BAB V KESIMPULAN Novel Layali Alfu Lailah ini mempunyai struktur yang homolog dengan pandangan dunia yang diekspresikan. Oposisi biner yang dibangun berdasarkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya yaitu nilai ketuhanan atau visi Tuhan (Vision of God) yang dalam novel ini diperankan oleh tokoh bernama Syekh Abdullah al-Balkhi seorang yang dianggap sebagai ahli agama dan terlepas dari keinginan dunawinya, aktivitas sehari-harinya hanyalah beribadah kepada Tuhannya. Hidup Syekh Abdullah al-Balkhi difokuskan untuk menyebarluaskan dan memberikan pemahaman tentang firman Tuhan kepada seluruh manusia yang saat ini terlupakan karena terlena dengan kenikmatan yang bersifat duniawi, sehingga menjadikan nilai-nilai ajaran Tuhan terlepas dari esensinya yang menggambar kehidupan sufi (esoterisme). Nilai berikutnya yang ada dalam novel ini adalah nilai keduniawian atau visi dunia (Vision of World), dalam novel Layali Alfu Lailah ini diperankan oleh tokoh Gubenur Ali al-Salouli, merupakan gambaran visi dunia karena ia tidak saja memiliki jabatan yang tinggi namun juga hidup dalam kemewahan dan memegang kekuasaan dalam pemerintahan, namun ia gemar melakukan korupsi, hal ini menunjukan bagaimana seseorang menjadi serakah akan harta, jabatan, dan kekuasaan bahkan juga wanita. Hal ini menggambarkan kehidupan yang hanya mementingkan kesenangan, kemewahan, dan kenikmatan yang bersifat duniawi (hedonisme). Nilai yang terakhir yaitu nilai kemanusian atau visi manusia (Vision of Man) seperti yang telah di bahas di atas, bahwa nilai kemanuisaan atau visi manusia yang dihadirkan dalam novel Layali Alfu Lilah ini adalah memilih dari dua pilihan diatas, mengikuti visi Tuhan atau mengikuti visi dunia. Adapun yang menjadi tokoh visi manusia yaitu Sultan Shahriyar yang akhirnya memilih untuk mengikuti visi Tuhan. Najib Mahfudz melalui Novel Layali Alfu Lilah ini mengutarakan pandangannya untuk mengkritiki sikap yang menundukan diri pada nalar secara berlebihan dan sikap tunduk pada kekuasaan dan harta, tanpa memperdulikan nilai-nilai keagamaan dan etika kemanusian, sekaligus sebagai gambaran terhadap kelas sosial yang terjadi di Mesir. Lucien Goldmann berpandangan bahwa, karya sastra yang bercorak sosiologi sangat patut untuk ditelaah karena menjadi dokumentasi dari fenomena sosial budaya yang terjadi di masyarakat. Maka dapat dikatakan bahwa karya sastra berupa novel Layali Alfu Lilah ini merupakan karya besar, karena mengekspresikan pandangan dunia pengarangnya yaitu Najib Mahfudz dan sekaligus mewakili dari kelompok kelas tertentu tentang spiritualitas dan etika politik, yang menyatakan pentingya spiritualitas dalam kehidupan bermasyarakat, sebagai pedoman dalam hidup agar memiliki moralitas yang baik dalam berinteraksi sosial, namun Najib Mahfudz tidak membenarkan jika spiritualitas hanya mengurusi urusan pribadi kepada Tuhannya sehingga meniadakan urusan sosial. Begitu juga dengan pandangan terhadap etika politik, Najib Mahfudz dalam politik memilih sosialisme demokrasi yaitu memperjuangkan kebebasan berfikir dan menentang tindakan penguasa yang diktaktor, bahkan secara etika politik Najib Mahfudz cenderung kepada sistem sekularisme, karena dirinya sangat mengecam perbuatan kelompok radikal Islam yang ia sebut dengan mutasyaddidun (orang yang memiliki paham keagamaan yang keras) dan Najib Mahfudz tidak setuju pada negara-negara teokrasi atau negara yang mencampuradukan urusan agama dengan urusan pemerintahan dalam konteks ini adalah negara Islam, karena bagi Najib Mahfudz kekuasan yang ada ditangan tokoh agama atau sebuah kebijakan yang mengatasnamakan agama sesungguhnya adalah bentuk dari kediktatoran yang akan menyengsarakan rakyat. Oleh karenanya Najib Mahfudz memiliki pandangan setuju pada konsep sekularisme atau memisahkan antara urusan keagamaan dan urusan kebijakan pemerintahan, namun bukan berarti hanya mementingkan rasional saja dan meniadakan syari’at. Bahkan sebaliknya dengan sistem politik yang sekularisme ini dapat mewujudkan kesejahteraan dan kebijakan yang efektif untuk menyelesaikan permasalahan masyarakat dan menjadikan agama (Islam) sebagai rahmat bagi seluruh alam, karena menurut pandangan Najib Mahfudz agama (Islam) adalah tuntunan akhirat sekaligus tuntunan dunia, oleh karena agama seharusnya menjadi dasar pendidikan dan kebangkitan kaum Muslimin di Mesir dan Mahfudz pun dalam hal ini sangat menekankan pada etika dalam kehidupan. Bukan malah tunduk pada penguasa yang membelenggu kebebasan berfikir dan membuat kekacauan pada masyarakat karena mengatasnamakan agama (Islam). Maka spiritualitas dan etika politik dalam pandangan dunia Najib mahfudz adalah dua hal yang berbeda namun saling melengkapi dan bersinergis karena keduanya adalah aspek penting yang tidak dapat dipisahkan untuk mewujudkan kesejahteraan dalam hidup bermasyarakat khusunya masyarakat Mesir.