DEPRESI PADA LANSIA Bistok Sihombing, Reny Fahila PENDAHULUAN Defenisi Depresi Depresi adalah salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan (affective/ mood disorder), yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna dan putus asa. Pendapat yang lain bahwa depresi terjadi pada orang normal dan depresi merupakan suatu kemurungan, kesedihan, kepatahan semangat, yang ditandai dengan perasaan tidak sesuai, menurunnya kegiatan dan pesimisme menghadapi masa yang akan datang. Santrock mengungkapkan bahwa depresi dapat terjadi secara tunggal dalam bentuk mayor depresi atau dalam bentuk gangguan tipe bipolar. Depresi mayor adalah suatu gangguan suasana hati atau mood yang membuat seseorang merasakan ketidakbahagiaan yang mendalam, kehilangan semangat, kehilangan nafsu makan, tidak bergairah, selalu mengasihani dirinya sendiri, dan selalu merasa bosan. Pada kasus patologis, depresi merupakan ketidakmampuan ekstrim untuk bereaksi terhadap rangsangan, disertai menurunnya nilai diri, delusi, ketidaksesuaian, tidak mampu dan putus asa. Definisi depresi yang lain adalah suatu keadaan abnormal organisme yang dimanifestasikan dengan tanda dan simtom seperti menurunnya mood subjektif, rasa pesimis dan sikap tidak percaya, kehilangan kespontanan dan gejala vegetatif (misalnya penurunan berat badan dan gangguan tidur). Ada tiga jenis depresi yang bisa dialami oleh individu, yaitu mild depression/minor depression dan dysthimic disorder; moderate depression; dan Severe depression/major depression. Faktorfaktor yang dapat mempengaruhi depresi adalah faktor kesehatan, kepribadian, religiusitas, pengalaman hidup yang pahit, harga diri dan dukungan sosial. Gejala depresi menurut Beck digolongkan dalam empat simtom, yaitu simtom emosional, simtom kognitif, simtom motivasional dan simtom fisik.1 1 Universitas Sumatera Utara Lansia Dewasa akhir (late adulthood) atau lanjut usia, biasanya merujuk pada tahap siklus kehidupan yang dimulai pada usia 65 tahun. Ahli gerontologi membagi lanjut usia menjadi dua kelompok: young-old, berusia 65-74 tahun; dan old-old, berusia 75 tahun ke atas. Kadang-kadang digunakan istilah oldest old untuk merujuk pada orang-orang yang berusia 85 tahun ke atas . Idealnya seorang lansia dapat menjalani proses menua secara normal sehingga dapat menikmati kehidupan yang bahagia dan mandiri. Proses penuaan yang sukses merupakan suatu kombinasi dari tiga komponen: (1) penghindaran dari penyakit dan ketidakmampuan; (2) pemeliharaan kapasitas fisik dan kognitif yang tinggi di tahun-tahun berikutnya; dan (3) keterlibatan secara aktif dalam kehidupan yang berkelanjutan .2,3 EPIDEMIOLOGI Saat ini depresi pada lansia di seluruh dunia di perkirakan ada 500 juta jiwa dengan usia rata-rata 60 tahun. Pada tahun 2000 jumlah lanjut usia di Indonesia terdapat 22,3 juta jiwa dengan umur harapan hidup 65-75 tahun. Pada tahun 2020 akan meningkat menjadi 11,09% (29,12 juta lebih) dengan usia harapan hidup 70-75 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar .4 Gejala-gejala depresif lebih sering terjadi pada oldest old, yaitu lebih dari 20% dibandingkan dengan kurang dari 10% pada young old. Tetapi frekuensi yang lebih tinggi tersebut diterangkan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan penuaan, seperti proporsi wanita yang lebih tinggi, lebih banyak ketidakmampuan fisik, lebih banyak gangguan kognitif, dan status sosioekonomik yang lebih rendah. Ketika faktor-faktor tersebut terkontrol, tidak ada hubungan antara gejalagejala depresi dan usia. Prevalensi depresi pada lansia berjenis kelamin wanita lebih tinggi. Alasan untuk perbedaan ini meliputi perbedaan hormonal, efek-efek dari melahirkan, perbedaan stressor psikososial, dan model-model perilaku dari learned helplessness . Wanita memiliki risiko untuk depresi lebih tinggi daripada pria, bahkan di masa tua . Pada penelitian didapati prevalensi depresi pada pria sebesar 6,9% dan sebesar 16,5% pada wanita. Pada penelitian oleh Schoever tersebut dapat 2 Universitas Sumatera Utara dilihat pada subjek penelitian bahwa disabilitas fungsional lebih sering terjadi pada wanita dan lebih banyak wanita yang tidak atau tidak lagi menikah.2,5,6 Penelitian lain disebutkan bahwa angka depresi per tahun paling rendah pada mereka yang menikah yaitu sebesar 1,5%. Angka depresi tertinggi terdapat mereka yang telah bercerai sebanyak 2 kali, yaitu sebesar 5,8%. Angka depresi pada mereka yang bercerai satu kali adalah 4,1% sedangkan mereka yang tidak pernah menikah memiliki angka depresi tahunan sebesar 2,4%.Angka depresi pada pasien lansia dengan penyakit medis serius adalah lebih tinggi. Depresi dialami oleh sekitar 40% pasien dengan stroke, 35% pasien dengan kanker, 25% pasien dengan penyakit Parkinson, 20% pasien dengan penyakit kardiovaskular, dan 10% pasien dengan diabetes. Pada penelitian lain diperkirakan pada tahun 2008 terdapat 18,3 juta orang yang berusia ≥ .3,5 ETIOLOGI Etiologi diajukan para ahli mengenai depresi pada usia lanjut adalah: 1. Polifarmasi Terdapat beberapa golongan obat yang dapat menimbulkan depresi, antara lain: analgetika, obat antiinflamasi nonsteroid, antihipertensi, antipsikotik, antikanker, ansiolitika, dan lain-lain. 2. Kondisi medis umum Beberapa kondisi medis umum yang berhubungan dengan depresi adalah gangguan endokrin, neoplasma, gangguan neurologis, dan lain-lain. 3. Teori neurobiologi Para ahli sepakat bahwa faktor genetik berperan pada depresi lansia. Pada beberapa penelitian juga ditemukan adanya perubahan neurotransmiter pada depresi lansia, seperti menurunnya konsentrasi serotonin, norepinefrin, dopamin, asetilkolin, serta meningkatnya konsentrasi monoamin oksidase otak akibat proses penuaan. Atrofi otak juga diperkirakan berperan pada depresi lansia. 3 Universitas Sumatera Utara 4. Teori psikodinamik Elaborasi Freud pada teori Karl Abraham tentang proses berkabung menghasilkan pendapat bahwa hilangnya objek cinta diintrojeksikan ke dalam individu tersebut sehingga menyatu atau merupakan bagian dari individu itu. Kemarahan terhadap objek yang hilang tersebut ditujukan kepada diri sendiri. Akibatnya terjadi perasaan bersalah atau menyalahkan diri sendiri, merasa diri tidak berguna, dan sebagainya. 5. Teori kognitif dan perilaku Konsep Seligman tentang learned helplessness menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kehilangan yang tidak dapat dihindari akibat proses penuaan seperti keadaan tubuh, fungsi seksual, dan sebagainya dengan sensasi passive helplessness pada pasien usia lanjut. 6. Teori psikoedukatif Hal-hal yang dipelajari atau diamati individu pada orang tua usia lanjut misalnya ketidakberdayaan mereka, pengisolasian oleh keluarga, tiadanya sanak saudara ataupun perubahan-perubahan fisik yang diakibatkan oleh proses penuaan dapat memicu terjadinya depresi pada usia lanjut. Dukungan sosial yang buruk dan kegiatan religius yang kurang dihubungkan dengan terjadinya depresi pada lansia. Suatu penelitian komunitas di Hongkong menunjukkan hubungan antara dukungan sosial yang buruk dengan depresi. Kegiatan religius dihubungkan dengan depresi yang lebih rendah pada lansia di Eropa. “Religious coping” berhubungan dengan kesehatan emosional dan fisik yang lebih baik. “Religious coping” berhubungan dengan berkurangnya gejala-gejala depresif tertentu, yaitu kehilangan ketertarikan, perasaan tidak berguna, penarikan diri dari interaksi sosial, kehilangan harapan, dan gejala-gejala kognitif lain pada depresi .4,7 DIAGNOSIS Tanda dan Gejala Ciri-ciri pokok untuk episode depresif mayor adalah suatu periode paling sedikit 2 minggu yang mana selama masa tersebut terdapat mood terdepresi atau kehilangan ketertarikan atau kesenangan dalam hampir semua aktivitas. Individu dengan depresi juga harus mengalami paling 4 Universitas Sumatera Utara sedikit empat gejala tambahan yang ditarik dari suatu daftar yang meliputi perubahan-perubahan dalam nafsu makan atau berat badan, tidur, dan aktivitas psikomotorik; energi yang berkurang; perasaan tidak berharga atau bersalah; kesulitan dalam berpikir, berkonsentrasi, atau membuat keputusan; atau pemikiran-pemikiran berulang tentang kematian atau pemikiran, rencanarencana, atau usaha untuk bunuh diri .8 Gejala-gejala depresi lain pada lanjut usia: 1. kecemasan dan kekhawatiran 2. keputusasaan dan keadaan tidak berdaya 3. masalah-masalah somatik yang tidak dapat dijelaskan 4. iritabilitas 5. kepatuhan yang rendah terhadap terapi medis atau diet 6. psikosis5 Manifestasi depresi pada lansia berbeda dengan depresi pada pasien yang lebih muda. Gejalagejala depresi sering berbaur dengan keluhan somatik. Keluhan somatik cenderung lebih dominan dibandingkan dengan mood depresi. Gejala fisik yang dapat menyertai depresi dapat bermacam-macam seperti sakit kepala, berdebar-debar, sakit pinggang, gangguan gastrointestinal, dan sebagainya. Penyakit fisik yang diderita lansia sering mengacaukan gambaran depresi, antara lain mudah lelah dan penurunan berat badan. Inilah yang menyebabkan depresi pada lansia sering tidak terdiagnosa maupun diterapi dengan baik.1,9,10 Penyebab lain kesulitan dalam mengenal depresi pada lansia adalah baik lansia maupun keluarga biasanya tidak memperdulikan gejala-gejala depresif. Mereka menganggap bahwa gejala-gejala tersebut normal bagi orang yang telah mencapai usia tua. Lansia sendiri sering gagal mengenali depresi yang terjadi pada dirinya . Beberapa penelitian melaporkan bahwa sampai sepertiga lansia yang menderita depresi mayor tidak menggambarkan mood mereka sebagai mood terdepresi. Selain itu lansia sering menutupi rasa sedihnya dengan justru menunjukkan dia lebih aktif . Para klinisi juga mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi depresi pada lansia dengan menggunakan kriteria pada DSM-IV. Kriteria diagnostik tersebut tidak disesuaikan dengan 5 Universitas Sumatera Utara golongan usia. Seringkali terjadi kesulitan dalam memisahkan depresi dari perubahan fisik khas yang terkait usia, penyakit, dan gejala-gejala yang terjadi di masa tua .3,5,10 Dampak Depresi pada Lansia Pada usia lanjut depresi yang berdiri sendiri maupun yang bersamaan dengan penyakit lain hendaknya ditangani dengan sungguh-sungguh karena bila tidak diobati dapat memperburuk perjalanan penyakit dan memperburuk prognosis. Pada depresi dapat dijumpai hal-hal seperti di bawah ini : -Depresi dapat meningkatkan angka kematian pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler -Pada depresi timbul ketidakseimbangan hormonal yang dapat memperburuk penyakit kardiovaskular. (Misal: peningkatan hormon adrenokortikotropin akan meningkatkan kadar kortisol). - Metabolisme serotonin yang terganggu pada depresi akan menimbulkan efek trombogenesis. - Perubahan suasana hati (mood) berhubungan dengan gangguan respons imunitas termasuk perubahan fungsi limfosit dan penurunan jumlah limfosit. - Pada depresi berat terdapat penurunan aktivitas sel natural killer. - Pasien depresi menunjukkan kepatuhan yang buruk pada program pengobatan maupun rehabilitasi.1 Skrining Depresi pada Lansia dengan Geriatric Depression Scale Skrining depresi pada lansia pada layanan kesehatan primer sangat penting. Hal ini penting karena frekuensi depresi dan adanya gagasan untuk bunuh diri pada lansia adalah tinggi . Skrining juga perlu dilakukan untuk membantu edukasi pasien dan pemberi perawatan tentang depresi, dan untuk mengikuti perjalanan gejala-gejala depresi seiring dengan waktu. Skrining tidak ditujukan untuk membuat diagnosis depresi mayor, namun untuk mendokumentasikan gejala-gejala depresi sedang sampai berat pada lansia apapun penyebabnya.4,5 6 Universitas Sumatera Utara Skrining depresi pada lansia memiliki kekhususan tersendiri. Gejala-gejala depresi seperti kesulitan-kesulitan tidur, energi yang berkurang, dan libido yang menurun secara umum ditemukan pada penderita depresi lansia . Pemikiran tentang kematian dan keputusasaan akan masa depan mempunyai makna yang berbeda bagi mereka yang berada pada fase terakhir kehidupan. Lagipula, kondisi medik kronik lebih umum pada pasien geriatri dan dapat berhubungan dengan retardasi motorik dan tingkat aktivitas yang berkurang. Komorbiditas dengan demensia dapat mempengaruhi konsentrasi dan proses kognitif. Geriatric Depression Scale (GDS) dirancang untuk menjadi tes untuk skrining depresi yang mudah untuk dinilai dan dikelola . Geriatric Depression Scale memiliki format yang sederhana, dengan pertanyaan-pertanyaan dan respon yang mudah dibaca. Geriatric Depression Scale telah divalidasi pada berbagai populasi lanjut usia, termasuk di Indonesia. Selain GDS, screening scale lain yang telah terstandardisasi adalah Center for Epidemiologic Studies Depression Scale, Revised (CES-D-R). Selain GDS dan CES-D-R, masih ada instrumen skrining lain seperti Hamilton Rating Scale for Depression, Zung Self-Rating Depression Scale, Montgomery-Asberg Depression Rating Scale , namun kedua instrumen inilah yang paling sering digunakan .4,11,13 Geriatric Depression Scale terdiri dari 30 pertanyaan yang dirancang sebagai suatu selfadministered test, walaupun telah digunakan juga dalam format observer-administered test. Geriatric Depression Scale dirancang untuk mengeliminasi hal-hal somatik, seperti gangguan tidur yang mungkin tidak spesifik untuk depresi pada lansia. Skor 11 pada GDS mengindikasikan adanya depresi yang signifikan secara klinis, dengan nilai sensitivitas 90,11 % dan nilai spesifisitas 83,67% . Terdapat juga GDS versi pendek yang terdiri dari 15 pertanyaan saja. Pada GDS versi pendek ini, skor 5 atau lebih mengindikasikan depresi yang signifikan secara klinis.5,14 Geriatric Depression Scale menjadi tidak valid bila digunakan pada lansia dengan gangguan kognitif. Status kognitif harus terlebih dahulu dinilai dengan Mini Mental State Examination (MMSE), karena kemungkinan yang besar dari komorbiditas depresi dan fungsi kognitif .4 Mini Mental State Examination adalah suatu skala terstruktur yang terdiri dari 30 poin yang dikelompokkan menjadi tujuh kategori: orientasi tempat, orientasi waktu, registrasi, atensi dan konsentrasi, mengingat kembali, bahasa, dan konstruksi visual. Mini Mental State Examination 7 Universitas Sumatera Utara didesain untuk mendeteksi dan menjejaki kemajuan dari gangguan kognitif yang terkait dengan gangguan neurodegenerative seperti penyakit Alzheimer. Mini Mental State Examination telah terbukti merupakan instrumen yang valid dan sangat dapat dipercaya . Nilai MMSE 0-16 menunjukkan suatu definite gangguan kognitif..11 PENATALAKSANAAN Tujuan utama terapi adalah untuk mencegah relaps, rekuren dan kronisitas. Depresi pada lansia dapat lebih efektif diobati dengan kombinasi terapi psikologis dan farmakologis disertai pendekatan interdisiplin yang menyeluruh. Penanganan depresi pada lansia memerlukan perhatian ekstra, segala kesulitan dan keluhan perlu didengarkan dengan sabar. Karena ketidaksabaran terapis dianggap sebagai penolakan . Adapun strategis praktis pada individu adalah: 1. Menyusun jadwal pertemuan untuk menjaga kepatuhan dan komitmen . 2. Mengetengahkan topic pembicaraan tentang kehidupan social yang umum untuk membangun hubungan dokter – pasien yang baik 3. Secara terfokus membicarakan masalah dan menetapkan sasaran realistis yang dapat dicapai untuk memberikan arah yang pasti bagi pasien 4. Mendorong pasien terlibat dalam kegiatan yang berarti dan berguna untuk meningkatkan kemampuan menikmati pengalaman yang menyenangkan 5. Menunjukkan kepedulian melalui sentuhan fisis yang wajar 6. Meninjau kembali apa yang telah dicapai dimasa lalu untuk membangkitkan rasa mampu dan harga diri.10 Indikasi Pemberian Obat Antidepresi Secara umum indikasi pemberian obat anti depresi adalah untuk gangguan depresi sedang sampai berat , episode depresi berulang dan depresi dengan gambaran melankolia atau psikotik. Karena manifestasi klinis depresi pada usia lanjut seringkai tidak khas , maka menentukan indikasi pemberian obat antidepresi pada pasien lansia seringkali merupakan pertimbangan klinis 8 Universitas Sumatera Utara berdasarkan pada pengalaman klinis dalam mengenali tanda dan gejala depresi yang terselubung.10 Pemilihan obat Antidepresi Pemilihan jenis obat antidepresi bagi pasien usia lanjut lebih merujuk pada profil efek samping obat . Preparat sekunder trisiklik ( desipramin, nortriptilin ) masih cukup aman dan efektif untuk digunakan pada lansia. Antidepresi generasi baru bekerja pada reseptor susunan saraf otak , bersifat lebih selektif dan spesifik sehingga profil efek sampingnya lebih baik. Jenis – jenis obat antidepressant : 1. Tricyclic compound : Amitriptyline, Imipramine, Clomipramine, Tianeptin 2. Tetracyclic compound :Maprotiline, Mianserin, Amoxapine 3. Reversible MAOIs : Moclobemide 4. Serotonin Selective Reuptake Inhibitor / SSRI : Fluoxetin, Sertralin, Paroksetin, Fluvoksamin, Sitalopram 5. Atypical Antidepresants : Trazodone, Nefazodone, Mirtazepin, Venlafaksin Saat ini golongan SSRI merupakan obat antidepresi yang dianjurkan sebagai lini pertama sebagai pengobatan depresi pada lansia. Dari golongan SSRI, Sitalopram dan Sertralin dianggap paling aman karena kedua obat ini sangat sedikit dimetabolisme oleh isoenzym cytochrome P450, sehingga mengurangi resiko interaksi obat yang merugikan. Namun SSRI mempunyai efek samping yaitu keluhan serotoninergic seperti sakit kepala, mual, diare, insomnia dan agitasi psikomotor. SSRI juga dapat menimbulkan efek samping ekstrapiramidal khususnya pada pasien depresi dengan komorbiditas penyakit syaraf. Salah satu efek samping berbahaya darin SSRI adalah Central Serotonin Syndrom , yang dapat timbul bila digunakan bersama obat-obat yang dapat memacu transmisi serotonin, seperti MAOIs dan obat-obat dekongestan ( phenylpropanolamine ). Penggunaan fluvoksamin bersama teofilin harus dihindari karena dapat menyebabkan takikardi supraventricular yang serius. Pasien dengan keluhan insomnia dapat dipilihkan preparat antidepresi yang bersifat sedative kuat seperti mirtazepin atau trazodone. SSRI dan Tianeptin bersifat non sedative dan dikatakan efektif 9 Universitas Sumatera Utara memperbaiki keluhan gangguan kognitif pada pseudodemensia.Trazodone baik untuk mereka dengan keluhan disfungsi seksual, tetapi dapat mengakibatkan hipotensi ortostatik. Pemberian antidepresi dimulai dengan dosis rendah dinaikkan perlahan-lahan ( start low and go slow ). Pengobatan antidepresi dibedakan atas tiga fase, yaitu : Fase akut yang berlangsung antara 6 -12 minggu. Pada tahap ini dosis optimal obat untuk memperbaiki gejala depresi diharapkan tercapai. Tahap kedua disebut sebagai fase lanjutan yakni dosis optimal dipertahankan selama 4 sampai dengan 9 bulan untuk mencegah terjadinya relaps. Tahap berikutnya disebut terapi rumatan yang dapat berlangsung hingga satu tahun atau lebih. Terapi rumatan diberikan terutama untuk gangguan depresi dengan riwayat episode berulang 10 10 Universitas Sumatera Utara Tabel 9 Terapi Elektrokonvulsi ( ECT ) Untuk pasien depresi yang tidak bisa makan dan minum , intoleransi terhadap efek samping obat antidepresi atau gagal terapi, kecenderungan tidak patuh minum obat, berniat bunuh diri atau retardasi hebat maka ECT diberikan 1-2 kali seminggu pada pasien rawat inap, unilateral untuk mengurangi problem memori. Terapi ECT diberikan sampai ada perbaikan mood ( sekitar 5-10 kali ) dilanjutkan dengan obat antidepresi untuk mencegah kekambuhan.10 Perawatan Lanjut dan Asuhan ( Home Care ) Pelayanan kesehatan asuhan rumah bagi usia lanjut adalah salah satu unsur pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk kesehatan perorangan atau kesehatan keluarga ditempat tinggal mereka dalam segi promotif , rehabilitative, kuratif dalam upaya mempertahankan kemampuan individu 11 Universitas Sumatera Utara untuk mandiri secara optimal. Asuhan rumah bagi para usia lanjut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perawatan dalam menghadapi kondisi tubuh yang makin rapuh atau sakit kronis. Kunjungan rumah oleh seorang dokter dan atau paramedic sebagai satu tim amat bermanfaat bagi penderita karena dapat meningkatkan pemahaman menyeluruh penderita dan akan dapat memberikan pilihan terbaik untuk penderita yang dirawat. Idealnya asuhan rumah dilaksanakan oleh suatu tim dengan melibatkan dokter keluarga, bila diperlukan dokter spesialis, ahli gizi, paramedic,caregiver ( pramuwerdha), relawan usia lanjut dll. Tujuan umum nya adalah meningkatkan kualitas hidup usia lanjut, dan tujuan khususnya adalah : 1. Menekan serendah mungkin biaya perawatan kesehatan ( penghematan biaya pemondokan di RS ) 2. Mengurangi frekuensi hospitalisasi dan memperpendek lama perawatan dirumah sakit setelah fase akut 3. Meningkatkan usaha promotif , preventif, kuratif dan rehabilitative 4. Melakukan pencegahan primer, sekunder dan tersier misalnya pemberian imunisasi Keuntungan / manfaat program lainnya dari asuhan rumah ini bagi pasien depresi dan keluarganya adalah mengurangi stress akibat perawatan di RS dan pasien lebih mudah berkomunikasi dengan orang-orang sekitarnya, serta memberikan suasana yang lebih nyaman dan akrab bagi pasien.10 PROGNOSIS Depresi pada lansia yang tidak ditangani dapat berlangsung bertahun-tahun dan dihubungkan dengan kualitas hidup yang jelek, kesulitan dalam fungsi sosial dan fisik, kepatuhan yang jelek terhadap terapi, dan meningkatnya morbiditas dan mortalitas akibat bunuh diri dan penyebab lainnya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa depresi pada lansia menyebabkan peningkatan penggunaan rumah sakit dan outpatient medical services . 12 Universitas Sumatera Utara Depresi mayor pada lansia setelah masa follow-up yang lebih lama menunjukkan perjalanan yang kronik pada beberapa penelitian. Penelitian-penelitan menunjukkan bahwa orang-orang yang pernah memiliki suatu episode depresi mayor cenderung memiliki episode tambahan. Lansia mungkin membutuhkan waktu yang lebih lama untuk pulih dari depresi dan memiliki waktu untuk relapse yang lebih singkat daripada orang-orang yang lebih muda .10 KESIMPULAN Depresi pada pasien geriatric sulit didiagnosa antara lain karena gejalanya tidak khas, dan keluarga pasien maupun dokter acap kali tidak mewaspadai kondisi ini. Kondisi multipatologi selain menyulitkan pengenalan gejala dini , juga merupakan faktor resiko penting selain polifarmasi, obat – obat tertentu , rasa kehilangan dan berbagai faktor lain . Penatalaksanaan meliputi psikoterapi suportif pada tahap ringan dan obat antidepresi untuk depresi sedang sampai berat. Terapi elektrokonvulsi masih ada tempatnya terutama pada depresi berat. Keluarga amat penting perannya jika dilibatkan pada saat yang tepat. Asuhan rumah juga dapat memberikan alternative solusi lain yang lebih mendekatkan pasien pada suasana rumah.10 13 Universitas Sumatera Utara Geriatric Depression Scale: Short Form14 Choose the best answer for how you have felt over the past week: 1. Are you basically satisfied with your life? YES / NO 2. Have you dropped many of your activities and interests? YES / NO 3. Do you feel that your life is empty? YES / NO 4. Do you often get bored? YES / NO 5. Are you in good spirits most of the time? YES / NO 6. Are you afraid that something bad is going to happen to you? YES / NO 7. Do you feel happy most of the time? YES / NO 8. Do you often feel helpless? YES / NO 9. Do you prefer to stay at home, rather than going out and doing new things? YES / NO 10. Do you feel you have more problems with memory than most? YES / NO 11. Do you think it is wonderful to be alive now? YES / NO 12. Do you feel pretty worthless the way you are now? YES / NO 13. Do you feel full of energy? YES / NO 14. Do you feel that your situation is hopeless? YES / NO 15. Do you think that most people are better off than you are? YES / NO Answers in bold indicate depression. Score 1 point for each bolded answer. A score > 5 points is suggestive of depression. A score ≥ 10 points is almost always indicative of depression. A score > 5 points should warrant a follow-up comprehensive assessment 14 Universitas Sumatera Utara 15 Universitas Sumatera Utara 16 Universitas Sumatera Utara 17 Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA 1. Mudjaddid, E., 2003. Depresi dan Komorbiditasnya pada Pasien Geriatri. Dalam: Supartondo, Setiati, S., dan Soejono, C.H., (eds). 2003. Prosiding Temu Ilmiah Geriatri 2003 “Penatalaksanaan Pasien Geriatri dengan Pendekatan Interdisiplin”. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta: 113-121 2. Sadock, B.J. and Sadock, V.A., 2007. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry: Behavioral Science/Clinical Psychiatry. 10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 3. Hoyer, W.J. and Roodin, P.A., 2003. Adult Development and Aging. 5th ed. NewYork: McGraw-Hill 4. Blazer, D.G., 2003. Depression in Late Life: Review and Commentary. J Gerontology Med Sci 58A, No.3: 249-265. Available from: http://focus.psychiatryonline.org/cgi/content/full/7/1/118. [acessed 25 April 2010] 5. Gallo, J.J. and Gonzales, J., 2001. Depression and Other Mood Disorder. In: Adelman, A.M., Daly, M.P., and Weiss, B.D., eds. 20 Common Problems in Geriatrics. New York: McGraw-Hill, 205-235. 6. Schoever, R.A., Geerlings, M.I., Beekman, A.T.F., Pennix, B.W.J.H., Deeg, D.J.H., Jonker, C., and Tilburg, W.V., 2000. Association of Depression and Gender with Mortality in Old Age. Br J Psychiatry 177:336-342. Available from: http://bjp.rcpsych.org/cgi/content/full/177/4/336. [acessed 16 April 2010] 7. Damping, C.E., 2003. Depresi pada Geriatri: Apa Kekhususannya. Dalam: Supartondo, Setiati, S., dan Soejono, C.H., (eds). 2003. Prosiding Temu Ilmiah Geriatri 2003 “Penatalaksanaan Pasien Geriatri dengan Pendekatan Interdisiplin”. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta: 107-112 18 Universitas Sumatera Utara 8. American Psychiatric Association, 2000. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Fourth Edition Text Revision. Washington, DC: American Psychiatric Association. 9. Bonnie,2011. Geriatric depression : The use of antidepressant in the elderly . 341-7. Available from : http :// bcmj vol s3 no 7. (accessed September 2011). 10. Soejono, C.H., Probosuseno, dan Sari, N.K., 2014. Depresi pada Pasien Usia Lanjut. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S., ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 3810-3816. 11. Rush, A.J., et al., 2000. Handbook of Psychiatric Measures. Washington, DC: American Psychiatric Association 12. Holroyd and Clayton, A.H., 2002. Measuring Depression in Elderly: Which Scale is Best? Available from: http://www.medscape.com/viewarticle/430554. [acessed 9 April 2010] 13. Nasrun, M.W.S., 2009. Hendaya Kognitif Non Demensia (HKND) pada Populasi “Brain at Risk” bagi Praktisi Kesehatan. Jakarta: Interna Publishing. 14. Brink. TL, Yessavage JA, Lum O. Heersena.P Adey MB, Rose TL : Screening test for geriatric depression. Clinical gerotologist 1: 37-44, 1982. 19 Universitas Sumatera Utara