BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laringospasme dan batuk merupakan komplikasi setelah ekstubasi pada pediatrik pada stadium menutupnya glottis light anestesi. Laringospasme merupakan keaadaan secara mendadak akibat reflek kontriksi dari otot laring.Gejala yang timbul pasien bisa berupa batuk, stridor, terjadi desaturasi (penurunan saturasi oksigen), dan bradikardi.Iritasi jalan napas yang disebabkan batuk pada pasien pediatrik dapat menyebabkan laringospasme yang mengancam jiwa(Visvanathan et al., 2005; Evans, 2008). Laringospasme sering terjadi sebagai komplikasi pada pasien pediatrik dengan operasi jalan napas atas, dan jika terlambat dalam penanganannya dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas, seperti hipoksemia, aspirasi pulmonal, dan post obstructive pulmonary oedema (SanikopandBath, 2010;Visvanathan et al., 2005 ). Australian Incident Monitoring Study (AIMS) melaporkan terdapat 189 kasus laringospasme (5%) dari 4000 insiden. Tiga puluh lima persen dari kasus laringospasme pasien mengalami perubahan fisiologis mayor, dan satu kasus mengalami cardiac arrest(Visvanathan et al., 2005).Insidensilaringospasme pada pasien umur 0 – 9 tahun sebesar 17,4 % dan paling besar pada usia 1 – 3 bulan. Insidensilaringospasme setelah adenoidectomi dan tonsilektomi dilaporkan sebesar 21-26 %. Pasien pediatrik lebih mudah terjadi obstruksi jalan napas, ini disebabkan karena pediatrik mempunyai lumen laring dan trakea yang sempit 15 yang dapat terhambat oleh oedem mukosa yang disebabkan trauma (Tsui, 2004; Sanikopand Bath, 2010).Beberapa faktor pencetus laringospasme diantaranya : manipulasi jalan napas (misal : intubasi maupun ekstubasi), adanya benda asing di laring (misal darah atau sekret), atau stadium light anestesi pada pasien nonintubasi (misal : regurgitasi, muntah, stimulasi pembedahan, agen inhalasi yang iritatif, atau kegagalan delivery system(Sanikop and Bath, 2010).Ada beberapa cara untuk mencegah terjadinya laringospasme pada saat ekstubasi diantaranya : menggunakan agen inhalasi yang tidak iritatif (sevofluran atau halotan), ekstubasi saat anestesi dalam, lidokain dosis 1,5 – 2 mg/kgbb intravena, magnesium intravena dan lidokain spray pada glottis sebelum ekstubasi (Anis Baraka, 1978; Tsui et al., 2004; Sanikop and Bath, 2010; Hee Lee and Jin Park, 2011). Selama emergence dari general anesthesia iritasi pada jalan napas pada ekstubasi dapat menyebabkan batuk yang dapat menyebabkan efek yang serius, reflek batuk yang terjadi merupakan respon proteksi jalan napas terhadap aspirasi. Batuk selama emergence dari general anesthesia dapat menyebabkan keadaan yang berpotensi menimbulkan masalah seperti hipertensi, takikardi, aritmia, iskemia miokard, perdarahan, bronkhospasme dan peningkatan tekanan intrakanial dan intraokuler.Untuk mencegah batuk saat ekstubasi dapat dengan cara ekstubasi dalam, pemberian lidokain intravena, opioid, dexmedetomidinedan pemberian lidokain topikal (Gonzales et al., 1994; Jin Pak et al., 2011). Lidokain sudah banyak digunakan untuk mencegah laringospasme dan batuk melalui mekanisme menyebabkan inhibisi transmisi impuls di tingkat sinaps dan penekanan pada reflek otonom, termasuk reflek pada faring, laring dan trakea, 16 serta interupsi jalur reflek di tingkat sentral atau aksi langsung ke perifer (Stoelting, et al., 2006; D’souza, 2009).Beberapa penelitian tentang lidokain dalam mencegah laringospasme dan batuk diantarannya : pemberian lidokain 1,52mg/kgbb dapat menurunkan insidensi laringospasme sebesar 18,9 - 20 % dan insidensi batuk sebesar 28,6 %(Anis Baraka 1978; Sanikop dan Bath, 2010). Sedangah propofol diduga efektif mencegah laringospasme dan batuk dengan cara menghambat reseptor NMDA di batang otak dan menghambat jalur ascenden dari trakea(Batra, et al., 2005).Beberapa penelitian tentang propofol dalam mencegah laringospasme dan batuk diantarannya: perbandingan propofol dosis 0,25 mg/kgbb dan ketamin 0,25 mg/kgbb untuk menekan batuk dan laringospasme menunjukkan hasil insidensiemergencetanpa batuk lebih tinggi pada kelompok propofol dibanding ketamin dan kontrol (propofol 19 %, ketamin 11 % dan kontrol 6 %), dan tidak didapatkan laringospasme pada kelompok propofol maupun ketamin(Jin Pak et al., 2011); pemberian propofol 1 mg/kgbb dapat menekan insidensi laringospasme saat ekstubasi pada pediatrik hingga 0 %(Kaur et al., (2006). Lidokain sudah terbukti dapat menekan laringospasme dan batuk saat ekstubasi,penelitiaan oleh Sanikop dan Bath (2010) dengan pemberian lidokain 1,5 mg/kgbb iv insidensi laringospasme sebesar 5,7 % sebesar 11, 4 %. dan insidensi batuk Salah satu penilitian oleh Jin Pak et al. (2011) yang menunjukkan dengan pemberian propofol 0,25 mg/kgbb iv atau ketamin 0,25 mg/kgbb mampu menekan insidensi laringospasme hingga 0 %. Propofol merupakan sediaan yang sudah tersedia di kamar operasi, selain itu propofol juga 17 dapat mengurangi agitasi karena penggunaan sevofluran selama pemeliharaan anestesi. Dari latarbelakang ini yang mendorong penulis untuk melakukan penelitan dengan membandingan efek pemberian lidokain 1,5 mg/kgbb iv dengan propofol 0,25 mg/kgbb iv untuk mencegah laringospasme dan batuk pada pasien pediatrik saat ekstubasi di Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta. B. Pertanyaan Penelitian Bagaimanaperbandingan efek pemberian lidokain 1,5 mg/kgbb iv dengan propofol 0,25 mg/kgbb iv dalam mencegah laringospasmepada pasien pediatrik saat ekstubasi ? Bagaimanaperbandingan efek pemberian lidokain 1,5 mg/kgbb iv dengan propofol 0,25 mg/kgbb iv dalam mencegah batuk pada pasien pediatrik saat ekstubasi ? C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui perbandingan efek pemberianlidokain 1,5 mg/kgbbiv dengan propofol 0,25 mg/kgbb iv dalam mencegah laringospasmepada pasien pediatrik saat ekstubasi. Untuk mengetahui perbandingan efek pemberianlidokain 1,5 mg/kgbbiv dengan propofol 0,25 mg/kgbb iv dalam mencegah laringospasme pada pasien pediatrik saat ekstubasi. 18 D. Manfaat Penelitian Dengan mengetahui perbedaan efek pemberianlidokain 1,5 mg/kgbb iv dan propofol 0,25 mg/kgbb iv dalam mencegah laringospasme dan batuk pada pasien pediatrik saat ekstubasi, dapat dipilih obat yang lebih efektif untuk mencegah laringospasme dan batuk saat ekstubasi. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian tentang laringospasme dan batuk saatekstubasi seperti tercantum dalam tabel 1, salah satunya penelitian oleh Januar (2010) yang membandingkan pemberian propofol 1 mg/kgbb iv dengan lidokain 2 mg/kgbb untuk mencegah laringospasme paska ekstubasi pada pasien dewasa. Pada penelitian ini menggunakan propofol dosis 0,25 mg/kgbb iv dan lidokain 1,5 mg/kgbb iv, serta sampelnya pada pasien pediatrik, sehingga penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya . 19 Tabel 1. Penelitian tentang laringospasme dan batuk saatekstubasi Peneliti (tahun) Teknik/obat yang dibandingkan Desain penelitian Jumlah sampel Hasil (insiden) Keterangan Jin Parket al.., (2011) Ketamin 0,25 mg/kgbb vs propofol 0,25mg/kgbb vs kontrol RCT 118 Laringospasme: -Ketamin : 0 % -Propofol : 0 % -Kontrol : 8,6 % Emergence tanpa batuk : -Propofol : 19 % -Ketamin : 11 % -Kontrol : 6% Usia 3-15 th Sanikop and Bhat, (2010) Lidokain 1,5 mg/kgbb vs placebo Prospektif 74 Laringospasme : -Placebo 24,3 % -Lidokain 5,7 % Batuk: -Placebo 40,5 % -Lidokain 11,4 % Usia 3 bln – 6th. Palatoplasty Januar et al.., (2010) propofol 1mg/kgbb vs lidokain 2mg/kgbb RCT 80 Laringospasme : -Propofol : 2,5% -Lidokain : 3,7 % Usia 18-64 th Kaur et al.., (2006) Propofol 1mg/kgbb vs kontrol (NaCl) Prospektif 50 Laringospasme : -Propofol : 0 % -Kontrol : 24 % Usia 4-14 th. Adenotonsilectomy Gonzales et al. (1994) Lidokain 100mg topikal vs lidokain 100mg iv Prospektif 75 Pasien tanpa batuk : -lidokain topikal : 36 % -lidokain intravena : 4% Usia 50-65 th. Anis Baraka (1978) Lidokain 2 mg/kgbb vs kontrol (NaCl) Prospektif 40 Laringospasme : -Lidokain : 0% -Kontrol : 20 % TonsilectomyUsia 3-6 th. 20