BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Dari pembahasan Bab I sampai dengan Bab IV dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Pengaturan pemanfaatan pertambangan Panas Bumi dalam UndangUndang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi telah memberikan kepastian hukum yang jelas, mulai dari pengaturan mengenai Penguasaan Pertambangan Panas Bumi, Kewenangan Pengelolaan Pertambangan Panas Bumi, Wilayah Kerja, Penggunaan Lahan, Perizinan, Hak dan Kewajiban Pemegang Izin Usaha Pertambangan Panas Bumi, Penerimaan Negara, Pembinan dan Pengawasan, Penyidikan dan Ketentuan Pidana. Selain itu sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi pemerintah juga telah mengeluarkan berbagai kebijakan antara lain : a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2007 Tentang Kegiatan Usaha Panas bumi, b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 Tentang Kegiatan Usaha Panas bumi, 106 c. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 11 tahun 2008 tentang Tata Cara Penetapan Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi, d. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 02 tahun 2009 tentang Pedoman Penugasan Survei Pendahuluan Panas Bumi, e. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 11 tahun 2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Panas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor18 tahun 2012, f. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 21 tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas Permen Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 15 tahun 2010 tentang Daftar Proyek-Proyek Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Yang Menggunakan Energi Terbarukan, Batubara Dan Gas Serta Transmisi Terkait, dan g. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 22 tahun 2012 tentang Penugasan kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk Melakukan Pembelian Tenaga Ustrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi dan Harga Patokan Pembelian Tenaga Listrik oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi, 107 untuk meningkatkan pemanfaatan energi panas bumi dalam rangka mendukung diversifikasi energi. Adanya kepastian hukum terhadap pemanfaatan pengusahaan panas bumi dan iklim investasi yang kondusif, akan semakin memastikan investor dalam menghitung biaya dan resiko yang ditanggung jika menanamkam investasinya dalam pengusahaan panas bumi. 2. Kendala yang dihadapi Badan Usaha dalam proses perizinan pengusahaan pertambangan Panas Bumi antara lain: 2.1. Resistensi sosial-budaya (Masyarakat) 2.2. Instansi-instansi terkait a. Kementerian Kehutanan b. Kementerian Lingkungan Hidup c. Pemerintah Daerah 2.3. Kendala diluar Perizinan a. PT. PLN (Persero) b. Kementerian Keuangan 3. Upaya yang dilakukan Pemerintah dalam mendorong pengembangan kegiatan pengusahaan pertambangan Panas Bumi antara lain : a. Peningkatan kualitas data (mitigasi resiko hulu oleh Pemerintah) dan adanya validasi data oleh konsultan indepenen yang diakui oleh dunia pengusahaan panas bumi. 108 b. Membuat suatu kebijakan harga tenaga listrik yang mendekati harga keekonomian dengan tingkat pengembalian investasi yang menarik, dimana harga listrik ini bisa menjembatani kedua kepentingan antara pengembang (investor) sebagai penjual dan PT PLN (Persero) sebagai pembeli. Dasar pertimbangan yang dapat ditempuh dalam penetapan harga tenaga listrik ini adalah penetapan harga yang didasarkan teknologi pembangkitan dan kapasitas pengembangan. c. Perlu akselerasi dalam negeri untuk menyediakan barang-barang yang dibutuhkan dalam pengembangan panas bumi. d. Perlu adanya capacity building yang dilakukan secara berkala dan sistematis. Dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia di bidang panas bumi dapat ditempuh melalui pendidikan dan pelatihan. Dengan semakin banyaknya tenaga ahli di bidang panas bumi yang dibutuhkan dalam indsutri panas bumi, beberapa perguruan tunggi seperti ITB, UI dan UGM telah membuka studi kepanasbumian. e. Sinkronisasi dan harmonisasi antara Pemerintah, pemerintah daerah dan instansi terkait. B. SARAN 1. Pemerintah sebaiknya melakukan Harmonisasi peraturan perundangundangan dengan melibatkan Instansi terkait dan melakukan revisi dengan 109 melakukan sinkronisasi antara Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 Tentang Panas Bumi dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, dan peraturan-peraturan terkait dengan Lingkungan Hidup. Istilah ‘pertambangan/penambangan’ dalam kegiatan usaha panas bumi sering menjadi pembahasan yang penting, manakala pengusahaan panas bumi tersebut akan dilakukan di kawasan hutan konservasi. Karena menurut ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan, kawasan hutan konservasi dilarang untuk dilakukan kegiatan selain di bidang kehutanan, inilah yang menjadi salah satu hambatan dalam pengembangan panas bumi di Indonesia. Selain itu, adanya perubahan status kawasan hutan yang meningkat menjadi kawasan hutan konservasi menimbulkan dampak yang besar terhadap kelangsungan kegiatan pengusahaan panas bumi terutama untuk WKP Existing yang pada akhirnya akan menimbulkan ketidakpastian dalam berusaha di bidang panas bumi di Indonesia. Atas dasar hal tersebut, pengusahaan panas bumi seharusnya diberikan perlakukan khusus, mengingat pembangkitan tenaga listrik dari energi panas bumi ini tidak dapat dilakukan apabila letaknya jauh dari sumber energi. Selain itu, pengusahaan panas bumi ini ditujukan untuk membangkitkan tenaga listrik bukan untuk melakukan penambangan uap 110 sehingga semua sarana dan operasinya harus dianggap sebagai bagian dari jaringan pembangkitan energi, bukan merupakan bagian kegiatan pertambangan. Pengusahaan panas bumi bukanlah bisnis pertambangan tetapi bisnis energi, karena tujuan pengembangan panas bumi adalah untuk memproduksi tenaga listrik atau memanfaatkan energinya. 2. Kepastian jangka waktu dan pembiayaan dalam pengurusan perizinan dan rekomendasi yang dibutuhkan dalam pengusahaan panas bumi. Kepastian jangka waktu dan pembiayaan ini sangat diperlukan oleh pengembang dalam merealisasikan program kerja yang telah direncanakan. Apabila penerbitan perizinan dan rekomendasi baik yang diterbitkan oleh Pemerintah maupun pemerintah daerah sejalan dengan timeline yang telah disusun oleh pengembang, maka pengembang dapat melaksanakan kegiatannya sesuai dengan program kerjanya sehingga target Commercial Operation Date (COD) dapat tercapai. 3. Salah satu cara yang dapat ditempuh oleh Pemerintah maupun pemerintah daerah dalam menangani masalah perizinan dan rekomendasi ini juga dapat dilakukan dengan melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang berarti proses penerbitan perizinan dan rekomendasi mulai dari proses pengajuan sampai dengan diterbitkannya dokumen dilakukan di satu tempat. 111 4. Serta langkah yang paling penting lainnya adalah memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai pemanfaatan pengusahaan panas bumi dan keuntungan bagi masyarakat. 112