Bab I

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Indonesia telah mengalami perkembangan ekonomi yang sangat pesat
dan cepat. Peranan tersebut tidak terlepas dari peranan perbankan yang ada di
Indonesia, baik itu perbankan konvensional maupun perbankan syariah. Bank
merupakan penggerak roda perekonomian disuatu negara, hal ini dikarenakan
bank merupakan penyalur dana antara pemilik dana dengan yang
membutuhkan dana. Bank juga berfungsi sebagai fungsi intermediasi yaitu
lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman atau
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Berdasarkan pasal 1 Undang-undang No. 10 Tahun 1998 perubahan
Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, bank didefinisikan
sebagai “badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Menurut SAK no. 31 tahun 2009
(revisi tahun 2000), bank adalah lembaga yang berperan sebagai financial
intermediary (perantara keuangan) antara pihak yang memiliki dana dan
pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi
memperlancar lalu lintas pembayaran.
1
2
Falsafah yang mendasari kegiatan usaha bank adalah kepercayaan
masyarakat. Hal tersebut tampak dalam kegiatan pokok bank yang menerima
simpanan dari masyarakat dalam bentuk giro, tabungan, serta deposito
berjangka dan memberikan kredit kepada pihak yang memerlukan dana.
Menurut PBI No.10/19/2008 menjelaskan, “Bank adalah Bank Umum
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998, termasuk kantor cabang bank asing, yang melakukan kegiatan
usaha secara konvensional”.
Dewasa ini, lembaga keuangan mengalami pertumbuhan yang sangat
drastis terutama pada lembaga keuangan syariah. Hal ini dapat dilihat dari
menjamurnya lembaga keuangan syariah, unit usaha syariah dan bisnis
syariah dengan orientasi masyarakat yang menuju dalam kegiatan yang
syariah.
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur
keberhasilan eksistensi ekonomi syariah. Bank Muamalat sebagai bank
syariah pertama di Indonesia menjadi pioneer bank syariah lainnya, telah
lebih dahulu menerapkan sistem ini ditengah menjamurnya bank-bank
konvensional. Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 telah
menenggelamkan bank-bank konvensional dan banyak yang dilikuidasi
karena kegagalan sistem bunganya. Sementara perbankan yang menerapkan
sistem syariah dapat tetap eksis dan mampu bertahan.
3
Tidak hanya sampai disitu kelebihan perbankan syariah, dalam krisis
keuangan global yang melanda dunia pada tahun 2008, lembaga keuangan
syariah kembali membuktikan daya tahan dari terpaan krisis keuangan global.
Lembaga-lembaga
keuangan
syariah
tetap
stabil
dan
memberikan
keuntungan, kenyamanan serta keamanan bagi para pemegang saham,
pemegang surat berharga, peminjam dan para penyimpan dana di bank-bank
syariah. Dari momentum tahun 1998 dan terutama tahun 2008 para lembaga
keuangan konvensional mulai untuk menerapkan sistem keuangan syariah
yang diyakini mampu bertahan dalam terpaan krisis keuangan yang mampu
menghancurkan dan melumpuhkan sistem yang ada pada lembaga keuangan
konvensional.
Pada dasarnya lembaga keuangan syariah memiliki fungsi intermediasi
keuangan yang sama dengan lembaga keuangan konvensional, bank syariah
melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang
disebut juga dana pihak ketiga. Lalu kemudian bank syariah akan
menyalurkan kembali dana tersebut melalui skim pembiayaan yang
dikondisikan dengan kebutuhan debitur, yaitu melalui akad pembiayaan yang
menggunakan prinsip jual beli, sewa maupun bagi hasil. Inilah perbedaan
utama yang mendalam antara lembaga keuangan kovensional dengan
lembaga keuangan syariah, dimana perjanjian (akad) pembiayaan akan
dikondisikan dengan kebutuhan para nasabah peminjam dana.
Pembiayaan dalam perbankan syariah dapat dibedakan beberapa jenis
sesuai dengan kebutuhan nasabahnya seperti pembiayaan murabahah,
4
pembiayaan musyarakah dan pembiayaan mudharabah. Akan tetapi,
pembiayaan mudharabah masih terlalu kecil jumlahnya yang disalurkan oleh
perbankan syariah dibandingkan pembiayaan-pembiayaan lainnya. Dalam
perbankan syariah tingkat pembiayaan mudharabah suatu bank syariah dapat
diukur dengan melihat nilai volume pembiayaan mudharabah (VPM). Volume
pembiayaan mudharabah menunjukan jumlah nilai pembiayaan yang
disalurkan oleh suatu bank syariah melalui skim pembiayaan mudharabah.
Skim pembiayaan mudharabah adalah perjanjian (akad) kerja sama usaha
antara pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib) untuk
melakukan kegiatan usaha, dengan pembagian laba atas dasar bagi hasil
(nisbah) menurut kesepakatan kedua belah pihak, sedangkan bila terjadi
kerugian akan ditanggung oleh pemilik dana, kecuali jika disebabkan oleh
misconduct, neligence atau violation oleh pengelola dana (Nurhayati dan
Wasilah, 2009).
Pembiayaan berbasis mudharabah ini sangat ideal untuk menciptakan
perekonomian masyarakat yang produktif, akan tetapi dominasi yang kuat
dari pembiayaan berbasis jual beli seperti pembiayaan murabahah yang dapat
dilihat dari portofolio lembaga keuangan syariah mengalahkan kemampuan
pembiayaan mudharabah. Hanya negara tertentu saja yang sudah mampu
menempatkan pembiayaan bagi hasil tersebut pada porsi tertinggi dari total
pembiayaan keseluruhan. Sebagai contoh negara Sudan yang dinilai telah
memiliki sistem perbankan syariah yang mapan sehingga mampu membuat
batasan tentang maksimum porsi pembiayaan murabahah yang disalurkan
5
yaitu hanya 30%, dan menentukan porsi yang lebih besar untuk pembiayaan
bagi hasil (Ascarya dan Yumanita, 2005).
Pelaksanaan kegiatan perbankan syariah di Indonesia, dalam hal
pembiayaan mudharabah belum dapat mendominasi pembiayaan yang
diberikan bank syariah secara keseluruhan. Rendahnya porsi pembiayaan
berbasis bagi hasil seperti pembiayaan mudharabah merupakan fenomena
global yang terjadi hampir disetiap lembaga keuangan syariah di dunia.
Walaupun prinsip bagi hasil menjadi ciri khas bank syariah, namun risiko
yang dihadapi cukup besar yaitu risiko terjadinya moral hazard dan biaya
transaksi tinggi, sebagaimana dikemukakan oleh Sadr dan Iqbal (2002) dalam
Muda dan Ismail (2010) berikut:
Islamic banking in principles promotes equity-based contracts. However,
it is often claimed by critics of the Islamic banking that in the presence of
transaction costs and asymmetrical information, equity-based contracts
are subjected to higher degree of adverse selection and moral hazard.
Ini merupakan ironi yang terjadi dibalik pesatnya perkembangan
perbankan syariah di Indonesia, seakan perbankan syariah lari dari core
business
utama
yang
mereka
emban.
Yaitu
menempatkan
fungsi
perekonomian islam yang adil dan saling menguntungkan kedua belah pihak,
yang merupakan cerminan dari perbankan syariah. Hal ini sebagaimana
disebutkan oleh Febianto (2007) dalam Andraeny (2011) sebagai berikut:
The low level participation of the Islamic banks in mudharabah and
musharakah financing models has become one of the problems in the
development of the industry. This arrangements are unique to Islamic
banking and account for its superiority over conventional banking on
grounds of ethics and efficiency, but the majority of Islamic banks have
limited them selves to less risky trade-financing assets, which tend to be a
shorter maturity.
6
Berdasarkan data statistik perbankan syariah yang di publish oleh Bank
Indonesia, mengemukakan bahwa porsi pembiayaan mudharabah masih jauh
sekali dibawah porsi pembiayaan murabahah yang ideal. Akhir November
2012 terdapat 11 Bank Umum Syariah di Indonesia dengan jaringan kantor
mencapai 1,714 kantor yang tersebar diseluruh Indonesia dan jumlah pekerja
sebanyak 23,853 pekerja. Porsi pembiayaan yang disalurkan yaitu
pembiayaan murabahah sebesar 59,74% dari total jumlah pembiayaan yang
disalurkan oleh perbankan syariah dan pembiayaan mudharabah sebesar
8,21% dari jumlah total pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah.
Jumlah ini menunjukkan bahwa pembiayaan murabahah lebih tinggi dari
pembiayaan mudharabah.
Menurut sebagian pakar ekonomi berpendapat bahwa sesungguhnya
pembiayaan berbasis bagi hasil seperti pembiayaan mudharabah sangat
berpotensi untuk menggerakan sektor riil. Sedangkan permbiayaan non bagi
hasil seperti pembiayaan murabahah, merupakan pembiayaan sekunder yang
seharusnya digunakan untuk sementara yakni pada awal pertumbuhan bank,
sebelum bank tersebut mampu untuk menyalurkan pembiayaan berbasis bagi
hasil. Atau dengan kata lain, seharusnya porsi pembiayaan murabahah tidak
melebihi porsi pembiayaan mudharabah.
Untuk mencari solusi atas masalah masih relatif rendahnya volume
pembiayaan berbasis bagi hasil terutama pembiayaan mudharabah, maka
perlu dikaji faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi jumlah volume
pembiayaan mudharabah. Dengan demikian, faktor-faktor yang berpengaruh
7
tersebut dapat dioptimalkan untuk mendorong peningkatan porsi pembiayaan
mudharabah.
Penelitian tentang non performing financing (NPF) dalam penelitian
Faikoh (2008) menyatakan bahwa variabel ini memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap volume pembiayaan mudharabah pada perbankan syariah.
Hasil penelitian Andraeny (2011) menyimpulkan bahwa non performing
financing (NPF) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap volume
pembiayaan berbasis bagi hasil.
Penelitian Meydianawathi (2007) dan Triasdini (2008) menunjukkan
bahwa CAR berpengaruh positif signifikan terhadap volume kredit yang
disalurkan oleh bank. Sementara itu, Francisca dan Siregar (2009)
menyatakan bahwa CAR memiliki tidak memberikan pengaruh terhadap
jumlah kredit yang dikeluarkan oleh bank.
Penelitian yang diilakukan oleh Anindita (2011) tentang Loan Deposit
Ratio, menunjukkan bahwa LDR berpengaruh negatif signifikan terhadap
penyaluran kredit pada UMKM. Sementara itu, hasil penelitian Yulhasnita
(2012) menunjukkan yang berbeda. Bahwa LDR tidak memberikan pengaruh
terhadap penyaluran kredit pada perusahaan perbankan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI). Penelitian yang dilakukan oleh Mawardi, (2005),
menyimpulkan bahwa BOPO berpengaruh negatif terhadap kinerja bank yang
diproksikan dengan ROA.
Penelitian Francisca dan Siregar (2009); Meydianawathi (2007) dan
Triasdini (2008) mengemukakan bahwa return on assets akan memberikan
8
pengaruh positif signifikan terhadap volume kredit. Sementara itu, dalam
penelitian Marisa (2010) dan Yulhanista (2012) return on assets memberikan
pengaruh negatif signifikan terhadap jumlah volume kredit yang diberikan
oleh bank.
Mengingat bahwa penelitian mengenai faktor yang mempengaruhi
volume pembiayaan mudharabah pada perbankan syariah masih sedikit dan
pada penelitian terdahulu memiliki hasil yang berbeda-beda, maka peneliti
kemudian tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul
“Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Volume Pembiayaan Mudharabah
Pada Perbankan Syariah Di Indonesia” (Studi Pada Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Di Indonesia Periode 2010 - 2012). Penelitian ini
dianggap penting, mengingat bahwa perkembangan perbankan syariah di
Indonesia akan sangat berkembang dan memiliki arah yang baik.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Dita Andraeny dalam
SNA 14 tahun 2011. Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Andraeny (2011). Perbedaan yang pertama
adalah pada periode tahun sampel yang digunakan, penelitian sebelumnya
menggunakan tahun sampel 2006 - 2010 setiap bulan, sedangkan penelitian
saat ini menggunakan tahun sampel 2010 - 2012 setiap bulan. Perbedaan
kedua adalah menambah variabel independen yaitu rasio Capital Adequacy
Ratio (CAR), Financing to Deposit Rate (FDR),
Biaya Operasional
Pendapatan Operasional (BOPO) dan Return On Assets (ROA). Perbedaan
ketiga adalah penelitian ini menggunakan Statistical Package for the Social
9
Sciences (SPSS) yaitu dengan bantuan Regrasi Liner Berganda sebagai alat
olah data dikarenakan mampu memberikan gambaran informasi mengenai
kualitas data penelitian melalui uji asumsi klasik.
Rasio-rasio yang digunakan untuk mengkaji faktor-faktor apa saja yang
berpengaruh terhadap
volume pembiayaan
mudharabah adalah non
performing financing (NPF), capital adequacy ratio (CAR), financing to
deposit ratio (FDR), Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO)
dan return on assets (ROA).
Perbedaan tersebut berdasarkan atas saran peneliti sebelumnya yang ada
dalam keterbatasan penelitian. Penambahan rasio CAR, FDR, BOPO dan
ROA sebagai variabel yang mempengaruhi volume pembiayaan mudharabah
bank umum syariah dianggap perlu, karena CAR merupakan salah satu rasio
yang mengukur besarnya modal kecukupan minimum yang dimiliki bank,
FDR adalah rasio yang mengukur besarnya jumlah pembiayaan dibandingkan
dengan penghimpunan dana yang dilakukan oleh bank umum syariah, BOPO
digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam
melakukan kegiatan operasinya dan ROA adalah rasio untuk mengukur
tingkat profitabilitas bank umum syariah dalam menjalankan usahanya.
B. Batasan Masalah Penelitian
Penelitian ini meliputi variabel rasio keuangan perbankan syariah yang
terdiri dari lima faktor yaitu non performing finance, capital adequacy ratio,
financing to deposit ratio, biaya operasional pendapatan operasional dan
10
return on assets. Dalam penelitian ini tidak memperhitungkan variabel
keuangan lainnya sehingga penelitian ini hanya terbatas pada lingkup variabel
yang akan diteliti saja
C. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan rumusan masalah
sebagai berikut:
1.
Apakah nilai non performing financing berpengaruh negatif terhadap
volume pembiayaan mudaharabah perbankan syariah di Indonesia?
2.
Apakah nilai capital adequacy ratio berpengaruh positif terhadap volume
pembiayaan mudharabah perbankan syariah di Indonesia?
3.
Apakah nilai financing to deposit ratio berpengaruh positif terhadap
volume pembiayaan mudharabah perbankan syariah di Indonesia?
4.
Apakah biaya operasional dan pendapatan operasional berpengaruh
negatif terhadap volume pembiayaan mudharabah perbankan syariah di
Indonesia?
5.
Apakah nilai return on assets berpengaruh positif terhadap volume
pembiayaan mudharabah perbankan syariah di Indonesia?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan di atas, penelitian ini
bertujuan untuk:
11
1.
Untuk menguji apakah nilai non performing financing berpengaruh
negatif terhadap volume pembiayaan mudharabah perbankan syariah di
Indonesia.
2.
Untuk menguji apakah nilai capital adequacy ratio berpengaruh positif
terhadap volume pembiayaan mudharabah perbankan syariah di
Indonesia.
3.
Untuk menguji apakah nilai financing to deposit ratio berpengaruh
positif terhadap volume pembiayaan mudharabah perbankan syariah di
Indonesia.
4.
Untuk menguji apakah nilai biaya operasional dan pendapatan
operasional
berpengaruh
negatif
terhadap
volume
pembiayaan
mudharabah perbankan syariah di Indonesia.
5.
Untuk menguji apakah nilai return on assets berpengaruh positif terhadap
volume pembiayaan mudharabah perbankan syariah di Indonesia.
E. Manfaat Penelitian
1.
Di bidang teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
a. Tambahan dari bukti empiris dan pengetahuan mengenai faktor-faktor
apa sajakah yang mempengaruhi volume pembiayaan mudharabah
bank umum syariah dan unit usaha syariah di Indonesia.
b. Acuan yang dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitianpenelitian di masa yang akan datang, khususnya mengenai volume
pembiayaan mudharabah.
12
c. Memberikan kontribusi berkaitan dengan CAR, FDR, BOPO dan
ROA terhadap jumlah penyaluran pembiayaan mudharabah oleh bank
umum syariah dan unit usaha syariah.
2.
Di bidang praktik, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
a. Memberikan gambaran dan tambahan informasi dalam pengambilan
keputusan bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
b. Mendorong bank umum syariah dan unit usaha syariah untuk
memberikan
perhatian
pembiayaan mudharabah.
lebih
dalam
pelaksanaan
penyaluran
Download