tinjauan pustaka

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Daerah Asal dan Penyebaran Pepaya
Genus Carica merupakan tanaman asli Amerika tropika yang berasal dari
persilangan alami Carica peltata Hook. & Arn. dari Amerika tropika dibawa ke
Karibia dan Asia Tenggara selama eksplorasi Spanyol di abad ke-16. Penyebaran
pepaya berlangsung dengan cepat ke India, Oceania, Afrika dan sekarang tersebar
luas di seluruh area tropis dan subtropis di dunia (Villegas, 1991). Genus Carica
merupakan salah satu dari empat genus yang ada dalam family Caricaceae. Family
Caricaceae merupakan tanaman dikotil yang terdiri dari empat genus: tiga asli dari
Amerika tropika (Carica, Jarilla, Jacaratica) dan satu, Cylicomorpha, dari Afrika
tengah (Nakasone dan Paull, 1998).
Genus Carica memiliki 21 spesies, namun hanya tiga spesies yang
memiliki nilai penting secara hortikultura, yaitu Carica papaya L. (Nakasone dan
Paull, 1998), C. candamarcensis Hook dan C. monoica (Morton, 1987). Spesies
yang diketahui telah dibudidayakan di Indonesia diantara ketiga spesies tersebut
hanya dua spesies, yaitu C. papaya L. dan C. candamarcensis Hook (yang disebut
juga pepaya gunung (mountain papaya)) (Syukur et al., 2012).
Taksonomi dan Botani Pepaya
Pepaya merupakan tanaman berbentuk pohon, memiliki tinggi 2-10 m dan
biasanya tidak bercabang. Jika terjadi pelukaan terkadang dapat memiliki cabang.
Seluruh bagian tubuh mengandung getah putih. Batangnya berbentuk tabung,
dengan diameter 10-30 cm, berongga, dengan parutan daun yang menonjol ke
dalam batang dan jaringannya kenyal berserat. Daun tersusun melingkar,
terkumpul di dekat pucuk. Panjang petiol mencapai 1 m, berongga, berwarna
kehijauan atau hijau keunguan (Villegas, 1991).
Bunga pepaya muncul pada bagian pangkal daun dan tipe pembungaan
tergantung pada jenis kelamin pohon (Nakasone dan Paull, 1998). Pepaya
memiliki tiga tipe bunga, yaitu bunga jantan (staminate), bunga betina (pistillate),
bunga lengkap atau hermaprodit (bisexual) (Rukmana, 1994). Bunga jantan hanya
mempunyai benang sari. Bunga-bunga jantan membentuk rangkaian berupa malai
5
dengan panjang 25-100 cm, tergantung dan tidak bertangkai. Kelopaknya seperti
cawan, berukuran kecil dan bergerigi lima. Mahkota berbentuk seperti terompet,
panjangnya 2.5 cm dengan lima cuping yang melebar dan berwarna kuning muda.
Bunga memiliki 10 benang sari yang terdapat pada dua seri atau lingkaran yang
terhubung dengan cuping mahkota (Villegas, 1991). Bunga jantan biasanya tidak
menghasilkan buah, kalaupun ada kecil menggantung, sehingga sering disebut
buah gandul atau pepaya gantung (Kalie, 2008).
Bunga betina hanya diproduksi oleh pohon betina, pada tangkai bunga
pendek sepanjang 4-6 cm (Nakasone dan Paull, 1998). Bunga betina hanya
mempunyai putik. Ketika kuncup memiliki ciri khas berupa bentuk yang
menggelembung di pangkalnya. Bunga betina umumnya muncul sendiri (soliter)
atau beberapa kuntum (majemuk) berada pada satu payung menggarpu. Panjang
bunga betina sekitar 3.5-5 cm. Kelopaknya berbentuk seperti cawan, berwarna
hijau muda dengan panjang 3-4 mm dan memiliki lima gigi yang sempit.
Bunganya tersusun dari lima daun mahkota yang hampir lepas. Daun mahkota
berbentuk lanset, melilit, berdaging dan berwarna kuning. Bakal buah berbentuk
lonjong (oblong), panjangnya 2-3 cm memiliki rongga pusat dan bakal biji yang
banyak. Kepala putik berjumlah lima buah dan berbentuk kipas. Buah yang
terbentuk dari bunga betina biasanya membulat dan daging buahnya tipis sehingga
kurang bernilai ekonomi (Samson, 1980; Villegas, 1991).
Bunga hermaprodit memiliki putik dan benang sari. Bunga hermaprodit
memiliki dua tipe yaitu tipe elongata dan tipe pentandria. Tipe elongata, memiliki
bunga-bunga yang berkelompok, bertangkai pendek dan sebagian daun mahkota
yang menyatu. Bunga memiliki 10 benang sari dalam dua seri dan bakal buah
(ovarium) yang memanjang. Buah yang terbentuk biasanya memiliki bentuk
memanjang sesuai ciri varietas, besar dan daging buahnya tebal. Tipe pentandria,
bunganya mirip seperti bunga betina tetapi mempunyai lima benang sari. Mahkota
bunga berjumlah lima helai, terlepas satu sama lain, sedangkan di bagian
bawahnya bersatu dan melekat pada bakal buah. Bakal buah berbentuk bulat
dengan tepi beralur lima. Benang sari bertangkai pendek, terletak di antara
mahkota bunga dan bakal buah, melekat pada bakal buah atau pada tempat
mahkota bunga menjadi satu. Bunga ini diduga muncul pada musim kemarau atau
6
bila ada waktu kering lebih dari 10 hari di musim penghujan. Buah yang
dihasilkan berbentuk bulat atau bulat telur dengan tepi beralur (Kalie, 2008;
Sujiprihati dan Suketi, 2009).
Bunga antara (intermediet) dan bunga rudimenter juga terbentuk. Bunga
antara memiliki lima daun mahkota, ada yang terlepas sampai dasar dan ada pula
yang melekat
3
4
dari bakal buah. Memiliki 2-10 benang sari yang tata letaknya
bermacam-macam. Bunga jenis ini menghasilkan buah dengan bentuk yang tidak
beraturan. Bunga rudimenter memiliki bentuk menyerupai bunga elongata, tetapi
tidak memiliki bakal buah sehingga tidak menghasilkan buah. Bunga ini muncul
di musim kemarau atau saat tanaman mengalami kekeringan (Storey, 1969).
Proporsi dan jenis bunga yang dihasilkan dapat bervariasi pada pohon
yang sama, tergantung pada usia dan kondisi lingkungan (Villegas, 1991). Stamen
karpeloid terekspresi di bawah suhu yang dingin, dengan peningkatan yang parah
pada temperatur rendah saat 40 hari sebelum antesis. Suhu di bawah 170C dapat
menyebabkan bunga karpeloid muncul hingga 100% pada tipe pepaya kecil
(Nakasone dan Paull, 1998).
Buah pepaya berdaging, berbentuk bulat telur (oblong) hingga bulat atau
piriform. Buahnya memiliki panjang 7-30 cm dengan berat bisa mencapai 10 kg.
Kulitnya tipis, halus, berwarna kekuningan atau kuning pada saat matang.
Ketebalan daging buah berkisar 1.5-4 cm, berwarna putih ketika masih muda,
berwarna kekuningan atau jingga saat matang, dengan rasa manis dan rongga
tengah memiliki lima siku. Biji berbentuk bulat, berdiameter 5 mm, hitam atau
kelabu, banyak dan melekat dalam lima baris pada dinding dalam ovarium serta
dilapisi sarkotesta bergelatin (Villegas, 1991; Nakasone dan Paull, 1998).
Syarat Tumbuh Tanaman Pepaya
Tanaman pepaya secara umum dapat tumbuh optimal di ketinggian 200500 m dpl. Pada ketinggian di atas 500 m dpl, pertumbuhan pepaya menjadi
lambat dan rasa buahnya menjadi kurang manis. Selain mempengaruhi rasa,
pepaya yang ditanam di dataran tinggi juga mudah terserang penyakit karena
kondisi kelembapan udara yang relatif tinggi (Sujiprihati dan Suketi, 2009).
Ketinggian tempat mempengaruhi kecepatan berbunga, ukuran dan kualitas buah
7
yang dihasilkan. Semakin rendah ketinggian lokasi lahan, semakin cepat tanaman
pepaya
berbunga.
Sebaliknya
semakin
tinggi ketinggian
lokasi
lahan,
mengakibatkan peningkatan bobot buah pada pepaya tipe kecil. Selain itu juga
menyebabkan warna daging buah menjadi lebih terang (pudar) dan tingkat
kemanisan buah berkurang (Sobir, 2009).
Tanaman pepaya dapat berproduksi secara optimal pada suhu 25-300C
(Sujiprihati dan Suketi, 2009). Tanaman pepaya tergolong sensitif terhadap
perubahan suhu. Temperatur lingkungan dibawah 120C selama beberapa jam pada
malam hari berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman.
Jika suhu lingkungan di atas 350C terdapat kecenderungan perubahan ekspresi
seks dari bunga hermaprodit menjadi bunga jantan atau betina. Selain itu juga bisa
menurunkan hasil fotosintesis sehingga ukuran buah yang dihasilkan akan lebih
kecil dari ukuran buah normal sesuai dengan potensi varietasnya (Sobir, 2009).
Tanaman pepaya cocok ditanam pada daerah dengan curah hujan
1.000-2.000 mm/tahun dengan bulan kering (CH<60 mm) 3-4 bulan (Sujiprihati
dan Suketi, 2009). Jika terdapat 6 bulan dengan curah hujan rata-rata 100 mm
tanpa tambahan irigasi juga sudah menjadikan lingkungan tumbuh yang optimal.
Kelembaban udara yang dibutuhkan relatif minim, yaitu sekitar 66%. Pepaya
tumbuh dengan baik pada tanah yang gembur, berdrainase baik dan kaya bahan
organik dengan pH terbaik berkisar antara 5.5-6.5. Tanah lumpur berporous atau
lumpur berpasir sangat dianjurkan untuk pepaya (Nakasone dan Paull, 1998).
Tanaman pepaya termasuk tanaman yang sensitif terhadap kekurangan
dan kelebihan air. Kelebihan air akibat genangan dapat menyebabkan akar
menjadi busuk dan mudah terserang penyakit akar sehingga tanaman menjadi layu
dan mati. Kekurangan air pada masa vegetatif bisa menyebabkan pertumbuhan
tanaman tidak normal. Bila tanaman kekurangan air pada masa generatif dapat
menyebabkan tanaman hermaprodit menghasilkan bunga pentandria (bunga
dengan 5 benang sari pada dasar pangkal buah) yang juga akan menghasilkan
buah pentandria. Kekurangan air pada masa generatif juga dapat menimbulkan
kerontokan bunga dan buah sehingga menyebabkan skip pada buah atau ketiadaan
buah pada batang. Hal ini menyebabkan produksi dan mutu buah menurun
(Sujiprihati dan Suketi, 2009).
8
Perkebunan pepaya harus di lokasi terlindung dan dikelilingi oleh penahan
angin. Angin kencang sangat merugikan, terutama pada tanah yang tidak dapat
menopang kehilangan transpirasi yang besar (Villegas, 1991). Tanaman pepaya
harus terhindar dari terpaan angin dengan kecepatan 64 km/jam, terutama jika
tanah terguyur hujan. Kemungkinan besar terjadi kerusakan yang parah pada
daun, walaupun tanaman memiliki perakaran yang baik. Tiupan angin yang
kencang dapat menyebabkan keguguran bunga dan buah muda serta rendahnya
kandungan bahan padat terlarut total dalam buah yang matang (Nakasone dan
Paull, 1998).
Pemuliaan Tanaman Pepaya
Pemuliaan tanaman (plant breeding) adalah perpaduan antara seni (art)
dan ilmu (science) dalam merakit keragaman genetik suatu populasi tanaman
tertentu menjadi lebih baik atau unggul dari sebelumnya. Tujuan pemuliaan
tanaman adalah memperoleh atau mengembangkan varietas agar berdaya hasil
tinggi, tahan terhadap cekaman biotik dan abiotik, berkualitas baik dan
mempunyai nilai estetik. Pemulia tanaman harus menyusun ideotipe varietas yang
akan dikembangkan, dalam rangka mencapai tujuan program pemuliaan tersebut,.
Ideotipe merupakan karakter-karakter ideal yang menunjang produktivitas tinggi
(Syukur et al., 2012).
Kegiatan pemuliaan diawali dengan eksplorasi, introduksi dan koleksi
plasma nutfah. Koleksi plasma nutfah yang telah ditanam dikarakterisasi
berdasarkan sifat morfologinya. Koleksi tersebut kemudian diseleksi untuk
membentuk populasi dasar yang akan digunakan untuk program pemuliaan
(PKBT, 2002). Hasil seleksi diharapkan dapat memperbaiki satu atau beberapa
karakter yang diinginkan. Karakter tersebut biasanya tersebar di beberapa
genotipe, sehingga perlu diperluas keragaman genetiknya agar seleksi berikutnya
lebih efektif. Perluasan keragaman genetik dapat dilakukan melalui persilangan
(hibridisasi), mutasi, fusi protoplas dan rekayasa genetik. Seleksi kembali
dilakukan berdasarkan tipe penyerbukan tanaman setelah perluasan keragaman
genetik. Tanaman menyerbuk sendiri akan menghasilkan varietas berupa galur
murni, sedangkan tanaman menyerbuk silang akan menghasilkan varietas hibrida
9
dan bersari bebas (open pollinated/OP). Hasil seleksi yang tidak melewati proses
perluasan keragaman genetik, bisa dilepas menjadi varietas baru. Varietas yang
dihasilkan biasanya varietas lokal. Langkah berikutnya setelah seleksi adalah
evaluasi dan pengujian untuk menentukan varietas tersebut layak untuk dilepas
dan diperbanyak (Syukur et al., 2012).
Pepaya termasuk tanaman menyerbuk silang (Samson, 1980) sehingga
varietas yang ingin dihasilkan salah satunya adalah varietas hibrida. Varietas
hibrida diperoleh melalui kegiatan hibridisasi. Menurut Poespodarsono (1988)
hibridisasi bertujuan untuk memperoleh kombinasi genetik yang diinginkan
melalui persilangan dua atau lebih tetua yang berbeda genotipenya. Hibridisasi
pada tanaman menyerbuk silang biasanya digunakan untuk menguji potensi tetua
atau pengujian hibrid vigor dalam rangka pembentukan varietas hibrida.
Varietas Hibrida Pepaya
Varietas hibrida adalah generasi F1 dari suatu persilangan sepasang atau
lebih tetua (galur murni) yang mempunyai karakter unggul. Benih varietas ini
selalu harus disediakan melalui persilangan tetua tersebut. Penanaman benih
varietas hibrida pada generasi berikutnya (generasi F2 dan selanjutnya) akan
menghasilkan tanaman yang rata-ratanya tidak unggul lagi, akibat adanya
segregasi tanaman F2. Varietas hibrida pertama kali secara komersial
dikembangkan untuk tanaman jagung (Poespadarsono, 1988). Tanaman lain yang
dikembangkan sebagai varietas hibrida yaitu mentimun, tomat, bawang, wortel
dan bit (Allard, 1995). Keunggulan hibrida dikaitkan dengan peristiwa heterosis.
Heterosis adalah keunggulan hibrida atau hasil persilangan (F1) yang melebihi
nilai kisaran kedua tetuanya (Poespadarsono, 1988).
Persilangan yang dilakukan pada tanaman pepaya untuk memperoleh
tanaman hirida harus disesuaikan dengan ekspresi seks pepaya. Menurut Samson
(1980) ekspresi seks pepaya dikendalikan oleh tiga alel, yaitu M1, M2 dan m.
Genotipe M1 m akan membentuk tanaman pepaya jantan, M2 m akan membentuk
tanaman pepaya hermaprodit dan genotipe mm akan membentuk tanaman pepaya
betina. Kombinasi gen-gen dominan, seperti M1M1, M2M2 dan M1M2
menyebabkan tanaman letal atau mati. Menurut Sobir (2009) jika ingin
10
mendapatkan tanaman dengan peluang berbunga lengkap (hermaprodit) tinggi,
harus dipastikan diperoleh dari hasil persilangan bunga lengkap dengan bunga
lengkap karena peluangnya mencapai 2 3 dari total biji yang dihasilkan.
Hal yang pertama dilakukan dalam proses persilangan buatan pepaya
adalah mencari pohon pepaya pada populasi galur murni yang berbunga terus
menerus untuk dijadikan sebagai tetua. Bunga yang dipilih sebagai tetua betina
sebaiknya bunga hermaprodit yang bakal buahnya elongata yang sudah hampir
mekar dan terletak pada ujung bunga majemuk. Bunga hermaprodit tersebut
diemaskulasi atau dibuang serbuk sarinya. Bunga lain yang terdapat dibawahnya
juga dibuang. Sumber polen diambil dari bunga jantan yang belum membuka dan
sudah berwarna putih. Polen dikumpulkan dalam wadah. Penyerbukan buatan
dilakukan menggunakan kuas kecil untuk mengoleskan polen ke kepala putik.
Bunga betina yang telah diserbuki diisolasi menggunakan kantong kain atau
kertas. Penanda bunga yang telah disilangkan menggunakan label yang berisi
informasi tetua betina, tetua jantan dan tanggal penyerbukan buatan yang
digantung pada tangkai bunga (Syukur et al., 2012)
Pembentukan populasi pemuliaan pepaya di Indonesia telah dimulai oleh
BPTP Malang pada tahun 1992. Seleksi dan evaluasi hibrid F1 dilaksanakan pada
tahun 1993-1995 di Wajak, Malang. Tahun 1997, seleksi dilanjutkan dan tahun
1999 dilepas varietas Sari Rona yang merupakan inbreed generasi ketiga dari
persilangan varietas Meksiko x Dampit (Syukur et al., 2012). PKBT telah
menghasilkan beberapa genotipe pepaya hibrida dimulai pada tahun 2004.
Beberapa genotipe tersebut diantaranya genotipe IPB1 x IPB5, IPB1 x PB174 dan
IPB10 x Str 6-4. Awal tahun 2005 untuk mengetahui karakter tanaman yang
dihasilkan, benih genotipe tersebut ditanam untuk mengetahui penampilannya
(progeny test). Hasilnya menunjukkan genotipe IPB10 x Str 6-4 dapat menjadi
alternatif persilangan yang memiliki tanaman yang kerdil (dwarf) (PKBT, 2004).
Karakterisasi pepaya hibrida menurut Muliyani (2010) pada pepaya IPB
H39, IPB H19, IPB H14, IPB H35 dan IPB H59 menunjukkan genotipe IPB H59
merupakan genotipe yang memiliki perbedaan karakter paling besar baik secara
kuantitatif maupun kualitatif. Genotipe IPB H14 dan IPB H59 merupakan
pasangan genotipe yang memiliki persentase tingkat kemiripan paling besar.
11
Penelitian yang dilakukan pada pepaya hibrida IPB H91, IPB H93 dan IPB
H39 oleh Chairunnissa (2012) menunjukkan genotipe IPB H91 dapat dijadikan
alternatif dalam memperoleh hibrida karena memiliki lebih banyak karakter
unggul pada fase vegetatif. Kuswahariani (2012) juga menyatakan bahwa
genotipe IPB H91 memiliki karakter unggul yang lebih banyak dan karakter yang
lebih baik dari kedua tetuanya. Deskripsi tetua ketiga hibrida tersebut dapat dilihat
pada Lampiran 1, 2 dan 3.
Kualitas Buah Pepaya
Kualitas pepaya yang diinginkan oleh konsumen menurut laporan Pusat
Kajian Buah-buahan Tropika-Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat (PKBT, 2004) mempunyai sifat pohon dwarf, masa pembungaannya
cepat, produktivitas tinggi, ukuran buah medium (0.5-1.0 kg), warna daging buah
jingga sampai merah, edible portion tinggi (rongga buah kecil), bentuk buah
lonjong, rasa daging buah manis serta tahan terhadap hama dan penyakit tanaman.
Menurut Suketi et al. (2010b) buah pepaya IPB mengandung air 86.28-88.56%,
abu 0.05-0.58%, lemak 0.001-1.480%, protein 3.88-5.60%, fosfor 0.006-0.070%,
kalium 1.35-2.13%, kalsium 22-95 mg dan Fe 114.37-293.00 ppm.
Berdasarkan penelitian Rohmani (2007) untuk mengetahui buah pepaya
yang berkualitas perlu dilakukan uji di laboratorium, seperti melakukan uji
organoleptik, tingkat keasaman (pH), padatan terlarut total dan lain sebagainya.
Menurut Astuti (2008) pada penelitiannya untuk mengetahui karakterisasi sifat
fisiko kimia dan deskripsi flavor buah pepaya dapat dilakukan melalui analisis
fisik, kimia dan sensori. Analisis fisik beberapa diantaranya meliputi analisis
warna, tekstur (kekerasan) dan persentase daging buah yang dapat dimakan
(edible portion). Analisis kimia meliputi total asam tertitrasi, persentase asam
sebagai sitrat, nilai pH dan total padatan terlarut. Analisis sensori yang digunakan
bisa berupa uji hedonik dengan tujuan untuk mengetahui penerimaan konsumen
terhadap buah pepaya. Seluruh analisis dilakukan pada sampel pepaya dengan
kondisi siap konsumsi atau dengan tingkat kematangan optimum.
Download