Beban Bunga Utang Akan Ganggu Perekonomian Kamis, 21 Agustus 2008 JAKARTA (Suara Karya): Pembayaran bunga utang pemerintah yang diproyeksi mencapai Rp 109,3 triliun pada 2009 dipastikan akan mengganggu situasi ekonomi di tahun tersebut. Hal ini mengingat situasi pasar keuangan yang belum dipastikan akan membaik serta kinerja ekspor yang diperkirakan menurun seiring penurunan harga komoditas. "Sekarang masih bisa diimbangi di pasar modal. Tapi, apa yang akan terjadi kalau pasar modal kehabisan tenaga? Maka yang perlu dipikirkan adalah bagaimana pemerintah mengimbangi ini dengan berbagai cara, misalnya ekspor. Tapi kemudian, harga komoditas sudah mulai turun dan saya belum melihat ada kenaikan volume ekspor yang signifikan," kata ekonom Institute for Development of Economy and Finance (Indef) Aviliani di Jakarta, Rabu. Dia juga menyoroti pembayaran bunga utang pemerintah yang terus melonjak setiap tahunnya. Bahkan dari penarikan utang baru, sebagaimana keinginan pemerintah menurunkan rasio utang. Sementara aliran modal keluar (capital outflow) untuk pembayaran utang setiap tahun rata-rata mencapai Rp 70 triliun. Sedangkan penarikan utang baru hanya mencapai Rp 30 triliun. Ini yang berarti terdapat aliran dana (cashflow) negatif sekitar Rp 40 triliun. Menurut Aviliani, kondisi tersebut dikhawatirkan berdampak pada pelemahan nilai tukar, kecuali ada upaya penarikan aliran modal masuk secara efektif. "Sekarang pemerintah berusaha dengan surat utang negara (SUN) dan obligasi RI untuk menahan nilai tukar. Artinya kita masih rentan," ujarnya. Sementara itu, kinerja ekspor yang diharapkan menopang pembayaran utang mulai menunjukkan pelemahan dengan terus menurunnya harga komoditas. Sedangkan kenaikan volume ekspor belum menunjukkan perubahan secara signifikan. "Karena ekspansi 2-3 tahun ini, maka baru berhasil 2-3 tahun lagi. Sehingga memang dengan menurunnya harga, kita akan punya masalah dengan ekspor. Mungkin tumbuh, tapi tidak sebagus 6 bulan kemarin," ujarnya. Sedangkan dalam Nota Keuangan dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2009, pemerintah memproyeksikan pembayaran bunga utang sebesar Rp 109,3 triliun atau 2,1 persen terhadap PDB. Hal ini mempertimbangkan kebutuhan pembiayaan 2009 dari utang neto sebesar Rp 81,1 triliun dan kondisi struktur portofolio utang saat ini. Dari pembayaran bunga utang sebesar itu, sekitar 70 persen atau Rp 76 triliun digunakan untuk membiayai pembayaran bunga utang dalam negeri dan sekitar 30 persen atau Rp 33,3 triliun digunakan untuk membiayai bunga utang luar negeri. Tingginya kebutuhan pembayaran bunga utang dalam negeri 2009 karena pemerintah akan melunasi kewajiban terhadap bunga surat utang. Khususnya yang berseri SU-002, SU-004, dan SU-007 yang sempat ditunda pembayarannya pada tahun 2008 sebesar Rp 1,9 triliun. Di samping itu, peningkatan kebutuhan pembayaran bunga utang dalam negeri juga terjadi karena tingginya jumlah penerbitan obligasi negara pada 2008. Padahal, kupon yang harus diberikan cukup tinggi, mengingat kondisi pasar keuangan yang belum stabil. (Indra/Antara)