10 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1

advertisement
BAB 2
TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Teoretis
2.1.1 Pengertian Bank Syariah
Berdasarkan Undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah bab 1 pasal 1. Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut
tentang bank syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS), mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Sedangkan bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah
(BUS) dan Bank Pembiayaan Syariah.
Bank syariah atau lebih dikenal dengan istilah Islamic Banking adalah bank
yang beroperasi dengan tidak mengandalkan bunga. Dan merupakan suatu
lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa
lainnya
dalam
lalu
lintas
pembiayaan
serta
peredaran
uang
yang
pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam (Muhammad, 2005).
Menurut Undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
bab 1 pasal 1 tersebut, yang dimaksud prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam
dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang
memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Sedangkan
menurut jenisnya, Bank Umum Syariah (BUS) adalah bank syariah yang dalam
10
11
kegiatan memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, sebaliknya Bank
Pembiayaan Syariah tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran.
Undang-undang nomor
21
tahun
2008
tentang Perbankan
Syariah
memperbolehkan Bank Umum Konvensional mempunyai Unit Usaha Syariah
(UUS). Unit Usaha Syariah (UUS) adalah unit kerja dari kantor pusat Bank
Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit
yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau unit
kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri
yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai
kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah.
Unit Usaha Syariah dapat berkembang menjadi Bank Umum Syariah. Jadi
dapat dikatakan Unit Usaha Syariah merupakan cikal bakal Bank Umum Syariah
(Peraturan Bank Indonesia No. 4/1/PBI/2002 Tentang Perubahan Kegiatan Usaha
Bank
Umum
Konvensional Menjadi
Bank
Umum
Berdasarkan
Prinsip
Syariah dan Pembukaan Kantor Bank Berdasarkan Prinsip Syariah Oleh
Bank Umum Pasal 1 Ayat 9). Namun tidak semua bank syariah berawal
dari Unit Usaha Syariah, contohnya Bank Muamalat yang berdiri langsung
dengan berbadan hukum Bank Umum Syariah.
Menurut Antonio (2001), karakteristik yang membedakan bank syariah
dengan bank konvensional adalah tidak mengenal adanya konsep time value of
money, tidak diperkenankan kegiatan yang bersifat spekulatif karena adanya
ketidakpastian, serta tidak diperkenankan dua transaksi dan dua harga untuk satu
barang. Terdapat pula perbedaan yang cukup mendasar antara bank konvensional
12
dan bank syariah, yaitu aspek legal dan usaha yang dibiayai. Dalam aspek legal di
bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi dunia dan akhirat
(ukhrawi) karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Pada aspek
bisnis dan usaha yang dibiayai, dalam bank syariah tidak dimungkinkan
membiayai usaha yang terkandung di dalamnya hal-hal yang diharamkan. Hal
yang harus dipastikan adalah apakah obyek yang dibiayai dikategorikan
pembiayaan halal atau tidak, apakah proyek yang dibiayai menimbulkan
kemudharatan untuk masyarakat atau tidak.
2.1.2 Peraturan dan Perundang-undangan Terkait Bank Syariah
Bank umum syariah pertama didirikan di Indonesia pada tahun 1992
berdasarkan UU No. 7 Th. 1992 tentang Perbankan dan Peraturan Pemerintah No.
72 tentang Bank beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil. Sesuai perkembangan
perbankan, maka UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan disempurnakan
menjadi UU No. 10 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan
dan terakhir disempurnakan lagi dengan UU No. 21 tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah.
Bank Indonesia mengatur operasi bank syariah dalam bentuk Peraturan
Bank
Indonesia
No.
9/1/PBI/2007
tentang
Sistem
Penilaian
Tingkat
Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah. Peraturan ini mengatur
persyaratan tingkat kesehatan bank syariah yang layak untuk beroperasi.
Peraturan ini didukung oleh Surat Edaran No. 9/24/DPbS tertanggal 30
Oktober 2007, yang ditujukan kepada semua bank umum yang melaksanakan
13
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang juga diterbitkan oleh Bank
Indonesia. Dalam Surat Edaran ini dijelaskan mengenai Sistem Penilaian Tingkat
Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah.
2.1.3 Peran dan Fungsi Bank Syariah
Fungsi bank Syariah menurut menurut Antonio (2001: 200) bahwa dalam
paradigm Islam, bank syariah memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Manajemen investasi, menurut kontrak mudharabah bank (mudharib) yang
melaksanakan investasi dana dari pihak lain menerima presentase keuntungan
hanya dalam kasus untung dalam terjadi kerugian sepenuhnya menjadi resiko
penyedia dana (shahibul maal) sedangkan bank tidak ikut menanggungnya.
2. Investasi, bank Islam menginvestasikan dana yang ditempatkan pada dunia
usaha dengan menggunakan alat-alat investasi yang konsisten dengan syariah.
3. Jasa-jasa keuangan, bank Islam dapat juga menawarkan berbagai jasa
keuangan lainnya berdasarkan upah (fee based) dalam sebuah kontrak
perwakilan atau penyewaan.
4. Jasa sosial, konsep perbankan Islam mengharuskan bank Islam melaksanakan
jasa sosial yang sesuai dengan ajaran Islam.
Adapun peranan bank Islam menurut Muhammad (2005: 15), yaitu:
1. Memurnikan
operasional
perbankan
syariah
sehingga
dapat
lebih
meningkatkan kepercayaan masyarakat.
2. Meningkatkan kesadaran syariah umat Islam sehingga memperluas segmen
dan pasar perbankan syariah.
14
3. Menjalin kerjasama dengan para ulama karena bagaimanapun peran ulama
khususnya di Indonesia sangat dominan bagi kehidupan Islam.
2.1.4 Tujuan Bank Syariah
Bank syariah adalah bank yang aktivitasnya meninggalkan masalah riba.
Dengan demikian, penghindaran bunga yang dianggap riba merupakan salah satu
tantangan yang dihadapi dunia Islam saat ini. Suatu hal yang sangat
menggembirakan bahwa belakangan ini para ekonom muslim telah mencurahkan
perhatian besar, guna menemukan cara untuk menggantikan sistem bunga dalam
transaksi perbankan dan membangun model teori ekonomi yang bebas dan
pengujiannya terhadap pertumbuhan ekonomi, alokasi dan distribusi pendapatan.
Oleh karena itu, maka mekanisme perbankan bebas bunga yang biasa disebut
dengan bank syariah didirikan. Dalam sistem bunga, bank tidak akan tertarik
dalam kemitraan usaha kecuali bila ada jaminan kepastian pengembalian
modal dan pendapatan bunga (Arifin, 2002).
2.1.5 Pembiayaan Syariah
Fungsi dan kegiatan
menyalurkan
bank
syariah
adalah
menghimpun
dana
dan
dana dalam terminologi bank syariah disebut dengan istilah
pembiayaan, sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang no.21
tahun 2008 pasal 19 ayat 1. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang perbankan (pasal 1) disebutkan bahwa, “pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan
15
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan
tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil”. Adanya
bank syariah diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap pertumbuhan
ekonomi masyarakat melalui pembiayaan-pembiayaan yang dikeluarkan oleh
bank syariah. Melalui pembiayaan ini bank syariah dapat menjadi mitra dengan
nasabah, sehingga hubungan bank syariah dengan nasabah tidak lagi sebagai
kreditur dan debitur tetapi menjadi hubungan kemitraan (Muhammad, 2005).
2.1.6 Sistem Pembiayaan Bank Syariah
Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi 2 hal,
yaitu (Antonio, 2001):
1. Pembiayaan Produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik
usaha produksi, perdagangan, maupun investasi.
2. Pembiayaan Konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan
konsumsi,
yang
akan
habis
digunakan
untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
2.1.7 Pembiayaan Mudharabah
Mudharabah merupakan pembiayaan atau penanaman dana dari pemilik dana
(shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan
usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua
16
belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. Sedangkan
untuk modal usaha seluruhnya berasal dari pihak pemilik dana (shahibul maal).
a. Ketentuan umum skema pembiayaan mudharabah,sebagai berikut:
1. Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal
harus diserahkan tunai, dan dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan
nilainya dalam satuan uang. Apabila modal diserahkan secara bertahap harus
jelas tahapannya dan disepakati bersama.
2. Hasil dari pengelolaan pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan dengan
cara perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing) dan perhitungan
dari keuntungan proyek (profit sharing).
3. Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap
bulan atau waktu yang disepakati. Bank selaku pemilik modal menanggung
seluruh kerugian kecuali akibat kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah.
4. Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak berhak
mencampuri urusan pekerjaan atau usaha nasabah.
5. Jika nasabah cidera dengan sengaja misalnya tidak mau membayar kewajiban
atau menunda pembayaran kewajiban dapat dikenakan sanksi administrasi.
2.1.8 Tujuan dan Fungsi Pembiayaan Mudharabah
Tujuan pembiayaan mudharabah terbagi menjadi dua, yaitu tujuan untuk
tingkat ekonomi makro dan mikro. Tujuan pembiayaan mudharabah untuk tingkat
makro diantaranya, peningkatan ekonomi umat, tersedianya dana untuk
peningkatan usaha, peningkatan produktifitas, pembukaan lapangan kerja baru,
17
dan
terjadinya
distirbusi
pendapatan.
Sedangkan
tujuan
mikro
adalah
maksimalisasi laba, minimalisasi resiko, pendayagunaan sumber daya ekonomi
yang merupakan mixing antara sumber daya modal dan untuk menyalurkan
kelebihan dana.
Adapun fungsi pembiayaan mudharabah adalah meningkatkan daya guna
uang dan barang, meningkatkan peredaran uang, menimbulkan kegairahan usaha,
meningkatkan stabilitas ekonomi dan sebagai jembatan untuk meningkatkan
pendapatan nasional.
2.1.9 Kinerja Mudharabah
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, kinerja (performance) dapat
didefinisikan sebagai sesuatu yang dicapai atau prestasi yang diperlihatkan.
Penilaian kinerja perusahaan bagi manajemen dapat diartikan sebagai prestasi
yang dapat dicapai oleh perusahaan. Kinerja perusahaan merupakan pengukuran
prestasi perusahaan yang ditimbulkan sebagai akibat dari proses pengambilan
keputusan manajemen yang kompleks dan sulit, karena menyangkut efektivitas
pemanfaatan modal, efisiensi, dan rentabilitas dari kegiatan perusahaan
(Meriewaty, 2005).
Bank syariah merupakan lembaga keuangan syariah yang berorientasi pada
laba (profit). Laba bukan hanya untuk kepentingan pemilik atau pendiri, tetapi
juga sangat penting untuk pengembangan usaha bank syariah. Laba bank syariah
terutama diperoleh dari selisih antara pendapatan atas penanaman dana dan biayabiaya yang dikeluarkan selama periode tertentu. Untuk dapat memperoleh hasil
18
yang optimal, bank syariah dituntut untuk melakukan pengelolaan dananya secara
efisien dan efektif, baik atas dana-dana yang dikumpulkan dari masyarakat (dana
pihak ketiga), serta dana modal pemilik atau pendiri bank syariah maupun atas
pemanfaatan atau penanaman dana tersebut (Muhammad, 2005).
Laba merupakan tujuan utama yang ingin dicapai dalam sebuah usaha,
termasuk juga bagi usaha perbankan. Alasan dari pencapaian laba perbankan
tersebut dapat berupa kecukupan dalam pemenuhan dalam memenuhi kewajiban
terhadap pemegang saham, penilaian atas kinerja pimpinan, dan meningkatkan
daya tarik investor untuk menanamkan modalnya. Laba yang tinggi membuat
bank mendapat kepercayaan dari masyarakat yang memungkinkan bank
untuk menghimpun modal yang lebih banyak sehingga bank memperoleh
kesempatan meminjamkan dengan lebih luas (Simorangkir, 2004).
Menurut Arifin (2009) fungsi penggunaan dana yang terpenting bagi bank
komersial adalah fungsi pembiayaan. Pembiayaan merupakan indikator utama
untuk mengukur perkembangan atau pertumbuhan pangsa pasar
perbankan
syariah nasional. Kualitas pembiayaan syariah juga menunjukkan kinerja yang
membaik
dengan ditunjukkan oleh membesarnya porsi pembiayaan. Dalam
penelitian ini kinerja perusahaan perbankan syariah diproksikan dengan ukuran
laba mudharabah yang dihitung menggunakan porsi laba mudharabah. Adapun
rumusnya adalah sebagai berikut:
Porsi Laba Mudharabah =
Pembiayaan Mudharabah
Laba tahun berjalan
x 100%
19
2.1.10 Rasio CAMEL
CAMEL digunakan pertama kali di Amerika pada tahun 1980an. Namun
untuk di Indonesia sendiri, rasio CAMEL baru digunakan setelah Peraturan
Bank Indonesia melalui Surat Keputusan Direksi BI No. 30/11/KEP/DIR
pada tahun 1997 dan Surat Keputusan Direksi BI No. 30/277/KEP/DIR tahun
1998 tentang analisis CAMEL dikeluarkan. Analisis CAMEL dan ditetapkan
sebagai panduan untuk menilai tingkat kesehatan bank. Rasio model CAMEL
terdiri dari:
a. komponen capital digunakan untuk menilai tingkat kecukupan modal bank
dalam mengamankan eksposur risiko posisi dan mengantisipasi eksposur
risiko yang akan muncul.
b. Komponen asset quality digunakan untuk
menilai kondisi
aset bank,
termasuk antisipasi atas risiko gagal bayar dari pembiayaan (credit risk) yang
akan muncul.
c. Komponen management digunakan untuk menilai kemampuan manajerial
pengurus
bank
dalam
menjalankan
usaha
sesuai
dengan prinsip
manajemen umum, kecukupan manajemen risiko dan kepatuhan bank
terhadap ketentuan baik yang terkait dengan prinsip kehati-hatian maupun
kepatuhan terhadap prinsip syariah dan komitmen bank kepada Bank
Indonesia.
d. Komponen earning digunakan untuk menilai kemampuan bank dalam
menghasilkan laba.
20
e. Komponen liquidity digunakan untuk menilai kemampuan bank dalam
memelihara tingkat likuiditas yang memadai termasuk antisipasi atas
risiko
likuiditas
yang akan muncul (Surat Edaran Bank Indonesia No.
9/24/DPbS).
Kesehatan atau kondisi keuangan dan non keuangan bank berdasarkan prinsip
syariah merupakan kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik manajemen
bank, masyarakat pengguna jasa bank. Dalam melakukan penilaian terhadap
kinerja bank, metode CAMEL adalah metode standar yang digunakan oleh bank
sentral hampir di seluruh dunia. Bank sentral mempunyai kewajiban dan
wewenang untuk menjaga dan mengendalikan bank-bank yang ada di dalam
industri perbankannya. Untuk melakukan kontrol terhadap kinerja maka bank
sentral mewajibkan bank-bank untuk mengirimkan laporan keuangan secara
berkala baik berupa laporan mingguan, triwulan, semester, maupun laporan
tahunan.
Dalam penelitian ini pengaruh rasio CAMEL terhadap kinerja mudharabah
yang diukur dengan rasio CAR (Capital Adequacy Ratio) sebagai ukuran capital,
rasio NPF (Non Performing Financing) sebagai ukuran asset quality, rasio GWM
(Giro Wajib Minimum) sebagai ukuran management, rasio ROA (Return On
Asset) sebagai ukuran earning, dan rasio FDR (Financing to Deposit Ratio)
sebagai ukuran liquidity.
21
2.1.11 Capital Adequaty Ratio (CAR)
Bank sebagai unit bisnis membutuhkan darah bisnis, yaitu berbentuk modal.
Dengan kata lain, modal bank adalah aspek penting bagi suatu unit bisnis bank.
Sebab beroperasi tidaknya atau dipercaya tidaknya suatu bank, salah satunya
sangat dipengaruhi oleh kondisi kecukupan modalnya. CAR adalah rasio yang
memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung
risiko
(kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari
dana modal sendiri bank disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber
diluar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang) dan lain-lain
(Dendawijaya, 2000).
CAR merupakan rasio permodalan yang menunjukkan kemampuan bank
dalam menyediakan dana untuk keperluan pengembangan usaha dan menampung
risiko kerugian dana yang diakibatkan oleh kegiatan operasi bank. CAR
menunjukkan sejauh mana penurunan asset bank masih dapat ditutup oleh Equity
bank yang tersedia, semakin tinggi CAR semakin baik kondisi sebuah bank
(Tarmidzi, 2003).
CAR diukur dengan membagi modal dengan aktiva tertimbang menurut
resiko (ATMR). Pada bank syariah perhitungan ATMR sedikit berbeda dengan
bank konvensional. Aktiva pada bank syariah dibagi atas aktiva yang dibiayai
dengan modal sendiri serta aktiva yang didanai oleh rekening bagi hasil
(Muhammad,2005). Aktiva yang didanai oleh modal sendiri dan hutang risikonya
ditanggung modal sendiri, sedangkan yang didanai oleh rekening bagi hasil
risikonya ditanggung oleh rekening bagi hasil itu sendiri.
22
Berdasarkan
“Kewajiban
Peraturan
Penyediaan
Memperhitungkan
Risiko
Bank
Indonesia
Modal
Pasar”
No.9/13/PBI/2007
Minimum
Bank
Umum
tentang
dengan
tanggal 1 November 2007, bank wajib
memenuhi kewajiban penyediaan modal minimum dengan memperhitungkan baik
risiko pasar maupun risiko kredit adalah minimal sebesar 8%. Mengacu pada
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004, secara
matematis CAR dirumuskan sebagai berikut:
CAR =
Jumlah Modal
Jumlah ATMR
x 100%
2.1.12 Non Performing Finance (NPF)
Kredit bermasalah merupakan hal yang tidak menggembirakan bagi
pihak bank. Hal ini disebabkan oleh kegagalan pihak debitur memenuhi
kewajibannya untuk membayar angsuran (cicilan) pokok kredit beserta bunga
yang telah disepakati kedua belah pihak dalam perjanjian kredit (Dendawijaya,
2005).
Sebagai indikator yang menunjukkan kerugian akibat risiko kredit adalah
tercermin dari besarnya non performing loan (NPL), dalam terminologi bank
syariah disebut non perfoming financing (NPF). NPF adalah rasio antara
pembiayaan yang bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh
bank
syariah.
Berdasarkan
kriteria
yang
sudah
ditetapkan oleh Bank
Indonesia kategori yang termasuk dalam NPF adalah pembiayaan kurang
lancar, diragukan dan macet.
23
Menurut Antonio (2001) pengendalian biaya mempunyai hubungan terhadap
kinerja lembaga perbankan, sehingga semakin rendah tingkat NPL (ketat
kebijakan kredit) maka akan semakin kecil jumlah pembiayaan yang
disalurkan oleh bank, dan sebaliknya. Menurut surat edaran BI No. 9/24/DPbs,
NPF digunakan untuk mengukur
tingkat
dihadapi
tinggi
oleh
bank. Semakin
permasalahan pembiayaan
rasio
ini,
yang
menunjukkan kualitas
pembiayaan bank syariah semakin buruk, oleh karena itu tingginya rasio ini
dapat mempengaruhi profitabilitas bank karena pembiayaan merupakan salah satu
penyumbang pendapatan bank. Rumus yang digunakan untuk mencari NPF adalah
sebagai berikut :
NPF =
Pembiayaan Bermasalah
Total Pembiayaan yang Disalurkan
x 100%
2.1.13 Giro Wajib Minimum (GWM)
Giro wajib minimum (GWM) adalah jumlah dana minimum yang wajib
dipelihara oleh bank yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar
persentase tertentu
dari
dana
pihak
ketiga bank atau DPK (merupakan
kewajiban Bank kepada penduduk dan bukan penduduk dalam rupiah dan
valuta asing). Dalam perhitungan GWM, DPK berpedoman kepada laporan
DPK dalam rupiah dan valuta asing pada Laporan Berkala Bank Umum.
Ketentuan besarnya GWM rupiah yang harus dipelihara oleh Bank dari waktu
ke waktu mengalami perubahan, misalnya pada tahun 1992 sebesar 2% tahun
1997 menjadi 3% dan tahun 1998 menjadi 5% sejak 1 Juli 2004.
24
Berdasarkan Peraturan BI No. 10/25/PBI/2008 tentang GWM bagi Bank
Umum dalam rupiah dan valuta asing tanggal 23 Oktober 2008, primary reserve
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia minimal 5% dari total dana pihak
ketiga (DPK), secondary reserves 2,5% dari total dana pihak ketiga (DPK),
dan 1% dari total DPK untuk valuta asing.
Jumlah harian saldo rekening giro bank pada BI
GWM =
x 100%
Rata-rata harian produk BPK bank
2.1.14 Return on Asset (ROA)
ROA adalah rasio yang menggambarkan kemampuan bank dalam mengelola
dana yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva yang menghasilkan
keuntungan. ROA adalah gambaran produktivitas bank dalam mengelola dana
sehingga menghasilkan keuntungan. Semakin besar ROA berarti semakin besar
pula tingkat keuntungan yang dicapai dari semakin baiknya posisi bank dari segi
penggunaan aset.
Menurut Dendawijaya (2000), alasan penggunaan ROA ini dikarenakan
Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas perbankan lebih mengutamakan
nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan asset yang mana sebagian besar
dananya berasal dari masyarakat dan nantinya oleh bank, juga harus disalurkan
kembali kepada masyarakat. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, maka standar
ROA yang baik adalah sebesar 1,5%, meskipun ini bukan suatu keharusan. Dan
terdapat dua cara perhitungan rasio ini yaitu secara teoritis dan secara praktis
(sesuai perhitungan Bank Indonesia). Jika secara teoretis yang digunakan
adalah laba bersih setelah pajak dibagi dengan total asset. Sedang menurut
25
ketentuan Bank Indonesia dan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
ROA =
Laba Sebelum Pajak
Rata-rata Total Aset
x 100%
2.1.15 Financing Deposit to Ratio (FDR)
FDR adalah rasio antara jumlah pembiayaan yang diberikan bank dengan
dana pihak ketiga yang
perbandingan
diterima
oleh
bank. FDR
ditentukan
oleh
dengan
dana
antara jumlah pembiayaan yang diberikan
masyarakat
yang
(deposito),
dan
dihimpun
yaitu mencakup giro,
tabungan. FDR
tersebut
simpanan
menyatakan
berjangka
seberapa jauh
kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan
deposan
dengan mengandalkan
kredit
yang diberikan sebagai sumber
likuiditasnya. Semakin besar kredit maka pendapatan yang diperoleh naik, karena
pendapatan naik secara otomatis laba juga akan mengalami kenaikan.
Kebutuhan likuiditas setiap bank berbeda-beda tergantung antara lain
pada khususan usaha bank, besarnya bank dan sebagainya. Oleh karena itu
untuk menilai cukup tidaknya likuiditas suatu
bank
dengan
menggunakan
ukuran FDR, yaitu dengan memperhitungkan berbagai aspek yang berkaitan
dengan kewajibannya, seperti memenuhi commitment financing, antisipasi
atas pemberian jaminan bank yang pada gilirannya akan menjadi kewajiban
bagi bank. Apabila hasil pengukuran jauh berada di atas target dan limit
bank tersebut maka dapat dikatakan bahwa bank akan mengalami kesulitan
likuiditas yang pada gilirannya akan menimbulkan beban biaya yang besar.
26
Sebaliknya bila berada di bawah target dan limitnya, maka bank tersebut dapat
memelihara alat likuid yang berlebihan dan ini akan menimbulkan tekanan
terhadap pendapatan bank berupa tingginya biaya pemeliharaan kas yang
menganggur (idle money).
Dari
uraian
di
atas
maka
dapat
dikatakan
financing deposit to ratio (FDR) adalah perbandingan jumlah pembiayaan
yang diberikan dengan simpanan masyarakat.
Total Pembiayaan yang Disalurkan
Dana Pihak Ketiga
2.1.16 Penelitian Terdahulu
FDR =
x 100%
Prasetyo (2006) telah melakukan penelitian mengenai pengaruh rasio
CAMEL terhadap kinerja keuangan pada bank yang diukur dengan pertumbuhan
laba. Variabel indpenden yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspek
capital meliputi CAR (Capital Adequacy Ratio), aspek aset meliputi NPL (Net
Peforming Loans), aspek earning meliputi NIM (Net Interest Margin) dan BOPO
(Biaya Operasional pada pendapatan Operasional) dan aspek liquidity meliputi
LDR (Loan to Deposit Ratio) dan GWM (Giro Wajib Minimum). Hasil
menunjukkan bahwa secara parsial LDR dan GWM tidak mempunyai pengaruh
secara signifikan terhadap kinerja keuangan perbankan (dilihat dari pertumbuhan
laba). Secara parsial CAR, NPL, BOPO, NIM berpengaruh secara signifikan
terhadap kinerja keuangan perbankan. Secara simultan CAR, NPL, NIM, BOPO,
LDR, GWM berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan perbankan.
Hapsari (2008) melakukan penelitian mengenai pengaruh tingkat kesehatan
bank terhadap pertumbuhan laba masa mendatang pada perusahaan sektor
perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Dalam penelitiannya digunakan
27
variabel capital (CAR), assets (rasio kredit), assets (rasio aktiva produktif) dan
liquidity (LDR). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa keempat rasio keuangan
tersebut memeiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan laba. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa variabel CAR (Capital Adequacy Ratio)
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan laba.
Rahman (2009) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh CAR
(Capital Adequaty Ratio), NIM (Net Interest Margin), BOPO (Biaya Operasional
pada Pendapatan Operasional), LDR (Loan to Deposit Ratio), NPL (Net
Peforming Loans) terhadap Perubahan Laba”. Variabel Independen dalam
penelitiannya adalah CAR, NIM, BOPO, LDR, NPL sedangkan variabel
dependennya adalah perubahan laba. CAR dan LDR berpengaruh positif
signifikan dan variabel BOPO, NPL berpengaruh negatif dan signifikan
sedangkan variabel NIM berpengaruh positif tidak signifikan terhadap perubahan
laba pada bank Non Devisa.
Wifkiya (2008), meneliti pengaruh ROE (Return on Equity) , FDR
(Financing to Deposit Ratio), DR (Debt Ratio) dan CAR (Capital Adequaty
Ratio) terhadap laba PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Dari hasil penelitiannya
dapat diketahui bahwa dengan menggunakan uji f, dimana hasilnya menunjukan
bahwa variabel independen (ROE, FDR, DR dan CAR) berpengaruh secara
simultan terhadap laba Bank Muamalat
Indonesia. Sedangkan dengan
menggunakan uji t, dimana hasilnya ROE dan FDR berpengaruh terhadap laba,
sedangkan DR dan CAR tidak berpengaruh terhadap laba Bank Muamalat
Indonesia.
28
Nu’man (2009) melakukan penelitian mengenai analisis pengaruh CAR,NIM,
LDR, NPL, BOPO dan EAQ terhadap perubahan laba (Studi empiris pada bank
umum di Indonesia periode Laporan keuangan tahun 2004-2007). Dari hasil
penelitiannya dapat diketahui bahwa hanya LDR dan NPL saja yang mempunyai
pengaruh signifikan terhadap perubahan laba. CAR, NIM, BOPO, dan EAQ tidak
berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba.
Putri (2010), meneliti rasio CAMEL yang terdiri dari rasio permodalan
(Capital Adequancy Ratio, Rasio Aktiva Tetap terhadap Modal), rasio Aktiva
Produktif (Rasio Aktiva Produktif Bermasalah, Non Performing Loan, Rasio
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif), rasio rentabilitas (Return On Assets,
Return On Equity, Net Interest Margin, Rasio Biaya Operasional terhadap
Pendapatan Operasional), rasio likuiditas (Loan to Deposit Ratio), serta ukuran
bank, dan kepemilikan manajerial sebagai variabel moderating terhadap
pertumbuhan laba pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Pasar Modal
Indonesia. Hasil dari pengujian hipotesis alternatif pertama yang menggunakan
uji t, menunjukan bahwa variabel rasio APB, PPAP, NIM, Kepemilikan
Manajerial secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba
bank. Sedangkan untuk variabel CAR, ATTM, NPL, ROA, ROE, BOPO, LDR, dan
SIZE secara parsial berpengaruh pertumbuhan laba bank. Dengan Hipotesis yang
kedua yaitu menggunakan uji f, dimana hasilnya menunjukan bahwa variabel
independen (CAR, ATTM, APB, NPL, PPAP, ROA, ROE, NIM, BOPO, LDR,
SIZE, Kepemilikan Manajerial) secara bersama-sama berpengaruh secara
signifikan terhadap pertumbuhan laba.
29
Doloksaribu (2012), meneliti tentang pengaruh CAR (Capital Adequacy
Ratio), NPL (Net Peforming Loans), NIM (Net Interest Margin), BOPO (Biaya
Operasional pada Pendapatan Operasional) dan LDR (Loan to Deposit Ratio)
terhadap pertumbuhan laba. Analisis data dilakukan dengan uji asumsi klasik dan
pengujian hipotesis dengan model regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa variabel CAR, dan NPL berpengaruh positif signifikan terhadap
pertumbuhan laba. Variabel NIM, BOPO, dan LDR tidak berpengaruh terhadap
pertumbuhan laba.
2.2 Rerangka Pemikiran
Berdasarkan latar belakang di atas, maka sebagai dasar perumusan hipotesis,
berikut disajikan rerangka pemikiran sebagai berikut:
capital adequacy
ratio (CAR)
non performing
financing (NPF)
giro wajib minimum
(GWM)
return on asset
(ROA)
financing to deposit
ratio (FDR)
Gambar 1
Rerangka Pemikiran
Kinerja
Mudharabah
30
2.3 Perumusan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang
kebenarannya harus diuji secara empiris (Nazir, 2005). Berdasarkan pengertian
hipotesis dan landasan teori yang sudah dijelaskan sebelumnya, maka hipotesis
dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
2.3.1
Pengaruh CAR Terhadap Kinerja Mudharabah
CAR (Capital Adequacy Ratio) adalah rasio yang memperlihatkan seberapa
jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat
berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank,
disamping memperoleh dana-dana dari sumber di luar bank, seperti dana
masyarakat, pinjaman atau hutang (Dendawijaya, 2005).
CAR mencerminkan modal sendiri perusahaan, semakin tinggi CAR berarti
semakin tinggi modal sendiri untuk mendanai aktiva produktif, semakin rendah
biaya dana (bunga dana) yang dikeluarkan oleh bank. Semakin rendah biaya dana
akan semakin meningkatkan perubahan laba bank. Demikian sebaliknya semakin
rendah dana sendiri maka akan semakin tinggi biaya dana dan semakin rendah
perubahan laba bank.
Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Doloksaribu
(2012) dan Putri (2010) yang menyatakan bahwa CAR berpengaruh positif dan
signifikan terhadap perubahan laba. Sehingga dalam penelitian ini berpengaruh
pula terhadap porsi laba mudharabah. Maka hipotesis yang dirumuskan adalah
sebagai berikut:
H1: CAR berpengaruh positif terhadap kinerja mudharabah.
31
2.3.2
Pengaruh NPF Terhadap Kinerja Mudharabah
NPF (Non Performing Financing) merupakan rasio yang dipergunakan untuk
mengukur risiko terhadap kredit yang disalurkan dengan membandingkan kredit
macet dengan jumlah kredit yang disalurkan. Semakin tinggi NPF maka semakin
kecil pula perubahan labanya. Hal ini dikarenakan pendapatan yang diterima bank
akan berkurang dan biaya untuk pencadangan penghapusan piutang akan
bertambah yang mengakibatkan laba menjadi menurun atau rugi menjadi naik
(Kasmir, 2009).
Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmat (2012)
yang menyatakan bahwa NPF berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat
profitabilitas. Penelitian ini diperkuat oleh Rahman (2009) yang menyatakan
bahwa NPL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap perubahan laba.
Sehingga dalam penelitian ini dapat berpengaruh pula terhadap porsi laba
mudharabah. Maka hipotesis yang dirumuskan adalah sebagai berikut:
H2: NPF berpengaruh negatif terhadap kinerja mudharabah.
2.3.3
Pengaruh GWM Terhadap Kinerja Mudharabah
GWM (Giro Wajib Minimum) adalah jumlah dana minimum yang wajib
dipelihara oleh bank yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar
persentase tertentu dari DPK. GWM merupakan perbandingan giro pada Bank
Indonesia dengan seluruh dana yang berhasil dihimpun.
Berdasarkan penelitian Pramesthi dalam Khasanah (2010), semakin besar
dana pihak ketiga yang disimpan pada giro BI, maka pendapatan bunga akan
32
menurun, karena BI memberikan bunga yang rendah untuk disimpan di BI,
sehingga semakin besar BI semakin besar GWM semakin kecil perubahan laba.
Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mabruroh dalam
Khasanah (2010) yang menunjukkan bahwa GWM berpengaruh terhadap kinerja
perbankan. Sehingga dalam penelitian ini dapat berpengaruh pula terhadap porsi
laba mudharabah. Maka hipotesis yang dirumuskan adalah sebagai berikut:
H3: GWM berpengaruh negatif terhadap kinerja mudharabah.
2.3.4
Pengaruh ROA Terhadap Kinerja Mudharabah
ROA (Return On Assets) digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen
bank dalam memperoleh keuntungan (laba sebelum pajak) yang dihasilkan dari
total asset bank yang bersangkutan. Semakin besar ROA, semakin besar pula
tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut (Dendawijaya, 2003).
Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2010) dan
Wibowo (2007)
yang menyatakan
bahwa
ROA
berpengaruh
terhadap
pertumbuhan laba bank. Sehingga dalam penelitian ini dapat berpengaruh pula
terhadap porsi laba mudharabah. Maka hipotesis yang dirumuskan adalah sebagai
berikut:
H4: ROA berpengaruh positif terhadap kinerja mudharabah.
2.3.5 Pengaruh FDR Terhadap Kinerja Mudharabah
FDR (Financing Deposit to Ratio) mencerminkan kemampuan bank dalam
menyalurkan dana kepada pihak yang membutuhkan modal. Semakin tinggi aset
33
perbankan semakin tinggi pula kemampuan dalam memberikan pinjaman
sehingga semakin tinggi pula FDRnya, yang mengakibatkan semakin tinggi pula
pendapatan perbankan (Kasmir, 2009).
Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahman (2009)
yang menyatakan bahwa LDR berpengaruh positif signifikan terhadap perubahan
laba. Hasil ini diperkuat oleh penelitian Putri (2010) menyatakan bahwa LDR
berpengaruh terhadap pertumbuhan laba. Dan Wifkiya (2008) juga menyatakan
bahwa FDR berpengaruh terhadap laba. Sehingga dalam penelitian ini dapat
berpengaruh pula terhadap porsi laba mudharabah. Maka hipotesis yang
dirumuskan adalah sebagai berikut:
H5 : FDR berpengaruh positif terhadap kinerja mudharabah.
Download