TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Situ Bekas Galian Pasir Situ bekas galian pasir dapat juga disebut sebagai kolong galian pasir. Kolong adalah cekungan di permukaan tanah yang terjadi akibat proses penggalian bahan tambang atau tanah urug. Kolong yang telah habis bahan galiannya dapat berfungsi untuk menampung air sehingga membentuk badan air baru. Badan air tersebut memiliki ciri-ciri morfologi tebing yang curam, daerah litoral sempit, kedalaman air relatif dangkal, fluktuasi air 1-2 meter, wilayah tangkapan sempit, teluk sedikit, garis pantai pendek, badan air berbentuk elips atau persegi panjang dengan luas berkisar antara 0,5 hingga 5 ha, serta berlokasi di pedesaan (Krismono et al. 1998). Lubang bekas penambangan pada awal pembentukannya belum dapat digunakan bagi keperluan manusia sehari-hari karena dikhawatirkan masih mengandung bahan pencemar yang tinggi. Seiring dengan bertambahnya usia kolong atau lubang bekas galian, kondisi biolimnologi kolam bekas galian tambang berubah menjadi hampir menyerupai habitat alami seperti kolam atau danau tua sehingga dapat digunakan untuk kehidupan sehari-hari. Berdasarkan iklim, kondisi hidrologi dan morfologi lubang galian, situ galian pasir memiliki dua tipe dasar yaitu perairan yang mengalir (flow-through) dan tergenang (terminal) (Garnier & Billen 1994). Situ galian pasir tipe mengalir dicirikan dengan memiliki sumber air baik air tanah maupun air permukaan yang memungkinkan pergantian air secara kontinu sedangkan tipe terminal sumber air yang mengisi situ tersebut tidak memungkinkan pergantian atau hanya berganti dengan jangka waktu yang sangat lama. Situ tipe terminal biasanya merupakan situ tadah hujan dimana kondisi perairan tergantung pada curah hujan dan penguapan. 3.2 Unsur hara 3.2.1 Nitrogen Nitrogen anorganik terlarut di perairan dapat berbentuk gas nitrogen (N2), ammonia tidak terionisasi (NH3), ammonium (NH4+), nitrit (NO2-), nitrat (NO3-), dan senyawa bentuk lain yang berasal dari limbah pertanian, pemukiman, dan limbah industri (Goldman & Horne 1983). Nitrogen dalam bentuk senyawa anorganik dimanfaatkan oleh tumbuhan menjadi protein nabati yang selanjutnya dimanfaatkan sebagai pakan. Pada umumnya nitrogen diserap oleh fitoplankton dalam bentuk nitrat dan ammonia. Fitoplankton lebih banyak menyerap ammonia jika dibandingkan dengan nitrat karena lebih banyak ditemukan di perairan baik dalam kondisi aerobic maupuan anaerobic. Senyawa-senyawa nitrogen sangat dipengaruhi oleh kandungan oksigen terlarut dalam air, pada saat kandungan oksigen rendah nitrogen berubah menjadi ammonia dan saat kandungan oksigen tinggi berubah menjadi nitrat. 3.2.2 Fosfor Fosfor adalah unsur hara yang diperlukan oleh tumbuhan untuk berfotosintesis selain nitrogen. Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan (Barbieri & Simona 2001). Fitoplankton hanya dapat menggunakan fosfor dalam bentuk fosfat untuk pertumbuhannya. Wetzel (2001) menjelaskan bahwa kisaran fosfat yang optimum bagi pertumbuhan fitoplankton adalah 0,09 – 1,80 mg/liter. Di perairan bentuk umum fosfor berubah secara terus menerus akibat proses dekomposisi dan sintesis antara bentuk organik dengan bentuk anorganik yang dilakukan oleh mikroba. Keberadaan fosfor diperairan alami biasanya relatif kecil, dengan kadar yang lebih sedikit daripada kadar nitrogen karena sumber fosfor lebih sedikit dibandingkan dengan sumber nitrogen di perairan. Sumber alami fosfor di perairan adalah pelapukan batuan mineral dan bahan organik (Setacharnwit et al. 2003). 3.3 Struktur Komunitas Fitoplankton Fitoplankton merupakan kelompok plankton nabati atau plankton tumbuhan yang tersebar di perairan tawar maupun perairan laut dan payau. Odum (1993) mendefinisikan fitoplankton sebagai tumbuhan terapung kecil yang tersebar di seluruh kolom dimana cahaya matahari masih menembus kolom perairan tersebut. Dalam jumlah yang banyak fitoplankton dapat menyebabkan warna air terlihat seperti warna pigmen utama dari fitoplankton yang sedang blooming. Dalam ekosistem perairan, fitoplankton berperan sebagai produsen yaitu organisme yang mampu menghasilan makanan dari senyawa anorganik sederhana yang terdapat dalam perairan menjadi zat organik kompleks melalui proses fotosintesis. Dengan pigmen klorofil fitoplankton melaksanakan proses fotosintesis dengan memanfaatkan air, karbondioksida, cahaya matahari dan garam-garam hara untuk menghasilkan senyawa organik seperti karbohidrat. Fitoplankton umumnya merupakan kelompok alga yang berukuran mikroskopis. Dalam perairan fitoplankton dapat berbentuk filament, sel tunggal atau hidup berkoloni. Odum (1993) menyatakan bahwa komunitas adalah kumpulan populasi yang hidup pada lingkungan tertentu atau habitat fisik tertentu yang saling berinteraksi. Sedangkan stuktur komunitas adalah susunan individu dari berbagai jenis atau spesies yang terorganisir membentuk komunitas. Stuktur komunitas dapat dipelajari melalui satu atau dua aspek khusus seperti keragaman, zonasi, dan kelimpahan. Dalam suatu komunitas setiap organisme mempunyai satu dari tiga fungsi dasar yaitu sebagai produsen, konsumen dan pengurai. Stuktur komunitas secara alami tergantung pada pola penyebaran organisme dalam ekosistem tersebut. Organisme di perairan dapat menyebar di perairan dengan cara hanyut atau mengikuti pergerakan air, bergerak aktif dengan cara berenang dan menempel pada benda-benda yang bergerak. Struktur komunitas plankton difokuskan pada penyelidikan distribusi, komposisi, kelimpahan biomassa plankton keanekaragaman, keseragaman dan dominansi. Indeks keanekaragaman fitoplankton dikatakan sebagai keheterogenan spesies dan merupakan ciri khas dari struktur komunitas, sedangkan indeks keseragaman dikatakan sebagai keseimbangan komposisi setiap spesies dalam suatu komunitas dan hal tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi perairan. Morfologi perairan (kedalaman dan luas), perubahan suhu, kecerahan, dan kandungan nutrien pada setiap perairan berbeda sehingga menimbulkan variasi kondisi bagi pertumbuhan biomasa dan komposisi spesies plankton (Wasielewska & Goldyn 2005). Status trofik perairan galian pasir pada saat terbentuk biasanya masih oligorofik kemudian akan berubah menjadi eutrofik, perubahan ini jelas sangat mempengaruhi biomassa dan komposisi spesies plankton. Suatu jenis plankton tertentu akan bertahan terhadap perubahan lingkungan dan dapat dijadikan indikator perairan misalnya cyanobakteria. Wetzel (2001) menyatakan bahwa pada danau oligitrofik memiliki keanekaragaman yang tinggi dan struktur komunitas fitooplankton didominasi oleh kelas Chrysophyceae, Cryptophyceae, Dinophyceae dan Bacillariophyceae. Selanjutnya dikatakan bahwa pada danau eutrofik struktur komunitas memiliki keanekaragaman yang menurun dan struktur komunitas fitoplankton didominasi oleh kelas Chlorophyceae, Cyanophyceae, Euglenophyceae dan Bacillariophyceae. Kuantitas dan kualitas fitoplankton dalam kolom air selalu berubah-ubah sesuai dengan kondisi lingkungan hidupnya. Disetiap perairan terdapat perkembangan komunitas yang dinamin sehingga suatu spesies dapat lebih dominan dari pada spesies lainnya pada interval waktu yang relatif pendek sepanjang tahun. Spesies yang dominan pada satu bulan tertentu bisa menjadi spesies yang langka pada bulan berikutnya dan digantikan dengan spesies lain yang lebih dominan. 3.4 Khlorofil-a Khlorofil adalah katalisator fotosintesa yang penting dan terdapat sebagai pigmen hijau dalam jaringan tumbuhan fotosintesis. Khlorofil terdapat pada khloroplast dalam jumlah yang banyak dan terikat dengan protein namun mudah diekstrasi dalam pelarut lipid seperti aseton (Hatta 2007). Ekstrak khlorofil dari algae yang berbeda menunjukan sifat spektrumnya, khlorofil-a menyerap cahaya dengan panjang gelombang 430-670 nm sedangkan khlorofil-b menyerap cahaya dengan panjang gelombang 455-640 nm. Khlorofil sering digunakan untuk mengukur biomassa fitoplankton yang kemudian akan digunakan untuk mengevaluasi tahapan trofik suatu danau (Kasprzak et al. 2008). 3.5 Produktivitas primer Produktivitas primer merupakan laju pembentukan senyawa-senyawa organik yang kaya akan energi dan berasal dari senyawa anorganik. Produktivitas primer disuatu sistem ekologi merupakan laju penyimpanan energi radiasi melalui aktivitas fotosisntesis dan kemosintesis dari produser atau organisme (terutama tumbuhan hijau) dalam bentuk bahan organik yang dapat digunakan sebagai bahan pakan (Odum 1993). Sedangkan Wetzel (2001) menyatakan di dalam ekosistem akuatik sebagian besar produktivitas primer dilakukan oleh fitoplankton. Produktivitas primer pada dasarnya tergantung pada aktivitas fotosintesis dari produsen primer oleh karena itu pendugaan produktivitas primer alami didasarkan pada pengukuran aktivitas fotosintesis yang terutama dilakukan alga. Fotosintesis sangat dipengaruhi oleh cahaya matahari, konsentrasi karbondioksida terlarut dan suhu perairan. Laju fotosintesis bertambah 2-3 kali lipat untuk kenaikan suhu sekitar 10oC (Barus 2002), meskipun demikian intensitas cahaya dan temperatur yang ekstrim cenderung memiliki pengaruh yang menghambat laju fotosintesis. Secara sederhana fotosintesis adalah proses penyerapan energi cahaya dan karbondioksida serta pelepasan oksigen yang merupakan salah satu produk dari fotosintesis. Sebagai proses kebalikan dari fotosintesis adalah proses respirasi yaitu pengambilan oksigen dan pelepasan karbondioksida beserta energi. Kedua proses inilah yang digunakan alam pengukuran produktivitas primer. Cara-cara yang umum digunakan dalam mengukur suatu produktivitas perairan adalah dngan menggunakan botol gelap dan botol terang. Botol terang digunakan untuk mengukur laju fotosisntesis sementara botol gelap digunakan untuk mengukur laju respirasi. Produktivitas primer dapat diukur sebagai produktivitas primer kotor dan produktivitas primer bersih. Studi tentang produktivitas primer sangat penting dalam memahami aliran energi dan materi pada ekosistem pelagis. Fitoplankton merupakan dasar dari jaring makanan sehingga perubahan dalam biomassa, komposisi spesies dan pola produktivitas primer memiliki pengaruh pada seluruh komunitas termasuk ikan. Produktivitas primer merupakan cara yang cepat dan mudah untuk dapat menduga potensi ikan pada suatu perairan dan pengukuran produktivitas primer secara musiman akan memberikan hasil yang lebih baik dalam pendugaan potensi ikan ( Hooker et al. 2001 dalam Tilahun & Ahlgren 2009). 3.6 Eutrofikasi Eutrofkasi merupakan proses peningkatan produksi biomassa produsen primer sehubungan dengan beban masukan unsur hara allochtonous. Peningkatan unsur hara di perairan akan meningkatkan produksi fitoplankton dan makrofita air dan memperburuk kualitas air sehingga mengurangi umur guna suatu perairan (Chrisman et al. 2001) Proses eutrofikasi akan berlangsung secara bertahap dari oligotrofik, mesotrofik, eutrofik, hypertrofik, distrofik dan terakhir safrobik. Proses eutrofikasi suatu danau sangat ditentukan oleh proses fotosintesis, produksi biomassa fitoplankon dan mineralisasi bahan organik menjadi unsur hara (Sager 2009). Proses penentu eutrofikasi berlangsung secara dinamik dan berhubungan dengan tingkat beban masukan, eutrofikasi pembentukan biomassa fitoplankton dari unsur hara yang tersedia, trofodinamik sebagai penentu struktur komunitas ekosistem perairan dan cadangan oksigen terlarut. Akibat dari eutrofikasi yang tidak terkendali adalah deplesi oksigen, peningkatan produksi biologis, perubahan diversivikasi fitoplankton dan perubahan jejaring makanan. 3.7 Status Trofik Status trofik suatu perairan mengacu kepada kandungan zat hara yang terdapat dalam suatu ekosistem danau. Status trofik juga mengacu pada biomassa tumbuhan yang berada di perairan (Carson & Simpson 1996 dalam Walter et al. 2007) sehingga berhubungan dengan nilai produktivitas. Perairan dengan biomassa tumbuhan (produktivitas primer) rendah disebut sebagai perairan oligotrofik, dengan biomassa tumbuhan yang sedang disebut mesotrofik dan dengan biomassa tumbuhan yang tinggi disebut eutrofik (Walter et al. 2007). Berdasarkan status nutrien suatu perairan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelas yaitu oligotrofik, mesotrofik dan eutrofik. Kesuburan perairan tergenang umumnya disebabkan oleh pengkayaan unsur hara. Status trofik atau status nutrient dapat dijadikan indikasi kesuburan suatu badan air. Kondisi status trofik suatu perairan tergantung pada ketersediaan nitrogen dan fosfat sebab kedua unsur tersebut akan mempengaruhi biomassa fitoplankton dan saturasi oksigen. Konsentrasi oksigen terlarut rendah dan peningkatan biomassa fitoplankton merupakan ciri kualitas air memburuk pada danu eutrofik (Carpenter et al. 2001). Status trofik atau tingkat kesuburan dapat dinyatakan berdasarkan kandungan nitrogen total, fosfat total , khlorofil-a dan biomassa fitoplankton (Tabel 1). Tabel 1 Tingkat kesuburan danau dan waduk berdasarkan kadar beberapa parameter kualitas air Klasifikasi Kesuburan Parameter Oligotrof Mesotrof Eutrof 1. Fosfor total (µg /liter) < 10 10 – 20 > 20 2. Nitrogen total (µg /liter) < 200 200 – 500 > 500 3. Klorofil (µg/liter) <4 4 – 10 > 10 4. Kecerahan secchi disk (m) >4 2–4 <2 5. Persentase kadar oksigen saturasi pada lapisan hipplimnion > 80 10 – 80 < 10 6. Produksi fitoplankton (g C/m²/hari) 7 - 25 75 – 250 350 - 700 Sumber : Wetzel (2001)