KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN

advertisement
PKK MERCUBUANA JAKARTA
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN S.1
SEMINAR
MANAJEMEN
PEMASARAN
Sept 17
2009
KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN
OLEH : HIRDINIS M, SE, MM.
MATERI :
Kepuasan Konsumen
Loyalitas Konsumen
MODUL 5
TATAP MUKA 5
V.
A.
KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN
Kepuasan Konsumen
Produk dan layanan yang berkualitas berperan penting dalam membentuk
kepuasan konsumen, selain itu juga erat kaitannya dalam menciptakan
keuntungan bagi perusahaan. Semakin berkualitas produk dan layanan yang
diberikan oleh perusahaan maka kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan
akan semakin tinggi. Menurut Fandy Tjiptono (2002:24) adanya kepuasan
pelanggan akan dapat menjalin hubungan harmonis antara produsen dan
konsumen. Menciptakan dasar yang baik bagi pembelian ulang serta
terciptanya loyalitas pelanggan dan membentuk rekomendasi dari mulut ke
mulut yang akan dapat menguntungkan sebuah perusahaan. Menurut Kotler
dan Amstrong (2002:13) kepuasan adalah sejauhmana suatu tingkatan
produk dipersepsikan sesuai dengan harapan pembeli.
Kepuasan konsumen menurut Zeithaml sebagai “costomer’s evaluation of a
product or service in terms of whether that product or service has met their
needs and expectation”. Dengan demikian kepuasan konsumen merupakan
perilaku yang terbentuk terhadap barang atau jasa sebagai pembelian produk
tersebut. Kepuasan konsumen sangat penting karena akan berdampak pada
kelancaran bisnis atau perusahaan. Pelanggan yang merasa puas pada
produk/jasa yang digunakannya akan kembali menggunakan jasa/produk
yang ditawarkan. Hal ini akan membangun kesetiaan pelanggan.
Kepuasan konsumen sendiri diartikan sebagai suatu keadaan dimana
harapan konsumen terhadap suatu produk sesuai dengan kenyataan yang
diterima tentang kemampuan produk tersebut oleh konsumen. Jika produk
tersebut jauh dibawah harapan konsumen maka ia akan kecewa. Sebaliknya
jika produk tersebut memenuhi harapan konsumen, maka ia akan senang.
Harapan konsumen dapat diketahui dari pengalaman mereka sendiri saat
menggunakan produk tersebut, omongan orang lain dan informasi iklan.
Dari beberapa uraian definisi kepuasan, maka secara umum kepuasan dapat
diartikan sebagai antara layanan atau hasil yang diterima itu paling tidak
harus sama dengan harapan konsumen atau bahkan melebihinya. Dalam era
kompetisi
bisnis
yang
ketat
seperti
sekarang,
kepuasan
pelanggan
merupakan hal yang utama, pelanggan diibaratkan seorang raja yang harus
dilayani namun hal ini bukan berarti menyerahkan segala-galanya kepada
pelanggan. Usaha memuaskan kebutuhan pelanggan harus dilakukan secara
menguntungkan atau bersifat win-win situation yaitu keadaan dimana kedua
belah pihak merasa menang dan tidak ada yang dirugikan.
Pada dasarnya konsumen mengharapkan dapat memperoleh produk yang
memiliki manfaat pada tingkat harga yang dapat diterima. Untuk mewujudkan
keinginan konsumen tersebut maka setiap perusahaan berusaha secara
optimal untuk menggunakan seluruh asset dan kemampuan yang dimiliki
untuk memberikan value terhadap harapan konsumen. Implementasi upaya
ini tentunya menimbulkan konsekuensi biaya yang berbeda di setiap
perusahaan termasuk para pesaingnya. Untuk dapat menawarkan produk
yang menarik dengan tingkat harga yang bersaing, setiap perusahaan harus
berusaha menekan atau mereduksi seluruh biaya tanpa mengurangi kualitas
produk maupun standar yang sudah ditetapkan.
Distribusi yang optimal dalam hal ini dapat dicapai melalui penerapan konsep
Supply Chain Management (SCM). SCM sesungguhnya bukan merupakan
suatu konsep yang baru. SCM merupakan pengembangan lebih lanjut dari
manajemen distribusi produk untuk memenuhi permintaan konsumen. Konsep
ini menekankan pada pola terpadu yang menyangkut proses aliran produk
dari supplier, manufaktur, retailer hingga kepada konsumen. Dari sini aktivitas
antara supplier hingga konsumen akhir adalah dalam satu kesatuan tanpa
sekat pembatas yang besar, sehingga mekanisme informasi antara berbagai
elemen tersebut berlangsung secara transparan. SCM merupakan suatu
konsep menyangkut pola pendistribusian produk yang mampu menggantikan
pola-pola pendistribusian produk optimal.
Pemasaran relasional dihubungkan dengan bagaimana membina hubungan
dengan pelanggan dan calon pelanggan. Yang menjadi fokus dalam
pemasaran
adalah
pelanggan,
dimana
usaha-usaha
yang
dilakukan
manajemen dan para wiraniaga terutama ditujukan kepada pelanggan yaitu
menyangkut kepuasan.
Untuk memberikan kepuasan kepada konsumen maka seluruh orang yang
terlibat dalam operasional perusahaan harus memahami nilai-nilai pelayanan.
Nilai pelayanan yang sebenarnya terletak pada kesungguhan empat sikap P,
oleh Patricia Patton yaitu Passionate (gairah), Progressive (progesif),
Proactive (proaktif), dan Positive (positif) dari orang-orang yang bertanggung
jawab memberikan pelayanan tersebut.
1.
”Passionate” (Gairah)
Kita perlu memiliki gairah untuk menghasilkan semangat besar terhadap
pekerjaan, diri sendiri dan orang lain. Antusiasme dan perhatian yang kita
kita bawakan pada pelayanan sepenuh hati akan membedakan
bagaimana kita memandang diri sendiri dan pekerjaan. Dari tingkah laku
dan cara memberi pelayanan kepada para konsumen, konsumen akan
mengetahui apakah kita menghargai mereka atau tidak. Gairah berarti
menghadirkan kehidupan dan vitalitas dalam pekerjaan. Jika kita memiliki
gairah hidup yang tinggi, kita cenderung akan memberikan pelayanan
dengan senyum, vitalitas, dan antusiasme yang akan menular kepada
orang-orang yang kita layani, sehingga mereka akan merasa senang
bekerja sama, berbisnis dan berkomunikasi dengan kita.
2.
”Progressive” (Progesif)
Dalam memberikan pelayanan sepenuh hati, perlu senantiasa berusaha
menciptakan cara-cara baru yang lebih efektif, efisien, dan menarik untuk
meningkatkan kualitas pelayanan. Setiap orang tidak akan pernah puas
dengan hasil yang didapatkan, untuk itu kita akan selalu berusaha
memahaminya dengan mencari cara kreatif untuk mempersembahkan
yang terbaik. Gairah dan pola pikir progesif, akan menjadikan pekerjaan
lebih menarik, sehingga layanan kepada konsumen jadi lebih baik Pola
pikir progresif ini perlu dikembangkan karena jika pikiran terbuka,
wawasan
luas,
kemauan
belajar
tinggi,
keberanian
menghadapi
perubahan dan tidak membatasi diri pada cara-cara pelayanan yang lebih
kreatif tentu maka akan membuat konsumen merasa lebih nyaman.
3.
”Proactive” (Proaktif)
Nilai tambah pelayanan sepenuh hati adalah alasan yang mendasari
mengapa kita melakukan sesuatu bagi orang lain. Pelayanan ini diberikan
karena ada kepedulian dan itu akan membuat perubahan bagi konsumen
kita. Membiarkan konsumen kebingungan dan berjalan mondar-mandir
mencari bantuan bukanlah sikap yang produktif. Walaupun konsumen
tersebut tidak mendekati kita dan bertanya kepada kita (mungkin karena
malu, atau tidak tahu kepada siapa harus bertanya), kita bisa terlebih
dahulu mendekati mereka dan bertanya kepada mereka barangkali saja
kita bisa membantu mereka. Sikap proaktif ini juga dapat dipupuk dengan
senantiasa bekerja lebih dari sekedar apa yang seharusnya kita lakukan
dan secara aktif berupaya menemukan cara baru untuk menambah
makna dan rasa cinta pada pekerjaan dan bisnis yang kita tekuni.
4.
”Positive” (Positif)
Bersikap positif mendorong kita untuk tidak mudah patah semangat atas
masalah yang kita hadapi. Bersikap positif membimbing kita untuk lebih
fokus pada penyelesaian bukannya pada masalah. Berlaku positif sangat
menarik, karena sikap ini bisa mengubah suasana dan menebar
kegairahan pada hampir semua interaksi dengan konsumen. Berlaku
positif berarti menyambut hangat para konsumen, dan melayani
pertanyaan dan permintaan mereka dengan sepenuh hati. Bersikap positif
akan memancarkan keyakinan kepada konsumen, bahwa kita mampu
memberikan jawaban bagi pertanyaan mereka dan solusi atas semua
masalah yang mereka hadapi. Salah satu cara sederhana yang bisa
dilakukan adalah memberi pelayanan dengan senyum, karena senyuman
adalah bahasa universal dan positif yang dipahami semua orang.
Kualitas pelayanan dan kepuasan, menurut Tjiptono (2002 : 54) mempunyai
hubungan yang erat dengan kepuasan pelanggan. Kualitas memberikan suatu
dorongan kepada pelanggan untuk menjalin hubungan yang kuat dengan
perusahaan”. Pada jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan
perusahaan untuk memahami harapan serta kebutuhan pelanggan. Dengan
demikian perusahaan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dimana
perusahaan memaksimalkan pengalaman pelanggan yang menyenangkan
dan meminimalkan pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan.
Nilai pelanggan, kepuasan pelanggan dan retensi pelanggan.
1.
Nilai Pelanggan (customer delivered value) adalah selisih antara pelanggan
total dengan biaya pelanggan total. Nilai pelanggan total (total customer value)
adalah sekumpulan manfaat yang diharapkan oleh pelanggan dari produk dan
jasa tertentu. Nilai pelanggan didefenisikan sebagai Biaya pelanggan total (total
customer cost) adalah sekumpulan biaya yang diharapkan konsumen yang
dikeluarkan untuk mengevaluasi, mendapatkan, menggunakan dan membuang
produk atau jasa. Para pembeli bertindak dengan berbagai kendala dan mereka
terkadang membuat pilihan berdasarkan kepentingan pribadinya dan bukan
kepentingan perusahaan.
2.
Kepuasan pelanggan, perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul
setelah membandingkan antara persepsi/kesannya terhadap kinerja (atau hasil)
suatu produk dan harapannya. Atau persepsi individu pada kinerja produk/jasa
dalam hubungannya dengan pengharapannya. Banyak perusahaan yang
memfokuskan pada kepuasan tinggi karena para pelanggan yang kepuasannya
hanya pas mudah untuk berubah pikiran bila mendapat tawaran yang lebih baik.
3.
Retensi pelanggan, tujuan menyeluruh dari nilai pelanggan tersedia
secara berkelanjutan dan lebih efektif dari pada pesaing akan
memberikan kepuasan pelanggan yang tinggi. Strategi mengingatkan
pelanggan membuatnya sangat menarik bagi pelanggan untuk bertahan
dengan perusahaan daripada pindah pada perusahaan lain.
B.
Loyalitas Konsumen
Menurut Tjiptono (2002 : 24) terciptanya kepuasan dapat memberikan
beberapa manfaat diantaranya hubungan antara perusahaan dan pelanggan
menjadi harmonis, men jadi dasar bagi pembelian ulang dan menciptakan
loyalitas
pelanggan
serta
rekomendasi
dari
mulut
ke
mulut
yang
menguntungkan perusahaan. Menurut Kotler (2003 : 140) Hubungan antara
kepuasan dan loyalitas adalah saat dimana konsumen mencapai tingkat
kepuasan tertinggi yang menimbulkan ikatan emosi yang kuatdan komitmen
jangka panjang dengan merek perusahaan.
Kesetiaan konsumen tidak terbentuk dalam waktu singkat tetapi melalui
proses belajar dan berdasarkan hasil pengalaman dari konsumen itu sendiri
dari pembelian konsisten sepanjang waktu. Bila yang didapat sudah sesuai
dengan harapan, maka proses pembelian ini terus berulang. Hal ini dapat
dikatakan bahwa telah timbul kesetiaan konsumen. Bila dari pengalamannya,
konsumen tidak mendapatkan merek yang memuaskan maka ia tidak akan
berhenti untuk mencoba merek-merek lain sampai ia mendapatkan produk
atau jasa yang memenuhi kriteria yang mereka tetapkan. Loyalitas merupakan
besarnya konsumsi dan frekuensi pembelian dilakukan oleh seorang
konsumen terhadap suatu perusahaan. Dan mereka berhasil menemukan
bahwa kualitas keterhubungan yang terdiri dari kepuasan, kepercayaan dan
komitmen mempunyai hubungan yang positif dengan loyalitas.
Loyalitas memberi pengertian yang sama atas loyalitas merek dan loyalitas
pelanggan. Memang benar bahwa loyalitas merek mencerminkan loyalitas
pelanggan terhadap merek tertentu, tetapi apabila pelanggan dimengerti
sama dengan konsumen, maka loyalitas konsumen lebih luas cakupannya
daripada loyalitas merek karena loyalitas konsumen mencakup loyalitas
terhadap merek. Loyalitas adalah tentang presentase dari orang yang pernah
membeli dalam kerengka waktu tertentu dan melakukan pembelian ulang
sejak pembelian yang pertama.
Dalam mengukur kesetiaan, diperlukan beberapa attribut yaitu :
1.
Mengatakan hal yang positif tentang perusahaan kepada orang lain
2.
Merekomendasikan perusahaan kepada orang lain yang meminta saran
3.
Mempertimbangkan bahwa perusahaan merupakan pilihan pertama
dalam melakukan pembelian jasa
4.
Melakukan lebih banyak bisnis atau pembelian dengan perusahaan
beberapa tahun mendatang.
Oliver mendefinisikan loyalitas konsumen dengan suatu keadaan dimana
terdapat komitmen yang kuat dalam pembelian ulang dan penggunaan
kembali barang dan jasa perusahaan. Tingkat loyalitas konsumen terdiri dari
empat tahap :
1.
Loyalitas Kognitif
Tahap dimana pengetahuan langsung maupun tidak langsung konsumen
akan
merek,
manfaat
dan
dilanjutkan
kepembelian
berdasarkan
keyakinan akan superioritas yang ditawarkan. Dasar kesetiaan adalah
informasi tentang produk atau jasa yang tersedia bagi konsumen.
2.
Loyalitas Afektif
Sikap favorable konsumen terhadap merek merupakan hasil dari
konfirmasi yang berulang dari harapannya selama tahap cognitively
loyalty berlangsung. Dasar kesetiaan konsumen adalah sikap dan
komitmen terhadap produk dan jasa, sehingga telah terbentuk suatu
hubungan yang lebih mendalam antara konsumen dengan penyedia
produk atau jasa dibandingkan pada tahap sebelumnya.
3.
Loyalitas Konatif
Intensi membeli ulang sangat kuat dan memiliki keterlibatan tinggi yang
merupakan dorongan motivasi.
4.
Loyalitas Tindakan
Menghubungkan penambahan yang baik untuk tindakan serta keinginan
untuk mengatasi kesulitan seperti pada tindakan kesetiaan.
Tjiptono (2002:85) mengemukakan enam indikator yang bisa digunakan untuk
mengukur loyalitas konsumen yaitu :
1. Pembelian ulang
2. Kebiasaan mengkonsumsi merek tersebut
3. Selalu menyukai merek tersebut
4. Tetap memilih merek tersebut
5. Yakin bahwa merek tersebut yang terbaik
6. Merekomendasikan merek tersebut pada orang lain.
Pada era Relationship Marketing
pemasar beranggapan bahwa loyalitas
pelanggan terbentuk dengan adanya Value dan Brand. Value adalah persepsi
nilai yang dimiliki pelanggan berdasarkan apa yang di dapat dan apa yang
dikorbankan dalam melakukan transaksi. Sedangkan Brand adalah identitas
sebuah produk yang tidak berujud, tetapi sangat bernilai.
Untuk
mendapatkan
loyalitas
pelanggan,
perusahaan
tidak
hanya
mengandalkan value dan brand, seperti yang diterapkan pada Conventional
Marketing. Pada masa sekarang diperlukan perlakuan yang lebih atau disebut
dengan Unique Needs, perbedaan kebutuhan antara satu pelanggan dengan
pelanggan lainnya, untuk itu peranan dari Relationship Marketing sangat
diperlukan. Pada gambar berikut terdapat tiga pilar loyalitas pelanggan era
Relationship Marketing yang memfokuskan pelanggan ditengah pusaran
Value
Brand
Pelanggan
Relationship
Marketing
Gambar : Tiga Pilar Loyalitas Pelanggan
Dalam menempatkan pelanggan pada tengah pusaran aktifitas bisnis,
diharapkan perusahaan selalu memperhatikan dan mengutamakan
pelanggan dalam segala aktifitas maupun program yang dilakukan.
Sehingga pelanggan menjadi pihak yang selalu di dahulukan, dengan
harapan akan merasa puas, nyaman, dan akhirnya menjadi loyal kepada
perusahaan.
Karena pentingnya loyalitas terhadap kelangsungan hidup perusahaan,
maka perusahaan harus secara kontinue menjaga dan meningkatkan
loyalitas dari para pelanggannya. Oleh karena itu untuk membangun
loyalitas pelanggan, perusahaan harus memiliki hubungan yang baik
dengan pelanggan sehingga perusahaan dapat lebih memahami akan
kebutuhan, keinginan dan harapan-harapan para pelanggannya.
DAFTAR PUSTAKA
Aaker David A – Kumar V. – Day George S, (2004) : Marketing Research, Eighth
Edition, John Wiley & Sons, Inc, New York – USA.
Cateora Philip R, Graham John L. (2007) : Pemasaran Internasional, Edisi 13,
Salemba Empat, Jakarta,
Craven David W., Piercy Nigel F, (2006): Strategic Marketing, International Edition,
Mc Graw-Hill,
Kotabe Masaaki, Helsen Kristiaan (2004) : Global Marketing Management, Third
edition, Wiley International Edition.
Kuncoro Mudrajad, (2003) : Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi, -- , Erlangga,
Jakarta – Indonesia.
Kotler Philip–Amstrong (2003), Manajemen Pemasaran,--,Salemba Empat, Jakarta.
Kotler, Philip and Keller, Kevin Lane. (2006). Marketing Management. 12th Edition.
New Jersey : Pearson Education.
Sugiyono, (2004) : Metode Penelitian Bisnis, Cetakan Ketujuh, Alfabeta, Bandung –
Indonesia.
Tjiptono Fandy (2002), Manajemen Pemasaran, --- , Penerbit Andi, Jogyakarta,
Download