BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI BALI 2.1 Konsep Perwakilan Rakyat Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani kuno, yakni demos dan kratein, yang mengandung arti pemerintahan rakyat. Namun demikian tidak berarti demokrasi pada masa Yunani kuno merupakan demokrasi yang ideal. 30 Demokrasi Yunani kuno artinya demokrasi yang dalam pelaksanaannya diselenggarakan secara langsung. Dalam pelaksanaannya demokrasi di Indoensia terdapat demokrasi langsung dan demokrasi tidak langsung, demokrasi langsung adalah demokrasi yang bersih dari rakyat memiliki kebebasan memberikan pendapatnya, dan semua aspirasi pertemuan, dilakukan sedangkan melalui demokrasi perwakilan dipertanggungjawabkan tidak rakyat secara mutlak mereka dimuat dalam satu langsung yang corak dipilih pemerintahan langsung dan kepada rakyat ( warganegara diberikan hak turut serta menentukan keputusan politik melalui badan perwakilan) Pada sistem ini hanya dapat dilaksanakan dalam Negara kota atau pada zaman Yunani Kuno.Kemudian di abad ke XVIII timbul suatu sistem demokrasi baru, yakni (indirect democrazy) atau demokrasi perwakilan. Dan 30 Azhari, F.A., 2005, Menemukan Demokrasi, Surakarta: Muhammadiyah University, h. 1. 25 disinilah demokrasi itu mendapatkan pengertian yang sebenarnya, dalam arti bahwa para penguasa itu dipilih oleh rakyat melalui wakil-wakilnya yang duduk dalam badan-badan perwakilan. Lalu kemudian, demokrasi dalam bentuk yang seperti inilah yang sedikit demi sedikit meluas ke hampir semua negara-negara modern. 31 Demokrasi dapat kita pandang sebagai mekanisme dan ketentuan-ketentuan serta cita-cita hidup masyarakat yang di dalam UUD 1945 disebutkan kerakyatan pasal 1 ayat (2) adalah pemerintahan dari rakyat dan untuk rakyat berdasarkan Pancasila, ini berarti bahwa : 1. Demokrasi atau pemerintahan rakyat yang digunakan oleh pemerintah Indonesia adalah sistem pemerintahan rakyat yang dijiwai dan dituntun oleh nilai-nilai pandangan hidup bangsa Indonesia (Pancasila). 2. Demokrasi Indonesia pada dasarnya adalah transformasi nilai-nilai falsafah Pancasila menjadi suatu bentuk dan sistem pemerintahan khas Pancasila. 3. Demokrasi Indonesia yang dituntut oleh nilai-nilai Pancasila adalah konsekuensi dari komitmen pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen di bidang pemerintahan atau politik. 4. Pelaksanaan Demokrasi Indonesia dengan baik mensyaratkan pemahaman dan penghayatan nilai-nilai falsafah Pancasila. 31 H. Nuktoh Arfawie, Kurde, 2001, Teori Demokrasi, Jakarta, h. 74-76. 26 5. Pelaksanaan Dmeokrasi Indonesia dengan benar adalah pengamalan Pancasila melalui politik pemerintahan. 32 Bentuk Demokrasi dalam Pengertian Sistem Pemerintahan Negara, sistem pemerintahan meliputi : 1. Sistem Pemerintahan Parlementer Sistem Pemerintahan Parlementer berasal dan pertama kali melaksanakannya adalah Kerajaan Britania Raya, kemudian banyak diikuti oleh negara-negara lain, terutama negara jajahan Inggris, seperti Kerajaan Malaysia, India dan lain-lainnya. Sistem ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri dibentuk oleh atau berdasarkan kekuatan dan atau kekuatan-kekuatan yang menguasai parlemen. 2. Para anggota kabinet mungkin seluruhnya anggota parlemen dan mungkin pula tidak seluruhnya dan mungkin pula seluruhnya bukan anggota parlemen. 3. Kabinet dengan ketuanya bertanggung jawab kepada parlemen. Apabila kabinet atau seorang atau beberapa orang anggotanya mendapat misi tidak percaya dari parlemen, maka kabinet atau 32 Azhari. FA. 2005. Op Cit, h. 7. 27 seorang atau beberapa orang dari padanya harus mengundurkan diri. 4. Sebagai imbangan dapat dijatuhkan kabinet, maka kepala negara (presiden atau raja atau ratu) dengan saran nasihat perdana menteri dapat membubarkan parlemen 5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada badan legislatif dan dalam hal ini tidak dapat dijatuhkan oleh badan legislatif. 6. Sebagai imbangannya presiden tidak dapat atau tidak mempunyai wewenang membubarkan badan legislatif 2. Sistem Pemerintahan Presidentil Sistem Pemerintahan Presidentil dilaksanakan secara murni haya di negara Republik Amerika Serikat. Sistem ini banyak pula diikuti oleh negara lainnya dengan modifikasi tertentu seperti Republik Philipina. Sistem ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Presiden adalah kepada eksekutif yang memimpin kabinet yang semuanya diangkat olehnya dan bertanggung jawab kepadanya. Ia sekaligus juga berkedudukan sebagai kepala negara (lambang negara) dengan masa jabatan yang telah ditentukan dengan pasti oleh Undangundang Dasar. 28 2. Presiden tidak dipilih oleh badan legislatif, tetapi oleh sejumlah pemilih, oleh karena itu ia bukan bagian dari badan legislatif. Dalam batang tubuh sistem pemerintahan Indonesia dalam pasal 1 ayat 2 menjelaskan sistem pemerintahan Indonesia adalah sistem demokrasi. Sedangkan bentuk pemerintahan adalah : 1. Bentuk Demokrasi Setiap Negara mempunyai cirri khas dalam pelaksanaan kedaulatan rakyat atau demokrasinya. Ada berbagai bentuk demokrasi dalam sistem pemerintahan Negara, antara lain : a. Pemerintahan Monarki : monarki mutlak (absolut), monarki konstitusional, dan monarki parlementer. b. Pemerintahan Republik : berasa dari bahasa Latin Res yang berarti pemerintahan dan Publica yang berarti rakyat. 2. Kekuasaan dalam Pemerintahan Kekuasaan pemerintahan dalam Negara dipisahkan menjadi tiga cabang kekuasaan yaitu : kekuasaan legislative (kekuasaan untuk membuat undangundang), kekuasaan eksekutif (kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang) dan kekuasaan yurdikatif (mengadili) merupakan bagian dari kekuasaan esksekutif. 29 3. Pemahaman Demokrasi di Indonesia a. Dalam Sistem Kepartaian dikenal adanya tiga sistem kepartaian, yaitu sistem multi partai, sistem dua partai dan sistem satu partai. b. Sistem pengisian jabatan pemegang kekuasaan Negara. c. Hubungan antar pemegang kekuasaan Negara, terutama antara eksekutif dan legislative. Pelaksanaan demokrasi di Indoensia terlihat sejak kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945 memberikan gambaran bahwa Indonesia adalah negara demokrasi. Dalam mekanisme kepemimpinannya Presiden harus bertanggungjawab dipilih dari kepada MPR dimana MPR adalah sebuah badan yang rakyat. Sehingga secara hirarki seharusnya rakyat adalah pemegang kepemimpinan negara melalui mekanisme perwakilan yang dipilih dalam Pemilu. Pemaknaan seperti itu sesungguhnya telah mendekatkan pemikiran demokrasi Indonesia dengan pemikiran demokrasi Perancis yang berakar pada gagasan Rousseau mengenai kehendak umum (la volonte generate). Pengaruh gagasan Rousseau dan demokrasi perancis tersebut telah melahirkan setidaknya tiga konsekuensi pokok yaitu: Pertama munculnya gagasan demokrasi berdasarkan karakter bangsa Indonesia. Hal ini terlihat dalam wacana mengenai kepribadian bangsa Indonesia yang dipandang sebagai dasar konsepsi dari demokrasi Indonesia. Kendatipun tidak dapat dikatakan sebagai konsep yang tunggal, namun 30 umumnya ada kesepakatan bahwa kepribadian bangsa Indonesia menunjuk pada konsep kekeluargaan atau gotong royong yang mencerminkan paham kolektipisme. Kedua berkembangnya gagasan mengenai badan perwakilan rakyat yang merepresentasikan kehendak seluruh bangsa Indonesia. Sesuai dengan paham kedaulatan rakyat dari Rousseau dalam demokrasi Perancis, maka dalam demokrasi Indonesia mengkehendaki adanya suatu badan yang dipandang mewakili kehendak seluruh bangsa yang dalam rancangan UUD hasil BPUPKI dipegang oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Ketiga perkembanganya gagasan untuk memperluas dan menyesuaikan lokus demokrasi yang berkembang secara lokal pada masyarakat pedesaan diseluruh Indonesia kepada suatu lingkungan negara atau bangsa modern yang lebih luas dan komplek 33 . Perkembangan lembaga-lembaga negara di Indonesia dalam hal ini adalah lembaga perwakilan rakyat tidak dapat terlepas dari teori hukum dan politik yaitu fungsi legislatif, eksekutif dan yudikatif atau yang lebih dikenal dengan istilah trias politika. Istilah ini diberikan oleh Immanuel Kant dan yang diambil dari ajaran Montesquieu (1689-1755) yang artinya politik tiga serangkai menurut ajaran trias politika dalam tiap pemerint ahan negara harus ada tiga jenis kekuasaan yang tidak boleh dipegang oleh satu tangan saja, melainkan masing-masing lembaga itu harus dipegang oleh penguasa yang 33 Azhari, F.A, op. Cit, h. 91-92. 31 berbeda sehingga dalam hal ini antara lembaga negara yang satu dengan lembaga negara yang lain itu tidak akan ada saling mempengaruhi, hal ini dilakukan agar tindakan kesewenang-wenangan dari raja atau kepala negara dapat dihindarkan. 34 Ajaran Trias Politika adalah kekuasaan di suatu negara tidak boleh dilimpahkan pada satu struktur kekuasaan po litik melainkan harus terpisah di lembaga-lembaga negara yang berbeda. Lembaga negara yang menjalankan kekuasaan negara secara garis besarnya menjadi tiga yaitu : legislatif, eksekutif dan yudikatif 2.2 Terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat) bukan berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat). 35 Maksudnya bahwa negara termasuk pemerintah dan lembaga-lembaga negara yang lain dalam melaksanakan tindakan-tindakan apapun, harus dilandasi oleh hukum yang berlaku atau tindakan yang diambil tersebut harus dapat dipertangung jawabkan berdasarkan hukum yang berlaku di Negara Indonesia. Negara tidak hanya melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dari segala macam pelanggaran atau ancaman serta menindak para pelanggar hukum itu saja, melainkan negara juga harus memajukan 34 Kansil, dkk. 1983, Hukum Tata Pemerintahan Indonesia. Jakarta : Balai Aksara, h.77 35 Kansil. dkk. Op. Cit. h.147 32 kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sesuai dengan tujuan dan cita-cita negara Indonesia yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam UU No 1 Tahun 1945 telah diatur mengenai Penetapan Kedudukan Komite Nasional Daerah (KND) yang menjalankan fungsi sebagai lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat di daerah. Setelah berlakunya UU No 1 Tahun 1945 yang merupakan undang-undang pemerintahan daerah yang pertama pasca Proklamasi kemerdekaan RI. maka kemudian dilakukan pembentukan dan penyesuaian terhadap KND di. Jawa dan Madura menjadi Badan Perwakilan Rakyat Daerah (BPRD). BPRD tersebut mempunyai tugas untuk membuat peraturanperaturan daerah (Perda). UU No. 1 Tahun 1945 merupakan dasar hukum pertama bagi penyusunan pemerintahan otonomi dan demokrasi di daerah-daerah Indonesia dalam suasana kemerdekaan Dengan demikian UU No. 1 Tahun 1945 mempertegas status dan kedudukan KND yang diubah namanya menjadi DPRD ditingkat daerah dan tidak sekedar sebagai pembantu Kepala Daerah, tetapi menjalankan fungsi lembaga legislatif di daerah. UU No 1 Tahun 1945 merupakan UU pertama RI yang mengatur sistem desentralisasi, yang didalamnya mengatur tiga jenis daerah di Indonesia yaitu karesidenan, kabupaten dan kota yang masing-masing berhak mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya sebagaimana yang diamanatkan Pasal 18 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 33 Berdasarkan ketentuan itu UU No 1 Tahun 1945 diberlakukan hanya dalam waktu 3 Tahun, karena undang-undang tersebut sangat sederhana dan banyak hal-hal yang belum diatur secara rinci. Salah satunya mengenai DPRD yang merupakan kelanjutan dari BPRD tidak mengetahui tugas dan wewenangnya sehingga hal ini mengganggu kinerja lembaga legislatif dan penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Berdasarkan UU No. 22 Tahun 1948 Kepala Daerah mempunyai dua fungsi pokok, yaitu sebagai Wakil Pemerintahan pusat dan sebagai organ Pemerintah Daerah. Sebagai wakil pemerintah, Kepala Derah berwenang mengawasi pekerjaan DPRD dan DPD, sedangkan sebagai organ Pemerintah Daerah maka Kepala Daerah dalam kapasitas sebagai Ketua dan anggota DPD berkewajiban menjalankan pemerintahan daerah sesuai pedoman yang dibuat oleh DPRD. Ketika UU No. 22 Tahun 1948 diberlakukan terjadi penggantian UUD 1945 terkait perubahan bentuk pemerintahan, yaitu diganti dengan Konstitusi RIS 1949 dan kemudian diubah lagi dengan UUD Sementara Tahun 1950. Pada era pemberlakuan UUDS 1950 tersebut dilakukan perubahan undang-undang pemerintahan daerah untuk disesuaikan dengan UUDS 1950. Guna menyesuaikan dengan ketentuan dalam UUDS 1950, kemudian diterbitkan UU No. 1 Tahun 1957 menggantikan UU No. 22 Tahun 1948. Karakteristik sistem pemeirntahan daerah sebagaimana diatur dalam UU No. 1 Tahun 1957 adalah sebagai berikut : Pertama, otonomi yang diberikan bersifat otonomi riil. Artinya, banyak sedikitnya fungsi atau urusan yang diserahkan kepada daerah otonom didasarkan 34 pada kepentingan dan kemampuan daerah bersangkutan. Kedua, pembagian daerahdaerah dalam UU No. 1 Tahun 1957 berbelit-belit mengingat istilah daerah yang digunakan sebagai suatu istilah teknis yang berarti satuan organisasi yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Adapun pembagian daerah menurut UU No. 1 Tahun 1957 adalah Daerah Tingkat I setingkat Provinsi, Daerah Tingkat II setingkat Kabupaten dan Daerah Tingkat III. Ketiga, hubungan daerah dengan Pusat dan hubungan antar daerah diatur sedemikian rupa sehingga tetap dalam kerangka Negara Kesatuan RI, yakni tidak boleh mengakibatkan rusaknya hubungan antara Negara dengan daerah atau antara daerah yang satu dengan yang lainnya. Negara dapat melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan oleh pemerintah daerah baik secara preventif maupun represif. Keempat, organisasi pemerintah daerah tetap terdiri atas dua lembaga, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selaku lembaga eksekutif dan Dewan Pemerintah Daerah. Dalam UU No. 1 Tahun 1957, Kepala Daerah dipilih DPRD dan dapat diberhentikan oleh DPRD. Dewan Pemerintah Daerah yang diketuai oleh Kepala Daerah bertanggung jawab kepada DPRD. Pemerintahan daerah diselenggarakan secara demokratis, karena DPRD dipilih rakyat, DPD dan Kepala Daerah dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada DPRD. DPRD juga berwenang mengangkat Sekretaris Daerah. Kelima, kekuasaan, tugas dan wewenang DPRD dalam UU No. 1 Tahun 1957 semakin besar dan luas, sehingga prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah semakin kuat. 35 Gejolak politik dan krisis konstitusional sebagai akibat gagalnya konstituante menyusun UUD yang baru, maka Presiden Soekarno menerbitkan Dekrit pada tanggal 5 Juli 1959 yang salah satunya berisi ketentuan Kembali ke UUD 1945. Dengan Dekrit Presiden tersebut maka sistem pemerintahan parlementer berakhir, karena tidak cocok diterapkan di Indonesia terbukti dari seringnya kabinet dijatuhkan. Guna menyesuaikan dengan UUD 1945, maka melalui Penetapan Presiden No. 6 Tahun 1959 yang isinya mencabut beberapa ketentuan dalam UU No. 1 Tahun 1957. Panpres No. 6 Tahun 1959 menentukan bahwa Kepala Daerah adalah alat pemerintah pusat dan alat pemerintah daerah. Sebagai Daerah bertugas mengurus ketertiban alat pemerintah pusat maka Kepala dan keamanan umum di daerah, mengkoordinasikan antara jawatan pemerintah pusat dan antara jawatan pemerintah pusat di daerah dengan pemerintah daerah, melakukan pengawasan jalannya pemerintahan daerah, dan menjalankan kewenangan umum lainnya yang terletak dalam bidang urusan pemerintahan pusat. Berbagai problematika penyelenggaraan pemerintahan daerah menurut Penpres No. 6 Tahun 1959 kemudian dilakukan penyempurnaan dengan menerbitkan UU No. 18 Tahun 1965. UU No. 18 Tahun 1965 mencabut beberapa undang-undang tentang pemerintahan daerah sebelumnya, yaitu UU NO. 1 Tahun 1957 dan Penpres No. 6 Tahun 1959. Hal-hal baru mengenai penyelenggaraan pemerintahan yang diatur dalam UU No. 18 tahun 1965, yaitu: 1. Pembagian daerah Indonesia dilakukan dalam tiga tingkatan, yaitu daerah Provinsi dan/atau kota raya sebagai daerah tingkat I, daerah kabupaten dan/atau 36 kotamadya sebagai daerah tingkat II; dan daerah kecamatan dan/atau kotapraja sebagai daerah tingkat III. Ketiga tingkatan tersebut berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. 2. Bentuk dan susunan pemerintahan daerah diatur sedemikian rupa, yakni Pemerintahan Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan DPRD. 3. Terjadi reduksi kekuasaan DPRD karena kekuasaan, tugas dan kewajiban DPRD diatur sangat minim dalam UU No. 18 Tahun 1965. Artinya hampir semua kekuasaan, tugas dan kewajiban DPRD dilimpahkan kepada Kepala Daerah. Hal ini tentu berbeda dengan ketentuan yang tercantum dalam UU No. 1 Tahun 1957 yang memberikan kekuasaan dan kewenangan yang sangat besar kepada DPRD. Melihat terjadinya penyimpangan dalam pengaturan pemerintahan daerah dalam UU No.18 Tahun 1965, maka undang-undang tersebut tidak berlaku lama, karena tanggal 30 september 1965 terjadi peristiwa pemberontakan oleh partai Komunis Indonesia yang dikanal dengan peristiwa G 30S.PKI yang berujung pada runtuhnya kekuasaan rezim orde lama setelah dilengserkan oleh MPRS akibat pidato pertanggung jawaban Presiden Soekarno ditolak MPRS. Setelah UU No.18 Tahun 1965 dinyatakan tidak berlaku dan tidak jelas arah penyelenggaraan pemerintahan daerah sampai kemudian diterbitkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pemerintahan Daerah, yang merupakan dasar bagi penyelenggaraan pemerintahan daerah oleh rezim orde baru. Sedangkan prinsip otonomi menurut UU No.5 Tahun 1965 adalah otonomi yang nyata dan bertanggung jawab.bentuk dan susunan pemerintahan 37 daerah terdiri atas Kepala daerah dan DPRD.susunan yang demikian ini menjamin adanya kerjasama yang serasi antara kepala daerah dengan DPRD untuk mencapai tertib pemerintahan di daerah. Namun pada kenyataanya penyelenggaraan pemerintahan di daerah sepenuhnya dikendalikan oleh pemerintahan pusat. Hal ini terlihat dari tidak adanya penyerahan urusan pemerinatahan oleh Pemerintahan Pusat kepada Pemerintahan Daerah. Hubungan antara kepala daerah dan DPRD selaku wakil rakyat dilaksanakan secara sub ordinat dalam arti tidak ada posisi tawar-menawar dalam soal kebijakan pemerintahan DPRD. Status Kepala daerah sebagai wakil pemerintah pusat di daerah menunjukan bahwa eksistensi DPRD berdasarkan UU No. 5 Tahun 1974 tidak lebih hanya sebagai stempel untuk melegalisasi setiap program dan kegiatan yang diajukan oleh kepala daerah. Dalam perkembangannya, UU No.5 Tahun 1974 juga dirubah lagi karena didasarkan pada pertimbangan bahwa isi undang -undang tersebut sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman dan mengecilkan arti otonomi daerah dan bertentengan dengan prinsip-prinsip demokrasi. Kemudian UU No.5 Tahun 1974 dirubah dengan UU No.22 Tahun 1999 yang mereduksi dan mereformasi sistem pemerintahan daerah.Berbeda dengan Undang-Undang sebelumnya, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, mengatur lebih jelas pembagian kekuasaan DPRD dan Pemerintah Daerah. Dimana untuk urusan-urusan bidang legislasi diserahkan 38 kepada DPRD dan untuk urusan-urusan administrasi menjadi kewenangan Pemerintah Daerah. Secara tegas dinyatakan dalam Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah bahwa “Di Daerah dibentuk DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah dan Pemerintah Daerah sebagai Badan Eksekutif Daerah”. Sedangkan yang dimaksud Pemerintah Daerah adalah hanya Kepala Daerah dan Perangkat Daerah lainnya. Dari ketentuan ini maka kedudukan kedua lembaga tersebut bersifat sejajar dan sekaligus menjadi mitra. Dalam struktur pemerintahan daerah baerdasarkan Undang -Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang pemerintahan daerah, maka prinsip penyelenggaraan pemerintahan daerah lebih mengutamakan asas desentralisasi. Hal yang mendasar dalam Undang-Undang ini adalah mendorong memperdayakan masyarakat, meningkatkan peran serta masyarakat, dan mengembangkan fungsi DPRD. Mengenai dibentuknya DPRD menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah merupakan, bagian dari aparatur pemerintahan daerah. Kedudukan DPRD dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, yaitu berdiri sendiri terpisah dari pemerintah daerah. Urusan legislatif diserahkan kepada DPRD dan untuk urusan eksekutif menjadi kewenangan pemerintah daerah. Perubahan ini dimaksudkan sebagai upaya mewujudkan demokrasi, kepada pemerintah daerah diberika n fungsi-fungsi 39 implementasi kebijakan-kebijakan publik yang meliputi aspek dan asas penyelenggaraan pemerintah daerah. Oleh karena itu di Era Reformasi, maka bangsa Indonesia mulai mengadakan “Reiform” atau perbaikan pemerintahan guna mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah serta membuka kembali kebebasan berdemokrasi rakyat Indonesia yang selama ini sempat terpasung, sehingga nantinya diharapkan tercipta pemerintahan yang transparan dan bertanggung jawab terhadap tugas dan kesejahteraan rak yat Indonesia. 2.3 Susunan dan Kedudukan DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah unsur legislatif yang susunannya mencerminkan perwakilan seluruh rakyat di daerah, dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah menyebutkan DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Bersama-sama dengan kepala daerah menjalankan tugas dan wewenang Pemerintah Daerah. Dibidang legislatif DPRD merupakan tempat menampung aspirasi rakyat atas dasar demokrasi dengan berpedoman Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Dewan Perwakilan Rakyat merupakan salah satu lembaga yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Ketentuan tentang Dewan Perwakilan Rakyat ini diatur dalam BAB V Undang-undang Republik 40 Indonesia No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yaitu pasal 290 berbunyi DPRD Provinsi merupakan lembaga Perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi. Sesuai dengan Undang-Undang No. 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR. DPD, dan DPRD, DPRD merupakan sebuah lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah provinsi/kabupaten/kota. Dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah menyebutkan DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Sebagai sebuah lembaga pemerintahan di daerah atau unsur penyelenggara pemerintahan di daerah, DPRD mempunyai fungsi legislasi anggaran, dan pengawasan. Fungsi legeslasi secara umum adalah fungsi untuk membuat peraturan perundang-undangan atau pembuatan kebijakan. DPRD sebagai unsur penyelenggara pemerintahan di Daerah salah sat unya mempunyai fungsi legislasi, yaitu bersama-sama dengan kepala daerah membuat perda. Dalam tubuh DPRD itu terdapat berbagai alat kelengkapan yang seyogyanya dibentuk untuk mempermudah dalam pelaksanaan tugas - tugasnya. adapun tugas-tugas dari DPRD adalah: 1. Komisi, yaitu alat kelengkapan yang dibentuk oleh pimpinan DPRD untuk menangani bidang tugas tertentu. 41 2. Panitia, yaitu alat kelengkapan DPRD yang dibentuk oleh pimpinan DPRD untuk menangani tugas yang bersifat khusus. 3. Panitia Musyawarah, yaitu Alat kelengkapan DPRD yang dibentuk oleh Pimpinan DPRD untuk menangani tugas dibidang penyusunan jadwal kegiatan dan program kerja DPRD. 4. Panitia Anggaran, yaitu alat kelengkapan DPRD yang dibentuk oleh pimpinan DPRD untuk menangani tugas di bidang anggaran. 5. Badan Kehormatan DPRD, yaitu alat kelengkapan DPRD yang bertugas untuk meneliti dan memeriksa serta merekomendasikan pelanggaran yang dilakukan oleh anggota DPRD seuai Peraturan DPRD Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2010 tentang Tata Tertib DPRD Provinsi Bali. Setiap alat kelengkapan mempunyai tugas masing-masing. Selain itu, terdapat fraksi-fraksi yang merupakan pengelompokan anggota berdasarkan konfigurasi politik yang terw'akili di DPRD. Meskipun bukan merupakan alat kelengkapan, Fraksi mempunyai kedudukan yang cukup strategis. Fraksi adalah kepanjangan tangan dari partai politik di DPRD. 36 Fraksi bukan merupakan alat kelengkapan DPRD. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa fraksi memegang peranan penting dalam perumusan suatu kebijakan. Peran fraksi di dalam proses legislasi adalah sebagai berikut. 36 Djojosoekarto, 2004. Meningkatkan Kinerja Fungsi Legislasi DPRD, Jakarta, Sekretariat Nasional ADEKSI, h. 58-59. 42 1. Penyampaian pemandangan umum terhadap suatu raperda. Pada tahap ini. fraksi dapat menyuarakan aspirasi konstituennnya dengan cara mempertanyakan hal-hal yang diatur di dalam raperda secara umum kepada pemda 2. Pembahasan raperda melalui DIM. Pada tahap ini fraksi dapat mengusulkan diadakannya perubahan terhadap pasal-pasal dalam raperda baik yang menyangkut masalah teknis maupun substansial. 3. Penyampaian pendapat akhir yang diakhiri dengan pengambilan keputusan. yang biasanya didasarkan pada pendapat akhir fraksi. 2.4 Alat-alat Kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Dalam melaksanakan kegiatan DPRD Provinsi Bali mempunyai struktur kerja yang disesuaikan dengan Keputusan DPRD Provinsi Bali pada Bab VII mengenai alat kelengkapan DPRD pada Peraturan DPRD Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2010 tentang Tata Tertib DPRD Provinsi Bali. Maka Alat-alat Kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Bali terdiri atas : 1. Pimpinan Dewan Pimpinan DPRD terdiri atas 1 orang ketua dan 3 orang wakil ketua. Pimpinan sebagaimana dimaksud berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPRD. Ketua DPRD ialah anggota DPRD yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama di DPRD. Dalam hal pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud DPRD dipimpin oleh 43 pimpinan sementara DPRD dengan tugas pokok memimpin rapat DPRD, memfasilitasi pembentukan fraksi, memfasilitasi penyusunan peraturan DPRD tentang tata tertib, dan memroses penetapan pimpinan DPRD definitif. Pimpinan sementara DPRD sebagaimana terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 1 (satu) orang wakil ketua yang berasal dari 2 (dua) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama dan kedua di DPRD. Pimpinan DPRD mempunyai tugas: a. memimpin sidang DPRD dan menyimpulkan hasil siding untuk diambil keputusan; b. menyusun rencana kerja pimpinan dan mengadakan pembagian kerja antara ketua dan wakil ketua; c. melakukan koordinasi dalam upaya menyinergikan pelaksanaan agenda dan materi kegiatan dari alat kelengkapan DPRD; d. menjadi juru bicara DPRD; e. melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan DPRD; f. mewakili DPRD dalam berhubungan dengan lembaga/instansi lainnya; g. mengadakan konsultasi dengan kepala daerah dan pimpinan lembaga/instansi vertikal lainnya sesuai dengan keputusan DPRD; h. mewakili DPRD di pengadilan; i. melaksanakan keputusan DPRD berkenaan dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 44 j. menyusun rencana anggaran DPRD bersama secretariat DPRD yang pengesahannya dilakukan dalam rapat paripurna; dan k. menyampaikan laporan kinerja pimpinan DPRD dalamrapat paripurna DPRD yang khusus diadakan untuk itu. Masa jabatan pimpinan DPRD terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah/janji pimpinan dan berakhir bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan keanggotaan DPRD. Pimpinan DPRD berhenti dari jabatannya sebelum berakhir masa jabatannya karena: a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri sebagai pimpinan DPRD; c. diberhentikan sebagai anggota DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau d. diberhentikan sebagai pimpinan DPRD. 2. Komisi-komisi Komisi merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD. Setiap anggota DPRD kecuali pimpinan DPRD, wajib menjadi anggota salah satu komisi. Komisi sebagaimana dimaksud dibentuk dengan ketentuan: 45 a. DPRD beranggotakan lebih dari 55 membentuk 4 komisi. b. Jumlah anggota setiap komisi sebagaimana dimaksud diupayakan sama. c. Ketua, wakil ketua, dan sekretaris komisi dipilih dari dan oleh anggota komisi dan dilaporkan dalam rapat paripurna DPRD. d. Penempatan anggota DPRD dalam komisi dan perpindahannya ke komisi lain didasarkan atas usul fraksi dan dapat dilakukan setiap awal tahun anggaran. e. Keanggotaan dalam komisi diputuskan dalam rapat paripurna DPRD atas usul fraksi pada awal tahun anggaran. f. Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan sekretaris komisi ditetapkan paling lama 2½ (dua setengah) tahun. g. Anggota DPRD pengganti antarwaktu menduduki tempat anggota komisi yang digantikan. Komisi mempunyai tugas: a. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. melakukan pembahasan terhadap rancangan peraturan daerah dan rancangan keputusan DPRD; c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan APBD sesuai dengan ruang lingkup tugas komisi; d. membantu pimpinan DPRD untuk mengupayakan penyelesaian masalah yang disampaikan oleh kepala daerah dan/atau masyarakat kepada DPRD; 46 e. menerima, menampung, dan membahas serta menindaklanjuti aspirasi masyarakat; f. memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah; g. melakukan kunjungan kerja komisi yang bersangkutan atas persetujuan pimpinan DPRD; h. mengadakan rapat kerja dan rapat dengar pendapat; i. mengajukan usul kepada pimpinan DPRD yang termasuk dalam ruang lingkup bidang tugas masing-masing komisi; dan j. memberikan laporan tertulis kepada pimpinan DPRD k. tentang hasil pelaksanaan tugas komisi. 3. Badan Musyawarah Badan Musyawarah merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD. Badan Musyawarah terdiri atas unsur-unsur fraksi berdasarkan perimbangan jumlah anggota dan paling banyak 1/2 (setengah) dari jumlah anggota DPRD. Susunan keanggotaan Badan Musyawarah ditetapkan dalam rapat paripurna setelah terbentuknya pimpinan DPRD, komisi, Badan Anggaran, dan fraksi. Ketua dan wakil ketua DPRD karena jabatannya adalah pimpinan Badan Musyawarah merangkap anggota. Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah sekretaris Badan Musyawarah dan bukan sebagai anggota. 47 Badan Musyawarah mempunyai tugas: a. menetapkan agenda DPRD untuk 1 tahun sidang, 1 masa persidangan, atau sebagian dari suatu masa sidang, perkiraan waktu penyelesaian suatu masalah, dan jangka waktu penyelesaian rancangan peraturan daerah, dengan tidak mengurangi kewenangan rapat paripurna untuk mengubahnya; b. memberikan pendapat kepada pimpinan DPRD dalam menentukan garis kebijakan yang menyangkut pelaksanaan tugas dan wewenang DPRD; c. meminta dan/atau memberikan kesempatan kepada alat kelengkapan DPRD yang lain untuk memberikan keterangan/penjelasan mengenai pelaksanaan tugas masing-masing; d. menetapkan jadwal acara rapat DPRD; e. memberi saran/pendapat untuk memperlancar kegiatan; f. merekomendasikan pembentukan panitia khusus; dan g. melaksanakan tugas lain yang diserahkan oleh rapat paripurna kepada Badan Musyawarah. 4. Badan Legislasi Badan Legislasi Daerah merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap, dibentuk dalam rapat paripurna DPRD. Susunan dan keanggotaan Badan Legislasi Daerah dibentuk pada permulaan masa keanggotaan DPRD dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota Badan Legislasi Daerah ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota 48 komisi. Jumlah anggota Badan Legislasi Daerah setara dengan jumlah anggota satu komisi di DPRD yang bersangkutan. Anggota Badan Legislasi Daerah diusulkan masing-masing fraksi. Pimpinan Badan Legislasi Daerah terdiri atas 1 orang ketua dan 1 orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Legislasi Daerah berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat. Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah sekretaris Badan Legislasi Daerah dan bukan sebagai anggota. Masa jabatan pimpinan Badan Legislasi Daerah paling lama 2½ (dua setengah) tahun. Keanggotaan Badan Legislasi Daerah dapat diganti pada setiap tahun anggaran. Badan Legislasi Daerah bertugas: a. menyusun rancangan program legislasi daerah yang memuat daftar urutan dan prioritas rancangan peraturan daerah beserta alasannya untuk setiap tahun anggaran di lingkungan DPRD; b. koordinasi untuk penyusunan program legislasi daerah antara DPRD dan pemerintah daerah; c. menyiapkan rancangan peraturan daerah usul DPRD berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan; d. melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan peraturan daerah yang diajukan anggota, komisi dan/atau gabungan komisi sebelum rancangan peraturan daerah tersebut disampaikan kepada pimpinan DPRD; 49 e. memberikan pertimbangan terhadap rancangan peraturan daerah yang diajukan oleh anggota, komisi dan/atau gabungan komisi, di luar prioritas rancangan peraturan daerah tahun berjalan atau di luar rancangan peraturan daerah yang terdaftar dalam program legislasi daerah; f. mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap pembahasan materi muatan rancangan peraturan daerah melalui koordinasi dengan komisi dan/atau panitia khusus; g. memberikan masukan kepada pimpinan DPRD atas rancangan peraturan daerah yang ditugaskan oleh Badan Musyawarah; dan h. membuat laporan kinerja pada masa akhir keanggotaan DPRD baik yang sudah maupun yang belum terselesaikan untuk dapat digunakan sebagai bahan oleh komisi pada masa keanggotaan berikutnya. 5. Badan Anggaran Badan Anggaran merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD. Anggota Badan Anggaran diusulkan oleh masing-masing fraksi dengan mempertimbangkan keanggotaannya dalam tiap-tiap komisi dan paling banyak 1/2 (setengah) dari jumlah anggota DPRD. Ketua dan wakil ketua DPRD karena jabatannya adalah pimpinan Badan Anggaran merangkap anggota. Susunan keanggotaan, ketua, dan wakil ketua Badan Anggaran ditetapkan dalam rapat paripurna. Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah sekretaris Badan Anggaran 50 dan bukan sebagai anggota. Penempatan anggota DPRD dalam Badan Anggaran dan perpindahannya ke alat kelengkapan DPRD lainnya didasarkan atas usul fraksi dan dapat dilakukan setiap awal tahun anggaran. Badan Anggaran mempunyai tugas: a. memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD kepada kepala daerah dalam mempersiapkan rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah paling lambat 5 (lima) bulan sebelum ditetapkannya APBD; b. melakukan konsultasi yang dapat diwakili oleh anggotanya kepada komisi terkait untuk memperoleh masukan dalam rangka pembahasan rancangan kebijakan umum APBD serta prioritas dan plafon anggaran sementara; c. memberikan saran dan pendapat kepada kepala daerah dalam mempersiapkan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD; d. melakukan penyempurnaan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD berdasarkan hasil evaluasi Menteri Dalam Negeri bagi DPRD provinsi dan gubernur bagi DPRD kabupaten/kota bersama tim anggaran pemerintah daerah; e. melakukan pembahasan bersama tim anggaran pemerintah daerah terhadap rancangan kebijakan umum APBD serta rancangan prioritas dan plafon anggaran sementara yang disampaikan oleh kepala daerah; dan 51 f. memberikan saran kepada pimpinan DPRD dalam penyusunan anggaran belanja DPRD. 6. Badan Kehormatan Badan Kehormatan dibentuk oleh DPRD dan merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap. Pembentukan Badan Kehormatan berdasarkan keputusan DPRD. Anggota Badan Kehormatan dipilih dari dan oleh anggota DPRD berjumlah 5 (lima) orang. Pimpinan Badan Kehormatan terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 1 (satu) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Kehormatan. Anggota Badan Kehormatan dipilih dan ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD berdasarkan usul dari masing-masing fraksi. Untuk memilih anggota Badan Kehormatan, masing masing fraksi berhak mengusulkan 1 (satu) orang calon anggota Badan Kehormatan. Masa tugas anggota Badan Kehormatan paling lama 2½ (dua setengah) tahun. Badan Kehormatan mempunyai tugas: a. memantau dan mengevaluasi disiplin dan/atau kepatuhan terhadap moral, kode etik, dan/atau peraturan tata tertib DPRD dalam rangka menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas DPRD; b. meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota DPRD terhadap peraturan tata tertib dan/atau kode etik DPRD; c. melakukan penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi atas pengaduan pimpinan DPRD, anggota DPRD, dan/atau masyarakat; dan 52 d. melaporkan keputusan Badan Kehormatan atas hasil penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi kepada rapat paripurna DPRD. 7. Alat Kelengkapan Lainnya Dalam hal diperlukan, DPRD dapat membentuk alat kelengkapan lain berupa panitia khusus. Panitia khusus merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tidak tetap. Panitia khusus dibentuk dalam rapat paripurna DPRD atas usul anggota setelah mendengar pertimbangan Badan Musyawarah. Pembentukan panitia khusus ditetapkan dengan keputusan DPRD. Jumlah anggota panitia khusus ditetapkan dengan mempertimbangkan jumlah anggota setiap komisi yang terkait dan disesuaikan dengan program/kegiatan serta kemampuan anggaran DPRD. Anggota panitia khusus sebagaimana dimaksud pada terdiri atas anggota komisi terkait yang diusulkan oleh masing-masing fraksi. Ketua dan wakil ketua panitia khusus dipilih dari dan oleh anggota panitia khusus. Panitia khusus dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh sekretariat DPRD. 53