pengaruh corporate governance terhadap luas

advertisement
PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE
TERHADAP LUAS PENGUNGKAPAN
TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
DI DALAM SUSTAINABILITY REPORT
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat
Untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1)
pada Program Sarjana Fakultas Ekonomi
Universitas Diponegoro
Disusun oleh:
YUNITA RATNASARI
NIM.C2C007141
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2011
PERSETUJUAN SKRIPSI
Nama Penyusun
:
Yunita Ratnasari
Nomor Induk Mahasiswa
:
C2C007141
Fakultas/Jurusan
:
Ekonomi/Akuntansi
Judul Skripsi
:
PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE
TERHADAP LUAS PENGUNGKAPAN
TANGGUNG JAWAB SOSIAL DI DALAM
SUSTAINABILITY REPORT
Dosen Pembimbing
:
Andri Prastiwi, S.E., M.Si., Akt.
Semarang, 10 Mei 2011
Dosen Pembimbing,
(Andri Prastiwi, S.E., M.Si., Akt.)
NIP. 19670814 199802 2001
2
PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN
Nama Penyusun
:
Yunita Ratnasari
Nomor Induk Mahasiswa
:
C2C007141
Fakultas/Jurusan
:
Ekonomi/Akuntansi
Judul Skripsi
:
PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE
TERHADAP LUAS PENGUNGKAPAN
TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
DI DALAM SUSTAINABILITY REPORT
Telah dinyatakan lulus ujian pada tanggal: 30 Mei 2010
Tim Penguji:
1. Andri Prastiwi, SE., M.Si., Akt.
(.................................................)
2. Dr. Etna Nur Afri Yuyetta, M.Si., Akt
(.................................................)
3. Totok Dewayanto, SE., M.Si., Akt
(................................................)
3
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Yunita Ratnasari, menyatakan bahwa
skripsi dengan judul : PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP
LUAS PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DI
DALAM SUSTAINABILITY REPORT, adalah hasil tulisan saya sendiri. Dengan ini
saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat
keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin
atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan
atau pendapat atau pemikiran dari oang lain, yang saya akui seolah-olah sebagai
tulisan saya sendiri, dan/atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya
salin, tiru, atau yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan
penulis aslinya.
Apabila saya melakukan tindakan yang bertentangan dengan hal tersebut
diatas, baik disengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi
yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri ini. Bila kemudian terbukti bahwa
saya melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil
pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijazah yang telah diberikan oleh universitas
batal saya terima.
Semarang, 10 Mei 2011
Yang membuat pernyataan,
(Yunita Ratnasari)
NIM. C2C007141
4
ABSTRACT
The aim of this research is to examines the effects of certain Corporate
Governance characteristics on the extent of corporate social responsibility disclosure
in sustainability report. Disclosure of sustainability report by using the GRI
indicators (Global Reporting Initiatives), which consists of six categories: economic,
environmental, labor practices and decent work, human rights, society and product
responsibility. The characteristics of Corporate Governance that was applied in this
research are size of the Board of Commissioners, number of Board Commisssioner
meetings, proportion of independent Commissioners, Audit Committee size, and
number of Audit Committee meetings.
The population of this research are listed companies in Indonesian Stock
Exchange (IDX). The selection of this sample using purposive sampling method, that
are companies which publishing sustainability report. Based on purposive sampling
method, total sample in this research are 16 companies and using poolled data
method there are 35 observations. The analysis tool to test the hypothesis is multiple
regression analysis by using SPSS 17.0.
Results of this research indicate that Corporate Governance had no
significant effect to sustainability disclosure. This research indicates that leverage
variable had a negative significant effect to sustainability disclosure.
Keywords: Sustainability Report, CSR, Corporate Governance, The Board of
Commissioners, Independent Commissioners, Audit Committee,
Leverage.
5
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh karaketristik Corporate
Governance terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial di dalam
Sustainability Report. Pengungkapan sustainability report perusahaan menggunakan
indikator GRI (Global Reporting Initiatives) yang terdiri dari enam kategori yaitu
ekonomi, lingkungan, praktek tenaga kerja dan pekerjaan yang layak, hak asasi
manusia, masyarakat, dan tanggung jawab produk. Karakteristik Corporate
Governance yang digunakan antara lain adalah ukuran Dewan Komisaris, jumlah
rapat Dewan Komisaris, proporsi Dewan Komisaris independen, ukuran Komite
Audit, dan jumlah rapat Komite Audit.
Populasi penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) . Pemilihan sampel penelitian ini menggunakan metode purposive
sampling, yaitu perusahaan yang menerbitkan sustainability report. Berdasarkan
metode purposive sampling, jumlah sampel penelitian ini adalah 16 perusahaan dan
dengan menggunakan metode pooling data diperoleh 35 observasi. Alat analisis
untuk menguji hipotesis yaitu analisis regresi berganda dengan menggunakan
program SPSS 17.0.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Corporate Governance tidak
berpengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan Sustainability Report. Penelitian
menunjukkan bahwa variabel leverage berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
luas pengungkapan sustainability report.
Kata kunci: Sustainability report, CSR, Corporate Governance, Dewan Komisaris,
Komisaris Independen, Komite Audit, Leverage.
6
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Corporate Governance Terhadap
Luas
Pengungkapan
Tanggung
Jawab
Sosial
Perusahaan
di
Dalam
Sustainability Report”. Penulisan skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu
syarat penyelesaian program studi ilmu Akuntansi pada Fakultas Ekononmi
Universitas Diponegoro Semarang.
Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari
dukungan, bimbingan, bantuan, serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
dengan tulus mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Drs. H. Mohamad Nasir, M.Si., Akt., Ph.D. selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Diponegoro.
2. Prof. Dr. Muchamad Syafruddin, M.Si., Akt selaku Ketua Jurusan Fakultas
Ekonomi Universitas Diponegoro yang telah memberikan kritik yang
membangun bagi penulis.
3. Ibu Andri Prastiwi, SE., M.Si., Akt. selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan waktu, segenap tenaga, saran, dukungan, bimbingan sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
7
4. Marsono, SE., M.Adv Acc., Akt. selaku Dosen Wali yang memberikan
dukungan, arahan, dan saran selama penulis menempuh pendidikan di
Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
5. Orang tuaku tercinta, Bapak Abdul Malik dan Almarhumah Ibu Istirochah
yang selalu sabar dalam mendidik serta memberikan kasih sayang,
memberikan doa, dukungan dan motivasi yang tak pernah putus. Semoga
penulis selalu dapat memberikan yang terbaik dan menjadi anak yang
berbakti.
6. Seluruh staf pengajar, Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ekonomi UNDIP yang
telah memberikan bekal ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis.
7. Kakakku, Mas Ismet dan Mbak Yanti yang selalu memberi nasihat, semangat,
motivasi, dan doa selama ini.
8. Keluarga Mbak Anik yang telah banyak memberikan dukungan baik moril
maupun materiil sehingga penulis dapat menyelesaikan skirpsi ini dengan
baik.
9. Nenekku tercinta dan seluruh keluarga besarku yang selalu mendoakan,
memberikan motivasi serta inspirasi kepada penulis agar terus maju serta
tidak mudah menyerah.
10. Sahabat-sahabatku, Jatu, Yeli, Irma ndutz, Icha ndutz, Indah, Ni2k, Farah,
Litrum, Ella yang selalu mendukung serta mengingatkanku. Terimakasih atas
persahabatan, kekeluargaan, kebersamaan, dan dukungan kalian. Semoga kita
8
bisa sukses dunia & akhirat dan semoga persahabatan kita akan terus terjaga,
keep contact ya kawand…
11. Teman-teman KKN Kuningan Semarang Utara, Bungil, Sona ”arab”, Pipit,
Nisa, Bu Korkel Nestin, Anggit, Budi, Faris, Bang Tony, Si Pendiam Ganjar,
Dyah, Mega, Helda, dan Arni . Terimakasih untuk kenangannya.
12. Teman-teman seperjuangan dan satu bimbingan Hari, Novia, Seno yang bisa
menjadi tempat untuk berdiskusi, komunikasi dan saling support tentang
masalah skripsi kita.
13. Seluruh Teman-teman Akuntansi angkatan 2007, terima kasih atas
persahabatan dan kekeluargaannya selama di bangku kuliah, semoga tetap
kompak selamanya.
14. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi ini yang
tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
Semoga segala bantuan yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi
ini, akan mendapatkan balasan pahala yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, penulis
mengaharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Akhirnya penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Semarang, 10 Mei 2011
Penulis
9
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto:
“ Kita tidak tahu apa yang akan terjadi pada diri kita dalam kehidupan sehari-hari
yang aneh ini, tetapi kita bisa memutuskan apa yang terjadi dalam diri kita–
bagaimana kita menerimanya, apa yang kita perbuat dengannya–dan pada akhirnya
itulah yang paling penting. Bagaimana kita menerima bahan mentah kehidupan dan
membuatnya menjadi sesuatu yang berharga dan indah–itulah ujian hidup.” (Joseph
F. Newton)
“To 13elieve my self and always stay positive.”
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
 Kedua orang tuaku tercinta (Bapak
Abdul Malik dan Almarhumah Ibu
Istirochah).
 Kakakku tersayang (Ismet Abdullah).
 Seluruh keluarga dan sahabat yang
telah memberi semangat, nasihat, dan
motivasi dalam hidupku…
10
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
............................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI ................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN ............................................
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI .........................................................
iv
ABSTRACT .............................................................................................................
v
ABSTRAK .............................................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ............................................................................................ vii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ..........................................................................
x
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xvi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xvii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xviii
BAB I
PENDAHULUAN ...............................................................................
1
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah ......................................................................
8
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 10
1.4 Sistematika Penulisan .................................................................... 12
BAB II
TELAAH PUSTAKA ........................................................................... 13
2.1 Landasan Teori dan Penelitian Terdahulu ..................................... 13
2.1.1 Teori Stakeholder ................................................................. 13
11
2.1.2 Teori Legitimasi .................................................................. 16
2.1.3 Teori Agensi ........................................................................ 19
2.1.4 CSR dan Sustainability Report ........................................... 21
2.1.4.1 Konsep CSR .......................................................... 21
2.1.4.2 Pengungkapan CSR dalam Sustainability Report . 23
2.1.5 Good Corporate Governance (GCG) ................................. 30
2.1.5.1 Definisi Corporate Governance ............................. 30
2.1.5.2 Prinsip-Prinsip Corporate Governance ................. 32
2.1.5.3 Manfaat dan Tujuan GCG ..................................... 33
2.1.5.4 Mekanisme dan Struktur Corporate Governance .. 34
2.1.5.4.1 Dewan Komisaris ................................... 35
2.1.5.4.2 Dewan Komisaris Independen ................ 37
2.1.5.4.3 Komite Audit .......................................... 40
2.1.6 Penelitian Terdahulu ........................................................... 42
2.2 Kerangka Pemikiran ...................................................................... 50
2.3 Pengembangan Hipotesis .............................................................. 52
2.3.1 Hubungan
Ukuran
Dewan
Komisaris
dengan
Luas
Pengungkapan Sustainability Report ................................ 52
2.3.2 Hubungan Jumlah Rapat Dewan Komisaris dengan Luas
Pengungkapan Sustainability Report ................................ 53
2.3.3 Hubungan Proporsi Dewan Komisaris Independen dengan
Luas Pengungkapan Sustainability Report ........................ 55
12
2.3.4 Hubungan Ukuran Komite Audit dengan Luas Pengungkapan
Sustainability Report ........................................................ 56
2.3.5 Hubungan Jumlah Rapat Komite Audit dengan Luas
Pengungkapan Sustainability Report ................................ 57
BAB III
METODE PENELITIAN ...................................................................... 59
3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ............................... 59
3.1.1 Variabel Dependen .............................................................. 59
3.1.2 Variabel Independen ........................................................... 60
3.1.2.1 Ukuran Dewan Komisaris ..................................... 60
3.1.2.2 Jumlah Rapat Dewan Komisaris ............................ 60
3.1.2.3 Proporsi Dewan Komisaris Independen ................ 61
3.1.2.4 Ukuran Komite Audit ............................................ 61
3.1.2.5 Jumlah Rapat Komite Audit .................................. 61
3.1.3 Variabel Kontrol .................................................................. 62
3.1.3.1 Size ......................................................................... 62
3.1.3.2 Leverage ................................................................ 62
3.1.3.3 Profitabilitas ........................................................... 63
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ..................................................... 64
3.3 Jenis dan Sumber Data .................................................................. 64
3.4 Metode Pengumpulan Data ........................................................... 65
3.5 Metode Analisis Data .................................................................... 65
3.5.1 Statistik Deskriptif .............................................................. 66
13
3.5.2 Uji Asumsi Klasik ............................................................... 66
3.5.2.1 Uji Normalitas ....................................................... 66
3.5.2.2 Uji Multikolinearitas .............................................. 67
3.5.2.3 Uji Heteroskesdatisitas .......................................... 67
3.5.2.4 Uji Autokorelasi ..................................................... 68
3.5.3 Analisis Regresi Berganda .................................................. 68
3.5.4 Pengujian Hipotesis ............................................................. 69
3.5.4.1 Uji Koefisien Determinasi ..................................... 70
3.5.4.2 Uji F ....................................................................... 70
3.5.4.3 Uji t ........................................................................ 71
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 72
4.1 Deskripsi Objek Penelitian ............................................................ 72
4.2 Analisis Data ................................................................................ 73
4.2.1 Hasil Analisis Statistik Deskriptif ....................................... 73
4.2.2 Hasil Uji Asumsi Klasik ..................................................... 76
4.2.2.1 Hasil Uji Heteroskedastisitas .................................. 76
4.2.2.2 Hasil Uji Normalitas .............................................. 79
4.2.2.3 Hasil Uji Multikolinearitas .................................... 82
4.2.2.4 Hasil Uji Autokorelasi ........................................... 83
4.2.3 Hasil Pengujian Hipotesis ................................................... 84
4.2.3.1 Hasil Uji F (F test) .................................................. 84
4.2.3.2 Hasil Uji Koefisien Determinasi ............................ 85
14
4.2.3.3 Hasil Uji t (t test) ................................................... 86
4..3 Interpretasi Hasil ........................................................................... 89
4.3.1 Pengaruh
Corporate
Governance
Terhadap
Luas
Pengungkapan CSR dalam Sustainability Report ............... 89
4.3.2 Pengaruh Variabel Kontrol Terhadap Luas Pengungkapan CSR
dalam Sustainability Report ................................................ 92
BAB V
PENUTUP ............................................................................................. 94
5.1 Simpulan ........................................................................................ 94
5.2 Keterbatasan .................................................................................. 95
5.3 Saran .............................................................................................. 95
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 97
LAMPIRAN-LAMPIRAN ...................................................................................... 100
15
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu ......................................................... 45
Tabel 4.1 Ringkasan Perolehan Sampel Penelitian ............................................. 72
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif ............................................................................... 73
Tabel 4.3 Hasil Uji Glejser ................................................................................. 78
Tabel 4.4 Hasil Uji Glejser Setelah Model Ditransform ...................................... 79
Tabel 4.5 Hasil Uji Kolmogorov - Smirnov ......................................................... 81
Tabel 4.6 Hasil Uji Multikolinearitas ................................................................... 82
Tabel 4.7 Hasil Uji Run Test ............................................................................... 83
Tabel 4.8 F (F test) .............................................................................................. 84
Tabel 4.9 Hasil Uji Koefisien Determinasi .......................................................... 85
Tabel 4.10 Hasil Uji t (t test) ................................................................................. 86
16
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Tripple Bottom Line Success of a Company ................................... 25
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran .......................................................................... 51
Gambar 4.1 Grafik Plot Uji Heteroskedastisitas ................................................... 77
Gambar 4.2 Grafik Normal P-P Plot ..................................................................... 80
Gambar 4.3 Grafik Histogram .............................................................................. 80
17
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A : Daftar Indikator Pengungkapan Kinerja Sosial (GRI) .................... 92
Lampiran B : Daftar Perusahaan Sampel .............................................................. 99
Lampiran C : Data Penelitian ............................................................................... 100
Lampiran C : Hasil Olah Data Statistik ................................................................. 101
18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya tujuan utama yang ingin dicapai oleh semua perusahaan adalah
bagaimana perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Untuk
mencapai tujuan tersebut, perusahaan seringkali mengabaikan dampak sosial dan
lingkungan yang timbul dari aktivitas atau tindakan ekonomi perusahaan. Kegiatan
konsumsi yang dilakukan perusahaan berpotensi menimbulkan kerusakan terhadap
lingkungan, misalnya penggundulan hutan, polusi udara dan air, dan perubahan
iklim. Begitu pula yang terjadi di Indonesia, banyak perusahaan yang hanya
berorientasi pada maksimalisasi laba untuk menunjukkan kinerjanya dan
mengabaikan dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkan oleh perusahaan. Hal
tersebut kemudian merugikan masyarakat. Kasus-kasus seperti banjir lumpur panas
Lapindo Brantas Inc di Sidoarjo, Jawa Timur, pencemaran Teluk Buyat di Minahasa
Selatan oleh PT. Newmont Minahasa Raya, pembakaran hutan oleh perusahaan
perkebunan kelapa sawit di Sumatera dan Kalimantan, masalah pemberdayaan
masyarakat suku di wilayah pertambangan Freeport di Papua, dan konflik
masyarakat Aceh dengan Exxon mobil yang mengelola gas bumi di Arun membuat
19
masyarakat selalu berpandangan negatif akan kegiatan operasional suatu entitas
bisnis (www.csrindonesia.com, 2008).
Pada era ini, tanggung jawab sosial semakin mendapatkan perhatian oleh
kalangan dunia usaha. Sejak era reformasi bergulir, masyarakat semakin kritis dan
mampu melakukan kontrol sosial terhadap dunia usaha. Perubahan pada tingkat
kesadaran masyarakat tersebut memunculkan kesadararan baru terhadap perusahaan
tentang pentingnya melaksanakan Corporate Social Responsibility (CSR) (Daniri,
2008). Selain itu, dorongan perusahaan untuk melaksanakan CSR adalah karena
adanya Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 74
ayat 1 Undang-undang tersebut menyebutkan bahwa ”Perseroan yang menjalankan
kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib
melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan”.
Substansi keberadaan CSR adalah dalam rangka memperkuat keberlanjutan
perusahaan dengan membangun kerjasama antar stakeholder yang difasilitasi
perusahaan tersebut atau dalam pengertian kemampuan perusahaan untuk dapat
beradaptasi dengan lingkungannya, komunitas dan stakeholder yang terkait
dengannya, baik lokal, nasional, maupun global. Karenanya pengembangan CSR ke
depan seyogianya mengacu pada konsep pembangunan yang berkelanjutan (Daniri,
2008). Pengembangan CSR sebaiknya didasari pada pemikiran bahwa sumber daya
alam adalah terbatas, sehingga pembangunan ekonomi harus dilakukan secara
berkelanjutan dan perusahaan harus dapat menggunakan sumber daya secara efisien
20
dan memastikan bahwa sumber daya tersebut tidak habis, sehingga tetap dapat
dimanfaatkan oleh generasi selanjutnya (Fahrizqi, 2010).
Seiring dengan adanya perkembangan CSR, perusahaan mulai menyadari
untuk mengungkapkan sebuah laporan yang tidak hanya berpijak pada single bottom
line, yaitu kondisi keuangan perusahaan saja tetapi berpijak pada triple bottom line,
yaitu selain informasi keuangan juga menyediakan informasi sosial dan lingkungan,
yang kemudian disebut sustainability report. Sustainability report ini disusun
dengan pedoman (standar) Global Reporting Initiative (GRI) yang telah
dikembangkan sejak tahun 1990 dan
disusun tersendiri terpisah dari laporan
keuangan atau laporan tahunan.
Pengungkapan Laporan Keberlanjutan (sustainability report) semakin
mendapat perhatian dalam praktek bisnis global dan menjadi salah satu kriteria
dalam menilai tanggung jawab sosial suatu perusahaan. Para pemimpin perusahaanperusahaan dunia semakin menyadari bahwa pengungkapan laporan yang lebih
komprehensif (tidak hanya sekedar laporan keuangan) akan mendukung strategi
perusahaan. Selain itu dapat menunjukkan komitmen mereka terhadap sustainable
development (CSR Quest dalam Dilling, 2009). Pengungkapan sustainability report
juga dapat meningkatkan kinerja keuangan dan membangun legitimasi perusahaan.
Sustainability reporting di dunia mengalami perkembangan yang sangat
cepat. Pada penelitian yang dilakukan di Australia pada 486 perusahaan terlihat
bahwa 119 perusahaan (24%) diantaranya menerbitkan sustainability report
(Australian Government, 2005 dalam Dilling, 2009). Pada bulan Juli 2007, sekitar
21
20% U.S. Fortune Companies menerbitkan corporate sustainability report
(UPHAM, 2007 dalam Dilling, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh KPMG (2008)
juga menunjukkan bahwa sekitar 80% perusahaan-perusahaan besar global telah
menerbitkan sustainability report (Dilling, 2009).
Trend mengenai sustainability reporting di dunia mengalami pertumbuhan
yang begitu pesat, tetapi di Indonesia sendiri belum banyak perusahaan-perusahaan
di Indonesia yang menerbitkan sustainability report. Tercatat bahwa pada tahun
2005, hanya ada 1 perusahaan dan di tahun 2006 hanya ada 4 perusahaan yang telah
menerbitkan sustainability report (www.google.com).
Praktik dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan merupakan
konsekuensi logis dari implementasi konsep Corporate Governance, yang
menyatakan bahwa perusahaan perlu memperhatikan kepentingan stakeholders-nya,
sesuai dengan aturan yang ada dan menjalin kerja sama yang aktif dengan
stakeholders-nya demi kelangsungan hidup jangka panjang perusahaan (Utama,
2007). Menurut Said et,al. (2009) Corporate Governance sangat efektif untuk
memastikan bahwa kepentingan stakeholders telah dilindungi. Oleh karena itu,
perusahaan harus mengungkapkan kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan
perusahaan terhadap para stakeholder. Penerapan konsep Good Corporate
Governance diharapkan dapat meningkatkan pelaksanaan dan pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan (Daniri, 2009)
Menurut Khaihatu (2006) dikutip dalam Waryanto (2010) mekanisme GCG
akan bermanfaat dalam mengatur dan mengendalikan perusahaan sehingga
22
menciptakan nilai tambah untuk semua stakeholders. Untuk mendukung hal tersebut,
pelaksanaan GCG harus didukung dengan struktur corporate governance terdiri dari
organ utama, yaitu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan Direksi, dan
Dewan Komisaris. Serta organ perusahaan lain yang membantu terwujudnya good
governance seperti sekretaris perusahaan, komite audit, dan komite-komite lain yang
membantu pelaksanaan GCG.
Dewan komisari bertugas mengawasi kebijakan direksi dalam menjalankan
perusahaan serta memberikan nasihat kepada direksi (UU No.40 Tahun 2007).
Dengan wewenang yang dimiliki, dewan komisaris dapat memberikan pengaruh
yang cukup kuat untuk menekan manajemen untuk mengungkapkan informasi
mengenai tanggung jawab sosial perusahaan.
Dalam menjalankan tugasnya dewan komisaris dapat membentuk komitekomite yang mendukung tercapainya pelaksanaan GCG, salah satunya adalah komite
audit . Komite audit dituntut untuk bertindak secara independen karena komite audit
merupakan pihak yang menjembatani antara eksternal auditor dan perusahaan dan
juga menjembatani antara fungsi pengawasan Dewan Komisaris dengan internal
auditor (Surya dan Yustivandana, 2006). Komite Audit harus bebas dari pengaruh
direksi, eksternal auditor dan hanya bertanggung jawab terhadap Dewan Komisaris
(Hasnati, 2003 dalam Surya dan Yustivandana, 2006). Oleh karena itu, diharapkan
keberadaan komite audit dapat mendorong manajer untuk melakukan pengungkapan
yang lebih luas.
23
Penelitian yang terkait dengan CSR telah banyak dilakukan baik di dalam
maupun di luar negeri. Penelitian yang dilakukan berfokus pada pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dalam annual report. Seperti penelitian
yang dilakukan oleh Said, et.al. (2009); Khan (2010); Waryanto (2010) yang
meneliti
mengenai
pengaruh
elemen-elemen
corporate
governance
yang
berpengaruh terhadap pengungkapan CSR. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh
Sembiring (2005) dan Anggraini (2006) yang menguji faktor-faktor yang
mempengaruhi pengungkapan CSR.
Berbagai penelitian serta literatur yang berkaitan dengan fenomena
pengungkapan sustainability report nampaknya masih terpusat pada negara-negara
Anglo-Amerika (US dan UK). Penelitian yang dilakukan oleh Dilling (2009)
menguji apakah terdapat perbedaan atara perusahaan yang menerbitkan dan tidak
menerbitkan sustainability report. Variabel yang digunakan dalam penelitian
tersebut adalah ukuran, kinerja keuangan, struktur modal, dan corporate governance.
Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Michelon dan Parbonetti
(2010). Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan-perusahaan Amerika dan
Eropa yang tercatat dalam Dow Jones Sustainability Index (DJSI) dan Dow Jones
Global Index (DJGI). Penelitian ini meneliti beberapa variabel karakteristik CG
antara lain adalah proporsi Direktur Independen, proporsi Anggota Community
Influential, keberadaan CSR Committee, dan Dualitas CEO. Penelitian tersebut
menemukan bahwa hanya ada dua faktor yang berpengaruh terhadap luas
pengungkapan sustainability report, yaitu Community Influential dan Dualitas CEO.
24
Namun penelitian yang dilakukan di negara Indonesia yang berkaitan dengan
pengungkapan sustainability report yang terpisah dari annual report masih sedikit
dilakukan. Di Indonesia, penelitian mengenai sustainability report antara lain adalah
penelitian yang dilakukan oleh Chariri dan Nugroho (2009). Penelitian ini bersifat
kualitatif dan dimaksudkan untuk menganalisis retorika yang digunakan manajemen
dalam pelaksanaan sustainability reporting PT Aneka Tambang, Tbk dan berusaha
menjawab pertanyaan bagaimana dan mengapa suatu perusahaan mengungkapkan
informasi CSR dalam laporan tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis
pelaporan CSR dalam persepktif makna yang diinginkan dari pemakaian simbol,
kata dan kalimat.
Penelitian ini dimotivasi karena masih sedikitnya penelitian tentang
sustainability reporting di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan
mampu menambah literatur berkaitan dengan fenomena pengungkapan sustainability
report di Indonesia.
Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Michelon dan
Parbonetti (2010), yang meneliti mengenai pengaruh corporate governance terhadap
sustainability disclosure dengan sampel perusahaan-perusahaan Amerika dan Eropa
dan disesuaikan dengan keadaan di Indonesia. Penelitian ini memiliki beberapa
perbedaan dengan penelitian sebelumnya, antara lain adalah penelitian ini
menggunakan sampel perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI. Selain itu, pada
penelitian ini penulis tidak menggunakan variabel Dewan Direksi melainkan
25
menggunakan variabel Dewan Komisaris, dikarenakan disesuaikan dengan kondisi
perusahaan di Indonesia, dimana perusahaan-perusahaan di Indonesia menerapkan
sistem Two Tier Board System. Dalam penelitian ini, proxy yang digunakan dalam
pengukuran Dewan Komisaris bukan hanya mengukur independensi tetapi akan
diukur juga mengenai ukuran dan jumlah rapat Dewan Komisaris. Penulis juga
menambah variabel karakteristik CG, yaitu ukuran komite audit dan jumlah
pertemuan komite audit. Variabel Committee CSR tidak diadopsi dikarenakan
jumlah perusahaan di Indonesia tidak memiliki Committee CSR.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui bagaimana struktur dan mekanisme GCG dapat mempengaruhi
pengungkapan tanggung jawab sosial di dalam sustainability report yang dilakukan
perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI.
1.2. Rumusan Masalah
Pada era ini, tanggung jawab sosial semakin mendapatkan perhatian oleh
kalangan dunia usaha. Sejak era reformasi bergulir, masyarakat semakin kritis dan
mampu melakukan kontrol sosial terhadap dunia usaha. Perubahan pada tingkat
kesadaran masyarakat tersebut memunculkan kesadararan baru terhadap perusahaan
tentang pentingnya melaksanakan Corporate Social Responsibility (CSR) (Daniri,
2008).
Seiring dengan adanya perkembangan CSR, perusahaan mulai menyadari
untuk mengungkapkan sebuah laporan yang tidak hanya berpijak pada single bottom
26
line, yaitu kondisi keuangan perusahaan saja tetapi berpijak pada triple bottom line,
yaitu selain informasi keuangan juga menyediakan informasi sosial dan lingkungan,
yang kemudian disebut sustainability report. Sustainability report ini disusun
dengan pedoman (standar) Global Reporting Initiative (GRI) yang telah
dikembangkan sejak tahun 1990 dan
disusun tersendiri terpisah dari laporan
keuangan atau laporan tahunan.
Praktik dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan merupakan
konsekuensi logis dari implementasi konsep Corporate Governance. Menurut Said
et,al. (2009) Corporate Governance sangat efektif untuk memastikan bahwa
kepentingan stakeholders telah dilindungi. Oleh karena itu, perusahaan harus
mengungkapkan kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan perusahaan terhadap para
stakeholder. Penerapan konsep Good Corporate Governance diharapkan dapat
meningkatkan pelaksanaan dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan
(Daniri, 2009)
Penelitian mengenai pengungkapan CSR di dalam sustainability report di
Indonesia masih sedikit dilakukan dan kebanyakan masih menggunakan metode
kualitatif (Chariri dan Nugroho 2009; Diah Fitri 2009; Anke 2009; Wicaksono
2010), sehingga penelitian ini diharapkan mampu menambah literatur berkaitan
dengan fenomena pengungkapan CSR di dalam sustainability report secara terpisah
dari laporan tahunan (annual report) perusahaan.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,
rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:
27
1. Apakah ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan di dalam sustainability report?
2. Apakah
jumlah
rapat
dewan
komisaris
berpengaruh
positif
terhadap
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan di dalam sustainability report?
3.
Apakah proporsi dewan komisaris independen berpengaruh positif terhadap
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan di dalam sustainability report?
4. Apakah ukuran komite audit berpengaruh positif terhadap pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan di dalam sustainability report?
5. Apakah jumlah rapat komite audit berpengaruh positif terhadap pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan di dalam sustainability report
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
a) Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti secara empiris terhadap
hal-hal tersebut diatas, antara lain :
1. Untuk menguji pengaruh ukuran Dewan Komisaris terhadap pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan di dalam sustainability report.
2. Untuk menguji pengaruh jumlah rapat Dewan Komisaris terhadap
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan di dalam sustainability
report.
28
3. Untuk menguji pengaruh proporsi Dewan Komisaris Independen terhadap
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan di dalam sustainability
report.
4. Untuk menguji pengaruh ukuran Komite audit terhadap pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan di dalam sustainability report.
5. Untuk menguji pengaruh jumlah rapat komite audit terhadap pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan di dalam sustainability report.
b) Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, antara
lain:
1. Memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu Akuntansi Keuangan,
terutama untuk menambah literatur berkaitan dengan fenomena pengungkapan
sustainability reporting.
2.
Sebagai bahan pertimbangan Pemerintah dan lembaga-lembaga regulator
lainnya dalam meningkatkan kualitas standar peraturan yang sudah ada
(Global Reporting Initiative).
3. Sebagai bahan acuan bagi pihak-pihak yang akan melakukan penelitian lebih
lanjut mengenai permasalahan ini.
29
1.4. Sistematika Penulisan
Penelitian ini terbagi menjadi lima bagian. Bagian pertama merupakan
pendahuluan yang berisi tentang gambaran penelitian secara garis besar mengenai
penelitian yang akan dilakukan. Bagian ini terdiri dari latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
Bagian yang kedua adalah telaah pustaka yang berisi tentang teori-teori yang
digunakan sebagai landasan penelitian. Dalam bagian ini juga dibahas mengenai
penelitian terdahulu yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Selain itu
dijelaskan juga mengenai kerangka pemikiran yang menjelaskan timbulnya hipotesis
penelitian. Bagian yang ketiga dalam penelitian ini adalah metode penelitian yang
berisi uraian mengenai metode penelitian, yang mencakup penentuan sampel,
pengumpulan data, dan teknik analisis yang digunakan dalam pengujian hipotesis.
Dalam bagian ini juga dijelaskan mengenai variabel-variabel penelitian dan
pengukurannya. Bagian keempat dalam penelitian ini adalah hasil dan pembahasan
yang berisi tentang deskripsi objek penelitian, analisis terhadap data dan temuan
empiris yang diperoleh. Bagian kelima merupakan penutup dalam penelitian ini yang
berisi tentang simpulan dari pelaksanaan penelitian, keterbatasan penelitian, dan saran
yang nantinya dapat dijadikan acuan dalam melakukan penelitian selanjutnya.
30
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1.
Landasan Teori dan Penelitian Terdahulu
2.1.1. Teori Stakeholder
Definisi stakeholder menurut Gray et al. (2001) adalah pihak-pihak yang
berkepentingan pada perusahaan dan dapat mempengaruhi aktivitas perusahaan. Para
stakeholder yang dimaksud antara lain adalah masyarakat, karyawan, pemerintah,
supplier, pasar modal, dan lain-lain. Ghozali dan Chariri (2007) menyatakan bahwa
dalam teori stakeholder, perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk
kepentingannya sendiri namun harus memberikan manfaat bagi para stakeholder-nya
(pemegang saham kreditor, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat, analis dan
pihak lain). Dengan demikian, keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh
dukungan yang diberikan oleh stakeholder kepada perusahaan tersebut. Gray, Kouhy
dan Adams (1994, p 53) dalam Ghozali dan Chariri (2007) mengatakan bahwa :
Kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada dukungan
stakeholder dan dukungan tersebut harus dicari sehingga aktivitas
perusahaan adalah untuk mencari dukungan tersebut. Makin powerful
stakeholder, makin besar usaha perusahaan untuk beradaptasi.
Pengungkapan sosial dianggap sebaagi bagian dari dialog antara
perusahaan dengan stakeholder-nya.
Beberapa dekade terakhir, asumsi tentang definisi stakeholder telah mulai
berkembang dan berubah secara substantial. Pada mulanya, pemegang saham
dianggap sebagai satu-satunya stakeholder perusahaan sesuai yang dikemukakan oleh
31
Friedman (1962) dalam Ghozali dan Chariri (2007) yang mengatakan bahwa tujuan
utama perusahaan adalah untuk memaksimumkan kemakmuran pemiliknya. Akan
tetapi, asumsi tersebut dikembangkan lagi oleh Freeman (1983) dalam Ghozali dan
Chariri (2007) yang menyatakan ketidaksetujuan dengan pandangan ini dan
memperluas definisi stakeholder dengan memasukkan konstituen yang lebih banyak,
termasuk kelompok yang dianggap tidak menguntungkan (adversarial group) seperti
pihak yang memiliki kepentingan tertentu dan regulator (Roberts, 1992 dalam
Ghozali dan Chariri, 2007).
Stakeholder dapat dibagi menjadi dua berdasarkan karakteristiknya yaitu
stakeholder primer dan stakeholder sekunder (Clarkson, 1995). Stakeholder primer
adalah seseorang atau kelompok yang sangat berpengaruh dalam perusahaan dan
tanpa mereka perusahaan tidak dapat bertahan untuk going concern, meliputi :
pemegang saham dan investor, karyawan, konsumen dan pemasok, bersama dengan
yang didefinisikan sebagai kelompok stakeholder publik, yaitu : pemerintah dan
komunitas. Kelompok stakeholder sekunder didefinisikan sebagai mereka yang
mempengaruhi, atau dipengaruhi perusahaan, namun mereka tidak berhubungan
dengan transaksi dengan perusahaan dan tidak esensial kelangsungannya.
Stakeholder pada dasarnya dapat mengendalikan atau memiliki kemampuan
untuk
mempengaruhi
pemakaian sumber-sumber ekonomi
yang digunakan
perusahaan. Oleh karena itu power stakeholder ditentukan oleh besar kecilnya power
yang dimiliki stakeholder atas sumber tersebut (Ghozali dan Chariri, 2007). Dari dua
jenis stakeholder yang telah disebutkan tadi, stakeholder primer adalah stakeholder
32
yang memilik power yang besar atau yang paling berpengaruh bagi kelangsungan
hidup perusahaan karena mempunyai power yang cukup tinggi terhadap ketersediaan
sumber daya perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan akan bereaksi dengan cara-cara
yang memuaskan keinginan stakeholder (Ullman, 1982 dalam Ghozali dan Chariri,
2007). Ullman (1985) dalam Ghozali dan Chariri (2007) mengatakan bahwa
organisasi akan memilih stakeholder yang dipandang penting, dan mengambil
tindakan yang dapat menghasilkan hubungan yang harmonis antara perusahaan
dengan stakeholder-nya.
Teori stakeholder adalah teori yang menggambarkan kepada pihak mana saja
perusahaan bertanggungjawab (Freeman, 2001). Perusahaan harus menjaga hubungan
dengan
stakeholder-nya
dengan
mengakomodasi
keinginan
dan
kebutuhan
stakeholder-nya, terutama stakeholder yang mempunyai power terhadap ketersediaan
sumber daya yang digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan, misal tenaga
kerja, pasar atas produk perusahaan dan lain-lain (Chariri dan Ghozali, 2007). Salah
satu strategi yang digunakan perusahaan untuk menjaga hubungan dengan para
stakeholder-nya adalah dengan pengungkapakan informasi sosial dan lingkungan.
Dengan pengungkapan ini, diharapkan perusahaan mampu memenuhi kebutuhan
informasi yang dibutuhkan serta dapat mengelola stakeholder agar mendapatkan
dukungan oleh para stakeholder yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup
perusahaan. Hal ini sesuai dengan pendapat bahwa pengungkapan informasi
keuangan, sosial, dan lingkungan merupakan dialog antara perusahaan dengan
stakeholder-nya dan menyediakan informasi mengenai aktivitas perusahaan yang
33
dapat mengubah persepsi dan ekspektasi (Gray et al., 1995; Adam dan Larrinaga
Gonzalez, 2007; Adam dan Mc Nicholas, 2007 dalam Michelon dan Parbonetti,
2010).
2.1.2. Teori Legitimasi
Legitimasi organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberikan masyarakat
kepada perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari
masyarakat (Ghozali dan Chariri, 2007). Legitimasi suatu organisasi dapat dikatakan
sebagai manfaat atau sumber potensial bagi perusahaaan untuk bertahan hidup
(Asforth dan Gibs, 1990; Dowling dan Preffer, 1975; O’Donovan, 2002; dikutip dari
Ghozali dan Chariri, 2007).
Teori legitimasi menjelaskan bahwa perusahaan beroperasi dalam lingkungan
eksternal yang berubah secara konstan dan mereka berusaha meyakinkan bahwa
perilaku mereka sesuai dengan batas-batas dan norma masyarakat (Brown dan
Deegan, 1998 dalam Michelon dan Parbonetti, 2010). Teori legitimasi memfokuskan
pada interaksi antara perusahaan dengan masyarakat (Ulman, 1982; dalam Ghozali
dan Chariri, 2007). Dowling dan Prefer (1975, p.122) dalam Ghozali dan Chariri
(2007) memberikan alasan yang logis tentang legitimasi organisasi sebagai berikut:
Organisasi berusaha menciptakan keselarasan antara nilai-nilai sosial
yang melekat pada kegiatannya dengan norma-norma perilaku yang
ada dalam sistem sosial masyarakat dimana organisasi adalah bagian
dari sistem tersebut. Selama kedua sistem nilai tersebut selaras, kita
dapat melihat hal tersebut sebagai legitimasi perusahaan. Ketika
ketidakselarasan aktual dan potensial terjadi diantara kedua sistem
tersebut, maka ada ancaman terhadap legitimasi perusahaan.
34
Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa kegiatan perusahaan harus
memiliki nilai-nilai sosial yang selaras dengan nilai-nilai masyarakat. Ketika nilainilai yang dianut perusahaan berbeda dengan nilai-nilai masyarakat, legitimasi
perusahaan akan berada pada posisi terancam. Perbedaan antara nilai-nilai perusahaan
dan nilai-nilai masyarakat sering disebut sebagai “legitimacy gap” dan dapat
mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk melanjutkan kegiatan usahanya
(Dowling dan Preffer, 1975 dikutip dari Ghozali dan Chariri, 2007).
Legitimasi sangatlah penting bagi suatu perusahaan. Legitimasi organisasi
dapat menjamin arus masuk modal, tenaga kerja, dan kebutuhan pelanggan untuk
kelangsungan hidup perusahaan (Pfeffer dan Salanick, 1978; Neu et al., 1998; dikutip
dari Michelon dan Parbonetti, 2010). Selain itu, legitimasi juga dapat mengurangi
product boycott dan perilaku-perilaku yang merusak lainnya (Elsbach, 1994 dalam
Michelon dan parbonetti, 2010).
Ghozali dan Chariri (2007) menjelaskan bahwa hal yang melandasi teori
legitimasi adalah kontrak sosial yang terjadi antara perusahaan dengan masyarakat
dimana perusahaan beroperasi dan menggunakan sumber ekonomi. Shocker dan Sethi
(1974, p.67) dalam Ghozali dan Chariri (2007) memberikan penjelasan tentang
konsep kontrak sosial sebagai berikut :
Semua institusi sosial tidak terkecuali perusahaan beroperasi di
masyarakat melalui kontrak sosial-baik eksplisit maupun implisitdimana kelangsungan hidup dan pertumbuhannya didasarkan kepada :
1) hasil akhir (output) yang secara sosial dapat diberikan kepada
masyarakat yang luas.
35
2) distribusi manfaat ekonomi, sosial atau politik kepada kelompok
sesuai dengan power yang dimiliki.
Dowling dan Preffer (1975) dalam Ghozali dan Chariri (2007) menjelaskan
bahwa teori legitimasi sangat bermanfaat dalam menganalisis perilaku organisasi.
Dowling dan Preffer (1975, p. 131) dalam Ghozali dan Chariri (2007) mengatakan
bahwa :
Karena legitimasi adalah hal yang penting bagi organisasi, batasanbatasan yang ditekankan oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial,
reaksi terhadap batasan tersebut mendorong pentingnya analisis
perilaku organisasi dengan memperhatikan lingkungan.
Perwujudan legitimasi dalam dunia bisnis dapat berupa pelaporan kegiatan
sosial dan lingkungan perusahaan. Dengan mengungkapkan CSR, diharapkan
perusahaan akan memperoleh legitimasi sosial dan memaksimalkan kekuatan
keuangannya dalam jangka panjang (Kiroyan, 2006; dalam Sayekti dan Wondabio,
2007). Deegan dan Cho dan Patten (2007) yang dikutip dari Michelon dan Parbonetti
(2010) juga mengatakan bahwa perusahaan berusaha untuk memperoleh legitimasi
dengan mengungkapkan data-data dan informasi mengenai tanggung jawab sosial dan
lingkungan. Pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan merupakan salah
satu cara perusahaan untuk membangun, mempertahankan, dan melegitimasi
kontribusi perusahaan dari sisi ekonomi dan politis (Guthrie dan Parker, 1990; dalam
Sayekti dan Wondabio, 2007). Disamping itu, pengungkapan laporan sosial dan
lingkungan menjadi salah satu cara perusahaan untuk menunjukkan kinerja yang baik
kepada masyarakat dan investor. Dengan pengungkapan tersebut, perusahaan akan
mendapatkan image dan pengakuan yang baik, bahwa perusahaan juga bertanggung
36
jawab terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga perusahaan akan memiliki daya tarik
dalam penanaman modal. Hal tersebut diddukung oleh pendapat yang mengatakan
bahwa legitimasi sering kali dibangun dan dipertahankan dengan menggunakan aksiaksi simbolis yang membentuk image perusahaan di mata publik (Dowling dan
Pfeffer, 1975; Elsbach, 1994; Neu et al.,1998 dalam Michelon dan Parbonetti, 2010).
Selain itu, Ghozali dan Chariri (2007) juga mengatakan bahwa kegiatan
perusahaan dapat menimbulkan dampak sosial dan lingkungan, sehingga praktik
pengungkapan sosial dan lingkungan merupakan alat manajerial yang digunakan
perusahaan untuk menghindari konflik sosial dan lingkungan. Selain itu, praktik
pengungkapan sosial dan lingkungan dapat dipandang sebagai wujud akuntabilitas
perusahaan kepada publik untuk menjelaskan berbagai dampak sosial dan lingkungan
yang ditimbulkan oleh perusahaan baik dalam pengaruh yang baik maupun dampak
yang buruk.
2.1.3. Teori Agensi
Teori agensi menjelaskan tentang hubungan antara dua pihak dimana salah satu
pihak menjadi agen dan pihak yang lain bertindak sebagai prinsipal (Hendriksen dan
Van Breda, 2000). Teori ini menyatakan bahwa hubungan keagenan timbul ketika
salah satu pihak (prinsipal) menyewa pihak lain (agen) untuk melakukan beberapa
jasa untuk kepentingannya yang melibatkan pendelegasian beberapa otoritas
pembuatan keputusan kepada agen (Jensen dan Mecking, 1976 dalam Saleh et al.,
37
2008). Yang dimaksud dengan prinsipal adalah pemegang saham atau investor
sedangkan yang dimaksud agen adalah manajemen yang mengelola perusahaan.
Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan adanya konflik kepentingan dalam
hubungan keagenan. Konflik kepentingan ini terjadi dikarenakan perbedaan tujuan
dari masing-masing pihak. Dalam menjalankan tugasnya, manajer sebagai agen
memliki kewajiban untuk memaksimalkan kesejahteraan para pemilik perusahaan
(prinsipal) baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Di sisi lain, manajer
juga memiliki kepentingan untuk memaksimalkan kesejahteraannya sendiri. Adanya
perbedaan tujuan antara prinsipal dan agen serta adanya pemisahan antara
kepemilikan dan pengendalian perusahaan akan menyebabkan manajer bertindak
tidak sesuai dengan keinginan prinsipal. Pemisahan ini mengakibatkan setiap risiko
yang ditanggung oleh perusahaan akan sepenuhnya ditanggung oleh pemegang saham
karena manajer sebagai pengelola tidak mempunyai keterkaitan secara langsung
dengan untung maupun rugi perusahaan. Akibatnya, manajer akan mengambil
tindakan yang dapat memperbaiki kesejahteraannya sendiri tanpa memikirkan
kepentingan pemegang saham.
Selain itu, teori agensi juga menjelaskan mengenai masalah asimetri informasi
(information asymmetric).
Manajer sebagai pengelola perusahaan mempunyai
informasi yang lebih lengkap mengenai internal perusahaan dan prospek perusahaan
di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Sebagai
pengelola, manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan
kepada pemilik. Namun, informasi yang disampaikan terkadang tidak sesuai dengan
38
kondisi perusahaan sebenarnya. Kondisi ini dikenal sebagai asimetri informasi
(Hendriksen dan Van Breda, 2000).
Asimetri antara manajemen (agen) dengan pemilik atau pemegang saham
(prinsipal) dapat memberikan kesempatan bagi manajer untuk melakukan tindakan
oportunis seperti manajemen laba (earnings management) untuk memaksimalkan
kepentingan pribadinya sehingga dapat merugikan para pemegang saham.
Corporate governance merupakan suatu mekanisme pengelolaan yang
didasarkan pada teori agensi. Penerapan konsep corporate governance diharapkan
memberikan kepercayaan terhadap agen (manajemen) dalam mengelola kekayaan
pemilik (pemegang saham), dan pemilik menjadi lebih yakin bahwa agen tidak akan
melakukan
suatu
kecurangan
untuk
kesejahteraan
agen
sehingga
dapat
meminimumkan konflik kepentingan dan meminimumkan biaya keagenan.
2.1.4. Corporate Social Responsibility (CSR) dan Sustainability Report
2.1.4.1. Konsep CSR
Pada dasarnya, CSR merupakan sebuah konsep tentang perlunya sebuah
perusahaan membangun hubungan harmonis dengan masyarakat dan stakeholder
lainnya. Secara teoretik, CSR dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab moral
suatu perusahaan terhadap para stakeholder-nya, terutama komunitas atau masyarakat
disekitar wilayah kerja dan operasinya. CSR berusaha memberikan perhatian
terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya. Sebagaimana dijelaskan oleh
Darwin (2004) dalam Anggraini (2006) Pertanggungjawaban sosial adalah
39
mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian
terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya terhadap pihakpihak yang berkepentingan. Dengan demikian, operasi bisnis yang dilakukan oleh
perusahaan tidak hanya berkomitmen dengan ukuran keuntungan secara finansial
saja, tetapi juga harus berkomitmen pada pembangunan sosial ekonomi secara
menyeluruh dan berkelanjutan.
Definisi CSR dalam ISO 26000 (www.csrindonesia.com) adalah sebagai
berikut:
Responsibility of an organization for the impact of its decisional and
activities on society and the environment through transparent and
ethical behaviour that is consistent with sustainable development and
welfare of society; takes into account the expectation of stakeholders;
is in compliance with applicable law and consistent international
norms of behavior; and is integrated throughout the organization.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa CSR merupakan
tanggung jawab perusahaan atau organisasi atas dampak yang ditimbulkan dari
keputusan dan aktivitas yang telah diambil dan dilakukan oleh organisasi tersebut,
melalui perilaku yang transparan dan etis.
Berdasarkan konsep ISO 26000, penerapan tanggung jawab sosial
perusahaan hendaknya terintegrasi pada seluruh aktivitas organisasi yang mecakup
isu-isu pokok berikut ini:
1. Pengembangan Masyarakat
2. Konsumen
3. Praktek Kegiatan Institusi yang sehat
40
4. Lingkungan
5. Ketenagakerjaan
6. Hak Asasi Manusia
7. Organizational Governance
Dengan demikian, jika suatu perusahaan hanya berfokus pada isu-isu tertentu saja,
misalnya perusahaan hanya peduli terhadap isu lingkungan dan mengabaikan isu
mengenai ketenagakerjaan atau isu-isu lainnya, maka perusahaan tersebut
sesungguhnya belum melaksanakan tanggung jawab sosialnya secara utuh dan
menyeluruh.
2.1.4.2. Pengungkapan CSR dalam Sustainability Report
Pengungkapan tanggung jawab sosial adalah proses pengkomunikasin efekefek sosial dan lingkungan atas tindakan-tindakan ekonomi perusahaan pada
kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat dan pada masyarakat secara
keseluruhan (Gray et.al., 1987 dalam Waryanto, 2010). Dengan mengungkapakan
informasi-informasi mengenai operasi perusahaan sehubungan dengan lingkungan
diharapkan perusahaan bisa mendapatkan kepercayaan dari masyarakat bahwa dalam
melaksanakan aktivitasnya, perusahaan tidak hanya berfokus pada keuntungan semata
melainkan perusahaan juga memperhatikan dampak yang ditimbulkan terhadap
lingkungan.
Selain itu, Darwin (2007) dalam Waryanto (2010) menyatakan bahwa
pengungkapan tanggung jawab sosial bertujuan untuk menjalin hubungan komunikasi
41
yang baik dan efektif antara perusahaan dengan publik dan stakeholder lainnya
tentang bagaimana perusahaan telah mengintegrasikan CSR dalam setiap aspek
kegiatan operasinya. Pengungkapan kinerja lingkungan, sosial, dan ekonomi di dalam
laporan tahunan atau laporan terpisah adalah untuk mencerminkan tingkat
akuntabilitas, responsibilitas, dan transparasi perusahaan kepada investor dan
stakeholder lainnya.
Kewajiban pengungkapan CSR di Indonesia telah diakomodasi dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 tentang penyajian laporan
keuangan yang menyatakan bahwa perusahaan dapat pula menyajikan laporan
tambahan, khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang
peranan penting. Berdasarkan hal tersebut, sudah selayaknya perusahaan melaporkan
semua aspek yang mempengaruhi kelangsungan operasi perusahaan kepada
masyarakat.
Pengungkapan kinerja lingkungan, sosial, dan ekonomi perusahaaan dapat
dilakukan dengan mengungkapkan hal tersebut ke dalam laporan tahunan perusahaan
atau mengungkapkannya ke dalam laporan yang terpisah. Mengungkapkan laporan
CSR ke dalam Laporan tahunan lebih lazim dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di
Indonesia. Laporan tahunan merupakan alat yang digunakan oleh manajemen utnuk
melakukan pengungkapan dan pertanggungjawaban kinerja perusahaan kepada pihakpihak yang berkepentingan termasuk masyarakat. Para pengguna laporan tahunan
seperti analis, investor, masyarakat dan lainnya membutuhkan informasi yang
lengkap mengenai laporan tentang suatu perusahaan, sehingga pengungkapan yang
42
lebih rinci mengenai perusahaan akan sangat penting dan bermanfaat untuk
melakukan penilaian dan analisis pengambilan keputusan yang akan mereka lakukan.
Namun, menurut Darwin, saat ini berkembang pelaporan perusahaan
mengenai kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan yang berdiri sendiri dan terpisah
dari laporan tahunan perusahaan, yang dikenal dengan Sustainability Report (SR).
Perusahaan-Perusahaan di Indonesia yang sudah membuat sustainability report
antara lain adalah PT Astra Internasional, PT Aneka Tambang, dan PT Bukit Asam.
Sustainability report merupakan sebuah laporan yang tidak hanya berpijak pada
single bottom line, yaitu kondisi keuangan perusahaan saja tetapi berpijak pada triple
bottom line, yaitu selain informasi keuangan juga menyediakan informasi sosial dan
lingkungan.
Corporate Responsibility, and
Sustainability Development
Corporate Financial
Responsibility
Corporate
Environmental
Responsibility
Corporate Social
Responsibility
Gambar 2.1
Tripple Bottom Line Success of a Company
43
Pengungkapan Laporan Keberlanjutan (sustainability report) semakin
mendapat perhatian dalam praktik bisnis global dan menjadi salah satu kriteria dalam
menilai tanggung jawab sosial suatu perusahaan. Para pemimpin perusahaanperusahaan dunia semakin menyadari bahwa pengungkapan laporan yang lebih
komprehensif (tidak hanya sekedar laporan keuangan) akan mendukung strategi
perusahaan.
Laporan
keberlanjutan
(sustainability
report)
harus
benar-benar
menunjukkan bahwa perusahaan yang melaporkannya diyakini telah berada pada
kondisi keberlanjutan atau minimal telah berada di jalan yang tepat menuju ke
kondisi tersebut. Tentu saja, untuk mengetahui apakah perusahaan telah sampai atau
berada di jalan menuju keberlanjutan, diperlukan pemahaman atas apa itu perusahaan
yang berkelanjutan. Menurut Wilson (2003) dalam Jalal (2007) ada empat konsep
yang membangun keberlanjutan suatu perusahaan, yaitu pembangunan berkelanjutan,
CSR, teori pemangku kepentingan, dan teori akuntabilitas perusahaan. Hanya
perusahaan yang telah memenuhi berbagai kondisi yang dijelaskan oleh masingmasing konsep itulah yang bisa dikatakan telah menjadi perusahaan yang
berkelanjutan. Konsep pembangunan berkelanjutaan menjelaskan bahwa perusahaan
adalah alat bagi manusia untuk mencapai tujuan bersama, yaitu keadilan intra dan
antargenerasi dalam aspek ekonomi, sosial dan lingkungan.
Menurut Witoelar (2005) ada beberapa manfaat yang diperoleh perusahaan
yang menerbitkan sustainability report, antara lain:
44
1. Meningkatkan Citra Perusahaan
Pembangunan citra merupakan hal yang penting bagi perusahaan. Salah satu
cara yang dapat dilakukan adalah dengan membangun kepedulian perusahaan
kepada lingkungan dan sosial masyarakat. Dengan menerbitkan sustainability
report, masyarakat dapat mengetahui bahwa perusahaan telah melaksanakan
komitmennya kepada lingkungan dan masyarakat.
2. Disukai Konsumen
Hasil survei di Inggris menyatakan bahwa 60% konsumen akan membeli
produk yang dipersepsikan sedikit merusak lingkungan (ramah lingkungan).
Begitu pula sebaliknya, konsumen tidak akan membeli produk yang
dipersepsikan dapat merusak lingkungan.
3. Diminati oleh Investor
Investor tidak hanya berfokus untuk mencarai return yang besar tetapi juga
mencari perusahaan yang ramah lingkungan dan menjalankan tanggung jawab
sosial.
4. Dipahami oleh Stakeholder
Dalam pembuatan sustainability report, perusahaan harus memahami para
stakeholder-nya. Perusahaan harus membangun komunikasi dengan para
stakeholder-nya.
Dalam
melakukan
komunikasi,
perusahaan
perlu
mengidentifikasi sifat dan kebutuhan stakeholder-nya. Dialog antara
perusahaan
dan
para
stakeholder-nya
45
akan
membantu
perusahaan
mengantisipasi berbagai isu yang mungkin terjadi, memenuhi kebutuhan
stakeholder, dan membangun bisnis yang lebih baik.
Pengungkapan
sustainability
report
merujuk
pada
standar
yang
dikembangkan oleh GRI (Global Reporting Initiatives). Dalam standar GRI (GRI,
2006) indikator kinerja dibagi menjadi 3 komponen utama, yaitu:
1. Indikator kinerja ekonomi meliputi:
a) Aspek kinerja ekonomi.
b) Keberadaan pasar.
c) Dampak ekonomi tidak langsung.
2. Indikator kinerja sosial meliputi:
a) Praktik Kerja: karyawan, hubungan manajemen dengan karyawan,
keselamatan dan kesehatan kerja, kesempatan kerja.
b) Hak Asasi Manusia: praktik dan investasi pengadaan, non diskriminasi,
kebebasan berserikat dan berkumpul, buruh anak, kerja paksa, keamanan
praktik, masyarakat asli.
c) Masyarakat: komunitas, anti korupsi, kebijakan publik, kompetisi,
kepatuhan
d) Tanggung jawab produk: kesehatan dan keamanan pelanggan, labeling
produk dan jasa, komunikasi pemasaran, privasi konsumen.
3. Kinerja lingkungan
a) Bahan baku, Energi, Air.
b) Keanekaragaman hayati.
46
c) Emisi, sungai, dan limbah.
d) Produk dan jasa.
e) Ijin pelaksanaan.
f) Transportasi.
g) Pakaian kerja.
Dengan menerbitkan sustainability report, banyak manfaat yang diperoleh
perusahaan. Namun ternyata di Indonesia sendiri, belum banyak perusahaan yang
menerbitkan sustainability report. Hal tersebut disebabkan karena kendala-kendala
seperti berikut (Witoelar, 2005):
1. Rendahnya Political Will
Pengungkapan sustainability report di Indonesia masih bersifat sukarela
(voluntary) bukan mandatory untuk itu dalam pelaporannya diperlukan
political will yang kuat dari top management sebab mereka yang menentukan
kebijakan perusahaan.
2. Tidak Ada Pengukuran Kinerja
Kinerja keuangan dapat diukur dengan menggunakan rasio-rasio keuangan.
Rasio-rasio keuangan ini dapat secara langsung dihitung dari laporan
keuangan, misalnya rasio likuiditas dan rasio solvabilitas. Kinerja
sustainability report tidak dapat diukur secara langsung dari kegiatan
perusahaan. Tidak ada kepastian apakah kenaikan penjualan perusahaan
merupakan pengaruh langsung dari adanya kegiatan sosial perusahaan.
Namun, kendala ini dapat diatasi yaitu dengan membuat indikator-indikator
47
atas
dampak
kegiatan
perusahaan.
Indikator
ini
biasanya
bersifat
nonkeuangan.
2.1.5. Good Corporate Governance (GCG)
2.1.5.1. Definisi Corporate Governance
Menurut Organization for Economic Cooperation and Development (OECD)
yang dikutip dari Surya dan Yustivandana (2006) Corporate Governance
didefinisikan sebagai berikut:
“Corporate Governance is the system by which business corporation
are directed and controlled. The corporate governance structure
specific the distribution of the right an responsibilities among different
participants in the corporation such as board, manager, shareholders,
and other stakeholders, and spells put the rules andf procedures for
making decisions on corporate affairs. By doing this, it also provide
the structure through wich the company objectives are set, and the
means of attaining those objectives and monitoring performance.”
Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa corporate governance
merupakan sekumpulan hubungan antara perusahaan dan para stakeholder-nya
(pemegang saham dan pihak lain yang terlibat dalam suatu perusahaan). Di
dalam Corporate Governance terdapat suatu struktur perangkat yang mencapai
tujuan atas pengawasan kinerja.
Komite Cadburry mendefinisikan Corporate Governance sebagai sistem
yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar mencapai
keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan perusahaan, untuk
48
menjamin
kelangsungan
eksistensinya
dan
pertanggungjawabannya
kepada
stakeholders.
Berdasarkan dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
Corporate Governance pada intinya adalah mengenai suatu sistem, proses, dan
seperangkat peraturan yang digunakan untuk mengatur hubungan antara berbagai
pihak yang berkepentingan sehingga dapat mendorong kinerja perusahaan untuk
bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang
berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara
keseluruhan.
Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia, penerapan praktik
Good Corporate Governance diatur dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP117/M-MBU/2002 pasal 1 tentang penerapan praktik Good Corporate Governance
pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Berdasarkan
peraturan tersebut,
Corporate Governance adalah:
“Suatu proses dari struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk
menigkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna
mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan
tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, berlandaskan
peraturan perundangan dan nilai-nilai etika.”
Organ yang dimaksud dalam pengertian di atas adalah rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS), komisaris, dan direksi, sedangkan stakeholder adalah
pihak yang memiliki kepentingan dengan BUMN, baik langsung maupun tidak
langsung. Good Corporate Governance (GCG) didefinisikan sebagai struktur karena
GCG berperan dalam mengatur hubungan antara dewan komisaris, direksi, pemegang
49
saham, dan stakeholders lainnya. Sementara sebagai sebuah proses, GCG
memastikan transparasi dan proses perusahaan atas penentuan tujuan perusahaan,
pencapaian, dan pengukuran kinerjanya.
2.1.5.2. Prinsip-Prinsip Corporate Governance
Pada dasarnya, konsep Corporate Governance bertujuan untuk memastikan
bahwa pengelolaan perusahaan dilakukan dengan baik dan penuh kepatuhan terhadap
berbagi peraturan dan ketentuan yang berlaku (Solihin, 2009 dalam Waryanto, 2010).
Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, maka perusahaan harus menerapkan prinsipprinsip utama dari GCG.
OECD (dalam Surya dan Yustivandana, 2006) menjelaskan bahwa prinsipprinsip Corporate Governance adalah sebagai berikut:
1. Fairness (Kewajaran)
Perusahaan harus memberikan kedudukan dan perlakuan yang sama terhadap
seluruh pemegang saham, sehingga kerugian akibat perlakuan diskriminatif dapat
dicegah sedini mungkin. Dalam hal ini, terutama kepada pemegang saham
minoritas.
2. Disclosure/Transparency (Keterbukaan/Transparansi)
Pengungkapan informasi mengenai perusahaan harus dilakukan secara akurat dan
tepat waktu. Selain itu, perusahaan harus menunjukkan adanya transparansi
informasi mengenai semua hal yang penting bagi kinerja perusahaan,
kepemilikan, dan para stakeholder.
50
3. Accountability (Akuntabilitas)
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan
dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur, dan sesuai
dengan kepentingan para pemegang saham dan stakeholders lainnya.
4. Responsibility (Responsibilitas)
Perusahaan harus mematuhi perundang-undangan yang berlaku dan tanggung
jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara
kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan perusahaan dapat memperoleh
dan mempertahankan nama baik perusahaan.
2.1.5.3. Manfaat dan Tujuan GCG
Penerapan Corporate Governance memberikan empat manfaat (FCGI,
2001), yaitu:
1.
Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan
keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi perusahaan, serta lebih
meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.
2.
Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak rigit
(karena faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan meningkatkan corporate
value.
3.
Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di
Indonesia.
51
4.
Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus
akan meningkatkan shareholders’s values dan dividen.
Surya dan Yustiavandana (2007) mengatakan bahwa tujuan dan manfaat dari
penerapan Good Corporate Governance (GCG) adalah:
1.
Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing.
2.
Mendapatkan biaya modal (cost of capital) yang lebih murah.
3.
Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi
perusahaan.
4.
Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari para pemangku kepentingan.
5.
Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum
2.1.5.4. Mekanisme dan Struktur Corporate Governance
Mekanisme merupakan cara kerja sesuatu secara tersistem untuk memenuhi
persyaratan tertentu. Mekanisme corporate governance merupakan suatu prosedur
dan hubungan yang jelas antara pihak yang mengambil keputusan dengan pihak yang
melakukan kontrol atau pengawasan terhadap keputusan. Menurut Iskander &
Chamlou (2000) dalam Lastanti (2004), mekanisme dalam pengawasan corporate
governance dibagi dalam dua kelompok yaitu internal dan external mechanisms.
Internal mechanisms adalah cara untuk mengendalikan perusahaan dengan
menggunakan struktur dan proses internal seperti rapat umum pemegang saham
(RUPS), komposisi dewan direksi, komposisi dewan komisaris dan pertemuan
dengan
board
of
director.
Sedangkan
52
external
mechanisms
adalah
cara
mempengaruhi perusahaan selain dengan menggunakan mekanisme internal, seperti
pengendalian oleh perusahaan dan pengendalian pasar.
2.1.5.4.1. Dewan Komisaris
Salah satu prinsip Corporate Governance menurut Organization for
Economic Cooperation and Development (OECD) adalah menyangkut peranan
dewan komisaris. Bentuk dewan komisaris tergantung pada sistem hukum yang
dianut. Terdapat dua sistem hukum yang berbeda, yaitu:
1. Sistem satu tingkat atau one tier system
Sistem satu tingkat berasal dari sistem hukum Anglo Saxon. Pada sistem satu
tingkat, perusahaan mempunyai satu dewan direksi yang merupakan kombinasi
antara manajer atau pengurus senior (direktur eksekutif) dan direktur independen
yang bekerja dengan prinsip paruh waktu (non direktur eksekutif). Negara-negara
yang menerapkan sistem ini adalah Amerika Serikat dan Inggris.
2. Sistem dua tingkat atau two tier system (FCGI, 2001).
Sistem dua tingkat berasal dari sistem hukum kontinental Eropa. Pada sistem dua
tingkat, perusahaan mempunyai dua badan terpisah, yaitu dewan pengawas
(dewan komisaris) dan dewan manajemen (dewan direksi). Dewan direksi
bertugas mengelola dan mewakili perusahaan sesuai dengan pengarahan dan
pengawasan dewan komisaris. Dewan direksi diangkat dan setiap waktu dapat
diganti oleh badan pengawas (dewan komisaris). Tugas utama dewan komisaris
53
adalah bertanggungjawab mengawasi tugas-tugas manajemen. Indonesia termasuk
negara yang mengadopsi sistem dua tingkat ini.
Dewan komisaris bertugas dan bertanggungjawab untuk melaksanakan
pengawasan dan memberikan nasihat kepada dewan direksi serta memastikan bahwa
perusahaan telah melaksanakan GCG sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal ini
sesuai dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007 Pasal 97
yang menjelaskan bahwa Komisaris bertugas mengawasi kebijakan direksi dalam
menjalankan perusahaan serta memberikan nasihat kepada direksi. Pengawasan yang
dilakukan oleh dewan komisaris adalah dengan menilai tindakan yang dilakukan oleh
direksi apakah sesuai dengan pedoman atau kebijakan yang telah ditetapkan
sebelumnya (Regar, 2000). Jika terjadi penyimpangan perlu dilakukan tindakan untuk
memperbaikinya. Untuk dapat melakukan penilaian tersebut harus tersedia sumber
informasi yang diperlukan. Sumber informasi yang paling sering digunakan oleh
dewan komisaris adalah berbagai jenis laporan berkala atau insidentil yang diterima
dari direksi (Regar, 2000).
Menurut Mulyadi (2002) dewan komisaris merupakan wakil dari para
pemegang saham yang berfungsi mengawasi pengelolaan perusahaan yang dilakukan
oleh manajemen dan mencegah pengendalian yang terlalu banyak di tangan
manajemen. Dewan komisaris bertanggung jawab untuk menentukan apakah
manajemen telah memenuhi tanggung jawab mereka dalam mengembangkan dan
menyelenggarakan pengendalian intern.
54
Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007 Pasal 108 ayat
(5) menjelaskan bahwa bagi perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas wajib memiliki
paling sedikit 2 (dua) anggota Dewan Komisaris. Oleh karena itu, jumlah anggota
Dewan Komisaris di Indonesia bervariasi disesuaikan dengan kompleksitas
perusahaan dengan tetap memperhatikan efektivitas dalam pengambilan keputusan.
Di Indonesia sendiri jumlah Dewan Komisaris paling banyak tiga dan lima orang
(Regar, 2000).
2.1.5.4.2. Dewan Komisaris Independen
Keberadaan dewan komisaris belum memberikan jaminan terlaksananya
prinsip-prinsip Corporate Governance, khususnya mengenai perlindungan terhadap
investor. Untuk mendorong implementasi GCG, dibuatlah sebuah organ tambahan
dalam struktur perseroan. Organ tambahan tersebut diharapkan dapat meningkatkan
penerapan GCG di dalam perusahaan-perusahaan di Indonesia (Surya dan
Yustivandana, 2006). Organ-organ tambahan tersebut antara lain adalah dewan
komisaris independen dan komite audit.
Surya dan Yustivandana (2006) menjelaskan bahwa dewan komisaris
independen adalah komisaris yang bukan merupakan anggota manajemen, pemegang
saham mayoritas, pejabat atau dengan cara lain berhubungan langsung atau tidak
langsung dengan pemegang saham mayoritas dari suatu perusahaan yang mengawasi
pengelolaan perusahaan. Komisaris independen diharapkan dapat menciptakan
55
keseimbangan kepentingan berbagai pihak, yaitu pemegang saham utama, direksi,
komisaris, manajemen, maupun pemegang saham publik.
Keberadaan dewan komisaris independen diharapkan dapat bersikap netral
terhadap segala kebijakan yang dibuat oleh direksi. Keberadaan dewan komisaris
independen telah diatur dalam peraturan BEJ yang mewajibkan perusahaan yang
sahamnya tercatat di BEJ untuk memiliki dewan komisaris independen sekurangkurangnya 30% dari seluruh jajaran anggota dewan komisaris (Peraturan BEJ tanggal
19 Juli 2004 dikutip dari Surya dan Yustivandana, 2006). Beberapa kriteria lainnya
tentang dewan komisaris independen adalah sebagai berikut:
1.
Komisaris Independen tidak memiliki saham baik langsung maupun tidak
langsung pada emiten atau perusahaan publik;
2.
Komisaris Independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan emiten atau
pemegang saham mayoritas dari perusahaan tercatat yang bersangkutan;
3.
Komisaris Independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan direktur
dan/atau komisaris lainnya dari perusahaan tercatat yang bersangkutan;
4.
Komisaris Independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada perusahaan
lainnya yang terafiliasi dengan perusahaan tercatat yang bersangkutan;
5.
Komisaris Independen harus berasal dari luar emiten atau perusahaan publik;
6.
Komisaris Independen harus mengerti peraturan perundang-undangan di bidang
pasar modal;
56
7.
Komisaris Independen diusulkan dan dipilih oleh pemegang saham minoritas
yang bukan pemegang saham pengendali dalam Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS).
Komisaris independen bersama dewan komisaris memiliki tugas-tugas
utama meliputi (Surya dan Yustivandana, 2006):
1. Menilai dan mengarahkan strategi perusahaan, garis-garis besar rencana kerja,
kebijakan pengendalian risiko, anggaran tahunan dan rencana usaha; menetapkan
sasaran kerja; mengawasi pelaksanaan dan kinerja perusahaan; serta memonitor
penggunaan modal perusahaan, investasi, dan penjualan aset. Tugas ini terkait
dengan tanggung jawab serta mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan
kepentingan manajemen (accountability);
2. Menilai sistem penetapan penggajian pejabat pada posisi kunci dan penggajian
anggota Dewan Direksi, serta menjamin suatu proses pencalonan anggota Dewan
Direksi yang transparan (trancparency) dan adil (fairness);
3. Memonitor dan mengatasi masalah benturan kepentingan pada tingkat
manajemen, anggota Dewan Direksi dan anggota Dewan Komisaris, termasuk
penyalahgunaan asset dan manipulasi transaksi perusahaan. Tugas ini memberikan
perlindungan terhadap hak-hak para pemegang saham (fairness);
4. Memonitor pelaksanaan governace, dan melakukan perubahan jika diperlukan;
5. Memantau proses keterbukaan dan efektivitas komunikasi dalam perusahaan
untuk menyediakan tersedianya informasi yang tepat waktu dan jelas.
57
2.1.5.4.3. Komite Audit
Selain dewan komisaris independen, komite audit adalah organ tambahan
yang diperlukan dalam pelaksanaan prinsip GCG. Komite audit dibentuk oleh dewan
komisaris dalam rangka membantu melaksanakan tugas dan fungsinya (Surat
Keputusan Ketua Bapepam Kep-29/PM/2004).
Menurut Surat Edaran Bapepam
Nomor. SE-03/PM/2000 tentang komite audit menjelaskan bahwa tujuan komite audit
adalah membantu dewan komisaris untuk:
1. Meningkatkan kualitas laporan keuangan;
2. Menciptakan iklim disiplin dan pengendalian yang dapat mengurangi
kesempatan terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan perusahaan;
3. Meningkatkan efektivitas fungsi internal audit maupun eksternal audit;
4. Mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian dewan komisaris.
Pada umumnya, komite audit mempunyai tanggung jawab pada tiga
bidang, yaitu:
1. Laporan Keuangan
Komite audit bertanggung jawab untuk memastikan bahwa laporan yang dibuat
manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi
keuangan, hasil usaha, rencana, dan komitmen perusahaan jangka panjang.
2. Tata Kelola Perusahaan
Komite audit bertanggung jawab untuk memastikan bahwa perusahaan telah
dijalankan sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku dan etika,
58
melaksanakan pengawasan secara efektif terhadap benturan kepentingan dan
kecurangan yang dilakukan oleh karyawan.
3. Pengawasan Perusahaan
Komite Audit bertanggung jawab untuk pengawasan perusahaan termasuk di
dalamnya hal-hal yang berpotensi mengandung risiko dan sistem pengendalian
intern serta memonitor proses pengawasan yang dilakukan auditor internal.
Komite Audit beranggotakan satu atau lebih anggota Dewan Komisaris.
Komite Audit harus diketuai oleh seorang Komisaris Independen (Surat Keputusan
Ketua Bapepam Kep-29/PM/2004). Anggota Komite Audit diharuskan memiliki
keahlian yang memadai. Berdasarkan Surat Keputusan Ketua Bapepam Kep29/PM/2004 menyatakan bahwa anggota komite audit harus:
1. Memilik integritas yang tinggi, kemampuan, pengetahuan dan pengalaman
yang sesuai dengan pendidikannya, serta mampu berkomunikasi dengan baik;
2. Salah seorang dari anggota komite audit memiliki latar belakang pendidikan
akuntansi atau keuangan;
3. Memiliki pengetahuan yang cukup untuk membaca dan memahami laporan
keuangan;
4. Memiliki pengetahuan yang memadai tentang peraturan perundang-undangan
di bidang pasar modal dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya.
Komite audit dituntut untuk bertindak secara independen karena komite
audit merupakan pihak yang menjembatani antara eksternal auditor dan perusahaan
dan juga menjembatani antara fungsi pengawasan dewan komisaris dengan internal
59
auditor (Surya dan Yustivandana, 2006). Komite audit harus bebas dari pengaruh
direksi, eksternal auditor dan hanya bertanggung jawab terhadap Dewan Komisaris
(Hasnati, 2003 dalam Surya dan Yustivandana, 2006).
2.1.6. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang berkaitan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan telah banyak dilakukan baik di dalam maupun di luar negeri. Namun
penelitian-penelitian yang telah dilakukan berfokus pada pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan dalam annual report. Penelitian yang dilakukan oleh
Sembiring (2005) berusaha meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan
CSR pada perusahaan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan variabel ukuran
perusahaan, profitabilitas, profil perusahaan, ukuran dewan komisaris, dan leverage
sebagai variabel independen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran
perusahaan, profil perusahaan dan ukuran dewan komisaris berpengaruh secara
positif terhadap pengungkapan CSR.
Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Anggraini (2006)
yang mengamati tingkat pengungkapan CSR dan menguji faktor-faktor yang
mempengaruhi pengungkapan CSR. Penelitian ini menggunakan lima variabel
independen yaitu kepemilikan manajemen, leverage, ukuran perusahaan, tipe industri,
dan profitabilitas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hampir semua perusahaan
sampel mengungkapkan kinerja ekonominya, kepemilikan manajemen dan tipe
industri berpengaruh terhadap pengungkapan CSR.
60
Penelitian mengenai CSR yang dilakukan di luar negeri antara lain adalah
penelitian yang dilakukan oleh Said et.al. (2009). Penelitian ini berusaha menyelidiki
pengaruh karakteristik Corporate Governance terhadap pengungkapan CSR. Sampel
penelitian ini adalah 150 perusahaan yang listed di Bursa Malaysia pada tahun 2006.
Said et.al. menggunakan karakteristik Corporate Governance, yaitu board size,
independensi dewan, dualiatas CEO, komite audit, kepemilikan manajerial, foreign
ownership, government shareholding. Penelitian ini berhasil menemukan bahwa
hanya ada dua variabel yang berpengaruh terhadap luas pengungkapan CSR di
Malaysia, yaitu komite audit dan kepemilikan saham oleh pemerintah (government
shareholding).
Waryanto (2010) melakukan penelitian yang mengacu pada penelitian yang
dilakukan oleh Said et.al. (2009). Namun, penelitian ini menggunakan sampel yang
berbeda yaitu perusahaan yang terdaftar di BEI pada tahun 2008. Penelitian ini
menggunakan sepuluh varibel independen yaitu ukuran dewan komisaris, jumlah
rapat dewan komisaris, independensi dewan komisaris, ukuran komite audit, jumlah
rapat komite audit, kompetensi komite audit, kepemilikan saham manajerial,
kepemilikan saham institusional, kepemilikan saham asing, kepemilikan saham
terkonsentrasi. Penelitian ini juga menggunakan variabel kontrol, yaitu ukuran
perusahaan dan leverage. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial hanya
faktor kepemilikan saham terkonsentrasi, ukuran perusahaan, dan leverage yang
berpengaruh terhadap pengungkapan CSR.
61
Penelitian serta literatur yang berkaitan dengan fenomena pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan pada stand alone report, seperti misalnya
sustainability report nampaknya masih terpusat pada negara-negara Anglo-Amerika
(US dan UK). Penelitian yang dilakukan oleh Dilling (2009) menguji apakah terdapat
perbedaan antara perusahaan yang menerbitkan dan tidak menerbitkan sustainability
report. Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah sektor industri,
long-term growth, corporate governance, financial performance.
Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Michelon dan
Parbonetti (2010). Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan-perusahaan di
Amerika dan Eropa yang tercatat dalam Dow Jones Sustainability Index (DJSI) dan
Dow Jones Global Index (DJGI). Penelitian ini meneliti beberapa variabel
karakteristik CG antara lain adalah proporsi direktur independen, proporsi anggota
Community Influential, keberadaan CSR Committee, dan Dualitas CEO. Penelitian
tersebut menemukan bahwa hanya ada dua faktor yang berpengaruh terhadap luas
pengungkapan sustainability report, yaitu Community Influential dan Dualitas CEO.
Penelitian mengenai pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dalam
sustainability report di Indonesia masih belum banyak dilakukan dan kebanyakan
bersifat kualitatif. Penelitian yang telah dilakukan antara lain adalah penelitian
Nugroho (2009). Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis retorika yang
digunakan manajemen dalam pelaksanaan sustainability reporting. Penelitian ini
dilakukan dalam paradigma interpretive dan menggunakan pendekatan kualitatif
berupa studi kasus pada perusahaan yang telah melaksanakan sustainability
62
reporting. Penelitian lain adalah penelitian yang dilakukan oleh Anke (2009)
menganalisis pengungkapan sustainability report yang dilakukan oleh PT Semen
Gresik, Tbk.
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No.
1.
Peneliti
Variabel
(Tahun)
Sembiring  Independen:
(2005)
Size,
profitabilitas,
profil
perusahaan,
ukuran dewan
komisaris, dan
leverage
Objek
Penelitian
Laporan
keuangan
tahunan oleh
perusahaan
yang terdaftar
di BEJ
Alat
Analisis
Regresi
Berganda
Laporan
keuangan
tahunan oleh
perusahaan
yang terdaftar
di BEJ
Regresi
Berganda
 Dependen:
Pengungkapan
CSR
2.
Anggraini
(2006)
 Independen:
Kepemilikan
manajemen,
leverage,
ukuran
perusahaan,
tipe industri,
profitabilitas
 Dependen:
Pengungkapan
CSR
63
Hasil Penelitian
Ukuran
perusahaan,
profil perusahaan
dan ukuran
dewan komisaris
berpengaruh
secara positif
terhadap
pengungkapan
CSR, sedangkan
variabel
profitabilitas dan
leverage tidak
menunjukkan
adanya hubungan
dengan
pengungkapan
CSR.
Hasil penelitian
memperlihatkan
bahwa hampir
semua
perusahaan
sampel
mengungkapkan
kinerja
ekonominya,
kepemilikan
manajemen dan
3.
Said et.al.
(2009)
4.
Dilling
(2009)
5.
Nugroho
(2009)
 Independen:
Board size,
independensi
dewan,
dualiatas
CEO, komite
audit,
kepemilikan
manajerial,
foreign
ownership,
government
shareholding
 Dependen:
Pengungkapan
CSR
 Independen:
Sektor
industri, longterm growth,
corporate
governance,
financial
performance
 Dependen:
Pengungkapan
Sustainability
Report (SR)
-
Annual
Report
Perusahaan
publik di
Malaysia
Regresi
Berganda
tipe industri
berpengaruh
terhadap
pengungkapan
CSR.
Government
ownership dan
komite audit
berpengaruh
positif terhadap
pengungkapan
CSR.
Annual
Multivariate Sektor industri
report dan
Logistic
berhubungan
Sustainability Regression positif dengan
report
sustainability
perusahaan
disclosure, longdi Eropa
term growth in
revenue
berhubungan
negatif dengan
sustainability
disclosure, tidak
ada hubungan
antara variabel
corporate
governance
dengan variabel
sustainability
disclosure.
Sustainability Metode
 Dalam
report PT.
Kualitatifmengungkapka
Aneka
Analisis
n informasi
Tambang
64
semiotik
naratif
65
pelaksanaan
CSR dan
sustainability
perusahaan,
Antam
menggunakan
format
pelaporan GRI
sebagai
pedoman dalam
melakukan
sustainability
reporting.
 Antam
mengungkapka
n informasi
CSR melalui
laporan
tahunan
perusahaan dan
melaporkan
kinerja
sustainabilitynya secara
lebih
komprehensif
dalam laporan
sustainability
terpisah dari
laporan
tahunan.
Antam telah
melaksanakan
sustainability
reporting sejak
tahun 2006
 Antam telah
memenuhi
standar
pengungkapan
yang
dipersyaratkan
6
Anke
(2009)
-
Sustainability
Report PT
Semen Gresik
66
Metode
Kualitatif
oleh GRI.
Namun, ada
beberapa
indikator
pelaksanaan
sustainability
yang belum
dilaporkan oleh
Antam
 Antam telah
melaporkan
sebanyak 56
indikator
pelaksanaan
sustainability
dari 79
indikator yang
dipersyaratkan
oleh GRI
 PT Semen
Gesik telah
memenuhi
standar
pengungkapan
yang
dipersyaratkan
oleh GRI.
Namun, ada
beberapa
indikator
pelaksanaan
sustainability
yang belum
dilaporkan oleh
PT Semen
Gresik
 PT Semen
Gresik telah
melaporkan
sebanyak 42
indikator CSR
dari 79
7.
Waryanto
(2010)
 Independen:
Ukuran dewan
komisaris,
jumlah rapat
dewan
komisaris,
independensi
dewan
komisaris,
ukuran komite
audit, jumlah
rapat komite
audit,
kompetensi
komite audit,
kepemilikan
saham
manajerial,
kepemilikan
saham
institusional,
kepemilikan
saham asing,
kepemilikan
saham
terkonsentrasi
 Kontrol:
Ukuran
perusahaan,
leverage
 Dependen:
Pengungkapan
CSR
Annual
Report
Perusahaan
yang
terdaftar di
BEI
67
Regresi
Berganda
indikator yang
dipersyaratkan
oleh GRI
Hasil penelitian
menunjukkan
bahwa:
 Faktor Ukuran
dewan
komisaris,
jumlah rapat
dewan
komisaris,
independensi
dewan
komisaris,
ukuran komite
audit, jumlah
rapat komite
audit,
kompetensi
komite audit,
kepemilikan
saham
manajerial,
kepemilikan
saham
institusional,
kepemilikan
saham asing,
kepemilikan
saham
terkonsentrasi
secara
bersama-sama
mempengaruhi
pengungkapan
CSR.
 Berdasarkan
pengujian
secara parsial
hanya faktor
kepemilikan
saham
terkonsentrasi,
ukuran
perusahaan,
dan leverage
yang
berpengaruh
terhadap
pengungkapan
CSR.
6.
2.2.
Michelon
dan
Parbonetti
(2010)
 Independen:
Independent
directors,
duality CEO,
community
influential
members, CSR
committee
 Kontrol:
Size,
profitabilitas,
leverage, age,
listing status,
country of
origin, tipe
industri
 Dependen:
Pengungkapan
sustainability
report
Annual
report dan
Sustainability
report
perusahaan
di Amerika
dan U.K
yang
termasuk
dalam Dow
Jones
Sustainability
Index (DJSI)
dan Dow
Jones Global
Index (DJGI)
Multivariate
Regression
(Ordinared
Least
Square)
Hanya Variabel
community
influential
members dan
duality CEO
yang secara
signifikan
berpengaruh
terhadap
pengungkapan
sustainability
report.
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan telaah pustaka dan beberapa penelitian terdahulu yang menguji
bahwa faktor Good Corporate Governance yang dilihat dari ukuran dewan komisaris,
jumlah rapat dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, ukuran komite
audit, dan jumlah rapat komite audit dapat mempengaruhi luas pengungkapan
68
tanggung jawab sosial perusahaan. Oleh karena itu, dibuat model penelitian seperti
gambar berikut ini:
Variabel Independen
Ukuran Dewan
Komisaris
Jumlah Rapat
Dewan Komisaris
(+)
Proporsi Dewan
Komisaris Independen
(+)
(+)
Ukuran
Komite Audit
(+)
(+)
Jumlah Rapat
Komite Audit
(+)
Variabel Kontrol
Size
(-)
(+)
Leverage
Profitabilitas
Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran
69
Luas Pengungkapan
CSR dalam
Sustainability Report
2.3.
Pengembangan Hipotesis
2.3.1. Hubungan Ukuran Dewan Komisaris dengan Luas Pengungkapan CSR
dalam Sustainability Report
Dewan komisaris bertugas dan bertanggungjawab untuk melaksanakan
pengawasan dan memberikan nasihat kepada dewan direksi serta memastikan bahwa
perusahaan telah melaksanakan GCG sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal ini
sesuai dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007 Pasal 97
yang menjelaskan bahwa komisaris bertugas mengawasi kebijakan direksi dalam
menjalankan perusahaan serta memberikan nasihat kepada direksi.
Berdasarkan teori stakeholder, dewan komisaris merupakan sebuah mekanisme
akuntabilitas yang berperan dalam meyakinkan bahwa perusahaan memenuhi
kepentingan para stakeholder, bukan hanya kepentingan pemegang saham
(shareholders) (Hannifa dan Cooke, 2005 dalam Michelon dan Parbonetti, 2010).
Untuk mewujudkan akuntabilitas perusahaan, dewan komisaris dapat memberikan
pengaruh yang cukup kuat untuk menekan manajemen untuk mengungkapkan
informasi sosial yang lebih luas, sehingga perusahaan yang memiliki ukuran dewan
komisaris yang lebih besar akan lebih banyak mengungkapkan informasi sosial.
Dengan pengungkapan informasi sosial dan lingkungan yang lebih luas ini,
diharapkan perusahaan mampu memenuhi kebutuhan informasi yang dibutuhkan oleh
para stakeholder serta dapat mengelola
para stakeholder agar mendapatkan
dukungan oleh para stakeholder yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup
perusahaan.
70
Penelitian yang menunjukkan adanya hubungan yang positif antara ukuran
dewan komisaris dengan tingkat pengungkapan informasi sosial perusahaan antara
lain adalah penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2005). Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara ukuran dewan komisaris dengan
tingkat pengungkapan CSR.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
H1 = Ukuran Dewan Komisaris berpengaruh posistif terhadap luas
pengungkapan CSR dalam Sustainability Report
2.3.2. Hubungan Jumlah Rapat Dewan Komisaris dengan Luas Pengungkapan
CSR dalam Sustainability Report
Dewan
pelaksanaan
komisaris
strategi
bertugas
perusahaan,
dan
bertanggungjawab
mengawasi
manajemen
untuk
menjamin
dalam
mengelola
perusahaan serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas (FCGI, 2002). UndangUndang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007 Pasal 97 juga menjelaskan bahwa
komisaris bertugas mengawasi kebijakan direksi dalam menjalankan perusahaan serta
memberikan nasihat kepada direksi.
Berdasarkan teori agensi, terdapat konflik kepentingan antara manajemen
(agent) dengan para pemegang saham (principal). Manajemen berkewajiban untuk
mengoptimalkan keuntungan para pemegang saham tetapi manajemen juga
menginginkan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya untuk mereka
71
sendiri. Selain itu, teori agensi juga menjelaskan masalah asimetri informasi. Dimana
manajemen sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal
perusahaan dibandingkan para pemegang saham. Hal tersebut memberikan
kesempatan bagi manajemen untuk melakukan tindakan oportunis seperti manajemen
laba untuk memaksimalkan kepentingan pribadinya sehingga dapat merugikan para
pemegang saham.
Oleh karena itu, tindakan manjemen harus diawasi oleh komisaris agar
tindakan manajemen (direksi) selaras dengan kepentingan perusahaan dan para
pemegang saham. Dalam rangka menjalankan tugasnya, dewan komisaris
mengadakan rapat-rapat rutin untuk mengevaluasi kebijakan-kebijakan yang diambil
oleh dewan direksi (FCGI, 2002).
Rapat dewan komisaris merupakan media komunikasi dan koordinasi diantara
anggota-anggota dewan komisaris dalam menjalankan tugasnya sebagai pengawas
manajemen. Dalam rapat tersebut, akan membahas masalah mengenai arah dan
strategi perusahaan, evaluasi kebijakan yang telah diambil atau dilakukan oleh
manajemen, dan mengatasi masalah benturan kepentingan (FCGI, 2002). Oleh karena
itu, semakin sering dewan komisaris mengadakan rapat diharapkan monitoring
(pengawasan) yang dilakukan oleh dewan komisaris akan semakin baik. Dengan
demikian, pengungkapan informasi sosial perusahaan juga akan semakin luas.
Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Xie et al. (2003)
dalam Waryanto (2010) yang menemukan bahwa semakin sering dewan komisaris
mengadakan rapat, maka fungsi pengawasan semakin efektif sehingga pengungkapan
72
yang dilakukan perusahaan akan semakin luas. Berdasarkan uraian di atas, maka
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H2 = Jumlah Rapat Dewan Komisaris berpengaruh posistif terhadap luas
pengungkapan CSR dalam Sustainability Report
2.3.3. Hubungan Proporsi Dewan Komisaris Independen dengan Luas
Pengungkapan CSR dalam Sustainability Report
Komisaris Independen adalah komisaris yang bukan merupakan anggota
manajemen, pemegang saham mayoritas, pejabat atau dengan cara lain berhubungan
langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari suatu
perusahaan yang mengawasi pengelolaan perusahaan (Surya dan Yustivandana,
2006). Komisaris Independen diperlukan untuk meningkatkan independensi Dewan
dari manajemen (Michelon dan Parbonetti, 2010).
Komisaris independen diperlukan untuk meningkatkan independensi dewan
komisaris terhadap kepentingan para pemegang saham dan benar-benar menempatkan
kepentingan perusahaan di atas kepentingan lain (Muntoro, 2006). Dengan demikian,
semakin besar proporsi dewan komisaris independen, maka kemampuan dewan
komisaris untuk mengambil keputusan dalam rangka melindungi seluruh stakeholder
semakin objektif.
Keberadaan Komisaris Independen diharapkan dapat bersikap netral terhadap
segala kebijakan yang dibuat oleh direksi. Karena komisaris independen tidak
terpengaruh oleh manajemen, mereka cenderung mendorong perusahaan untuk
73
mengungkapkan informasi yang lebih luas kepada para stakeholder-nya. Dengan
demikian, semakin besar proporsi dewan komisaris dalam dewan dapat mendorong
pengungkapan informasi sosial dan lingkungan yang lebih luas.
Penelitian yang dilakukan oleh Webb (2004) dalam Said, et.al (2009)
menunjukkan bahwa dewan komisaris independen memainkan peran penting dalam
meningkatkan image perusahaan. Oleh karena itu, dewan komisaris independen dapat
mendorong perusahaan untuk mengungkapakan informasi sosial dan lingkungannya
karena hal tersebut dapat meningkatkan image perusahaan di mata masyarakat.
Tricker (1984) dan Hanifa dan Cooke (2005) dalam Parbonetti (2010) menyatakan
bahwa direktur independen berusaha mempublikasikan aktivitas perusahaan dan
memberikan tekanan pada perusahaan untuk mengungkapkan laporan sustainability
dalam rangka memastikan keselarasan antara keputusan organisasi, tindakan
perusahaan dengan nilai-nilai sosial dan legitimasi perusahaan.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
H3 = Proporsi Dewan Komisaris Independen berpengaruh posistif
terhadap luas pengungkapan CSR dalam Sustainability Report
2.3.4. Hubungan Ukuran Komite Audit dengan Luas Pengungkapan CSR dalam
Sustainability Report
Komite audit merupakan komite yang bertugas membantu dewan komisaris
dalam melakukan pengawasan terhadap manajemen. Berdasarkan keputusan Ketua
74
Bapepam Nomor Kep-29/PM/2004 dalam peraturan Nomor IX.I.5 disebutkan bahwa
komite audit yang dimiliki oleh perusahaan minimal terdiri dari tiga orang di mana
sekurang-kurangnya satu orang berasal dari anggota komisaris independen dan dua
orang lainnya berasal dari luar emiten atau perusahaan publik.
Komite audit merupakan alat yang efektif untuk melakukan mekanisme
pengawasan, sehingga dapat mengurangi biaya agensi dan meningkatkan kualitas
pengungkapan perusahaan (Foker, 1992 dalam Said et.al, 2009). Penelitian yang
dilakukan oleh Ho dan Wong (2001) dalam Said et.al. (2009) menyatakan bahwa
keberadaan komite audit berpengaruh secara signifikan terhadap luas pengungkapan
sukarela (voluntary disclosure) yang dilakukan perusahaan.
Dengan demikian,
dengan ukuran komite audit yang semakin besar diharapkan pengawasan yang
dilakukan akan semakin baik dan dapat meningkatkan pengungkapan informasi sosial
yang dilakukan oleh perusahaan.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
H4 = Ukuran Komite Audit berpengaruh posistif terhadap luas
pengungkapan CSR dalam Sustainability Report
2.3.5. Hubungan Jumlah Rapat Komite Audit dengan Luas Pengungkapan CSR
dalam Sustainability Report
Berdasarkan keputusan ketua Bapepam Nomor Kep-24/PM/2004 dalam
peraturan Nomor IX I.5 disebutkan bahwa komite audit mengadakan rapat sekurang75
kurangnya sama dengan ketentuan minimal rapat dewan komisaris yang ditetapkan
dalam anggaran dasar perusahaan.
Rapat komite audit merupakan koordinasi antara anggota-anggotanya agar
dapat menjalankan tugas secara efektif dalam hal pengawasan laporan keuangan,
pengendalian internal, dan pelaksanaan GCG perusahaan. Dengan semakin sering
mengadakan rapat, maka koordinasi komite audit akan semakin baik sehingga dapat
melaksanakan pengawasan terhadap manajemen dengan lebih efektif dan diharapkan
dapat mendukung peningkatan pengungkapan informasi sosial dan lingkungan yang
dilakukan oleh perusahaan.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
H5 = Jumlah Rapat Komite Audit berpengaruh posistif terhadap luas
pengungkapan CSR dalam Sustainability Report
76
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Definisi
operasional
variabel
adalah
bagaimana
menemukan
dan
mengukur variabel-variabel tersebut di lapangan dengan merumuskan sccara singkat
dan jelas, serta tidak menimbulkan berbagai tafsiran (Sekaran, 2003). Adapun definisi
operasional atas variabel-variabel dalam penelitian akan dijelaskan dalam penjelasan
di bawah ini.
3.1.1. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat pengungkapan CSR
dalam sustainability report yang dinyatakan dalam corporate sustainability
disclosure (CSD). CSD merupakan tingkat pengungkapkan laporan aktivitas
perusahaan dan dampak dari aktivitas tersebut sebagai tanggung jawab kepada
stakeholder mengenai kinerja organisasi dalam mewujudkan tujuan pembangunan
berkelanjutan (Global Reporting Initiative, 2006).
Pengungkapan
CSR
dalam
sustainability
report
ditentukan
dengan
menggunakan analisis isi (content analysis). Analisis isi merupakan sebuah metode
pengkodifikasian sebuah teks (isi) dari sebagian tulisan ke dalam berbagai kelompok
atau kategori berdasarkan pada kriteria tertentu (Webber, Weber, 1988 dalam Said, et
al., 2009). Metode ini telah diadopsi secara luas dalam penelitian-penelitian terdahulu
mengenai pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Abbot dan Monsen,
77
1979; Guthrie dan Parker, 1990; Hackston dan Milne, 1996 dalam Michelon dan
Parbonetti, 2010).
Analisis isi dilakukan terhadap sustainability report. Analisis isi didasarkan
pada pedoman GRI yang berfokus pada triple bottom line (pengungkapan kinerja
ekonomi, sosial, dan lingkungan). Pengungkapan tanggung jawab sosial dan
lingkungan yang dilakukan perusahaan dibandingkan dengan jumlah pengungkapan
yang disyaratkan dalam GRI yang meliputi 79 item pengungkapan. Apabila item
informasi yang ditentukan diungkapkan maka diberi skor 1, dan jika item informasi
tidak diungkapkan maka diberi skor 0. Pengukuran pengungkapan tanggung jawab
sosial dilakukan secara non repeated artinya hanya menghitung satu kali untuk tiap
item tanpa mempertimbangkan item tersebut diungkapkan lagi dalam bagian lain
dengan bahasa yang berbeda.
3.1.2. Variabel Independen
3.1.2.1. Ukuran Dewan Komisaris
Ukuran Dewan Komisaris yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
banyaknya jumlah anggota Dewan Komisaris dalam suatu perusahaan. Ukuran
Dewan komisaris diukur dengan menghitung jumlah anggota Dewan Komisaris
dalam suatu perusahaan yang terdapat dalam laporan tahunan perusahaan.
3.1.2.2. Jumlah Rapat Dewan Komisaris
Jumlah rapat Dewan Komisaris adalah jumlah pertemuan atau rapat yang
dilakukan oleh Dewan Komisaris dalam waktu satu tahun. Jumlah rapat Dewan
78
Komisaris diukur dengan melihat jumlah rapat yang dilakukan oleh Dewan Komisaris
pada laporan tahunan perusahaan.
3.1.2.3. Proporsi Dewan Komisaris Independen
Komisaris Independen adalah komisaris yang bukan merupakan anggota
manajemen, pemegang saham mayoritas, pejabat atau dengan cara lain berhubungan
langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari suatu
perusahaan yang mengawasi pengelolaan perusahaan (Surya dan Yustivandana,
2006). Proporsi Dewan Komisaris Independen diukur dengan rasio antara jumlah
anggota Komisaris Independen dibandingkan dengan total anggota Dewan Komisaris.
3.1.2.4. Ukuran Komite Audit
Ukuran Komite Audit merupakan jumlah seluruh anggota Komite Audit
dalam suatu perusahaan. Ukuran Komite Audit diukur dengan menghitung jumlah
anggota Komite Audit dalam suatu perusahaan yang terdapat dalam laporan tahunan
perusahaan.
3.1.2.5. Jumlah Rapat Komite Audit
Jumlah rapat Komite Audit adalah jumlah pertemuan atau rapat yang
dilakukan oleh Komite Audit dalam waktu satu tahun. Jumlah rapat Komite Audit
diukur dengan melihat jumlah rapat yang dilakukan oleh Komite Audit pada laporan
tahunan atau sustainability report perusahaan.
79
3.1.3. Variabel Kontrol
Penelitian ini menggunakan tiga variabel kontrol, yaitu size (total asset),
leverage (DER), dan profitabilitas (ROE) yang telah digunakan secara luas oleh
peneliti terdahulu. Variabel kontrol adalah variabel yang dikontrol oleh peneliti,
sehingga hubungan antara variabel dependen dan variabel independen tidak
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar yang diteliti. Oleh karena itu, dengan
mengontrol ketiga variabel ini akan meningkatkan hubungan antara karakteristik
Corporate Governance dengan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan
dalam sustainability report.
3.1.3.1. Size
Ukuran perusahaan merupakan ukuran mengenai besar kecilnya suatu
perusahaan. Ukuran perusahaan dapat ditentukan dari jumlah karyawan, total aktiva,
total penjualan, atau peringkat indeks (Hekston dan Milne, 1996). Dalam penelitian
ini, indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat ukuran perusahaan adalah total
aktiva karena ukuran perusahaan merupakan cerminan besar kecilnya perusahaan
yang tampak dalam nilai total asset perusahaan pada neraca akhir tahun.
Ukuran perusahaan dirumuskan sebagai berikut:
SIZE = ln (total asset)
3.1.3.2. Leverage
Leverage menggambarkan tingkat ketergantungan perusahaan terhadap utang
dalam membiayai kegiatan operasinya. Selain itu, leverage juga memberikan
80
gambaran tentang mengenai struktur modal yang dimiliki perusahaan, sehingga dapat
dilihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu utang. Dalam penelitian ini, indikator yang
digunakan untuk mengukur tingkat leverage adalah Debt To Equity Ratio (DER).
Adapun pengukurannya dengan menggunakan rumus :
3.1.3.3. Profitabilitas
Profitabilitas diartikan sebagai kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
laba atau profit dalam upaya meningkatkan nilai pemegang saham. Terdapat beberapa
ukuran untuk menentukan profitabilitas perusahaan, yaitu : return of equity (Heckston
dan Milne, 1996), return on assets (Belkaoui dan Karpik, 1989; Heckston dan Milne,
1996), earning per share (Sembiring, 2005), net profit margin (Anggraeni, 2006).
Dalam penelitian ini, indikator yang digunakan untuk mengukur profitabilitas adalah
Return on Equity (ROE) karena Return on Equity (ROE) merupakan ukuran
efektifitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan
ekuitas yang dimilikinya.
Adapun pengukurannya dengan menggunakan rumus :
81
3.2.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang menerbitkan
sustainability report. Periode pengamatan dalam penelitian ini adalah tahun 20062009. Pemilihan tahun ini didasarkan pada fakta bahwa salah satu perusahaan di
Indonesia mulai menerbitkan sustainability report pada tahun 2006, yaitu PT. Aneka
Tambang, Tbk. (ANTAM). Lama periode pengamatan dalam penelitian ini adalah 3
tahun, hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan jumlah data yang cukup, karena
perusahaan yang menerbitkan sustainability report masih sedikit.
Perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan yang
dipilih berdasarkan metode purposive sampling, yaitu pemilihan sampel sesuai
dengan kriteria tertentu. Adapun kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1.
Mempublikasikan annual report lengkap selama tahun 2006-2009.
2.
Mempublikasikan sustainability report atau mengungkapkan informasi
tanggung jawab sosial lainnya selama tahun 2006-2009.
3.
Memiliki data yang lengkap terkait dengan variabel-variabel yang digunakan
dalam penelitian.
3.3.
Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
berupa sustainability report untuk data yang berkaitan dengan variabel dependen dan
laporan tahunan (annual report) untuk data yang berkaitan dengan variabel
82
independen yang diperoleh dari situs resmi Bursa Efek Indonesia (BEI) dan situs web
resmi masing-masing perusahaan.
3.4.
Metode Pengumpulan Data
Teknik atau metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode
dokumentasi. Metode dokumentasi adalah penggunaan data atau informasi subjek,
objek, atau dokumen yang sudah ada (Arikunto, 2002). Pengumpulan data dilakukan
dengan melakukan penelusuran dan pencatatan informasi yang diperlukan dari data
sekunder yaitu sustainability report dan annual report perusahaan. Data dari
perusahaan-perusahaan yang memenuhi kriteria selama periode pengamatan akan
digabungkan dan dijadikan sebagai sampel penelitian (metode pooling data atau
penggabungan data). Keunggulan pengumpulan data secara pooling data adalah
kemungkinan diperolehnya jumlah sampel yang lebih besar yang diharapkan dapat
meningkatkan power of test dari penelitian ini (Kuncoro, 2004).
3.5.
Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengujian regresi
berganda. Pengujian regresi berganda dapat dilakukan setelah model dari penelitian
ini memenuhi syarat–syarat lolos dari asumsi klasik. Syarat-syarat tersebut harus
terdistribusi secara normal, tidak mengandung multikolinearitas, dan heterokedasitas.
Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian asumsi klasik yang terdiri dari uji
multikolearitas, uji normalitas, uji autokorelasi, dan uji heteroskedisitas sebelum
83
melakukan pengujian hipotesis. Selain itu, perlu dilakukan analisis statistik deskriptif
untuk memberikan gamabaran yang lebih jelas mengenai suatu data.
3.5.1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data sehingga
menjadikan sebuah informasi yang lebih jelas dan mudah untuk dipahami, yang
dilihat dari nilai rata-rata (mean), median, modus, standar deviasi, nilai maksimum,
dan nilai minimum (Ghozali, 2007). Statistik deskriptif menyajikan ukuran-ukuran
numerik yang sangat penting bagi data sampel. Uji Statistik deskriptif tersebut
dilakukan dengan program SPSS 17.
3.5.2. Uji Asumsi Klasik
3.5.2.1. Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan uji model. Uji normalitas dilakukan untuk
mengetahui apakah dalam model regresi, variabel-variabelnya memiliki distribusi
normal atau tidak. Data yang terdistribusi normal akan memperkecil kemungkinan
terjadinya bias. Model Regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau
mendekati normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai
residual mengikuti distribusi normal. Jika asumsi ini dilanggar maka uji statistik
menjadi tidak valid untuk jumlah sampel yang kecil (Ghozali, 2006).
Cara untuk mendeteksi apakah residual memiliki distribusi normal atau tidak,
yaitu dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi
dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Metode lain yaitu dengan
84
melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dengan
distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk suatu garis lurus diagonal. Jika
distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarakan data sesungguhnya
akan mengikuti garis diagonalnya (Ghozali, 2006).
3.5.2.2. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Uji ini merupakan uji model.
Model Regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antara variabel independen
(Ghozali, 2006). Multikolinearitas dapat dilihat dengan cara menganalisis nilai VIF
(Varinace
Inflation
Factor).
Suatu
model
regresi
menunjukkan
adanya
Multikolinearitas jika: (1) Tingkat korelasi > 95%, (2) Nilai Tolerance < 0,10, atau
(3) Nilai VIF > 10. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antara
variabel independen (Ghozali, 2006).
3.5.2.3. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang
lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka
disebut homoskedastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas. Model regresi yang
baik adalah yang tidak terjadi Heteroskedastisitas (Ghozali, 2006).
Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dengan melihat grafik scatterplot.
Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk pola tertentu, maka
mengidentifikasi telah terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, serta
85
titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi
heteroskedastisitas.
3.5.2.4. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear
ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
penganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika ada korelasi maka terjadi
autokorelasi.
Ada beberapa cara yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya
autokolerasi,
diantaranya
melalui
uji
Durbin-Watson
(DW-Test).
Dengan
menggunakan uji Durbin Watson ini, akan didapatkan nilai DW. Nilai ini akan
dibandingkan dengan nilai tabel dengan menggunakan nilai signifikansi 5%, jumlah
sampel (n) dan jumlah variabel. Suatu model dapat dikatakan bebas dari autokolerasi
positif ataupun autokolerasi negatif apabila nilai DW tersebut lebih besar dari batas
atas (du) dan kurang dari 4-du. Selain itu, uji autokorelasi dapat juga dilakukan
dengan menggunakan statistik non-parametrik, yaitu dengan Run Test.
3.5.3. Analisis Regresi Berganda
Analisis regresi berganda digunakan untuk menguji pengaruh dua atau lebih
variabel independen terhadap variabel dependen. Dalam penelitian ini, analisis regresi
berganda digunakan untuk memprediksi hubungan antara karakteristik GCG dengan
pengungkapan sustainability perusahaan. Adapun persamaan untuk untuk menguji
hipotesis secara keseluruhan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
86
Keterangan:
CSD
: Indeks Pengungkapan CSR dalam Sustainability Report
DEKOM
: Ukuran Dewan Komisaris
RAKOM
: Jumlah Rapat Dewan Komisaris
KOMIND
: Proporsi Dewan Komisris Independen
KOMDIT
: Ukuran Komite Audit
RADIT
: Jumlah Rapat Komite Audit
SIZE
: Ukuran Perusahaan dihitung dengan Ln Total Aset
LEV
: Rasio Leverage (Debt to Equity Ratio)
PROF
: Profitabilitas Perusahaan dilihat dari ROE (Return on Equity)
: Error
3.5.4. Pengujian Hipotesis
Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari
goodness of fitnya. Secara statistik, setidaknya goodness of fit dapat diukur dari nilai
determinasi (R2), nilai statistik F dan nilai uji statistik t.
Pengujian terhadap hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
87
Uji Koefisien Determinasi (R2)
a)
Uji koefisien determinasi merupakan uji model. Koefisien determinasi (R2)
mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel
dependen. Dari sini akan diketahui seberapa besar variabel dependen. Dari sini akan
diketahui seberpa besar variabel dependen mampu dijelaskan oleh variabel
independen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh sebab-sebab lain di luar model. Nilai
yang mendekati 1 berarti variabel-variabel independen hampir memberikan semua
informasi yang dibutuhan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali,
2007).
b)
Uji F (Uji Simultan)
Uji statistik F merupakan uji model yang menunjukkan apakah model regresi fit
untuk diolah lebih lanjut. Pengujian dilakukan dengan menggunakan significance
level 0,05 (α=5%). Ketentuan peneriman atau penolakan hipotesis adalah sebagai
berikut :
1.
Jika nilai signifikansi f > 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien regresi
tidak signifikan). Ini berarti bahwa secara simultan keempat variabel
independen tersebut tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
variabel dependen.
2.
Jika nilai signifikansi f ≤ 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien regresi
signifikan). Ini berarti secara simultan keempat variabel independen
tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.
88
c)
Uji t (Uji Parsial)
Pengujian ini pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
independen secara individual dalam menerangkan variabel dependen (Ghozali, 2006).
Pengujian dilakukan dengan menggunakan significance level 0,05 (α=5%).
Penerimaan atau penolakan hipotesis dilakukan dengan kriteria sebagai berikut :
1.
Jika nilai signifikansi t > 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien regresi
tidak signifikan). Ini berarti bahwa secara parsial variabel independen
tersebut tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel
dependen.
2.
Jika nilai signifikansi t ≤ 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien regresi
signifikan). Ini berarti secara parsial variabel independen tersebut
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.
89
Download