bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Padi (Oryza sativa) merupakan tanaman pangan yang sangat penting dan
bermanfaat bagi
kehidupan masyarakat Indonesia. Berdasarkan data BPS tahun
2009-2011 dari Berita Resmi Statistik No. 69/11/Th. XIV, 1 November 2011 Di
Indonesia hingga saat ini lebih dari 50% produksi nasional padi berasal dari Pulau
Jawa. Hal ini menggambarkan dengan jelas bahwa apabila terjadi penurunan
produktivitas padi di Pulau jawa maka akan mempengaruhi tingkat ketersediaan
produksi padi nasional yang menurun juga. Kondisi ini juga akan berdampak buruk
pada sektor-sektor lainya, dikarenakan sektor pangan merupakan sektor utama yang
harus tersedia untuk kesejahteraan semua sektor yang ada. Diagram yang terdapat
pada gambar 1.1 tersebut menunjukkan bahwa produksi padi di di Indonesia pada
tahun 2009-2011 lebih dari 50% berasal dari Pulau Jawa.
Gambar 1.1 : Perkembangan produksi padi tahun 2009-2011
Sumber : Berita Resmi Statistik No. 69/11/Th. XIV, 1 November 2011
Menurut Arifin ( 1997 dalam Suryana 2007), beras mempunyai kedudukan
yang vital dan fatal. Ketersediaan beras dalam jumlah yang cukup menjadi tuntutan
1
untuk memberikan jaminan terhadap ketahanan pangan dan stabilitas keamanan. Oleh
karena itu beras selalu ditempatkan sebagai komoditas utama dalam penyusunan
konsep dan implementasi kebijakan perekonomian Indonesia (Karsyono dan
Pasandaran, 2004). Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan beras merupakan hal
utama yang perlu diutamakan dalam pengambilan suatu kebijakan. Hal ini karena
akan mempengaruhi kestabilitasan keamanan dan juga ketahanan pangan.
Pemerintah sendiri juga menaruh perhatian yang besar terhadap produktivitas
beras tersebut. Pemerintah mengambil kebijakan penetapan sasaran produksi beras
minimal 2 juta ton pada tahun 2007 atau sekitar 3,5 juta ton gabah kering giling
(GKG) yang berarti merupakan kenaikan produksi yang berkisar 6,4 persen dari
tahun sebelumnya (Departemen Pertanian, 2007). Dari peran yang sangat vital dan
strategis dalam masyarakat, ekonomi, hingga kestabilan politik Indonesia, pemerintah
sendiri telah menetapkan suatu pengaturan yang berbentuk Instruksi Presiden
(Inpres). Salah satu Inpres yang dikeluarkan mengenai produktivitas padi ini adalah
Inpres nomor 3 tahun 2007 tentang Kebijakan Perberasan. Selain itu juga terdapat
peran dari pemerintah mengenai Pengamanan Produksi Beras Nasional yang terdapat
pada INPRES No 5 Tahun 2011. Adanya Inpres ini menunjukkan bahwa beras yang
dalam hal ini adalah bahan pangan utama dalam keberlangsungan suatu
pemerintahan.
Berbagai hal dikembangkan terkait dengan proses peningkatan produksi padi.
Hal ini diharapkan dapat mendukung program swasembada beras yang telah
diupayakan dari berbagai program-program pemerintah. Hal ini berkaitan dengan
proses pengembangan budidaya, pemupukan, hingga proses pengaturan irigasi. Pada
kondisi saat ini Indonesia belum mampu kembali swasembada beras seperti pada
tahun 1984 dan 2005. Akan tetapi saat ini justru pemerintah mengimpor beras untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri. Proses estimsi produksi merupakan salah satu
upaya pengkajian untuk meningkatkan kondisi pertanian.
Padi merupakan salah satu komoditas utama yang dijadikan bahan makanan
pokok untuk sebagian besar masyarakat Indonesia. Padi merupakan suatu tanaman
2
yang nantinya akan menghasilkan beras untuk dikonsumsi. Seperti yang kita tahu
beras sendiri merupakam bahan dari nasi yang menjadi makanan pokok sebagian
besar masyarakat Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa padi mempunyai peran
yang strategis terhadap kondisi sosial, ekonomi, politik, hingga faktor ketahanan
pangan suatu negara. Peran padi yang sangat vital tersebut, sangat membutuhkan
dukungan berbagai penelitian.
Salah satu upaya untuk menjaga kestabilan produksi dan juga latar belakang
untuk pengambilan kebijakan mengenai pangan adalah dengan tetap melakukan
estimasi produksi padi. Estimasi produksi tersebut untuk mengetahui apakah produksi
padi untuk yang diperlukan sudah cukup ataukah belum. Hal tersebut menjadi faktor
utama pengambilan keputusan kebijakan mengenai pangan.
Penginderaan jauh merupakan ilmu untuk memperoleh informasi tentang
suatu obyek atau daerah dengan menggunakan radiasi elektromagnetik (cahaya) tanpa
bersentuhan langsung dengan obyek atau daerah kajian (Van der Meer, 2004).
Teknologi Penginderaan Jauh (Inderaja) semakin berkembang melalui kehadiran
berbagai sistem satelit dengan berbagai misi dan teknologi sensor. Aplikasi satelit
penginderaan jauh telah mampu memberikan data/informasi tentang sumberdaya
alam dataran dan sumberdaya alam kelautan secara teratur dan periodik.
Data spasial saat ini telah berkembang sangat pesat. Data spasial tersebut saat
ini telah dapat merambah berbagai bidang untuk keperluan yang berbeda-beda. Citra
penginderaan jauh merupakan salah satu alat untuk mendapatkan data spasial. Sistem
Informasi geografis berperan pada proses pengolahan data spasial. Proses estimasi
produksi padi dapat melibatkan penginderaan jauh dan sistem informasi geografis
dalam proses pengolahan data spasial. Peran penginderaan jauh adalah sebagai
sumber data spasial, sedangkan sistem informasi geografis lebih pada proses
pengolahan data spasial tersebut. SIG dapat digunakan untuk pemrosesesan area
tanam padi beserta pendekatan pola tanamnya. Selain itu SIG juga dapat digunakan
untuk perhitungan luasan area tanam dan jumlah produksi padi.
3
Kabupaten Bantul merupakan kabupaten yang menjadi lumbung padi di
Daerah Isimewa Yogyakarta. Lahan pertanian masih terbentang luas di Kabupaten
Bantul. Kabupaten Bantul tersebut juga di batasi perbukitan di bagian barat dan
timur. Hal ini menunjukkan bila Kabupaten Bantul mempunyai area pertanian yang
luas dan juga bervariasi. Persawahan pada perbukitan di Kabupaten Bantul
mempunyai pola tanam yang berbeda dengan area di Kabupaten Bantul yang datar.
Kondisi ini merupakan area yang seusai untuk pengkajian produksi padi dengan
mempertimbangkan pola tanam padi. Kondisi Kabupaten Bantul yang banyak area
persawahan sangat sesuai untuk area pengembangan pertanian.
I.2. Rumusan Penelitian
Saat ini ketika teknologi sudah mulai berkembang pesat maka ketersediaan
data yang cepat, akurat, dan efektif sangat diperlukan dalam setiap pengambilan
kebijakan oleh pemerintah. Setiap tahunya pemerintah sendiri melakukan estimasi
produksi padi yang ada untuk mengantisipasi kebutuhan produksi padi untuk
pemenuhan masyarakat. Hal ini karena sangat berkaitan dengan kebutuhan
masyarakat. Banyak instansi yang melakukan estimasi produksi padi yaitu antara lain
Dirjen Bina Produksi Tanaman Pangan dan Holtikultura, departemen Pertanian,
Badan Urusan Logistik (BULOG), dan Badan Pusat Statistik (BPS). Pada dasarnya
estimasi produksi tersebut sangat berkaitan dengan kepentingan tiap-tiap instansi
yang melakukanya, Hal tersebut menjadi alasan utama bahwasanya metode,
parameter, serta pendekatanya berbeda-beda.
Penginderaan jauh mempunyai keunggulan dalam banyak bidang seperti
kecepatan estimasi hingga keakuratan estimasi. Proses estimasi produksi padi juga
dapat dilakukan dengan menggunakan citra penginderaan jauh. Setiap metode yang
dilakukan pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan tersendiri. Proses estimasi
produksi padi dengan pengindraan jauh memanglah sudah banyak dilakukan akan
tetapi sebagian besar hanya memperhitungkan produksi padi per satuan luas. Padahal
seperti yang kita tahu di Indonesia pada suatu area terdapat berbagai sawah dengan
irigasi baik hingga tidak baik. Saluran irigasi tersebut sangat berhubungan dengan
4
pola tanam dan produktivitas padi yang ada. Hal tersebut dikarenakan produktivitas
padi tersebut sangat berkaitan dengan pola tanam sawah tersebut, dengan kondisi
irigasi yang berbeda-beda maka dalam 1 tahun terdapat sawah yang mempunyai pola
tanam padi 2 kali / tahun dan juga 3 kali / tahun, bahkan terdapat sawah tadah hujan
yang hanya dapat ditanami padi 1 kali /tahun.
Sesuai dengan berbagai faktor tersebut maka perlu dilakukan penelitian
mengenai estimasi produksi padi yang didasarkan pada luas area tanam dan
dihubungkan dengan pola tanam yang terdapat pada sawah tersebut. Pada penelitianpenelitian sebelumnya estimasi produksi dengan penginderaan jauh yang dilakukan
sebagian besar hanya didasarkan pada pantulan spectral tanaman pada citra tersebut.
Hasil estimasi produksi yang berlaku pada padi yang ditanam saat itu, sedangkan
lahan yang sedang tidak ditanami padi atau sedang dalam masa berair, atau pasca
panen tidak diperhitungkan dalam proses estimasi produksi padi tersebut. Hal itulah
yang menjadi dasar untuk dilakukanya penelitian mengenai aplikasi penginderaan
jauh dan sistem informasi geografis untuk estimasi produksi padi berdasarkan pola
tanam.
Penginderaan jauh dapat digunakan untuk estimasi produksi padi. Estimasi
produksi padi yang umumnya dilakukan dengan pengindraan jauh adalah melalui
luasan tanaman padi dan diintegrasikan dengan pola tanam sawah. Pengindraan jauh
dan SIG sangat berpotensi digunakan untuk proses estimasi produksi padi, dengan
memperhitungkan pola tanam. Estimasi produksi padi dengan memperhitungkan pola
tanam akan berpeluang menjadi estimasi produksi tahunan padi.
Berdasarkan uraian di atas permasalahan – permasalahan dalam penelitian
yang dilakukan dapat dinyatakan dalam pertanyaan – pertanyaan berikut :
1. Bagaimanakah pantulan spektral tanaman padi pada citra ALOS AVNIR -2 ?
2. Bagaimanakah pengaruh pola tanam dalam produktivitas padi?
3. Bagaimanakah melakukan estimasi produksi padi berdasarkan citra ALOS
AVNIR, ALOS PRISM dan SIG?
5
I.3. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pola spektral tanam padi berdasarkan pantulan spektral pada citra
ALOS AVNIR-2.
2. Mengetahui pengaruh pola tanam pada produktivitas padi.
3. Melakukan estimasi produksi tanaman padi di Kabupaten Bantul
I.4. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini mempunyai fungsi utama untuk mengetahui estimasi produksi
padi di Kabupaten Bantul dengan penginderaan jauh. Penelitian ini melakukan
estimasi produksi padi dengan mempertimbangkan hasil pendekatan pola tanam pada
proses estimasi produksinya. Keterlibatan pola tanam tersebut secara detil membuat
proses estimasi menjadi semakin detil. Pada penelitian ini akan dapat diketahui peran
penggunaan citra pengindraan jauh dalam mengetahui pola tanam suatu daerah dan
hasil estimasi produksi padinya.
I.5. Tinjauan Pustaka
I.5.1. Tumbuhan Padi
Tumbuhan padi merupakan tumbuhan penghasil beras yang menjadi makanan
pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Pada proses estimasi produksi padi perlu
diketahui mengenai karakteristik tanaman padi untuk mengetahui parameter yang
berperan pada pertumbuhan padi.
I.5.1.1. Karakteristik Tumbuhan Padi
Menurut Kanisius (1990) bahwa padi ditanam pada penggunaan lahan sawah
dan tegalan dengan karakteristik lahan tertentu. Karakteristik medan tersebut
mempengaruhi pada produksi yang dihasilkan. Adapun karakteristik medan untuk
untuk lahan yang biasa ditanami padi sawah adalah sebagai berikut:
1. Curah hujan, tanaman padi membutuhkan curah hujan yang cukup, rata-rata 200
mm/bulan dengan distribusi kurang lebih 4 bulan. Setiap tahunnya curah hujan
yang dikehendaki sekitar 1.500-2.000mm. Curah hujan yang baik akan membawa
6
dampak positif bagi pengairan, sehingga genangan air yang diperlukan tanaman
padi sawah dapat tercukupi.
2. Musim, sangat erat hubungannya dengan hujan yang berperan dalam penyediaan
air, dan hujan dapat berpengaruh terhadap pembentukan buah sehingga sering
terjadi bahwa penanaman padi pada musim kemarau mendapatkan hasil yang lebih
tinggi dibandingkan pada musim hujan, dengan catatan pengairan baik. Hal ini
disebabkan pada musim kemarau, peristiwa penyerbukan dan pembuahan tidak
terganggu oleh hujan, sehingga presentase terjadinya buah semakin besar dan
produksi menjadi lebih baik.
3. Tekstur tanah, merupakan sifat fisik tanah yang sukar berubah, tekstur tanah
berarti komposisi antara bermacam-macam fraksi tanah yaitu fraksi pasir, debu,
dan lempung. Tanah sawah yang fraksi pasirnya besar kurang baik untuk padi,
sebab tekstur ini mudah meloloskan air. Pada tanah sawah dituntut adanya lumpur,
terutama untuk padi yang memerlukan tanah subur, dengan kandungan ketiga
fraksi dalam perbandingan tertentu. Lumpur adalah butir-butir tanah halus yang
seluruhnya diselubungi air, sehingga pada tanah sawah diperlukan air dengan
jumlah yang cukup dan butir tanah dapat mengikatnya.
4. Struktur tanah, padi dapat tumbuh dengan baik pada tanah pada ketebalan
lapisannya antara 18-22 cm, terutama tanah muda dengan pH antara 4-7. Pada
lapisan olah tanah sawah, menurut IRRI adalah dengan ketebalan 10-30 cm dengan
warna tanah cokelat sampai kehitam-hitaman. Tanah tersusun
dari beberapa
macam bahan, sehingga terdapat rongga-rongga halus dalam tanah yang disebut
pori-pori tanah berisi udara dan air.
5. Air dan udara dalam tanah, tanaman padi membutuhkan air dan udara tanah dalam
jumlah yang berimbang. Air dalam tanah membantu penyediaan unsur hara. Udara
dalam tanah membantu pernafasan akar tanaman.
1.5.1.2.
Persyaratan Tanaman Padi
Adapun persyaratan lahan untuk tanaman padi ladang adalah sebagai berikut :
1. Ketinggian tempat antara 0-1300 mdpal.
7
2. Temperatur udara 15° - 30° C.
3. Curah hujan rata-rata 1500 – 1800 mm/tahun selama fase pertumbuhan.
4. Memerlukan tanah yang subur meskipun tanpa pengairan,
Pusat penelitian tanah dan agroklimat menyusun suatu batasan kesesuaian
lahan untuk padi seperti ditunjukkan pada table 1.1
Tabel 1.1 : Kesesuaian lahan untuk tanaman padi
Kualitas
Karakteristik Lahan
Tingkat Kesesuaian Lahan
S
Rata-rata Temperatur
Ketersediaan Air (W)
Bulan Kering
Curah Hujan/ tahun
Media perakaran Air
Drainase Tanah
Tekstur
Kedalaman Efektif
pH Tanah
18– 35
CS
Td
N
>35, <18
<9
800-1500
Td
Td
>9
< 800
Sangat Terhambat – baik
Sedang – Halus
>50
4,5-8,0
Baik
Salinitas (mmhos/cm)
- Lereng(%)
- Batuan Permukaan
- Singkapan Batuan
<5
<5
<5
<25
Cepat – sangat cepat
Kasar
<25
<4,0
>8,5
>8
>8
>25
>25
Keterangan : S = Sesuai
CS= Cukup Sesuai
25-50
4,0-<4,5
>8,0-8,5
5-8
5-8
5-25
Td
N = Tidak Sesuai
Td = Tidak Berlaku
Sumber : Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (1993)
Melihat pada persyaratan tumbuh tanaman padi di atas, maka untuk
memberikan hasil yang optimal diperlukan suatu lahan dengan kualitas tertentu yang
sesuai untuk tanaman padi..
1.5.1.3. Fase Pertumbuhan Tanaman Padi
Menurut Wisnubroto (1998) bahwa pertumbuhan padi dapat dibedakan
menjadi 4 fase yaitu fase vegetative, fase berbunga, fase reproduktif, dan fase
pemasakan. Keempat fase tersebut mempunyai kekurangan dan keunggulan masingmasing.
1. Fase air, merupakan fase yang didominasi oleh air. Dimana sawah yang hendak
ditanami bibit padi direndam dengan air terlebih dahulu, hal ini dimaksudkan agar
8
tanah siap untuk ditanami dengan bibit yang baru yang sebelumnya tanah tersebut
mengalami masa kering. Kemudian dilakukan penanaman bibit, fase ini berumur
0-5 minggu. Fase air hanya berlangsung pada musim penghujan untuk sawah tadah
hujan maupun sawah irigasi.
2. Fase Vegetatif, merupakan fase lanjutan setelah fase air, yaitu berupa pembentukan
batang, daun, dan anakan. Pada fase ini merupakan awal pembentukan malay
dimana benih atau biji padi sudah siap untuk dibuahi/pembungaan, dengan umur 5
minggu, yaitu sekitar minggu ke-6 hingga minggu ke-11. Kenampakan sawah pada
citra Landsat band 543 juga berwarna hijau terang. Kerusakan mungkin dapat
terjadi pada fase ini maka daun tengah atau pucuk tanaman akan mati karena titik
tumbuhnya dimakan hama. Pucuk yang mati akan berwarna coklat dan mudah
dicabut atau biasa disebut sundep.
3. Fase generatif atau fase reproduktif merupakan fase pembentukan malai sampai
pembungaan. Pada fase ini biji padi sudah berisi dan mulai berkembang. Fase ini
merupakan fase yang membutuhkan perlakuan dan perlindungan ekstra karena
sangat rentan terhadap gangguan hama, karena hama akan menyerang tanaman
padi, sehingga sangat memungkinkan terjadinya gagal panen karena biji padi yang
kosong. Yang berkisar antara minggu ke-11 hingga minggu ke-14 dengan warna
hijau kekuningan pada citra TCC (True Color Composit) atau Landsat band 543
4. Fase pemasakan atau puncak merupakan fase panen yang berlangsung antara
minggu ke-14 sampai minggu ke-18 yaitu pada fase pembungaan sampai gabah
matang, hingga akhirnya siap untuk dipanen. Lahan yang telah dipanen akan
mengalami masa bera, dimana lahan tersebut didiamkan atau tidak digarap selama
waktu tertentu untuk mempersiapkan penanaman berikutnya dan pemulihan lahan..
1.5.2. Penggunaan Lahan
Menurut Arsyad (1989 :207) lahan adalah lingkungan fisik yang terdiri atas
iklim, relief, tanah, air, dan vegetasi hidrologi serta benda yang ada di atasnya
sepanjang pengaruhnya terhadap lahan, termasuk didalamnya juga hasil kegiatan
manusia di masa lampau dan sekarang, seperti hasil reklamasi laut, pembersihan
9
vegetasi dan. Hal tersebut mengungkapkan bahwasanya lahan tersebut mempunyai
arti yang sangat luas dan sangat umum. Setiap jengkal tanah dan juga ruang yang
terdapat di bumi ini bisa merupakan suatu lahan.
Arsyad (1989:207) mengemukakan bahwa penggunaan lahan merupakan
suatu bentuk investasi manusia terhadap lahan dalam rangka untuk memenuhi
kebutuhan hidaupnya baik kebutuhan material maupun spiritual. Pernyataan tersebut
mengungkapkan bahwa penggunaan lahan merupakan suatu bentuk pemanfaatan
lahan yang dihubungkan dengan keuntungan yang didapatkan oleh manusia tersebut.
Lahan sawah adalah lahan yang dikelola sedemikian rupa untuk budidaya tanaman
padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau sebagian dari
masa pertumbuhan padi.
1.5.3. Penginderaan Jauh
Pengumpulan data penginderaan jauh dilakukan dengan menggunakan alat
pengumpul data yang disebut dengan sensor. Berbagai sensor pengumpul data dari
jarak jauh umumnya dipasang pada wahana (platform). Obyek yang diindera adalah
obyek yang terletak di permukaan bumi, atmosfer dan antariksa. Pengumpulan data
dari jarak jauh dapat dilakukan dalam berbagai bentuk sesuai dengan tenaga yang
digunakan. Tenaga yang digunakan dapat berupa variasi distribusi daya, distribusi
gelombang bunyi atau distribusi energi elektromagnetik. Data penginderaan jauh
dapat berupa citra, grafik, dan data numerik. Data tersebut dapat dianalisis untuk
mendapatkan informasi tentang obyek, daerah atau fenomena yang diindera. Proses
penerjemahan data menjadi informasi disebut dengan analisis atau interpretasi data.
Analisis data penginderaan jauh memerlukan data rujukan seperti peta tematik, data
statistik dan data lapangan. Hasil analisis yang diperoleh berupa informasi mengenai
bentanglahan, jenis penutup lahan, kondisi lokasi da kondisi sumberdaya daerah yang
diindera.
10
Keterangan :
(1) Sumber tenaga
(2) Energi elektromagnetik
(3) Obyek
(4) Sensor (satelit)
(5) Atmosfer
(6) Citra
(7) Aneka tujuan penggunaan data
Gambar 1.2. Proses perolehan data penginderaan jauh
1.5.4. Citra ALOS
Citra merupakan gambaran kenampakan permukaan bumi hasil penginderaan
pada spektrum elektromagnetik tertentu yang ditayangkan pada layar atau disimpan
pada media rekam atau cetak. Satelit ALOS (Advanced Land Observing Satellite)
merupakan satelit penginderaan jauh yang dikembangkan oleh Jepang untuk bidang
pemetaan, manajemen bencana, hingga manajemen sumberdaya alam yang ada.
ALOS juga mempunyai fungsi dalam bidang kartografi yaitu mengenai penentuan
posisi piksel secara lebih detil dan akurat. Hal itu didukung dengan dipasangnya dual
frequency GPS receiver dan star tracker yang mempunyai tingkat presisi yang tinggi.
Satelit ALOS diluncurkan pada 24 januari 2006 dan dibuat untuk dapat beroperasi
dalam kurun waktu 3 hingga 5 tahun. ALOS mempunyai waktu perekaman ulang
setiap 46 hari. Terdapat pengecualian untuk kepentingan pemantauan bencana alam
atau keadaan daruruat ALOS dapat memantau tempat-tempat didunia dalam 2 hari.
ALOS mempunyai tiga sensor yaitu Panchromatic Remote Sensing
Instrument fo Stereo Mapping (PRISM), Advanced Visible and Near Infrared
Radiometer type-2 (AVNIR-2) dan Phased Array type-L and Synthetic Aperture
Radar (PALSAR). Ketiga sensor tersebut mempunyai keunggulan dalam penggunaan
yang berbeda-beda. Ketiga sensor tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda
pula.
11
PRISM (Panchromatic Remote Sensing Instrument of Stereo Mapping)
merupakan sensor yang mempunyai panjang gelombang 0,25-0,77 µm. Sensor ini
memiliki resolusi spasial 2,5 m dan juga memiliki 3 sistem optis yang dapat
melakukan observasi arah nadir, depan (forward) dan belakang (backward). Adanya
ketiga system optis pada sensor ini dapat digunakan untuk membangun kenampakan
3-D yang mempunyai akurasi yang tinggi. Teleskop observasi kearah nadir
mempunyai sapuan sepanjang 70km, sedangkan teleskop observasi arah depan dan
belakang mempunyai area sapuan 35km.
Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type-2 (AVNIR-2)
merupakan merupakan sensor yang memiliki 4 saluran yaitu saluran 1 (Biru : 0,42 –
0,5µm), saluran 2 (Hijau : 0,52 – 0,6µm), saluran 3 (Merah : 0,61 – 0,69 µm) dan
saluran 4 (Inframerah Dekat : 0,76 – 0,89 µm). Sensor ini memiliki resolusi spasial
10 m. AVNIR-2 mempunyai berbagai macam fungsi dan juga dapat melakukan
observasi dengan sudut operasi (Pointing Angle) hingga ±44°.
Phased Array type-L and Synthetic Aperture Radar (PALSAR) adalah sensor
microwave aktif yang dapat melakukan pengamatan siang dan malam dengan resolusi
spasial 10m hingga 100m. Salah satu mode operasinya adalah dengan ScanSAR, yang
membuat perekaman yang dilakukan mempunyai area yang cukup luas hingga
mencapai 250 hingga 350 km.
1.5.5.
Pengolahan Citra Digital
1.5.5.1.
Koreksi Citra
Sebenarnya semua citra penginderaan jauh yang diperoleh dari proses
perekaman sensor tidak dapat terlepas dari kesalahan-kesalahan yang diakibatkan
oleh mekanisme proses perekaman yang dilakukan sensor. Kesalahan-kesalahan yang
terjadi disebabkan oleh bentuk geometri bumi dan juga gerakan perekaman dan
kondisi atmosfer saat dilakukan perekaman. Kesalahan-kesalahan yang terjadi saat
proses perekaman tersebut perlu dikoreksi agar aspek geometrik dan aspek
radiometrik yang ada dapat mendukung proses pemanfaatan citra yang dilakukan
(Danoedoro, 1996). Kondisi itu menunjukkan bahwa aspek-aspek diluar wahana,
12
sensor dan sistem perekaman, perlu diperhatikan juga bentuk geometrik bumi dan
kondisi atmosfer.
1.5.5.1.1. Koreksi Geometrik
Koreksi geometrik mempunyai tujuan untuk membenarkan dan memberikan
suatu posisi yang benar tiap-tiap piksel yang terkandung pada citra sesuai lokasi
sebenarnya yang terdapat dipermukaan bumi. Apabila koreksi geometrik telah
dilakukan maka tentunya citra yang digunakan sudah mempunyai posisi yang benar
dan sudah sesuai dengan posisi di permukaan bumi.
Kesalahan geometrik pada citra pengindraan jauh bisa dibedakan menjadi
yaitu kesalahan internal dan eksternal. Adanya kesalahan internal dan eksternal itu
membuat kesalahan tersebut dapat diprediksi ataukah tidak. Kesalahan geometrik
internal diakibatkan oleh sistem penginderaan jauh itu sendiri, hal ini berupa keadaan
dasar yang ada yaitu seperti kelengkungan bumi. Kesalahan geometrik internal ini
dapat diprediksi dan juga diidentifikasi serta dikoreksi dengan menggunakan sistem
yang ada pada setiap sensor pada wahana. Kesalahan geometrik eksternal terdapat
pada fenomena alam yang bervariasidan mempunyai sifat tidak dapat diprediksi.
Contoh dalam kesalahan eksternal ini adalah pada pergerakan wahana yang tidak
dapat diperkirakan sebelumnya.
Sebagian citra penginderaan jauh yang digunakan secara komersial sudah
terkoreksi geometrik sistematiknya, akan tetapi citra tersebut belum dilakukan
koreksi citra nonsistematiknya. Kondisi tersebut menjadi dasar utama untuk
dilakukanya koreksi geometrikagar posisi citra yang digunakan tersebut sesuai
dengan kondisi aslinya diperukaan bumi.
Proses koreksi geometrik dapat dilakuakan dengan image to map rectification
dan image to image registration. Proses yang paling sering untuk digunakan dalam
koreksi geometrik adalah image to map rectification. Proses ini lebih sering dipilih
karena proses koreksi geometrik yang digunakan akan membuat citra penginderaan
jauh mempunyai sistem proyeksi dan sistem koordinat sesuai standar peta. Kondisi
13
ini membuat citra penginderaan jauh tersebut dapat digabungkan dengan data lain
yang berkoordinat dan proyeksi sama untuk dilakukan proses analisis. Proses ini akan
menghilangkan kesalahan akibat topographic relief displacement pada citra. Proses
image to map rectification ini membutuhkan titik dasar ikat (ground control point
GCP) pada citra yang mempunyai koordinat dari peta referensi pada titik yang sama.
Teknik image to image registration digunakan ketika kita tidak membutuhkan
setiap piksel pada citra untuk mempunyai koordinat x dan y seperti pada peta. Contoh
penggunaan teknik ini adalah saat kita ingin memeriksa dua citra daerah yang sama
dengan tanggal perekaman yang berbeda untuk mengetahui perubahan yang telah
terjadi (Jensen, 2005).
1.5.5.1.2. Koreksi Radiometrik
Kondisi detektor yang tidak konsisten terhadap proses menangkan informasi
akan menimbulkan kesalahan yang berupa anomali piksel. Kesalahan anomali piksel
ini mengakibatkan nilai piksel tersebut jauh lebih tinggi ataupun jauh lebih rendah
dari yang sebenarnya. Kesalahan yang diakibatkan keterlambatan dalam memulai
baris perekaman yang baru akan mengakibatkan baris-baris perekaman selanjutnya
yang cacat yang diakibatkan oleh kesalahan mekanisme yang terdapat dalam sensor.
Pada dasarnya proses koreksi radiometrik pada citra pengindraan jauh
dimaksudkan untuk memperbaiki tampilan visual citra penginderaan jauh tersebut.
Selain itu koreksi radiometrik juga dimaksudkan untuk memperbaiki nilai piksel yang
kurang sesuai yang mempunyai perbedaan nilai sangat tinggi ataupun rendah
terhadap obyek lainya. Proses yang dilakukan dalam penginderaan jauh adalah
dengan perbaikan kualitas citra ataupun dengan proses pengisian kembali baris
yangkosong karena drop-out baris ataupun karena proses pelarikan. Hasil nilai piksel
yang diperbaiki dimaksudkan agar nilainya sesuai dengan kondisi yang sebenarnya
dan juga mempertimbangkan gangguan atmosfer sebagai gangguan utama. Dalam
proses ini nilai terendah adalah nol, sedangkan apabila nilai terendah bukanlah nol
14
maka nilai penambah tersebut disebut hamburan (offset) dari atmosfer (Dalam Ardila
2011: oleh Projo Danoedoro 1996).
1.5.5.2. Interpretasi Area Tanam dan Interpretasi Pola Tanam Sawah
Pada peraturan Pemerintah no 20 tahun 2006 irigasi merupakan adalah usaha
penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang
jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi
pompa, dan irigasi tambak. Sistem irigasi itu sendiri adalah prasarana irigasi, air
irigasi, manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumber daya
manusia. Sedangkan penyediaan air irigasi adalah penentuan volume air per satuan
waktu yang dialokasikan dari suatu sumber air untuk suatu daerah irigasi yang
didasarkan waktu, jumlah,dan mutu sesuai dengan kebutuhan untuk menunjang
pertanian dan keperluan lainnya.
Penginderaan jauh (atau disingkat inderaja) adalah pengukuran atau akuisisi
data dari sebuah objek atau fenomena yang tidak secara fisik melakukan kontak
dengan objek tersebut oleh sebuah alat dari jarak jauh dengan menggunakan wahana.
Hal ini menunjukkan bahwa pengindraan jauh mempunyai kemampuan dalam
mengukur suatu luasan. Dalam penelitian data penginderaan jauh digunakan untuk
mendeteksi areal tanam, yang memungkinkan dilakukan penanaman padi. Pola tanam
sawah disini merupakan pola penanamn tumbuhan padi pada area persawahan tiap
tahunya. Misalnya pada suatu sawah ditanami padi-padi-palawija, sedangkan di
daerah berlereng terjal padi-palawija-palawija, dan ada pula yang padi-padi-padi.
1.5.6.
Sistem Informasi Geografi
SIG adalah sistem penanganan data keruangan (Marble et al, 1983). Menurut
Aronaf (1989) SIG merupakan suatu teknologi informasi yang mendasarkan pada
kerja dasar komputer yang dapat memasukkan, mengelola ( memberi dan mengambil
kembali), manipulasi, dan analisa data dan memberi uraian. Menurut ESRI (1990)
(dalam Muhammad Nur Sadewo ,2011), mengungkapkan bahwa SIG merupakan
suatu kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak,
15
data geografis, dan operator yang dirancang secara efisien untuk memanipulasi,
menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasi yang mempunyai referensi
geografi.
Definisi mengenai SIG sangatlah banyak diungkapkan oleh para ahli Sistem
Informasi Geografis. Sebagian besar definisi tersebut mengungkapkan bahwa Sistem
Informasi Geografis merupakan suatu rangakaian sistem komputer yang berfungsi
untuk memasukkan, mengeluarkan, menyimpan, mengelola, memproses, dan
memanipulasi data geografis. Hasil utama dari proses tersebut adalah informasi
geografis.
Proses yang dilakukan sistem informasi geografis dalam menyimpan data
geografis adalah seperti data aslinya. Proses penyimpananya disimpan dalam bentuk
digital dan bersifat dinamis dan bersifat mudah untuk dipanggil dan diolah untuk
menghasilkan berbagai peta karena dalam hal ini yang diubah adalah data
keruangannya bukanlah data aslinya (Oleh Paryono, 1994, dalam Muhammad Nur
Sadewo, 2011)
1.5.7. Penelitian Sebelumnya
Heru Murti (1997) melakukan penelitian mengenai estimasi produksi
tembakau dengan data penginderaan jauh di sebagian Kabupaten Temanggung,
Propinsi Jawa Tengah. Penelitian yang dilakukanya bertujuan untuk melakukan
estimasi produksi tembakau dengan citra Landsat TM. Metode yang dilakukanya
dengan transformasi indeks vegetasi dan integrasi klasifikasi multispektral dengan
bentang lahan untuk pemetaan penutup lahan. Transformasi indeks vegetasi yang
dilakukanya yaitu RVI, NDVI, TVI, dan GVI.
Hasil pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa transformasi indeks
vegetasi tidak ada hubungan yang kuat antara nilai spektral dengan produksi. Pada
penelitiannya dijelaskan bahwa kondisi tersebut dikarenakan waktu perekaman citra
tidak pada saat umur tembakau siap panen. Ketidaksamaan waktu perekaman dengan
masa panen tersebut membuat pantulan spektral citra tidak dapat mencerminkan
16
variasi produksi dan variasi kerapatan vegetasi. Pada metode integrasi klasifikasi
multispektral didapatkan produksi basah tembakau tahun1994 sebesar 84544,64 ton.
Nawir (2000) melakukan penelitan mengenai estimasi produksi cengkeh
dengan menggunakan citra LANDSAT TM di kabupaten Minahasa Sumatra Utara.
Penelitiannya bertujuan mengkaji pantulan spektral tanaman cengkeh pada citra
Landsat TM dan melakukan estimasi produksi cengkeh dengan model indeks
vegetasi. Pada penelitianya proses ekstraksi informasi spektral obyek yang
dikorelasikan dengan produksi cengkeh berasal dari analisis klasifikasi multispektral
dan transforamsi indeks vegetasi dengan
NDVI dan RVI.
Pada penelitanya
identifikasi umur, jenis, tinggi dan diameter tutupan tajuk didapaktan dari proses
lapangan. Hasil yang didapatkan pada penelitianya menunjukkan bahwa transformasi
indeks vegetasi memliki hubungan yang baik terhadap produksi cengkeh. Pada
penelitian yang dilakukanya menekankan bahwa estimasi produksi yan dilakukanya
hanya dapat dilakukan pada daerah dengan tanaman cengkeh yang homogen
Johanes Hamidin (2002) dalam penelitianya melakukan penelitian mengenai
estimasi produksi padi di Kabupaten Brebes bagian utara menggunakan Landsat TM
dan SIG. Penelitian yang dilakukanya menggunakan penggabungan klasifikasi
multispektral dan indeks vegetasi untuk estimasi produksi padi. Pada penelitian yang
dilakukan tersebut penggabungan klasifikasi multispektral dan Indeks Vegetasi
memiliki korelasi yang sangat kecil dengan produksi padi. Kondisi tersebut
mengakibatkan transformasi indeks vegetasi tidak mampu mengjasilkan data
produksi padi.
Komaruddin (2002) melakukan penelitian mengenai estimasi perubahan
produksi padi menggunakan citra Landsat TM di sebagian kabupaten Klaten, Propinsi
Jawa Tengah. Citra Landsat TM yang digunakanya direkam pada Juni 1996 dan Mei
1998. Penggunaan dua citra tersebut untuk melakukan pemantauan perubahan pada
fase-fase tanaman padi. Pemantauan perubahan fase tersebut digunakan untuk
mendapatkan informasi mengenai luas area tanam, perkiraan potensi panenm dan
jumlah produksi padi yang dihasilkan dalam 1 periode tanam.
17
Pada penelitianya penggunaan transformasi indeks vegetasi yang berupa
NDVI, SAVI, dan GVI digunakan sebagai pendugaan umur tanaman padi. Pada
penelitian yang dilakukanya digunakan asumsi varietas yang digunakan di wilayah
penelitian mempunyai umur panen yang sama yaitu 17 minggu. . Hasil estimasi
produksi padi menurut bulan panen antara Juli- Oktober 1996 adalah 18768,7 ton
untuk bulan Juli- Agustus 66293,7 ton untuk bulan September dan Oktober 19171,3
ton, sedangkan untuk bulan panen Mei- September 1998 adalah 24497,4 ton untuk
bulan Mei-Juni, 67613,4 untuk bulan Juli-Agustus, dan 34842 untuk bulan AgustusSeptember
Rohman (2002) pada penelitianya mengenai estimasi produksi teh dengan
citra Landsat TM di sebagian wilayah Kabupaten Bogor, Cianjur, dan Sukabumi
Jawa Barat. Penelitian yang dilakukanya mempunyai tujuan untuk menilai kekuatan
hubungan antara indeks vegetasi dengan indikator produktivitas teh dan menentukan
estimasi produktivitas teh. Proses analisis citra yang dilakukan menggunakan indeks
vegetasi RVI, NDVI, TVI, dan GVI. Proses uji korelasi dan determinasi dilakukan
untuk menguji kekuatan hubungan dan model persamaan yang dilakukan. Pada
penelitianya berdasarkan uji korelasi dan determinasi yang dilakukanya data indeks
vegetasi yang digunakan, kecuali GVI dapat memberikan informasi yang cukup baik
untuk proses estimasi produksi teh.
18
Tabel 1.2. Tabel penelitian sebelumnya
Nama
penulis
Johanes
Hamidin
Tahun terbit
Judul
Metode
Kesimpulan
2002
Proses klasifikasi multispektral dan
transformasi indeks vegetasi untuk
melakukan estimasi produksi padi
Klasifikasi multispektral dan transformasi
indeks vegetasi memliki korelasi yang
sangat kecil dengan produksi padi.
Sigit Heru
Murti
1997
Estimasi Produksi Padi di
Kabupaten Brebes Bagian Utara
Menggunakan Data Digital
Landsat Thematic Mapper dan
Sistem Informasi Geografis.
Estimasi Daun Tembakau
Berdasarkan Integrasi
Pengolahan Citra Landsat
Thematic Mapper Dengan
Sistem Informasi Geografis
Estimasi Perubahan Produksi
Padi Berdasarkan Data Landsat
TM di Sebagain Propinsi Jawa
Tengah
Transformasi indeks vegetasi
NDVI, RVI, TVI, GVI dan
integrasi klasifikasi multispektral
bentang lahan untuk pemetaan
penutup lahan
Transforamsi indeks vegetasi
NDVI, SAVI, GVI digunakan
sebagai pendugaan umur tanaman
padu
Transformasi indeks vegetasi tidak ada
hubungan yang kuat antara nilai spektral
dan produksi tembakau.
Analisis Digital Data Citra
Landsat TM dan SIG untuk
Estimasi Produksi Teh di
Sebagian Wilayah Kabupaten
Bogor, Cianjur, dan Sukabumi,
Propinsi Jawa Barat
Analisis Data Landsat TM untuk
Estimasi Produksi Cengkeh
Studi Kasus Kabupaten
Minahasa Propinsi Sulawesi
Utara
Transformasi indeks vegetasi RVI,
NDVI, TVI, dan GVI dan uji
korelasi dan determinasi untuk
menguji kekuatan hubungan dan
model persamaan
Data indeks vevegetasi yang digunakan ,
kecuali GVI dapat memberikan informasi
yang cukup baik untuk estimasi produksi
the
analisis klasifikasi multispektral
dan transforamsi indeks vegetasi
dengan NDVI dan RVI
dikorealasikan dengan pantulan
spektral cengkeh
Transformasi indeks vegetasi memiliki
hubungan yang baik terhadap produksi
cengkeh
Thamrin
2002
Komaruddin
Saepul
Rohman
2002
Sune Nobo
Nawir
2000
Hasil estimasi produksi padi menurut
bulan panen antara Juli- Oktober 1996
adalah 18768,7 ton untuk bulan JuliAgustus
66293,7 ton untuk bulan
September dan Oktober 19171,3 ton,
sedangkan untuk bulan panen MeiSeptember 1998 adalah 24497,4 ton untuk
bulan Mei-Juni, 67613,4 untuk bulan JuliAgustus, dan 34842 untuk bulan AgustusSeptember
19
1.5.8. Kerangka Penelitian
Penelitian estimasi produksi dengan menggunakan penginderaan jauh dengan
memperhitungkan pola tanam ini dilakukan dengan menggunakan citra ALOS
(Advanced Land Observing Satellite). Proses untuk memperbaiki dan mengkoreksi
lokasi koordinat citra ALOS tersebut dilakukan koreksi geometrik. Apabila telah
dilakukan koreksi geometrick maka koordinat citra sudah sesuai dengan kondisi
sebenarnya. Proses penajaman citra dengan teknik image pansharpenning dilakukan
dengan citra ALOS AVNIR-2 dan PRISM untuk mendapatkan citra yang lebih baik.
Citra hasil proses penajaman image pansharpenning ini mempunyai resolusi spasial
setara ALOS PRISM dan mempunyai jumlah saluran sama dengan ALOS AVNIR.
Citra hasil pansharpenning tersebut digunakan sebagai dasar untuk proses
interpretasi, obyek bendungan, saluran irigasi pertanian, dan area tanam padi yang
berupa persawahan.
Area tanam, kondisi lereng, saluran irigasi, jenis tanah, kerapatan irigasi,
pantulan spektral dan kedekatan dengan bendungan digunakan untuk proses
interpretasi pola tanam pada sawah. Pola tanam sawah dalam hal ini adalah
kemampuan sawah
untuk banyaknya proses penanaman padi tiap tahunya.
Dibedakan menjadi 1 kali padi/ tahun, 2 kali padi/ tahun dan 3 kali padi/ tahun.
Proses lapangan dilakukan untuk membenarkan koreksi interpretasi area
tanam, interpretasi pola tanam, pengambilan data produksi padi. Penentuan sampel
dilakukan dengan purposif sampling. Pengambilan sampel dilakukan pada area tanam
padi dan area tegalan yang memungkinkan ditanami padi. Proses koreksi hasil
interpretasi pola tanam mempunyai tujuan untuk mendapatkan data pola tanam sawah
sesuai dengan kondisi sebenarnya. Pengambilan data produksi padi digunakan untuk
membuat data-data produktivitas padi berdasarkan pola tanamnya yaitu pola tanam 1
kali padi/ tahun, 2 kali padi/ tahun, dan 3 kali padi/ tahun. Pada penelitian yang
dilakukan ini dilakukan proses validasi dengan melibatkan sebagian daerah kajian.
20
Peta
Tanah
Peta
RBI
Citra
ALOS
Usia
Tanam
Area Tanam
Padi
Kondisi
lereng
Kedekatan
bendungan
Pendekatan
Pola Tanam
Sistem Aliran
Irigasi
Proses Lapangan
Pantulan Sektral
padi
Pola Tanam
Padi
Produktivitas Padi
Perhitungan Produksi
Padi Untuk Validasi
Proses Validasi
Perhitungan Produksi
Padi Untuk Validasi
Produksi Padi Kab. Bantul
Gambar 1.3 : Kerangka Pemikiran
21
Download