BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Modal Kerja Bersih Modal kerja

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Modal Kerja Bersih
Modal kerja merupakan salah satu sumber daya yang penting bagi
perusahaan. Modal kerja digunakan untuk membiayai operasi sehari-hari
perusahaan, dimana dana yang dikeluarkan tersebut diharapkan dapat kembali
dalam waktu yang relatif pendek melalui hasil aktivitas perusahaan tersebut yang
akan dipergunakan untuk operasi selanjutnya. Banyak perusahaan mengalami
kesulitan karena pimpinan perusahaan kurang mengetahui modal kerja dan
fungsinya dalam suatu perusahaan dimana modal kerja sering kali digunakan
untuk membeli aktiva tetap sehingga akan menimbulkan kesulitan bagi
perusahaan.
Menurut Brigham dan Joel (2001 : 150), “modal kerja adalah investasi
perusahaan pada aktiva jangka pendek yaitu kas, sekuritas yang mudah
dipasarkan, persediaan, dan piutang usaha”. Pengertian modal kerja ini lebih
dikenal dengan konsep modal kerja kotor (gross working capital).
Modal kerja secara tradisional diartikan sebagai dana yang tersedia untuk
membiayai kegiatan operasional sehari-hari perusahaan, seperti membeli bahan
baku, membayar upah langsung, membayar gaji pegawai, membayar hutang, dan
lain-lain. Terdapat dua konsep utama yang umumnya membedakan pengertian
Universitas Sumatera Utara
modal kerja. Modal kerja dapat diartikan sebagai modal kerja kotor (gross
working capital) dan modal kerja bersih (net working capital).
Weston dan Copeland (1999 : 327) memberikan pengertian modal kerja
sebagai “modal kerja merupakan investasi perusahaan dalam bentuk uang tunai,
surat berharga, piutang dan persediaan, dikurangi kewajiban lancar yang
digunakan untuk membiayai aktiva lancar”. Pengertian modal kerja ini dikenal
dengan konsep modal kerja bersih (net working capital). Konsep modal kerja
bersih (net working capital) umumnya digunakan oleh para akuntan ketika
membicarakan modal kerja sebuah perusahaan.
Terdapat tiga konsep pengertian modal kerja, yaitu :
2.1.1 Konsep Kuantitatif
Menurut Riyanto (1997 : 57), Modal kerja menurut konsep kuantitatif
menggambarkan keseluruhan atau jumlah dari aktiva lancar seperti kas, suratsurat berharga, piutang persediaan atau keseluruhan dari pada jumlah aktiva lancar
dimana aktiva lancar ini sekali berputar dan dapat kembali ke bentuk semula atau
dana tersebut dapat bebas lagi dalam waktu yang relatif pendek atau singkat.
Konsep ini biasanya disebut modal kerja bruto (gross working capital).
Berdasarkan konsep tersebut di atas dapat disimpulkan, bahwa konsep
tersebut hanya menunjukkan jumlah dari modal kerja yang digunakan untuk
menjalankan kegiatan operasi perusahaan sehari-hari yang sifatnya rutin, dengan
tidak mempersoalkan dari mana diperoleh modal kerja tersebut, apakah dari
pemilik hutang jangka panjang ataupun hutang jangka pendek.
Modal kerja yang besar belum tentu menggambarkan batas keamanan atau
margin of safety yang baik atau tingkat keamanan para kreditur jangka pendek
Universitas Sumatera Utara
yang tinggi. Jumlah modal kerja yang besar belum tentu menggambarkan
likuiditas perusahaan yang baik sekaligus belum tentu menggambarkan jaminan
kelangsungan operasi perusahaan pada periode berikutnya.
2.1.2 Konsep Kualitatif
Menurut Riyanto (1997 : 57), konsep kualitatif modal kerja merupakan
selisih lebih antara aktiva lancar dengan hutang lancar. Konsep ini merupakan
sebahagian dari aktiva lancar yang benar-benar dapat digunakan untuk membiayai
operasi perusahan tanpa menunggu likuiditasnya. Konsep ini biasa disebut dengan
modal kerja netto (net operating working capital).
Definisi ini bersifat kualitatif karena menunjukkan tersedianya aktiva lancar yang
lebih besar dari pada hutang lancar dan menunjukkan tingkat keamanan bagi
kreditur jangka pendek serta menjamin kelangsungan operasi di masa mendatang
dan kemampuan perusahaan untuk memperoleh tambahan jangka pendek dengan
jaminan aktiva lancar.
2.1.3 Konsep Fungsional
Menurut Riyanto (1997 : 57), Modal kerja menurut konsep ini
menitikberatkan pada fungsi dari pada dana dalam menghasilkan pendapatan
(income) dari usaha pokok perusahaan. Setiap dana yang digunakan dalam
perusahaan dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan. Ada sebagian dana
yang digunakan dalam satu periode akuntansi tertentu yang menghasilkan
pendapatan pada periode tersebut. Sementara itu, ada pula dana yang
dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan pada periode-periode selanjutnya
atau dimasa yang akan datang, misalnya bangunan, mesin-mesin, alat-alat kantor
dan aktiva tetap lainnya yang disebut future income. Jadi modal kerja menurut
Universitas Sumatera Utara
konsep ini adalah dana yang digunakan untuk menghasilkan pendapatan pada saat
ini sesuai dengan maksud utama didirikannya perusahaan.
2.2 Konsep Modal Kerja Bersih
Menurut Riyanto (1997 : 57), Modal kerja bersih merupakan konsep
kualitatif dari istilah modal kerja perusahaan. Modal kerja bersih (net working
capital) adalah sebagian dari aktiva lancar yang benar-benar dapat digunakan
untuk membiayai operasi perusahaan tanpa mengganggu likuiditasnya. Konsep
modal kerja bersih (net working capital) memberikan defenisi yang lebih dekat
dengan modal kerja yang sesungguhnya dikelola perusahaan.
Modal kerja bersih menunjukkan tingkat keamanan bagi kreditur jangka
pendek serta menjamin kelangsungan operasi di masa mendatang dan kemampuan
perusahaan untuk memperoleh tambahan jangka pendek dengan jaminan aktiva
lancar. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dengan melakukan manajemen
modal kerja bersih yang baik maka likuiditas perusahaan akan terpenuhi sehingga
rentabilitas perusahaan akan lebih mudah ditingkatkan.
Modal kerja bersih menurut Horne dan Wachowicz (1997 : 214) adalah
“aktiva lancar dikurangi kewajiban lancar”. Oleh karena itu, Komponen modal
kerja bersih dapat meliputi aset lancar (kas, surat berharga, piutang, dan
persediaan) dan kewajiban lancar. Dengan demikian, manajemen modal kerja
bersih meliputi pengelolaan masing-masing pos atau komponen current account
perusahaan yang meliputi kas dan setara kas, piutang, persediaan, dan hutang
lancar.
Universitas Sumatera Utara
2.2.1 Kas dan setara kas
Kas dan setara kas merupakan komponen modal kerja bersih yang paling
likuid dan sangat vital fungsinya. Kas dan setara kas secara bersama-sama dapat
menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya pada
saat jatuh tempo. Kas merupakan aktiva lancar perusahaan yang sifatnya paling
likuid dan dimanfatkan untuk menjamin kewajiban, membiayai kegiatan
operasional, ataupun keadaan-keadaan darurat dalam perusahaan. Sedangkan,
investasi setara kas (marketable securities) menurut Syamsuddin (2007 : 233)
merupakan “investasi jangka pendek yang dilakukan oleh perusahaan untuk
memperoleh penghasilan atas dana-dana yang untuk sementara belum digunakan
(idle cash)”.
2.2.2 Piutang usaha
Menurut Riyanto (1997 : 57), Piutang usaha timbul akibat penjualan
secara kredit yang dilakukan perusahaan kepada para pelanggannya. Penjualan
kredit tidak segera menghasilkan penerimaan kas, namun menimbulkan piutang
terlebih dahulu yang kemudian pada tanggal jatuh temponya baru akan dapat
direalisasi menjadi kas.
2.2.3 Persediaan
Menurut Riyanto (1997 : 57), Persediaan dalam perusahaan industri dapat
berupa persediaan bahan baku, persediaan barang dalam proses, dan persediaan
barang jadi. Persedian barang jadi merupakan nilai persediaan yang sangat dekat
hubungannya dengan laba yang diperoleh perusahaan karena terkait dengan
penjualan perusahaan. Penjualan persediaan secara kredit yang dilakukan
perusahaan dapat diakui sebagai penerimaan perusahaan, namun tidak langsung
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan kas. Persedian yang dijual secara kredit akan mengalami perputaran
yaitu menimbulkan piutang dan pada tanggal jatuh temponya baru akan dapat
direalisasi menjadi kas.
2.2.4 Hutang lancar
Hutang lancar merupakan salah satu faktor penting dalam kelanjutan hidup
suatu perusahaan karena mampu mendorong pencapaian tujuan jangka pendek
perusahaan. Hutang lancar yang terdiri dari kewajiban-kewajiban jangka pendek
yang akan jatuh tempo paling lama satu tahun sangatlah dibutuhkan untuk
membiayai aktiva-aktiva lancar seperti kas, piutang, dan persediaan.
2.3 Manajemen Modal Kerja Bersih
Manajemen modal kerja umumnya disesuaikan dengan kegiatan
operasional perusahaan. Perusahaan memiliki tipe modal kerja yang berbeda
sesuai dengan jenis bidang usaha maupun levelnya masing-masing. Menurut
Riyanto (1997 : 61) jenis-jenis modal kerja yang diterapkan perusahaan antara
lain :
1. Modal kerja permanen (Permanent Working Capital) yaitu modal
kerja yang harus tetap ada pada perusahaan untuk dapat
menjalankan fungsinya atau dengan kata lain modal kerja yang
secara terus menerus diperlukan untuk kelancaran usaha.
Permanent Working Capital ini dapat dibedakan dalam :
a. Modal kerja primer (Primary Working Capital) yaitu
jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada
perusahaan untuk menjamin kontinuitas usahanya,
Universitas Sumatera Utara
b. Modal kerja normal (Normal Working Capital) yaitu
jumlah
modal
kerja
yang
diperlukan
untuk
menyelenggarakan luas produksi yang normal.
2. Modal kerja variabel (Variabel Working Capital) yaitu modal kerja
yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perobahan keadaan,
dan modal kerja ini dibedakan antara :
a. Modal kerja musiman (Seasonal Working Capital) yaitu
modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan
karena fluktuasi musim,
b. Modal kerja siklis (Cyclical Working Capital) yaitu modal
kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena
fluktuasi konjungtur,
c. modal kerja darurat (Emergency Working Capital) yaitu
modal kerja yang besarnya berubah-ubah karena adanya
keadaan darurat yang tidak diketahui sebelumnya (misalnya
adanya pemogokan buruh, banjir, perubahan keadaan
ekonomi yang mendadak).
Modal kerja bersih idealnya adalah kelebihan dana aktiva lancar
perusahaan dibandingkan dengan kewajiban lancarnya. Namun, kelebihan dana
tersebut hendaknya tidak menjadi dana mengangur (idle fund) yang menyebabkan
hilangnya kesempatan perusahaan dalam meraih laba. Pengelolaan posisi modal
kerja bersih suatu perusahaan melibatkan berbagai keputusan mengenai investasi
Universitas Sumatera Utara
ke dalam aset lancar dan kewajiban lancar yang saling terkait secara serentak
dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian dan risiko.
Salah satu pedoman yang dapat digunakan dalam mengestimasi kebutuhan
modal kerja bersih perusahaan adalah dengan prinsip pemagaran risiko (hedging
principle). Menurut Martin, et all. (1994 : 15) ”pada dasarnya, prinsip ini
mengendalikan kesesuaian antara karakteristik penciptaan hasil atas suatu aktiva
dengan karakteristik sumber pembiayaan yang digunakan untuk membeli aktiva
tersebut ”.
Prinsip pemagaran risiko atau disebut juga prinsip pemagaran murni
memerlukan penyesuaian jatuh tempo dari aktiva dan hutang, pembiayaan aktiva
lancar dengan dengan hutang lancar, dan pembiayaan aktiva tetap dengan hutang
jangka panjang atau ekuitas. Jika kebijakan ini diterapkan maka sruktur jatuh
tempo dari hutang akan ditentukan oleh tingkat aktiva tetap lawan aktiva lancar.
Oleh karena hutang lancar lebih efisien dibandingkan dengan hutang jangka
panjang terkait biaya bunga maka laba yang diharapkan dapat lebih tinggi jika
perusahaan menggunakan lebih banyak hutang lancar.
Kebijakan mengenai modal kerja bersih pada praktiknya tidak selalu
mengikuti prinsip pemagaran. Pada umumnya, beberapa perusahaan melakukan
modifikasi terhadap prinsip pemagaran (hedging principle) tersebut yaitu dengan
melakukan strategi konservatif ataupun strategi agresif terhadap modal kerja
bersih. Pada kebijakan modal kerja yang konservatif, perusahaan menjalankan
langkah yang lebih hati-hati karena di sepanjang periode perusahaan sengaja
memperbesar nilai aktiva lancar dibandingkan nilai hutang lancar. Kebijakan ini
umumnya digunakan sebagai cadangan dalam menjamin ketersediaan dana dan
Universitas Sumatera Utara
menjaga likuiditas perusahaan jika terjadi gejolak ekonomi seperti inflasi yang
tinggi.
Perusahaan yang menerapkan strategi konservatif akan memiliki kelebihan
likuiditas dan dana cadangan dibandingkan prinsip pemagaran murni. Namun, hal
ini dapat mengakibatkan hilangnya kesempatan perusahaam dalam mencapai laba
yang tinggi karena terlalu banyak dana yang diinvestasikan dalam aktiva lancar
yang pada akhirnya kurang produktif.
Strategi agresif merupakan kebalikan dari strategi konservatif. Menurut
Holt dan Winston (1984 : 261) ”perusahaan yang memilih operasi yang agresif
akan mempertahankan persediaan harta lancar yang relatif kecil, yakni suatu
kebijakan yang mengurangi tingkat investasi yang diperlukan dan menaikkan
tingkat laba investasi yang diharapkan”.
Strategi agresif menghendaki nilai aktiva lancar yang relatif kecil sehingga
perusahaan terpaksa menggunakan pembiayaan jangka pendek atau meningkatkan
hutang lancar untuk tetap beroperasi. Strategi agresif menyebabkan terjadinya
defisit modal kerja bersih atau dengan kata lain perusahaan tidak memiliki nilai
modal kerja bersih.
Risiko kekurangan uang bagi perusahaan yang menganut strategi agresif
sangat besar dan ia akan terus memperpanjang dan tergantung pada pembiayaan
operasional melalui hutang lancar. Namun, di sisi lain perusahaan akan
memperolah profitabilitas yang cendrung meningkat karena melalui pembiayaan
hutang lancar yang berbunga rendah perusahaan akan menghemat biaya bunga
hutangnya.
Universitas Sumatera Utara
Dalam kenyataannya, sangat jarang perusahaan menerapkan salah satu dari
prinsip pemagaran murni ataupun prinsip pemagaran yang dimodifikasi dengan
strategi konservatif dan strategi agresif secara penuh dan terus menerus. Pada
umumnya, perusahaan akan menggunakan ketiga strategi manajemen modal kerja
tersebut secara bergantian sesuai dengan arah kebijakan operasional perusahaan.
Namun demikian, prinsip pemagaran telah berfungsi sebagai pedoman perumusan
keputusan yang menyangkut penggunaan aktiva lancar dan hutang lancar
sehingga pemanfaatannya dapat dimaksimalkan dan risikonya dapat dieliminir.
2.4 Rasio Penilaian Kinerja Modal Kerja Bersih
Kinerja modal kerja bersih dalam menghasilkan laba suatu perusahaan,
dapat diukur dengan berbagai cara. Cara yang paling umum digunakan oleh analis
keuangan umumnya adalah analisis rasio yaitu suatu cara untuk menganalisis
hubungan dari berbagai pos dalam suatu laporan keuangan. Hasil dari analisis
rasio dapat dijadikan ukuran kinerja perusahaan di masa lalu dan dapat pula
digunakan sebagai prediksi kinerja perusahaan di masa yang akan datang.
Analisis penggunaan aktiva (asset utilization) dan efisiensinya merupakan
salaha satu analisis rasio yang berhubungan dengan kinerja komponen modal
kerja bersih. Menurut Wild, et all. (2008 : 39) “analisis pemanfaatan aktiva (asset
utilization) digunakan untuk menilai efektivitas dan intensitas aktiva dalam
menghasilkan penjualan, disebut pula perputaran (turnover)“.
Universitas Sumatera Utara
2.5 Rentabilitas Usaha
Pada umumnya, rentabilitas diartikan sebagai suatu perbandingan antara
laba yang diperoleh dalam operasi perusahaan dengan modal atau aktiva yang
digunakan dalam memperoleh laba tersebut. Pengertian tersebut sebagaimana
diungkapkan Riyanto (1997 : 35) bahwa “rentabilitas suatu perusahaan
menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang
menghasilkan laba tersebut”.
Rentabilitas merupakan pencerminan efektivitas dan efisiensi suatu
perusahaan. Menurut Samosir (1992 : 35) “rentabilitas merupakan kemampuan
manajemen perusahaan untuk menghasilkan laba dengan mempergunakan modal
yang diperlukan di dalam mengelola kegiatan usaha secara efektif”. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa rentabilitas merupakan suatu ukuran efisiensi
kinerja dimana setiap perusahaan dalam operasinya selalu berusaha meningkatkan
labanya agar tingkat rentabilitas usahanya sesuai dengan standar.
Rentabilitas perusahaan dapat dihitung dengan beberapa cara, namun bila
dihubungkan dengan kinerja modal kerja bersih perusahaan, rentabilitas dapat
dihitung dengan pendekatan rentabilitas ekonomis dan rentabilitas usaha atau
rentabilitas
modal
sendiri.
Rentabilitas
ekonomis
dihitung
dengan
membandingkan laba operasi dengan seluruh modal yang digunakan (modal
sendiri dan modal asing) yang disebut dengan rentabilitas ekonomis, sedangkan
rentabilitas modal sendiri atau rentabilitas dinilai dengan membandingkan laba
yang tersedia untuk pemilik perusahaan dengan jumlah modal sendiri yang
dimasukkan oleh pemilik perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
Rentabilitas usaha atau rentabilitas modal sendiri, menurut Riyanto (1997 :
44) merupakan “perbandingan antara jumlah laba yang tersedia bagi pemilik
modal sendiri di satu pihak dengan jumlah modal sendiri yang menghasilkan laba
tersebut di lain pihak”. Pengukuran rentabilitas usaha mengacu pada perhitungan
return on equity (ROE). Rentabilitas usaha (return on Equity) menunjukkan
perbandingan antara laba bersih sesudah pajak (net profit after taxes) yang
tersedia bagi pemegang saham dengan jumlah modal pada perusahaaan.
Return on equity (ROE) diperlakukan sedemikian penting karena
merupakan ukuran efisiensi yang dicapai perusahaan dalam menggunakan modal
para pemiliknya. Untuk mengetahui bagaimana perusahaan dapat meningkatkan
return on equity (ROE), dapat digunakan perhitungan dengan merumuskan
kembali rasio tersebut dari tiga komponen utamanya. Hal ini merupakan
pengembangan dari metode Du Pont yang dimodifikasi:
ROE = Laba bersih (Earning)
Modal (Equity)
=
Laba bersih (Earning) x Penjualan (sales) x Aktiva (assets)
Penjualan (sales) Aktiva (assets) Modal (Equity)
Dengan kata lain :
ROE = Margin keuntungan x Perputaran aktiva x Leverage Keuangan
Laba yang diperhitungkan untuk menghitung rentabilitas modal sendiri adalah
laba usaha setelah dikurangi dengan bunga modal asing dan pajak perseroan atau
income tax, sedangkan modal yang diperhitungkan hanyalah modal sendiri
(ekuitas
perusahaan)
yang
digunakan
untuk
menghasilkan
keuntungan
perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
2.6 Rentabilitas Ekonomis
Rentabilitas ekonomis adalah salah satu alternatif dalam menilai tingkat
rentabilitas perusahaan. Rentabilitas ekonomis menurut Riyanto (1997 : 36)
diartikan sebagai ”perbandingan antara laba usaha dengan modal sendiri dan
modal asing yang dipergunakan untuk menghasilkan laba tersebut yang
dinyatakan dalam persentase”. Oleh karena, pengertian rentabilitas sering
digunakan untuk mengukur efisiensi suatu perusahaan maka rentabilitas ekonomis
dimaksudkan sebagai kemampuan suatu perusahaan dengan seluruh modalnya
yang ada untuk menghasilkan laba.
Menurut Riyanto (1997 : 37), bahwa tinggi rendahnya rentabilitas ekonomis
ditentukan oleh dua faktor yaitu:
•
Profit margin yaitu perbandingan antara net operating income dengan net
sales, dimana perbandingan dinyatakan dengan persentase.
•
Turnover of operating assets (tingkat perputaran aktiva usaha) yaitu
kecepatan perputarannya operating assets dalam suatu periode tertentu.
Turnover tersebut dapat ditentukan dengan membagi antara net sales
dengan operating assets.
Dengan dasar kedua faktor di atas maka secara matematis dapat diketahui
besarnya rentabilitas ekonomis yaitu hasil kali antara profit margin dan turnover
of operating assets. Apabila ingin memperbesar rentabilitas ekonomis dengan
memperbesar profit margin, ini berarti hubungan dengan usaha untuk
mempertinggi efisiensi di bidang produksi, penjualan dan pembenahan
administrasi. Sedangkan untuk memperbesar rentabilitas ekonomis dengan
memperbesar
turnover
of
operating
assets,
dan
berhubungan
dengan
Universitas Sumatera Utara
kebijaksanaan investasi dana dalam berbagai aktiva, baik aktiva lancar maupun
aktiva tetap.
2.7 Pengaruh Modal Kerja Bersih terhadap Rentabilitas Usaha
Adanya modal kerja besih yang memadai, memungkinkan sebuah perusahaan
untuk menjalankan aktivitasnya dengan maksimum. Modal kerja bersih
perusahaan harus disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan dimana hendaknya
dapat mendorong profitabilitas serta menjamin likuiditas perusahaan. Hubungan
antara modal kerja bersih dengan tingkat rentabilitas usaha (diukur dengan ROE)
perusahaan dapat pula dilihat dalam persamaan Du Pont berikut :
ROE =
Laba bersih (Earning)
Modal (Equity)
=
Laba bersih (Earning) x Penjualan (sales) x Aktiva (assets)
Penjualan (sales) Aktiva (assets) Modal (Equity)
Dengan kata lain :
ROE = Margin keuntungan x Perputaran aktiva x Leverage Keuangan
Dari persamaan diatas terlihat bahwa perputaran aktiva dan leverage keuangan
mengindikasikan pengukuran modal kerja kerja bersih perusahaan yang
memberikan hubungan positif yang artinya jika perputaran aktiva keuangan tinggi
maka rentabilitas usaha (return on equity) perusahaan juga akan tinggi. Menurut
Riyanto dan Munawir (1988 : 71) :
Tingkat rentabilitas yang menurun dihubungkan dengan modal kerja, maka akan
menunjukkan suatu kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
- Adanya over investment dalam aktiva yang digunakan untuk operasi dalam
hubungannya dengan volume penjualan yang diperoleh dengan aktiva tersebut.
- Merupakan cermin rendahnya volume penjualan dibandingkan dengan ongkosongkos yang diperlukan.
- Adanya efisiensi baik dalam produksi, pembelian maupun pemasaran.
- Adanya kegiatan ekonomi yang menurun.
Universitas Sumatera Utara
2.8 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Berikut ini contoh penulisan penelitian terdahulu yang diambil dari Ika Yuli
Wijayanti (2007), Marselina Sinaga (2008) dan Edward Hartawan (2009).
Nama
Peneliti
dan Tahun
Ika Yuli
Wijayanti
(2007)
Marselina
Sinaga
(2008)
Edward
Hartawan
(2009)
Judul
Pengaruh modal kerja
dan perputaran modal
kerja terhadap return
on equity (ROE) pada
perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa
Efek Jakarta
Pengaruh perputaran
modal kerja dan
perputaran aktiva
operasi terhadap
tingkat rentabilitas
pada industri otomotif
dan komponennya
yang terdaftar di Bursa
Efek Jakarta
Modal kerja terhadap
rentabilitas ekonomis
pada perusahaan
manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
Variabel
Variabel
independen :
1. CT
2. ART
3. CLT
4. NWCT
Variabel
dependen :
Modal Kerja
Variabel
independen :
1. CT
2. ART
3. CLT
4. NWCT
Variable
dependen :
Modal Kerja
Variabel
independen :
1. NOWC
2. CA
Variable
dependen :
Modal Kerja
Hasil Penelitian
i. Hasil Penelitian menunjukkan
bahwa secara parsial variabel
modal kerja berpengaruh
signifikan terhadap ROE,
sedangkan variabel perputaran
modal kerja tidak berpengaruh
terhadap Return On Equity
(ROE).
ii. Secara simultan modal kerja dan
perputaran modal kerja
berpengaruh signifikan terhadap
Return On Equity (ROE).
i. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa secara parsial, perputaran
modal kerja tidak berpengaruh
terhadap rentabilitas. Perputaran
aktiva operasi secara parsial
berpengaruh signifikan.
ii. Secara simultan, perputaran
modal kerja dan perputaran
aktiva operasi berpengaruh
signifikan terhadap rentabilitas.
i. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa secara parsial variabel Net
Operating Working Capital
(NOWC) berpengaruh positif
terhadap Return On
Equity(ROE). Sedangkan
variabel Current Asset (CA)
secara parsial tidak berpengaruh
signifikan terhadap Return On
Equity (ROE).
ii. Secara simultan Perputaran
modal kerja dan Current Asset
(CA) berpengaruh signifikan
terhadap Return On Equity
(ROE)
Universitas Sumatera Utara
Judul penelitian yang dilakukan Ika Yuli Wijayanti adalah pengaruh
modal kerja dan perputaran modal kerja terhadap return on equity (ROE) pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Data yang digunakan
merupakan data keuangan tahun 2002 – 2004. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa secara parsial variabel modal kerja berpengaruh signifikan terhadap Return
On Equity (ROE), sedangkan variabel perputaran modal kerja tidak berpengaruh
terhadap Return On Equity (ROE). Secara simultan modal kerja dan perputaran
modal kerja berpengaruh signifikan terhadap Return On Equity (ROE).
Judul penelitian yang dilakukan Marselina Sinaga adalah pengaruh
perputaran modal kerja dan perputaran aktiva operasi terhadap tingkat rentabilitas
pada industri otomotif dan komponennya yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta.
Data yang digunakan merupakan data keuangan tahun 2004 – 2006. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa secara parsial, perputaran modal kerja tidak
berpengaruh terhadap rentabilitas. Perputaran aktiva operasi secara parsial
berpengaruh signifikan. Secara simultan, perputaran modal kerja dan perputaran
aktiva operasi berpengaruh signifikan terhadap rentabilitas.
Judul penelitian yang dilakukan oleh Edward Hartawan adalah modal
kerja terhadap rentabilitas ekonomis pada perusahaan manufaktur yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia. Data yang digunakan merupakan data laporan laba rugi
dan neraca tahun 2005 – 2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial
variabel Net Operating Working Capital (NOWC) berpengaruh positif terhadap
Return On Asset (ROA), dan secara parsial variabel Current Asset (CA) tidak
berpengaruh signifikan terhadap Return On Equity (ROE).
Universitas Sumatera Utara
2.9 Kerangka Konseptual dan Hipotesis
2.9.1 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan sintesis dari tinjauan teori dan tinjauan
penelitian terdahulu serta alasan-alasan logis. Adapun kerangka konseptual dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual Penelitian
Perputaran Kas (x1)
H1
Perputaran Piutang Usaha
(x2)
H2
Perputaran Persediaan
(x3)
H3
Rentabilitas usaha
ROE
(Y)
Perputaran Kewajiban
Lancar (x4)
Perputaran Modal Kerja
Bersih (x5)
H4
H5
H6
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan gambar 2. 1 Kerangka Konseptual, dapat ditarik sebuah
konsep bagaimana modal kerja bersih dapat mempengaruhi tingkat rentabilitas
usaha. Pada hakikatnya, tingkat rentabilitas usaha sangat ditentukan oleh hasil
penjualan perusahaan dalam satu periode. Penjualan yang dikaitkan dengan modal
kerja bersih perusahaan dapat diproyeksikan dalam rasio perputaran dari
komponen modal kerja bersih. Rasio-rasio tersebut antara lain perputaran kas,
perputaran piutang usaha, perputaran persediaan, perputaran kewajiban lancar,
dan perputaran modal kerja bersih.
Perputaran kas, perputaran piutang usaha, perputaran persediaan,
perputaran kewajiban lancar, dan rasio lancar secara parsial mengindikasikan
kemampuan perusahaan memanfatkan masing-masing komponen modal kerja
bersih (kas, piutang usaha, persediaan, dan hutang lancar) dalam meningkatkan
penjualan yang lebih lanjut akan meningkatkan rentabilitas usaha. Dengan
demikian, perputaran komponen modal kerja bersih secara parsial memiliki
hubungan positif terhadap rentabilitas usaha. Artinya jika perputaran dari setiap
komponen modal kerja bersih tinggi maka tingkat rentabilitas usaha juga akan
tinggi.
Manajemen yang baik terhadap seluruh komponen modal kerja bersih
dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas operasonal perusahaan yang kemudian
secara keseluruhan dapat meningkatkan laba perusahaan. Dengan demikian.
perputaran
komponen
modal
kerja
bersih
perusahaan
secara
simultan
(keseluruhan) juga memiliki hubungan yang positif bila dikaitkan dengan
rentabilitas usaha.
Universitas Sumatera Utara
2.10 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara yang harus diuji kebenarannya atas suatu
penelitian yang dilakukan agar dapat mempermudah dalam menganalisis.
Berdasarkan tujuan, landasan teori, serta kerangka pemikiran teoritis, maka
hipotesis diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Perputaran kas berpengaruh signifikan terhadap ROE.
2. Perputaran piutang usaha berpengaruh signifikan terhadap ROE.
3. Perputaran persedian berpengaruh signifikan terhadap ROE.
4. Perputaran kewajiban lancar berpengaruh signifikan terhadap ROE.
5. Perputaran modal kerja bersih berpengaruh signifikan terhadap ROE.
6. Perputaran kas, perputaran piutang usaha, perputaran persedian, perputaran
kewajiban lancar, dan perputaran modal kerja bersih berpengaruh
signifikan secara simultan terhadap ROE.
Universitas Sumatera Utara
Download