KONSEP IMUNODEFISIENSI ZUHRIAL ZUBIR GAMBARAN UMUM DEFISIENSI IMUN • Definisi imun – curiga g bila : – ↑ kerentanan terhadap infeksi rekuren, kronis dgn ciriciri : • Sebab tidak biasa (oportunistik) ( p ) • Flora normal • Mikroba lingkungan biasa – Respon p buruk terhadap p terapi p antibiotik • Manifestasi lain berupa : – Diare kronis – Hepato – splenomegali – Autoantibodi atau penyakit autoimun • Defisiensi imun : a. Primer, dengan dasar genetik, relatif jarang b. Sekunder, lebih sering, ditimbulkan oleh berbagai faktor sesudah lahir • Tersering mengenai : (peny yg menyertai) a Sel limfosit B : infeksi bakteri rekuren spt otitis a. media, pneumonia rekuren b. Sel limfosit T : kerentanan meningkat thd virus, jamur dan protozoa c. Fagosit : infeksi sistemik oleh bakteri yg dalam keadaan biasa mempunyai virulensi rendah rendah, infeksi bakteri piogenik d. Komplemen : infeksi bakteri, autoimunitas 1 Defisiensi komplemen 1. • Komponen p komplemen p diperlukan p untuk membunuh kuman, opsonisasi, kemotaksis, pencegahan penyakit autoimun dan eliminasi kompleks p antigen g antibodi • Defisiensi komplemen dapat menimbulkan berbagai akibat spt infeksi bakteri yg rekuren dan peningkatan sensitivitas thd penyakit autoimun • Kebanyakan defisiensi komplemen adalah h di herediter • Konsekuensi defisiensi komplemen tergantung dari komponen yg kurang a Defisiensi komplemen kongenital a. 1. Defisiensi inhibitor esterase C1 ((C1 INH deficiency) • Æ angioedem herediter : edem lokal sementara tp seringkali i k li • Menimbulkan aktivitas C1 tdk dapat dikontrol dan produksi kinin yg meningkatkan permeabilitas kapiler C2a a da dan C C4a a juga d dilepas epas yg merangsang e a gsa g se sel • C mast melepas histamin di daerah dekat trauma yg berperan pada edem lokal • Kulit, saluran cerna dan nafas f dapat terkena dan menimbulkan edem laring yg fatal 2. Defisiensi C2 dan C4 • Penyakit serupa LES, disebabkan kegagalan eliminasi kompleks imun yg komplemen dependen 3. Defisiensi C3 • Reaksi berat yg fatal terutama yg berhubungan dgn infeksi piogenik spt streptokok dan stafilokok 4. Defisiensi C5 4 • Kerentanan thd infeksi bakteri yg berhubungan dgn gangguan kemotaksis 5. Defisiensi C6, C7, C8 • Kerentanan thd septikemi p meningokok g dan gonokok neseria, sepsis sepsis, artritis dan ↑ DIC • ↑ infeksi neseria b. Defisiensi komplemen fisiologik • Ditemukan pada neonatus : kadar C3, C5 dan faktor B masih rendah cc. Defisiensi komplemen didapat • Disebabkan oleh depresi sintesis • Misalnya Mi l pada d sirosis i i h hati ti d dan malnutrisi l ti i protein / kalori • Meningkat resiko infeksi salmonela dan pneumokok i. Defisiensi Clqrs • • ii. Terjadi bersamaan dgn penyakit autoimun (LES) Sangat rentan thd infeksi bakteri Defisiensi C4 • iii. Dit Ditemukan k pd d beberapa b b penderita d it LES Defisiensi C2 • • iv. Paling sering terjadi Terdapat pd penderita LES Defisiensi C3 • • v. Infeksi bakteri rekuren Pada beberapa penderita disertai dgn glomerulonefritik kronik Defisiensi C5-8 • vi. Kerentanan yg meningkat thd infeksi terutama Nesseria Defisiensi C9 • • Sangat jarang Tidak menunjukkan infeksi rekuren, mungkin karena lisis masih dapat terjadi walau pengaruh C8 tanpa C9 meskipun perlahan-lahan 2 Defisiensi interferon dan lisozim 2. a Defisiensi interferon kongenital a. • Dapat menimbulkan infeksi mononukleosis yg fatal b. Defisiensi interferon dan lisozim didapat • Dapat ditemukan pada malnutrisi protein / kalori 3 Defisiensi sel NK 3. a Defisiensi kongenital a. • • Telah dilaporkan pada penderita dengan osteoporosis (defek osteoklas dan monosit) Kadar IgG, IgA dan kekerapan autoantibodi biasanya meningkat b. Defisiensi didapat • Terjadi akibat imunosupresi atau radiasi 4 Defisiensi sistem fagosit 4. • Fagosit dapat menghancurkan mikroorganisme dengan atau tanpa bantuan komplemen • Defisiensi fagosit sering disertai dengan infeksi berulang • Resiko infeksi meningkat bila jumlah f fagosit it turun t smp < 500 //mm3 3 • Defisiensi ditekankan terhadap sel PMN a. Defisiensi kuantitatif • Neutropenia atau granulositopenia dapat disebabkan : – Penurunan produksi • Depresan sumsum tulang (kemoterapi) • Leukemia • Kondisi genetik (defek perkembangan sel progenitor) – Peningkatan destruksi • Fenomena autoimun akibat pemberian obat (quinidine, oksasiklin) • Hipersplenisme p p dng g ciri fungsi g destruksi limpa p berlebihan b. Defisiensi kualitatif • Dapat mengenai fungsi f fagosit f seperti kemotaksis, menelan / memakan dan membunuh mikroba intraseluler ii. Chronic granulomatous disease • Ditemukan defek neutropil dan ketidak mampuan membentuk peroksid hidrogen atau metabolit oksigen toksik lainnya • Infeksi rekuren berbagai mikroba mikroba, baik negatif gram maupun positif gram • Penyakit linked resesif ii. Defisiensi glucosa-6-phosphate dehydrogenase • Akibat defisiensi generasi nicotinamide adenine dinucletide phosphate dehydrogenase (NADPH) • Tidak dibentuk peroksidase yg diperlukan untuk membunuh kuman intraseluler • Kerentanan yg tinggi terhadap kuman yg biasanya mempunyai virulensi rendah iii. Defisiensi mieloperoksidase • Peroksidase ditemukan dalam granul sitoplasma (neutrofil) dan dilepas ke fagosom melalui proses degranulasi yg diikuti dgn fagositosis • Proses P i i tterganggu ini • Ditemukan infeksi mikroba rekuren terutama kandida albicans dan S. aureus iv. Sindroma Chediak-Higashi • Neutrofil N t fil mengandung d lilisosom b besar abnormal b l yg dapat bersatu dgn fagosom, ttp terganggu dlm kemampuan melepas isinya, sehingga proses menelan dan menghancurkan mikroba terlambat • Ditandai dgn infeksi rekuren, piogenik, terutama streptokok dan stafilokok v. Sindroma Job • Kemotaksis neutrofil terganggu • Berupa pilek berulang, abses stafilokok, eksim kronis o s da dan ot otitis t s media ed a vi. Sindroma Leukosit malas (lazy leucocyte) • Jumlah neutrofil menurun, respons kemotaksis dan respon inflamasi terganggu • Rentan terhadap infeksi mikoba berat vii. Defisiensi adhesi leukosit j defek adhesi dgn g • Leukosit menunjukkan permukaan endotel dan antar leukosit, kemotaksis dan aktivitas fagositosis yg buruk • Infeksi bakteri dan jamur rekuren dan gangguan penyembuhan luka B. Defisiensi imun spesifik • Gangguan Gangg an dalam sistem im imun n spesifik dpt terjadi kongenital, fisiologik dan didapat 1. Defisiensi kongenital atau primer Æ sangatt jarang j terjadi t j di a. defisiensi imun primer sel B – Dapat D tb berupa gangguan perkembangan k b sell B Æ Tidak ada semua Ig atau satu kelas atau subkelas Ig i X-linked hypogama globulinemia i. • Tidak adanya Ig dari semua kelas • Pre-sel B yg ada dalam kadar normal tidak dapat b k b berkembang menjadi j di sell B yg matang t • Bayi laki-laki usia 5-6 bulan mulai infeksi bakteri berulang ii. Hipogammaglobulinemia yg sementara –K Kadang-kadang d k d b bayii tid tidak k mampu memproduksi d k i IIgG G dengan cukup meskipun kadar IgM dan IgA normal – Karena sel T belum matang – Pada bayi (6-7 bulan) dan membaik sendiri pd usia 16-30 bulan iii. Common variable hypogammaglobulinemia – Mengandung sel B tetapi tidak mampu berkembang menjadi j di sell plasma l yg memproduksi d k i IIg – Penyakit dapat timbul setiap saat (biasanya usia 1535 tahun) – Peningkatan kerentanan terhadap infeksi kuman piogenik iv. Defisiensi imunoglobulin yg selektif (disgamma-globulinemia) – Penurunan kadar satu atau lebih Ig sedang yg lain normal atau meningkat – Defisiensi IgA selektif (sering ditemukan) Æ infeksi sino-pulmoner dan gastrointestinal rekuren yg disebabkan virus atau bakteri – Defisiensi D fi i i IgM I M atau t IgG I G selektif l ktif Æ jarang j ditemukan b. Defisiensi imun primer sel T • Sangat rentan terhadap infeksi virus virus, jamur dan protozoa • Dpt juga menyebabkan gangguan produksi Ig i. Aplasia timus kongenital (sindroma di George) – Disebabkan defek dalam perkembangan embrio embrio, baik kelenjar timus maupun kelenjar paratiroid terkena – Sel T tidak ada / sedikit dalam darah, kelenjar getah bening dan limpa ii. Kandidiasis mukokutan kronik – Kemampuan sel T yg kurang untuk memproduksi MIF dalam respons terhadap antigen / kandida – Infeksi jamur bisa non patogenik seperti kandida albicans pd kulit dan selaput lendir c. Defisiensi kombinasi sel B dan sel T yg berat i. Severe combined immunodeficiency disease – Merupakan penyakit akibat gangguan sel T dan sel B (li f it (limfositopenia) i ) – Rentan thd infeksi virus, bakteri, jamur dan protozoa terutama CMV,, pneumonitis p karini dan kandida ii. Sindroma Nezelof – Imunitas sel T nampak jelas menurun – Defisiensi sel B variabel dan disgammaglobulinemia – Respon antibodi terhadap antigen spesifik biasanya rendah atau tidak ada – Rentan R t terhadap t h d iinfeksi f k i rekuren k b berbagai b i mikroba ik b iii. Sindroma Wiskott-Aldrich – IgM serum rendah, kadar IgG normal sedang IgA dan IgE meningkat – Jumlah sel B normal, tidak memberikan respon thd antigen polisakarida untuk memproduksi antibodi – Mengenai usia muda dgn gejala trombositopenia, eksim dan infeksi rekuren iv. Ataksia telangiektasi – Penyakit autosomal resesif mengenai syaraf, endokrin dan sistem vaskuler – Ciri klinisnya berupa gerakan otot yg tidak terkoordinasi dan dilatasi pembuluh darah kecil terlihat di sklera mata, limfopenia, penurunan IgA, IgE dan kadang-kadang IgG v. Defisiensi adenosin deaminase – Meningkatnya kadar bahan toksik berupa ATP dan deoxy-ATP deoxy ATP dalam sel limfoid 2. Defisiensi imun spesifik fisiologik a kehamilan a. – Terjadi peningkatan aktivitas sel Ts atau efek supresif faktor humoral yg dibentuk trofoblast – Defisiensi imun selular dapat diturunkan pada kehamilan b. usia i. Usia tahun pertama – Sistem imun balita masih belum matang – Pada non radang, sel T semua, sel naif dan tidak memberi respons yg adekuat thd antigen – Antibodi janin disintesis pada awal minggu ke 20 tetapi kadar IgG dewasa baru dicapai pd usia 5 thn ii Usia lanjut ii. – Atrofi timus dgn fungsi yg menurun. Jumlah sel T naif dan kualitas respon sel T menurun – Imunitas humoral menurun Æ perubahan kualitas respons antibodi mengenai : spesifisitas antibodi di autoantigen asing, isotype antibodi dari IgG dan IgM, dan afinitas antibodi dari tinggi menjadi rendah 3. Defisiensi imun didapat atau sekunder a. malnutrisi – Malnutrisi protein / kalori Æ atrofi timus dan jaringan limfoid sekunder sekunder, depresi respons sel T thd antigen dan sel alogenik, pengurangan sekresi limfokin, gangguan respons thd uji kulit hipersentivitas tipe lambat b infeksi b. – Infeksi virus, bakteri dapat menekan sistem imun – Malaria dan rubela kongenital g Æ defisiensi antibodi – Kehilangan imunitas seluler terjadi pd penyakit campak, mononukleosis, hepatitis virus, sifilis, bruselosis, lepra, tuberkulosis milier dan parasit c. obat, trauma, tindakan kateterisasi d. penyinaran – Dosis tinggi menekan seluruh jaringan limfosit – Dosis rendah menekan aktivitas sel Ts e. penyakit berat – Menyerang jaringan limfoid : penyakit Hodgkin, Hodgkin mieloma multiple, leukemia, limfosarkoma – Uremia menekan sistem imun – GGK dan d diabetes di b t Æ defek d f k fagosit f it sekunder k d f. kehilangan imunoglobulin – Pada nefrotik sindrom sindrom, diare diare, luka bakar g. stress h agamma globulinemia dengan timoma h.