BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan sumber air yang sangat melimpah. Sumber air ini merupakan sumber daya yang sangat penting untuk pemenuhan kehidupan makhluk hidup (Indriatmoko & Wahyono, 2012). Secara umum, air merupakan kekayaan alam yang dapat diperbaharui dengan melalui proses hidrologi. Salah satu sumber air untuk pemenuhan kebutuhan makhluk hidup adalah mata air (spring). Mata air menurut Akhmadi (2011) merupakan pemusatan keluarnya air tanah yang muncul di permukaan tanah sebagai arus dari aliran air tanah dan merupakan sumberdaya airtanah. Berbagai wilayah memungkinkan terjadinya jalur aliran air dari dalam tanah menuju ke permukaan tanah yang memunculkan mata air. Santosa (2006) dalam Akhmadi (2011) menyatakan bahwa munculnya mata air selain dipengaruhi oleh jenis batuan dan geomorfologi yang membentuk kemiringan lereng dan rekahan, juga tergantung dari luasan daerah tangkapan air yang mampu menahan air hujan. Oleh karena itu, kondisi ketersediaan mata air sangat tergantung pada kondisi wilayah ekosistem yang merupakan wilayah daerah tangkapan air hujan (catchment area). Ketersediaan air di wilayah Indonesia bervariasi berdasarkan dimensi ruang dan waktu. Adanya perubahan iklim, sistem penggunaan lahan yang buruk, kerusakan ekosistem daerah tangkapan air (DTA), serta kebutuhan konsumsi air terus meningkat, mengakibatkan terjadinya krisis air. Krisis air yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia akan menghambat pemenuhan kebutuhan air bagi 1 2 masyarakat. Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian PPN/Bappenas menyampaikan bahwa ketahanan air di indonesia saat ini sangat buruk. Kapasitas tampung air tahun 2012 hanya 54 m3/tahun, jauh dibandingkan dengan kapasitas Thailand dan Amerika Serikat yang masing-masing mencapai 1,3 juta dan 1,6 juta m3/tahun (Antaranews, 2012). Fenomena krisis air juga terjadi di Kabupaten Klaten dan Kabupaten Gunungkidul. Sebanyak 33 desa yang tersebar dalam 7 kecamatan di Kabupaten Klaten terancam kekeringan di musim kemarau (Duhri, 2013). Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi (Dinsoskertrans) Kabupaten Gunungkidul mengungkapkan, sebanyak 18 kecamatan di Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta, rawan kekeringan saat musim kemarau (MediaIndonesia, 2013). Krisis air juga menyebabkan peningkatan frekuensi banjir di berbagai wilayah di Indonesia, khususnya di Kabupaten Klaten dan Gunungkidul, pada musim penghujan. Artinya air hujan pada musim penghujan langsung mengalir banjir dan pada musim kering terjadi kekeringan. Disamping itu, pertumbuhan ekonomi dapat meningkatkan permintaan akan sumber air baik kualitas maupun kuantitasnya dan di beberapa wilayah melebihi ketersediaan air yang ada. Hal ini menyebabkan sumberdaya air dapat menjadi barang yang langka (Rangkisani, et al., 2012). Berdasarkan permasalahan tersebut, diperlukan adanya suatu upaya/tindakan untuk meningkatkan dan melestarikan sumber air. Upaya konservasi ekosistem vegetasi di DTA mata air sangat diperlukan untuk menjamin keberlanjutan pendayagunaan mata air serta mencegah dan menanggulangi dampak negatif eksplorasi air (Arsyad & Rustiadi, 2012). Salah satu upaya konservasi air adalah 3 analisis vegetasi pohon pada ekosistem di DTA mata air, untuk mendukung konservasi ekosistem mata air. Analisis vegetasi pohon bertujuan untuk mengetahui komposisi jenis dan struktur vegetasi suatu ekosistem. Pengelolaan vegetasi pohon dengan pendekatan konservasi air di DTA mata air diperlukan agar nilai dan fungsi hidrologisnya tetap terjaga. Vegetasi pohon mempunyai peranan penting karena berfungsi sebagai pengatur hidrologi, pencegah banjir, serta mengatasi kekeringan (Marsono, 2008). Vegetasi juga berperan dalam pengaturan air tanah. Peranan ini sangat ditentukan oleh struktur dan komposisi tumbuhan penyusun komunitas tumbuhan di daerah tersebut. Struktur vegetasi yang berupa kerapatan formasi vegetasi juga memegang peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi keberadaan air di dalam tanah (Asdak, 2002). Beberapa faktor penting pada vegetasi yang mempengaruhi kelestarian air adalah jenis vegetasi, morfologi vegetasi, tingkat pertumbuhan dan umur vegetasi, kerapatan dan nilai penting vegetasi, tinggi vegetasi, luasan tajuk, diameter batang, serta vegetasi lantai. Selain itu, Pudjiharta (2008) menambahkan bahwa pengaruh jenis tumbuhan dalam mempengaruhi tata air dapat dilihat dari karakter morfologi dan fisiologinya. Vegetasi penyusun ekosistem mempunyai jasa hidrologis yang merupakan salah satu jasa lingkungan terpenting untuk pengatur tata air. Sistem tata air pada lingkungan berupa penutupan tanah oleh vegetasi yang mempunyai arti penting untuk konservasi air. Bentuk penutupan vegetasi mempengaruhi besarnya pembagian air hujan yang akan menjadi uap (intersepsi), aliran permukaan (overland flow), dan airtanah (groundwater) yang dapat digunakan dalam 4 pemenuhan kebutuhan makhluk hidup. Sun, et al. (2008) menyatakan bahwa peranan penutupan vegetasi dalam mengatur siklus hidrologi terletak pada skala temporal dan spasial yang bervariasi. Peranan ini terutama berkaitan dengan regulasi debit air yang sangat berkaitan dengan dua variabel utama yaitu hasil air (water yield) dan aliran dasar (base flow). Analisis vegetasi pohon merupakan salah satu cara pengenalan karakter komunitas vegetasi pohon di daerah tangkapan air, yang pada dasarnya adalah memahami pendekatan ekologi yang penting untuk konservasi air. Kajian ekologi memegang peranan penting dalam komunitas vegetasi yang ada, meliputi analisis jenis spesies penyusun, kerapatan populasi, pola distribusi, indeks nilai penting, serta keragaman spesies penyusunnya (Whittaker, 1976). Analisis vegetasi pohon bertujuan menentukan struktur dan komposisi vegetasi di DTA mata air, sehingga dapat menganalisis jenis pohon dan penutupan vegetasi pohon di DTA mata air. Selanjutnya struktur dan komposisi vegetasi pohon akan dianalisis dan dikorelasikan dengan peranan vegetasi dalam menahan limpasan air hujan, sehingga proses masuknya air hujan kedalam tanah (infiltrasi) meningkat. Peningkatan debit air yang mengalami infiltrasi dapat meningkatkan sumber air tanah sebagai sumber utama mata air. Berdasarkan hal tersebut, diharapkan upaya konservasi air dengan pendekatan analisis vegetasi dan konservasi ekosistem di DTA mata air dapat terlaksana dengan baik. 5 B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang, rumusan permasalahan pada penelitian yang akan dilakukan adalah: 1. Bagaimana struktur dan komposisi vegetasi pohon di daerah tangkapan air (DTA) mata air Cokro, Umbul Nila, Mudal, dan Wonosadi? 2. Bagaimana peran penutupan vegetasi pohon ditinjau dari luas kanopi, tinggi pohon, dan luas basal area spesies pohon di DTA mata air Cokro, Umbul Nila, Mudal, dan Wonosadi terhadap keberlangsungan mata air? 3. Bagaimana pengaruh growth form pohon terhadap vegetasi penutup lantai dan serasah dalam menahan limpasan air hujan di DTA mata air Cokro, Umbul Nila, Mudal, dan Wonosadi? C. Tujuan Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian yang akan dilakukan adalah: 1. Menganalisis struktur dan komposisi vegetasi pohon di DTA mata air Cokro, Umbul Nila, Mudal, dan Wonosadi. 2. Menganalisis peran penutupan vegetasi pohon ditinjau dari luas kanopi, tinggi pohon, dan luas basal area spesies pohon di DTA mata air Cokro, Umbul Nila, Mudal, dan Wonosadi terhadap keberlangsungan mata air. 3. Mempelajari pengeruh growth form pohon terhadap vegetasi penutup lantai dan serasah dalam menahan limpasan air hujan di DTA mata air Cokro, Umbul Nila, Mudal, dan Wonosadi. 6 D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang akan dilakukan adalah: 1. Tersedianya informasi Struktur dan komposisi pohon di DTA mata air Cokro, Umbul Nila, Mudal, dan Wonosadi. 2. Tersedianya informasi peran penutupan vegetasi pohon dan growth form pohon dalam menahan limpasan dan meningkatkan retensi infiltrasi. 3. Tersedianya informasi struktur vegetasi pohon sebagai acuan pustaka atau perbandingan bagi para peneliti yang ingin meneliti tentang analisis vegetasi sebagai upaya konservasi air. 4. Tersedianya informasi struktur vegetasi pohon dan peranannya untuk mendorong perilaku konservatif masyarakat dalam pengelolaan air dan ekosistem daerah tangkapan air. 5. Sebagai masukan bagi pengelola wilayah dan pemerintah daerah sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan daerah tangkapan air dan sumber daya air, pelaksanaan pembangunan daerah, dan pengambilan kebijakan.