PENDAHULUAN Aril propionat dan turunannya merupakan bahan obat kiral yang termasuk dalam kelompok obat antiinflamasi non-steroid (AINS). Penggunaan utama AINS adalah sebagai anti peradangan, analgesik dan antipiretik melalui penghambatan kerja enzim siklooksigenase (COX) pada pembentukan prostaglandin. Senyawa AINS secara luas digunakan dalam pengobatan penyakit asam urat, osteoarthritis, nyeri pada otot dan tulang maupun penyembuhan pada pasien pasca operasi (Nogrady 1988). Aktivitas aril propionat sebagai senyawa obat sangat dipengaruhi oleh sifat kekiralannya. Secara umum S-enansiomer lebih efektif sebagai senyawa obat dibandingkan dengan R-enansiomer yang cenderung bersifat toksik (Caldwell et al 1988, diacu dalam Layh et al 1994 ). Oleh karena itu konsumsi AINS umumnya disertai efek samping yang tidak sedikit seperti gangguan pada lambung, ginjal dan proses pembekuan darah (Soelistiono 2004). Sampai saat ini, senyawa AINS kecuali naproksen, masih dipasarkan dalam bentuk rasemat. Sintesis aril propionat secara kimiawi hanya mampu menghasilkan senyawa rasemat dan bukan Senansiomer murni, sehingga proses pemurniannya memerlukan biaya produksi yang tinggi. Senyawa AINS secara prinsip dapat dihasilkan melalui biotransformasi senyawa nitril atau amida secara enansioselektif yang melibatkan enzim nitrilase, nitril hidratase dan amidase. Enzim nitril hidratase dan amidase dari Rhodococcus sp C311 dilaporkan mampu menghasilkan S-enansiomer dari rasemat naproksen amida (Layh et al 1994). Proses ini memiliki kelebihan dibandingkan dengan reaksi kimia biasa, antara lain dapat menghasilkan produk dengan tingkat kemurnian yang lebih tinggi, kondisi reaksi yang lebih terkendali dan lebih ramah lingkungan. Penelitian ini bertujuan menapis beberapa isolat bakteri penghasil amidase, menguji kemampuan isolat bakteri terpilih dalam mensintesis enzim amidase, serta menentukan karakteristik, kinetika dan kondisi optimum enzim amidase untuk proses biotransformasi propionamida. Hipotesis penelitian ini adalah isolat penghasil enzim amidase dapat diperoleh melalui penapisan bakteri berdasarkan kemampuannya untuk mendegradasi propionamida. Enzim amidase dengan karakteristik tertentu dapat dihasilkan dari isolat bakteri terpilih. TINJAUAN PUSTAKA Biotransformasi Biotransformasi merupakan proses modifikasi senyawa organik yang dikatalisis oleh enzim yang dihasilkan mikroorganisme tertentu. Biotransformasi memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan reaksi kimia biasa. Reaksi enzimatik bersifat spesifik terhadap substrat, sehingga produk samping yang dihasilkan relatif kecil. Selain itu, proses biotransformasi bersifat stereospesifik dalam arti jika materi awal yang digunakan berupa campuran rasemat, maka hanya akan ada satu enansiomer spesifik yang akan dikonversi sehingga proses ini akan menghasilkan produk yang bersifat optis aktif (Crueger & Crueger 1984). Keunggulan lain proses biotransformasi adalah kondisi reaksi yang tidak terlalu ekstrim. Pada umumnya reaksi enzimatik berlangsung pada suhu rendah (kurang dari 40 °C) dan cakupan pH mendekati normal (Leunberger & Kieslich 1987). Reaksi biotransformasi terdiri dari beberapa jenis diantaranya reaksi oksidasi reduksi, isomerisasi, hidrolisis dan kondensasi. Dalam skala industri hidrolisis enzimatik banyak digunakan dalam produksi L-asam amino murni. Umumnya L-asam amino ataupun senyawa enansiomer murni yang lain bahan awal industri obat-obatan dan pemanis buatan seperti aspartam (Faber 1999). Untuk mendapatkan hasil maksimal biotransformasi dapat dilakukan dalam sebuah bioreaktor. Bioreaktor berperan dalam pencapaian kondisi optimal untuk pertumbuhan sel yang akan memproduksi berbagai metabolit. Dalam proses pertumbuhannya pada sistem tertutup (batch), bakteri umumnya melalui 4 fase pertumbuhan yaitu fase pertumbuhan lamban (fase lag), fase pertumbuhan cepat (fase log), fase stasioner dan fase kematian. Waktu yang dibutuhkan oleh sel untuk menggandakan dirinya disebut waktu generasi (td). Kebanyakan bakteri memiliki waktu generasi 1-3 jam. Beberapa bakteri bahkan mempunyai waktu regenerasi yang sangat singkat sampai 10 menit. Beberapa protozoa dan alga memiliki waktu generasi 24 jam atau lebih (Brock & Madigan 1988). Konstanta laju pertumbuhan (µ) untuk mengukur banyaknya generasi per unit waktu pada pertumbuhan eksponensial. Nilai td dan 2 µ dapat ditentukan dengan rumus (Pelczar & Chan 1986): td = t → µ = ln2 3.3 log td dengan t: selang waktu pengukuran, B: populasi awal, b: populasi setelah waktu t. Optimasi proses fermentasi perlu dilakukan untuk mendapatkan metabolit yang diinginkan dalam jumlah besar. Optimasi antara lain dilakukan terhadap media fermentasi maupun kondisi bioreaktor. Optimasi media fermentasi dapat dilakukan melalui penentuan komposisi nutrien meliputi sumber karbon, sumber nitrogen, sumber air, mineral dan bahan tambahan lain seperti vitamin maupun keberadaan induktor atau inhibitor. Optimasi terhadap bioreaktor antara lain melalui pengaturan kecepatan agitasi maupun aerasi untuk fermentasi aerobik (Schugerl & Sittig 1987). Terdapat tiga sistem fermentasi yaitu sistem batch, feed batch dan continue. Sistem batch disebut juga sebagai sistem tertutup, karena pada sistem ini tidak ada penambahan medium maupun pemanenan produk selama proses fermentasi. Pada sistem feed batch terjadi penambahan medium segar atau komponen medium selama proses fermentasi dan pemanenan produk dilakukan pada akhir proses fermentasi. Sistem ini banyak digunakan pada produksi ragi roti dan penicillin. Sedangkan pada sistem continue terjadi penambahan media segar dan pemanenan produk secara terus menerus selama proses fermentasi berlangsung. Tujuan utama sistem ini adalah memperpanjang fase eksponensial maupun pembentukan produk (Crueger, Crueger 1984). Karakteristik Enzim Enzim merupakan protein yang memiliki aktivitas katalitik yang sangat tinggi jauh lebih besar dari katalisator sintetik. Spesifitas enzim sangat tinggi terhadap substratnya melalui pengikatan pada sisi aktif sehingga enzim dapat mempercepat suatu reaksi kimia spesifik tanpa menghasilkan produk samping. Aktivitas katalitik suatu enzim bergantung pada integritas strukturnya sebagai protein. Seperti halnya protein, struktur tiga dimensi enzim dapat berubah oleh panas, perlakuan pH yang jauh menyimpang dari keadaan normalnya maupun oleh perlakuan dengan senyawa perusak lainnya. Berdasarkan jenis reaksi yang dikatalisis enzim digolongkan menjadi enam kelas yaitu oksidoreduktase yang berperan dalam pemindahan elektron, transferase terlibat dalam reaksi pemindahan gugus fungsional, hidrolase terlibat dalam reaksi hidrolisis, liase terlibat dalam penambahan gugus, Isomerase yang terlibat dalam pembentukan isomer serta enzim ligase yang berperan dalam pembentukan ikatan karbon (Lehninger 1982) Kofaktor dan koenzim sering kali diperlukan untuk aktivitas enzim secara optimal. Kofaktor biasanya berupa ion logam seperti ion Fe2+, Mn2+ atau Zn2+ sedangkan koenzim biasanya merupakan molekul organik kompleks seperti FAD, NAD atau koenzim A. Baik kofaktor maupun koenzim dapat terikat kuat pada molekul enzim yang dalam hal ini disebut gugus prostetik. Selain itu aktivitas enzim sangat bergantung pada konsentrasi substrat, pH, suhu dan keberadaan inhibitor. Seperti halnya protein, enzim memiliki pH dan suhu optimum untuk aktivitasnya. Energi aktivasi suatu enzim dapat ditentukan melalui turunan persamaan Arrhenius dengan rumus (Sadikin 2002) : Log v = - Ea 1/T + konstanta 2.303R Keterangan v : Kecepatan reaksi enzim (mmol/mL min) Ea : Energi aktivasi (kJ/mol) R : konstanta gas (8.314 J/mol K) T : Suhu (K) Aktivitas enzim pada pH tertentu menggambarkan gugus penerima atau pemberi proton pada sisi aktif enzim berada pada tingkat ionisasi yang diinginkan. Hubungan konsentrasi substrat dengan kecepatan reaksi enzim dapat digambarkan secara matematis melalui persamaan Michaelis-Menten. Seperti terlihat pada Gambar 1 umumnya konsentrasi susbstrat berbanding lurus dengan kecepatan reaksi enzimatik sampai pada titik tertentu saat reaksi tidak akan berlangsung lebih cepat karena sisi aktif enzim sudah jenuh berikatan dengan substrat (Lehninger 1982). Gambar 1 Kurva hubungan konsentrasi substrat dengan kecepatan reaksi enzim. Enzim Pendegradasi Nitril Senyawa nitril banyak disintesis oleh tanaman, bakteri, fungi dan serangga. 3 Hidrolisis secara regioselektif sangat sulit dilakukan dengan menggunakan katalis biasa. Oleh karena itu, penggunaan enzim pendegradsi nitril dari sel mikrob banyak dipilih untuk tujuan tersebut. Seperti terlihat pada Gambar 2, terdapat dua lintasan utama degradasi senyawa nitril secara biokimia. Lintasan pertama adalah degradasi nitril satu tahap dengan menggunakan enzim nitrilase. Pada proses ini nitril didegradasi menjadi asam karboksilat dan amonia. Lintasan kedua adalah degradasi nitril melalui dua tahap dengan menggunakan enzim nitril hidratase dan amidase. Pada tahap pertama nitril didegradasi oleh nitril hidratase melalui reaksi hidrolisis menjadi amida. Pada tahap berikutnya amida yang terbentuk diubah menjadi asam karboksilat dan amonia (Faber 1999). Kedua jalur degradasi ini dapat terjadi secara bersamaan pada mikrob yang memiliki ketiga enzim tersebut. Umumnya, lintasan degradasi satu tahap cenderung terjadi pada senyawa nitril aromatik. Sedangkan senyawa nitril alifatik cenderung mengalami degradasi 2 tahap melalui kerja enzim nitril hidratase dan amidase (Tauber et al 2000). Gambar 2 Lintasan hidrolisis senyawa nitril secara enzimatik. Amidase Amidase (EC 3.5.1.4) merupakan kelompok enzim hidrolase yang mengkatalisis reaksi hidrolisis senyawa amida pada ikatan atom C dan N menjadi asam karboksilat dan amonia. Enzim ini memiliki nama sistematik acylamide amidohydrolase dan banyak berperan dalam beberapa lintasan metabolisme diantaranya siklus urea dan metabolisme beberapa asam amino. Amidase banyak dihasilkan oleh organisme prokariot dan eukariot. Saat ini diketahui bahwa amidase memiliki peran dalam aktivasi molekul pembawa sinyal dalam sel neuron, biosintesis asam indolasetat yang merupakan hormon penting pada tumbuhan. Dalam skala industri enzim ini banyak digunakan untuk menghasilkan berbagai senyawa organik bernilai jual tinggi (Kobayashi et al 1997). Amidase murni yang diisolasi dari mampu Rhodococcus erytrhopolis menghasilkan S-naproksen murni dari rasemat naproksen nitril [2-(6-methoxy-2-naphthyl) propionitrile] atau rasemat naproksen amida [2-(6-methoxy - 2- naphthyl)propionamide] melalui kerja secara berkesinambungan dengan nitril hidratase (Trott et al 2002). Pereaksi Nessler dan INT Pereaksi Nessler merupakan suatu pereaksi yang banyak digunakan untuk menentukan amonia dalam konsentrasi kecil. Komposisi pereaksi Nessler adalah larutan kalium tetraiodomerkurat (K2HgI4) dengan konsentrasi 0.09 mol/L dalam kalium hidroksida 2.5 mol/L. Prinsip penentuan amonia dengan metode Nessler adalah dalam suasana basa amonia akan diubah menjadi suatu senyawa kompleks berwarna merah kecokelatan oksi-dimerkuri(I)-aminoiodida. Jika konsentrasi amonia cukup tinggi, endapan berwarna cokelat mungkin terbentuk pada produk hasil reaksi (Bergmeyer, Beutler 1985). NH4++ 2[HgI4]2− + 4OH− → HgO·Hg(NH2)I + 7I− + 3H2O Garam tetrazolium merupakan senyawa aromatik yang sering digunakan sebagai indikator dalam berbagai pengujian aktivitas sel. Perubahan warna yang terjadi pada garam tetrazolium merupakan indikasi terjadinya reaksi oksidasi reduksi secara enzimatik. INT (iodonitrotetrazoliumchloride) merupakan salah satu contoh senyawa dari golongan garam tetrazolium. Seperti terlihat pada Gambar 3, INT merupakan bentuk teroksidasi dari formazan suatu senyawa kompleks berwarna merah. Secara prinsip reduksi INT menjadi formazan berkaitan dengan terjadinya transfer elektron akibat oksidasi NADH menjadi NAD+ pada reaksi oksidasi reduksi secara enzimatik. Seperti terlihat pada Gambar 4, elektron yang dilepaskan dari oksidasi NADH akan ditangkap oleh INT, sehingga senyawa ini akan tereduksi membentuk formazan (Ishiyama et al 1996). (a) (b) Gambar 3 Perbandingan struktur formazan (a) dan INT (b). 4 Gambar 4 Mekanisme reaksi reduksi INT. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 12 isolat bakteri, pereaksi Nessler, pereaksi iodonitrotetrazoliumchloride (INT), NaOH 0.5 N, HCl 4 N, NaOH 4 N, bufer fosfat pH 6-8, bufer asetat pH 3-5.5, bufer Tris-HCl pH 8-10, glukosa, NH4Cl, propionamida, benzamida, nikotinamida, asetamida, adipamida dan standar asam propionat 50 ppm. Sebagai media peremajaan bakteri digunakan media NA (nutrien agar) sedangkan media fermentasi menggunakan media mineral dengan komposisi sebagai berikut (Stringfellow al 2003): et Na2HPO4.2H2O (0.4475 g), KH2PO4 (0.1g), MgSO4.7H2O (0.1 g), CaCl2.2H2O (0.01g), yeast extract (0.01 g), FeSO4.7H2O (0.001 g) yang dilarutkan dalam 1000 mL akuades kemudian ditambah dengan 1 mL mikro elemen dengan komposisi sebagai berikut: ZnSO4.7H2O (0.1 g), MnCl2.4H2O (0.03 g), H3BO3 (0.3 g), CoCl2.6H2O (0.2 g), CuCl2.6H2O (0.01 g), NiCl2.6H2O (0.02 g), Na2MoO4.2H2O (0.9 g), Na2SeO3 (0.02 g) dalam akuades 1000 mL. Bahan yang digunakan dalam pengujian aktivator dan inhibitor logam adalah HgCl2, CoCl2.6H2O, CuCl2, NiCl2.6H2O, MgSO4.7H2O, ZnSO4.7H2O, CaCl2.2H2O dan FeSO4.7H2O dengan konsentrasi 10 mM. Bahan yang digunakan untuk menentukan kadar protein adalah bovine serum albumin (BSA), pereaksi biuret, NaOH 2 N dan larutan TCA 4 N. Alat-alat adalah yang digunakan spektrofotometer UV-Vis Shimadzu 1770, microtitter plates (24 & 96 wells), laminar air flow cabinet, sentrifus Kubota (6500 & 5910), sentrifus eppendorf 5415C, penangas air memmert, neraca analitik, mikropipet, pH meter, bioshaker BR 300 LF, inkubator, oven, autoklaf, HPLC Shimadzu tipe 20A dan peralatan gelas. Metode Penelitian Penapisan Isolat Bakteri Pendegradasi Propionamida (Ellof modifikasi 1998) Penapisan bakteri penghasil amidase dilakukan dengan menggunakan dua parameter yaitu pertumbuhan dan aktivitas dari 12 isolat bakteri pendegradasi nitril. Sebanyak 1 ose dari setiap isolat ditumbuhkan dalam microplate (24 wells) steril yang berisi 1 mL propionamida 100 ppm. Suspensi sel kemudian diinkubasi pada bioshaker selama 3 hari pada suhu 30 °C. Sel yang dihasilkan Selanjutnya digunakan untuk pengujian pertumbuhan dan aktivitas. Pengujian pertumbuhan dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan reagen INT. Sebanyak 100 µµL L suspensi direaksikan dengan 14 µL pereaksi INT di dalam microplate. Larutan kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 30 menit. Intensitas warna merah yang terbentuk selanjutnya diamati. Pengujian aktivitas dilakukan dengan metode Nessler. Sebanyak 2 µL suspensi sel dalam microplate (96 wells) ditambahkan dengan 198 µL NaOH 0.5 N dan 4 µµL L pereaksi Nessler. Kemudian larutan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 30 menit. Intensitas warna kuning yang terbentuk diamati secara kualitatif. Dari hasil pengujian aktivitas dan pertumbuhan ditentukan isolat bakteri yang memiliki aktivitas dan pertumbuhan tertinggi. Produksi Biomasa Isolat Bakteri Terpilih Produksi biomasa diawali dengan pembuatan starter sel bakteri terpilih di dalam erlenmeyer 500 mL yang berisi 250 mL media mineral yang mengandung asetamida 100 mM. Kultur diinkubasi di atas mesin pengocok (shaker) pada suhu ruang selama 96 jam. Secara periodik kultur diambil untuk diamati petumbuhannya pada OD 436 nm dan perubahan pH. Selanjutnya 125 mL starter diinokulasikan dalam 1500 mL media fermentasi yang mengandung asetamida 100 mM. Kultur diinkubasi di atas shaker pada suhu ruang selama 3 hari. Setelah 3 hari sel dipanen dengan cara mensentrifus kultur selama 10 menit pada kecepatan 10000 rpm dan suhu 4°C. Pelet yang diperoleh dicuci dengan bufer fosfat pH 7 sebanyak 2 kali. Pelet yang didapat digunakan untuk karakterisasi enzim pada sel utuh. Penentuan Aktivitas Enzim Campuran reaksi yang terdiri dari 3% suspensi sel dan propionamida dalam bufer fosfat diinkubasi pada suhu 37 °C selama 10 menit. Aktivitas enzim selanjutnya dihentikan dengan penambahan HCl 4 N lalu dinetralkan dengan NaOH 4 N. Campuran kemudian