampak tidak tegas. 4. Pasal 1536 KUH Perdata lebih merinci lagi tentang tanggung jawab penjual/klien tersebut, yaitu dalam hal penjual/klien menjamin kemampuan membayar pihak pembeli/customer. Namun, dibatasi hanya untuk waktu sekarang, buakn untuk waktu kemudian hari, kecuali penjual/klien mengikatkan diri untuk waktu yang akan datang juga. Hal ini tentu saja mempengaruhi harga jual piutang tersebut. 5. Perlu juga diperjanjikan mengenai biaya yang timbul,sebab menurut 1466 ayat 1 KUHP perdata,biaya akta jual beli di pikul oleh pembeli,dalam halini factor, kecualidiperjanjikan lain. Q.Undang Undang yang terakhir ini merupakan keputusan Menteri Keuangan mengenai Lembaga Keuangan Bukan Bank,yang belum lama ini dikeluarkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 /KMK.06/2003 TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENAL NASABAH BAGI LEMBAGA KEUANGAN NON BANK MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa prinsip mengenal nasabah dan pelaporan transaksi yang mencurigakan masih belum diterapkan di lingkungan industri-industri Perasuransian, Dana Pensiun dan Lembaga Pembiayaan (Perusahaan pembiayaan dan Modal Ventura); b. bahwa guna menciptakan industri keuangan non bank yang sehat dan berstandar internasional serta terlindungi dari kemungkinan disalahgunakan untuk kejahatan keuangan maka diperlukan penerapan prinsip mengenal nasabah dan pelaporan transaksi yang mencurigakan; c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas perlu diatur ketentuan tentang kewajiban penerapan prinsip mengenal nasabah termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan bagi Lembaga Keuangan Non Bank; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam butir a, b dan c, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1992; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3467); 2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1992; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3477); 3. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4191); 4. Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 1988); MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENAL NASABAH BAGI LEMBAGA KEUANGAN NON BANK. BAB 1 KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan Perasuransian adalah perusahaan perasuransian sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang Usaha Perasuransian. 2. Dana Pensiun adalah Dana Pensiun sebagaimana dimaksud dalam Undangundang tentang Dana Pensiun. 3. Lembaga Pembiayaan adalah lembaga pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden tentang Lembaga Pembiayaan. 4. Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB) adalah Perusahaan Perasuransian, Dana Pensiun dan Lembaga Pembiayaan (Perusahaan Pembiayaan dan Modal Ventura). 5. Prinsip Mengenal Nasabah adalan prinsip yang diterapkan Lembaga Keuangan Non Bank untuk mengetahui identitas nasabah dan memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan. 6. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa LKNB, termasuk tetapi tidak terbatas pada : a.Pemegang polis dan atau tertanggung pada Perusahaan Asuransi; b. Peserta dan atau pihak yang berhak pada Dana Pensiun; c.Klien atau Penjual Piutang pada kegiatan Anjak Piutang; d. Konsumen pada kegiatan Pembiayaan Konsumen; e. Lessee atau Penyewa Guna Usaha pada kegiatan leasing atau Sewa Guna Usaha; f. Pemegang kartu kredit pada usaha kartu kredit; dan g. Perusahaan Pasangan Usaha pada kegiatan Modal Ventura. 7. Rekening adalan rincian catatan yang lengkap mengenai Nasabah termasuk tetapi tidak terbatas pada identitas, transaksi atau perikatan antara LKNB dengan Nasabah. 8. Transaksi yang mencurigakan adalah transaksi yang menyimpang dari profil, karakteristik serta kebiasaan pola transaksi dari Nasabah yang bersangkutan dan atau yang menggunakan dana yang diduga berasal dari hasil kejahatan. 9. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. 10. Perikatan adalah perjanjian antara LKNB dengan nasabah, termasuk tetapi tidak terbatas pada : a. penutupan polis pada Perusahaan Perasuransian; b. pendaftaran program pensiun pada Dana Pensiun; c.perjanjian sewa guna usaha; d. perjanjian pembiayaan konsumen; e. perjanjian anjak piutang; f. pembukaan rekening kartu kredit; dan g. perikatan antara Perusahaan Modal Ventura dari Perusahaan Pasangan Usaha. BAB II PRINSIP MENGENAL NASABAH Bagian Pertama Kewajiban Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Pasal 2 LKNB wajib menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah. Pasal 3 Dalam rangka menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, LKNB wajib: a. menetapkan kebijakan penerimaan Nasabah; b. menetapkan kebijakan dan prosedur dalam mengidentifikasi Nasabah; c.menetapkan kebijakan dan prosedur pemantauan terhadap rekening dan transaksi Nasabah; dan d. menetapkan kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang berkaitan dengan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah. Bagian Kedua Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Pasal 4 (1)Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah oleh Lembaga Keuangan Non Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan sebagai berikut: a.Menyusun kebijakan dan prosedur Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah yang dituangkan dalam Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah; b. Menetapkan dan menyampaikan Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah kepada Menteri Keuangan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak diberlakukannya Keputusan Menteri Keuangan ini; c.Setiap perubahan terhadap Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah wajib disampaikan kepada Menteri Keuangan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak ditetapkannya perubahan tersebut; d. Berdasarkan Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah sebagaimana dimaksud dalam huruf a, LKNB wajib menerapkan kebijakan mengenal Nasabah bagi Nasabah baru dan atau perikatan baru sejak ditetapkannya Pedoman tersebut; dan e. Berdasarkan Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah sebagaimana dimaksud dalam huruf a, LKNB wajib menerapkan kebijakan mengenal Nasabah bagi Nasabah yang sudah ada, termasuk pengkinian database Nasabah, paling lambat 18 (delapan belas) bulan sejak diberlakukannya Keputusan Menteri Keuangan ini. (2)Ketentuan mengenai Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan. Bagian Ketiga Kebijakan Penerimaan Dan Identifikasi Nasabah Pasal 5 (1)Sebelum melakukan perikatan dengan Nasabah, LKNB wajib rneminta informasi mengenai a. identitas calon Nasabah; b. maksud dan tujuan melakukan transaksi atau perikatan dengan LKNB; c.informasi lain yang memungkinkan LKNB untuk dapat mengetahui profil calon Nasabah;dan d. identitas pihak lain, dalam hal calon Nasabah bertindak untuk dan atas nama pihak lain sebagaimana diatur dalam Pasal 6. (2) Identitas calon Nasabah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dapat dibuktikan dengan keberadaan dokumen-dokumen pendukung sebagai berikut : a. Nasabah perorangan paling kurang terdiri dari 1) identitas Nasabah yang memuat: a) nama; b) alamat tinggal tetap; c) tempat dan tanggal lalnr; d) kewarganegaraan; 2) keterangan mengenai pekerjaan; 3) spesimen tanda tangan; dan 4) keterangan mengenai sumber dana dan tujuan penggunaan dana, dengan catatan bahwa untuk perusahaan perasuransian dan dana pensiun lebih difokuskan pada keterangan mengenai sumber dana sedangkan untuk lembaga pembiayaan lebih difokuskan pada tujuan penggunaan dana; b. Nasabah perusahaan paling kurang terdiri dari 1) dokunien perusahaan a) Akte pendirian atau anggaran dasar bagi perusahaan yang bentuknya diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku; b) Izin usaha atau izin lainnya dan instansi yang berwenang; c) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi Nasabah yang diwajibkan untuk memiliki NPWP sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 2) Nama, spesimen tanda-tangan dan kuasa kepada pihak-pihak yang ditunjuk mempunyai wewenang bertindak untuk dan atas nama perusahaan dalam melakukan hubungan usaha dengan LKNB; 3) Dokumen identitas pihak-pibak yang ditunjuk mempunyai wewenang bertindak untuk dan atas nama perusahaan; dan 4) Keterangan sumber dana dan tujuan penggunaan dana, dengan catatan bahwa untuk perusahaan perasuransian dan dana pensiun lebih difokuskan pada keterangan mengenai sumber dana sedangkan untuk lembaga pembiayaan lebih difokuskan pada tujuan penggunaan dana. (3) LKNB wajib meneliti keabsaban dan kebenaran dokumen pendukung identitas calon Nasabah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). (4)Apabila diperlukan, LKNB dapat melakukan wawancara dengan calon Nasabah untuk dapat meneliti dan meyakini keabsahan dan kebenaran dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (3). Pasal 6 (1)Dalam hal calon Nasabah bertindak sebagai perantara dan atau kuasa pihak lain (beneficial owner) untuk melakukan Perikatan, LKNB wajib memperoleh dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalani Pasal 5 ayat (2) mengenai calon Nasabah tersebut dan hubungan hukum, penugasan, serta kewenangan bertindak sebagai perantara dan atau kuasa pihak lain. (2) LKNB juga wajib niernperoleh bukti atas identitas dari beneficial owner, suniber dana dan tujuan penggunaan dana, serta informasi lainnya mengenai beneficial owner dari calon Nasabah,yang antara lain berupa : a.bagi beneficial owner perorangan : 1) dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a; dan 2) pernyataan dari calon Nasabah bahwa telah dilakukan penelitian terhadap kebenaran identitas maupun sumber dana dari beneficial owner; b. bagi beneficial owner perusahaan termasuk LKNB 1) dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b; dan 2) pernyataan dari calon Nasabah bahwa telah dilakukan penelitian terhadap kebenaran identitas maupun sumber dana dari beneficial owner. Pasal 7 LKNB dilarang melakukan, Perikatan dengan calon Nasabah yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan atau Pasal 6. Bagian Keempat Pemantauan Rekening Dari Transaksi Nasabah Pasal 8 LKNB wajib menatausahakan dan menyimpan dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dari Pasal 6 dalam jangka waktu sampai dengan paling kurang 5 (lima) tahun sejak Nasabah mengakhiri perikatan dengan LKNB. Pasal 9 LKNB wajib melakukan pengkinian data dalam hal terdapat perubahan terhadap dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud dalain Pasal 5 atau Pasal 6. Pasal 1 0 LKNB wajib memelihara profit Nasabah yang paling kurang meliputi informasi inengenai : a.pekerjaan atau bidang usaha; b. jumlah penghasilan; c. Perikatan lain yang dimiliki pada LKNB yang bersangkutan; dan d. aktivitas transaksi normal. Bagian Kelima Manajemen Risiko Pasal 11 Kebijakan dan prosedur manajemen risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d paling kurang mencakup a.pengawasan oleh direksi dan komisaris atau pengurus dan pengawas LKNB (management oversight); b. pendelegasian wewenang; c.pemisahan tugas; d. sistim pengawasan intern termasuk audit intern; dan e.program pelatihan karyawan mengenai penerapan Prinsip Mengenal Nasabah. BAB III PELAPORAN TRANSAKSI YANG MENCURIGAKAN Pasal 12 LKNB wajib menyusun prosedur untuk pengidentifikasian dan pelaporan transaksi yang mencurigakan, sebagai bagian dari Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah. Pasal 13 (1) LKNB wajib melaporkan kepada Menteri Keuangan apabila terjadi transaksi yang mencurigakan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah transaksi mencurigakan tersebut diidentifikasi oleh LKNB, dengan menggunakan format pada Lampiran Keputusan Menteri Keuangan ini. (2)Informasi mengenai transaksi yang mencurigakan dan pelaporan atas transaksi yang mencurigakan tersebut bersifat rahasia. (3) LKNB, pejabat LKNB atau karyawan LKNB dilarang memberitahukan kepada nasabah yang bersangkutan atau pihak lain mengenai pelaporan yang dilakukan oleh LKNB berdasarkan ayat (1) di atas. Pasal 14 Contoh-contoh dari bentuk transaksi yang mencurigakan ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan. Pasal 15 Penyampaian Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b dan atau transaksi yang mencurigakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (1) ditujukan kepada Menteri Keuangan dengan ketentuan sebagai berikut: a.untuk LKNB yang termasuk dalam industri perasuransian melalui Direktur Asuransi detail alamat : Direktorat Asuransi, Departemen Keuangan, Dr. Wahidin No. 1, Gedung A lantal 8, Jakarta - 10710 b. untuk LKNB yang termasuk dalam industri Dana Pensiun melalui Direktur Dana Pensiun denganalamat : Direktorat Dana Pensiun, Departemen Keuangan, Jl. Dr. Wahidin No. 1, Gedung A lantai 8, Jakarta - 10710; C. untuk LKNB yang termasuk dalam industri Lembaga Pembiayaan (Perusahaan Pembiayaan dan Modal Ventura) melalui Direktur Perbankan dan Usaha Jasa Pembiayaan dengan alamat : Direktorat Perbankan dan Usaha Jasa Pembiayaan, Departemen Keuangan, Jl. Dr. Wahidin No. 1, Gedung A lantai 7, Jakarta - 107 1 0 BAB IV PELAKSANA DAN FASILITAS PENDUKUNG Pasal 16 Direksi atau Pengurus LKNB wajib bertanggung jawab atas penerapan Prinsip Mengenal Nasabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. Pasal 17 LKNB wajib membentuk unit kerja khusus atau menunjuk petugas khusus yang bertanggung jawab atas pelaksanaan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah. Pasal 18 (1) LKNB wajib memiliki sistem informasi yang memadai untuk dapat mengidentifikasi, menganalisis, memantau dan menyediakan laporan secara efektif mengenai karakteristik transaksi yang dilakukan oleh Nasabah. (2)Sistem informal tersebut harus dapat memungkinkan LKNB untuk menelusuri setiap transaksi,apabila diperlukan, termasuk untuk penelusuran atas identitas Nasabah, bentuk transaksi, tanggal transaksi, jumlah dan denominasi transaksi, dan sumber dana yang digunakan untuk transaksi. (3) LKNB wajib menerapkan sistem informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak diberlakukannya Keputusan Menteri Keuangan ini. Pasal 19 LKNB wajib melaksanakan program pelatihan bagi karyawan LKNB untuk penerapan Prinsip Mengenal Nasabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf e yang dilakukan dengan cara sebagai berikut : a.menyusun program pelatihan bagi karyawan LKNB untuk penerapan Prinsip Mengenal Nasabah; b. menyampaikan program pelatihan bagi karyawan LKNB untuk penerapan Prinsip Mengenal Nasabah kepada Menteri Keuangan, paling lambat 3 (tiga) bulan sejak diberlakukannya Keputusan Menteri Keuangan ini; dan c. melaksanakan program pelatihan bagi karyawan LKNB untuk penerapan Prinsip Mengenal Nasabah sesuai dengan jadwal program yang telah disusun. BAB V PEMERIKSAAN KETAATAN Pasal 20 (1) Direktur Asuransi, Direktur Dana Pensiun dan Direktur Perbankan dan Usaha Jasa Pembiayaan Departemen Keuangan melakukan pemeriksaan ketaatan terhadap ketaatan LKNB dalam memenuhi kewajiban-kewajiban yang ditentukan di dalam Keputusan Menteri Keuangan ini. (2) Ketentuan mengenai pelaksanaan pemeriksaan ketaatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di atas diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan. BAB VI SANKSI Pasal 21 (1)Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam Pasal 4 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18 ayat (1) dan ayat (3), dan atau Pasal 19 dikenai sanksi administratif. (2)Ketentuan mengenai bentuk sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diaturIebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 22 (1)Ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Pasal 13 dan Pasal 14 berlaku sampai dengan diberlakukannya ketentuan sejenis yang dikeluarkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) berdasarkan Undang-undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. (2)Setelah diberlakukannya ketentuan PPATK sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dokumen dan laporan yang telah disampaikan oleh LKNB kepada Menteri Keuangan berdasarkan Pasal 13 ayat (1) dialihkan kepada PPATK. Pasal 23 Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 Januari 2003 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. BOEDIONO 2.Prinsip Hukum Perdata Indonesia Dari uraian diatas, ternyata Hukum Perdata di Indonesia cukup mendukung kegiatan anjak piutang yang bersifat domestic,bahkan dengan segala kemungkinan variasinya yang mungkin timbul dan berkembang dalam praktek dan kebiasaan di masyarakat pedagang. Hal ini di sebabkan karena Hukum Perdata di Indonesia yang menganut asas Contract Vryheid atau Freedomof Contract, di sebut juga dengan kebebasan berkontrak. Maksudnya para pihak bebas menentukan sendiri isi perjanjian mereka,sepanjang mengenai hal-hal yang menurut hukum bersifat halal. Selanjutnya Hukum Perdata Indonesia juga menghormati kebebasan para pihak tersebut dengan memberikan legalitas berupa kekuatan mengikat dariperjanjian tersebut,yaitu azaz Pacta Sunt Servanda,artinya semua pihak harus mentaati semua perjanjian yang dibuatnya, karena perjanjian tersebut mengikat,seperti undang-undang.Keduanya dimuat dalam pasal 1338 KUHP Perdata Indonesia dan dianut juga di beberapa Negara. Sedangkan untuk kegiatan anjak piutang internasional hukum Indonesia belum mendukung karena menyangkut masalah yang luas dan complex, antara lain hubungan hukum antar factor, antar factor dan penjual/klien, antar factor dan pembeli, masalah pengalihan piutang, bentuk-bentuk surat-surat piutang dan masalah hukum internasional. Masalah yuridis dalam internasional factoring yang sangat perlu diperhatikan adalah masalah dispute settlement karena adanya keputusan mahkamah agung Indonesia No. 2944 K/PDT/1983 tanggal 29 November 1984 yang pada pokoknya tidak dapat menerima pelaksanaan keputusan pengadilan Negara asing dan arbitase asing sehingga sedikit banyak putusan ini dapat menjadi hambatan dalam bernegosiasi dengan mitra asing. Walaupun dengan asas resiprositas masih dapat diatasi, tetapi sangat perlu adanya pengertian yang mendalam dari pihak asing mengenai usulan-usulan pihak Indonesia mengenai Choise of Law (pilihan hukum yang dipakai) dan choise of yurisdiction (pilihan forum peradilan/arbitrase yang akan di pakai). BAB 3 : PRODUK DAN JASA ANJAK PIUTANG 1.Dua Pokok Produk Anjak Piutang Produk dan jasa anjak piutang yang dapat diberikan kepada klien minimal dapat dibedakan menjadi dua bagian pokok yang mendasar. Hal ini sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 172/KMK.06/2002 Tentang perubahan atas perubahan Menteri Keuangan Nomor 448/KMK. 017/2000 tentang perusahaan pembiayaan, yaitu: A. ANJAK PIUTANG NON-FINANCING Pengertian jasa anjak piutang non-financing berdasarkan peraturan pemerintah yang berlaku adalah penatausahaan penjualan kredit serta penagihan piutang usaha klien. Jasa anjak piutang ini meliputi jasa credit management, sehingga klien tidak perlu menyelenggarakan pembukuan/pencatatan atas tagihannya, karena perannya tersebut sudah diambil alih oleh factor, dimana factor akan memberikan laporan secara berkala mengenai hal-hal berikut: a. Bonafiditas para customer b. Laporan posisi piutang dagang klien termasuk tanggal jatuh temponya yang sangat berguna bagi klien dalam merencanakan penjualan kredit untuk periode berikutnya. c. Account Statement kepada customer, bagi customer statement of account yang diterima dari factor membantu yang bersangkutan untuk melakukan rekonsiliasi atas pembayaran-pembayaran yang telah dilaksakannya dan untuk mengetahui posisi piutang pertanggal laporan berikut jatuh temponya. d. Apabila customer gagak membayar pada waktunya, factor secara aktif melakukan penagihal sesuai prosedur yang berlaku dengan sebaik-baiknya, tanpa merusak hubungan baik antara customer dan client. Dalam non recourse factoring, factor menjamin pembayaran yang beratalian, namun hanya terbatas pada insolvery saja (nondisputes). Dalam hal terjadi perselisihan dagang antara customer dan client, factor tidak menjamin pembayarannya, resiko bad debt tetap ditanggung oleh client. Adapun jasa yang dapat diberikan dalam anjak piutang non-financing ini meliputi jasa-jasa sebagai berikut: 1. Credit Investigation Factor sebelum memutuskan untuk memberikan pembiayaan atas suatu tagihan, harus terlebih dahulu mengetahui secara akurat tentang bonafiditas buyer, reputase dan mainline of bussines dari buyer, dan lain-lain yang berkaitan dengan kemungkinan-kemungkinan dibayarnya piutang. 2. Sales Ledger Administration Jasa yang diberikan oleh factor kepada client dalam bentuk administration pembukuan atas penjualan yang dilakukan secara kredit, dapat mingguan, dua mingguan, bulanan atau yang lainnya disesuaikan dengan kebutuhan client. 3. Credit control termasuk Collection Factor dapat melakukan aktivitas pembiayan juga memantau transaksi-trasaksi penjualan yang dilakukan oleh client dengan baik, termasuk menetapkan prosedur penagihan agar piutang yang dijaminkan dapat diterima pada waktunya, ini sangat diperlikan bagi transaksi gadang yang berkesinambungan. 4. Protection again st Credit Risk Dalam jasa ini factor juga mengusahakan cara-cara untuk mengamankan resiko tidak tertagihnya suatu piutang yang telah dibiayai oleh factor. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam memberikan jasa anjak piutang non-financing ini, factor berperan sebagai credit department dari perusahaan clientnya. Client tidak perlu mempunyai credit department sendiri dalam organisasi perusahaannya, karena fungsi credit deartement telah diambil oleh factor. Perkembangan jasa anjak piutang non-financing di Indonesia saat ini belum berkembang dengan baik dibandingkan dengan kegiatan anjak piutang financing. Berdasarkan pengamatan kami, terdapat beberapa sebab yang mengakibatkan kurang berkembangnya usaha anjak piutang non-financing, yaitu: 1) Masih terdapat misinformasi tentang keberadaan anjak piutang dalam masyarakat bahwa anjak piutang hanya bersifat financing saja. 2) Takut rahasiapenjualan perusahaan terbongkar. 3) Kekhawatiran client akan dibocorkannya data-data penjualan perusahaan kepada pesaingnya. 4) Tingkat keterbukaan client/perusahaan masih rendah. 5) Memelihara hubungan baik antara customer. B. ANJAK PIUTANG FINANCING Anjak piutang Financing berdasarkan peraturan pemerintah yang berlaku disebutkan sebagai kegiatan pembelian atau pengalihan piutang jaqngka pendeng dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri. Pengertian ini memberikan latar belakang bahwa aktivitas pembiayaan terjadi dalam transaksi anjak piutang. Seperti yang kita ketahui bersama, piutang dagang selalu diklasifikasakan sebagai liquid atau Quick asset dalam laporan keuangan perusahaan. Sistem klarisifikasi ini baru dapat dinyatakan benar apabila piutang/tagihan berlaku sampai dengan jatuh temponya, setelah lewat jatuh waktu tersebut, piutang dagang tidak dapat dikategorikan sebagai liquid asset, karena telah berubah menjadi bad debts. Melalui transaksi pembiayaan anjak piutang dengan factor, dimana factor dapat memberikan pre-financing sampai dengan 80% atau bahkan sampai dengan 90% dari jumlah piutang dagang segera setelah penyerahan bukti transaksi dapat dilakukan atas dasar Recourse financing, dimana resiko bad debts tetap pada client, atau factoring Without Recourse, dimana perusahaan factor mengambil alih resiko bad debts. Jadi client dapat memutar kembali Instant Cash yang diperoleh dengan meningkatkan omset penjualan dan memanfaatkan potongan harga tertentu yang diberikan leh supplier dengan membeli bahan baku dan lain-lain secara tunai. Trasaksi factoring dikaitkan dengan volume penjualan. Dengan meningkatkan penjualan, kredit limitpun dapat dinaikkan pula. Praktis tidak ada batas transaksi Factoring, sehingga kredit limit dapat diartikan sebagai fungsi penjualan. Untuk menambah pengertian anjak piutang financing, Gatot Wardoyo, mengemukakan bahwa jasa anjak piutang financing dalam hukum Indonesia mengandung 2 aspek penting yaitu: 1. Transaksi Penjualan Tagihan Tagihan yang dijual, dialihkan kepada factor walaupun pembayaran belum 100% atau belum lunas, dalam prakteknya customer cukup diberi tahu atas pengalihan tersebut dan diminta untuk melakukan pembayaran kepada factor. 2. Transaksi Pemberian piutang Pembayaran dimuka oleh factor kepada clien dianggap sebagai pinjaman, sedangkan tagihan yang diterima oleh factor dari client diberlakukan sebagai jaminan. Penjelasan ini menambah pengertian kepada kita bahwa aktifitas anjak piutang yang bersifat financing, dapat diterima dan tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Dalam melakukan transaksi anjak piutang, terutama anjak piutang financing, tidak semua transaksi dagang dapat dibiayai oleh factor. Factor biasanya memberikan transaksi dagang secara terbuka (open account) yang bersifat sederhana, berkesinambungan, dan bersifat angsung antara client dan customer, sehingga factor dapat meakukan hal-hal sebagai berikut atas piutang dagang yang berasal dari penjualan barang dan jasa: 1. Pembelian piutang dagang untuk diuangkan secara seketika. 2. Mengusahakan pembukuan dan administrasi penjualan yang berhubungan dengan piutang dagang. 3. Menagih piutang yang dialihkan. 4. menanggung kerugian yang mungkin timbul akibat tidak dibayarnya piutang dagang (nonrecourse) Selain itu, masih terdapat hal-hal yang harus diperhatikan oleh factor sebelum melakukan pembiayaan anjak piutang, hal ini seperti dikemukakan oleh Sachaimi El Haitammy dalam tulisannya yang berjudul, “ Factoring Alternatif Pengembangan Produk Baru “, Yaitu : 1. Historikal Financing statement; 2. Forecasted financing statement 3. A customer list; 4. Average size sales invoices; 5. A projection of each customer peak exposure; 6. The standard term of sales and any special term offered selcted customers; 7. Historicals sales return, allowance and disputes; 8. Merchandise offered for sales 9. An account receivable aging. Untuk itu, biasanya factor akan menghindari ataupun tidak bersedia melakukan pembiayaan anjak piutang jika transaksi dagang antara client dan curtomer, mempunyai bentuk-bentuk transaksi dagang dalam negeri sebagai berikut: 1. Transaction with down payment ( Penjualan dengan uang muka) Transaksi penjualan dengan uang muka, biasanya dilakukan antara penjual dengan pembeli dimana barang/jasa yang akan diserahkan kepada pembeli masih membutuhkan waktu untuk menyelesaikannya. Untuk memberikan kepastian, pembeli biasanya akan memberikan tanda jadi uang muka sebagai ikatan terhadap kontrak jual beli tersebut. Penjual selanjutnya akan menyelesaikan pesanan barang/jasa sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dan setelah selesai maka pembeli akan membayar sisa pembayaran kepada penjual. Apabila trasaksi ini dibiayai oleh factor, maka posisi factor sangat lemah atau kurang menguntungkan.hal ini dimungkinkan apabila terjadi pembelian yang tidak dilanjutkan kembali oleh pembeli atau terjadi keterlambatan penyerahan barang yang pada akhirnya akan terjadi keterlambatan pembayaran serta cacatnya perjanjian jual beli. 2. Consigment sales (Penjualan sistem konsinyasi) Dalam transaksi ini, penjual akan menitipkan barang kepada pembeli dengan perjanjian apabila barang yang dititipkan terjual, maka pembeli akan membayarkannya kepada penjual sedangkan sisa barang akan dikembalikan kepada penjual. Transaksi dagang seperti ini sangat tidak menguntungkan bagi factor jika dia dibiayai, karena factor akan menghadapi ketidakpastian apakah barang sudah laku terjual sedangkan factor saat menerima pengalihan piutang dari client menerima secara keseluruhan. 3. Progres payment Transaction (Pembayaran Bertahap) Transaksi dagang jenis ini biasanya dilakukan oleh perusahaan kontrator dalam membuat proyek-proyek pembangunan dimana pemilik proyek baru akan membayar apabila kontraktor tersebut bisa melaksanakan pembangunan proyek secara bertahap sesuai dengan tahapan-tahapan pekerjaan. Jenis trasaksi dagang seperti ini sangat menyulitkan factor untuk melakukan pembiayaan karena factor tidak mengetahui seberapa jauh pekerjaan proyek sudah dapat diselesaikan oleh kontraktor. 4 Returnable Sales (barang dapat dikembalikan) Dalam melakukan pembiayaan anjak piutang, factor selalu berasumsi bahwa trasaksi dagang antara klien dan custumer sudah selesai dengan baik dengan telah diterimanya buktinpenerimaan barang/jasa. Apabila model trasaksi ini dilakukan oleh factor maka nilai dari tagihan sudah tidak utuh lagi akibat pengembalian barang. 5. Pre-invoicing Unfinished Delivery (Penagihan sebelum penagihan selesai) Transaksi dagang seperti ini akan menyulitkan factor untuk menagih kepada curtomer apabila barang atau jasa yang dibuat mengalami kerusakan atau kegagalan ataupun keterlambatan penyerahan barang jasa sehingga client akan mengajukan klaim kepada customer yang pada akhirnya nilai tagihan atau faktur yang dibiayai menjadi berkurang sedangkan pada saat awal factor menilai secara penuh sebagai dasar factor pembiayaan yang dilakukan. 6. Counter sales/back to Back Sales (Sistem Barter) Transaksi dagang dengan sistem back to back sales yang dilakukan oleh clien atau customer biasanya lebih bersifat transaksi fiktif atau bersifat transfer pricing, sehingga factor berada dalam posisi sangat sulit untuk melakukan tagihan terutama apabila client dan costumer mengalami ketidakcocokan dalam melakukan transaksi. 7. Credit Term More Than 180 Days (pembayaran lebih dari 180 hari) Transaksi dagang yang mempunyai tenggang waktu yang terlampau lama harus di antisipasi oleh factor. Hal ini penting untuk di analisis untuk mengetahui mengapa client dan curtomer melakukan trasaksi ini. Sebab secara umum transaksi perdagangan dengan tenggang pembayaran begitu lama jarang terjadi, kecuali trasaksi fictive ataupun transaksi antar perusahaan dalam satu grup perusahaan. 8. Transaction With parties In the Same group Of Companies ( Penjualan kepada Perusahaan dalam Grup Sendiri) Transaksi antar client dan customer dalam satu grup perusahan dagang perlu diperhatikan oleh factor karena transaksi ini sering dijadikan transaksi fiktif untuk kepentingan grup perusahaan tersebut dan juga untuk transper pricing antar satu grup perusahaan. 9. Sales to Individual End User/ General Public ( Penjualan kepada Individual/ perorangan sebagai End User) Transaksi jenis ini, apabila dibiayai oleh factor, di mana antara klien dan customer tidak mempunyai hubungan timbale balik yang berkesinambungan, akan membahayakan factor apabila customer mengalami kelalaian pembayaran. 10. Hit and Run, One Time, Incidental Transaction (Penjualan yang bersifat Insidental/ sekali-sekali) Transaksi yang dilakukam oleh klien dan customer yang bersifat Hit and Run atau sekali-sekali dilakukan atau transaksi yang besifat incidental perlu diwaspadai factor, karena transaksi jenis ini biasanya mengandung bahaya dan kemungkinan tidak tertagih besar. Selain kesepuluh bentuk transaksi dagang yang selalu dihindari oleh factor seperti diatas, masih terdapat bentuk transaksi dagang yang kurang cocok dengan jiwa transaksi anjak piutang, yaitu penjualan yang tidak menginginkan adanya pengalihan piutang ( non-assignable clause) dan penjualan lainnya dimana kepastian pembayaran oleh customer/pembeli masih tergantung syaratsyarat lainnya. Sedangkan khusus untuk transaksi export/anjak piutang internasional, terdapat beberapa transaksi export yang tidak dapat difactorkan ataupun selalu dihindari oleh factor untuk dibiayai, yaitu: 1. bila transaksi memuat persyaratan progress payment, part payment, retention, atau deposit oleh importir; 2. Bila ada persyaratan contra sale, consignment sale dengan return arrangement. 3. Bila credit term melampaui 180 hari; 4. Bila mayoritas export ditujukan kepada pemerintah dari Negara tujuan. 5. Bila mayoritas export ditujukan kepada importer yang ada kaitannya dengan exporter (Importir adalah associated atau related companies dari expotir) Mengingat kondisi tersebut diatas, factor harus sangat berhati-hati dalam memilahmilah transaksi perdagngan yang terbaik untuk dibiayai. Jika terjadi kesalahan dalam menganalisis, sudah barang tentu factor akan mengalami kerugian dan masalah. Disinilah letaknya bagaimana factor dapat dengan jeli melihat keberadaan dan keabsahan suatu transaksi dagang. BAB 4 : JENIS – JENIS ANJAK PIUTANG Kegiatan anjak piutang pada dasarnya dapat dibagi menjadi beberapa jenis, namun dalam buku ini kami akan membedakan anjak piutang ke dalam 4 (empat) sudut pandang, yaitu dilihat dari segi skala kegiatan, dari segi penaggungan risiko, dari sudut pemberitahuan kepada customer, dan dari segi cara jasa yang diberikan. Sebelum menerangkan tentang jenis – jenis anjak piutang berdasarkan 4 (empat) konsep tersebut, kami akan menerangkan terlebih dahulu konsep perdagangan barang atau jasa tanpa anjak piutang. PERDAGANGAN TANPA ANJAK PIUTANG PABRIKAN 1. Penyerahan barang 2. INVOICE 3. Pembayaran CUSTOMER Dalam gambar hwa pabrik tekstil menjual produknya kepada Customer, misalnya Department Store, disertai invoice yang bertalian, misalkan dengan fasilitas penjualan secara kredit selama 120 hari. Pabrik tekstil tidak mempunyai pilihan lain kecuali menunggu selama 120 hari lagi untuk menerima pembayaran atas penjualan yang telah dilakukan. Keharusa menunggu selama 120 hari sangat memberatkan pabrik tekstil karena modal kerja yang diperlukan menjadi sangat banyak namun tertanam dalam jangka waktu yang cukup lama. Hal inilah yang dijadikan dasar oleh factor untuk melakukan transaksi kepada client. Adapun jenis – jenis anjak piutang berdasarkan keempat sudut pandang tersebut adalah sebagai berikut: Keterlibatan Nasabah dalam Perjanjian Perjanjian utama yang dibuat untuk pelaksanaan kegiatan anjak piutang adalah antara pihak klien dengan pihak factor. Perjanjian tersebut dapatdibuat dengan atau tanpa persetujuan pihak nasabah. Atas dasar ada atau tidaknya persetujuan pihak nasabah dalam perjanjian, anjak piutang dapat dibedakan menjadi: a Disclosed factoring Penyerahan atau penjualan piutang oleh klien kepada factor dalam disclosed factoring adalah dengan sepengetahuan pihak nasabah (melalui pemberitahuan atau notifikasi). Mengingat pihak nasabah telah mengetahui adanya pengalihan piutang kepada factor, makahak penagihan piutang dapat dialihkan kepada factor sehingga pada saat jatuh tempo, nasabah dapat melunasi utangnya melalui factor. Secara praktis, tipe disclosed factoring memungkinkan pemberian jasa penagihan piutang kepada klien oleh factor. b Undisclosed factoring Penyerahan atau penjualan piutang oleh klien kepada factor dalam unclosed factoring adalah tanpa sepengetahuan pihak nasabah (melalui pemberitahuan atau notifikasi). Mengingat pihak nasabah tidak mengetahui adanya pengalihan piutang kepada factor, maka hak penagihan piutang tidak dapat dialihkan kepada factor sehingga pada saat jatuh tempo, nasabah tetap harus melunasi utangnya melalui factor. Secara praktis, tipe disclosed factoring tidak memungkinkan pemberian jasa penagihan piutang kepada klien oleh factor, kecuali terjadi pelanggaran atau cidera janji yang dilakukan oleh nasabah. Perjanjian Anjak Piutang Perjanjian pokok anjak piutang baik recourse maupun without factoring selalu dilakukan sebelum dimulainya kegiatan anjak piutang. Beberapastandar jaminan dan penggantian kerugian yang dimasukan dalam perjanjian anjak piutang dimaksudkan untuk melindungi perusahaan anjak piutang terhadap kemungkinan pengurangan nilai piutang yang dibeli. Perjanjian factoring antara perusahaan factoring dengan klien minimal memuat halhal antara lain sebagai berikut: 1. Kententuan umum a Ketentuan mengenai penawaran penjualan piutang dari perusahaan klien kepada perusahaan factoring termasuk cara dan persyaratannya. b Ketentuan mengenai penawaran yang memuat hak perusahaan factoring untuk menerima atau menolak piutang-piutang yang ditawarkan berdasarkan ketentuan-kententuan yang telah disepakati. c Ketentuan mengenai harga penjualan piutang termasuk kalkulasinya, waktu pembayaran, uang muka (advanced payment) d Ketentuan mengenai jaminan yang diberikan oleh perusahaan klien atas piutang-piutang yang ditawarkan untuk dijual kepada perusahaan factoring dan resiko-resiko akibat jaminan yang tidak benar e Ketentuan mengenai ruang lingkup administrasi piutang yang dilakukan oleh perusahaan factoring. Kewajiban pelaporan kepada klien dan ketentuan biaya administrasi yang diperhitungkan f Ketentuan pembelian kembali piutang dalam hal terjadinya keadaan-keadaan tertentu dan penetapan harga penjualan kembali piutang tersebut 2. Keabsahan piutang (Validity of Receivable) Perusahaan factoring akan meminta kepada pihak klien untuk memberikan jaminan bahwa piutang yang dijual tersebut benar-benar ada dan barangnya telah diserahkan oleh klien kepada customer dan apabila piutang tersebut dalam bentuk pemberian jasa maka klien harus menjamin bahwa pemberian jasa tersebut telah dilakukan oleh klien. Di samping itu, klien harus pula menjamin bahwa jumlah piutang oleh klien benar-benar telah dihitung dengan benar dan piutang tersebut bebas dari perselisihan dan tidak dilakukan contratrading oleh pihak customer atau kemungkinan akan dituntut oleh pihak ketiga 3. Pengalihan resiko Perjanjian anjak piutang perlu menetapkan apakah dalam pengalihan resiko dilakukan syarat: a Without recourse yaitu resiko tidak terbayarnya faktur atau piutang oleh pelanggan berada pada perusahaan factoring b With course yaitu resiko tidak terbayarnya piutang berada pada klien 4. Pengalihan piutang Dalam pelaksanaan pengalihan piutang (cessie) perlu diatur ketentuan antara lain sebagai berikut: a Pengalihan piutang harus dibuat dalam suatu akta di bawah tangan atau akta otentik dengan melampirkan dokumen-dokumen yang mendukung. b Setiap faktur yang dialihkan seyogianya mencantumkan keterangan yang di dalamnya menerangkan bahwa faktur tersebut sudah dialihkan kepada pembeli (perusahaan factoring) 5. Notifikasi Pemberitahuan atas pengalihan piutang meliputi hal-hal sebagai berikut: a Pengalihan piutang oleh klien kepada perusahaan factoring harus diberitahukan kepada pelanggan dan disetujui atau diakui oleh pejabat yang berwenang dari pihak pelanggan b Pemberitahuan ini merupakan tanggung jawab dari klien c Pemberitahuan oleh klien ini hanya diperlukan sekali untuk setiap pelanggan pada waktu pengalihan pertama d Persetujuan atau pengakuan terhadap pemberitahuan ini oleh pelanggan dapat pula dilakukan dengan persetujuan terhadap instruksi pembayaran e Pemberitahuan ini tidak diharuskan untuk kegiatan anjak piutang semacam invoice discounting factoring maupun undiscounted factoring 6. Syarat pembayaran Klien diminta untuk menjamin bahwa setiap piutang yang dijual harus memiliki persyaratan yang sama dengan persyaratan penjualan yang disetujui oleh perusahaan factoring sebelumnya. Pembayaran oleh customer (debitor) dilakukan langsung kepada perusahaan factoring dari waktu ke waktu. 7. Perubahan persyaratan Klien diwajibkan memberitahukan perusahaan factoring secara tertulis setiap ada rencana perubahan atas ketentuan-ketentuan dan persyaratan kredit yang diberikan kepada debitor sepanjang yang berkaitan dengan piutang atau tagihan yang dijual tersebut 8. Tanggungjawab klien atas debitor Klien harus membayar kepada perusahaan factoring dengan nilai piutang yang dijual klien apabila terdapat hal-hal berikut: a Debitor tidak mengakui kebenaran piutang atau jumlah piutang yang harus dibayar debitor b Debitor tidak membayar sebagian atau tidak sepenuhnya melunasi tagihan yang telah jatuh tempo c Debitor mengalami kebangkrutan d Klien melakukan wanprestasi atau melanggar ketentuan kontrak dengan debitor yang menimbulkan adanya tagihan tersebut 9. Jaminan klien a Klien harus menjamin bahwa hak perusahaan factoring atas piutang yang dibelinya tersebut tidak menjadi dihapus b Klien tidak diperbolehkan membuat pernyataan lunas atas suatu piutang yang telah dijual tanpa persetujuan tertulis dari perusahaan factoring c Klien harus selalu memenuhi kesepakatan atau ketentuan-ketentuan perjanjian dengan debitor yang berkaitan dengan piutang yang dijual kepada perusahaan factoring d Perusahaan factoring dapat melakukan pemeriksaan dan mengkopi dokumen yang ada dikantor klien yang berkaitan dengan tagihan-tagihan yang dimaksud. Lingkup Pelayanan Pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses anjak piutang dapat berlokasi dalam suatu wilayah negara yang sama dan dapat juga berlokasi dalam wilayah yang berbeda. Apabila ditinjau atas dasar kedudukan geografis dari pihak-pihak yang terlibat dalam proses anjak piutang tersebut maka anjak piutang dapat dibedakan menjadi: a Domestic factoring Pihak-pihak yang terlibat dalam domestik factoring berkedudukan dalam satu wilayah negara. Apabila dilakukan dalam lingkup domestik, prosesnya adalah sebagai berikut; klien melakukan transaksi jual beli dengan pihak konsumen. Penyerahan barang/jasa diikuti dengan penagihan yang diwujudkan dalam dokumen berupa faktur (invoice). Dokumen tersebut selanjutnya akan diserahkan kepada perusahaan anjak piutang dan klien yang akan mendapatkan pembayaran setelah dikurangi dengan diskonto. Bila telah jatuh tempo, konsumen akan langsung melakukan pembayaran kepada pihak perusahaan anjak piutang secara penuh. Kemudian perusahaan anjak piutang akan menyerahkan kembali dokumen yang telah dilunasi tersebut beserta dengan tagihan yang tidak ikut dibiayai. Supplier/klien/penjual Factor/ perusahaan/ anjak piutang Customer/debitur/ pembeli Keterangan: 1. perjanjian 2. jual beli barang secara kredit 3. pengalihan/penjualan piutang (dengan penyerahan dokumen penjualan) 4. pembayaran (uang muka sejumlah x% dari nilai piutang) 5. penagihan 6. pelunasan (100%) 7. pelunasan piutang (100%-uang muka x%) b International factoring Pihak-pihak yang terlibat dalam international factoring berkedudukan dalam wilayah negara yang berbeda terutama perbedaan kedudukan antara klien/pemasok dengan kedudukan nasabah. Dalam kegiatan anjak piutang dengan lingkup internasional, ada empat pihak yang terkait dalam kegiatan tersebut: eksportir, importir, export factor, dan import factor. Prosesnya adalah sebagai berikut; eksportir membuat perjanjian dengan pihak perusahaan anjak piutang dan mengajukan limit kredit sehubungan dengan rencana ekspor. Dalam proses tersebut, perusahaan anajak piutang melakukan kerjasama dengan perusahaan serupa (import factor) di luar negeri, tempat negara tujuan ekspor. Pihak perusahaan anjak piutang diluar negeri melakukan serangkaian verifikasii terhadap calon importir. Apabila tidak ada permasalahan, eksportir mengirimkan barang dan menyerahkan faktur dengan perintah bahwa importir melakukan pembayaran kepada perusahaan anjak piutang yang telah ditunjuk (import factor). Eksportir menyerahkan salinan faktur kepada perusahaan anjak piutang di dalam negeri (export factor) dan akan melakukan pembayaran kepada eksportir. Export factor kemudian memberikan perintah kepada import factor untuk melakukan penagihan kepada importir dan menerima pembayaran pada saat jatuh tempo. Wilayah Negara A Wilayah Negara B Penjual/supplier/ klien/eksportir Pembeli/customer/ debitor/importir Eksport factor Import factor Keterangan: 1. perjanjian anjak piutang yang melibatkan klien, export factor, import factor, dan pembeli 2. jual beli secara kredit 3. pengalihan piutang (dengan penyerahan dokumen penjualan dan pengiriman barang 4. pembayaran (uang muka x%) 5. pelimpahan penagihan (dengan penyerahan dokumen penjualan dan pengiriman) 6. penagihan pada saat jatuh tempo (menggunakan dokumen penjualan dan pengiriman 7. pelunasan (100%) 8. pelunasan (100%) 9. pelunasan (100%-uang muka x%) Tipe Tagihan atau Piutang Transaksi jual berli secara kredit antara penjual dengan pembeli menimbulkan piutang atau tagihan bagi penjual dan menimbulkan kewajiban atau utang bagi pihak pembeli. Hak dan kewajiban bagi penjual-pembeli tersebut dapat diformalkan dalam bentuk piutang dagang biasa dapat juga dalam bentuk promes. a Anjak piutang untuk tagihan biasa Anjak piutang untuk tagihan biasa pada dasarnya hanya melibatkan klien, nasabah, dan factor. Pihak lain, biasanya bank, tidak ikut serta secara langsung dalam proses anjak piutang ini. Pengalihan tagihan hanya sebatas dari pihak klien kepada pihak factor, dan pada saat jatuh tempo factor dapat melakukan penagihan kepada nasabah atau debitor. b Anjak piutang untuk promes Anjak piutang untuk promes melibatkan pihak lain, biasanya bank, dalam proses penagihan piutang. Mekanismenya menjadi sedikit lebih panjang karena bukti piutang dikonversikan menjadi promes untuk kemudian didiskontokan ke pihak lain (bank). Dasar dari proses anjak piutang untuk promes dapat digambarkan dengan skema berikut ini: Penjual/pemasok/ klien/eksportir Pembeli/nasabah/ debitor/importir Eksport factor Import factor Keterangan: 1.perjanjian anjak piutang 2.jual beli secara kredit yang diikuti dengan penyerahan promes oleh pembeli kepada penjual ( pernyataan akan membayar sejumlah uang tertentu pada waktu tertentu) 3.pengalihan piutang (dengan penyerahan promes) 4.pembayaran (atas dasar diskonto) 5.pendiskontoan promes ke bank 6.pembayaran atas dasar diskonto 7.penagihan pada saat jatuh tempoh 8.pelunasan Struktur Organisasi Atas dasar struktur organisasinya, preusahaan anjak piutang dapat dibedakan menjadi struktur organisasi anjak piutang kecil dengan yang berskala besar. Perusahaan anjak piutang kecil biasanya hanya memberikan jasa-jasa pembiayaan dan jarang memberikan jasa nonpembiayaan seperti administrasi penjualan dan lainlain. Perusahaan jasa anjak piutang berskala besar biasanya dapat memberikan kedua jasa tersebut. A.Perusahaan Anjak Piutang Kecil struktur organisasinya disesuaikan dengan jenis jasa yang ditawarkan, yaitu terutama hanya jasa pembiayaann. Mengingat proses dasar dari kegiatan pembiayaan adalah : a. analisis terhadap bonafiditas calon klien b. analisis terhadap konektibilitas piutang c. pembayaan pembiayaan kepada klien d. administrasi faktur dan bukti piutang e. administrasi hak dan kewajiban pihak terkait f. penagihan pitang g. pembayaraan kepada klien bagian-bagian yang terdapat dari perusahaan jasa anjak piutang tidak jauh berbeda dengan proses tersebut. Contoh struktur organisasi anjak piutang berskala kecil terdapat dalam gambar berikut : dewan direksi terdiri dari: 1.debt Legal 2.debt rekening klien 3.debt penagihan 4.debt penyesuaian 5.debt faktur 6.debt kredit Departemen Kredit adalah bagian dari perusahaan yang berugas melakukan analisis terhadap bonafiditas calon klien dan kolectibilitas atau kualitas piutang yang akan dibiayai. Mengingat bidang usaha calon klien sangat beragam, maka analisis pada bagian ini biasanya sudah merujuk pada spesialisasi pada bidang tertentu. Atas dasarpertimbangan diatas serta untuk meningkatkan efisiensinya, masing masing perusahaan jasa anjak piutang kecil biasanya mengacu pada bidang tertentu. Departemen Faktur adalah bagian perusahaan yang bertugas melakukan administrasi dokumen piutang agar dapat secara tepat dan cepat digunakan untuk perhitungan biaya, diskonto atau bunga dan jatuh tempo. Departemen Penyesuaian adalah bagian dari perusahaan yamg bertugas melakukan administrasi dan pengelolahan terhadap perubahan terhadap persyaratan, jumlah piutang dan hal-hal lain yang berhubungan dengan hak dan kewajiban pihak yang terkait dalam anjak piutang. Departemen Penagihan adalah bagian perusahan yang bertugas untuk melakukan penagihan terhadap piutang yang jatuh tempoh Departemen Rekening klien adalah bagian perusahaan yang bertugas melakukan seluruh pencatatan terhadap seluruh transaksi atau yang mempengaruhi hak dan kewajiban klien. Departemen Legal adalah bagian perusahaan yang bertugas memberikan pertimbangan dan saran yuridis mengenai kegiatan perusahaan. B.Perusahaan Anjak Piutang Besar Di samping memberikan jasa pembiayaan, perusahaan anjak piutang berskala besar juga menawarkan jasa pembiayaan, sehingga selain bagian diatas, perusahaan anjak piutang berskala besar juga memiliki bagian lain seperti bagian umum, bagian komputer, bagian treasury, bagian relasi, bagian pengelolaan kredit dan lain-lain. Tanggung jawab yang dimiliki masing-masing bagian cenderung spesifik, sehingga secara umum jumlah bagian-bagiannya menjadi lebih banyak. Bagian atau departemen yang menjadi sangat banyak biasanya dikelompokan menjadi hanya 3-5 divisi saja. Sebagai contoh perusahaan anjak piutang skala besar ada yang mempunyai divisi administrasi, divisi keuangan, devisi pemasaran dan operasi. Masing-masing devisi memiliki bagian yang sangat terkait. Berikut contoh sebagai berikut : Board of directors terdiri: 1.administrasi division bagiannya legal debt, office debt, computer debt. 2.Finance division bagiaannya account debt, statistic debt, treasury debt. 3.Operation division bagiannya credit debt, underwriting debt, invoice debt. 4.Marketing division bagiannya marketing debt, relasion debt, research debt. BAB 5 : MANFAAT DAN PENILAIAN RESIKO ANJAK PIUTANG 1.Manfaat Anjak Piutang Dengan adanya jasa dari perusahaan anjak piutang, klien mendapat manfaat dari transaksi yang diberikan. Klien mendapat kas langsung dari penjualannya dalam bulan berjalan dan tidak perlu menunggu waktu sampai pembayaran dari konsumen. Dengan demikian, likuiditas perusahaan akan lebih terjamin dan modal kerja akan terus bergulir. Kas yang diperoleh dari perusahaan anjak piutang dapat dimanfaatkan untuk menurunkan biaya produksi. Biaya produksi dapat dipangkas dengan memanfatkan diskonto dari para pemasok karena melakukan pemberian tunai. Pemberian tunai pasti mendapat diskon. Besarnya diskon dapat digunakan untuk mengompensasi biaya bunga yang dibayarkan kepada pihak perusahaan anjak piutang. Klien juga dibantu dari sisi administrasi piutang. Klien tidak perlu lagi melakukan penagihan kepada konsumen karena perusahaan anjak piutang yang akan melakukannya sekaligus memberikan posisi pitang kepada klien. Laporan ini juga akan berguna ketika konsumen mengajuan kembali permohanan pembelian secara kredit. A.Bagi Klien Manfaat yang dapat diterima klien yaitu: A. Manfaat karena jasa pembiayaan dan B. Manfaat yang diterima karena menerima jasa non pembiayaan. A. Jasa pembiayaann Peningkatan penjualan. Adanya pembiayaan memungkinkan klien melakukan penjualan dengan cara kredit. Penjualan dengan cara kredit ini sebenarnya sulit untuk dilakukan apabila klien mengalami kesulitan modal. Namun dengan adanya jasa anjak piutang, klien mampu menjual secara kredit. Penjualan secara kredit meningkatkan kemampuan dan daya tarik bagi pembeli dengan dana terbatas untuk melakukan pembelian pada klien. Kelancaran modal kerja. Jasa anjak piutang memungkinkan klien untuk mengonversikan piutangnya yang belum jatuh tempo menjadi dana tunai dengan prosedur yang relatif mudah dan cepat. Tersedianya dana tunai yang lebih besar ini dapat dimanfaatkan oleh klien untuk mendanai kegiatan operasional klien seperti pembelian bahan baku, pembayaran gaji pegawai dan lain-lain. Pengurangan resiko tidak tertagihnya piutang. Pembiayaan dengan skema without recourse memungkinkan adanya pengalihan sebagian resiko tidak tertagihnya piutang kepada factor. Pengalihan resiko ini sangat menguntungkan bagi kelancaran dan kepastian usaha bagi pihak klien. b. Jasa Nonpembiayaan Memudahkan penagihan piutang. Jasa penagihan piutang yang diberikan oleh factor menyebabkan klien tidak perlu secara langsung melakukan penagihan piutang kepada nasabah, sehingga waktu dan tenaga karyawan dapat dimanfaat untuk menlakukan kegiatan lain yang lebih produktif. Efisiensi usaha. Jasa administrasi penjualan memungkinkan klien untuk mengelola kegiatan penjualannya secara lebih rapi dan efisien karena administrasinya dikelola oleh pihak (factor) yang sudah berpengalaman. Peningkatan kualitas piutang. Jasa administrasi penjualan memungkinan pemberian fasilitas kredit kepada pembeli secara lebih selektif sehingga kemungkinkan tertagihnya piutang menjadi lebih tinggi Memudahkan perencanaan arus kas(cash-flow). Jasa investigasi piutang memungkinkan klien untuk melakukan perkiraan waktu dan jumlah piutang yang dapat ditagih, sehingga memudahkan proyeksi arus kas usaha secara keseluruhan. B.Bagi Factor Manfaat utama yang diterima factor adalah penerimaan dalam bentuk fee dari pihak klien. Fee tersebut terdiri dari: Discount fee atau charge. Fee ini dibayarkan oleh klien karena factor memberikan jasa pembiayaan (uang muka) atas piutang yang diberikan oleh factor. Charge diperhitungkan sebesar persen tertentu terhadap besarnya pembiayaan yang diberikan atas dasar: resiko tertagihnya jangka waktu rata-rata tingkat bunga Service . Fee ini dibayar oleh klien kepada factor karena factor memberikan jasa nonpembiayaan yang nilainya ditentukan sebesar persentase tertentu dari piutang atas dasar beban kerja yang dilakukan oleh factor. Semakin besar volume penjualan, maka fee ini juga semakin besar. Semakin sulit penagihan piutang, maka fee ini juga besar. C.Bagi Nasabah nasabah memperoleh manfaat berupa: 1. kesempatan unntuk melakukan pembelian secara kredit. Kehadiran jasa pembiayaan memungkinkan klien untuk melakukan penjualan secara kredit. 2. Layanan penjualan yang lebih baik. Jasa administrasi penjualan memungkinkan klien melakukan penjualan dengan lebih cepat dan tepat. 2.Penilaian Perusahaan Anjak Piutang 9 Aspek klien yang dinilai anjak piutangnya perusahaan anjak piutang menyusun kesimpulan mengenai aspek klien yang dinilai anjak piutang, yaitu: 1. riwayat piutang macet. Penilaian atas riwayat piutang macet minimal 3 tahun sebelumnya. Penilaian tersebut bukan hanya mengenai besarnya persentase tetapi juga menyangkut pola atau sebab-sebab timbulnya kerugian tersebut. 2. penilaian kredit oleh klien. Ketiadaan pemeriksaan kredit secara formalakan menyebabkan semakin tingginya kerugian. Perusahaan factoring harus meneliti prosedur atau tata cara yang digunakan oleh calon klien mengenai penilaian kredit kepada pelanggannya. Hal tesebut perlu untuk menilai pengaruhnya terhadap terjadinya kemacetan kredit di masa lalu. 3. Manajemen kredit oleh klien. Semakin lama jangka waktu kredit semakin sulit dilakukan penagihan. Penilaian jangka waktu kredit macet dan prosedur penagihan dari calon klien akan dapat memberikan informasi apakah kerugian tersebut dapat dihindari apabila menggunakan sistem dan prosedur penagihan serta sistem peringatan. Meskipun cara tersebut tidak menjamin sepenuhnya terhindarnya dari kerugian akibat kredit macet akan tetapi sekurangnya akan memperkecil kerugian dengan cara menolak atau tidak melanjutkan pengiriman barang kepada customer yang bersangkutan pada waktunya. 4. Industri. Perusahaan factoring yang sudah berpengalaman akn mengetahui tingkat resiko piutang macet atas suatu industri. 5. Persyaratan Kredit. Jangka waktu kredit yang diberikan oleh klien kepada beberapa customernya mungkin lebih panjang daripada biasanya, misalnya lebih dari 30 hari. Pemberian jangka waktu kredit akan semakin besar dibandingkan bila jangka waktu kredit jauh lebih pendek. Konsekuensinya resiko kredit jadi lebih besar. 6. Sifat customer. Perusahaan factoring dapat memperoleh informasi mengenai pelanggan yang bersangkutan melalui pusat informasi kredit yang mungkin dibentuk oleh organisasi industri sejenis misalnya pengusaha pakaian atau asosiasi segmen-segmen usaha lainnya. 7. Pola pembelian. Customer yang melakukan pembelian secara teratur setiap bulan akan lebih mudah memonitor daripada customer yang melakukan pembelian hanya setiap 3 bulan atau lebih. Setelah penelitian pokok atas resiko kredit secara individu, maka pengelolaan kredit mempengaruhi tingkat piutang macet dalam jumlah yang cukup besar. 8. pengembalian utang. Kecepatan pembayaran pihak cus tomer sejalan dengan prosedur penagihan yang dapat menunjukan apakah calon klien tersebut adalah supllier yang disenangi atau tidak. Pengembalian kredit relatif jangka waktu pendek suatu industri akan mengurangi tingkat resiko. 9. Prospek Usaha. Penilaian terhadap prospek perusahaan factoring harus mampu menentukan jika pertumbuhan penjualan disebabkan oleh meningkatnya bisnis dengan customer lama atau karena adanya tambahan penjualan kepada customer baru. Dalam hal ini customer baru mungkin memilikikualitas yang tinggi atau rendah daripada customer lama tergantung pada penetrasi terhadap prospek pasar yang dilakukan. 5 Aspek Anjak Piutang yang Dinilai Klien penilaian klien atau supplier terhadap perusahaan factoring pada prinsipnya sama halnya dengan perusahaan factoring melakukan penilaian kemungkinan resiko yang dihadapi terhadap suatu calon klien. Dalam hal ini, klien tahu persis dalam menilai risiko usaha dengan perusahaan factoring. Penilaian yang perlu dilakukan klien adalah menyangkut hal-hal antara lain sebagai berikut: apakah perusahaan factoring benar-benar pengalaman praktik-praktik dagang dalam industri yang dibidang pihak klien. apakah tenaga manajemen perusahaan factoring memiliki keahlian dalam pengelolaan kredit yang efektif. apakah sistem dan informasi yang dimiliki perusahaan factoring cukup memadai untuk memberikan tingkat pelayananyang dimiliki dan dibutuhkan klien misalnya kecepatannya memberikan jawaban terhadap setiap permohonan kredit. kemampuan perusahaan anjak piutang menyediakan laporan akurat secara reguler mengenai posisi dan status piutang sebagai standar untuk memungkinkan menilai kinerja perusahaan factoring. kesanggupan perusahaan factoring menyediakan cadangan yang memadai untuk menantisipasi suatu risiko kredit. Selanjutnya klien harus mengunjungi perusahaan factoring menemui pejabat eksekutif untuk keperluan negosiasi. Hal tersebut akan memungkinkannya mendapatkan jawaban atas suatu pertanyaan yang bersifat khusus dan pada kesempatan tersebut klien dapat langsung menyaksikan demonstrasi sistem yang diterapkan perusahaan factoring. Di samping itu, dalam kesempatan tersebut pembiayaan informal tersebut akan memberikan suatu pandangan terhadap filosofiI dan penilaian perusahaan factoring. Idealnya klien dapat mencari informasi mengenai perusahaan factoring tersebut dari supllier lain yang pernah atau sedang menggunakan jasa perusahaan factoring yang bersankutan. Sekiranya klien tidak mengetahui salah satu diantara klien lain tersebut, maka ia dapat meminta pada perusahaan factoring yang bersangkutan untuk memberikan daftar nama-nama klien untuk dapat meminta informasi. BAB 6 :ANJAK PIUTANG DARI SISI KLIEN Pada bab ini kami akan membahas anjak piutang dari sudut penerima jasa anjak piutang (client) sehingga akan ter;ihat dengan jelas apa yang akan didapat oleh client bila anjak piutang menjadi salah satu alternatif pemecahan masalah cash flow perusahaan. Selain itu, kami akan menyampaikan pula syarat – syarat untuk mendapatkan fasilitas – fasilitas anjak piutang, serta aspek akuntansi dan perpajakan ditinjau dari sisi client. A. SYARAT – SYARAT UNTUK MENDAPATKAN FASILITAS ANJAK PIUTANG Untuk mendapatkan fasilitas anjak piutang, client harus sudah mempunyai usaha yang baik dan menguntungkan. Selanjutnya client mengajukan surat permohonan dengan melampirkan hal – hal sebagai berikut: 1. Akta Pendirian Perusahaan client beserta perubahan – perubahannya. 2. Surat Pengesahan Pendirian Perusahaan dari Departemen Kehakiman dan Berita Negara. 3. Surat Izin Usaha Perusahaan (SIUP) 4. Tanda Daftar Perusahaan (TDP) 5. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 6. Laporan Keuangan 3 tahun terakhir (Audited, bila ada) 7. Bank Statement Account untuk 3 bulan terakhir. 8. Perjanjian jual beli dengan customer. 9. Contoh Invoice/faktur dan credit Note/ Nota Kredit Perusahaan 10. Proffesional Background dari direksi dan/atau komisaris. 11. struktur Organisasi perusahaan client. 12. Data – data lainnya yang akan diminta kemudian, bila diperlukan. Selain syarat – syarat yang telah kami sebutkan di atas, biasanya terdapat syarat lain yang diminta oleh factor, yaitu: 1. Client harus merupakan badan hukum atau bentuk usaha tetap seperti PT, CV, Firma, NV, dan lain – lain, dan bukan perorangan atau individual, demikian pula dengan customer – nya 2. Volume penjualan calon client masuk dalam kategori yang telah dipersyaratkan oleh factor, misalnya Rp 100.000.000 per bulan 3. Penjualan yang dapat dianjakpiutangkan adalah penjualan yang bersifat rutin dan bukan penjualan bersifat transaksional / insidental yang hanya dilakukan sekali – kali. 4. Modal calon client harus memadai dan sesuai bila dibandingkan dengan total asset perusahaan. 5. Calon client bersedia memberikan jaminan tambahan atas fasilitas pembiayaan yang diterima. 6. Calon client harus bersedia untuk disurvei oleh tim dari factor untuk mendapatkan gambaran usaha yang seutuhnya. Syarat – syarat yang telah dikemukakan di atas bersifat tidak mutlak, tergantung kepada masing – masing factor untuk menerapkannya, sehingga masing – masing factor mungkin saja berbeda mengenai syarat yanfg diminta kepada calon client – nya masing – masing. Adapun mekanisme transaksi anjak piutang yang biasanya diterapkan oleh factor dapat kami kemukakan pada halaman berikut. 1. Tahap Permohonan Setiap permohonan pembiayaan anjak piutang harus mengisi secara lengkap formulir aplikasi yang telah disediakan dan ditandatangani oleh pemohon. 2. Tahap Pengecekan / Desk Reserch Checking Berdasarkan aplikasi dari pemohon, marketing department factor akan melakukan pengecekan atas kebenaran dari pengisian formulir aplikasi tersebut dengan melakukan hal – hal sebagai berikut: a. Pengecekan fasilitas lainnya yang masih outstanding kepada Bank atau LKBB lainnya dengan mengirimkan BANKER’S ENQUIRY, bila perlu. MEKANISME TRANSAKSI ANJAK PIUTANG Client Tahap Permohonan Tahap Pengecekan Ok? Tahap Audit Checking Tahap Pembuatan Customer Profile Komite Kredit ACC Tahap Pengajuan kepada Komite Kredit b. Trade checking kepada supplier, customer, dan pesaing c. Pengecekan pemegang saham dan pengurus perusahaan yang disesuaikan dengan anggaran dasar perusahaan. 3. Tahap Audit Checking/ Pemeriksaan Lapangan Apabila tahap pengecekan / desk research checking hasilnya cukup baik, maka proses permohonan dilanjutkan dengan pemeriksaan lapangan atau audit ke calon client. Adapun tujuan dari pemeriksaan lapangan ini adalah: a. Untuk memastikan apakah transaksi penjualan yang dilakukan antara client dan customer termasuk criteria tagihan yang dapat dianjakpiutangkan. b. Mempelajari prosedur administrasi penjualan yang dilakukan oleh client termasuk syarat dan kondisi penjualan. c. Untuk mengenali secara langsung customer mana yang melakukan transaksi pembelian secara rutin, langsung dan tingkat ketaatan pembayarannya yang tinggi. d. Untuk menghitung secara pasti berapa besar tingkat penjualan calon client dibanding dengan laporan yang telah disampaikan. 4. Tahap Pembuatan Customer Profile Berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan, marketing department pihak factor akan membuat customer profile, di mana isinya akan menggambarkan tentang: a. Nama perusahaan customer. b. Nama pemilik. c. Rata – rata penjualan d. Credit Term. e. Alamat dan Nomor Telepon. f. Contact Person. g. Lamanya hubungan dengan client. h. Dan lain – lain. 5. Tahap Pengajuan Proposal kepada Credit Commite Marketting department pihak factor akan mengajukan proposal terhadap permohonan yang diajukan oleh client kepada credit commite. Proposal yang diajukan biasanya terdiri dari: a. Tujuan pemberian fasilitas anjak piutang kepada client. b. Struktur fasilitas yang mencangkup Client Advance Limit, Maximum Advance Limit untuk setiap customer, service Charge, suku bunga, facility fee. c. Latar belakang Perusahaan dan susunan pemegang saham disertai keterangan mengenai bisnis dan siklus operasi perusahaan Client. d. Analisis Laporan Keuangan, Rekening Koran dan Kebutuhan Modal. e. Analisis Risiko. f. Saran dan Kesimpulan. 6. Pengajuan Keputusan Credit Committe Keputusan credit committe merupakan dasar bagi factor untuk terus melakukan pembiayaan atau tidak. Apabila permohonan client ditolak maka harus diberitahukan melalui surat penolakan, sedangkan apabila disetujui maka marketing department akan mempersiapkan Surat Penawaran kepada calon client. 7. Tahap Pengiriman Surat Penawaran Setelah proposal mendapatkan persetujuan dari credit committe, maka marketing department pihak factor wajib mempersiapkan surat penawaran kepada client dan dokumen ini biasanya akan dijadikan Surat Penerimaan (Letter of Acceptance) 8. Tahap Pengikatan Berdasarkan Surat Penawaran yang telah ditandatangani oleh client, bagian legal akan mempersiapkan pengikatan sebagai berikut: a. Perjanjian Anjak Piutang beserta lampirannya. b. Jaminan Pribadi, jika ada. c. Jaminan Perusahaan, jika ada. d. Surat Kuasa Khusus, jika diperlukan. e. Notification Letter. Pengikatan dapat dilakukan secara bawah tangan, dilegalisir oleh Notaris atau secara Notariil 9. Tahap Pencairan Fasilitas Setelah proses penandatanganan perjanjian, maka semua data akan diserahkan kepada bagian administrasi kredit, yang biasanya terdiri dari a. Formulir Permohonan. b. Letter of Acceptance (urat Penerimaan). c. Notification Letter. d. Surat Kuasa Khusus. e. Perjanjian Anjak Piutang. f. Spesimen Tanda Tangan. Apabila semua proses ini telah dilakukan, maka selanjutnya client mulai mencairkan fasilitas pembiayaan anjak piutang. Untuk dapat mencairkan fasilitas anjak piutang, biasanya factor akan memberikan formulir – formulir tertentu kepada client, yang terdiri dari: a. Tanda Penerimaan Faktur / Tagihan. b. Tanda Persetujuan Penerimaan Faktur / Tagihan. c. Cessie Piutang. d. Surat Perintah Pembayaran. e. Formulir lainnya, jika ada. Demikian seterusnya yang dilakukan oleh client, apabila client ingin mencairkan fasilitas anjak piutang yang telah disetujui. Selanjutnya pada setiap akhir, factor akan membuatkan laporan pemakaian f asilitas anjak piutang yang telah diterima oleh client beserta lampirannya. B. PERHITUNGAN – PERHITUNGAN DALAM TRANSAKSI ANJAK PIUTANG Dalam transaksi anjak piutang, factor biasanya akan mengenakan biaya – biaya yang dapat dibagi menjadi 3 (tiga) unsur biaya, yaitu: 1. Factoring Charge atau disebut juga Service Charge atau Komisi Factoring atau Biaya Administrasi. Biaya ini dikenakan atas jasa nonfinancing yang telah diberikan oleh factor. Besarnya service charge/Komisi factoring tergantung dari beban kerja dan/atau risiko yang ditanggung oleh factor atas fasilitas yang diberikan kepada client. Perhitungan service charge didasarkan pada presentase dari nilai faktur yang dialihkan ke factor dengan mempehitungkan hal – hal sebagai berikut: a. Volume Penjualan Client per Tahun Semakin tinggi nilai penjualan client, semakin besar service charge yang akan dibebankan kepada client. Selain itu, besarnya service charge dihitung pula dengan besaran nilai faktur. b. Jumlah Customer Jumlah customer merupakan salah satu kriteria menentukan service charge, semakin banyak utang customer yang dianjakpiutangkan berarti semakin banyak perkerjaan yang harus dilakukan, maka semakin banyak service charge yang dibebankan. c. Jumlah Faktur dan Nota Kredit Jumlah faktur juga menjadi salah satu kriteria dalam menentukan service charge kepada client. Semakin banyak jumlah faktur atau nota kredit yang dikeluarkan dan difaktorkan oleh client, semakin banyak pula pekerjaan yang harus dilakukan factor untuk memeriksa setiap faktur atau nota kredit, meneliti isi faktu apakah sesuai dengan purchase order – nya dan cocok dengan delivery order – nya, serta memasukkan data faktur – faktur tersebut ke komputer, jadi semakin banyak faktur berarti service charge yang dibebankan semakin tinggi. d. Risiko Kredit Customer Perhitungan risiko kredit setiap customer juga menjadi dasar perhitungan service charge. Untuk customer yang terdiri dari perusahaan – perusahaan besar dan bonafit, maka risiko kreditnya biasa relatif lebih kecil sehingga service charge yang dikenakan akan menjadi lebih rendah, demikian sebaliknya. Viaya ini biasanya dipotong/dibayarkan pada saat permulaan kontrak perjanjian anjak piutang ditandatangani dan bersifat nonrefundable atau dapat pula dipotong pada saat penarikan fasilitas dari jumlah pre – financing yang diberikan oleh factor. Berikut ini akan kami kemukakan salah satu bentuk cara menghitung sevice charge yang dapat digunakan oleh perusahaan anjak piutang: a. Volume penjualan yang akan difaktorkan (per tahun) (12 X Rp 500.000.000) = Rp 6.000.000.000 b. Jumlah Customer baru 1 (satu) X Rp 200.000 = Rp 200.000 c. Jumlah customer lama Rp 100.000 = Rp d. Biaya client _ = Rp 1.000.000 e. Jumlah faktur/credit note (per tahun) (50 X 12) X Rp 1000 = Rp f. Biaya Total (minimum service charge) 600.000 = Rp 1.800.000 g. Minimum service charge (%) sebelum Fatur risiko = (f) dibagi (a) X 100% = 0,03% Faktor Risiko Customer Nama Customer % Penjual dari Total Penjualan PT XYZ 100% X 0,4 Sejahtera h. Total factor risiko Rata – rata (%) 0,4 = Minimum service charge sesudah factor risiko = 0,4 % 0,43 % 2. Initial Payment Charge atau lebih dikenal sebagai biaya bunga/discoundted Biaya bunga akan dikenakan oleh factor kepada client berdasarkan dana yang dipakai sebagai advanced payment dengan perhitungan hari sebenarnya. Besarnya biaya bunga ini berkisar antara 2% sampai 3% di atas prime rate yang berlaku dan bersifat negotiable serta akan ditinjau secara berkala. Pengenaan biaya bunga atas advanced payment dapat dilakukan di muka (dipotong di muka) dengan menggunakan perhitungan bunga True Discound Method, sehingga apabila metode ini dilakukan maka besarnya advanced payment yang diterima oleh client sebesar neto pembiayaan dikurangi dengan bunga secara True Discound. Sedangkan apabila perhitungan bunga dilakukan di belakang maka dasar pengenaan bunga mempergunakan rumus simple interest dengan hari sebenarnya, sehingga advanced payment yang diterima oleh client sama dengan neto pembiayaan. Apabila metode ini digunakan, besarnya pembebanan bunga dilakukan setiap akhir bulan berdasarkan jumlah dana yang terpakai atau sama dengan system rekening Koran. Metode perhitungan bunga antarperusahaan anjak piutang padat saja berbeda tergantung kebijakan manajemen masing – masing. Untuk memperjelas kedua metod etersebut kami akan memberikan contoh sebagai berikut: Misalkan perusahaan PT XYX mendapatkan fasilitas anjak piutang dari factor PT CDE di mana tagihan yang sedang diajukan sejumlah Rp 125.000.000 dengan tingkat pembiayaan 80% di mana jatuh tempo tagihan selama 89 hari sebesar 35% per tahun, maka besarnya bunga yang dibebankan oleh factor adalah sebaai berikut: Rumus True Discount Method Pokok Pembiayaan – Pokok Pembiayaan X 365 (R X N) + 365 = Rp. 100.000.000, - Rp 100.000.000 X 365 (35% X 89) + 365 = Rp 7.863.183 Bunga yang akan dibebankan oleh factor sebesar Rp 7.863.183 sehingga jumlah advanced payment yang diterima oleh client Rp 92.136.817. Rumus Simple Interest: Pokok pembiayaan X N/360 X R% = Rp 100.000.000 X 89/360 X 35% = Rp 8.625.778 Bunga yang harus dibayar oleh client adalah sebesar Rp 8.625.778, sedangkan jumlah advanced payment yang diterima oleh client adalah sebesar Rp 100.000.000 karena bunga akan dibayar belakangan. 3. Facility Fee atau juga biasa disebut provisi kredit akan dikenakan berdasarkan persentase tertentu dari plafond yang telah disetujui oleh factor dan dibebankan setiap perpanjangan fasilitas anjak piutang. Adapun besarnya facility fee berkisar antara 0,5% sampai 1% dari planfond pembiayaan sebagai contoh, PT ABC Sukses Mandiri telah menyetujui planfond pembiayaan anjak piutang sebesar Rp 1.000.000.000 untuk itu yang bersangkutan dikenakan facility fee sebesar 0,5% maka facility fee yang wajib dibayar adalah Rp 5.000.000 (lima juta rupiah). Biaya ini biasanya dikenakan pada awal kontrak sebelum pencairan pertama failitas anjak piutang dimulai dan bersifat nonrefundable. Selain ketiga jenis biaya tersebut, masih terdapat biaya – biaya lainnya yang akan dikenakan factor kepada client yaitu biaya notaris, biaya pemasangan APHT (jika terdapat jaminan tambahan berupa tanah dan bangunan) dan biaya – biaya lainnya (jika ada) C.MANFAAT YANG DIDAPAT CLIENT DARI ANJAK PIUTANG Client mempunyai akses langsung atas penjualan/pendapatan yang dilakukan dalam bulan berjalan. Pembelian barang secara kas,akan mengurangi biaya produksi barang atau jasa yang dihasilkan oleh client. Dengan diperolehnya instant cash,maka cltent dapat memanfaatkan peluang menurunkan biaya produksi. Client tak perlu melakukan penagihan kepada customer. Laporan posisi piutang yang dilakukan oleh factor akan menjadi masukan penting bagi client Client dapat menikmati hasil penjualan/pendapatan secara fleksibel dan selalu proporsional peningkatannya sesuai dengan tingkat penjualan yang dibukukan. Cltent dapat menikmati perlindungan kredit seiring dengan meningkatnya penjualan kredit. Perusahaan dapat terhindar dari resiko tidak dibayarnya tagihan.(bila non rcourse) Fungsi administrasi dapat dialihkan,sehingga mengurangi beban personalia dan investasi sistem komputer. Dengan export factoring,exportir akan memiliki keuntungan komparatif atau relatif lebih Kompetitif dibandingkan dengan eksportir yang tetap menggunakan metode trandisional atau tidak mengikuti keinginan pasar. Di lain sisi, Robert Manurung mengemukakan bahwa untuk menentukan apakah anjak piutang internasional bermanfaat bagi eksportir, harus dapat dilihat dulu dengan membandingkan antara biaya yang dikeluarkan oleh eksportir, bila menggunakan anjak piutang, dengan biaya yang dikeluarkan, apabila tidak menggunakan anjak piutang. Agar penilaian ini lebih objektif maka sebaiknya dalam perhitungan ini dimasukan seluruh biaya yang timbul, termasuk biaya telepon, penggunaan alat tulis kantor, surat-menyurat, fasilitas komputer, biaya legal, perolehan informasi kredit, biaya pegawai dan premi untuk polis asuransi kredit ekspor. Apabila seluruh biaya ini dimasukan ke dalam perhitungan dan ternyata biaya menggunakan anjak piutang lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan tanpa menggunakan anjak piutang, berarti penggunaan anjak piutang bermanfaat bagi eksportir. Di samping itu, untuk menentukan apakah jasa yang ditawarkan oleh export factor memang mahal, dapat dilakukan dengan pertimbangan hal-hal sebagai berikut: a Jika penggunaan jasa anjak piutang dapat meningkatkan perputaran piutang sehingga modal kerja yang terikat dalam piutang menjadi semakin berkurang. b Jika penggunaan jasa anjak piutang dapat mengurangi biaya administrasi yang nilainya lebih besar daripada biaya komisi dan biaya lainnya yang dibauarkan kepada factor sehingga menyebabkan keuntungan eksportir menjadi meningkat. c Jika penggunaan jasa anjak piutang dapat meningkatkan perputaran piutang tanpa mengurangi jumlah pembeli walaupun dilakukan pengetatan dalam penjualan kredit. d Jika penggunaan jasa anjak piutang dapat menyebabkan meningkatnya nilai penjualan kredit. e Jika penggunaan jasa anjak piutang dapat menyebabkan berkurangnya piutang macet. Jasa anjak piutang internasional memang sangat bermanfaat bagi eksportir yang menggunakannya. Namun perlu diingat, jasa yang ditawarkan oleh factor tidak selalu dapat memenuhi kebutuhan eksportir. Jasa yang diberikan oleh anjak piutang internasional tidak dapat memenuhi kontrak-kontrak ekspor yang berjangka panjang. Selain itu, jasa anjak piutang internasional juga tidak sesuai untuk penjualan ekspor yang dilakukan dengan syarat barang dapat dikembalikan. Salah satu syarat penting yang harus ada agar jasa anjak piutang internasional dapat terlaksana adalah bila dalam transaksi ekspor tersebut timbul piutang yang kepemilikannya dapat dialihkan. D. AKUNTANSI ANJAK PIUTANG DARI SISI KLIEN Perlakuan akuntansi untuk transaksi anjak piutang saat ini telah diatur secara khusus dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 1997 PSAK No. 43 tentang Akuntansi Anjak Piutang. Adapun perlakuan akuntansi yang dimaksud dan yang berlaku untuk klien dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Anjak Piutang Non-Financing dari sisi klien Dalam transaksi anjak piutang non-financing, factor biasanya mengenakan factoring charge atau disebut juga service charge. Factoring charge/service charge akan dibebankan sebagai biaya. Apabila biaya dimaksud dikenakan secara tahunan, maka biaya tersebut akan diamortisasi selama masa kontrak. 2. Anjak Piutang tanpa Recourse dari sisi klien Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam akuntansi anjak piutang jenis ini adalah: a Anjak piutang tanpa recourse diperlakukan sebagai penjualan dari klien kepada factor, dimana selisih antara piutang yang dijual dan jumlah advanced limit yang diterima ditambah retensi diakui sebagai kerugian atas transaksi anjak piutang. b Kerugian atas transaksi anjak piutang dibebankan pada saat transaksi, dilakukan dan disajikan dalam laporan sebagai biaya/beban operasi. c Retensi yang ditahan oleh factor, dicatat sebagai piutang retensi ajak piutang dalam neraca serta dikategorikan sebagia harta lancar. 3. Anjak Piutang Recourse Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam akuntansi anjak piutang jenis ini adalah: a Anjak piutang dengan recourse diakui sebagai kewajiban anjak piutang sebesar nilai piutang yang dialihkan, di mana selisih antara nilai piutang yang dialihkan dan advanced payment yang diterima ditambah retensi adalah beban bunga yang belum diamortisasi. b Beban bunga yang belum diamortisasi akan dialkokasikan secara konsisten sebagai biaya bunga tahun berjalan berdasarkan suatu tingkat pembebanan berkala. c Kewajiban anjak piutang disajikan dalam neraca sebesar nilai piutang yang dialihkan dikurangi retensi dan beban bunga yang belum diamortisasi. d Retensi yang ditahan factor dicatat sebagai pengurang kewajiban anjak piutang. Adapun pengungkan transaksi anjak piutang dengan recourse, dilaporkan dalam neraca dengan rincian sebagai berikut: Kewajiban Anjak Piutang Rp xxx Retensi ( Rp xxx ) Bunga yang belum diamortisasi ( Rp xxx ) + Kewajiban Anjak Piutang bersih Rp xxx Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada bab delapan mengenai contoh perlakuan akuntansi transaksi anjak piutang ini. E. PERPAJAKAN ANJAK PIUTANG DARI SISI KLIEN Perlakuan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku saat ini khusus untuk klien atas transaksi anjak piutang yang dilakukannya adalah sebagai berikut: 1. Pajak Penghasilan dari sisi klien Berdasarkan Surat Direktur Jenderal Pajak No. S-78/PJ311/1996 tanggal 19 april perihal Pembebasan PPh Pasal 23 atas Penghasilan yang diperoleh Perusahaan Anjak Piutang, ditegaskan bahwa penghasilan dari perusahaan anjak piutang yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan baik yang diterima berupa diskon, service charge dan provisi tidak dikenakan pemotongan PP Pasal 23 oleh perusahaan yang membayarkan. Hal ini berarti klien tidak boleh memotong pajak penghasilan pasal 23 yang terutang oleh factor serta bagi klien peraturan ini tidak mempunyai pengaruh apa-apa. 2. Pajak Pertambahan Nilai dari sisi klien Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keungan No. 202/ KMK.04/1996 tanggal 18 April tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak, disebutkan bahwa Penyerahan Jasa Anjak Piutang terutang Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%x5%xJumlah seluruh imbalan yang diterima berupa service charge, provisi, dan diskon BAB 7 : ANJAK PIUTANG DARI SISI FACTOR Pada bab ini akan dibahas mengenai anjak piutang dari sisi factor, hal ini kami lakukan untuk memberikan gambaran tentang anjak piutang secara seimbang baik dari sisi factor maupun dari sisi klien. Pembahasan mengenai prospek dan risiko bisnis anjak piutang kami kemukakan terlebih dahulu agar terlihat dengan jelas bahwa bisnis anjak piutang merupakan bisnis yang cukup menjanjikan bagi investor. Selanjutnya akan kami utarakan syarat-syarat untuk mendapatkan izin usaha perusahaan anjak piutang dan dilanjutkan dengan tinjauan terhadap aspek akuntansi dan perpajakan yang berlaku saat ini khusus untuk anjak piutang dari sisi factor. A. PROSPEK USAHA ANJAK PIUTANG Kegiatan perekonomian Indonesia selama ini masih sangat tergantung pada perkembangan ekspor migas. Sementara itu, perkembangan ekspor migas di pasar internasional menghadapi tantangan yang cukup berat. Dengan belum stabilnya harga-harga migas ditambah pula terjadinya fluktuasi nilai tukar rupiah yang tidak menentu, hal ini sangat mempengaruhi kegiatan perekonomian. Untuk mengatasi keadaan ini, ketergantungan akan ekspor migas harus sedapat mungkin dikurangi. Kebijakan yang ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut adalah pengembangan dan peningkatan kegiatan ekspor non-migas, antara lain dengan meningkatkan efisiensi perusahaan. Berbagai kebijakan telah digariskan Pemerintah untuk mendorong peningkatan efisiensi kegiatan perusahaan. Selama ini, dunia usaha kita masih banyak menghadapi kendala untuk melakukan kegiatannya. Masalah tersebut pada dasarnya bersumber pada kesulitas permodalan (membuat tidak mampu melakukan ekspansi), kemampuan yang terbatas dalam menangani penjualan, termasuk credit management dan karena keterbatas keahlian dalam menghadapi ancaman kredit macer (bad debtst). Kesulitan permodalan yang disertai kredit macet dalam jumlah besar menjadikan dunia usaha semakin terjepit untuk mempertahankan kelangsungan usahanya. Kondisi seperti ini akan menyulitkan perusahaan memperoleh tambahan sumber pembiayaan dari lembaga perbankan karena kemampuan perusahaan untuk menyediakan barang jaminan juga menjadi semakin terbatas. Meningkatnya kegiatan usaha yang ditandai dengan semakin cepatnya pertambahan volume penjualan telah menimbulkan masalah lain, yakni masalah administrasi penjualan. Lebih jauh lagi, kebanyakan dunia usaha masih memiliki keterbatasan keahlian dalam menangani penjualan kredit, karena mereka meningkatkan produksi dan penjualan. Akibatnya tidak jarang perusahaan bangkrut karena membengkaknya piutang ragu-ragu yang sangat mengganggu cash flow mereka. Untuk dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh dunia usaha, kehadiran lembaga pembiayaan, khususnya perusahaan anjak piutang, pasti akan banyak membantu. Sebab melalui jasa anjak piutang, dunia usaha dimungkinkan untuk memperoleh sumber pembiayaan baru dalam bentuk instant cash (sampai dengan 80% dari nilai invoice) dikaitkan dengan jumlah penjualan kredit yang dilakukannya. Selain itu perusahaan anjak piutang juga diharapkan dapat membantu kesulitan di bidang credit management. Dengan demikian, dunia usaha dapat lebih mengkonsentrasikan kegiatannya pada peningkatan produksi dan penjualan. Selain itu, investor yang menanamkan modalnya pada usaha anjak piutang di Indonesia, terutama yang menjalankan transaksi anjak piutang financing berskala domestik, memiliki beberapa keuntungan dalam posisinya sebagai factor, yaitu antara lain: 1. Dana yang dipasarkan oleh factor dapat disalurkan dengan tingkat suku bunga yang relatif lebih tinggi dan dengan jangka waktu yang relatif singkat. Hal ini sangant menguntungkan factor karena perputaran dana menjadi sangat cepat dan bias mengurangi risiko fluktuasi tingkat suku bunga (floating rate). 2. Terbatasnya sumber pendanaan perusahaan pembiayaan/ perusahaan anjak piutang yang saat ini hanya terbatas dari sector perbankan. Dengan demikian, transaksi anjak piutang dapat menjembatani term and condition dari pendanaan yang diterima factor dari perbankan, atau dengan kata lain term and condition transaksi anjak piutang dapat disamakan dengan term and condition yang diberikan oleh perbankan. Hal ini dapat mengurangi risiko perubahan suku bunga yang terjadi sewaktu-waktu. 3. Belum adanya peraturan/perizinan yang bersifat khusus yang mengatur kegiatan anjak piutang sehingga factor dapat bergerak leluasa, yang pada akhirnya dapat menghemat biaya operasional perusahaan (kegiatan dapat dilakukan dengan sederhana dan singkat). 4. besarnya komisi atau biaya administrasi pengelolaan jasa anjak piutang yang diberikan factor kepada klien tergantung pada risiko dari piutang yang dialihkan atau dibiayai oleh factor. Sedangkan kelemahan anjak piutang dari sisi factor antara lain belum adanya perlindungan hukum yang cukup memadai untuk factor. Hal ini terlihat pada saat tagihan jatuh tempo. Apabila customer tidak dapat membayar konsekuensinya adalah factor harus siap membuka line of credit bagi customer bersangkutan atau menanggung risiko sampai tagihan terlunasi. B.MEKANISME DAN RESIKO USAHA ANJAK PIUTANG Jenis dan Mekanisme Pada pelaksanaannya, jenis dari jasa anjak piutang yang diberikan oleh factor dan akan diterima oleh klien sangat bergantung pada fomulasi dari perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak. Atas dasar tersebut jasa anjak piutang dapat dibedakan atas dasar hal-hal sebagai berikut: Jasa yang ditawarkan Ata dasar jasa yang diberikan oleh Factor, anjak piutang dapat dibedakan menjadi: a. Full Service Factoring Anjak piutang seperti ini memberikan jasa secara menyeluruh baik jasa pembiayaan maupun non pembiayaan. Misalnya urusan administrasi penjualan (sale ledger administration), tagihan dan penagihan piutang, termasuk menanggung resiko terhadap piutang yang macet. b. Bulk factoring Anjak piutang jenis ini memberikan jasa pembiayaan dan pemberitahuan saat jatuh tempo kepada nasabah, tanpa memberikan jasa lain seperti proteksi resiko piutang, administrasi penjualan dan penagihan. c. Anjak piutang jenis ini memberikan jasa proteksi resiko piutang, administrasi penjualan secara menyeluruh dan penagihan. Proteksi resiko piutang diberikan oleh factor tanpa melakukan pembiayaan atau pemberian uang muka atas pelunasan piutang. Pembelian piutang oleh factor dilakukan pada tanggal tertentu dan biasanya ditentukan atas dasar jangka waktu jatuh tempo dari piutang yang diberikan kepada klien. Sebagai contoh, apabila rata-rata jangka waktu jatuh tempo adalah 30 hari, maka factor pada hari ke-30 atau setiap 30 hari membeli 100% dari faktur-faktur penjualan yang ada. Cara ini tidak menyebabkan munculnya kewajiban bunga kepada klien. Kewajiban klien hanyalah fee atas jasa proteksi resiko piutang, administrasi penjualan secara menyeluruh danpenagihan yang diberikan oleh factor. Misalnya: Pembayaran 100% dari nilai faktur dengan tanggal rata-rata dikurangi fee. Apabila total nilai faktur sebesar Rp. 20 juta dengan fee sebesar 1.5% maka jumlah yang dibayarkan perusahaan piutang pada suatu periode rata-rata adalah Rp 10 juta(0.015%*Rp 20 juta) = Rp 17.000.000 jumlah tersebut akan dibayarkan pada hari ke-40. Perhatikan tabel berikut sebagai illustrasi: Tabel Pembayaran Rata-Rata Jatuh Tempo Faktur (dalam ribuan rupiah) Debitor/pelanggan Nilai faktur Jatuh tempo (hari) A Rp. 4.000.000 60 B Rp. 5.000.000 40 C Rp. 3.000.000 50 D Rp. 7.000.000 30 E RP. 1.000.000 20 Jumlah Rp.20.000.000 200 Tanggal pembayaran rata-rata = 200 = 40 hari 5 d. Invoice discounting Anjak piutang jenis ini hanya memberikan jasa pembiayaan saja, sedangkan jasa non pembiayaan sama sekali tidak diberikan. e. Recourse factoring Pelayanan terhadap anjak piutang dalam semua aspek kecuali proteksi terhadap resiko kredit macet. f. Agency factoring Pelayanan anjak piutang atas dasar notifikasi supplier. Anjak piutang tidak bertanggung jawab atas pengurusan atas penagihan piutang. g. Undisclosed factoring Berekaitan dengan perjanjian penjualan piutang dimana anjak piutang memberikan proteksi kredit macet dengan prosentase (80%). Selain itu, pihak klienlah yang mengurus dan menagih penambahan piutangnya. Distribusi Resiko Pada mekanisme penjualan tanpa adanya perusahaan anjak piutang, resiko tidak terbayarnya piutang milik klien sepenuhnya ditanggung oleh klien sendiri. Dengan adanya perusahaan anjak piutang, resiko tersebut tidak harus selalu secra penuh ditanggung oleh klien. Atas dasar distribusi resiko tidak terbayarnya piutang oleh nasabah, anjak piutang dapat dibedakan menjadi: a. With recourse factoring Pada tahap awal factor memberikan uang muka proporsi tertentu kepada klien atas piutang atau factor yang diserahkan. Pada saat piutang jatuh tempo, apabila nasabah sama sekali tidak melunasi piutangnya, maka klien berkewajiban mengembalikan sejumlah uang muka yang telah diterima dari factor. Dengan demikian resiko tidak terbayarnya piutang seluruhnya ditanggung oleh klien, dan factor sama sekali tidak menanggung resiko tidak terbayarnya piutang tersebut. Mekanisme ini akan dijelaskan dengan contoh sebagai berikut: PT. Maju jaya adalah sebuah perusahaan yang memproduksi berbagai jenis kursi. Perusahaan ini bekarja sama dengan perusahaan jasa anjak piutang dengan nama PT. Multi Finance. Pada tanggal 1 januari 2005 PT. Maju jaya mengadakan penjualan secara kredit kepada pelanggannya yang bernama Bpk, Soleh senilai Rp. 100 juta, dengan tanggal jatuh tempo 1 maret 2005. PT. Maju jaya menyerahkan piutang tersebut kepada PT.Multi Finance dan meerima uang muka dan pembiayaan sebesar 80% dari nilai faktur yaitu Rp. 80.000.000 Kemungkinan 1 Pada tanggal 1 maret 2005 bapak soleh membayar lunas utangnya Rp. 100 juta ditambah bunga. Pelunasan tersebut menjadi hak factor Rp. 80.000.000 dan sebagian lagi menjadi hak klien Rp. 20.000.000. Kemungkinan II Pada tanggal 1 maret 2005 bapak soleh menghilang dan sama sekali tidak membayar. Hal ini berdampak pada PT. Maju jaya berkewajiban mengembalikan pembiayaan sebesar Rp. 80.000.000 kepada factor. Dengan demikian kerugian yang ditanggung oleh PT. Maju jaya adalah sebesar piutang Rp. 100.000.000 karena piutang sama sekali tidak terbayar. Dipihak lain PT. Multi Finance tidak menanggung rugi atau resiko yang ditanggung oleh factor adalah sebesr 0% dari nilai piutang. Dalam hal ini , resiko yang ditanggung oleh klien adalah sebesar 100% dari nilai piutang. b. Without resourse factoring Pada tahap awal factor memberikan uang muka proporsi tertentu kepada klien atas piutang atau factor yang diserahkan. Pada saat piutang jatuh tempo, apabila nasabah sama sekali tidak melunasi piutangnya, maka klien tidak berkewajiban mengembalikan sejumlah uang muka yang telah diterima dari factor. Dengan demkian resiko tidak terbayarnya piutang tidak seluruhnya ditanggung oleh klien. Klien hanya menanggung resiko sebesar piutang yang tidak dibiayai atau tidak diberi uang muka oleh factor, sedangkan factor sendiri menanggung resiko sebesar uang muka atau pembiayaan yang telah diberikan kepada kliennya. Mekanisme ini akan dijelaskan dengan contoh sebagai berikut: PT. Gaya Sakti adalah sebuah perusahaan yang memproduksi berbagai jenis alat pertukangan.perusahaan ini bekerjasama dengan sebuah perusahaan anjak piutang dengan nama PT. Jaya Finance. Pada tanggal 1 januari 2005 PT. Gaya Sakti mengadakan penjualan secara kredit kepada pelanggannya yang ber nama sim davids senilai Rp. 10 juta dan tanggal jatuh tempo 1 maret 2005. PT.Gaya Sakti menyerahkan piutangnya tersebut kepada PT.Jaya Finance dan menerima uang muka atau pembiayaan sebesar 70% dari niali faktur, yaitu Rp. 7000.000. Kemungkinan 1 Pada tanggal 1 maret 2005 sim davids membayar lunas utangnya sebesar Rp 1 juta ditambah bunga. Pelunasan tersebut mejadi hak factor Rp. 7000.000 dan sebagian lagi menjadi hak klien Rp. 3000.000. Kemungkinann II Apabila tanggal 1 maret sim davids meninggal dunia dan tidak memiliki harta warisan apapun, maka PT. Gaya Sakti tidak berkewajiban mengembalikan pembiayaan sebesar Rp.7000.000 kepada factor. Dengan demikian kerugian yang ditanggung oleh PT. Gaya Sakti adalah hanya sebesar piutangnya yang tidak dibiayai oleh factor. Piutang yang tidak dibiayai oleh factor telah membiayai Rp 7000.000 dan kemudian tidak memperoleh pelunasan piutang dari nasabah, maka kerugian yang di tanggung oleh factor adalah Rp. 7000.000. secara proporsional factor menanggung resiko tidak terbayarnya piutang sebesar 70% dan pihak klien menggung sebesar 30%. Penilaian Resiko Bisnis anjak piutang pada dasarnya merupakan kegiatan usaha yang mengandung resiko. Ada beberapa resiko yang mengandung bisnis pembiayaan yaitu resiko klien dan resiko yang berhubungan dengan unsure non-resourse yaitu resiko atas kredit customer atau disebut debtor risk. 1.Resiko Klien Penilaian perusahaan anjak piutang dalam mengantisipasi resiko dari klien terdiri dari 2 tahap. Yang pertama, perusahaan anjak piutang perlu memiliki keyakian mengenai kemampuan keuangan calon klien. Kedua, kualitas piutang yang akan dibeli. 1.1.Kemampuan keuangan Penilaian atas kemapuan keuangan disini dapat dinilai baik pada masa lalu, kondisi sekarang maupun dimasa yang akan dating. Kegiatan orerasi dan kinerja keuangan terakhir calon klien akan memberikan latar belakang informasi yang berguna. Banyak calon klien yang melakukan bisnisnya yang belum begitu lama, olek karena itu perusahaan anjak piutang harus mempelajari bagaimana dan kenapa bisnis tersebut dilakukan, serta bagaimana produk dan organisasi dikembangkan. Selanjutnya, perusahaan anjak piutang peril juga melakukan analisis terhadap laporan keuangan klien yang telah diaudit. Penilaian posisi terakhir keuangan klien akan memberikan suatu dasar untuk menilai kemampuan keuangannya dimasa yang akan dating. Penilaian kondisi keungan klien dan propeknya dilakukan dengan menilai berbagai aspek yaitu antara lain: a. Keadaan keuangan Keadaan keuangan klien yang dapat dilihat dari laporan keuangan terutama yang telah diaudit untuk periode terakhir. Cakupan dan kualitas pembukuan masingmasing klien biasanya sangat bervariasi oleh karena itu perusahaan anjak piutang perlu meminta penjelasan dari klien mengenai data-data keuangan yang meragukan dalam rangka pengambilan keputusan. b. Kredit klien Penilaian terhadap kredito-kreditor pihak klien perlu pula dilakukan untuk mengetahui apakah mereka dibayar sesuai dengan jangka waktu yang mereka sepakati. Penelitian tersebut akan memberikan informasi mengenai keadaan dan kegiatan usaha klien antara lain: 1) apakah klien hanya bergantung pada 1 pemasok bahan mentah atas suatu komponen. Kalau perlu perusahaan anjak piutang dapat memeriksa langsung pemasok yang bersangkutan. 2) Apakah klien sering menunggak pembayaran utangnya pada pemasok. 3) Laporan bank misalnya 10 bulan terakhir untuk mengetahui saldo gironya dan pinjaman-pinjamannya. Selanjutnya dalam menilai apakah klien memiliki kemampuan keuangan, perusahaan anjak piutang harus pula mempertimbangkan prospek kliennya. Dengan meneliti keadaan keuangan dan pihak-pihak yang terlibat dengan klien lainnya, maka pada dasarnya dapat dilakukan perkiraan mengenai prospek klien yang bersangkutan. Memperkirakan prospek dapat pula melihat anggaran penjualan serta arus kas klien. Untuk lebih menyakinkan perlu dipertanyakan mengenai asumsi dasar yang digunakan dalam menyasun arus kas tersebut antara lain mengenai perkiraan penjualan, turn over dalam waktu 12 bulan, disamping jumlah order yang telah diterima dan yang akan diterima dengan memeriksa statement of intent dari langganannya. 1.2.Kualitas Piutang Apabila perusahaan anjak piutang bermaksud menawarkan fasilitas pembayaran uang muka kepada calon klien, maka piutang akan merupakan jaminan bagi perusahaan anjak piutang. Oleh karena itu, pihak perusahaan anjak piutang harus benar-benar memiliki keyakinan atas kualitas piuitang yang akan dibeli sebab dalam hal klien tiba-tiba tidak meneruskan usahanya kemungkinan perusahaan anjak piutang hanya bias mengklaim dan memperoleh jumlah yang telah dibayar dimuka atas piutang yang telah di factoringkan. Dalam melakukan penilaian terhadap kualitas suatu piutang, maka penilaian utama dapat dilakukan dengan menggunakan informasi mengenai riwayat perusahaan disamping sumber informasi tambahan mengenai perkiraan jalannya operasi perusahaan di masa depan. Informasi tersebut meliputi: a. Perpencaran Piutang Perusahaan anjak piutang perlu mengetahui calon klien memiliki perpencaran piutang atau pelanggan (customer) yang banyak. Apabila misalnya satu langganan mempunyai utang 35% dari keseluruhan piutang yang dimiliki calon klien pada suatu periode, maka jelas perusahaan anjak piutang dengan pembayaran dimuka sebesar 80% tidak akan mampu ditagih lunas, sekiranya klien mengalami kebangkrutan atau kegagalan usaha. Hal ini dapat terjadi karena kemungkinan pihak costomer akan mencari alas an untuk menghindari kewajiban-kewajiban tersebut. Sama halnya, apabila klien hanya bergantung pada satu orang customer saja, perusahaan anjak piutang harus mempertimbangkan resiko terhadap kemampuan keungan klien apabila customer berhenti membeli atau mengurangi pembeliannya pada calon klien dalam jumlah besar. b. Jumlah Kredit Notes Dalam kegiatan penjualan suatu produk oleh klien, klaim terhadap jumlah faktur sering terjadi dengan berbagai alasan termasuk jenis produk yang akan dikirim berbeda dengan pesanan, akibat rusak akibat pengiriman, salah memberikan harga, jumlah barang kurang atau tidak sesuai denagn faktur. Perusahaan factoring harus memperhatihan jumlah kredit notes yang dikeluarkan ini selama 6-12 bulan terakhir yaitu meliputi jumlah dan nilainya dari total penjualan, khususnya, perlu diperhatikan apakah ada kecenderungan naik atau ada alasan yang sangat dominan seperti misalnya kesalahan pengiriman atau alasan dominan lainnya. c Pelunasan piutang oleh Customer. Rata-rata jumlah penjualan kredit kepada nasabah atau customer akan merupakan suatu indikasi penting bagi perusahaan anjak piutang. Pembayaran dalam waktu cepat dibandingkan dengan rata-rata industri akan memberikan indikasi bahwa supplier lebih disukai di mata nasabahnya. Hal tersebut mungkin disebabkan kualitas produk supplier memang lebih unggul, sebab prestasi kerjanya termasuk system pengiriman barangnya baik after sales service-nya lebih baik daripada perusahaan yang lain. Atau dapat pula disebabkan jenis produk tersebut merupakan komponen penting dalam proses pabrikasi pelanggan. Namun apapun alasannya, kualitas piutang yang dibeli perusahaan anjak piutang akan dianggap lebih baik bila klien dibayar lebih cepat meskipun ia menawarkan discount yang tinggi untuk pembayaran lebih awal. d Piutang yang dikecualikan. Perusahaan anjak piutang dalam membeli dan membiayai suatu piutang harus benar-benar yakin bahwa ia tidak membeli piutang yang mungkin tak dapat ditagih atau piutang yang sebenarnya bukan hak klien. Oleh karena itu piutang-piutang berikut biasanya dikecualikan untuk dijadikan sebagai objek anjak piutang: 1. penjualan kepada perusahaan afiliasi atau associated companies. 2. piutang yang timbul dari kontrak jangka panjang dimana ada ketentuan bahwa faktur baru akan dikeluarkan pada suatu tingkat penyelesaian atau proses pekerjaan. Apabila kontrak tidak diselesaikan, maka pelanggan akan menahan atau menunda pembayaran atas faktur yang telah dikeluarkan sehingga akan menyebabkan perusahaan anjak piutang tidak dapat menerima kembali pembiayaan yang telah dikeluarkan apabila klien mengalami kebangkrutan dalam periode tersebut. 3. penjualan produk dimana didalamnya ada kewajiban atau perjanjian after sales service di pihak klien. Kontrak penjualan dan kontrak service tersebut mungkin terpisah akan tetapi apabila ada penjualan ulang, maka selalu ada kemungkinan terjadi perselesihan dan meskipun pelanggan tidak berpihak menahan pembayaran atas produk tersebut (dan perusahaan anjak piutang dan klien telah bersepakat untuk mengecualikan kontrak after sales service) resiko perusahaan najak piutang dan biaya-biaya akan tetap tinggi. 4. penjualan musiman akan merupakan pertimbangan bagi perusahaan anjak piutang. Pertama, pembayaran di muka akan relatif lebih tinggi selama mencapai puncak musim dibandingkan dengan bisnis normal yang memiliki penyebaran penjualan yang merata sepanjang tahun. Kedua, akan lebih sulit bagi perusahaan anjak piutang memonitor kinerja klien apabila pola penjualannya terdapat waktu jeda. 5. perusahaan najak piutang perlu meneliti system akuntansi penjualan untuk mengetahu pada tahap mana faktur diterbitkan dan sumber-sumber awal dokumen lainnya. Penelitian ini akan sangat riskan bagi perusahaan anjak piutang apabila faktur diterbitkan dikirim kepada customer sebelum barangtersebut diserahkan atau menerima nasabah. Bagi perusahaan anjak piutang akan lebih terjamin apabila penerbitan faktur dilakukan setelah pesanan barang telah diterima customer secara lengkap atau pemberian pelayanan telah selesai dilakukan. 2.Resiko Customer Penilaian resiko debitor atau customer risk oleh perusahaan factoring cukup penting baik untuk kontrak dengan fasilitas recourse factoring maupun untuk nonrecourse factoring dengan memberikan pembayaran di muka karena pada akhirnya pihak customer-lah yang akan membayar kembali pendaan yang lebih dahulu diberikan oleh perusahaan factoring. Fasilitas non-recourse atau sering juga disebut without recourse memiliki suatu pertimbangan tersendiri yaitu antara lain dalam hal menentukan seberapa besar biaya yang harus dikenakan sebagai imbalan dari resiko kredit pelanggan yang mungkin diterma perusahaan factoring. Penilaian resiko pelanggan individu dalam operasi anjak piutang dengan fasilitas non-recourse merupakan suatu prosedur yang secara terus-menerus harus dilakukan. Factor resiko yang mungkin harus dihadapi oleh perusahaan factoring telah dimasukan sebagai factor salah satu komponen dalam penentuan biaya factoring yang telah disepakati. Masalahnya adalah apakah pihak perusahaan factoring hanya akan menerima suatu resiko secara keseluruhan, sebagian atau tidak sama sekali. Penting bagi perusahaan factoring melakukan penilaian secara akurat mengenai pembebanan biaya atas resiko customer ini sejak awal dan meninjau secara teratur. Untuk memperkecil risiko klien dan risiko customer dalam kegiatannya sehariharinya, biasanya factor akan melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. memilih customer yang dimiliki klien untuk mendapatkan customer dengan reputasi dan bonafiditasnya terbaik. 2. membatasi pemberian fasilitas anjak piutang baik itu di tingkat klien maupun di tingkat customer. Sebagai contoh, klien PT XYZ telah mendapatkan fasilitas anjak piutang sebesar Rp 2 Milyar dengan maximum advance payment 80%, dengan catatan bahwa: a Customer PT A akan dibiayai maksimal Rp 500.000.000 b Customer PT B akan dibiayai maksimal Rp 200.000.000 c Customer PT C akan dibiayai maksimal Rp 300.000.000 d Customer PT D akan dibiayai maksimal Rp 200.000.000 e Customer PT E akan dibiayai maksimal Rp 100.000.000 f Customer PT F akan dibiayai maksimal Rp 400.000.000 g Customer PT G akan dibiayai maksimal Rp 300.000.000 Dengan ini cara ini, secara tidak langsung factor sudah melakukan pengamanan dengan melakukan tindakan spreading risk sehingga risiko yang mungkin timbul tidak terpusat kepada satu customer (one obligor) saja. Selain risiko klien dan risiko customer yang sudah pasti dihadapi factor, masih terdapat beberapa risiko lainnya yang akan dihadapi factor dalam menjalankan anjak piutang, yaitu: 1. Risiko Perekonomian Apabila perekonomian berada pada kondisi yang kurang menguntungkan maka kegiatan di segala bidang usaha akan terganggu yang pada akhirnya dapat mempengaruhi usaha factor untuk menyalurkan pembiayaan maupun mendapatkan kredit. 2. Risiko Pembiayaan Risiko pembiayaan adalah ketidakmampuan customer dan atau klien untuk membayar kembali pembiayaan yang telah diberikan, dan apabila jumlahnya cukup material dapat mempengaruhi kinerja factor. 3. Risiko Likuiditas Masalah likuiditas akan dihadapi oleh factor apabila factor tidak mampu memenuhi kewajibannya selaku debitur kepada kreditur factor, yang pada akhirnya mempengaruhi tingkat kepercayaan klien kepada factor. 4. Risiko Persaingan Semakin banyak perusahaan pembiayaan yang memperluas jaringan pemasaran dapat menimbulkan persaingan memperebutkan pangsa pasar. 5. Risiko Operasional antar-factor yang lebih ketat untuk Risiko operasional dapat saja timbul karena tidak efektifnya system dan prosedur yang diterapkan oleh factor serta lemahnya kontrol yang diterapkan. Hal ini pada akhirnya dapat menurunkan mutu pelayanan kepada klien. 6. Risiko Perubahan Nilai Mata Uang Tidak tetapnya nilai tukar mata uang asing terhadap rupiah dapat menempatkan factor dalam posisi yang cukup sulit. Apresiasi nilai tukar mata uang asing terhadap rupiah dapat menimbulkan kesulitan dalam kewajiban pembayaran. 7. Risiko Kebijakan Moneter Kebijakan moneter yang mengatur industri keuangan yang ditentukan oleh Pemerintah dapat berubah atau diperbarui sewaktu-waktu. Apabila factor tidak dapat mengantisipasi perubahan tersebut, maka hal ini dapat mempengaruhi kemampuan factor untuk memperoleh pendapatan atau laba usaha 8. Risiko Teknologi Risiko teknologi akan muncul seiring dengan semakin ketatnya persaingan antarperusahaan pembiayaan terutama dalam memberikan pelayanan kepada klien, di mana aspek teknologi biasanya mempunyai peranan yang sangat menonjol. Apabila factor tidak dapat mengikuto perkembangan teknologi, maka hal ini dapat menurunkan mutu layanan kepada klien. Memperhatikan aspek-aspek risiko yang telah kami sebutkan di atas, anjak piutang secara teori tampaknya asngat potensial untuk berkembang. Namun anjak piutang masih perlu dikaji lagi dalam beberapa aspek social lainnya. Sengketa serius mungkin timbul, yang alternatif penyelesaiannya kemungkinan besar masih memerlukan campur tangan pihak peradilan, sebab tidak adanya kemungkinan penerapan parate eksekusi dengan hak-hak sebagai factor. Cara penyelesaian ini sangat kompleks, butuh waktu dan biaya, dan dalam kenyataannya eksekusi putusan pengadilan masih sering mengandung ketidakpastian, seperti tampak dalam upaya dunia perbankan dalam menangani kredit macet. Belum terpeliharanya system public record di negara kita juga merupakan persoalan tersendiri. Public record sebenarnya sangat berguna sebagai sumber informasi yang sangat akurat perihal pihak-pihak yang mempunyai reputasi baik dan dapat dipercaya. Dengan demikian, public record yang baik juga dapat mencegah tindakan curang yang mungkin dilakukan karena kalangan pedagang biasanya mementingkan nama baik. Akhirnya, dengan memperhatikan keterbatasan keamanan dari segi hokum, anjak piutang akan lebih banyak bergantung pada asas kepercayaan daripada jaminan yuridis yang kuat dan pasti. Oleh karena itu, bila kepercayaan ini disalahgunakan oleh pembeli, pihak factor akan benar-benar berada dalam posisi sulit. Apalagi public record di Indonesia belum terpelihara dengan baik yang tentunya akan sangat menyulitkan pihak factor dalam menganalisis jadi atau tidaknya membeli suatu piutang. C. SYARAT UNTUK MEMPEROLEH IZIN USAHA PERUSAHAAN ANJAK PIUTANG Saat ini peluang usaha investor untuk menanamkan modalnya dalam rangka mendirikan perusahaan anjak piutang dan atau perusahaan pembiayaan baru untuk sementara waktu tidak dapat dilakukan. Hal ini disebabkan Pemerintah, untuk sementara waktu, tidak mengeluarkan izin usaha baru bagi perusahaan pembiayaan dan atau perusahaan anjak piutang dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Keuangan No.185/KMK.06/2002 Tanggal 24 April 2002 tentang penghentian Pemberian izin pendirian usaha baru perusahaan pembiayaan sedang ditangguhkan oleh Pemerintah, berikut ini akan kami kemukakan tata cara/syarat-syarat untuk mendapatkan izin usaha perusahaan pembiayaan dan atau perusahaan anjak piutang yang mungkin berguna dilain waktu. Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa, perusahaan pembiayaan berdasarkan ketentuan dalam Pasal 7 Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 448/KMK.017/2000, dapat menjalankan usahanya berdasarkan prinsip Syari’ah atau yang bersifat konvensional (interest oriented). Sedangkan badan hokum perusahaan anjak piutang dan atau perusahaan pembiayaan yang didirikan dapat berbentuk badan hokum Perseroan Terbatas ataupun Koperasi serta dapat dimiliki oleh: 1. warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia; 2. badan usaha asing dan warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia (usaha patungan dengan maksimal kepemilikan asing sebesar 85% . Selanjutnya berdasarkan ketentuan dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 172/KMK.06/2002, permohonan untuk mendapat izin Usaha Perusahaan Anjak Piutang dan atau Perusahaan Pembiayaan harus diajukan kepada Menteri Keuangan dan wajib dilampiri dengan: A. Akta pendirian badan hukum termasuk anggaran dasar yang telah disahkan oleh instansi berwenang, yang sekurang-kurangnya memuat: 1. nama dan tempat kedudukan; 2. kegiatan usaha sebagai Perusahaan Pembiayaan; 3. permodalan; 4. kepemilikan; 5. wewenang, tanggung jawab, masa jabatan direksi dan dewan komisaris atau pengurus dan pengawas. B. Data direksi dan dewan komisaris atau pengurus dan pengawas meliputi: 1. fotokopi tanda pengenal yang berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor; 2. daftar riwayat hidup; 3. surat pernyataan: a tidak tercatat sebagai debitur kredit macet di sector perbankan; b tidak pernah melakukan tindakan tercela di bidang perbankan; c tidak pernah dihukum karena tindak pidana kejahatan; d tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang mengakibatkan suatu perseroan/perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap; 4. bukti pengalaman operasional di bidang Perusahaan Pembiayaan atau perbankan sekurang-kurangnya selama 2 tahun bagi salah satu direksi atau pengurus; 5. fotokopi Kartu Izin Menetap Sementara (KIMS) dan fotokopi surat izin bekerja dari instansi berwenang bagi warga negara asing: a untuk direksi atau pengurus; dan b untuk anggota dewan komisaris atau pengawas yang bermaksud menetap di Indonesia. C. Data pemegang saham atau anggota, dalam hal: 1. perorangan, wajib dilampiri dengan dokumen: a fotokopi tanda pengenal yang berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor; b daftar riwayat hidup; c surat pernyataan; 1. tidak tercatat sebagai debitur kredit macet di sector perbankan; 2. tidak pernah melakukan tindakan tercela di bidang perbankan; 3. tidak pernah dihukum karena tindak pidana kejahatan; 4. tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang mengakibatkan suatu perseroan atau perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap; 5. surat pernyataan bahwa setoran modal tidak berasal dari pinjaman dan kegiatan pencucian uang (money laudering). 2. badan hukum wajib dilampiri dengan: a akta pendirian badan hukum, termasuk anggaran dasar berikut perubahan-perubahan yang telah mendapat pengesahan dari instansi berwenang termasuk bagi badan usaha asing sesuai dengan ketentuan negara asal; b laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik dan laporan keuangan terakhir; c pemegang saham dan direksi atau pengurus wajib melampiri surat pernyataan: 1. tidak tercatat sebagai debitur kredit macet di sector perbankan; 2. tidak pernah melakukan tindakan tercela di bidang perbankan; 3. tidak pernah dihukum karena tindakan pidana kejahatan; 4. tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang mengakibatkan suatu perseroan atau perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap; 5. fotokopi Kartu Tanda Penduduk pemegang saham perorangan; D. system dan prosedur kerja, struktur organisasi, dan personalia. E. Bukti pelunasan modal disetor minimum dalam bentuk deposito berjangka pada salah satu bank umum di Indonesia dan dilegalisasi oleh bank penerima setoran yang masih berlaku selama dalam proses pengajuan izin usaha dengan ketentuan sebagai berikut: 1. untuk perusahaan swasta nasional atau perusahaan patungan sekurangkurangnya sebesar Rp 10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah); 2. untuk koperasi sekurang-kurangnya sebesar Rp 5.000.000.000 (lima milyar rupiah) F. Rencana kerja untuk dua tahun pertama yang sekurang-kurangnya memuat: 1. rencana pembiayaan dan langkah-langkah yang dilakukan untuk mewujudkan rencana dimaksud; 2. proyeksi arus kas, neraca, dan perhitungan laba/rugi bulanan dimulai sejak Perusahaan Pembiayaan melakukan kegiatan operasional. G. Bukti kesiapan operasional antara lain berupa: 1. daftar aktiva tetap dan inventaris; 2. bukti kepemilikan, penguasaan atau perjanjian sewa-menyewa gedung kantor; 3. contoh perjanjian pembiayaan yang akan digunakan; 4. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP); H. Perjanjian usaha patungan antara pihak asing dan pihak Indonesia bagi perusahaan patungan. Selain hal-hal yang kami sebutkan di atas, pengurusan izin usaha kepada Menteri Keuangan tidak dikenakan biaya apa pun serta apabila dalam kurun waktu tertentu perusahaan pembiayaan yang telah mendapatkan izin usaha tidak menjalankan usahanya, maka izin usaha yang telah diberikan dapat dicabut kembali. D. AKUNTANSI ANJAK PIUTANG DARI SISI FACTOR Perlakuan akuntansi transaksi anjak piutang telah diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Tahun 1997 PSAK No. 43 tentang Akuntansi Anjak Piutang. Adapun perlakuan akuntansi yang diterapkan untuk factor dapat kami kemukakan sebagai berikut. 1. Anjak Piutang Non-Financing dari Sisi Factor Perlakuan akuntansi dalam anjak piutang non-financing tidak terlepas dari seberapa banyak kerja yang dikerjakan oleh factor terhadap klien. Semakin banyak beban kerja yang dilakukan, semakin besar factoring fee yang akan didapat oleh factor. Pendapatan factoring fee yang diterima sehubungan dengan transaksi anjak piutang non-financing diakui dan dicatat sebagai pendapatan periode berjalan. 2. Anjak Piutang Financing dari Sisi Factor Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam akuntansi anjak piutang jenis ini adalah: a Penanaman bersih anjak piutang financing dinyatakan sebesar nilai bersihnya. Jumlah penanaman bersih tersebut terdiri dari jumlah tagihan/piutang yang akan diterima oleh factor dikurangi dengan piutang/tagihan yang tidak dibiayai oleh factor (retensi) ditambah pendapatan anjak piutang yang belum diakui. b Selisih antara jumlah tagihan/piutang yang diterima factor setelah dikurangi dengan retensi ditambah nilai pembayaran kepada klien diperlakukan sebagai pendapatan anjak piutang yang masih belum diakui. c Pendapatan anjak piutang yang belum diakui dan dialokasikan secara konsisten sebagai pendapatan tahun berjalan berdasarkan suatu tingakt pengembalian berkala. d Perhitungan rugi laba disajikan sedemikian rupa sehingga seluruh pendapatan dilaporkan dalam kelompok yang terpisah dari kelompok biaya. Pendapatan Anjak piutang harus dilaporkan sebagai komponen utama dalam kelompok pendapatan. Sedangkan pelaporan dan pengungkapan transaksi anjak piutang financing dari sisi factor dapat dikemukakan sebagai berikut: Tagihan Anjak Piutang Rp xxx Pendapatan Anjak Piutang yang masih Ditangguhkan (Rp xxx) Retensi (Rp xxx) Penyisihan Piutang Ragu-ragu (Rp xxx) Penanaman Netto Anjak Piutang (+) Rp xxx System akuntansi anjak piutang bagi factor yang kami kemukakan di atas, baik untuk anjak piutang secara recourse maupun tanpa recourse tidak mempengaruhi penyajiannya di neraca. Yang membedakan adalah substansi pembelian utang dan penanggungan terhadap kolektibilitas piutang. E. PERPAJAKAN ANJAK PIUTANG DARI SISI FACTOR Pemerintah saat ini telah mengatur perlakuan perpajakan dari transaksi anjak piutang walau belum secara khusus. Adapun perlakuan perpajakan transaksi anjak piutang yang berlaku di Indonesia, baik ditinjau dari Pajak Penghasilan maupun Pajak Pertambahan Nilai, adalah sebagai berikut: 1. Pajak Penghasilan dari Sisi Factor Berdasarkan Surat Direktur Jenderal Pajak No.S-78/PJ-311/1996 tanggal 19 April 1996 perihal Pembebasan PPh Pasal 23 atas Penghasilan yang diperoleh Perusahaan Anjak Piutang, ditegaskan bahwa penghasilan dari perusahaan anjak piutang yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan, baik yang berupa diskon, service charge, dan provisi, tidak dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 oleh perusahaan yang membayarkan. 2. Pajak Pertambahan Nilai dari Sisi Factor Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No.202/KMK.04/1996 tanggal 18 April 1996 tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak, disebutkan bahwa Penyerahan Jasa Anjak Piutang terutang Pajak Pertambahan Nilai adalah sebesar 10% x 5% x jumlah seluruh imbalan yang diterima berupa service charge, provisi, dan diskon. Adapun sifat dari pajak pertambahan nilai yang diperlakukan pada transaksi anjak piutang adalah pajak pertambahan nilai yang tidak dapat dikreditkan sebagai pajak masukan. Sehingga jumlah pajak terutang wajib langsung disetorkan ke kas negara. BAB 8 : CONTOH PERLAKUAN AKUNTANSI TRANSAKSI ANJAK PIUTANG Dalam bab ini akan kita bahas penerapan sistem akuntansi, khususnya untuk transaksi anjak piutang financing baik dari sisi factor maupun dari sisi client.Misalnya PT ABC Sukses Mandiri telah menandatangani perjanjian anjak piutang dalam rangka mendapatkan fasilitas anjak piutang financing dari PT Multi Finance Company dengan syarat dan kondisi pembiayaan sebagai berikut : 1)Factor :PT Multi Finance Company 2)Client :PT ABC Sukses Mandiri 3)Piutang yang Dapat Dialihkan :Rp 1.000.000.000 4)Piutang yang Dapat Dibiayai :90% 5)Retensi :10% 6)Customer : a)PT Adi Wiragraha maks pembiayaan Rp 450 juta b)PT Duta Sukses maks pembiayaan Rp 200 juta c)PT Sarana Lintas maks pembiayaan Rp 150 juta d)PT Bumi Katulistiwa maks pembiayaan Rp 200 juta 7) Bunga : 25% p.a 8) Biaya Administrasi : Rp 150.000/ penarikan 9) Jenis Pembayaran : Anjak Piutang With Recourse 10) PPN : 0,5% ditanggung oleh client 11) Metode Pembyaran : Bunga Dibayar di Muka secara True Discount Untuk tahap pertama, client pada tanggal 24 September 1999 bermaksud akan mencairkan fasilitas anjak piutang yang diterimanya dengan kondisi sebagai berikut: Nilai Tagihan : Rp 400.000 Customer : PT Adi Wiragraha Jatuh tempo Tagihan : 07 Desember 1999 Retensi dikembalikan : 1 hari setelah jatuh tempo tagihan. Berdasarkan data – data tersebut di atas, maka akan didapatkan perhitungan – perhitungan anjak piutang sebagai berikut: 1) Tagihan yang dialihkan : Rp 400.000.000 2) Tagihan yang tidak dibiayai : Rp 40.000.000 3) Tagihan yang dibiayai : Rp 360.000.000 4) Jangka Waktu : 74 hari 5) Biaya Administrasi : Rp 150.000 Selanjutnya factor akan membuat perhitungan bunga yang akan dibebankan kepada client sebagai berikut: 1. Bunga yang akan dikenakan oleh factor kepada client Bunga : Tagihan yang dibiayai _ Tagihan yang Dibiayai X 365 365 + (R% X N) Bunga : Rp 360.000.000 _ Rp 360.000.000 X 365 365 + (74 X X 25%) Bunga : Rp 360.000.000 – Rp 342.633.638 Bunga Rp 17.366.362 2. Besarnya pengakuan pendapatan untuk factor dan/atau biaya bunga untuk client didapat dengan cara sebagai berikut: a) September 1999 : 06/74 X Rp 17.366.362 = Rp 1.408.083 b) Oktober 1999 : 31/74 X Rp 17.366.362 = Rp 7.275.097 c) November 1999 : 30/74 X Rp 17.366.362 = Rp 7.040.417 d) Desember 1999 : 07/74 X Rp 17.366.362 = Rp 1.642.765 3. Jumlah yang akan diterima oleh client atas pencairan pertama fasilitas anjak piutang adalah sebagai berikut: a) Tagihan yang dialihkan : Rp 400.000.000 b) Tagihan yang tidak dibiayai : (Rp 40.000.000) c) Tagihan yang dibiayai : Rp 360.000.000 d) Bunga : (Rp 17.366.362) e) Biaya Administrasi : (Rp 150.000) f) PPN : (Rp 87.582) g) Jumlah yang diterima client : Rp 342.396.056 PPN yang dikenakan didapat dari 0,5% dikalikan dengan (Bunga + Biaya Administrasi) sehingga didapat sebesar Rp 87.582. Berdasarkan data – data tersebut di atas, maka jurnal transaksi yang akan dilakukan oleh masing – masing perusahaan adalah sebagai berikut: 1. Jurnal yang dilakukan oleh factor Db. Tagihan Anjak Piutang : Rp 400.000.000 Cr. Cash/Bank : Rp 342.396.056 Cr. Pendapatan Anjak Piutang ditangguhkan : Rp 17.366.362 Cr. Pendapatan Biaya Administrasi : Rp 150.000 Cr. Utang PPN : Rp 87.582 Cr. Retensi : Rp 40.000.000 2. Jurnal yang dilakukan oleh client Db. Cash/Bank : Rp 342.396.056 Db. Bunga yang belum diamortasi : Rp 17.453.194 Db. Biaya Administrasi : Rp 150.750 Db. Retensi : Rp 40.000.000 Cr. Kewajiban Anjak Piutang : Rp 400.000.000 Berdasarkan data transaksi pada tanggal 24 September 1999, maka tampilan neraca masing – masing perusahaan adalah sebgai berikut: PT MULTI FINANCE COMPANY NERACA 24 September 1999 Aktiva Tagihan anjak piutang Rp 400.000.000 Retensi (Rp 40.000.000) Pendapatan anjak piutang ditangguhkan (Rp 17.366.362) Pembiayaan Anjak Piutang Bersih Rp 342.633.638 Pasiva Utang PPN Rp 87.582 Catatan : Sedangkan Biaya Administrasi yang didapat dari client sebesar Rp 150.000 dibukukan langsung sebagai pendapatan biaya administrasi. PT ABC Sukses Mandiri NERACA 24 September 1999 Aktiva Cash/bank : Rp 342.396.056 Pasiva Kewajiban anjak piutang : Rp 400.000.000 Bunga yang belum diamortisasi : (Rp 17.366.362) Retensi : (Rp 40.000.000) Kewajiban Anjak Piutang Bersih Rp 342.633.638 Catatan : Untuk membayar biaya administrasi sebesar Rp 150.000 dan PPN dapat langsungdibebankan sebagai biaya dalam laporan rugi laba perusahaan. 3. jurnal Pembayaran Utang Pajak Penambahan Nilai Oleh Factor Db. Utang PPn Rp. 87.582 Cr. Cash/Bank Rp. 87.582 Adanya pembayaran utang Pajak Penambahan Nilai yang dilakukan oleh factor, maka posisi neraca factor akan jadi sebagai berikut : PT MULTI FINANCE COMPANY NERACA Setelah Pembayaran Utang PPN Aktiva Tagihan anjak piutang : Rp. 400.000.000 Retensi : (Rp. 40.000.000) Pendapatan anjak piutang ditangguhkan : (Rp. 17.366.362) Pembayaran anjak piutang bersih : Rp. 342.633.638 4. Memorial Jurnal Pengakuan Pendapatan dan Biaya tanggal 30 September 1999 Memorial Jurnal yang akan dibuat oleh factor : Db. Pendapatan anjak piutang yang ditangguhkan Rp 1.408.083 Cr. Pendapatan bunga anjak piutang Rp 1.408.083 Memorial Jurnal yang akan dibuat oleh client Db. Biaya bunga anjak piutang Rp 1.408.083 Cr. Bunga anjak piutang ditangguhkan Rp 1.408.083 Berdasarkan transaksi ini, maka posisi neraca masing-masing perusahaan menjadi sebagai berikut : PT MULTI FINANCE COMPANY NERACA 30 SEPEMBER 1999 Aktiva Tagihan anjak piutang Rp 400.000.000 Retensi (Rp 40.000.000) Pendapatan anjak piutang ditangguhkan (Rp 15.598.279) Pembiayaan anjak piutang bersih Rp 344.041.721 Catatan : Penurunan pendapatan anjak piutang ditanggung sebesar Rp 1.408.083 adalah karena pengakuan pendapatan yang langsung dimasukan sebagai pendapatan bunga anjak piutang bulan berjalan. PT ABC Sukses Mandiri NERACA 30 September 1999 Aktiva Cash/bank Rp 342.396.056 Pasiva Kewajiban anjak piutang Rp 400.000.000 Bunga yang belum diamortisasi (Rp 15.958.279) Retensi (Rp 40.000.000) Kewajiban anjak piutang bersih Rp 344.041.721 Catatan: Penurunan biaya bunga anjak piutang ditanggung sebesar Rp 1.408.083 adalah akibat dari pembebanan biaya bunga anjak piutang pada bulan berjalan. Hal yang sama akan dilakukan oleh masing-masing perusahaan untuk akhir bulan Oktober 1999 dan akhir bulan November 1999. 5. Memorial Jurnal Pengakuan Pendapatan dan Biaya tanggal 31 Oktober 1999 Memorial jurnal yang akan dibuat oleh factor. Db. Pendapatan anjak piutang ditangguhkan Rp 7.275.097 Cr. Pendapatan bunga anjak piutang Rp 7.275.097 Memorial yang akan dibuat oleh client Db. Biaya bunga anjak piutang Rp 7.275.097 Cr. Bunga anjak piutang ditanggung Rp 7.275.097 Berdasarkan transaksi ini, maka posisi neraca masing-masing perusahaan sebagai berikut : PT MULTI FINANCE COMPANY NERACA 31 Oktober 1999 Aktiva Tagihan anjak piutang Rp 400.000.000 Retensi (Rp 40.000.000) Pendapatan anjak piutang ditangguhkan (Rp 8.683.182) Pembiayaan anjak piutang bersih Rp 351.316.818 PT BCA Sukses Mandiri NERACA 31 Oktober 1999 Aktiva Cash/bank Pasiva Rp 342.396.056 Kewajiban anjak piutang Rp 400.000.000 Bunga yang belum diamotisasi (Rp 8.683.182) Retensi (Rp 40.000.000) Kewajiban anjak piutang bersih Rp 351.316.818 5. Memorial Jurnal Pengakuan Pendapatan dan Biaya tanggal 30 November 1999 a. Memorial jurnal yang akan dibuat oleh factor. Db. Pendapatan anjak piutang ditangguhkan Rp 7.040.417 Cr. Pendapatan bunga anjak piutang Rp 7.040.417 b. Memorial yang akan dibuat oleh client Db. Biaya bunga anjak piutang Rp 7.040.417 Cr. Bunga anjak piutang ditangguhkan Rp 7.040.417 Berdasarkan transaksi ini maka posisi neraca masing-masing perusahaan menjadi sebagai berikut : PT MULTI FANANCE COMPANY NERACA 30 November 1999 Aktiva Tagihan anjak piutang Rp 400.000.000 Retensi (Rp 40.000.000) Pendapatan anjak piutang ditangguhkan (Rp 1.642.765) Biaya anjak piutang bersih Rp 358.357.235 PT ABC Sukses Mandiri NERACA 30 November 1999 Aktiva Cash/bank Rp 342.396.056 Pasiva Kewajiban anjak piutang Rp 400.000.000 Bunga yang belum diamotisasi (Rp 1.642.765) Retensi (Rp 40.000.000) Kewajiban anjak piutang bersih Rp 358.572.235 6. jurnal pada tanggal 7 Desember 1999 a. Jurnal yang dilakukan oleh factor. Db. Bank/cash Rp 400.000.000 Db. Pendapatan bunga anjak piutang ditangguhkan Rp 1.642.763 Cr. Tagihan anjak piutang Rp 400.000.000 Cr. Pendapatan bunga anjak piutang Rp 1.642.763 b. Memorial yang akan dibuat oleh client. Db. Biaya bunga anjak piutang ditangguhkan Rp 1.642.763 Cr. Biaya bunga anjak piutang Rp 1.642.763 Berdasarkan transaksi yang terjadi pada tanggal 7 Desember 1999, maka posisi neraca factor dan client adalah sebagai di bawah ini : PT MULTI FANANCE COMPANY NERACA 7 Desember 1999 Aktiva Cash/bank Rp 400.000.000 Tagihan anjak piutang Rp Retensi (Rp 40.000.000) Pendapatan anjak piutang ditangguhkan (Rp Biaya anjak piutang bersih (Rp 40.000.000) PT ABC Sukses Mandiri NERACA 7 Desember 1999 Aktiva Cash/bank Pasiva Rp 342.396.056 0 0) Kewajiban anjak piutang Rp 400.000.000 Bunga yang belum diamotisasi (Rp Retensi (Rp 40.000.000) Kewajiban anjak piutang bersih Rp 360.000.000 0) 7. jurnal pada tanggal 8Desember 1999 (saat pengembalian retensi) Jurnal yang dilakukan oleh factor Db. Retensi Rp 40.000.000 Cr. Cash/bank Rp 40.000.000 Jurnal yang dilakukan oleh client Db. Cash/bank Rp 40.000.000 Db. Kewajiban anjak piutang Rp 400.000.000 Cr. Retensi Rp 40.000.000 Cr. Piutang dagang/piutang wesel Rp 400.000.000 Berdasarkan transaksi yang terjadi pada tanggal 8 Desember 1999, mak posisi Neraca factor dan Client adalah seperti dibawah ini : PT MULTI FANANCE COMPANY NERACA 8 Desember 1999 Aktiva Cash/bank Rp 360.000.000 Tagihan anjak piutang Rp 0 Retensi (Rp0 0) Pendapatan anjak piutang ditangguhkan (Rp 0) Pembiayaan anjak piutang bersih (Rp 0) PT ABC Sukses Mandiri NERACA 8 Desember 1999 Aktiva Cash/bank Rp 342.396.056 Cash/bank Rp 40.000.000 Pasiva Kewajiban anjak piutang Rp 0 Bunga yang belum diamotisasi (Rp 0) Retensi (Rp 0) Kewajiban anjak piutang bersih Rp 0 Berdasarkan transaksi anjak piutang diatas diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. client mendapatkan kembali tagihan yang dialihkan melalui transaksi anjak piutang sebesar Rp 382.396.056 dari total tagihan Rp 400.000.000 sehingga pada periode anjak piutang tersebut client mengeluarkan biaya-biaya anjak piutang sebesar Rp 17.603.944. 2. factor selama membiayai transaksi anjak piutang di atas mendapat penghasilan sebesar Rp 17.603.944 di kurangi PPN sebesar Rp 87.582 sehingga didapatkan angka sebesar Rp 17.516.362. 3. client wajib melakukan analisis cost and benefit ratio, terutama membandingkan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 17.603.944 dengan manfaat yang didapatkan dari advance payment sebesar Rp 342.396.056, sebagai contoh diskon yang didapatkan dari pembelian bahan baku dari dana yang didapat dari advance payment. 4. apakah nilai diskon yang didapat lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan maka pembiayaan yang didapat dari anjak piutang yang didapat menguntungkan client. Denikian ilustrasi anjak piutang yang bersifat financing, di mana contoh diatas tidak bersifat buku tetapi dapat disesuaikan dengan kondisi masing-masing perusahaan karena kebijakan perusahaan anjak piutang bisa saja berbeda-beda. BAB 9 : CONTOH PERJANJIAN DAN FORM ANJAK PIUTANG 1.PERJANJIAN ANJAK PIUTANG (NON-RECOURSE FACTORING AGREEMENT) No. Pada hari ini, , tanggal bulan tahun dua ribu ( ), telah diadakan perjanjian oleh dan antara: I. Selanjutnya disebut factor (dalam arti termasuk pengganti-penggantinya yang berhak dan ditunjuk) di satu pihak; II. Sejanjunya disebut client (dalam arti termasuk pengganti-penggantinya yang berhak dan ditunjuk) di lain pihak; Kedua belah pihak dengan ini setuju dan sepakat mengadakan perjanjian anjak piutang, selanjutnya disebut perjanjian, dengan syarat-syarat dan ketentuanketentuan sebagai berikut: Pasal 1 Definisi Dalam perjanjian ini yang dimaksud dengan: 1. FACTOR adalahbadan usaha yang melakukan kegiataan pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang/tagihan jangka pendek dari client. 2. CLIENT adalah badan usaha yang memiliki piutang/tagihan yang sah terhadap CUSTOMER, yang akan menjual/mengalihkan piutangnya kepada factor. 3. CUSTOMER adalah orang/badan usaha yang mengadakan transaksi jual beli dengan client, transaksi mana menimbulkan piutang bagi client. 4. piutang adalah semua dan setiap tagihan yang dimiliki client yang timbul sebagai akibat dari transaksi jual beli yang sah antara client dengan customer. Pasal 2 Penawaran 1. CLIENT menjamin penuh terhadap factor untuk dan akan menjual seluruh piutang CLIENT kepada FACTOR, baik piutang-piutang yang ada pada saat ini maupun piutang-piutang yang akan terjadi kemudian, dengan tidak mengurangi hak FACTOR untuk menerima /menolak piutang yang akan dialihkan. 2. piutang-piutang tersebut harus berupa tagihan yang timbul dari transaksi jual beli yang sah dan tidak bertentangan dengan undang-undang. 3. CLIENT mengajukan penawaran tersebut dalam daftar penawaran yang dibuat dalam rangkap 2. Pasal 3 Penerimaan Penawaran FACTOR berhak untuk menerima atau menolak piutang-piutang sebagaimana dalam pasal 2 perjanjian ini semata-mata berdasarkan pertimbangan FACTOR sendiri, persetujuan atau penolakan tersebut akan diberitahukan secara tertulis kepada client dalam waktu 7 hari sejak penawaran diterima, pemberitahuan mana merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjanjian ini. Pasal 4 Pengalihan Piutang Pengalihan piutang yang ditawarkan oleh client kepada factor dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. CLIENT menyerahkan seluruh haknya sebagai pemilik piutang yang sah kepada FACTOR, termasuk hak untuk menagih, hak atas bunga/denda/keuntungan lainnya serta hak-hak lainnya yang dimiliki oleh client dengan customer, satu dan lainnya dengan tanpa ada yang dikecualikan. 2. pengalihan piutang sama sekali tidak mempengaruhi atau membebaskan client dari kewajibannya kepada customer sebagai mana termuat dalam transaksi jual beli antara client dan customer, dari dan pleh karena itu factor dibebaskan dan tidak berwajibkan untuk melengkapi atau melaksanakan ketentuan /syarat yang termuat dari transaksi jual beli tersebut. Pasal 5 Harga Piutang CLIENT 1. client dengan ini setuju untuk menjual kepada factor dan factordengan ini setuju untuk membeli dari client, piutang dimaksud dengan jumlah penawaran secara akumulatif yang diterima FACTOR Rp (terbilang); tanpa mengurang hak factor untuk menurunkan jumlah tersebut setiap waktu tanpa persetujuan dari client terlebih dahulu. 2. harga jual untuk setiap piutang dalam setiap daftar penawaran yang telah disetujui bersama adalah nilai faktur yang harur dibayar customer dikurangi dengan: potongan maksimum, jika ada, yang diberi oleh client untuk pembayaran segera atau hal lainnya; dan setiap kredit yang diberi oleh client. 3. saat pembayaran oleh factor kepada client merupakan saat dimulainya perhitungan Discounted Rate yang harus ditanggung oleh client dan periode pengembalian yang harus dibayar oleh client kepada factor. Pasal 6 Kewajiban CLIENT 1. client menjamin kepada factor bahwa piutang yang dialihkan tersebut benarbenar milik client, timbul dari transaksi jual beli yang sah, bebas dari segala sengketa, belum pernah, tidak sedang, dan tidak akan diikat sebagai jaminan kepad apihak lain dalam bentuk apa pun juga. 2. client wajib menagih customer dan bertanggung jawab penuh membayar kepada factor pada tanggal yang telah ditentukan oleh client dan factor. 3. ketelambatan pembayaran kembali (termasuk Discounted Rate) oleh client kepada factor akan dikenakan denda keterlambatan sebesar 5% per bulan. 4. apabila ternyata kemudian hari terjadi hal-hal yang bertentangan dengan yang tercantum dalam pasal 6 ayat 1perjanjian ini, maka secara serta merta client berkewajiban menanggung kerugian yang diderita oleh factor. Pasal 7 Penagihan/Pelunasan Pembayaran 1. factor adalah satu-satunya pemegang hak penuh untuk menerima dan atau menagih dengan jalan apa pun setiap piutang yang dibeli oleh factor dari client. 2. dalam hal customer karena sebab apa pun juga tdak dapat melunasi suatu utangnya kepda client tetapi harus membayar kembali (termasuk Discounted Rate) kepada factor. Pasal 8 Pemberian Jaminan Untuk menjamin lebih lanjut pembayaran kembali dengan tertib dan secara sebagaimana mestinya semua kewajiban yang harus dibayar oleh client kepada factor berdasarkan perjanjian ini, maka client dengan ini memberikan jaminan kepada factor, yaitu: Pasal 9 Masa Berlaku 1. perjanjian ini berlaku untuk jangka waktu 12 bulan , terhitung sejak tanggal sehingga berakhir pada tanggal , dengan ketentuan bahwa perjanjian ini dapat diperpanjang dengan syarat-syarat yang ditentukan kemudian oleh kedua pihak. 2. dalam hal ada salah satu pihak yang bermaksud mengakhiri Perjanjian ini sebelum jangka waktu berakhir, maka pihak yang bersangkutan harus terlebih dahulu memberitahukan maksudnya tersebut secara tertulis kepada pihak lainnya dalam waktu sekurang-kurangnya 1 bulan sebelum maksud tersebut dilaksanakan dan penghentian tersebut harus mendapat persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pihak lainnya. Pasal 10 Kelalaian 1. menyimpang dari ketentuan pasal 9 perjanjian ini, factor berhak untuk menghentikan/mengakhiri perjanjian ini dengan melepaskan pasal 1266 dan 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam hal terjadi salah satu dari kejadian di bawah ini: apabila client melalaikan kewajiban sebagaimana dijelaskan dalam pasal 6 perjanjian ini; apabila pernyataan, keterangan, surat dan data atau dokumen yamg diberikan oleh client kepada factor berhubungan dengan perjanjian ini, ternyata tidak benar, tidak sah atau tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya; apabila menurut penilaian factor, client telah melakukan suatu perbuatan atau sikap yang mengakibatkan kerugian pada factor berkenanan dengan pengalihan piutang ini. Apabila seluruh atau sebagian harta client disita. Apabila client dengan suatu keputusan dari pengadilan yang berwenang dinyatakan pailit. Apabila terjadi insolvensi, sehubungan dengan customer : 1. customer dengan suatu keputusan dari pengadilan yang berwenang dinyatakan pailit, dan atau 2. keputusan yang efektif telah diambil untuk pemberhentian kegiatan atau likuidasi secara sukarela yang timbul dari ketidakmampuan untuk membayar utang-utang pada waktu jatuh tempo dan atau 3. kondisi atau keadaan yang menurut pendapat factor dapat dianggap sama dengan salah satu kondisi atau keadaan tersebut diatas. Pasal 11 Pajak dan Biaya Client wajib membayar: a. semua beban pajak, ongkos, upah, pengeluaran dan biaya-biaya yang sah lainnya, termasuk bea materai dan biaya pengacara atau konsultan hokum yang ditunjuk oleh factor, dari atau berkenaan dengan pembuatan, pelaksanaan dan pendaftaran perjanjian ini atau setiap biaya, beban-beban, jaminan-jaminan dan dokumen-dokumen lainnya yang disyaratkan factor. b. Semua biaya dan ongkos lain yang timbul sehubungan dengan penagihan dan pelaksanaan pembayaran yang harus dibayar oleh factor. Pasal 12 Lain-lain Segala sesuatu yang belum cukup diatur dalam perjanjian ini, akan diatur dan ditetapkan kemudian oleh dan atas kesepakatan kedua belah pihak secara tertulis. Segala lampiran, penambahan dan lain-lain dokumen yang dibuat berdasarkan perjanjian ini merupakan bagian dan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan perjanjian ini. Pasal 13 Domisili Apabila timbul perselisihan sebagai akibat dari perjanjian ini, kedua belah pihak setuju dan sepakat untuk menyelesaikan secara musyawarah dan mufakat. Tetapi bila tidak terjadi penyelesaian di kantor Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan tidak mengurangi hak factor untuk mengajukan tuntuan pada Pengadilan Negeri lainnya di wilayah Republik Indonesia. FACTOR CLIENT PT MULTI FINANCE COMPANY SAKSI-SAKSI 2.PENGALIHAN HAK ATAS PIUTANG (CESSIE) Perjanjian ini dibuat pada hari ini, hari tanggal bulan tahun ( ) oleh dan antara : I Selanjutnya disebut factor (dalam arti termasuk pengantinya yang berhak dan ditunjuk) disatu pihak; II Selanjutnya disebut client (dalam arti termasuk pengantinya yang berhak dan ditunjuk) dilain pihak; Kedua belah pihak menerangkan terlebih dahulu bahwa: client dan factor telah membuat perjanjian anjak piutang No. tanggal (selanjutnya disebut perjanjian anjak piutang). para pihakdengan ini menerangkan secara jelas bahwa perjanjian ini dibuat sebagai implementasi dari perjanjian anjak piutang tersebut. Client berkehendak untuk menjual dan mengalihkan kepada factor dan factor berkehendak untuk membeli dan mengambil alih dari client atas piutang tertentu berdasarkan transaksi penjualan kreditnya dengan para customer,sebagaimana didefinisikan dlam perjanjian anjak piutang, dalam rangka kegiatan usahanya. Kedua belah pihak dengan ini setuju dan sepakat mengadakan Perjanjian Pengadilan Hak Atas Piutang, dengan syarat-syarat dan ketentuan sebagai berikut: Pasal 1 Client dengan ini menjual dan mengalihkan kepada factor dan factor dengan ini membeli dan menerima pengalihan hak, kepemilikan dan kepentingan atas piutang yang tercantum dalam daftar penerimaan No. ……… tanggal …….., terlampir, yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian ini (selanjutnya secara kolectif disebut piutang. Pasal 2 Tanpa mengurangi berlakunya ketentuan pasal 1 perjanjian ini, pengalihan hak, kepemilikan dan kepentingan atas piutang tersebut tunduk pada setiap dan semua persyaratan dan ketentuan yang tercantum dalam perjanjian anjak piutang, yang dengan ini diakui oleh para pihak merupakan kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian ini. Pasal 3 Para pihak mengakui bahwa pengalihan hak, kepemilikan dan kepentingan atas piutang berdasarkan perjanjian ini telah sah dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Client dengan ini memberi kuasa dengan hak substitusi kepada factor untuk memberitahukan mengenai pengalihan ini kepada customer, sebagaimana istilah tersebut didefinisikan dalam perjanjian anjak piutang, untuk memberikan keterangan, membuat atau menyuruh membuat, menandatangani setiap dan semua surat dan dokumen dan selanjutnya tindakan-tindakan lain yang diperlukan untuk mensahkan pengalihan tersebut, dengan hak untuk memberikan substitusi kepada pihak lain. Pemberian kuasa ini tidak dapat ditarik kembali serta tidak berakhir karena hak-hak yang disebutkan dalam pasal 1813 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau karena sebab lain apa pun. FACTOR CLIENT Kepada Yth. Daftar Penawaran No. 3.DAFTAR PENAWARAN Sehubungan dengan perjanjian anjak piutang No. …… tanggal……… dan pelaksanaan pasal 2 Perjanjian tersebut, dengan ini kami mengajukan penawaran piutang kami sebagai CLIENT, dengan persyaratan/kondisi sebagai berikut: Nama dan alamat No dan Harga jual Jangka waktu customer tanggal faktur (Rp) factoring Total Bersama ini kami mengirimkan/melampirkan faktur-faktur, surat jalan, surat tanda terima customer dan dokumen lainnya. Kami mohon agar penawaran kami diterima. Jakarta, CLIENT Kepada Yth. Daftar Penerimaan No. 4.DAFTAR PENERIMAAN Sehubungan dengan Perjanjian Anjak Piutang No. ….. tanggal ……… dan pelaksaan pasal 3 Perjanjian tersebut serta Daftar Penawaran No. ….. tanggal ……. , dengan ini Kami menerima tawaran piutang saudara sebagai CLIENT, dengan persyaratan/kondisi sebagai berikut: Nama dan alamat No dan Harga jual Jangka waktu customer tanggal faktur (Rp) factoring 1. FACTOR telah memberi faktur tersebut di atas yang bernilai Rp ……….(terbilang) dari CLIENT dan CLIENT telah mengalihkan hak faktur tersebut kepada FAKTOR. CLIENT mengakui telah menerima pembayaran harta beli hak faktur tersebut sebesar Rp ………(terbilang). 2. CLIENT menyetujui memberikan/membayar kepada FACTOR. -Retensi : Rp -Discounted Rate : Rp -Biaya Administrasi : Rp -PPN : Rp 3. CLIENT bertanggung jawab atas hasil tagihan tersebut dan kemudian menyerahkan/membayar kepada FACTOR ke rekening Bank FACTOR yang akan diberitahukan kemudian, dengan jadwal pembayaran sebagai berikut: Jakarta, (tanggal, bulan, tahun) Menyetujui FACTOR CLIENT Jakarta, No. : Hal : 5.Surat Perintah Bayar Kepada Yth. PT (nama perusahaan) Jakarta Dengan hormat, Sehubungan dengan perjanjian anjak piutang (factoring) No. ……..tanggal……, Daftar penerimaan No. …..tanggal………, dengan ini kami selaku CLIENT memohon kepada PT untuk mentransfer/mengeluarkan giro: Pada tanggal : Sebesar : Rp Kepada Nama : a/C No. : bank : Demikian Surat Perintah Bayar ini kami buat, atas kerja sama yang baik, kami ucapkan terima kasih. Hormat Kami, CLIENT BAB 10 : SISTEM SYARIAH DAN ANJAK PIUTANG 1.Pendahuluan Syariah:Islam dan Sistem Ekonominya 1. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam Sistim keuangan dan perbankan Islam adalah merupakan bagian dari konsep yang lebih luas tentang ekonomi Islam, yang tujuannya, sebagaimana dianjurkan oleh para ulama, adalah memperkenalkan sistim nilai dan etika Islam ke dalam lingkungan ekonomi. Karena dasar etika ini maka keuangan dan perbankan Islam bagi kebanyakan muslim adalah bukan sekedar sistem transaksi komersial. Persepsi Islam dalam transaksi finansial itu dipandang oleh banyak kalangan muslim sebagai kewajiban agamis. Kemampuan lembaga keuangan Islam menarik investor dengan sukses bukan hanya tergantung pada tingkat kemampuan lembaga itu menghasilkan keuntungan, tetapi juga pada persepsi bahwa lembaga tersebut secara sungguhsungguh memperhatikan restriksi-restriksi agamis yang digariskan oleh Islam. Islam berbeda dengan agama-agama lainnya, karena agama lain tidak dilandasi dengan postulat iman dan ibadah. Dalam kehidupan sehari-hari, Islam dapat diterjemahkan ke dalam teori dan juga diinterpretasikan ke dalam praktek tentang bagaimana seseorang berhubungan dengan orang lain. Dalam ajaran Islam, perilaku individu dan masyarakat diarahkan ke arah bagaimana cara pemenuhan kebutuhan mereka dilaksanakan dan bagaimana menggunakan sumber daya yang ada. Hal ini menjadi subyek yang dipelajari dalam Ekonomi Islam sehingga implikasi ekonomi yang dapat ditarik dari ajaran Islam berbeda dengan ekonomi tradisional. Oleh sebab itu, dalam Ekonomi Islam, hanya pemeluk Islam yang berimanlah yang dapat mewakili satuan ekonomi Islam. Prinsip-prinsip Ekonomi Islam itu secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut: (1) Dalam Ekonomi Islam, berbagai jenis sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan Tuhan kepada manusia. Manusia harus memanfaatkannya seefisien dan seoptimal mungkin dalam produksi guna memenuhi kesejahteraan secara bersama di dunia yaitu untuk diri sendiri dan untuk orang lain. Namun yang terpenting adalah bahwa kegiatan tersebut akan dipertanggung-jawabkannya di akhirat nanti. (2) Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu, termasuk kepemilikan alat produksi dan faktor produksi. Pertama, kepemilikan individu dibatasi oleh kepentingan masyarakat, dan Kedua, Islam menolak setiap pendapatan yang diperoleh secara tidak sah, apalagi usaha yang menghancurkan masyarakat. (3) Kekuatan penggerak utama Ekonomi Islam adalah kerjasama. Seorang muslim, apakah ia sebagai pembeli, penjual, penerima upah, pembuat keuntungan dan sebagainya, harus berpegang pada tuntunan Allah SWT dalam Al Qur'an: 'Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan perdagangan yang dilakukan dengan suka sama suka diantara kamu…' (QS 4 : 29). (4) Pemilikan kekayaan pribadi harus berperan sebagai kapital produktif yang akan meningkatkan besaran produk nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Al Qur'an mengungkap kan bahwa, 'Apa yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya sebagai harta rampasan dari penduduk negeri-negeri itu, adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu…' (QS 57:7). Oleh karena itu, Sistem Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh beberapa orang saja. Konsep ini berlawanan dengan Sistem Ekonomi Kapitalis, dimana kepemilikan industri didominasi oleh monopoli dan oligopoli, tidak terkecuali industri yang merupakan kepentingan umum. (5) Islam menjamin kepemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan orang banyak. Prinsip ini didasari Sunnah Rasulullah yang menyatakan bahwa, "Masyarakat punya hak yang sama atas air, padang rumput dan api" (Al Hadits). Sunnah Rasulullah tersebut menghendaki semua industri ekstraktif yang ada hubungannya dengan produksi air, bahan tambang, bahkan bahan makanan harus dikelola oleh negara. Demikian juga berbagai macam bahan bakar untuk keperluan dalam negeri dan industri tidak boleh dikuasai oleh individu. (6) Orang muslim harus takut kepada Allah dan hari akhirat, seperti diuraikan dalam Al Qur'an sebagai berikut: 'Dan takutlah pada hari sewaktu kamu dikembalikan kepada Allah, kemudian masing-masing diberikan balasan dengan sempurna usahanya. Dan mereka tidak teraniaya…' (QS 2:281). Oleh karena itu Islam mencela keuntungan yang berlebihan, perdagangan yang tidak jujur, perlakuan yang tidak adil, dan semua bentuk diskriminasi dan penindasan. (7) Seorang muslim yang kekayaannya melebihi tingkat tertentu (Nisab) diwajibkan membayar zakat. Zakat merupakan alat distribusi sebagian kekayaan orang kaya (sebagai sanksi atas penguasaan harta tersebut), yang ditujukan untuk orang miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Menurut pendapat para alim-ulama, zakat dikenakan 2,5% (dua setengah persen) untuk semua kekayaan yang tidak produktif (Idle Assets), termasuk di dalamnya adalah uang kas, deposito, emas, perak dan permata, pendapatan bersih dari transaksi (Net Earning from Transaction), dan 10% (sepuluh persen) dari pendapatan bersih investasi. (8) Islam melarang setiap pembayaran bunga (Riba) atas berbagai bentuk pinjaman, apakah pinjaman itu berasal dari teman, perusahaan perorangan, pemerintah ataupun institusi lainnya. Al Qur'an secara bertahap namun jelas dan tegas memperingatkan kita tentang bunga. Hal ini dapat dilihat dari turunnya ayat-ayat Al Qur'an secara berturut-turut dari QS 39:39, QS 4:160-161, QS 3:130-131 dan QS 2:275-281. Islam bukanlah satu-satunya agama yang melarang pembayaran bunga. Banyak pemikir zaman dahulu yang berpendapat bahwa pembayaran bunga adalah tidak adil. Bahkan meminjamkan uang dengan bunga dilarang pada zaman Yunani kuno. Aristoteles adalah orang yang amat menentang dan melarang bunga, sedang Plato juga mengutuk dipraktekkannya bunga. 2. Prinsip Dasar Operasional Bank Islam 2.1 Prinsip Utama Islam adalah suatu Din (Way of Life) yang praktis, yang mengajarkan segala sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi manusia, dengan mengabaikan waktu, tempat atau tahap-tahap perkembangannya. Islam adalah agama fitrah, yang sesuai dengan sifat dasar manusia (human nature). Prof. Emeritus Tan Sri Datuk Ahmed bin Mohd. Ibrahim menyatakan : "Banking and financial activities have emerged to meet genuine human needs. Therefore, unless these activities belong to the category expressly forbidden by Islam, there is nothing in the nature of these activities which is contrary to the Syariah. Examples of forbidden activities include gambling and manufacturing and trading in forbidden goods such as liquor" . Aktivitas keuangan dan perbankan dapat dipandang sebagai wahana bagi masyarakat modern untuk membawa mereka kepada, paling tidak, pelaksanaan dua ajaran Qur'an yaitu: (1) Prinsip Al Ta'awun, yaitu saling membantu dan saling bekerja sama diantara anggota masyarakat untuk kebaikan, sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur'an : "Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran" (QS 5:2) (2) Prinsip menghindari Al Iktinaz, yaitu menahan uang (dana) dan membiarkannya menganggur (Idle) dan tidak berputar dalam transaksi yang bermanfaat bagi masyarakat umum, sebagaimana dinyatakan di dalam Al Qur'an : "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu…" (QS 4: 29) Perbedaan pokok antara Perbankan Islam dengan perbankan konvensional adalah adanya larangan riba (bunga) bagi perbankan Islam. Bagi Islam, riba dilarang sedang jual-beli (Al Bai') dihalalkan. Sejak dekade tahun 70-an, umat Islam di berbagai negara telah berusaha untuk mendirikan bank-bank Islam. Tujuan dari pendirian bank-bank Islam ini pada umumnya adalah untuk mempromosikan dan mengembangkan aplikasi dari prinsipprinsip syariah Islam dan tradisinya ke dalam transaksi keuangan dan perbankan dan bisnis lain yang terkait. Prinsip utama yang dianut oleh Bank Islam adalah: · Larangan riba (bunga) dalam berbagai bentuk transaksi; · Menjalankan bisnis dan aktivitas perdagangan yang berbasis pada memperoleh keuntungan yang sah menurut syariah; · Memberikan zakat. Pada dasarnya Islam memandang uang hanya sebagai alat tukar, bukan sebagai barang dagangan (komoditas). Oleh karena itu motif permintaan akan uang adalah untuk memenuhi kebutuhan transaksi (money demand for transaction), bukan untuk spekulasi. Islam juga sangat menganjurkan penggunaan uang dalam pertukaran karena Rasulullah telah menyadari kelemahan dari salah satu bentuk pertukaran di zaman dahulu yaitu barter (Bai' al Muqayyadah), dimana barang saling dipertukarkan. Menurut Afzalur Rahman: "Rasulullah saw menyadari akan kesulitan-kesulitan dan kele- mahan - kelemahan akan sistim pertukaran ini, lalu beliau ingin menggantinya dengan sistim pertukaran melalui uang. Oleh karena itu beliau menekankan kepada para sahabat untuk menggunakan uang dalam transaksi-transaksi mereka." Hal ini dapat dijumpai dalam hadits-hadits antara lain seperti diriwayatkan oleh Ata Ibn Yasar, Abu Said dan Abu Hurairah, dan Abu Said Al Khudri. "Ternyata Rasulullah saw tidak menyetujui transaksi-transaksi dengan sistim barter, untuk itu dianjurkan sebaiknya menggunakan uang. Nampaknya beliau melarang bentuk pertukaran seperti ini karena ada unsur riba di dalamnya." Dalam konsep Islam tidak dikenal money demand for speculation, karena spekulasi tidak diperbolehkan. Kebalikan dari sistem konvensional yang memberikan bunga atas harta, Islam malah menjadikan harta sebagai obyek zakat. Uang adalah milik masyarakat sehingga menimbun uang di bawah bantal (dibiarkan tidak produktif) dilarang, karena hal itu berarti mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat. Dalam pandangan Islam, uang adalah flow concept, oleh karenanya harus selalu berputar dalam perekonomian. Semakin cepat uang berputar dalam perekonomian, maka akan semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat dan semakin baik perekonomian. Bagi mereka yang tidak dapat memproduktifkan hartanya, Islam menganjurkan untuk melakukan investasi dengan prinsip Musyarakah atau Mudharabah, yaitu bisnis dengan bagi hasil. Bila ia tidak ingin mengambil resiko karena bermusyarakah atau ber-mudharabah, maka Islam sangat menganjurkan untuk melakukan Qard yaitu meminjamkannya tanpa imbalan apapun karena meminjamkan uang untuk memperoleh imbalan adalah riba. Secara mikro, Qard tidak memberikan manfaat langsung bagi orang yang meminjamkan. Namun secara makro, Qard akan memberikan manfaat tidak langsung bagi perekonomian secara keseluruhan. Hal ini disebabkan karena pemberian Qard membuat velocity of money (percepatan perputaran uang) akan bertambah cepat, yang berarti bertambahnya darah baru bagi perekonomian, sehingga pendapatan nasional (National Income) meningkat. Dengan peningkatan pendapatan nasional, maka si pemberi pinjaman akan meningkat pula pendapatannya. Demikian pula pengeluaran Shadaqah juga akan memberikan manfaat yang lebih kurang sama dengan pemberian Qard. Islam juga tidak mengenal konsep Time Value of Money, namun Islam mengenal konsep Economic Value of Time yang artinya bahwa yang bernilai adalah waktu itu sendiri. Islam memperbolehkan penetapan harga tangguh bayar lebih tinggi dari pada harga tunai. Zaid bin Ali Zainal Abidin bin Husin bin Ali bin Abi Thalib, cicit Rasulullah saw, adalah orang yang pertama kali menjelaskan diperbolehkannya penetapan harga tangguh bayar (Deferred Payment) lebih tinggi daripada harga tunai (Cash). Yang lebih menarik adalah bahwa dibolehkannya penetapan harga tangguh yang lebih tinggi itu sama sekali bukan disebabkan Time Value of Money, namun karena semata-mata ditahannya hak si penjual barang. Dapat dijelaskan di sini bahwa bila barang dijual tunai dengan untung Rp 500,00, maka si penjual dapat membeli lagi dan menjual lagi sehingga dalam satu hari itu keuntungannya adalah Rp 1000,00. Sedangkan bila dijual tangguh bayar maka hak si penjual menjadi tertahan, sehingga dia tidak dapat membeli lagi dan menjual lagi. Akibat lebih jauh dari itu, hak dari keluarga dan anak si penjual untuk makan malam pada hari itu tertahan oleh pembeli. Untuk alasan inilah, yaitu tertahannya hak penjual yang telah memenuhi kewajibannya (menyerahkan barang), maka Islam membolehkan penetapan harga tangguh lebih tinggi dari harga tunai . 2.2. Sistim Operasional Bank Islam Sistim keuangan dan perbankan modern telah berusaha memenuhi kebutuhan manusia untuk mendanai kegiatannya, bukan dengan dananya sendiri, melainkan dengan dana orang lain, baik dalam bentuk penyertaan (equity financing) maupun dalam bentuk pinjamanan (debt financing). Islam mempunyai hukum sendiri untuk memenuhi kebutuhan tersebut, yaitu melalui akad-akad bagi hasil (Profit and Loss Sharing), sebagai metoda pemenuhan kebutuhan permodalan (equity financing), dan akad-akad jual-beli (al bai') untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan (debt financing), dengan produk-produknya sebagai berikut : 2.2.1. Produk Pembiayaan (a) Equity Financing. Ada dua macam kontrak dalam kategori ini yaitu : 1) Musyarakah (Joint Venture Profit Sharing) Melalui kontrak ini, dua pihak atau lebih (termasuk bank dan lembaga keuangan bersama nasabahnya) dapat mengumpulkan modal mereka untuk membentuk sebuah perusahaan (Syirkah al Inan) sebagai sebuah Badan Hukum (legal entity). Setiap pihak memiliki bagian secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal mereka dan mempunyai hak mengawasi (Voting Right) perusahaan sesuai dengan proporsinya. Untuk pembagian keuntungan, setiap pihak menerima bagian keuntungan secara proporsional dengan kontribusi modal masing-masing atau sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan sebelumnya. Bila perusahaan mengalami kerugian, maka kerugian itu juga dibebankan secara proporsional kepada masingmasing pemberi modal. Aplikasinya dalam perbankan terlihat pada akad yang diterapkan pada usaha atau proyek dimana bank membiayai sebagian saja dari jumlah kebutuhan investasi atau modal kerjanya. Selebihnya dibiayai sendiri oleh nasabah. Akad ini juga diterapkan pada sindikasi antar bank atau lembaga keuangan. Dalam kontrak tersebut, salah satu pihak dapat mengambil alih modal pihak lain sedang pihak lain tersebut menerima kembali modal mereka secara bertahap. Inilah yang disebut dengan Musyarakah al Mutanakishah. Aplikasinya dalam perbankan adalah pada pembiayaan proyek oleh bank bersama nasabahnya atau bank dengan lembaga keuangan lainnya, dimana bagian dari bank atau lembaga keuangan diambil alih oleh pihak lainnya dengan cara mengangsur. Akad ini juga dapat dilaksanakan pada mudharabah yang modal pokoknya dicicil, sedangkan usahanya berjalan terus dengan modal yang tetap. 2) Mudharabah (Trustee Profit Sharing) Kontrak mudharabah adalah juga merupakan suatu bentuk Equity Financing, tetapi mempunyai bentuk (feature) yang berbeda dengan musyarakah. Di dalam mudharabah, hubungan kontrak bukan antar pemberi modal melainkan antara penyedia dana (Shahib al Maal) dengan entrepreneur (Mudharib). Di dalam kontrak mudharabah, seorang mudharib (dapat perorangan, rumah tangga perusahaan atau suatu unit ekonomi) memperoleh modal dari unit ekonomi lainnya untuk tujuan melakukan perdagangan atau perniagaan. Mudharib dalam kontrak ini menjadi trustee atas modal tersebut. Dalam hal obyek yang didanai ditentukan oleh penyedia dana, maka kontrak tersebut dinamakan Mudharabah al Muqayyadah. Dia menggunakan modal tersebut, dengan tujuan yang dinyatakan secara khusus, untuk menghasilkan keuntungan. Pada saat proyek sudah selesai, Mudharib akan mengembalikan modal tersebut kepada penyedia modal berikut porsi keuntungan yang telah disetujui sebelumnya. Bila terjadi kerugian maka seluruh kerugian dipikul oleh Shahib al Maal. Bank dan lembaga keuangan dalam kontrak ini dapat menjadi salah satu pihak. Mereka dapat menjadi penyedia dana (Mudharib) dalam hubungan mereka dengan para penabung, atau dapat menjadi penyedia dana (Shahib al Maal) dalam hubungan mereka dengan pihak yang mereka beri dana. (b) Debt Financing Kalimat Al Qur'an "… Allah menghalalkan jual beli (al bai) dan melarang riba…" (QS 2:275) menunjukkan bahwa praktek bunga adalah tidak sesuai dengan spirit Islam. Istilah jual-beli (Al Bai') memiliki arti yang secara umum meliputi semua tipe kontrak pertukaran, kecuali tipe kontrak yang dilarang oleh syariah. Al Bai' berarti setiap kontrak pertukaran barang dan jasa dalam jumlah tertentu atas barang (termasuk uang) dan jasa yang lain. Penyerahan jumlah atau harga barang dan jasa tersebut dapat dilakukan dengan segera (cash) atau dengan tangguh (deferred). Oleh karenanya syarat-syarat Al Bai' dalam Debt Financing menyangkut berbagai tipe dari kontrak jual beli tangguh (Deferred Contract of Exchange) yang meliputi transaksi-transaksi sebagai berikut: 1. Prinsip Jual-beli - Al Murabahah, yaitu kontrak jual beli dimana barang yang diperjual-belikan tersebut diserahkan segera, sedang harga (baik pokok dan margin keuntungan yang disepakati bersama) atas barang tersebut dibayar di kemudian hari secara sekaligus (Lump Sum Deferred Payment). Dalam prakteknya, bank bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli dengan kewajiban membayar secara tangguh dan sekaligus. - Al Bai' Bitsaman Ajil, yaitu kontrak al murabahah dimana barang yang diperjualbelikan tersebut diserahkan dengan segera sedang harga atas barang tersebut dibayar di kemudian hari secara angsuran (Installment Deferred Payment). Dalam prakteknya pada bank sama dengan murabahah, hanya saja kewajiban nasabah dilakukan secara angsuran. - Bai' as Salam, yaitu kontrak jual beli dimana harga atas barang yang diperjualbelikan dibayar dengan segera (secara sekaligus), sedangkan penyerahan atas barang tersebut dilakukan kemudian. Bai' as salam ini biasanya dipergunakan untuk produkproduk pertanian yang berjangka pendek. Dalam hal ini, bank bertindak sebagai pembeli produk dan menyerahkan uangnya lebih dulu sedangkan para nasabah menggunakannya sebagai modal untuk mengelola pertaniannya. Karena kewajiban nasabah kepada bank berupa produk pertanian, biasanya bank melakukan Paralel Salam yaitu mencari pembeli kedua sebelum saat panen tiba. - Bai' al Istishna', hampir sama dengan bai' as salam yaitu kontrak jual beli dimana harga atas barang tersebut dibayar lebih dulu tetapi dapat diangsur sesuai dengan jadwal dan syarat-syarat yang disepakati bersama, sedangkan barang yang dibeli diproduksi (manufactured) dan diserahkan kemudian. Dalam prakteknya bank bertindak sebagai penjual (mustashni' ke-1) kepada pemilik/pembeli proyek (bohir) dan mensubkannya kepada kontraktor (mustashni' ke-2). 2. Prinsip sewa-beli Sewa dan Sewa-beli (Ijarah dan Ijara wa Iqtina) oleh para ulama, secara bulat dianggap sebagai model pembiayaan yang dibenarkan oleh syariah Islam. Model ini secara konvensional dikenal sebagai lease dan financing lease. Al Ijarah atau sewa, adalah kontrak yang melibatkan suatu barang (sebagai harga) dengan jasa atau manfaat atas barang lainnya. Penyewa dapat juga diberikan options untuk membeli barang yang disewakan tersebut pada saat sewa selesai, dan kontrak ini disebut Al Ijarah wa Iqtina', dimana akad sewa yang terjadi antara bank (sebagai pemilik barang) dengan nasabah (sebagai penyewa) dengan cicilan sewanya sudah termasuk cicilan pokok harga barang. (c) Al Qard al Hasan Dalam rangka mewujudkan tanggung jawab sosialnya, bank dapat memberikan fasilitas yang disebut Al Qard al Hasan, yaitu penyediaan pinjaman dana kepada pihak-pihak yang patut mendapatkannya. Secara syariah peminjam hanya berkewajiban membayar kembali pokok pinjamannya, walaupun syariah membolehkan peminjam untuk memberikan imbalan sesuai dengan keikhlasannya tetapi bank sama sekali dilarang untuk menerima imbalan apapun. 2.2.2. Produk Penghimpunan Dana (Funding) Bank Islam menjalankan fungsi-fungsi financing tersebut adalah dalam kapasitasnya sebagai mudharib dengan menggunakan dana-dana yang diperoleh dari para nasabah sebagai Shahib al Maal, yang menyimpan dan menanamkan dananya pada bank melalui rekening-rekening sebagai berikut : (a) Rekening Koran Jasa simpanan dana dalam bentuk Rekening Koran diberikan oleh bank Islam dengan prinsip Al Wadi'ah yad Dhamanah, di mana penerima simpanan bertanggung jawab penuh atas segala kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada aset titipan tersebut. Dengan prinsip ini, bank menerima simpanan dana dari nasabah yang memerlukan jasa penitipan dengan kebebasan mutlak untuk menariknya kembali sewaktu-waktu. Jadi, Bank memperoleh ijin dari nasabah untuk menggunakannya selama dana tersebut mengendap di bank. Nasabah sewaktu-waktu dapat menarik sebagian atau seluruh saldo yang mereka miliki. Dengan demikian mereka memerlukan jaminan pembayaran kembali dari bank atas simpanan mereka. Semua keuntungan yang dihasilkan dari penggunaan dana tersebut selama mengendap di bank adalah menjadi hak bank. Bank diperbolehkan memberikan bonus kepada nasabah atas kehendaknya sendiri, tanpa diikat oleh perjanjian. Bank menyediakan cek dan jasa-jasa lain yang berkaitan dengan rekening koran tersebut. Berdasarkan prinsip wadiah ini penerima simpanan juga dapat bertindak sebagai Yad al Amanah (tangan penerima amanah), artinya ia tidak bertanggung jawab atas kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada aset titipan selama hal itu bukan akibat kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan (terjadi karena faktor di luar kemampuan penerima simpanan). Penerapannya dalam perbankan dapat kita saksikan, misalnya dalam pelayanan safe deposit box. (b) Rekening Tabungan. Bank menerima simpanan dari nasabah yang memerlukan jasa penitipan dana dengan tingkat keleluasaan tertentu untuk menariknya kembali berikut kemungkinan memperoleh keuntungan berdasarkan prinsip Wadi'ah. Bank memperoleh izin dari nasabah untuk menggunakan dana tersebut selama mengendap di bank. Nasabah dapat menarik sebagian atau seluruh saldo simpanannya sewaktu-waktu atau sesuai dengan perjanjian yang disepakati. Bank menjamin pembayaran kembali simpanan mereka. Semua keuntungan atas pemanfaatan dana tersebut adalah milik bank, namun tetapi berbeda dengan rekening koran, bank dapat memberikan imbalan keuntungan yang berasal dari sebagian keuntungan bank. Bank menyediakan buku tabungan dan jasa-jasa yang berkaitan dengan rekening tersebut. (c) Rekening Investasi Umum Bank menerima simpanan dari nasabah yang mencari kesempatan investasi dari dana mereka dalam bentuk Rekening Investasi Umum berdasarkan prinsip mudharabah mutlaqah. Simpanan diperjanjikan untuk jangka waktu tertentu. Bank dapat menerima simpanan tersebut untuk jangka waktu 1, 3, 6, 12, 24 bulan dan seterusnya. Dalam hal ini bank bertindak sebagai Mudharib dan nasabah bertindak sebagai Shahib al Maal, sedang keduanya menyepakati pembagian laba (bila ada) yang dihasilkan dari penanaman dana tersebut dengan Nisbah tertentu. Dalam hal terjadi kerugian, nasabah menanggung kerugian tersebut dan bank kehilangan keuntungan. (d) Rekening investasi khusus Bank dapat juga menerima simpanan dari pemerintah atau nasabah korporasi dalam bentuk rekening simpanan khusus. Rekening ini juga dioperasikan berdasarkan prinsip mudharabah, tetapi bentuk investasi dan nisbah pembagian keuntungannya biasanya dinegosiasikan secara kasus per kasus (mudharabah muqayyadah). 2.2.3. Produk Jasa-jasa (a) Rahn Rahn adalah akad menggadaikan barang dari satu pihak kepada pihak lain, dengan uang sebagai gantinya. Akad ini dapat digunakan sebagai tambahan pada pembiayaan yang beresiko dan memerlukan jaminan tambahan. Akad ini juga dapat menjadi produk tersendiri untuk melayani kebutuhan nasabah untuk keperluan yang bersifat jasa dan konsumtif, seperti pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Lembaga keuangan tidak menarik manfaat apapun kecuali biaya pemeliharaan atau keamanan barang yang digadaikan tersebut. (b) Wakalah Wakalah adalah akad perwakilan antara dua pihak. Dalam aplikasinya pada Perbankan Syariah, Wakalah biasanya diterapkan untuk penerbitan Letter of Credit (L/C) atau penerusan permintaan akan barang dalam negeri dari bank di luar negeri (L/C ekspor). Wakalah juga diterapkan untuk mentransfer dana nasabah kepada pihak lain. (c) Kafalah Kafalah adalah akad jaminan satu pihak kepada pihak lain. Dalam lembaga keuangan, akad ini terlihat dalam penerbitan garansi bank (Bank Guarantee), baik dalam rangka mengikuti tender (Bid bond), pelaksanaan proyek (Performance bond), ataupun jaminan atas pembayaran lebih dulu (Advance Payment bond). (d) Hawalah Hawalah adalah akad pemindahan hutang/piutang suatu pihak kepada pihak lain. Prakteknya dapat dilihat pada transaksi anjak piutang (Factoring). Namun kebanyakan ulama tidak memperbolehkan mengambil manfaat (imbalan) atas pemindahan hutang/piutang tersebut. (e) Jo'alah Jo'alah adalah suatu kontrak dimana pihak pertama menjanjikan imbalan tertentu kepada pihak kedua atas pelaksanaan suatu tugas / pelayanan yang dilakukan oleh pihak kedua untuk kepentingan pihak pertama. Prinsip ini dapat diterapkan oleh bank dalam menawarkan berbagai pelayanan dengan mengambil fee dari nasabah. (f) Sharf Sharf adalah transaksi pertukaran antara emas dengan perak atau pertukaran valuta asing, dimana mata uang asing dipertukarkan dengan mata uang domestik atau dengan mata uang asing lainnya. Bank Islam sebagai lembaga keuangan dapat menerapkan prinsip ini, dengan catatan harus memenuhi syarat-syarat yang disebutkan dalam beberapa hadits antara lain: - Harus tunai; - Serah terima harus dilaksanakan dalam majelis kontak; - Bila dipertukarkan mata uang yang sama harus dalam jumlah / kuantitas yang sama. 2.Prinsip Hawalah dalam Anjak Piutang Syariah Al-hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Dalam istilah para ulama, hawalah adalah pemindahan beban utang dari muhil (orang yang berutang) menjadi tanggungan muhal’alaih atau orang yang berkewajiban membayar utang. Secara operasional memang mirip dengan anjak piutang atau factoring dalam pembiayaan konvensional. Sebelum melihat perbedaannya dengan prinsip konvensional, marilah kita lihat prinsip al-hawalah terlebih dahulu. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa A (muhal) memberi pinjaman kepada B (muhil), sedangkan B masih mempunyai piutang kepada C (muhal’alaih). Begitu B tidak mampu membayar utangnya pada A ia lalu mengalihkan beban utang tersebut pada C. Dengan demikian C yang harus membayar utang B pada A, sedangkan utang C sebelumnya kepada B dianggap lunas. Landasan syariah dibolehkannya hawalah terdapat pada hadis dan ijma. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: “Menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah satu kezaliman. Dan jika salah seorang di antara kamu diikutkan (di-hawalah-kan) kepada orang yang mampu, terimalah hawalah itu.” Pada hadis itu Rasulullah memberitahukan kepada orang yang mengutangkan, jika orang yang berutang menghawalahkan kepada orang yang mampu/kaya, hendaklah ia menerima hawalah tersebut dan hendaklah ia menagih kepada orang yang dihawalahkan (muhal’alaih). Dengan demikian haknya dapat terpenuhi. Sebagian ulama berpendapat bahwa perintah untuk menerima hawalah dalam hadis itu menunjukkan wajib. Oleh sebab itu wajib bagi muhal untuk menerima hawalah. Adapun mayoritas ulama berpendapat bahwa perintah itu menunjukkan sunnah.Ulama sepakat membolehkan hawalah. Hawalah dibolehkan pada utang yang tidak berbentuk barang/benda karena hawalah adalah perpindahan utang. Oleh sebab itu harus pada uang atau kewajiban finansial. Kontrak hawalah dalam perbankan syariah biasanya, antara lain, diterapkan pada factoring atau anjak piutang, di mana para nasabah yang memiliki piutang pada pihak ketiga memindahkan piutang itu kepada bank. Bank lalu membayar piutang itu untuk selanjutnya bank menagih utang kepada pihak ketiga. Adapun perbedaannya dengan yang berlangsung di bank konvensional adalah: · Pada transaksi konvensional, bank membayar nasabah sebesar nilai piutang yang sudah didiscounted di muka, dan bank menagih akseptor secara penuh. Pada bank syariah, bank tetap membayar penuh pada nasabah, namun nasabah dikenai biaya administrasi. · Pada bank konvensional, setelah pembayaran didiscounted di muka, nasabah masih dikenai biaya administrasi. · Pada bank konvensional, invoice yang telah jatuh tempo dapat diperjualbelikan dengan discounted. Di bank syariah transaksi semacam itu dilarang. · Pada bank konvensional, sebelum jatuh tempo piutang tersebut dapat diperjualbelikan lagi kepada pihak lain, (bahkan bisa beberapa kali pindah tangan). Di bank syariah transaksi semacam itu juga dilarang. BAB 11 : TAMBAHAN ANJAK PIUTANG 1.Contoh Lembaga Penyedia Jasa Anjak Piutang 1.1.Anjak Piutang Syariah A.Bank Syariah Mandiri :Merupakan salah satu Bank Syariah yang menyelenggarakan jasa Hawalah Visi Bank Syariah Mandiri Menjadi Bank Syariah Terpercaya Pilihan Mitra Usaha Misi Menciptakan suasana pasar perbankan syariah agar dapat berkembang dengan mendorong terciptanya syarikat dagang yang terkoordinasi dengan baik Mencapai pertumbuhan dan keuntungan yang berkesinambungan melalui sinergi dengan mitra strategis agar menjadi bank syariah terkemuka di Indonesia yang mampu meningkatkan nilai bagi para pemegang saham dan memberikan kemaslahatan bagi masyarakat luas Mempekerjakan pegawai yang profesional dan sepenuhnya mengerti operasional perbankan syariah Menunjukkan komitmen terhadap standar kinerja operasional perbankan dengan pemanfaatan teknologi mutakhir, serta memegang teguh prinsip keadilan, keterbukaan dan kehati-hatian Mengutamakan mobilisasi pendanaan dari golongan masyarakat menengah dan ritel, memperbesar portofolio pembiayaan untuk skala menengah dan kecil, senta mendorong tenwujudnya manajemen zakat, infak dan shadaqah yang lebih efektif sebagai cerminan kepedulian sosial Meningkatkan permodalan sendiri dengan mengundang perbankan lain, segenap lapisan masyarakat dan investor asing. Prinsip Bank Syariah Mandiri sebagai bank yang beroperasi atas dasar prinsip syariah Islam menetapkan budaya perusahaan yang mengacu kepada sikap akhlaqul karimah (budi pekerti mulia), yang terangkum dalam lima pilar yang disingkat SIFAT, yaitu : Siddiq (Integritas) Menjaga Martabat dengan Integritas. Awali dengan niat dan hati tulus, berpikir jernih, bicara benar, sikap terpuji dan perilaku teladan. Istiqomah (Konsistensi) Konsisten adalah Kunci Menuju Sukses. Pegang teguh komitmen, sikap optimis, pantang menyerah, kesabaran dan percaya diri. Fathanah (Profesionalisme) Profesional adalah Gaya Kerja Kami. Semangat belajar berkelanjutan, cerdas, inovatif, terampil dan adil. Amanah (Tanggung-jawab) Terpercaya karena Penuh Tanggung Jawab. Menjadi terpercaya, cepat tanggap, obyektif, akurat dan disiplin Tabligh (Kepemimpinan) Kepemimpinan Berlandaskan Kasih-Sayang. Selalu transparan, membimbing, visioner, komunikatif dan memberdayakan. DATA BANK SYARIAH MANDIRI : PT. Bank Syariah Mandiri : Gedung Bank Syariah Mandiri Jl. MH. Thamrin No. 5 Jakarta 10340 - Indonesia Telepon : (62-21) 2300509, 39839000 (Hunting) Faksimili : (62-21) 39832989 Situs Web : www.syariahmandiri.co.id Tanggal Berdiri : 25 Oktober 1999 Tanggal Beroperasi : 1 Nopember 1999 Jenis Usaha : Perbankan Modal Dasar : Rp. 1.000.000.000.000,Modal Disetor : Rp 358.372.565.000,Jumlah Kantor : sebanyak 169 kantor layanan, yang tersebar di 23 provinsi di seluruh Indonesia Jumlah ATM : 51 ATM Syariah Mandiri, 2631 ATMandiri, 6642 ATM BERSAMA dan 4500 BankCard Jumlah Karyawan : sebanyak 2139 karyawan Nama Alamat KEPEMILIKAN SAHAM PT. Bank Mandiri (Persero) 71.674.412 saham (99,999999%) PT. Mandiri Sekuritas 1 saham (0,000001%) Perhitungan Laba / Rugi BANK SAYRIAH MANDIRI Periode : 1 Januari 2006 s/d 31 Januari 2006 (dalam ribuan rupiah) Bulan Berjalan Kumulatif a. Murabahah 36,763,791 36,763,791 b. Istishna 437,771 437,771 c. Lainnya - - a. Musyarakah 12,161,084 12,161,084 b. Mudharabah 6,329,483 6,329,483 c. Lainnya - - 1.3 Pendapatan dari sewa (net) 478,234 478,234 1.4 Pendapatan operasi utama lainnya 7,911,634 7,911,634 TOTAL PENDAPATAN OPERASI UTAMA 64,081,997 64,081,997 2.1 Bagi hasil Tabungan 7,939,238 7,939,238 2.2 Bagi hasil Deposito 31,518,705 31,518,705 2.3 Bagi hasil Penempatan Dana - - 2.4 Bagi hasil Surat Berharga 1,781,914 1,781,914 TOTAL HAK PIHAK KETIGA ATAS BAGI HASIL INVESTASI TIDAK TERIKAT 41,239,857 41,239,857 PENDAPATAN OPERASI UTAMA BAGIAN BANK SEBAGAI MUDHARIB 22,842,140 22,842,140 3.1 Pendapatan fee rahn 9,228 9,228 3.2 Pendapatan fee jasa-jasa 502,120 502,120 3.3 Pendapatan fee investasi terikat 816,570 816,570 No. Pos-pos 1 Pendapatan Operasi Utama 1.1 Pendapatan dari jual-beli 1.2 Pendapatan dari bagi hasil 2 3 Hak Pihak Ketiga Atas Bagi Hasil Investasi Tidak Terikat Pendapatan Operasi Lainnya 3.4 Pendapatan fee lainnya 1,294,787 1,294,787 3.5 Pendapatan administrasi 4,234,908 4,234,908 3.6 Pendapatan transaksi valuta asing 277,209 277,209 TOTAL PENDAPATAN OPERASI LAINNYA 7,134,822 7,134,822 4.1 Beban bonus wadiah 1,150,280 1,150,280 4.2 Beban penyisihan kerugian aktiva produktif - - 4.3 Beban penyusutan aktiva tetap 2,613,151 2,613,151 4.4 Beban transaksi valuta asing 1 1 4.5 Beban premi dalam rangka penjaminan 1,084,509 1,084,509 4.6 Beban sewa 3,320,860 3,320,860 4.7 Beban promosi 1,079,745 1,079,745 4.8 Beban tenaga kerja 12,381,973 12,381,973 4.9 Beban administrasi dan umum 5,621,016 5,621,016 TOTAL BEBAN OPERASI LAINNYA 27,251,535 27,251,535 PENDAPATAN OPERASI - BERSIH 2,725,427 2,725,427 5 Pendapatan non-operasi (587,186) (587,186) 6 Beban non-operasi 94,512 94,512 LABA SEBELUM ZAKAT DAN PAJAK 2,043,729 2,043,729 Zakat - - LABA SEBELUM PAJAK PENGHASILAN 2,043,729 2,043,729 4 7 8 Beban Operasional Lainnya Taksiran pajak penghasilan 624,052 LABA BERSIH 1,419,677 BANK SYARIAH MANDIRI Laporan Neraca Bulanan Tahun 2006 (Unaudited) Periode 31 JANUARI 2006 (dalam ribuan rupiah) No. Pos-pos Jumlah Aktiva 1 Kas 2 Penempatan pada Bank Indonesia 3 Giro pada bank lain 4 Penempatan pada bank lain 116,120,000 5 Investasi dalam surat-surat berharga 402,395,873 6 Piutang a. Piutang Murabahah 111,510,496 1,795,403,289 66,178,432 3,864,469,133 b. Piutang Istishna 55,926,370 c. Piutang Lainnya - 7 Pembiayaan Mudharabah 497,272,748 8 Pembiayaan Musyarakah 1,042,387,447 9 Pinjaman Qardh 79,325,571 10 Penyaluran Dana Investasi Terikat 11 Penyisihan Kerugian Penghapusbukuan Aktiva Produktif (125,315,366) 12 Persediaan - 13 Tagihan dan Akseptasi - 14 Ijarah 56,059,810 15 Aktiva Istishna Dalam Penyelesaian - 16 Penyertaan Pada Entitas Lain - 17 Aktiva Tetap dan Akumulasi Penyusutan - a. Aktiva Tetap 221,520,408 b. Akumulasi penyusutan -/- (97,419,827) 18 Piutang Pendapatan Bagi hasil - 19 Piutang Pendapatan Ijarah - 20 Aktiva lainnya TOTAL AKTIVA 192,267,833 8,278,102,217 KEWAJIBAN, INVESTASI TIDAK TERIKAT DAN EKUITAS KEWAJIBAN 1 Kewajiban Segera 2 Bagi Hasil Yang Belum Dibagikan 3 Simpanan 4 Simpanan dari Bank Lain 5 Hutang 6 Kewajiban Lain-Lain 80,355,098 7 Kewajiban Akseptasi - 8 Kewajiban Dana Investasi Terikat - 9 Hutang Pajak 10 Estimasi kerugian Komitment dan Kontjensi 11 Pinjaman yang Diterima 12 Pinjaman Subordinasi 13 115,095,524 30,838,517 1,298,866,602 5,629,271 - 44,551,017 6,030,329 - 32,000,000 INVESTASI TIDAK TERIKAT - a. Investasi tidak terikat dari bukan bank - 1. Tabungan Mudharabah 1,962,121,858 2. Deposito Mudharabah 3,743,629,463 b. Investasi tidak terikat dari bank 1. Tabungan Mudharabah - 25,678,771 2. Deposito Mudharabah 55,562,000 3. Surat Berharga Pasar Uang 25,000,000 c. Surat Berharga yang diterbitkan 14 EKUITAS a. Modal Disetor b. Tambahan Modal Disetor c. Saldo Laba TOTAL KEWAJIBAN, INVESTASI TIDAK TERIKAT DAN EKUITAS 200,000,000 - 358,372,565 - 294,371,202 8,278,102,217 1.2.Anjak Piutang Konvensional A.PT Sinar Mas Multifinance PROFIL PERUSAHAAN PT Sinar Mas Multifinance (Simas Finance) adalah perusahaan yang bergerak dalam jasa usaha pembiayaan sewa guna usaha, anjak piutang dan pembiayaan konsumen. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1985 dengan nama PT Sinar Supra Leasing Company, lalu berganti nama menjadi PT Sinar Supra Finance Co., dan akhirnya memilih nama baru yang digunakan sampai sekarang. Pada tahun 1995 seluruh saham perusahaan dibeli oleh PT Sinar Mas Multiartha Tbk, sebuah perusahaan investasi dibawah kelompok usaha Sinar Mas. Pada Februari 1995, PT Sinar Mas Multiartha Tbk membeli seluruh saham PT Sinar Supra Finance dan mengganti nama perusahaan yang dibelinya menjadi PT Sinar Mas Multifinance pada awal 1996. Pada Juni 1996, sesuai pedoman Departemen Keuangan Republik Indonesia, dipindahkan seluruh aktiva pembiayaan dari PT Sinar Mas Multiartha TBK kepada Simas Finance. Sesuai dengan laporan keuangan Akuntan Publik Hanadi Sujendro, pemindahan ini meliputi nilai aktiva sebesar Rp.521 milyar. Alamat sinarmas Multifinance Jakarta Ruko Mega Grosir Cempaka Mas Blok E 5-6 Jl. Let Jend. Suprapto Jakarta Utara 10660 IKHTISAR KEUANGAN PT SINARMAS (dalam ribuan rupiah) Neraca Kas dan setara dengan kas Tagihaan anjak piutang – neto Piutang pembiayaan konsumen - neto Piutang sewa guna usaha neto Jumlah aktiva Jumlah hutang bank Jumlah kewajiban Jumlah ekuitas jumlah kewajiban dan ekuitas Laba Rugi Unaudited Jun-2005 8.256.354 4.224.096 1.175.491 15.515.006 3.686.117 3.141.097 88.659.076 - 96,46 2004 2003 2002 % 2.543.283 - 53,78 101.363.989 127.051.886 81.103.343 61.105.605 26,62 22.188.053 1.016.282 18.382.243 1.707.605 967,76 249.026.538 234.502.981 198.027.888 178.422.537 17.000.000 17.000.000 30.474.000 32.184.000 24.922.144 23.382.820 76.043.732 168.792.268 224.104.394 211.120.161 121.984.156 9.630.269 10,99 - 5,31 - 54,95 1.166,67 249.026.538 234.502.981 198.027.888 178.422.537 10,99 Unaudited 2004 2003 2002 % Jumlah pendapatan Pos luarbiasa Jumlah beban Laba (rugi) setelah pajak penghasilan Laba (rugi) bersih per saham Jun-2005 29.362.222 62.973.132 41.274.934 38.874.077 6,21 0 7.512.592 3.271.719 43.423.805 - 92,47 16.377.989 34.654.998 17.225.608 48.768.556 - 64,65 12.984.234 36.636.005 21.853.887 2.136.791 922,74 116 94 Unaudited Jun-2005 2004 2003 2002 Pendapatan dari aktiva 11,79% 26,85% 20,84% 21,79 % Pendapatan dari modal 13,10% 29,83% 33,84% 403,67 % 0,11 0,11 0,62 17,52 Rasio Keuangan Hutang dengan rasio ekuitas B.Niaga Multifinance 0 11 754,55 2.Artikel mengenai Tren Industri Pembiayaan di Indonesia KARTU PLASTIK Kartu plastik dapat digunakan untuk berbagai macam transaksi keuangan. Lingkup geografis penggunaan kartu ada yang domestic dan ada juga yang internasional. Kartu dengan lingkup internasional berarti kartu tersebut tidak hanya dapat digunakan dalam batas wilayah satu Negara saja melainkan Kartu plastik sebenarnya bukan merupakan salah satu bentuk lembaga keuangan dalam pengertian sebagai suatu badan usaha. Perusahaan yang menerbitkan kartu plastic inilah yang dimaksudkan oleh makalah ini sebagai salah satu lembaga keuangan bukan bank. Meskipun perusahaan kartu plastic termasuk dalam lembaga keuangan bukan bank, penyelengaraan atau pemilik dari perusahaan kartu plastic ini bisa saja suatu lembaga keuangan berupa bank. Pengertian kartu plastic sendiri masih sangat luas. Kartu plastic ini dapat berupa kartu kredit, kartu debit, kartu penarikan uang tunai melalui anjungan tunai mandiri (authometed tellr mahine – ATM dan charge card). Perusahaan yang menerbitkan berbagai bentuk – berbentuk plastic ini dapat digolongkan sebagai salah satu bentuk lembaga keuangan bukan bank, karena kartu plastic tersebut pada dasarnya dapat digunakan sebagai alat kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana dari dan kepada masyarakat. PENGERTIAN Kartu plastik merupakan alat berbentuk kartu yang diterbitkan oleh suatu lembaga keuangan yang dapat digunakan untuk berbagai macam transaksi keuangan. Perkembangan pengunaan kartu plastik dalam berbagai bentuknya menunjukkan bahwa alat ini tidak hanya digunakan sebagai alat pembayaran tetapi juga untuk tujuan lain seperti penarikan uang tunai. Berdasarkan pertimbangan dapat dibawa bepergian dengan praktis, dapat digunakan sewaktu – waktu. Dan kemudahan pengunaan yang lain kartu plastik ini semakin luas digunakan untuk berbagai macam transaksi keuangan. Ide penggunaan kartu kredit diawali tahun 1950 – an secara kebetulan. Peristiwanya terjadi di kota New York, Amerika Serikat pada sebuah restoran. Seorang pengusaha bernama Frank McNamara mengadakan perjamuan makan bagi rekan usahanya di restoran tersebut. Pada saat akan membayar, ia kebingungan dan malu karena ternyata lupa membawa uang tunai sama sekali. Satu – satu tindakan yang dapat dilakukannya hanyalah meninggalkan kartu identitas dengan maksud akan membayar kepada restoran tersebut setelah ia pulang untuk mengambil uang tunai dalam jumlah yang cukup. Kartu identitas tersebut berlaku sebagai semacam jaminan bahwa si pengusaha akan melunasi kewajibannya. Kejadian yang sangat berkesan ini bagi Frank McNamara tersebut mengilhaminya untuk terus memikirkan suatu sistem pembayaran tanpa penggunaan uang tunai secara langsung. Sistem pembayaran yang baru tersebut menggunakan kartu yang dikenal dengan Diners Club.Berikut ini sejarah lengkap setiap jenis perusahaan penerbit kartu plastik : Sejarah Munculnya Bisnis Kartu PELAN tetapi pasti, demikian pertumbuhan penggunaan kartu (plastic money atau uang plastik) dalam sistem pembayaran. Tahun 1994, misalnya, pangsa transaksi global personal dengan uang tunai (kas/cek) sebesar 84 persen, sisanya menggunakan uang plastik. Tahun 1998 pangsa kas/cek turun menjadi 79,3 persen dan kartu 18,7 persen. Transaksi yang dimaksudkan adalah nilai pasar barang dan jasa yang dibeli. Transaksi dengan kartu, melibatkan jutaan jumlah kartu baik merek lokal maupun internasional. Meski ada jutaan nama kartu, yang sangat mendominasi adalah merek Visa di urutan pertama, MasterCard (MC) di urutan kedua, American Express (Amex) di urutan ketiga. Pesaing lain, meski jauh di belakang adalah JCB Card (singkatan dari Japan Card Bureau yang merajai pasaran Jepang), Diners Club, dan Eurocard (banyak beredar di Eropa). Selebihnya adalah jutaan merek kartu lainnya.AS adalah pasar utama dan pionir dalam bisnis kartu. Dari merek kartu utama itu, hanya JCB dan Eurocard yang lahir di luar AS.Kartu merek visa, praktis merajai industri kartu dengan pangsa 60 persen dari seluruh kartu yang beredar di seantero jagad. Selebihnya yang 40 persen adalah transaksi yang menggunakan kartu merek MC, Amex, Diners, JCB, Eurocard dan lainnya. Master Card Dilihat dari sejarah munculnya penggunaan kartu-ditandai dengan terbitnya kartu kredit pertama yang sebenarnya-Visa bukan pertama meski terbesar.MasterCard International (MC) memulai debutnya di penghujung tahun 1940-an, ketika sejumlah bank di AS menerbitkan semacam kertas khusus bagi nasabahnya.Kertas berupa traveler's check (cek perjalanan) itu bisa dipakai sebagai alat pembayaran di toko-toko lokal. Lalu tahun 1951 The Franklin National Bank di New York memperkenalkan kartu kredit riil yang pertama.Dekade berikutnya, sejumlah franchise berkembang dengan bank tertentu di sejumlah kota besar di AS. Sejumlah bank menerbitkan kartu, dipadu dengan kesediaan merchant menerima kartu sebagai alat pembayaran, yang ditawarkan pada mereka yang memilih penggunaan kartu sebagai alat bertransaksi.Pada tanggal 16 Agustus 1966, para merchant dengan bank-bank itu membentuk asosiasi bernama Interbank Card Association (ICA).Beda dengan organisasi pesaingnya, ICA tidak didominasi sebuah bank penerbit tetapi sekumpulan bank-bank. Anggota komite dibentuk menjalankan asosiasi itu, dengan menyusun peraturan soal otorisasi, kliring dengan settlement (menangani penyelesaian transaksi). Asosiasi juga menangani aspek pemasaran, keamanan, dan aspek legal yang melandasi jalannya organisasi.Tahun 1968, ICA memulai debut internasionalnya dengan menambah jaringan di Meksiko lewat Banco National. Kemudian, tahun 1969 dibentuk pula aliansi dengan Eurocard di Eropa. Tahun itu juga anggota dari Jepang bergabung.Asosiasi bernama ICA itu, kemudian berubah nama menjadi MasterCard International.Dekade 1970-an jaringan MasterCard semakin meluas ke Afrika, dan Australia. Dekade 1980-an ditandai pula dengan pelebaran jaringan ke Asia dan negara lain di Amerika Latin. Tahun 1988, adalah era pertama kali kartu MasterCard diterbitkan di Uni Sovyet sebelum terpecah-pecah.Kini terdapat kantor MC di lebih dari 30 negara termasuk India, Thailand, Cile, Korea Selatan, dan Taiwan. MC juga merupakan pionir dalam banyak hal yang berkaitan dengan industri pembayaran (payments industry).Tahun 1981, MC pertama kali memperkenalkan program kartu emas (gold card), 1983 pertama menggunakan laser hologram sebagai alat pencegah pemalsuan, 1987 MC memasarkan kartu pertama di Cina, tahun 1992 Maestro (kartu debit MasterCard) merampungkan transaksi debit online pertama di AS. American Express Kartu terkenal lainnya dari AS, adalah merek Amex. Kelahiran kartu itu dibidani American Express Company-berdiri tahun 1850-penyedia jasa perjalanan global (global travel), keuangan, dan jaringan jasa-jasa lainnya-berdiri tahun 1850.Sebagai penyedia jasa global travel, tahun 1963 diluncurkan pula kartu International Dollar Cards, yang kemudian menjadi kartu-kartu merek Amex. Peluncuran itu diterbitkan dan dikomunikasikan langsung dari Inggris Raya. Japan Credit Bureau Jepang, adalah negara di luar AS dan Eropa yang memiliki jati diri tersendiri soal kartu, yakni JCB Card. Kelahiran JCB, diawali dengan berdirinya Japan Credit Bureau, serta Osaka Credit Bureau (OCB) tahun 1961. Kemudian tahun 1968, JCB dan OCB bergabung jadi satu mengambil nama JCB.Tahun 1981, JCB mengembangkan operasi internasional ditandai dengan pendirian JCB International (Asia) Ltd. Kartu JCB pertama yang diterbitkan di luar Jepang adalah di Hongkong.Tahun-tahun berikutnya, JCB terus melebarkan sayap hingga ke AS dan negara lainnya. Tahun 1996, kartu JCB sudah diterima di 150 lebih negara dengan penjualan melebihi 4 trilyun yen. Tahun itu juga JCB Card di Indonesia, Filipina, dan Arab Saudi. Visa BICARA soal kartu, Visa jelas adalah rajanya. Sejarahnya diawali tahun 1958, ketika Bank of America meluncurkan kartu berwarna biru, putih, dan emas merek BankAmericard di California. Tahun 1970, sebuah asosiasi bernama National BankAmericard, Inc didirikan untuk menangani pemasaran kartu itu.Tahun 1974, Bank of America mendirikan perusahaan internasional bernama IBANCO, menangani pemasaran lisensi bisnis kartu BankAmericards Inc, di luar AS. Tahun 1976, IBANCO berubah nama menjadi Visa International dan nama National BankAmericard, Inc berubah menjadi Visa USA.Meski bukan yang pertama tetapi Visa adalah yang terutama dalam banyak hal. Tak heran Visa menyebut dirinya sebagai the "World's Best Way to Pay and Be Paid" (cara terbaik untuk membayar atau dibayari). Dia juga merupakan sistem pembayaran terbesar untuk konsumen, bisnis, dan lembaga pemerintahan.Visa-yang bermarkas di San Francisco (AS) kini memiliki 21.000 lembaga yang menjadi anggotanya, 970 juta lebih kartu dengan berbagai logo dan fungsi, diterima di 300 negara (dengan 18 juta lebih lokasi), volume tahunan 1,5 trilyun dollar AS (September 1999). Visa yang menduduki top 15 global brands untuk berbagai kategori, juga memiliki jaringan ATM di 550.000 lokasi yang ada di 120 negara. Tahun 1999, Visa memroses 25 milyar transaksi konsumen per tahun. Diners Club SEJARAH kartu yang paling lengkap adalah Diners Club Internasional. Itu bermula pada tahun 1949, ketika Frank McNamara makan malam (dinner) di sebuah restoran di New York. McNamara tidak dapat membayar makanan tersebut karena dia lupa membawa dompetnya. Untung sang istrinya menyelamatkannya dari dilema tersebut, meski dia tidak pernah melupakan kejadian yang memalukan itu. Dari kejadian itu, dia berjanji agar hal serupa tak terjadi lagi, padanya dan pada orang lain.Melalui pengacaranya, Ralph Schneider, Frank McNamara menciptakan Diners Club pada tahun 1950. Kartu pertama ini dibagikan kepada 200 orang, merupakan teman pribadi dan kenalannya. Sebanyak 14 restoran di New York bersedia menerima kartu tersebut.Bisnis berubah dengan cepatnya dan Diners Club terus mengepakkan sayapnya. Pada akhir tahun itu juga, pemegang kartu bertambah demikian pula kota-kota besar semakin bertambah yang menerima kartu ini yakni New York, Miami, Boston, Chicago, Los Angeles dan San Francisco.Tahun 1953 Diners Club menjadi kartu debit pertama yang diterima secara internasional ketika pebisnis di Inggris, Kanada, Meksiko, Kuba setuju menerima kartu tersebut. Diners Club memiliki kantor cabang di 17 kota, termasuk Honolulu dan London dan dengan cepat dan pasti merambat ke kota-kota lain di zona Eropa, Afrika, Australia dan daerah lainnya dan diterima oleh banyak badan usaha.Pendiri Diners Club meninggal dunia pada tahun 1957 saat berumur 40 tahun. Pada tahun itu Diners Club dibuka di Italia berkantor pusat di Roma, di Swis dan Venezuela dan setiap bulannya anggota pemegang kartu bertambah 15.000. Tahun 1958, IRS mulai meminta laporan lengkap biaya bisnis penggunaan kartu Diners Club, yang menyebabkan semakin meningkatnya permintaan atas kartu Diners Club. Peningkatan di tahun itu juga, lebih dramatis lagi seperti pembukaan operasinya di Belanda, dan menjadi sponsor pertandingan sepakbola Amerika, serta merupakan perusahaan besar pertama pemasang iklan di televisi dan memperluas pemakiannya di segala jenis perusahaan misalnya telegram, perusahaan obat, perusahaan konveksi, hotel dan perusahaan lainnya.Asia mulai kemasukan kartu ini pada tahun 1960 yakni di Hongkong, Jepang, Malaysia, dan Thailand.Tahun 1961, Diners Club berusaha bergabung dengan Hilton Credit Corp namun tidak berhasil. Diners Club membuka pelayanan pasar eksekutif bagi anggotanya dan mengubah bentuknya dari kertas menjadi kartu plastik dan membuat kontrak dengan Dashew Business Machines untuk pembuatan kartu.Diners Club mengakuisisi/ mendapatkan Simpson Factors Corporation dan dua cabangnya yakni McMullen Factors dan Customs Credit Corp., pembelian yang besar yang membuat harian The New York Times menyebutnya "gerakan diversifikasi utama yang pertama."Perkembangannya berlanjut lagi pada tahun 1962, Phillips Petroleum Co, Union Oil Co.of California, Divisi Pennzoil dari South Penn Oil Co., Jenney Manufacturing Co., dan Sunoco menerima kartu ini. Diners Club meraih penjualan di Southern General Factors, Inc, dan Financial Services, Inc., yang berbasis di High Point, Carolina Utara.Tahun 1965, Diners Club memperkenalkan automatisasi komputer dan prosedur tagihan dengan mengunakan komputer. JC Penney mencoba mengaukusisi/memperoleh Diners Club dan demikian juga Chase Manhattan juga berusaha memperoleh Diners Club. Pada tahun 1966, perusahaan keuangan di Bulgaria dan Hongaria menjadi agen Diners Club.Diners Club memutuskan memasukkan lebih banyak lagi artikel perjalanan dalam perusahaan majalahnya dan mengubah judul publikasinya itu dengan nama "Signature"."Signature" memdeklarasikan pertama kali bahwa setiap tagihan ditangani dengan "computer to computer basis". Diners Club bersama dengan majalah Holiday mendirikan Wayfarers Club, klub baru untuk para pelancong.Tahun 1967, Diners Club bergerak ke arah bisnis travel dengan membeli 60 juta dollar volume-Fugazy Travel, perusahaan travel terbesar ketiga di Amerika. Diners Club kemudian menguasai pasar di Ekuador dan Peru.Diners Club memperkenalkan perusahaan kartu pertama yang memberikan program asuransi otomatis bagi perjalanan lewat udara. Tahun 1970 Diners Club memperkenalkan sebuah program autorisasi kartu kredit.Tahun 1973, hak monopoli Diners Club buka di Indonesia bersamaan dengan Singapura.Tahun 1980 Ketua Continetal Corp., John B Ricker, Jr-yang sebelumnya telah membeli Diners-memperkenalkan kartu Diners Club di Cina. Kemudian Citicorp mengakuisisi Diners Club dari Continental Corp. dan Diners Club du Maroc. Tahun 1983, diperkenalkan kartu disain plastik yang lebih sulit untuk dipalsukan. Pada tahun 1987 kartu Diners telah dapat digunakan untuk mengakses uang kas melalui ATM di seluruh dunia.Tahun 1990, majalah Life mendeklarasikan Frank McNamara salah satu dari 100 orang Amerika yang berpengaruh abad 20 ini. Citicorp menjual kepemilikan minoritasnya pada Diners Club di Jepang kepada Fuji Bank Group dan Biro Perjalanan Jepang. Pada tahun 1994, Bank Dunia memilih Diners sebagai instrumen transaksi atas rekening perusahaannya. Mereka juga memperluas penggunaan kartu di berbagai perusahaan multinasional yang dominan.Tahun 1998, sebuah panel yang disponsori American Management Association International mendeklarasikan bahwa Frank McNamara's Diners Club merupakan satu dari 75 hasil keputusan manajemen yang terbesar yang pernah dibuat. Diners Club memenangkan penghargaan prestisius, yakni Freddie Award untuk "Best Frequent Traveler Affinity Charge/Credit Card". Dilihat dari negara asal lahirnya kartu-kartu dengan merek ternama itu, kesimpulan yang bisa ditarik adalah semuanya lahir dan berkembang di negara yang perekonomiannya sangat besar, dan berkembang pesat. Di negara seperti itu, mobilitas warga yang tinggi, kebutuhan akan efisiensi, termasuk dalam transaksi, jaringan bisnis yang semakin meluas, bermunculan inovasi dalam sistem pembayaran. JENIS KARTU PLASTIK Atas dasar bentuk penggunaannya,jenis kartu plastic terdiri dari : a.Kartu kredit Perangkat yang sudah disiapkan oleh penjual barang dan jasa,sehingga transaksi pembelian tersebut tercatat pada alat tersebut dan dapat dicetak.Pembayaran atau angsuran oleh pemilik kartu diberikan secara langsung kepada perusahaan kartu kredit atau melalui pihak lain yang ditunjuk. b.Charge Card Charge card merupakan alat berbentuk kartu yang diterbitkan oleh suatu lembaga keuangan dan dapat digunakan sebagai alat pembayaran transaksi pembelian barang dan jasa yang pembayaran pelunasannya harus dilakukan oleh pembeli secara sekaligus pada jangka waktu tertentu setelah kartu digunakan sebagai alat pembayaran.Pembayaran dilakukan pada akhir bulan yang sama dengan tanggal transaksi atau pada bulan berikutnya dengan disertai biaya tambahan. c.Kartu Debit Kartu debit merupakan suatu alat berbentuk kartu yang diterbitkan oleh suatu lembaga keuangan dan dapat digunakan sebagai alat pembayaran transaksi pembelian barang dan jasa dengan cara mendebit atau mengurangi saldo rekening penjual sebesar nilai transaksi barang dan jasa. d.Cash Card Cash Card merupakan alat berbentuk kartu yang diterbitkan oleh suatu lembaga keuangan dan dapat digunakan sebagai alat penarikan uang tunai secara manual melalui teller bank atau melalui ATM. Pihak Pihak yang Terkait Penggunaan Kartu Kredit 1.Penerbit(issuer) Lembaga yang menerbitkan dan mengelola kartu kredit. 2.Pengelola(aquirer) Pihak yang mewakili kepentingan penerbit kartu untuk menyalurkan lartu kredit,melakukan penagihan pada pemilik kartu,dan melakukan pembayaran kepada pihak merchant. 3.Pemilik Kartu(card holder) Pihak yang menggunakan kartu kredit untuk kegiatan pembayarannya.Persyaratan yang harus dipenuhi : Penghasilan yang jumlahnya cukup dan disesuaikan dengan fasilitas kredit yang diberikan. Kontinuitas Penghasilan Kartu Debet dan Perkembangannya di Indonesia FUNGSI uang kontan sebagai alat bayar semakin tergantikan dengan kartu plastik. Akibatnya, kartu-kartu plastik semakin mendominasi dompet masyarakat perkotaan selain kartu tanda penduduk. Cobalah tengok dompet kawan Anda. Selain kartu tanda penduduk atau kartu surat izin mengemudi, ada berapa kartu plastik di dalamnya? Umumnya, sebagian besar mengantongi kartu kredit, kartu ATM, atau kartu debet. SELAIN kartu ATM yang saat ini hampir dimiliki oleh setiap nasabah perbankan, kartu plastik jenis lain, yaitu kartu debet, juga semakin banyak digunakan. Belakangan ini, pertumbuhan kartu debet bahkan lebih cepat dibandingkan dengan kartu kredit. Bank-bank semakin gencar memanjakan nasabahnya, tidak cukup hanya dengan kartu kredit atau kartu ATM, tetapi juga kartu ATM yang dapat berfungsi sebagai kartu debet.Berbelanja dengan kartu debet memang lebih praktis karena tak perlu membawa setumpuk uang kontan dengan risiko kecopetan. Tidak juga perlu takut terkena denda dan bunga jika lupa membayar tagihan seperti yang sering terjadi pada para pemegang kartu kredit yang kadang lalai membayar tagihannya. Selain itu, biaya administrasinya juga lebih murah dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk memiliki kartu kredit. Secara global, volume transaksi kartu debet Visa, misalnya, telah melewati jumlah volume kartu kredit. Menurut data dari Visa, pada akhir tahun 2003, volume kartu debet Visa di dunia meningkat 17 persen daripada tahun sebelumnya dan mencapai 1,48 triliun dollar AS. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan sebesar lima persen dalam volume kartu kredit yang sebesar 1,45 triliun. Adapun di Indonesia sendiri pada kuartal pertama tahun 2004 penggunaan kartu debet Visa sebesar 30 juta dollar AS atau meningkat 107 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya."Sebenarnya tidak ada pergeseran penggunaan kartu kredit dengan kartu debet. Keduanya saling melengkapi. Di negara-negara maju, setiap orang memiliki kedua jenis kartu ini. Kalau kartu debet biasanya digunakan untuk membayar langsung pembelanjaan yang jumlahnya sedikit atau barang seharihari, sedangkan kartu kredit untuk pembelanjaan dalam jumlah besar, misalnya barang elektronik," kata Country Manager Visa International Indonesia Ellyana C Fuad.Ia mengatakan lebih lanjut, pangsa pasar kartu debet sangat besar karena persyaratan yang diperlukan agar seseorang dapat memiliki kartu debet sangat mudah dan ringan, tidak diperlukan persyaratan yang rumit seperti kartu kredit. Dengan membuka rekening di bank, orang dapat memiliki kartu debet. Lagi pula, uang milik pemegang kartu telah tersedia sehingga bank tinggal mengurangi saja jika ada pembelian oleh si nasabah. "Di Indonesia, jumlah pemilik rekening bank sekitar 60 juta dan mereka memenuhi syarat untuk dapat memiliki kartu debet," kata Ellyana lagi. Riset yang diadakan Visa di AS menyatakan adanya peningkatan penggunaan kartu debet. Dalam riset tersebut ditemukan 43 persen pelanggan memilih menggunakan kartu debet sebagai alat pembayaran dibandingkan dengan 30 persen yang memilih menggunakan kartu kredit dan 22 persen dengan uang tunai.Sementara itu, untuk pembelian 20-50 dollar AS sebanyak 45 persen responden memilih menggunakan kartu debet. Untuk pembelanjaan sebanyak 51100 dollar AS, 41 persen responden juga memilih menggunakan kartu debet. Untuk pembelian di atas 100 dollar AS, 49 persen responden lebih memilih menggunakan kartu kredit untuk alat pembayarannya. Ellyana menambahkan, di Indonesia Visa International telah bekerja sama dengan tujuh bank untuk menerbitkan kartu debet. Dalam waktu dekat ini, jumlah bank itu akan bertambah, tetapi Ellyana belum mau mengungkapkan bank mana saja yang akan menerbitkan kartu debetnya. Dari sisi bank, seperti Bank Permata, pendapatan yang didapatkan dari penerbitan kartu debet ada beberapa jenis. Seperti pendapatan dari biaya administrasi kartu Permata Visa Electron secara bulanan, biaya bulanan e-Wallet, pendapatan interchange atau pendapatan biaya transaksi penggunaan kartu di merchant, serta fee di jaringan ATM plus.Tidak hanya kartu debet yang biasanya digesek setelah bertransaksi. Selain kartu kredit dan kartu debet, Bank Permata juga menerbitkan kartu prabayar sebagai pengganti uang tunai dan dapat digunakan sebagai kartu debet.Menurut Dian Soerarso GM Sales Distribution Channels and Liabilities Product dari Bank Permata mengatakan, jumlah pemegang kartu debet di Bank Permata sebanyak 600.000 dan lebih dari 100.000 merupakan pemegang kartu e-Wallet. Adapun pertumbuhannya diharapkan dapat mencapai 75 persen hingga 100 persen pada tahun 2004 ini."E-Wallet ini dapat digunakan sebagai kartu debet dan dapat digunakan bertransaksi di ATM, termasuk transaksi pembayaran. Uniknya, pemegang kartu tak perlu membuka rekening di bank, cukup membeli kartu perdana. Saldo kartu dapat diatur sesuai dengan kebutuhan hingga maksimum Rp 5 juta," katanya.Kartu isi ulang ini juga dapat menjadi hadiah yang menarik dan berguna. Dana yang mengendap di e-Wallet ini tidak diberikan bunga. MAKALAH OTHNIEL(5-7) Kepada perusahaan kartu kredit. Kontinuitas dari penghasilan yang cukup akan lebih dapat memberikan keyakinan dan kemampuan calon kartu bagi issuer atau acquirer. Niat baik atau kemauan dari calon pemilik kartu untuk selalu memenuhi kewajibannya. Syarat ini paling sulit untuk diidentifikasi. Salah satu cara melihat niatbaik dari calon pemilik kartu adalah melalui terdapat atau tidaknya nama calon pemilik kartu pada daftar hitam (black list) milik bank, bank sentraal, atau lembaga lain. Seseorang yang namanya telah masuk dalam daftar hitam biasanya dianggap kurang dapat dipercaya dalam memenuhi kewajiban keuangannya kepada issuer dan acquirer. Demi kepentingan pemasaran kartu, penerbit kartu kredit seing kali memberikan kartu tambahan kepada pemilik kartu, sehingga dikenal dengan istilah kartu utama (basi card) dan kartu tambahan (supplementary card). Kartu tambahan diharapkan digunakan oleh saudara atau relasi dari pemegang kartu utama sehingga intensitas penggunaan kartu lebih tinggi dan fasilitas kredit yang diberikan cenderung lebih maksimal dimanfaatkan oleh pemilik kartu. Hal ini menguntungkan bagi issuer karena semakin sering fasilitas kredit digunakan berarti harapan penghasilan melalui bunga juga semakin besar. Pemgang kartu utama bertanggung jawab atas semua pemenuhan kewajiban pemegang kartu tambahan kepada issuer dan acquirer. d. Penjual (merchant) Merchant adalah pihak penjual barang dan jasa yang dibeli oleh pemilik kartu dengan menggunakan kartu kreditnya. Sebelumnya merchant menerima pembayaran dengan kartu kredit tertentu, merchant tersebut terlebih dahulu mengadakan perjanjian kerja sama dengan issuer dan acquirer. Perjanjian Kartu Kredit Dalam penggunaan kartu, perjanjian yang terlebih dahulu harus meliputi: a.Perjanjian antara issuer dengan acquirer Perjanjian ini terutama meliputi hal – hal teknis yang menyangkut tugas dan hak acquirer secara operasional dalam hal menyalurkan kartu kredit, melakukan penagihan, dan pembayaran kepada merchant, termasuk persyaratan – persyaratan yang akan diterapkan terhadap pemilik kartu dan merchant. b. Perjanjian antara issuer dengan pemilik kartu Perjanjian meliputi: 1) Perjanjian umum Kartu adalah milik issuer dan tidak dapat dipindahtangankan. Keadaan yang mewajibkan pengembalian kartu kepada issuer Masa berlaku kartu dan cara perpanjangan. Bertanggung jawab terhadap issuer nila merchant menolak pembayaran dengan kartu milik pemilik kartu. Tagihan atas kartu seuplemen adalah tanggung jawab pemegang kartu utama. Hak issuer untuk bertukar informasi dengan lembaga lain tentang pemilik kartu. Batas minimum kredit. 2) Pembayaran tagihan Kewajiban pemilik kartu untuk menandatangani slip pembelian pada merchant. Saat/ waktu/ periode pengiriman laporan tagihan oleh issuer Kewajiban pemilik kartu melakukan pembayaran minimum pada jangka waktu tertentu setelah laporan tagihan dikirim oleh issuer. Jumlah pembayaran minimum Hak issuer untuk menggunakan jasa pihak ketiga dalam penagihan 3) Bunga Bunga atas sisa tagihan yang belum dibayar Bunga atas pelanggaran limit kredit 4) Biaya Uang pangkal Iuran tahunan Biaya administrasi apabila ada keterlambatan pembayaran tagihan 5) Transaksi dalam valas Mata uang penagihan atas transaksi dalam valuta asing Dasar kurs untuk penagihan atas dalam valuta asing Biaya administrasi atas kehilangan kartu 6) Lain – lain Kewajiban pemilik kartu apabila terjadi kehilangan kartu Jaminan pelunasan dari harta kekayaan pemilik kartu Kewajiban pemilik kartu yang bukan WNI c. Pejanjian anatara issuer dengan merchant Hal – hal yang dituangkan ddalam perjanjian ini meliputi: 1) Hak issuer Imprinter dan slip adalah milik issuer Jaminan bahawa penjualan dengan kartu tidak lebih besar daripada harga penjualan tunai Slip penolakan yang diserahkan oleh merchant Diskon pembayaran issuer kepada merchant Pemotongan rekening merchant untuk pajak Pemotongan rekening merchant untuk refundv kepada pemilik kartu. 2) Hak merchant Hak merchant untuk menerima pembayaran dengan berbagai merek kartu kredit tertentu. Jangka waktu penagihan pembayaran oleh merchant kepada issuer Cara pembayaran oleh issuer kepada merchant 3) Kewajiban merchant Kewajiban merchant untuk memeriksa keabsahan kartu yang digunakan untuk pembayaran Kewajiban merchant untuk menggunakan slip penjualan tertentu Kewajiban merchant untuk meminta tanda tangan pemilik kartu pada slip Kewajiban merchant untuk memeriksa keabsahan tanda tangan pengguna kartu Kewajiban merchant untuk memberikan salinan slip bagi pemilik kartu MANFAAT Secara umum, pengguna kartu kredit sangat bermanfaat bagi peningkatan efisiensi dan keamanan transaksi jual beli. Apabila ditinjau dari sisi pihak – pihak yang terkait dalam penjualan kartu kredit, maka manfaat dapat dikelompokan sebagai berikut: 1. bagi pemilik kartu Risiko kehilangan dan pencurian uang lebih rendah, karena kalaupun kartu hilang, pemilik kartu dapat segera menghubungi issuer atau aqcuirer untuk memblokir kartu. Karu yang telah diblokir tidak dapat digunakan lagi sebagai alat pembayaran pada merchant. Lebih praktis, karena tidak perlu membawa uang tunai dalam jumlah besar. Mengatasi kebutuhan dana mendesak dalam jangka pendek tanpa harus mengajukan permohonan kredit kepada bank atau lembaga keuangan lain. Fasilitas lain yang ditawarkan oleh issuer pada kartu kredit yang diternitkan seperti asuransi, informasi dokter, kemudahan pembelian barang dan jasa pada merchant tertentu dan lain – lain. 2. bagi issuer Manfaat utama yang dapat diterima oleh issuer adalah adanya penerimaan yang berasal dari: Uang pangkal Iuran tahunan Diskon terhadap pembayaran kepada merchant. Contoh: merchant A melakukan penagihan atas transaksi penjualan sebesar Rp 1.000.000 kepada issuer B. Apabila diskon ditetapkan sebesar 3% maka jumlah yang harus dibayarkan oleh issuer adalah sebesar rp 1.000.000 dikurangi 3% kali Rp 1.000.000 atau sama dengan Rp 970.000 . Sedangkan jumlah yang dapat ditagih oleh issuer kepada pemilik kartu adalah tetap sejumlah Rp 1.000.000 sehingga selisihnya (Rp 30.000 = 3%) merupakan penerimaan bagi issuer. Bunga atas sisa tagihan yang belum dibayar Bunga atas pelanggaran batas maksimum kredit Denda atas keterlambatan pembayaran 3. bagi merchant Risiko kehilangan dan pencurian uang lebih rendah, karena pembayaran oleh pemeli tidak dengan uang tunai Lebih praktis, karena tidak perlu menyimpan uang tunai di kasir dalam jumlah besar Peningkatan penjualan karena pembeli dapt membeli secara kredit kepada issuer 4.bagi acquirer Penerimaan berupa interchange fee. Contoh: Merchant A melakukan penagihan atas traksaksi penjualan sebesar Rp 10.000.000 kepada acquirer C. Apabila diskon ditetapkan sebesar 3%, maka jumlah yang harus dibayarkan oleh acquirer kepada merchant adalah sebesar Rp 10.000.000 dikurangi 3% kali Rp 10.000.000 atau sama dengan Rp 9700.000. Sedangkan jumlah yang dapat ditagih acquirer kepada issuer adalah sejumlah Rp 9700.000 ditambah dengan interchange fee. Apabila interchange fee sebelumnya telah ditetapkan sebesar 1% dari nilai transaksi, maka pembayaran issuer kepada acquirer adalah sebesar Rp 9700.000 ditambah Rp 100.000 atau sama dengan Rp 9800.000. Uang sejumlah Rp 100.000 tersebut adalah interchange fee atau penerimaan bagi acquirer. ( Selanjutnya issuer menagih pemilik kartu sebesar Rp 10.000.000, sehingga penerimaan bagi issuer adalah sebesar Rp 10.000.000 dikurangi Rp 9800.000 atau sebesar Rp 200.000). Pemilik kartu dapat diisyaratkan untuk memiliki rekening simpanan pada acquirer yang berupa bank. Acquirer yang berupa bank berkesempatan untuk menawarkan produk – produknya yang lain pada pemilik kartu MEKANISME Meskipun tidak ada perbedaan yang penting, mekanisme penggunaan kartu kredit dapat dibedakan antara mekanisme yang melibatkan pihak acquirer dan mekanisme yang tapa acquirer. Kedua mekanisme penggunaan kartu kredit tersebut akan diuraikan dalam tahap – tahap sejak adanya perjanjian awal. Kemudian adanya permohonan kartu oleh calon pemilik kartu sampai dengan pembayaran tagihan sebaagai berikut: a. Melibatkan pihak acquirer 1. Penerbitan kartu oleh issuer 2. Perjanjian antara issuer dengan merchant 3. Perjanjian antara issuer dengan acquirer 4. Permohonan kartu kredit oleh calon pemilik kartu 5. Analisis oleh acquirer atau issuer mengenai kelayakan calon untuk menjadi pemilik kartu. Limit kredit yang lebih tinggi biasanya disertai persyaratan yang lebih berat bagi calon pemilik kartu. 6. Perjanjian antara issuer dengan pemilik kartu melalui atau tanpa bantuan acquirer. 7. Pemberian kartu kredit kepada pemilik kartu melalui atau tanpa bantuan acquirer 8. Penggunaan kartu oleh pemilik kartu untuk pembelian pada merchant yang telah ditunjuk dan menjalin kerja sama dengan issuer. Merchant biasanya memasang logo penerbit pada kasir atau tempat lain agar calon pembeli mudah mengetahui apakah kartu kreditnya dapt digunakan pada penjual tersebut. Merchant tertentu menetapkan biaya sekitar 2% daari nilai transaksi yang menggunakan kartu kredit yang dibebankan bagi pemilik kartu. Tahap ini meliputi: 1. Pemilik kartu menyerahkan kartu dan menerima barang aatau jasa yang dibeli 2. Merchant memeriksa keabsahan kartu 3. Merchant mencatat transaksi melalui alat khusus 4. Mencetak transaksi pada slip khusus 5. Pemilik kartu menandatangani slip 6. Merchant memeriksa keabsahan tanda tangan 7. Merchant memberikan salinan slip kepada pemilik kartu 8. Kartu dikembalikan kepada pemilik kartu 9. Merchant melakukan penagihan kepada acquirer dengan menggunakan slip penjualan. Saat/periode atau jangka waktu penagihan sudah ditentukan sebelumnya dalam perjanjian antara merchant dengan issuer 10. Acquirer memeriksa keabsahan slip penjualan. 11. Acquirer membayar kepada merchant. Jumlah dibayar adalah sebesar jum,lah transaksi setelah dikurangi diskon. Besarnya diskon telah ditentukan sebelumnya dalam perjanjian antara issuer dengan merchant (Kurang lebih sekitar 4% dari nilai transaksi). 12. Acquirer melakukan penagihan pada issuer (termasuk interchange fee sekitar 2% dari nilai transaksi). Besarnya interchange fee sudah ditentukan pada perjanjian semula antara acquirer dengan issuer. 13. Issuer membayar interchange fee). kepada acquirer (reimbursement ditambah 14. Issuer melakukan penagihan kepada pemilik kartu sesuai waktu yang telah diperjanjikan semula, melalui atau tanpa acquirer. Pemilik kartu wajib membayar sebesar pembayaran minimum yang semula telah ditetapkan. Apabila pemilik kartu langsung melunasi seluruh tagihan maka tahapnya selesai sampai disini, sedangkan apabila pemilik kartu hanya membayar sebagian atau sampai sebatas besarnya pembayaran minimum maka sisa pembayaran minimum maka sisa pembayaran harus dilunasi pada jangka waktu tertentu sejak penagihan dengan ditambah dengan bunga. Laporan tagihan yang dikirim secara periodik pada tanggal tertentu oleh issuer kepada pemilik kartu berisi antara lain: Nomor kartu Tanggal tagihan dari laporan tagihan tersebut Tanggal jatuh tempo pembayaran atas tagihan tersebut Tanggal posting Tanggal transaksi jumlah tagihan Besarnya pembayaran minimum (biasanya berkisar 20% dari jumlah tagihan) Batas maksimum kredit Tunggakan 15. Pemilik kartu melakukan kepada issuer melalui atau tanpa acquirer ( pembayaran minimum, angsuran, bungsa, biaya lainnya). Mekanisme yang melibatkan pihak acquirer sebenarnya bisa sangat bervariasi yang tergantung pada jenis tanggung jawab atau tugas yang dilimpahkan issuer kepada acquirer sesuai perjanjian. Salah satu contoh mekanisme tersebut, seperti telah diuraikan di atas, akan secara sederhana dijelaskan dengan menggunakan gambar berikut ini: issuer issuer Card holder merchant Gambar Bagan Mekanisme Kartu Kredit dengan acquirer b. tidak melibatkan pihak acquirer 1. Penerbitan kartu oleh issuer 2. Perjanjian antara issuer dengan merchant 3. Permohonan kartu kredit oleh calon pemilik kartu 4. Analisis oleh issuer mengenai kelayakan calon untuk menjadi pemilik kartu. Limit kredit yang lebih tinggi biasanya disertai persyaratan yang lebih berat bagi calon pemilik kartu. 5. Perjanjian antara issuer dengan pemilik kartu 6. Pemberian kartu kredit kepada pemilik kartu 7. Penggunaan kartu oleh pemilik kartu untuk pembelian pada merchant yang telah ditunjuk dan menjalin kerja sama dengan issuer. Merchant biasanya memasang logo penerbit kartu pada kasir atau tempat lain agar calon pembeli mudah mengetahui apakah kartu kreditnya dapat digunakan pada penjual tersebut. Merchant tertentu menetapkan biaya sekitar 2% dari nilai transaksi yang menggunakan kartu kredit yang dibebankan bagi pemilik kartu. Tahap ini meliputi: Pemilik kartu menyerahkan kartu dan menerima barang atau jasa yang dibeli Merchant memeriksa keabsahan kartu Merchant mencatat transaksi pada slip khusus Pemilik kartu menandatangani slip Merchant memeriksa keabsahan tanda tangan Merchant memberikan salinan slip kepada pemilik kartu Kartu dikemblikan kepada pemilik kartu 8. Merchant melakukan penagihan kepada issuer dengan menggunakan slip penjualan. Saat/periode atau jangka waktu penagihan sudah ditentukan sebelumnya dalam perjanjian antara merchant dengan issuer 9. Issuer memeriksa keabsahan slip penjualan 10. Issuer membayar kepada merchant jumlah yang dibayar adalah sebesar jumlah transaksi setelah dikurangi diskon. Besarnya diskon telah ditentukan sebelumnya dalam perjanjian antara issuer dengan merchant (kurang lebih sekitar 4% dari nilai transaksi) 11. Issuer melakukan penagihan kepada pemilik kartu sesuai waktu yang telah diperjanjikan semua. Pemilik kartu wajib membayar sebesar pembayaran minimum yang semula telah ditetapkan. Apabila pemilik kartu langsung melunasi seluruh tagihan maka tahap selesai sampai di sini, sedangkan apabila pemilik kartu hanya membayar sebagian atau sampaai sebatas besarnya pembayaran minimum maka sisa pembayaran harus dilunasi pada jangka waktu tertentu sejak penagihan ditambah dengan bunga. Laporan tagihan yang dikirimkan secara periodik pada tanggal tertentu oleh issuer kepada pemilik kartu berisi antara lain: 1. Nomor Kartu 2. Tnggal tagihan dari laporan tagihan tersebut 3. Tanggal jatuh tempo pembayaran atas tagihan tersebut 4. Tanggal posting 5. Tanggal transaksi 6. Jumlah tagihan 7. Besarnya pembayaran minimum (biasanya berkisar 20% dari jumlah tagihan) 8. Batas maksimum kredit 9. Tunggakan 12. Pemilik kartu melakukan pembayaran kepada issuer melalui atau tanpa acquirer (pembayaran minimum, angsuran, bunga, dan biaya lainnya) Mekanisme tersebut akan sederhana dijelaskan dengan menggunakan gambar berikut ini: issuer Card holder Merchant Perhitungan Bunga Kartu Kredit Pemegang kartu kredit dianjurkan untuk tidak segan-segan bertanya kepada petugas penerbit kartu soal perhitungan bunga. Pasalnya, sangat sedikit yang terbuka untuk menjelaskan cara penghitungan bunga begitu saja. Penghitungan bunga kartu kredit setidaknya ada dua cara. Tiap bank punya caranya sndiri, yakni penghitungan berdasarkan tanggal transaksi dan tanggal saat lembar tagihan dicetak. Berikut ini perhitungannya. 1. Berdasarkan tanggal transaksi: Nilai transaksi x jumlah hari dari tanggal transaksi s/d tanggal lembar tagihan dicetak x jumlah bulan dalam setahun x bunga per bulan x 1/365 hari. 2. Berdasarkan tanggal tagihan dicetak: Total nilai transaksi x jumlah hari dari tanggal transaksi s/d tanggal lembar tagihan dicetak x jumlah bulan dalam setahun x bunga per bulan x 1/365 hari. Agar lebih paham, simak contoh perhitungan pembayaran yang harus dibayar si Ganjen di bawah ini. Tgl Transaksi Tgl. Penagihan Uraian Transaksi Jumlah Tagihan bln. lalu 4.800.000,- 1 Nov 3 Nov Pabrik Panci 45.500,- 4 Nov 8 Nov Toko Obat Jerawat 100.000,- 9 Nov 12 Nov Salon "Murah Meriah" 50.000,- 10 Nov 13 Nov Emprit Airways 2.350.000,- 15 Nov 18 Nov Matahati Dept. Store 320.000,- 16 Nov 21 Nov Direct Debit Payment 500.000,- CR Tanggal lembar Tanggal Total Tagihan Tagihan Dicetak Jatuh tempo (Rp) 28 Nov 1997 16 Des 1997 8.165.500 + Bunga Perhitungan Bunga Berdasarkan Tgl. Transaksi: A. Pemakaian(Rp) (4.800.000x29x12x3%) x 1/365 = 137.293,15 (45.500x28x12x3%) x 1/365 = 1.256,55 (100.000x25x12x3%) x 1/365 = 2.465,75 (50.000x20x12x3%) x 1/365 = 986,30 (2.350.000x19x12x3%) x 1/365 = 44.038,36 (320.000x14x12x3%) x 1/365 = 4.418,63 Jumlah = 190.458,74 B. Pembayaran (Rp) (500.000x8x12x3%) x 1/365 = 3.945,21 Total Bunga = Bunga A - Bunga B = Rp 190.458,74 - Rp 3.945,21 = Rp 186.513,53 Perhitungan Bunga Berdasarkan Tgl. Lembar Tagihan Dicetak: A. Pemakaian (Rp) (4.800.000x30x12x3%) x 1/365 = 142.027,39 B. Pembayaran (Rp) (500.000x8x12x3%) Total Bunga = Bunga x 1/365 = 3.945,21 A - Bunga B = Rp 142.027,39 - Rp 3.945,21 = Rp 138.082,18 Total pembayaran yang jatuh tempo tanggal 16 Oktober 1997 untuk sistem perhitungan bunga berdasarkan tanggal transaksi adalah: Rp 8.165.500 + Rp 186.513,53 = Rp 8.352.013,53 Total pembayaran yang jatuh tempo tanggal 16 Oktober 1997 untuk sistem perhitungan bunga berdasarkan tanggal lembar tagihan dicetak adalah: Rp 8.165.500 + Rp 138.082,18 = Rp 8.303.582,18 Kartu Kredit Syariah Reaksi pertama ketika mendengar ‘kartu kredit Islam’, barangkali adalah ketidakhabispikiran. Inovasi jenis apa lagi ini? Teka-teki yang sama ikut dirasakan oleh pemerhati perbankan syariah, yang umumnya was-was tehadap label-label seperti ‘back door riba’ atau ‘hiyal’, yang dialamatkan kepada pengembang produk syariah dengan inovasi yang terkadang kebablasan.Namun ada juga pihak yang menilai ini merupakan suatu kemajuan yang cukup berarti, yakni lembaga keuangan syariah tanggap terhadap kebutuhan konsumen. Mereka menilai kartu bank syariah ini merupakan jawaban terhadap kebutuhan mereka akan sistem pembayaran yang mudah dan nyaman, sekaligus tentunya ‘sesuai’ dengan syariah. ‘Kartu kredit Islam’ ini sebenarnya sudah mulai banyak ditawarkan oleh bank-bank syariah di Malaysia (AM Bank d/h Arab Malaysian Bank, HSBC, dan Bank Islam) dan Bahrain (ABC Islamic Bank). Sesungguhnya, dari namanya, kita bisa paham kalau credit card adalah fasilitas utang. Nasabah diberi kemudahan untuk membeli/memakai sesuatu produk atau jasa terlebih dahulu dan membayarnya kemudian. Kemudahan ini, yang bisa dipakai di hampir seluruh pelosok bumi, jelas sangat atraktif dan bahkan menjadi suatu prestise, simbol kemakmuran dan derajat.Namun di balik segala kemudahan dan kenyamanan ini, terkandung implikasi-implikasi negatif dan cenderung menjerat. Bukan saja kartu kredit membuat berbelanja menjadi mudah, namun kenyamanan ini juga membuat uang keluar dengan mudah. Bagi yang tidak disiplin, tagihan bulanan akan menjadi nightmare yang harus dihadapi setiap awal bulan. Tetapi, budaya belanja secara boros ini bukanlah salah satu saja dari ‘kejahatan’ kartu kredit ini. Sebagian besar pakar perbankan Islam menganggap kartu kredit sebagai sesuatu yang tidak relevan dalam sistem syariah. Ini, di antaranya, karena adanya unsur bunga dalam penggunaan kartu kredit. Unsur bunga ini, meskipun kalau kita selalu bayar tepat waktu tidak akan dikenakan, merupakan klausa yang sudah disetujui sewaktu nasabah menandatangani permohonan kartu kredit. Jadi membayar bunga ataupun tidak, pemegang kartu kredit sudah menyetujui dan oleh karenanya terikat dengan klausa bunga ini. Hal lain yang menjadi sebab diharamkannya kartu kredit adalah unsur ‘kreditnya’. Apapun alasannya, budaya utang adalah kenyamanan hidup yang melenakan, yang pada akhirnya menjerat dan membuat penggunanya melarat karena utang (dan bunga). Padahal salah satu perjuangan ekonomi syariah adalah membebaskan manusia dari unsur riba dalam segala manifestasinya. Di balik itu, kenyataan bahwa perbankan syariah harus menghadapi tantangan keragaman produk dan permintaan akan kenyamanan fasilitas perbankan, mengharuskan bank syariah mencari alternatif. Baik itu dengan menawarkan sejenis smart card, debit card ataupun dengan memperluas jaringan ATM melalui kerjasama dengan pihak lain (misalnya kerjasama antara BMI dengan BCA). Meskipun tidak seharusnya menjadi dilematis, desakan dan persaingan menyebabkan bank-bank syariah mencari inovasi baru dalam usaha menciptakan kenyamanan yang maksimum bagi nasabahnya. Salah satu usaha tersebut adalah dengan mengIslamkan kartu kredit yang ada. Malaysia dan Bahrain adalah yang pertama bereksperimen dengan sistem kartu kredit ini.Di Indonesia sendiri, usaha kearah itu sedang diusahakan oleh beberapa bank syariah. Usaha itu memang patut dihargai, kendati sikap prudent hendaknya tetap menjadi anutan praktisi perbankan syariah nasional. Toh inovasi yang dipaksakan dan dibuat secara terburu-buru akan hanya menuai cemooh nantinya. Hadirnya kartu pembayaran yang diklaim sebagai Islami ini sendiri bukanlah alternatif kartu kredit yang bisa begitu saja diterima semua pihak. Kontroversi dan perdebatan masih akan terus berlanjut seiring dengan makin gencarnya sosialisasi ‘kartu kredit syariah’ ini di berbagai media. Kontroversi ini, menurut analisis penulis, bermuasal dari konotasi kartu kredit sendiri yang sangat tidak Islami. Selain karena konsep kredit yang memang tidak sesuai untuk menjadi bagian muamalah, tetapi juga kartu kredit mempunyai konotasi bunga yang sangat kuat. Namun sebenarnya, sebagian ‘kartu kredit syariah’ yang sudah berada di pasar adalah berbentuk charge card, yang pada praktiknya berbeda dengan kartu kredit biasa. HSBC Amanah Card misalnya, adalah charge card yang underlying conceptnya bisa dengan mudah diterima oleh banyak kalangan. Transaksi charge card harus dilunasi pada batas periode, 30 atau 40 hari. Sementara kartu kredit bisa dicicil hingga satu tahun.Namun ada pula ‘kartu kredit syariah’ yang diklaim bukan berbentuk charge card, di antaranya Al-Taslif Visa Card dari AM Bank Malaysia dan Kad (Kartu) Bank Islam, keluaran Bank Islam Malaysia Berhad dengan Master Card. Puncak perdebatan lain yang juga cukup beralasan adalah konsep kredit itu sendiri beserta implikasinya terhadap perilaku konsumsi. Terlepas dari kenyamanan dan rasa aman, kemudahan yang disediakan kartu pembayaran ini akan cenderung meningkatkan sikap konsumtif masyarakat. Salah satu buktinya di Australia. Tingkat utang rakyat Australia (domestic debts) sangat tinggi, nilainya lebih tinggi dari GDPnya. Ini semua disebabkan oleh skim pembayaran kredit dan meluasnya penggunaan kartu kredit di Australia. Betapapun inovasi ini tetap menyisakan pertanyaan panjang buat sebagian besar orang. Salah satunya adalah sampai kapan kita harus berhiyal atau berimprovisasi dari apa yang ditawarkan sistem konvensional? Apakah memang produk syariah harus selalu mengikuti dan kompromi dengan apa yang disediakan oleh bank konvensional? Jawabannya sebenarnya sangat ditentukan oleh gaya hidup dan belief system yang kita anut. Penerbitan kartu kredit syariah di Indonesia belum mendapat lampu hijau. Bank Indonesia selaku otoritas pengawas perbankan syariah, belum memutuskan kapan izin kartu kredit syariah diterbitkan.Ketua Tim Peneliti Perbankan Syariah BI, Mulya Effendi Siregar, mengatakan pembahasan kartu kredit ini memang merupakan inisiatif BI sebagai persiapan bila memang bank syariah ingin menerbitkan kartu kredit. Di luar negeri, kartu kredit syariah akhirnya menjadi charge card yang di Indonesia diterbitkan BII Syariah. Mulya mengatakan BI ingin menjamin agar produk kartu kredit syariah benar-benar sesuai syariah. ''Jangan sampai nanti sama saja seperti kartu kredit konvensional seperti yang terjadi di beberapa negara'' kata Mulya. Di luar negeri, kartu kredit jadi sumber konsumtif. Sementara itu Ketua Dewan Syariah Nasional MUI, KH Ma'ruf Amin, mengungkap kartu kredit syariah memang masih kontroversial. Namun DSN telah membahas rancangan fatwanya. ''Tinggal menunggu apakah ada izin BI.'' Karena fatwa juga harus dibentuk peraturan BInya sebelum dijadikan produk perbankan. Menurutnya permintaan atas kartu kredit syariah juga tinggi. Ma'ruf Amin mengungkap salah satu penolakan atas kartu kredit adalah mendorong konsumerisme. DSN berinisiatif untuk membatasi penggunaan kartu. ''Misalnya kita batasi 40 persen saja dari gaji yang bisa dibelanjakan.'' Ia mengungkap kartu kredit berbeda dari charge card. Transaksi charge card harus dilunasi pada batas periode, 30 atau 40 hari. Sementara kartu kredit bisa dicicil hingga satu tahun.Mengenai akad, DSN menetapkan akad jaminan dengan fee atau kafalah wal ujrah dan akad jual beli dengan pembayaran mencicil (murabahah dengan istijrar). Dengan akad kafalah, bank bertindak sebagai penjamin nasabah dalam melakukan pembelian barang. Selanjutnya bank mendapat fee sebagai perantara. Sedangkan dengan akad murabahah, maka nasabah mengambil suatu barang di merchant tertentu atas nama bank. Kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah. Nasabah membayarnya dengan cara mencicil dalam jangka waktu tertentu. Perkembangan Kartu Kredit Syariah di Indonesia(BII Syariah Card) TIDAK hanya perbankan konvensional yang memberikan layanan kartukartu plastik ini kepada para nasabahnya. Perbankan syariah pun telah mulai meluncurkan kartu plastik. Bank Internasional Indonesia (BII), misalnya, telah mengeluarkan kartu BII Syariah Card yang sesuai dengan prinsip ekonomi syariah yang universal. "Sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional, akad yang digunakan dalam penyelenggaraan BII Syariah Card adalah akad qordh dan kafalah," kata Direktur Sumber Daya Manusia, Hukum dan Riset BII, Sukatmo Padmosukarso. Akad qordh merupakan prinsip utang piutang dan dalam prinsip syariah tak boleh dikenakan bunga atau denda atas utang tersebut, sedangkan kafalah merupakan prinsip perwakilan. Artinya, pada saat bertransaksi pemegang kartu bertindak mewakili bank untuk bertransaksi dengan merchant.Sukatmo menjelaskan lebih jauh, perbedaan dengan kartu kredit konvensional, kartu Syariah ini bebas bunga. "Penggunaannya seperti kartu kredit, tetapi tidak ada pembayaran minimum seperti kartu kredit. Begitu jatuh tempo, tagihan harus dilunasi seluruhnya, tidak boleh dicicil(Charge Card/jatuh tempo 30-40 hari). Kartu ini juga tak boleh digunakan untuk membeli barang atau jasa yang tidak sesuai dengan syariah seperti minuman keras," ujarnya.Pertama kali, BII mengeluarkan BII Syariah Card Gold dan belakangan mengeluarkan lagi Platinumnya. BII Syariah Card telah mengacu pada fatwa MUI yang menyatakan, jangan sampai keberadaan kartu semacam ini mendorong konsumerisme. "Kami sengaja masuk ke segmen gold sehingga pemegang kartu BSC adalah orang yang betul-betul mampu memegang dan dapat menggunakannya secara bijaksana dan sekaligus sehingga tidak ada kredit macetnya," lanjut Sukatmo. BII juga melebarkan produk kartunya menjadi platinum karena pangsa pasar platinum di perbankan syariah sangat luas. Indikatornya, menurut Sukatmo, adalah pengajian di kawasan elite, seperti Pondok Indah, Menteng, dan Kemang, tarawih di hotel berbintang lima, serta para jemaah haji ONH plus yang dianggap menjadi pangsa pasar potensial dari kartu kredit platinum.Lapisan masyarakat inilah yang dibidik menjadi nasabah pemegang kartu BII Syariah Card Platinum. Walaupun terbatas, segmen kartu platinum ini memiliki daya beli yang sangat tinggi daripada segmen kartu silver atau gold. Pagu kredit yang diberikan kepada para pemegang kartu platinum ini sekitar 40 persen dari pendapatan dengan kisaran pagu Rp 8 juta hingga Rp 50 juta. Contoh contoh form penawaran kartu kredit 1.Bank Niaga : 1.1.Form : 1.2.Rekaman Wawancara dengan Sales Manager Bank Niaga (di CD) 2.Bank International Indonesia 2.1.Form : DAFTAR PUSTAKA 1.Rachmat,Budi;ANJAK PIUTANG,SOLUSI CASH FLOW PROBLEM;Jakarta;2003;PT Gramedia Pustaka Utama 2.Rachmat,Budi;MULTI FINANCE;Jakarta;2002;CV NOVINDO PUSTAKA MANDIRI 3.WWW.Tazkiaonline.com 4.WWW.DPLJKEU.com 5.WWW.SyariahMandiri.com 6.WWW.simas.com LAMPIRAN LAMPIRAN