BAB I PENGANTAR 1. Latar Belakang Masalah Seiring

advertisement
1
BAB I
PENGANTAR
1. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan zaman, kemajuan demi kemajuan terjadi di
setiap sendi-sendi kehidupan. Begitu pula dengan teknologi informasi yang
semakin berkembang pesat. Salah satu konsep yang lahir dari kemajuan teknologi
informasi ini adalah lahirnya era globalisasi. Munculnya era globalisasi dan
kemajuan teknologi menyebabkan iklim kompetisi yang sangat ketat diantara
organisasi-organisasi. Tekanan-tekanan persaingan ini telah memaksa organisasi
dihadapkan pada lingkungan yang serba tidak pasti. Organisasi-organisasi yang
tetap ingin mempertahankan eksistensinya dan berhasil dalam persaingan harus
mampu beradaptasi dengan lingkungan yang baru karena kompetisi ini bukan lagi
hanya melibatkan organisasi-organisasi lokal saja namun telah mencakup
kompetisi global yang melibatkan organisasi di dunia. Peningkatan produktivitas,
kualitas produk, dan kualitas pelayanan yang prima menjadi salah satu syarat
untuk mempertahankan organisasi ditengah badai persaingan (Ujianto & Alwi,
2005).
Dengan menghadapi persaingan organisasi yang semakin kompleks,
semua aspek dalam organisasi harus saling mendukung untuk memenangkan
persaingan organisasi. Menurut Eslami dan Gharakhani (2012) sumber daya
manusia dalam organisasi merupakan aspek krusial yang menentukan kualitas
2
organisasi di tengah persaingan organisasi. Kualitas sebuah organisasi untuk dapat
bertahan dapat terganggu bila karyawan kurang memiliki komitmen organisasi
dan tidak menunjukan kinerja yang memuaskan. Hingga saat ini kurangnya
komitmen organisasi masih sering terjadi dan masalah ini perlu diperhatikan
karena mengakibatkan penurunan efektivitas kerja organisasi. Adanya pekerja
yang keluar maka perusahaan harus mempersiapkan proses rekruitmen, seleksi,
pengenalan pekerjaan hingga pekerja baru tersebut dapat aktif terlibat dalam
pekerjaannya. Riady (2009), menyatakan biaya untuk menggantikan pekerja yang
keluar dapat berkisar upah lima bulan pekerja yang bersangkutan. Gnanayudam
dan Dharmasiri (2008) juga melihat bahwa banyak perusahaan yang merasakan
kehilangan karyawan jauh sebelum biaya rekruitmen dan training karyawan yang
keluar terganti oleh kasil kinerja karyawan tersebut.
Komitmen organisasi karyawan yang sifatnya total untuk mendukung
strategi-strategi yang diterapkan oleh organisasi sangat dibutuhkan. Apapun
strategi yang diterapkan bila tanpa dukungan pekerjaan, akan gagal untuk
mencapai sasaran yang diharapkan. Seperti kerugian yang dirasakan PT. Adam
Sky Connection dulu ketika 17 mantan pilotnya mundur sebelum masa kontrak
mereka habis, padahal biaya latihan dan izin terbang telah dikeluarkan (Kompas,
2000).
Performa organisasi yang menurun akibat kurangnya komitmen organisasi
pada karyawan akhirnya akan menurunkan kualitas pekerjaan dalam organisasi
yang bermuara pada memburuknya kualitas pelayanan pada konsumen. Bila
kualitas pelayanan konsumen menurun tentu organisasi dapat kehilangan
3
konsumen yang potensial dan hal tersebut akan mengakibatkan penurunan
pendapatan organisasi dan dan dapat pula memunculkan citra buruk pada
organisasi (Cheung, 2009). Maka dari itu salah satu variabel yang perlu
diperhatikan dalam hal ini adalah komitmen organisasi pada karyawan.
Kreitner dan Kinicki (2007) mengatakan bahwa tingginya komitmen
organisasi merupakan fasilitator terhadap tingginya produktivitas karyawan.
Kemajuan dan kesuksesan perusahaan sangat tergantung pada performa para
karyawan. Performa yang tinggi hanya dapat diraih jika tingkat komitmen dan
loyalitas para karyawan tinggi (Kompas, 2012). Komitmen organisasi berkaitan
dengan penerimaan karyawan terhadap tujuan organisasi, kemauan untuk
menggunakan kemampuannya secara optimal untuk kemajuan organisasi dan
mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi tempatnya bekerja (Meyer &
Allen, 1991). Dengan kata lain, kinerja yang tinggi dapat diraih bila komitmen
karyawan terhadap organisasi tempatnya bekerja tinggi seperti yang diungkapkan
Ahmadi, Salavati dan Rajabzadeh (2012). Kozey (2008) mengemukakan jika
komitmen organisasi tinggi, maka karyawan akan memberikan tenaga, loyalitas,
dan pengabdian kepada organisasi. Karyawan cenderung tetap tinggal dan tidak
keluar dari organisasi apabila terdapat hubungan yang sehat di dalam organisasi
antara sesama karyawan serta atasan. Komitmen yang tinggi berarti adanya
kesediaan dari karyawan untuk bekerja keras bagi perusahaan, adanya keyakinan
yang kuat dan peneimaan tujuan serta nilai-nilai perusahaan dan adanya keinginan
dalam diri karyawan untuk mempertahankan keanggotaan pada perusahaan (Daud,
2010).
4
Di Indonesia sendiri komitmen organisasi karyawannya bisa dikatakan
tergolong masih rendah. Berdasarkan pada penelitian yang dilakukan Watson
Wyatt di tahun 2012, sifat mendua karyawan Indonesia terlihat dalam aspek
komitmen organisasi. Hanya 35% karyawan di Indonesia yang ingin bertahan di
perusahaan kendati pekerjaan di perusahaan lain itu hampir sama saja dengan
tempatnya bekerja. Dijelaskan bahwa faktor yang membuat karyawan kurang
berkomitmen dengan organisasi menurut survei ialah faktor peluang karir yang
lebih baik sebagai alasan utama (44%), diikuti oleh paket kompensasi yang lebih
baik (40%), perusahaan tersebut memiliki prospek sukses lebih baik di masa
depan (25%), menyediakan peluang training dan pengembangan diri yang lebih
baik (23%), dan memberikan peluang lebih baik untuk mendayagunakan keahlian
(23%).
Menurut Swamy dan Nanjundeswaraswamy (2012) dalam penelitiannya,
pemenuhan kebutuhan dan harapan karyawan tidak hanya menguntungkan pihak
karyawan tetapi juga sekaligus akan menguntungkan organisasi. Organisasi
menuntut kesediaan karyawan untuk mensukseskan tujuan-tujuan organisasi,
sementara karyawan membutuhkan pekerjaan yang menyenangkan, kesempatan
berpartisipasi, upah yang memadai, kesempatan promosi, dan hubungan atasan
bawahan yang baik. Kesepakatan dalam pemenuhan kedua belah pihak tersebut
secara adil akan mampu menumbuhkan komitmen yang tinggi pada karyawan
terhadap organisasinya, yang akhirnya merangsang karyawan untuk bekerja baik
dan mampu bersaing dalam kondisi persaingan yang sangat ketat sekarang ini
(Steers & Porter, 1988). Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Angle dan
5
Perry (dalam Steers & Porter) bahwa komitmen dideskripsikan sebagai suatu yang
saling menguntungkan antara individu dan organisasi dalam sebuah pertukaran
sosial yang seimbang, dan hal yang mempengaruhi komitmen kemungkinan ada
di dalam pengaruh kemampuan manajemen.
Dalam usaha peningkatan komitmen organisasi karyawan, upaya-upaya
yang dilakukan diharapkan dapat membuat karyawan memberikan kemampuan
optimalnya demi kepentingan organisasi, sehingga dapat memacu peningkatan
produktivitas organisasi yang akhirnya diharapkan pada pengembangan profit
yang diperoleh. Quality of work life (QWL) menjadi faktor lain yang
dipertimbangkan dalam memprediksi komitmen organisasi (Asgari & Dadashi,
2011). Meningkatkan QWL merupakan salah satu metode yang diterapkan
manajemen untuk meningkatkan komitmen dan kepuasan kerja karyawan
(Heidarie, Askary & Saedi, 2012). Quality of Work Life (QWL) mulai muncul dan
berkembang antara tahun 1959 sampai 1972. Quality of Work Life (QWL)
dipandang sebagai reaksi individu untuk bekerja dan konsekuensi seseorang
dalam bekerja (Sinha, 2012). Quality of Work Life berkaiatan dengan kondisi kerja
yang nyaman, pengalaman kerja yang menyenangkan serta keterlibatan kerja yang
cukup sehingga karyawan merasa menjadi bagian dari sebuah organisasi (Sharma,
2011).
Selain perkembangan jaman, saat ini karyawan cenderung lebih
memperhatiakn kualitas hidup (quality of life) dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya, sehingga konsekuensi isu-isu mengenai kualitas hidup pekerja
(quality of work life) menjadi persoalan penting bagi pengembangan sumber daya
6
manusia dalam organisasi (Herzberg dkk, 1959). Saraswati (2006) pun pernah
meneliti hubungan antara Quality of Work Life (QWL) dengan komitmen
organisasi, dengan hasil uji hipotesis terbukti bahwa terdapat hubungan signifikan
antara Quality of Work Life (QWL) dengan komitmen karyawan. Keinginan
organisasi untuk memiliki keunggulan dalam bersaing, menuntut mereka untuk
selalu meningkatkan kaulitas sumber daya yang dimilikinya. Menurut Sucharski
(2006) kualitas sumber daya manusia banyak ditentukan oleh sejauh mana sistem
yang berlaku sanggup mrnunjang dan memuaskan keinginan karyawan maupun
perusahaan. Selain itu disini juga mulai dikembangkan program-program untuk
meningkatkan QWL seperti yang dilakukan Xerox, IBM, General Motors (Davis
& Newstorm, 1996). Keuntungan utama yang diperoleh adalah sikap karyawan
yang lebih positif, peningkatan produktifitas, dan peningkatan kepuasan kerja
(Saraji & Dargahi, 2006)
Untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualiats tersebut tidak
lepas dari keberhasilan perusahaan menciptakan kondisi QWL yang positif bagi
karyawan. Pekerjaan sebagai sarana perealisasian diri harus dapat menjadi seuatu
yang menggembirakan pada pelakunya yang mampu memberinya kepuasan
(Cascio, 1998). Kualitas kehidupan kerja yang positif memberikan kepuasan pada
diri karyawan yang pada akhirnya meningkatkan komitmen karyawan terhadap
perusahaan tempatnya bekerja (Almalki, FitzGerald, & Clark., 2012)
Contoh kantor dengan memperhatikan QWL adalah Google. Peringkat
pertama survey tahunan Majalah Fortune kategori 100 “Best Companies to Work
for” memilih Google. Tidak hanya memperhatikan gaji besar, kualitas lingkungan,
7
angka pertumbuhan kerja & turnover, perusahaan ini juga memperhatikan kondisi
kerja yang positif bagi karyawan serta kualitas hidup pekerjanya. Porkiani dan
Sardini (2011) menambahkan secara dominan kepuasan kualitas kehidupan
pekerja mempengaruhi sikap seorang karyawan terhadap organisasi tempat
mereka bernaung.
Konsep mengenai quality of work life (QWL) masih bervariasi. Huang,
Lawler, dan Lei (2007) menunjukkan empat dimensi quality of work life (QWL)
yaitu
work/life
balance,
job
characteristic,
supervisory
behavior,
dan
compensations and benefits. Chan dan Wyatt (2007) mengembangkan konsep
quality of work life (QWL) yang terdiri dari enam dimensi yaitu, Health and
safety needs, economic and family needs, social needs, esteem needs,
actualization needs, dan knowledge needs. Almalki, FitzGerald, dan Clark (2012)
pada perawat rumah sakit menunjukkan bahwa quality of work life (QWL) terdiri
dari empat dimensi, yaitu work/life home life, work design, work context, dan
work world.
Quality of work life (QWL) pada penelitian ini menggunakan dimensi
yang berbeda dengan konsep quality of work life (QWL) pada penelitian
sebelumnya. Riyono (2012) mengembangkan konsep quality of work life (QWL)
yang terdiri dari dimensi trust, care, respect, learn, contribute, dan ditambah
dengan dimensi other contribution. Dimensi trust, yang artinya ada rasa saling
percaya antar anggota organisasi antara atasan dan bawahan serta sesama rekan
kerja. Kedua, care, merupakan saling peduli dan tolong menolong antar anggota
organisasi antara atasan dan bawahan serta sesama rekan kerja. Ketiga, respect
8
merupakan saling menghargai antar anggota organisasi antara atasan dan bawahan
serta sesama rekan kerja. Keempat, learn merupakan adanya semangat belajar
terus menerus untuk berkembang pada semua anggota organisasi. Kelima,
contribute, merupakan adanya semangat dalam memberikan kontribusi dalam
mewujudkan tercapainya tujuan organisasi. Ditambah dengan dimensi other
contribution yang merupakan seberapa semangat dan kekompakan mereka dalam
satu tim.
Kepuasan kerja juga menjadi salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan
dalam memahami komitmen organisasi. Kepuasan kerja dipandang sebagai fakta
yang penting bagi pekerja karena merefleksikan kritikan terhadap hasil dari
pekerjaan sebagai perasaan kebermaknaan dari pekerjaan dan kondisi kerjanya
ketika individu merasakan kepuasan dari pekerjaannya. Maka komitmennya untuk
tetap tinggal dan berkarya pada perusahaan semakin meningkat (Riggio, 2003).
Beberapa ahli berpendapat bahwa kepuasan kerja berkaitan erat dengan komitmen
organisasi karyawan yang pada akhirnya berfungsi sebagai fasilitator dalam
peningkatan produktivitas karyawan. Hasil kajian Wright dan Bonett (2007) yang
menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan bagian dari komitmen organisasi
dan Kreitner dan Kinicki (2007) juga menjelaskan bahwa dalam keterlibatan
terhadap kerja terdapat hubungan positif antara komitmen organisasi dan
kepuasan kerja. Tett dan Meyer (dalam Latham, Locke & Frassina, 2003)
mengungkapkan bahwa kepuasan kerja dan komitmen organisasi merupakan dua
konsep yang berbeda, keduanya berkorelasi tinggi. Maka dari itu aspek kepuasan
kerja ini digunakan sebagai pertimbangan untuk memahami komitmen organisasi.
9
Banyak aspek yang perlu diperhatikan organisasi untuk memacu kinerja
para karyawan berkaitan erat dengan komitmen organisasi karyawan yang pada
akhirnya berfungsi sebagai fasilitator dalam peningkatan produktivitas karyawan.
Kemajuan dan kesuksesan perusahaan sangat tergantung pada performa para
karyawan (Muftah & Lafi, 2012). Performa yang tinggi dapat diraih jika tingkat
komitmen organisasi karyawan tinggi. Dalam usaha peningkatan komitmen
organisasi karyawan, upaya-upaya yang dilakukan diharapkan dapat membuat
karyawan memberikan kemampuan optimalnya demi kepentingan organisasi,
sehingga dapat memacu peningkatan produktivitas organisasi yang akhirnya
diharapkan pada pengembangan profit yang diperoleh.
Untuk mewujudkan karyawan yang sumber daya manusia berkualiats
tersebut tidak lepas dari keberhasilan perusahaan menciptakan kondisi quality of
work life (QWL) yang positif bagi karyawan (Mortazavi, 2012). Quality of work
life (QWL) berkaitan dengan nilai-nilai yang berorientasi pada keseimbangan
antara produktivitas dan kesejahteraan psikologis karyawan. Kepuasan kerja juga
dipandang sebagai fakta yang penting bagi pekerja terhadap komitmen organisasi.
Maka peneliti ingin melihat komitmen organisasi karyawan yang dipengaruhi oleh
quality of work life (QWL) dan kepuasan kerja di tempatnya bekerja.
10
2. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian ini ingin melihat peranan
quality of work life (QWL) dan kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi
pada karyawan.
3. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun secara praktis, yaitu:
1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pengembangan ilmu
pengetahuan dalam memprediksi komitmen dalam organisasi dengan melihat
faktor quality of work life (QWL) yaitu trust, care, respect, learn, contribute,
other contributions sebagai budaya perusahaan dan faktor kepuasan kerja yaitu
rekan kerja, upah dan kesejahteraan, pekerjaan itu sendiri, promosi dan
pengawasan
2. Secara Praktis
Jika hasil penelitian ini terbukti diharapkan dapat memberikan masukan bagi
organisasi untuk memahami cara yang efektif untuk meningkatkan komitmen
pada organisasi dengan cara memperhatikan faktor quality of work life (QWL),
dan kepuasan kerja pada karyawan.
Download