BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dekade terakhir ini pertumbuhan kesadaran publik terhadap peran perusahaan di masyarakat semakin meningkat. Banyak perusahaan yang dianggap telah memberi kontribusi bagi kemajuan ekonomi dan teknologi, tetapi perusahaan tersebut mendapat kritik karena telah menciptakan masalah sosial. Polusi, penipisan sumber daya, pemborosan, kualitas dan keamanan produk, hak dan status pekerja merupakan isu-isu yang semakin menjadi perhatian, terlebih lagi dengan terjadinya pemanasan global dan emisi gas rumah kaca yang mengakibatkan perubahan iklim (Uwalomwa and Uadiale, 2011:258). Tekanan dari berbagai pihak membuat perusahaan menerima tanggung jawab terhadap masyarakat atas pengaruh aktivitas bisnis. Perusahaan tidak hanya bertanggung jawab kepada pemegang saham dan kreditur, tetapi juga diharuskan bertanggung jawab kepada masyarakat yang lebih luas. Tekanan-tekanan yang ditujukan kepada perusahaan, mengakibatkan terjadinya pergeseran pemikiran terhadap tanggung jawab pengelolaan organisasi yang semula hanya kepada shareholders (pemilik/pemegang saham) kini menjadi pada stakeholders (pemilik, karyawan, pemerintah dan masyarakat luas). Adanya pergeseran paradigma 1 pengelolaan bisnis dari shareholders-focused ke stakeholders-focused ini menyebabkan perusahaan kini mulai banyak mengadopsi konsep triple bottom line. Konsep triple bottom line merupakan konsep pengukuran kinerja perusahaan secara holistik dengan memasukkan tak hanya ukuran kinerja ekonomis berupa perolehan profit, tapi juga ukuran kepedulian sosial dan pelestarian lingkungan. Konsep ini memasukkan tiga ukuran kinerja sekaligus yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial. Konsep triple bottom line mengimplikasikan bahwa perusahaan harus lebih mengutamakan kepentingan stakeholder (semua pihak yang terlibat dan terkena dampak dari kegiatan yang dilakukan perusahaan) daripada kepentingan shareholder (pemegang saham). Dengan triple bottom line, dari awal perusahaan sudah menetapkan bahwa tiga tujuan holistik yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial tersebut hendak dicapai secara seimbang, serasi, tanpa sedikitpun pilih kasih. Penerapan tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsibility yang disingkat CSR) merupakan salah satu bentuk implementasi triple bottom line. Hohnen(2007) dalam Santika(2009:28) menjelaskan, bahwa CSR adalah tanggung jawab perusahaan sebagai akibat dari keputusan dan aktivitasnya terhadap masyarakat dan lingkungan secara transparan dan beretika yang konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan tanggung jawab sosial tidak hanya terpaku pada lingkungan dan tindakan sosial semata. Memenuhi ekspektasi para pemangku kepentingan, bertindak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan konsisten dengan norma internasional serta terintegrasi di 2 seluruh organisasi juga termasuk dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan. Menurut The World Business Council for Sustainable Development, CSR merupakan komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut komunitas-komunitas lokal dan komunitas secara keseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan. Dalam hal ini, perusahaan seharusnya tidak hanya berkontribusi pada kesejahteraan ekonomi tetapi juga harus terlibat dengan masyarakat sebagai perusahaan yang baik dengan melakukan tambahan tanggung jawab. Dengan meningkatnya kualitas hidup masyarakat setempat, perusahaan akan mendapatkan suatu legitimasi dari lingkungan sekitar operasinya karena ikut memberikan kontribusi yang baik pada masyarakat. Komitmen yang dapat dipercaya dan terealisasi dengan baik akan mendapatkan dukungan penuh dari karyawan beserta komunitas-komunitas lokal di mana perusahaan beroperasi sehingga perusahaan akan tetap eksis (Ablander, 2011:115). Perkembangan signifikan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan di Indonesia ditandai dengan adanya Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007. Undang-undang tersebut mengharuskan perseroan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial. Menurut undang-undang tersebut, perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Perseroan yang 3 tidak melaksanakan kewajiban tersebut akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan adanya peraturan ini, perusahaan khususnya perseroan terbatas yang bergerak di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam harus melaksanakan tanggung jawab sosialnya kepada masyarakat (Santika, 2009:29). Namun, banyak perusahaan yang tidak mau menjalankan program-program CSR karena melihat hal tersebut sebagai pengeluaran biaya (cost center). Penerapan CSR memang tidak akan membawa hasil yang akan mempengaruhi keuangan dalam jangka pendek, namun CSR akan memberi hasil baik langsung maupun tidak langsung pada keuangan perusahaan di masa mendatang. Dengan demikian jika perusahaan melakukan program-program CSR, diharapkan perusahaan tersebut akan berkelanjutan (sustainable) sehingga perusahaan akan berjalan dengan baik (Santika, 2009:29). Konsep pembangunan berkelanjutan merupakan paradigma yang memandang bahwa lingkungan dan sosial budaya tidak boleh dikorbankan hanya demi kepentingan ekonomi. Pelajaran panjang beberapa negara di dunia hingga sekarang seharusnya menyadarkan semua pihak bahwa pembangunan yang hanya menitikberatkan pada kepentingan ekonomi dengan mengabaikan kepentingan lingkungan telah membawa malapetaka bagi manusia dan kehidupan di muka bumi (Ismail, 2005:45). Menurut Santika(2009:28), pelaksanaan program tanggung jawab sosial berhubungan erat dengan strategi perusahaan untuk menarik investor. Perusahaan- 4 perusahaan yang memiliki kepedulian sosial dapat menggunakan informasi tersebut sebagai salah satu keunggulan kompetitif perusahaan yang nantinya akan dapat menarik perhatian investor untuk menanamkan modal pada perusahaan. Investor memiliki kecenderungan untuk menanamkan modalnya pada perusahaan yang memiliki informasi sosial yang dilaporkan dalam laporan tahunan, oleh karena itu dibutuhkan suatu sarana yang dapat memberikan informasi mengenai aspek sosial, lingkungan dan keuangan secara sekaligus. Sarana tersebut dikenal dengan nama laporan keberlanjutan (sustainability reporting). Laporan keberlanjutan atau yang sering disebut laporan non finansial disusun secara paralel dengan laporan keuangan tahunan perusahaan. Laporan keberlanjutan dapat didesain oleh manajemen sebagai cerita retorik untuk membentuk image (pencitraan) pemakainya melalui pemakaian teks naratif. Teks naratif merupakan bagian yang memainkan peranan penting bagi perusahaan dalam membentuk image perusahaan (Chariri dan Nugroho, 2009:2). Mirfazli dan Nurdiono(2007:1) menyatakan bahwa kehilangan rekanan bisnis ataupun risiko terhadap citra perusahaan (brand risk) akan berdampak pada kelangsungan hidup usaha yang telah berjalan. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa tanggung jawab sosial yang dilakukan perusahaan adalah sebagai investasi bukan sebagai beban karena akan mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Selain itu, tanggung jawab sosial yang dilakukan perusahaan dengan benar juga akan memperkecil risiko terjadinya berbagai biaya sosial yang mungkin terjadi akibat kelalaian perusahaan. 5 Salah satu faktor yang mempengaruhi luas pengungkapan laporan tahunan suatu perusahaan adalah kepemilikan saham perusahaan tersebut. Kepemilikan saham adalah jumlah saham yang secara sah dimiliki baik oleh individu maupun badan hukum pada suatu perusahaan. Menurut Rustiarini(2011:9), kepemilikan saham oleh pihak asing mempengaruhi luas pengungkapan tanggung jawab sosial suatu perusahaan. Selama ini kepemilikan asing merupakan pihak yang dianggap memiliki perhatian yang besar terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Seperti diketahui, negara-negara di Eropa sangat memperhatikan isu sosial misalnya hak asasi manusia, pendidikan, tenaga kerja, dan lingkungan seperti efek rumah kaca serta pencemaran air. Hal ini menjadikan perusahaan multinasional mulai mengubah perilaku dalam beroperasi demi menjaga legitimasi dan reputasi perusahaan (Fauzi, 2006:82). Penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2005) dan Anggraini (2006) menyatakan bahwa CSR juga dipengaruhi oleh tipe perusahaan. Perusahaan dengan tipe high-profile akan membuat pengungkapan tanggung jawab sosial yang lebih luas dari perusahaan dengan tipe low-profile. Hal ini dikaitkan dengan variasi dampak operasi perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat, sehingga hipotesis umumnya menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki dampak yang besar terhadap lingkungan dan masyarakat akan mengungkapkan lebih banyak informasi sosial. Menurut Cowen, et al(1987) dalam Sembiring(2005:388), menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai ukuran yang lebih besar akan melakukan lebih banyak 6 aktivitas dan memberikan dampak yang lebih besar terhadap masyarakat. Perusahaan yang lebih besar mempunyai lebih banyak pemegang saham yang terkait dengan program sosial perusahaan, dan laporan tahunan akan menjadi alat yang efisien untuk menyebarkan informasi ini. Asumsi dasar yang menghubungkan faktor ukuran perusahaan dan pengungkapan informasi adalah pengungkapan tanggung jawab sosial memerlukan biaya, sehingga perusahaan besar seharusnya lebih mampu dalam mengungkapkan informasi yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan kecil. Profitabilitas merupakan suatu indikator kinerja yang dilakukan manajemen dalam mengelola kekayaan perusahaan yang ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan. Hubungan antara pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dengan laba merupakan hal sulit untuk dipahami. Menurut Kokubu, et al(2001) terdapat hubungan positif antara kinerja ekonomi perusahaan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial. Hal ini dikaitkan dengan teori agensi bahwa perolehan laba yang semakin besar akan membuat perusahaan mengungkapkan informasi sosial yang lebih luas. Sebaliknya seperti yang dinyatakan oleh Donovan dan Gibson(2000) dalam Zaenuddin(2007:50), dari sisi teori legitimasi profitabilitas berpengaruh negatif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Hal ini didukung oleh argumentasi bahwa ketika perusahaan memiliki tingkat laba yang tinggi, perusahaan (manajemen) menganggap tidak perlu melaporkan hal-hal yang dapat mengganggu informasi tentang sukses keuangan perusahaan, sebaliknya pada saat tingkat profitabilitas rendah mereka berharap para pengguna laporan akan membaca good 7 news kinerja perusahaan, misalnya dalam lingkup sosial sehingga investor akan tetap berinvestasi di perusahaan tersebut. Topik mengenai pengungkapan laporan keuangan menjadi menarik karena praktik pengungkapan laporan keuangan berkaitan erat dengan kredibilitas, dan kepercayaan pihak luar terhadap pasar modal dan peranannya dalam mendukung pembangunan ekonomi di Indonesia. Momentum pembangunan masyarakat yang semakin mengarah pada keterbukaan menjadikan topik mengenai pengungkapan laporan keuangan perusahaan publik semakin relevan untuk dikaji (Yuliansyah dan Megawati, 2007:82). Sejumlah perusahaan telah berusaha menyajikan aktifitas non keuangan atau aspek sosial perusahaan dalam laporan keuangan dan laporan tahunan, namun terdapat variasi atas pengungkapan pertanggungjawaban sosial tersebut. Variasi pengungkapan ini antara lain disebabkan belum terdapatnya standar khusus yang dapat dijadikan pedoman bagi keseragaman penyajian laporan pertanggungjawaban sosial. Variasi pengungkapan pertanggungjawaban sosial perusahaan tentunya dipengaruhi juga oleh faktor-faktor lain (Masnila, 2007:10). Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut. 1) Apakah karakteristik perusahaan (kepemilikan saham asing, tipe perusahaan, ukuran perusahaan dan profitabilitas) berpengaruh secara simultan terhadap luas pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2008-2010? 8 2) Apakah karakteristik perusahaan (kepemilikan saham asing, tipe perusahaan, ukuran perusahaan dan profitabilitas) berpengaruh secara parsial terhadap luas pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2008-2010? 1.2 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.2.1 Tujuan penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah disampaikan, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Untuk mengetahui pengaruh karakteristik perusahaan yang diproksikan dengan kepemilikan saham asing, tipe perusahaan, ukuran perusahaan dan profitabilitas secara serempak terhadap luas pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) pada laporan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2008-2010. 2) Untuk mengetahui pengaruh karakteristik perusahaan yang diproksikan dengan kepemilikan saham asing, tipe perusahaan, ukuran perusahaan dan profitabilitas secara parsial terhadap luas pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) pada laporan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2008-2010. 9 1.2.2 Kegunaan penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan referensi penelitian, pengetahuan, dan wawasan yang lebih luas tentang konsep dan teori-teori yang berkaitan dengan pengungkapan pertanggungjawaban sosial (Corporate Social Responsibility). 2) Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi para pembaca khususnya investor maupun calon investor dalam melakukan analisa laporan keuangan sebagai bahan pertimbangan terkait dengan pengambilan keputusan investasi. 1.3 Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri atas lima bab, dan antara satu bab dengan bab yang lain merupakan satu kesatuan. Secara garis besar isi dari masing-masing bab dapat digambarkan sebagai berikut. 10 BAB I Pendahuluan Bab ini menguraikan latar belakang masalah, pokok permasalahan, tujuan dan kegunaan penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II Kajian Pustaka dan Rumusan Hipotesis Bab ini menguraikan landasan teori yang berhubungan dengan penelitian, hasil penelitian sebelumnya yang terkait dan rumusan hipotesis. BAB III Metode Penelitian Bab ini menguraikan mengenai lokasi penelitian, objek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, metode penentuan sampel, metode pengumpulan data dan teknik analisis data. BAB IV Pembahasan Hasil Penelitian Bab ini menguraikan mengenai deskripsi data penelitian, hasil penelitian atas hasil uji asumsi klasik dan hasil teknis analisis yang digunakan, pengujian hipotesis, beserta pembahasannya. BAB V Simpulan dan Saran Bab ini menguraikan simpulan yang diperoleh dari hasil analisis data dan saran-saran yang diberikan sesuai dengan simpulan yang diperoleh dari penelitian. 11