PENDAHULUAN Pembuangan limbah berbahaya menjadi persoalan besar, bila air yang dikonsumsi oleh manusia, hewan, dan organisme tercemar limbah yang mengandung senyawa berbahaya. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi semua makhluk hidup. Salah satu pencemar yang sangat berbahaya adalah sianida. Sianida berdampak negatif terhadap makhluk hidup, yakni mengganggu fungsi hati, pernap asan, dan menyebabkan kerusakan tulang (Moore 1991). Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis kimia oleh suatu badan atau lembaga tertentu untuk menentukan susunan bahan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Metode spektrofotometri untuk penentuan sianida jauh lebih baik dibandingkan metode lain, seperti titrimetri, polarografi, fluorometri, dan kromatografi. Metode penentuan sianida umumnya menggunakan spektrofotometri dengan metode piridin-benzidin (Aldridge), metode piridin-pirazolon (Epstein), metode piridin-asam barbiturat (Asmus dan Garschagen), dan metode piridin-pfenilendiamina (Bark dan Higson). Namun metode-metode tersebut memiliki banyak kekurangan, seperti sifat karsinogenik dari benzidin, tidak stabilnya pereaksi piridinpirazolon, pembentukan warna yang lamban pada metode piridin-p-fenilendiamina, dan cepat pudarnya warna pada metode piridinasam barbiturat. Saat ini, dikembangkan metode penentuan sianida menggunakan ninhidrin sebagai pereaksi dalam suasana basa (Nagaraja et al. 2002). Metode ini melakukan langkah yang mudah dan akurat untuk penentuan sianida menggunakan ninhidrin sebagai reagen yang tunggal dan murah. Metode ini sensitif, umumnya bebas dari gangguan yang berasal dari spesi pengganggu, dan tidak membutuhkan pemanasan atau ekstraksi. (Nagaraja et al 2002). Metode penelitian yang dilakukan ini merupakan metode yang dikembangkan dari Nagaraja et al (2002) dengan melakukan beberapa modifikasi. Dasar dari metode ini adalah reaksi antara sianida dan ninhidrin dalam suasana basa. Penetapan sianida menggunakan spektrofotometer cahaya tampak double beam. Metode spektrofotometri UV/Vis sebagai metode analisis yang sederhana dan relatif murah dan sering digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif berbagai jenis senyawa berdasarkan interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan materi. Hasil analisis yang akurat dan teliti akan diperoleh apabila metode yang digunakan telah divalidasi. Validasi merupakan suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita 2004). Menurut Levin (2002), validasi dibagi menjadi empat kelas, yaitu kelas A, B, C, dan D. Kelas A digunakan untuk identifikasi suatu senyawa. Kelas B digunakan untuk mendeteksi dan menentukan adanya pengotor. Kelas C dapat menentukan senyawa secara kuantitatif dan kelas D untuk mencari ciri suatu senyawa. Validasi pada penelitian ini tergolong ke dalam kelas C. Validasi metode bermanfaat untuk mengevaluasi unjuk kerja suatu metode analisis, menjamin prosedur analisis yang akurat, menekan sekecil-kecilnya risiko penyimpangan yang timbul, dan menjamin kedapatulangan yang tepat. Suatu metode analisis dikatakan absah jika telah memenuhi syarat penerimaan parameter validasi. Parameter yang dimaksud meliputi linearitas, batas kelinearan, ketelitian, ketepatan, limit deteksi, limit kuantitasi, selektivitas, dan ketangguhan metode. Penelitian ini bertujuan melakukan pengembangan dan validasi metode pengujian kadar sianida dalam limbah cair secara spekt roskopi UV-Vis. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Air, Balai Besar Industri Agro, dan berlangsung dari bulan Mei sampai Oktober 2008. TINJAUAN PUSTAKA Sianida Ion renik (trace) adalah ion yang terdapat di perairan dalam jumlah yang sangat sedikit, biasanya dinyatakan dalam satuan nanogram/liter (Haslam 1995). Salah satu ion renik yang berada di perairan adalah sianida (CN-). Sianida merupakan kelompok senyawa anorganik dan organik dengan siano (CN) sebagai struktur utama. Biasanya, senyawa ini dihasilkan dalam pemrosesan logam. Sianida tersebar luas di perairan dan berada dalam bentuk ion sianida (CN-), hidrogen sianida (HCN), dan metalosianida. Keberadaan sianida sangat dipengaruhi oleh pH, suhu, oksigen terlarut, salinitas, dan keberadaan ion lain. Sianida mengalami disosiasi seperti yang ditunjukkan dalam persamaan reaksi: KCN + H 2 O ? HCN + KOH CN -+H + Sianida dalam bentuk ion mudah terserap oleh bahan-bahan yang tersuspensi maupun oleh sedimen dasar. Sianida bersifat sangat reaktif. Sianida bebas menunjukkan adanya kadar HCN dan CN-. Pada pH yang lebih kecil dari 8, sianida berada dalam bentuk HCN yang dianggap lebih toksik bagi organisme akuatik daripada CN-. Sianida yang terdapat di perairan terutama berasal dari limbah industri, misalnya industri pelapisan logam, pertambangan emas, pertambangan perak, industri pupuk, dan industri besi baja. Kadar sianida yang digunakan dalam pertambangan emas dan perak dapat mencapai 250 mg/liter (US-EPA 1988 dalam Moore 1991). Sianida bersifat mudah mengurai dan mudah berikatan dengan ion logam, misalnya tembaga dan besi. Sianida dapat menghambat pertukaran oksigen pada makhluk hidup. Sianida juga bersifat toksik bagi ikan; kadar sianida 0.2 mg/liter sudah mengakibatkan toksisitas akut bagi ikan. Kadar sianida perairan yang dianjurkan adalah sekitar 0.005 mg/liter (Moore 1991). Menurut WHO, kadar maksimum sianida yang diperkenankan pada air minum adalah 0.1 mg/liter (Moore 1991). Ninhidrin Ninhidrin pertama kali ditemukan pada tahun 1910 dan telah ditetapkan sebagai pereaksi yan penting dalam bidang kimia, biokimia, dan ilmu forensik. Ninhidrin digunakan untuk mendeteksi keberadaan asam amino selama lebih dari 50 tahun. Ninhidrin dikenal sebagai triketohidridena, atau 2,2dihidroksi-1,3-indanedion. Reaksi ninhidrin digunakan sebagai dasar untuk penentuan kuantitas asam amino. Gugus amina dapat bereaksi dengan pereaksi ninhidrin membentuk amonia, karbon dioksida dan aldehida. Warna biru menunjukkan secara khas gugus amino. Ninhidrin banyak pula digunakan untuk mengawasi deproteksi pada sintesis peptida lewat Uji Kaiser. Ketika rantai peptida terdeproteksi, ninhidrin memberikan warna biru pada hasil. Sebaliknya, bila rantai peptida selanjutnya kembali berpasangan, maka hasil uji menghasilkan warna kuning. Selain itu, larutan yang diduga mengandung ion amonium, juga dapat diuji menggunakan senyawa ninhidrin dengan meneteskannya pada medium padat seperti silika gel. Perlakuan dengan ninhidrin ini akan menghasilkan warna ungu bila larutan tersebut mengandung ion amonium. Ninhidrin banyak pula digunakan dalam kromatografi lapis tipis untuk menguji adanya amina, karbamat, dan juga amida. Gambar 1 Reaksi asam amino dengan ninhidrin (Girindra 1986) Spektrofotometri Spektrofotometri adalah metode analisis yang didasarkan pada interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan materi. foton dari spektrum elektromagnetik daerah ultraviolet dan sinar tampak mempunyai energi yang cukup untuk mempromosikan elektron dari keadaan dasar dalam senyawa organik ke keadaan tereksitasinya. Perbedaan energi di antara dua keadaan ini terkuantisasi sehingga hanya foton-foton dengan energi tertentu yang akan diabsorbsi (Brown et al. 1988). Penyerapan sinar tampak dan ultraviolet oleh suatu molekul akan menghasilkan transisi di antara tingkat energi elektronik molekul tersebut. Transisi tersebut pada umumnya antara orbital ikatan atau orbital pasangan bebas serta orbital bukan ikatan atau orbital anti ikatan (Sudjadi 1983). Penyerapan radiasi dapat dihubungkan dengan kandungan analit dalam contoh. Pada spektrofotometri, nilai absorbans yang diperoleh dari analat dipengaruhi oleh pH larutan, suhu, konsentrasi, pelarut, serta matriks dari analat. Gabungan dua hukum empiris telah merumuskan tentang intensitas serapan, yaitu hukum Lambert-Beer. Prinsip dari hukum Lambert -Beer menjelaskan bahwa seberkas sinar dilewatkan pada suatu larutan dengan panjang gelombang tertentu sehingga sinar tersebut sebagian diteruskan dan sebagian lagi dilewatkan oleh larutan. Hukum Lambert menyatakan bahwa fraksi penyerapan sinar tidak tergantung dari intensitas sumber cahaya. Hukum Beer menyatakan bahwa penyerapan sebanding dengan molekul yang menyerap. Hukum Lambert -Beer menjelaskan hubungan antara absorbans, t ebal cuplikan dan konsentrasi analat. Pada penentuan analat secara kuantitatif, spektrofotometri melibatkan pengukuran absorbans untuk pembuatan kurva kalibrasi hubungan antara konsentrasi standar dan nilai absorbansnya. Kurva ini lebih dikenal dengan kurva standar. Persamaan yang diperoleh dari kurva standar digunakan untuk menghitung konsentrasi analat yang terukur dari sampel. Persamaan tersebut dirumuskan sebagai y = a+bx dengan y sebagai nilai absorbans dan x sebagai konsentrasi standar yang diukur. Spektrofotometer adalah suatu instrumen untuk mengukur transmitans atau absorbans suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Pengukuran terhadap sederetan sampel pada suatu panjang gelombang tunggal dapat pula dilakukan. Instrumen semacam itu dapat dikelompokkan secara manual dan merekam atau sebagai berkas tunggal dan berkas rangkap. Pengelompokkan cara lain didasarkan pada daerah spectral, yaitu spektrofotometer inframerah, ultraviolet, dan sebagainya (Day & Underwood 2002). Validasi Metode Validasi adalah sebuah evaluasi mengenai ketepatan dan ketelitian yang dicapai dari suatu prosedur analisis yang layak digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah. Bahkan, validasi menjamin bahwa penulisan prosedur/alur prosedur yang sama mendapatkan hasil yang dapat dibandingkan. Perbandingan analisis ini dapat digunakan untuk mengevaluasi ketelitian dan ketepatan prosedur tersebut (Harvey 2000). Tujuan dari validasi metode adalah menilai kemampuan sekaligus keterbatasan dari metode untuk hasil yang dapat dipercaya dan sesuai dengan yang dikehendaki dalam penerapan metode tersebut. Hal tersebut menyebabkan validasi metode menjadi keharusan sebelum suatu metode dipakai secara rutin dan juga untuk metode yang baru dikembangkan. Validasi metode berguna untuk penyimpangan yang dapat dihindari dari suatu metode pada kondisi normal, memperkirakan tingkat kepercayaan suatu metode, dan mengevaluasi unjuk kerja suatu metode analisis pada lingkup parameter tertentu. Parameter validasi metode analisis, yaitu spesifisitas, sensitivitas, ketelitian, ketepatan, linearitas, kisaran (range), limit deteksi, limit kuantitasi, ketidakpastian, batas kelinearan, kepastian, dan ketangguhan metode. Linearitas suatu prosedur analisis merupakan kemampuan suatu metode analisis untuk memperoleh hasil pengujian yang sesuai dengan konsentrasi analat dalam contoh pada kisaran konsentrasi tertentu (ICH 1995). Linearitas suatu metode analisis adalah ukuran yang menunjukkan tingkat kesesuaian atau korelasi antara kadar analat dengan respon detektor. Linearitas diukur dengan menghitung koefisien korelasi (r) yang didapat dari kurva hubungan antara kadar analat dengan respon detektor (Depkes 2001). Respon detektor yang digunakan adalah luas puncak. Koefisien korelasi (r) menunjukkan kemampuan suatu metode untuk menghasilkan angka analisis yang proporsional terhadap konsentrasi analat dalam contoh pada interval konsentrasi tertentu. Koefisien korelasi didapat dengan menghitung regresi dari persamaan linearnya, sedangkan perpotongan dengan sumbu y menyatakan ukuran biasnya. Interval linearitas adalah selang antara konsentrasi tertinggi dan terendah dari analat yang dapat ditetapkan menggunakan suatu metode dengan tingkat ketelitian, kecermatan, dan koefisien korelasi yang telah dilakukan. Nilai r yang dihasilkan dapat dikatakan baik jika lebih besar dari 0.9950 (AOAC 2002). Batas kelinearan adalah konsentrasi analat terbesar yang dapat dikuantisasi dengan baik oleh suatu metode dan secara statistik masih memberikan hubungan yang linear terhadap respon analitiknya. Pada beberapa acuan yang berkaitan dengan makanan atau obat-obatan syarat berketerimaan limit linearitas adalah konsentrasi yang masih memberikan koefisien korelasi = 0.9950 (AOAC 2002). Ketelitian adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rerata prosedur yang dilakukan secara berulang pada contoh-contoh yang diambil dari campuran yang homogen (Harmita 2004). Analisis kimia dikatakan mempunyai ketelitian tinggi jika selisih antarhasil pengukuran tersebut kecil. ICH membagi ketelitian menjadi dua, yaitu ketertiruan (reproducibility) dan keterulangan (repeatibility). Ketertiruan adalah ketelitian yang dihitung dari hasil penetapan ulangan dengan menggunakan metode yang sama, namun dilakukan oleh operator, peralatan, laboratorium, dan waktu yang berbeda. Keterulangan adalah ketelitian yang diperoleh dari hasil pengulangan dengan menggunakan metode, operator, peralatan, laboratorium, dan waktu yang sama. Ketelitian diukur dengan menghitung Relative Standard Deviation (RSD). Syarat penerimaan %RSD sesuai standar AOAC (2002) adalah sebagai berikut: (1) sangat teliti: %RSD <1, (2) teliti: %RSD 12, (3) sedang: %RSD 2-5, dan (4) tidak teliti: %RSD >5. Ketepatan suatu prosedur analisis merupakan kedekatan hasil yang diterima (baik sebagai nilai teoritis maupun dengan nilai rujukan yang diterima) dengan nilai yang diperoleh dari hasil pengukuran (ICH 1995). Analisis kimia dapat dikatakan tepat bila nilai yang diperoleh dari hasil pengukuran dekat dengan nilai absolut. Ketepatan diukur dengan menghitung perolehan kembali (PK) menggunakan metode penambahan standar. Persen PK adalah angka yang menunjukkan besarnya penambahan standar yang mampu diidentifikasi kembali dengan suatu metode. Nilai PK bergantung pada matriks sampel, prosedur proses sampel, dan konsentrasi analat. Batas penerimaan PK adalah 80-110% (AOAC 2002). Limit deteksi (LD) merupakan jumlah atau konsentrasi terkecil dari analat dalam contoh yang dapat dideteksi namun tidak perlu diukur sesuai dengan nilai sebenarnya (ICH 1995). Pendekatan yang dapat dilakukan untuk menentukan limit deteksi memanfaatkan rerata kemiringan kurva kalibrasi. Limit kuantitasi (LK) adalah jumlah analat terkecil dalam contoh yang dapat ditentukan secara kuantitatif pada kondisi percobaan yang tetap. LK merupakan parameter pengujian kuantitatif untuk konsentrasi analat yang rendah dalam matriks yang kompleks dan digunakan untuk menentukan pengotor atau degradasi produk (ICH 1995). Limit deteksi dan limit kuantitasi dihitung dari simpangan baku dan rerata kemiringan kurva larutan standar pada kurva standar (ICH 1996). Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas seringkali dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of bias) metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan. Metode dikatakan mempunyai selektivitas yang baik jika respon analitik yang didapat dari blanko matriks = 2% dari respon analitik konsentrasi uji. Ketangguhan metode atau robustness adalah kemampuan prosedur untuk memberikan hasil uji dengan tingkat ketepatan dan ketelitian yang dapat diterima dibawah kondisi yang bervariasi. Ketegaran memberikan indikasi keandalan prosedur analisis itu selama aplikasi normal. Variasi tersebut dapat berupa suhu, kelembaban ruangan atau inkubator, pH pereaksi, dan sebagainya. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan antara lain larutan natrium karbonat 10%, larutan