TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 14 April 2015 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Deposit Facility 5,50% dan Lending Facility pada level 8,00%. Keputusan tersebut sejalan dengan upaya untuk mencapai sasaran inflasi 4±1% pada 2015 dan 2016, serta mengarahkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat dalam kisaran 2,5-3% terhadap PDB dalam jangka menengah. Bank Indonesia akan terus mewaspadai risiko eksternal dan domestik serta secara konsisten memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, termasuk memperkuat langkah-langkah stabilisasi nilai tukar Rupiah, guna menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Selain itu, koordinasi dengan Pemerintah juga terus diperkuat dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan, serta mendorong percepatan reformasi struktural. Dalam kaitan ini, Bank Indonesia mendukung langkah-langkah Pemerintah memperkuat stabilitas makroekonomi dengan melanjutkan berbagai reformasi struktural, termasuk berbagai langkah perbaikan neraca transaksi berjalan dan percepatan berbagai proyek infrastruktur yang diperlukan dalam mendorong pertumbuhan yang berkesinambungan. Pemulihan ekonomi global terus berlangsung secara lamban, sejalan dengan perbaikan ekonomi AS yang menjadi penopang pertumbuhan ekonomi global tidak sekuat perkiraan sebelumnya. Perkembangan ekonomi AS tersebut sebagian dipengaruhi oleh dampak negatif penguatan dolar AS terhadap permintaan ekspornya. Sejalan dengan itu, the Fed merevisi ke bawah proyeksi makroekonomi AS serta mengindikasikan kemungkinan kenaikan Fed Fund Rate yang lebih kecil dan waktu mulainya yang lebih lambat dari perkiraan awal. Sebaliknya, perekonomian Eropa diperkirakan membaik tercermin pada indikator konsumsi dan produksi. Hasil FOMC terakhir dan pembelian aset oleh ECB telah mendorong penurunan yield dan perbaikan arus investasi portofolio di emerging markets, termasuk Indonesia. Di kawasan Asia, perekonomian Jepang diperkirakan akan mengalami perbaikan secara moderat sementara perekonomian Tiongkok berada dalam tren melambat akibat investasi yang menurun. Harga komoditas global masih berada pada level yang rendah, meskipun harga minyak dunia sedikit mengalami kenaikan terkait dengan perkembangan geopolitik di Timur Tengah. Di sisi domestik, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I 2015 diperkirakan masih moderat dan mulai kembali meningkat pada triwulan II 2015. Konsumsi diperkirakan masih cukup kuat pada triwulan I 2015, sementara ekspor dan investasi mengindikasikan kecenderungan yang melambat. Masih cukup kuatnya konsumsi terutama didorong konsumsi swasta akibat terkendalinya inflasi. Sementara itu, pengeluaran pemerintah yang diharapkan menjadi stimulus pertumbuhan diperkirakan masih tumbuh terbatas sesuai pola realisasinya di awal tahun dan baru akan meningkat mulai triwulan II 2015 dan seterusnya. Di sisi lain, ekspor diperkirakan masih terkontraksi, walaupun mulai mengalami perbaikan, sejalan dengan masih lemahnya harga komoditas dan melambatnya permintaan dunia, khususnya untuk produk manufaktur. Pertumbuhan investasi diperkirakan masih tertahan, meskipun akan meningkat pada triwulan II 2015 dan | 1 triwulan-triwulan berikutnya seiring dengan semakin meningkatnya belanja modal pemerintah pada proyek-proyek infrastruktur. Hal ini sejalan dengan pemantauan kemajuan tahapan konstruksi dari berbagai proyek infrastruktur yang ada. Ke depan, terdapat risiko bahwa pertumbuhan ekonomi pada 2015 dapat mengarah ke batas bawah kisaran 5,4-5,8%. Pencapaian tingkat pertumbuhan tersebut akan dipengaruhi seberapa besar dan cepat realisasi berbagai proyek infrastruktur yang direncanakan Pemerintah, selain konsumsi yang tetap kuat dan ekspor yang secara gradual akan membaik. Neraca perdagangan pada Maret 2015 diperkirakan kembali mencatat surplus, terutama didorong oleh surplus nonmigas. Pada Maret 2015, surplus neraca perdagangan Indonesia diperkirakan meningkat dibandingkan pencapaian surplus pada bulan sebelumnya, terutama ditopang oleh surplus neraca nonmigas. Sementara itu, pada periode Januari-Maret 2015 defisit neraca migas mengalami penurunan sebagai implikasi dari reformasi subsidi yang ditempuh Pemerintah. Bank Indonesia meyakini surplus neraca perdagangan pada Januari-Maret 2015 ini sesuai dengan prakiraan defisit transaksi berjalan triwulan I 2015 yang akan jauh lebih rendah dari triwulan IV 2014. Dari neraca finansial, meskipun aliran modal masuk asing mengalami tekanan pada bulan Maret akibat meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan global, secara akumulatif aliran masuk portfolio asing ke pasar keuangan Indonesia hingga Maret 2015 mencapai 3,5 miliar dolar AS. Dengan perkembangan tersebut, cadangan devisa pada akhir Maret 2015 tercatat sebesar 111,6 miliar dolar AS, setara dengan 6,9 bulan impor atau 6,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Nilai tukar rupiah mengalami depresiasi seiring penguatan dolar AS terhadap hampir seluruh mata uang dunia. Pada Maret 2015, secara rata-rata Rupiah melemah 2,37% (mtm) ke level Rp13.066 per dolar AS. Secara point to point, Rupiah terdepresiasi 1,14% dan ditutup di level Rp13.074 per dolar AS. Meskipun melemah, depresiasi Rupiah lebih terbatas dibandingkan pelemahan mata uang negara emerging market lainnya. Tekanan terhadap Rupiah mereda dan mengalami apresiasi sejak pertengahan bulan Maret pasca pertemuan FOMC dengan pernyataannya yang cenderung dovish serta upaya stabilisasi nilai tukar Rupiah yang dilakukan Bank Indonesia. Hal ini juga sejalan dengan aliran masuk portfolio asing ke Indonesia yang kembali meningkat pada April 2015 paska pengumuman hasil FOMC dan pembelian aset oleh ECB. Ke depan, Bank Indonesia tetap konsisten untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai kondisi fundamentalnya. Inflasi pada Maret 2015 tetap terkendali dan mendukung pencapaian sasaran inflasi 2015 yakni 4,0±1%. Setelah mengalami deflasi pada dua bulan pertama 2015, inflasi bulan Maret tercatat sebesar 0,17% (mtm) atau 6,38% (yoy) yang bersumber dari kelompok administered prices. Meski demikian, secara umum inflasi pada bulan Maret terkendali, ditopang oleh kelompok volatile food yang masih mengalami deflasi dan inflasi inti yang melambat. Inflasi administered prices meningkat didorong oleh kenaikan harga bensin premium, solar, LPG 12 kg, serta harga bensin pertamax, seiring dengan kenaikan harga minyak dunia dan pelemahan nilai tukar Rupiah. Sementara itu, volatile food mengalami deflasi, ditopang membaiknya pasokan bahan pangan, termasuk beras yang mulai memasuki musim panen. Di sisi lain, perkembangan inflasi inti menurun dari bulan lalu (0,34%, mtm) menjadi 0,29% (mtm) atau 5,04% (yoy), seiring permintaan domestik yang masih moderat dan ekspektasi inflasi yang terkendali serta penurunan harga komoditas global nonminyak. Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati berbagai faktor risiko yang dapat mempengaruhi inflasi, terutama terkait dengan perkembangan harga minyak dunia, dampak pelemahan nilai tukar Rupiah, kemungkinan penyesuaian | 2 administered prices, dan pasokan bahan pangan. Dalam rangka menjaga inflasi tetap berada pada sasaran yang ditetapkan, Bank Indonesia senantiasa memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah. Stabilitas sistem keuangan tetap solid ditopang oleh ketahanan sistem perbankan dan relatif terjaganya kinerja pasar keuangan. Ketahanan industri perbankan tetap kuat dengan risiko kredit, likuiditas dan pasar yang cukup terjaga, serta dukungan modal yang kuat. Pada Februari 2015, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) masih tinggi, sebesar 21,3%, jauh di atas ketentuan minimum 8%. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah dan stabil di kisaran 2,0%. Dari sisi fungsi intermediasi, pertumbuhan kredit tercatat 12,2% (yoy), meningkat dari bulan sebelumnya sebesar 11,5% (yoy). Sementara itu, kondisi likuiditas perbankan lebih dari memadai seperti tercermin pada pertumbuhan DPK pada Februari 2015 tercatat sebesar 15,2% (yoy), meningkat dari bulan sebelumnya sebesar 14,2% (yoy). Bank Indonesia memandang bahwa pertumbuhan kredit akan meningkat mulai triwulan II 2015 dan seterusnya, sejalan dengan meningkatnya aktivitas ekonomi dan kondisi likuiditas perbankan yang memadai. Secara keseluruhan pada tahun 2015 pertumbuhan DPK dan kredit diperkirakan akan meningkat sehingga mencapai, masing-masing, sebesar 14-16% dan 15-17%. Untuk mendukung pencapaian tersebut, Bank Indonesia akan segera mengkomunikasikan kebijakan makroprudensial yang lebih akomodatif. Hal itu, antara lain, dilakukan melalui (i) perluasan cakupan definisi simpanan dengan memasukkan surat-surat berharga yang diterbitkan bank dalam perhitungan LDR dalam kebijakan GWM-LDR, (ii) pemberian insentif berupa pelonggaran batas atas LDR bagi bank yang telah memenuhi kewajiban penyaluran kredit ke UMKM secara lebih awal. Di sisi lain, kinerja pasar modal juga membaik, tercermin pada IHSG yang masih berada dalam tren meningkat. | 3 2 PERKEMBANGAN EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER Perkembangan Ekonomi Global Pemulihan ekonomi global terus berlangsung secara lamban, meskipun perbaikan ekonomi AS yang menjadi penopang pertumbuhan ekonomi global tidak sekuat perkiraan sebelumnya. Perkembangan ekonomi AS tersebut sebagian dipengaruhi oleh dampak negatif penguatan dolar AS terhadap permintaan ekspornya. Dari sisi permintaan, selain ekspor, permintaan yang menurun tercermin dari penjualan ritel dan kepercayaan konsumen yang menurun yang dipengaruhi cuaca dingin dan turunnya optimisme kondisi tenaga kerja (Grafik 2.1). Sementara itu, pertumbuhan impor menurun sejalan dengan penurunan impor minyak akibat meningkatnya produksi minyak AS serta meningkatnya teknologi hemat BBM. Dari sisi penawaran, kegiatan produksi melambat dipengaruhi cuaca dingin dan penurunan permintaan eksternal. Sementara itu, perbaikan sektor tenaga kerja AS berjalan lambat. Berdasarkan kondisi tersebut, the Fed merevisi ke bawah proyeksi makroekonomi AS serta mengindikasikan kemungkinan kenaikan Fed Fund Rate yang lebih kecil dan waktu mulainya yang lebih lambat dari perkiraan awal. Sebaliknya, perekonomian Eropa diperkirakan membaik seiring dengan turunnya harga minyak dan pelaksanaan quantitave easing yang mendorong turunnya suku bunga dan semakin mudahnya kondisi penyaluran kredit. Dari sisi permintaan domestik, konsumsi meningkat, terindikasi dari meningkatnya penjualan ritel dan tingkat keyakinan konsumen. Sementara itu, kegiatan produksi juga membaik, tercermin dari PMI komposit Eropa yang berada dalam tren meningkat (Grafik 2.2). Kondisi ini didukung oleh permintaan domestik yang meningkat akibat penurunan harga minyak dan meningkatnya permintaan eksternal seiring dengan peningkatan daya saing ekspor sebagai dampak dari depresiasi Euro. Perkembangan ini juga berdampak positif terhadap kondisi tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi di Eropa. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh perekonomian Jepang yang diperkirakan akan mengalami perbaikan secara moderat. Kegiatan produksi membaik, tercermin dari indikator PMI yang berada pada fase ekspansif. Di sisi lain, kegiatan konsumsi juga mengalami perbaikan, terindikasi dari meningkatnya penjualan ritel yang didukung oleh tren kenaikan gaji. Tingkat keyakinan konsumen membaik didukung oleh ekspektasi kenaikan gaji pada negosiasi gaji tahunan (spring) dan dampak penurunan harga minyak. Grafik 2.1. Penjualan Ritel AS Grafik 2.2. PMI Komposit dan PDB Eropa | 4 Perekonomian Tiongkok berada dalam tren melambat sementara perekonomian India cenderung bias ke atas. Kondisi ini seiring dengan masih lemahnya sektor perumahan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan konsumsi baja dan aktivitas konstruksi sehingga berdampak pada melambatnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Di sisi lain, meskipun dalam fase ekspansi, PMI Tiongkok dalam tren menurun. Dalam upaya menanggulangi kondisi tersebut, Otoritas Tiongkok kembali mengeluarkan kebijakan pelonggaran demi mencapai target pertumbuhan pada tahun 2015. Kebijakan relaksasi otoritas Tiongkok yang dilakukan antara lain berupa penurunan rasio down payment (DP) dari 60-70% menjadi 40%. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi India cenderung lebih tinggi dibandingkan prakiraan semula. Tingkat konsumsi membaik, tercermin dari peningkatan indikator penjualan ritel. Selain itu, tingkat keyakinan bisnis juga meningkat dipengaruhi oleh optimisme reformasi struktural serta pengeluaran pemerintah dan swasta. Sejalan dengan perkembangan tersebut, impor barang modal dan indeks produksi dalam tren meningkat. Dengan perkembangan tersebut, harga komoditas global masih berada pada level yang rendah. Harga batubara dan logam dasar menurun didorong oleh perlambatan ekonomi yang dialami Tiongkok. Menurunnya investasi Tiongkok terutama di sektor industri dan konstruksi berdampak pada menurunnya permintaan terhadap batubara maupun logam. Meskipun demikian, harga minyak dunia sedikit mengalami kenaikan terkait dengan perkembangan geopolitik di Timur Tengah. Tren peningkatan harga minyak terkonfirmasi dari posisi long managed money yang meningkat. Ke depan, harga diperkirakan masih meningkat seiring supply minyak AS yang melambat, terindikasi dari mulai turunnya produksi minyak di daerah-daerah penghasil utama AS. Namun, peningkatan harga diperkirakan masih dalam level rendah karena permintaan yang terbatas. Pertumbuhan Ekonomi Di sisi domestik, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I 2015 diperkirakan masih moderat dan mulai kembali meningkat pada triwulan II 2015. Konsumsi diperkirakan masih cukup kuat pada triwulan I 2015, sementara ekspor dan investasi mengindikasikan kecenderungan yang melambat. Masih cukup kuatnya konsumsi terutama didorong konsumsi swasta akibat terkendalinya inflasi. Sementara itu, pengeluaran pemerintah yang diharapkan menjadi stimulus pertumbuhan diperkirakan masih tumbuh terbatas sesuai pola realisasinya di awal tahun dan baru akan meningkat mulai triwulan II 2015 dan seterusnya. Di sisi lain, ekspor diperkirakan masih terkontraksi, walaupun mulai mengalami perbaikan, sejalan dengan masih lemahnya harga komoditas dan melambatnya permintaan dunia, khususnya untuk produk manufaktur. Pertumbuhan investasi diperkirakan masih tertahan, meskipun akan meningkat pada triwulan II 2015 dan triwulan-triwulan berikutnya seiring dengan semakin meningkatnya belanja modal pemerintah pada proyek-proyek infrastruktur. Hal ini sejalan dengan pemantauan kemajuan tahapan konstruksi dari berbagai proyek infrastruktur yang ada. Ke depan, terdapat risiko bahwa pertumbuhan ekonomi pada 2015 dapat mengarah ke batas bawah kisaran 5,4-5,8%. Pencapaian tingkat pertumbuhan tersebut akan dipengaruhi seberapa besar dan cepat realisasi berbagai proyek infrastruktur yang direncanakan Pemerintah, selain konsumsi yang tetap kuat dan ekspor yang secara gradual akan membaik. | 5 Konsumsi diperkirakan masih cukup kuat pada triwulan I 2015, terutama didorong oleh konsumsi swasta. Masih cukup kuatnya konsumsi swasta terjadi seiring dengan terkendalinya inflasi yang dapat mendorong perbaikan daya beli masyarakat. Ekspektasi pendapatan terpantau relatif stabil hingga triwulan II 2015 dan diperkirakan meningkat pada triwulan III 2015. Konsumsi swasta yang masih cukup kuat juga didukung dengan stabilnya keyakinan konsumen pada triwulan I 2015 dibandingkan dengan triwulan IV 2014 (survei Bank Indonesia) (Grafik 2.3). Prakiraan masih kuatnya konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2015 terindikasi dari peningkatan penjualan eceran, terutama kelompok makanan dan minuman, dan perlengkapan rumah tangga, meskipun penjualan mobil dan motor masih terkontraksi (Grafik 2.4 dan Grafik 2.5). Sementara itu, pengeluaran pemerintah yang diharapkan menjadi stimulus pertumbuhan diperkirakan masih tumbuh terbatas sesuai pola realisasinya di awal tahun dan baru akan meningkat mulai triwulan II 2015 dan seterusnya. Grafik 2.3. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 2.4. Indeks Penjualan Eceran Graik 2.5. Penjualan Kendaraan Bermotor Pertumbuhan investasi pada triwulan I 2015 diperkirakan masih tertahan, meskipun akan meningkat pada triwulan-triwulan selanjutnya. Tertahannya kinerja investasi pada triwulan I 2015 bersumber baik dari investasi bangunan maupun investasi nonbangunan. Investasi bangunan diperkirakan tumbuh rendah seiring dengan melambatnya pertumbuhan proyek konstruksi oleh pemerintah dan swasta. Kondisi ini tercermin pada penjualan semen yang menurun (Grafik 2.6). Sementara itu, petumbuhan investasi nonbangunan diperkirakan masih terbatas seiring dengan kinerja ekspor yang masih lemah. Perkembangan ini tercermin dari investasi mesin dan alat angkut yang masih terkontraksi. Investasi mesin yang masih lemah tercermin pada impor mesin dan peralatan yang masih terus melambat (Grafik 2.7), serta penjualan alat berat yang masih tumbuh negatif. Dari sisi investasi alat angkut, impor suku cadang dan alat angkut untuk | 6 penumpang masih mencatat kontraksi. Sementara itu, indikator PMI juga terpantau turun pada triwulan I 2015 (Grafik 2.8). Pada triwulan II 2015 dan triwulan-triwulan berikutnya, pertumbuhan investasi diperkirakan meningkat seiring dengan semakin meningkatnya belanja modal pemerintah pada proyek-proyek infrastruktur. Hal ini sejalan dengan pemantauan kemajuan tahapan konstruksi dari berbagai proyek infrastruktur yang ada. Grafik 2.6. Indikator Investasi Bangunan Grafik 2.7. Indikator Investasi Mesin Grafik 2.8. PMI HSBC Dari sisi eksternal, ekspor pada triwulan I 2015 diperkirakan masih terkontraksi, walaupun mulai mengalami perbaikan, sejalan dengan lemahnya harga komoditas dan melambatnya permintaan dunia, khususnya untuk produk manufaktur. Harga komoditi ekspor masih akan menurun sejalan dengan perlambatan ekonomi Tiongkok. Sementara itu, permintaan dunia melambat terkait dengan perkembangan ekonomi AS yang tidak seoptimis prakiraan sebelumnya. Berdasarkan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekspor riil diperkirakan masih terkontraksi didorong oleh ekspor pertambangan yang masih terkontraksi, meskipun membaik, dan melambatnya ekspor manufaktur pada triwulan I 2015 (Grafik 2.9). Meskipun terkontraksi, ekspor pertambangan membaik dipengaruhi oleh base effect terkait terbatasnya ekspor mineral pada triwulan I 2014. Pemberlakuan kebijakan ekspor tambang mineral sejak bulan Januari 2014 menyebabkan terbatasnya ekspor mineral pada triwulan I 2014. Perbaikan ekspor pertambangan pada triwulan I 2015 tercermin pada ekspor tembaga yang meningkat hampir lima kali lipat dibandingkan dengan triwulan I 2014. Ekspor manufaktur yang melambat pada triwulan I 2015 merupakan kombinasi dari tumbuh positifnya ekspor CPO, meningkatnya ekspor logam dasar dan kayu olahan, serta menurunnya ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), alat listrik, produk kimia, dan makanan olahan. Namun demikian, kontraksi ekspor tertahan oleh kinerja ekspor pertanian tumbuh positif dan meningkat, khususnya ekspor kopi dan rempah. | 7 Pertumbuhan impor diperkirakan melambat pada triwulan I 2015 terkait dengan kinerja ekspor yang masih terbatas. Perlambatan impor terutama bersumber dari impor barang modal yang turun semakin dalam dan impor barang konsumsi yang masih terkontraksi (Grafik 2.10). Kontraksi impor barang modal terindikasi dari penjualan alat berat domestik yang menurun akibat penurunan ekspor pertambangan. Sementara itu, kontraksi impor barang konsumsi terindikasi dari impor mobil penumpang yang menurun. Sebaliknya, impor bahan baku tumbuh positif, antara lain bahan baku untuk industri dan bahan makanan untuk industri. Grafik 2.9. Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Riil Grafik 2.10. Pertumbuhan Impor Nonmigas Riil Dari sisi sektoral (lapangan usaha), sektor pengolahan dan sektor perdagangan, penyediaan akomodasi dan makan minum diperkirakan tumbuh moderat. Sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, penyediaan akomodasi dan makan minum diperkirakan tumbuh tidak sekuat perkiraan sebelumnya. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh pertumbuhan ekspor yang diperkirakan masih mengalami kontraksi. Sementara itu, sektorsektor lainnya diperkirakan meningkat, antara lain sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan; sektor pertambangan dan penggalian; serta sektor transportasi, pergudangan, informasi dan komunikasi. Kinerja sektor pertanian, peternakan, kutanan dan perikanan diperkirakan meningkat ditopang oleh potensi meningkatnya panen tabama dan dukungan cuaca. Kinerja subsektor perikanan juga berpotensi membaik sejalan dengan kebijakan pemerintah terkait pemberantasan illegal fishing. Sementara itu, sektor pertambangan dan penggalian diperkirakan membaik setelah diperbaharuinya kesepakan antara Pemerintah dengan Freeport Indonesia dan Newmont. Perkiraan tersebut tercermin dari meningkatnya rencana belanja modal emiten pertambangan. Selain itu, sektor transportasi, pergudangan, informasi dan komunikasi diperkirakan meningkat seiring diluncurkannya teknologi broadband 4G-LTE, meskipun masih dalam kapasitas terbatas. Subsektor transportasi juga berpotensi membaik seiring dengan peningkatan pertumbuhan jumlah penumpang transportasi udara. Ke depan, terdapat risiko bahwa pertumbuhan ekonomi pada 2015 dapat mengarah ke batas bawah kisaran 5,4-5,8%. Pencapaian tingkat pertumbuhan tersebut akan dipengaruhi seberapa besar dan cepat realisasi berbagai proyek infrastruktur yang direncanakan Pemerintah, selain konsumsi yang tetap kuat dan ekspor yang secara gradual akan membaik. | 8 Neraca Pembayaran Indonesia Neraca perdagangan pada Maret 2015 diperkirakan kembali mencatat surplus, terutama didorong oleh surplus nonmigas. Pada Maret 2015, surplus neraca perdagangan Indonesia diperkirakan meningkat dibandingkan pencapaian surplus pada bulan sebelumnya, terutama ditopang oleh surplus neraca nonmigas. Sementara itu, pada periode Januari-Maret 2015 defisit neraca migas mengalami penurunan sebagai implikasi dari reformasi subsidi yang ditempuh Pemerintah. Bank Indonesia meyakini surplus neraca perdagangan pada Januari-Maret 2015 ini sesuai dengan prakiraan defisit transaksi berjalan triwulan I 2015 yang akan jauh lebih rendah dari triwulan IV 2014. Dari sisi neraca finansial, aliran modal masuk asing mengalami tekanan pada bulan Maret akibat meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan global. Selama bulan Maret 2015, investor nonresiden membukukan net jual aset keuangan sebesar 833 juta dolar AS (Grafik 2.11). Secara akumulatif, aliran masuk portfolio asing ke pasar keuangan Indonesia hingga Maret 2015 mencapai 3,5 miliar dolar AS. Paska pengumuman hasil FOMC dan pembelian aset oleh ECB, aliran masuk portfolio asing ke Indonesia yang kembali meningkat pada April 2015 (tanggal 1 sampai dengan 8 April). Grafik 2.11 Aliran Dana Nonresiden Pada Aset Rupiah Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa Indonesia akhir Maret 2015 tercatat sebesar 111,6 miliar dolar AS. Posisi cadangan devis tersebut lebih rendah dibandingkan dengan posisi akhir Februari 2015 sebesar 115,5 miliar dolar AS. Penurunan posisi cadangan devisa tersebut dipengaruhi oleh peningkatan pengeluaran untuk pembayaran utang luar negeri Pemerintah dan dalam rangka stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamental. Meskipun mengalami penurunan, posisi cadangan devisa per akhir Maret 2015 masih cukup membiayai 6,9 bulan impor atau 6,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. | 9 Nilai Tukar Rupiah Nilai tukar Rupiah mengalami depresiasi seiring penguatan dolar AS terhadap hampir seluruh mata uang dunia. Pada Maret 2015, secara rata-rata Rupiah melemah 2,37% (mtm) ke level Rp 13.066 per dolar AS. Secara point to point (ptp), rupiah terdepresiasi 1,14% dan ditutup di level Rp13.074 per dolar AS (Grafik 2.12). Meskipun melemah, depresiasi rupiah lebih terbatas dibandingkan pelemahan mata uang negara emerging market lainnya (Grafik 2.13). Tekanan terhadap Rupiah mereda dan mengalami apresiasi sejak pertengahan bulan Maret pasca pertemuan FOMC dengan pernyataannya yang cenderung dovish serta upaya stabilisasi nilai tukar Rupiah yang dilakukan Bank Indonesia. Hal ini juga sejalan dengan aliran masuk portfolio asing ke Indonesia yang kembali meningkat pada April 2015 pasca pengumuman hasil FOMC dan pembelian aset oleh ECB. Grafik 2.12. Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Grafik 2.13. Nilai Tukar Kawasan Dari sisi volatilitas, rupiah mengalami peningkatan volatilitas meskipun masih lebih rendah dibandingkan beberapa negara peers. Peningkatan volatilitas rupiah di awal bulan Maret 2015 sejalan dengan tekanan dari penguatan Dolar Index secara global (broad appreciation) (Grafik 2.14). Ketidakpastian eksternal juga memicu kenaikan volatilitas di negara kawasan. Meskipun mengalami peningkatan, volatilitas rupiah lebih rendah dibandingkan dengan mata uang kawasan seperti Real Brasil, Rand Afrika Selatan, Lira Turki, dan Won Korea Selatan (Grafik 2.15). Grafik 2.14. Dolar-Asia Dolar Index Grafik 2.15. Volatilitas Nilai Tukar Negara Peers | 10 Pergerakan rupiah ke depan masih akan dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global serta domestik. Menghadapi kondisi tersebut, Bank Indonesia tetap konsisten untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai kondisi fundamentalnya. Inflasi Inflasi pada Maret 2015 tetap terkendali dan mendukung pencapaian sasaran inflasi 2015 yakni 4,0±1%. Setelah mengalami deflasi pada dua bulan pertama 2015, inflasi bulan Maret tercatat sebesar 0,17% (mtm) atau 6,38% (yoy) yang bersumber dari kelompok administered prices (Grafik 2.16). Meski demikian, secara umum inflasi pada bulan Maret terkendali, ditopang oleh kelompok volatile food yang masih mengalami deflasi dan inflasi inti yang melambat. Grafik 2.16. Perkembangan Inflasi Deflasi kelompok volatile food pada bulan Maret 2015 ditopang oleh membaiknya pasokan bahan pangan. Kelompok volatile food mengalami deflasi sebesar -0,83% (mtm) atau 5,87% (yoy), lebih rendah dari deflasi bulan sebelumnya sebesar -1,69% (Grafik 2.17). Penyumbang terbesar deflasi adalah aneka cabai yang sedang mengalami panen di berbagai daerah, serta daging dan telur ayam ras. Peningkatan pasokan akibat berlangsungnya panen cabai di daerah sentra, antara lain wilayah Jawa Barat dan Jawa Tengah, mendorong koreksi harga aneka cabai. Sementara itu, melambatnya permintaan di tengah peningkatan pasokan daging dan telur ayam ras mendorong koreksi harga kedua komoditas tersebut. Di sisi lain, inflasi beras sedikit menurun dibandingkan bulan lalu karena mulai memasuki musim panen di berbagai daerah dengan puncak masa panen raya diperkirakan terjadi di bulan April. Deflasi volatile food terbatasi oleh kenaikan harga bawang merah. Hal tersebut disebabkan oleh penurunan pasokan yang disebabkan oleh belum meratanya panen, serta penurunan kuantitas dan kualitas panen karena curah hujan yang tinggi. Meskipun demikian, inflasi bawang merah diprakirakan akan menurun seiring dengan panen raya yang akan berlangsung pada bulan April – Juni (Tabel 2.1). | 11 Tabel 2.1. Penyumbang Inflasi/Deflasi Kelompok Volatile Food Grafik 2.17. Pola Inflasi/Deflasi Volatile Food Inflasi administered prices meningkat didorong oleh kenaikan harga bensin premium, solar, LPG 12 kg serta harga bensin pertamax, seiring dengan kenaikan harga minyak dunia dan pelemahan nilai tukar Rupiah. Pada Maret 2015, kelompok administered prices tercatat mengalami inflasi sebesar 0,83% (mtm) atau 11,49% (yoy), meningkat dari dua bulan sebelumnya yang secara berturut-turut mengalami deflasi. Pemerintah melakukan penyesuaian harga Premium RON 88 sebanyak dua kali, yaitu pada tanggal 1 Maret (menjadi Rp 6.800,-/liter untuk wilayah non-Jamali dan Rp6.900,-/liter untuk wilayah Jamali) dan 28 Maret (menjadi Rp Rp7.300,-/liter untuk wilayah non-Jamali dan Rp7.400,-/liter untuk wilayah Jamali), serta Solar pada 28 Maret menjadi Rp6.900,/liter. Pertamina juga melakukan penyesuaian harga BBM non-subsidi sebanyak dua kali, yaitu pada 1 Maret dan 15 Maret. Komoditas lain yang memberikan tekanan pada kelompok administered prices adalah LPG 12 kg, didorong oleh keputusan Pertamina untuk menaikkan harganya per 1 Maret 2015 sebesar rata-rata Rp5.000 per tabung (Grafik 2.18). Inflasi yang lebih tinggi pada kelompok administered prices tertahan oleh koreksi harga yang terjadi pada tarif listrik rumah tangga dan tarif angkutan udara. Komoditas tarif listrik menyumbang deflasi akibat penurunan tarif listrik rumah tangga. Sementara koreksi pada tarif angkutan udara diperkirakan akibat melemahnya permintaan (Tabel 2.2). Tabel 2.2. Penyumbang Inflasi/Deflasi Kelompok Administered Prices Grafik 2.18. Pola Inflasi/Deflasi Administered Prices Perkembangan inflasi inti menurun dari bulan lalu, seiring permintaan domestik yang masih moderat serta penurunan harga komoditas global nonminyak. Inflasi inti pada Maret 2015 tercatat sebesar 0,29% (mtm) atau 5,04% (yoy), menurun dari bulan lalu sebesar 0,34% (mtm). Tekanan inflasi dari eksternal akibat depresiasi rupiah dapat | 12 diminimalkan oleh penurunan harga komoditas global nonminyak (Indeks Harga Imported Inflation/IHIM), seperti ditunjukkan oleh penurunan inflasi inti traded (Grafik 2.19). Sementara itu, permintaan domestik yang masih moderat terindikasi dari Indeks Keyakinan Konsumen yang relatif stabil dan pertumbuhan penjualan eceran yang relatif moderat. Seiring dengan moderatnya permintaan domestik, terdapat indikasi bahwa pelaku usaha belum sepenuhnya mentransmisikan kenaikan cost. Hal ini antara lain terjadi pada industri besi, baja, komputer, audio/video elektronik dan sepeda motor. Penurunan tekanan domestik tersebut ditunjukkan oleh penurunan inflasi inti nontraded baik pada kelompok pangan maupun nonpangan (Grafik 2.20). Grafik 2.19. Inflasi Inti Traded dan Faktor Eksternal Grafik 2.20. Inflasi Inti Nontraded Ekspektasi inflasi masih terjaga. Ekspektasi inflasi 2015 berdasarkan survei Consensus Forecast (CF) triwulanan Maret 2015 sebesar 4,1% (yoy), menurun dari survei CF triwulanan Desember 2014 sebesar 5,60%. Penurunan ekspektasi juga tercermin pada survei CF bulanan di Maret 2015 dan sejalan dengan Survei Penjualan Eceran (SPE) dan Survei Konsumen (SK) 3 dan 6 bulan (Grafik 2.21 dan Grafik 2.22). Grafik 2.21. Ekspektasi Inflasi Consensus Forecast (Triwulanan) Grafik 2.22. Ekspektasi Harga Pedagang Eceran Secara spasial, pada Maret 2015 tekanan inflasi secara nasional mengalami peningkatan yang ditandai oleh terjadinya inflasi di sebagian besar daerah. Peningkatan tekanan inflasi di berbagai daerah terutama disebabkan oleh penyesuaian harga BBM yang dilakukan oleh pemerintah pada akhir bulan Maret 2015. Inflasi terjadi di seluruh daerah di Jawa (0,25%), Sumatera (0,05%) dan Sulampua-Balinustra (0,31%). Kontribusi inflasi tertinggi berasal dari Jawa (0,14%, termasuk Jakarta) dan SulampuaBalinustra (0,04%). Sementara itu, Kalimantan tercatat mengalami deflasi sebesar 0,21% (Gambar 2.1). | 13 Gambar 2.1 Peta Sebaran Inflasi IHK (%, mtm) Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati berbagai faktor risiko yang dapat mempengaruhi inflasi, terutama terkait dengan perkembangan harga minyak dunia, kemungkinan penyesuaian administered prices, dan pasokan bahan pangan. Dalam rangka menjaga inflasi tetap berada pada sasaran yang ditetapkan, Bank Indonesia senantiasa memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah. Perkembangan Moneter Perkembangan suku bunga dan besaran moneter mencerminkan transmisi kebijakan moneter yang berjalan baik. Penurunan suku bunga kebijakan pada awal Februari 2015 direspon dengan baik oleh suku bunga deposito dan kredit. Namun demikian, transmisi ke suku bunga PUAB sedikit terpengaruh adanya peningkatan kebutuhan likuiditas jangka pendek. Sementara itu, likuiditas perekonomian cukup dan likuiditas perbankan meningkat. Kredit perbankan yang merupakan bagian dari M2 mencatat pertumbuhan yang meningkat pada Februari 2015 setelah berada dalam tren perlambatan selama beberapa bulan terakhir. Suku bunga PUAB O/N sempat meningkat, namun segera kembali normal. Suku bunga PUAB O/N sempat meningkat seiring langkah antisipatif perbankan dalam menjaga kecukupan likuiditas terkait kondisi di sistem pembayaran. Hal ini berdampak pada menurunnya suplai di PUAB. Pada saat bersamaan, terdapat peningkatan permintaan likuiditas dari beberapa bank sebagai dampak penguatan operasi moneter Bank Indonesia. Kondisi tersebut kemudian mendorong peningkatan volume dan frekuensi transaksi di PUAB. Dengan perkembangan tersebut, rata-rata tertimbang (RRT) suku bunga PUAB O/N pada Maret 2015 tercatat sebesar 5,93% atau meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 5,76%. Namun demikian, peningkatan ini bersifat sementara dan tidak mencerminkan keketatan likuiditas (Grafik 2.23). Pada 1 April 2015, suku bunga PUAB O/N sudah kembali ke 5,71%. Suku bunga OM tetap stabil dan suku bunga perbankan justru menunjukkan tren menurun. Likuiditas di pasar uang antar bank (PUAB) tetap terjaga. Spread suku bunga maxmin di PUAB meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebagai dampak kenaikan temporer suku bunga PUAB pada akhir Maret 2015. Namun demikian, peningkatan ini | 14 tidak mencerminkan kondisi keketatan likuiditas karena volume PUAB justru meningkat. Secara nominal, volume rata-rata PUAB total pada Maret 2015 tercatat sebesar Rp11,84 triliun, atau meningkat dibandingkan bulan sebelumnya yang hanya sebesar Rp11,12 triliun. Kenaikan volume PUAB total lebih dikontribusi oleh kenaikan volume PUAB O/N yang naik dari Rp 6,01 triliun menjadi Rp6,89 triliun (Grafik 2.24). % 9 rPUAB ON BI Rate DF Rate LF Rate 8 7 6 5 4 Jan‐13 Feb‐13 Mar‐13 Apr‐13 May‐13 Jun‐13 Jul‐13 Aug‐13 Sep‐13 Oct‐13 Nov‐13 Dec‐13 Jan‐14 Feb‐14 Mar‐14 Apr‐14 May‐14 Jun‐14 Jul‐14 Aug‐14 Sep‐14 Oct‐14 Nov‐14 Dec‐14 Jan‐15 Feb‐15 Mar‐15 3 Grafik 2.23. Suku Bunga PUAB O/N Grafik 2.24. Suku Bunga PUAB O/N & Vol DF O/N Suku bunga perbankan terus melanjutkan tren yang menurun. Pada Februari 2015, rata-rata tertimbang suku bunga deposito mengalami penurunan -2 bps menjadi 8,69% dengan penurunan terbesar terjadi pada deposito jangka waktu 1 dan 6 bulan. Di samping sebagai dampak transmisi kebijakan, penurunan suku bunga deposito ini juga didorong oleh perbaikan kondisi likuiditas perbankan seiring dengan peningkatan DPK yang lebih tinggi daripada penyaluran kredit. Sementara itu, suku bunga kredit juga mengikuti tren menurun, khususnya suku bunga KMK dan KI, sedangkan suku bunga KK masih sedikit meningkat (Grafik 2.25). Pada Februari 2015, suku bunga KI maupun suku bunga KMK sama-sama mengalami penurunan -2 bps menjadi 12,27% dan 12,74%. Di sisi lain, suku bunga KK naik 6 bps menjadi 13,68%. Dengan perkembangan tersebut, rata-rata tertimbang suku bunga kredit meningkat 1 bps menjadi 12,95%. Penurunan suku bunga deposito dan kenaikan suku bunga kredit membuat spread suku bunga perbankan meningkat dari 423 bps menjadi 426 bps (Grafik 2.26). % % 14.5 Sb KMK Sb KI Sb KK Sb Kredit Rp 14.0 13,68 13.5 12,95 13.0 12,74 12.5 10.0 RRT 1 Bln 3 Bln 9.5 6 Bln 12 Bln 24 Bln 9.0 BI RATE LPS 8.5 8.0 7.5 7.0 12,27 12.0 6.5 5.0 Jan‐13 Feb‐13 Mar‐13 Apr‐13 May‐13 Jun‐13 Jul‐13 Aug‐13 Sep‐13 Oct‐13 Nov‐13 Dec‐13 Jan‐14 Feb‐14 Mar‐14 Apr‐14 May‐14 Jun‐14 Jul‐14 Aug‐14 Sep‐14 Oct‐14 Nov‐14 Dec‐14 Jan‐15 Feb‐15 5.5 11.0 Grafik 2.25. Suku Bunga KMK, KI dan KK Jan‐13 Feb‐13 Mar‐13 Apr‐13 May‐13 Jun‐13 Jul‐13 Aug‐13 Sep‐13 Oct‐13 Nov‐13 Dec‐13 Jan‐14 Feb‐14 Mar‐14 Apr‐14 May‐14 Jun‐14 Jul‐14 Aug‐14 Sep‐14 Oct‐14 Nov‐14 Dec‐14 Jan‐15 Feb‐15 6.0 11.5 Grafik 2.26. Selisih Suku Bunga Perbankan Likuiditas perekonomian dalam arti luas (M2) tumbuh meningkat dibandingkan bulan sebelumnya. Pada Februari 2015, posisi M2 tercatat sebesar Rp4.230,7 triliun, atau tumbuh 16,1% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan Januari 2015 yang sebesar 14,3% (yoy). Berdasarkan komponennya, peningkatan pertumbuhan M2 tersebut bersumber dari peningkatan pertumbuhan M1 (Uang Kartal dan Simpanan Giro Rupiah) | 15 dan Uang Kuasi (Dana Pihak Ketiga yang terdiri dari simpanan berjangka dan tabungan baik rupiah maupun valas serta simpanan giro valas) (Grafik 2.27). Pertumbuhan M1 sendiri tercatat sebesar 11,2% (yoy), naik dari 8,9% (yoy) pada Januari 2015, didorong oleh kenaikan pertumbuhan giro Rupiah bank dan pertumbuhan uang kartal (Grafik 2.28). Sementara itu, Uang Kuasi juga tumbuh meningkat dari 16,0% (yoy) menjadi 17,6% (yoy) didukung oleh meningkatnya simpanan masyarakat terutama dalam bentuk deposito di bank. Grafik 2.27. Pertumbuhan M2 dan Komponennya Grafik 2.28. Pertumbuhan M1 dan Komponennya Berdasarkan faktor yang mempengaruhi, peningkatan pertumbuhan M2 dipengaruhi utamanya oleh kenaikan pertumbuhan Net Domestic Assets (NDA). Kenaikan pertumbuhan NDA tercermin pada peningkatan kredit yang disalurkan perbankan dan ekspansi operasi keuangan Pemerintah Pusat. Pada Februari 2015, total kredit perbankan tercatat sebesar Rp3.699,5 triliun, atau tumbuh 12,0% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan Januari 2015 yang sebesar 11,4% (yoy). Sementara itu, operasi keuangan Pemerintah Pusat mengalami ekspansi dari 5,1% (yoy) menjadi 20,1% (yoy) (Grafik 2.29). Grafik 2.29. Pertumbuhan M2 dan Faktor-faktor yang Memengaruhinya Industri Perbankan Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga ditopang oleh industri perbankan yang solid sehingga mendukung proses moderasi pertumbuhan ekonomi. Risiko kredit, risiko likuiditas dan risiko pasar pada industri perbankan relatif stabil dan terkendali. Selain itu, kondisi permodalan juga masih kuat untuk memelihara industri perbankan secara keseluruhan. | 16 Pertumbuhan kredit pada Februari 2015 meningkat. Pada Februari 2015, kredit1 tumbuh 12,24% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan Januari 2015 yang sebesar 11,57% (yoy). Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Konsumsi (KK) tumbuh masing-masing sebesar 12,14% (yoy) dan 11,70% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya yang sebesar 10,68% (yoy) dan 11,58% (yoy). Di sisi lain, Kredit Investasi (KI), dengan pangsa 24% dari total kredit, tercatat tumbuh melambat menjadi 13,07% (yoy) dari bulan sebelumnya sebesar 13,28% (yoy) (Grafik 2.30). Secara sektoral, pertumbuhan kredit Februari 2015 di sektor-sektor utama mengalami peningkatan. Pertumbuhan kredit di Sektor PHR, yang memiliki pangsa 22% dari total kredit, tumbuh meningkat menjadi 13,2% (yoy) dari 12,8% (yoy) pada bulan sebelumnya. Pertumbuhan kredit Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Keuangan Real Estat dan Jasa juga meningkat masing-masing menjadi 18,2% (yoy) dan 13,6% (yoy) dari 14,1% (yoy) dan 11,4% (yoy) pada bulan sebelumnya. Di sisi lain, kredit kepada Sektor Pertanian dan Sektor Pertambangan mencatat perlambatan (Grafik 2.31). 45% Total KI KMK Jan'15 KK Feb'15 40% Jasa‐jasa 35% 30% 4.0% 5.7% Angkut dan Komunikasi 25% 20% PHR 15% Konstruksi ‐0.9% Listrik, Gas dan Air Bersih ‐1.3% 10% Industri Pengolahan 0% Pertambangan dan Penggalian Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan 5% ‐5% 11.4% 13.6% Keuangan, Real Estat dan Jasa 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Grafik 2.30. Pertumbuhan Kredit Menurut Penggunaan 2015 12.8% 13.2% 27.8% 28.3% 14.1% 18.2% 17.9% 11.9% 19.3% 17.2% Pertanian ‐20% ‐10% 0% 10% 20% 30% 40% Grafik 2.31. Pertumbuhan Kredit Menurut Sektor Ekonomi Sementara itu, pada Februari 2015, pertumbuhan DPK meningkat didorong oleh peningkatan pertumbuhan deposito dan giro. DPK2 tumbuh 15,43% (yoy) pada Februari 2015, lebih tinggi dibandingkan Januari 2015 yang sebesar 14,08% (yoy). Peningkatan pertumbuhan DPK ini terutama dikontribusi oleh deposito yang tercatat tumbuh 26,06% (yoy) dari 22,87% (yoy) pada bulan sebelumnya. Pertumbuhan giro juga mengalami peningkatan menjadi 11,51% (yoy) dari 11,23% (yoy). Sementara itu, 1 Perhitungan pertumbuhan penyaluran kredit sebesar 12,24% (yoy) pada Februari 2015 menggunakan konsep moneter, yaitu pinjaman rupiah dan valas yang diberikan oleh Bank Umum dan BPR (tidak termasuk kantor cabang bank yang beroperasi di luar wilayah Indonesia) kepada penduduk (tidak termasuk Pemerintah Pusat). Sementara itu, pertumbuhan kredit menggunakan konsep perbankan pada Februari 2015 tercatat sebesar 12,18% (yoy), lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar 11,54% (yoy). Kredit menurut konsep perbankan adalah pinjaman rupiah dan valas yang diberikan oleh Bank Umum (termasuk kantor cabang yang beroperasi di luar wilayah Indonesia) kepada penduduk (termasuk Pemerintah Pusat) dan bukan penduduk. 2 Perhitungan pertumbuhan DPK sebesar 15,43% (yoy) pada Februari 2015 menggunakan konsep moneter yaitu simpanan milik pihak ketiga, baik dalam rupiah maupun valas pada Bank Umum dan BPR (tidak termasuk kantor cabang bank yang beroperasi di luar wilayah Indonesia) dalam bentuk tabungan, giro, dan simpanan berjangka. DPK menurut konsep moneter tidak termasuk simpanan milik Pemerintah Pusat dan simpanan milik bukan penduduk. Sementara itu, DPK menurut konsep perbankan pada Februari 2015 mencatat pertumbuhan sebesar 15,20% (yoy), lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar 14,2% (yoy). DPK menurut konsep perbankan adalah simpanan milik pihak ketiga, baik dalam rupiah maupun valas pada Bank Umum (termasuk kantor cabang bank yang beroperasi di laur wilayah Indonesia) dalam bentuk tabungan, giro dan simpanan berjangka. DPK menurut konsep perbankan meliputi pula simpanan milik Pemerintah Pusat dan simpanan milik bukan penduduk. | 17 pertumbuhan tabungan turun menjadi 3,83% (yoy) dari 4,27% (yoy) pada bulan sebelumnya (Grafik 2.32). Grafik 2.32. Pertumbuhan DPK Di tengah permintaan domestik yang masih termoderasi, ketahanan perbankan yang tercermin dari unsur permodalan bank tetap terjaga, diiringi risiko kredit yang relatif terkendali. Pada Februari 2015, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) masih tinggi, yaitu sebesar 21,3%, jauh di atas ketentuan minimum 8%. Angka ini meningkat dibandingkan dengan CAR pada akhir bulan sebelumnya yang sebesar 20,8%. Kondisi ini mencerminkan daya tahan perbankan yang masih tinggi untuk mengatasi tekanan dan gejolak di perekonomian. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah dan stabil di kisaran 2,00% (Tabel 2.3). Tabel 2.3. Kondisi Umum Perbankan Indikator Utama Total Aset (T Rp) DPK (T Rp) Kredit* (T Rp) LDR* (%) NPLs Bruto* (%) CAR (%) NIM (%) ROA (%) * tanpa channeling Jan 4,880.5 3,594.7 3,258.4 90.65 1.90 19.6 4.1 2.8 Feb 4,888.8 3,603.6 3,267.8 90.68 1.99 19.8 4.1 2.7 Mar 4,933.0 3,618.1 3,306.9 91.40 2.00 19.8 4.3 2.9 Apr 5,008.1 3,694.8 3,361.3 90.98 2.05 19.4 4.3 2.9 Mei 5,097.5 3,763.5 3,403.1 90.43 2.18 19.5 4.2 2.9 2014 Jun Jul 5,198.0 5,121.1 3,834.5 3,778.4 3,468.2 3,486.1 90.45 92.27 2.16 2.24 19.3 19.3 4.2 4.2 3.0 2.8 Ags 5,218.9 3,855.9 3,498.4 90.73 2.31 19.3 4.2 2.8 Sep 5,418.8 3,995.8 3,561.3 89.13 2.29 19.4 4.2 2.8 Okt 5,445.7 4,011.4 3,558.1 88.70 2.35 19.5 4.2 2.8 Nov 5,511.1 4,054.7 3,596.6 88.70 2.36 19.6 4.2 2.8 Des 5,615.1 4,114.4 3,674.3 89.30 2.16 19.4 4.2 2.8 2015 Jan Feb 5,622.0 5,683.2 4,105.9 4,151.4 3,634.3 3,665.7 88.52 88.3 2.35 2.4 20.8 21.3 4.2 4.0 2.7 2.4 Pasar Saham dan Pasar Surat Berharga Negara Pasar saham domestik selama Maret 2015 tercatat menguat yang didorong oleh sentimen positif terkait dengan rilis laporan keuangan emiten dan pembayaran dividen. IHSG pada akhir Maret 2015 mencapai level 5.518,68 atau naik 68 poin (+1,25%) dibandingkan posisi akhir bulan sebelumnya (Grafik 2.33). Level IHSG ini juga merupakan rekor tertinggi baru (new all time high) yang terjadi pada hari terakhir perdagangan (31 Maret 2015). Kinerja IHSG pada awal bulan sempat melemah seiring aksi profit taking investor asing dan meningkatnya concern investor terhadap rencana kenaikan FFR. Namun demikian, pada akhir bulan, IHSG berbalik arah dan berhasil ditutup positif akibat sentimen positif rilis laporan keuangan dan pembayaran dividen emiten. Dibandingkan bursa saham kawasan, kinerja IHSG yang tumbuh sebesar 1,25% masih berada di bawah Filipina (2,7%) dan Singapura (1,3%) namun lebih baik dibandingkan Malaysia, Thailand dan Vietnam. | 18 Pada Maret 2015, harga saham pada sebagian besar sektor ekonomi mengalami penguatan. Penguatan terbesar terjadi pada sektor aneka industri (+7,2%) dan diikuti sektor keuangan (+4,8%). Sementara itu, sejumlah sektor lain tercatat melemah dengan pelemahan terbesar dialami oleh emiten sektor industri dasar (-7,7%). Sektor Pertambangan masih mengalami koreksi sejalan dengan indeks WTI yang masih dalam tren penurunan meskipun secara jangka pendek indeks WTI telah naik dibandingkan bulan lalu yaitu dari USD49,76/barrel menjadi USD48,68/barrel (Grafik 2.34). Grafik 2.33. IHSG dan Indeks Bursa Global Grafik 2.34. Indeks Sektoral Maret 2015 Selama Maret 2015, investor nonresiden membukukan net jual didorong oleh sentimen global berupa concern investor terkait rencana kenaikan FFR. Investor nonresiden membukukan net jual sebesar Rp5,34 triliun, berbalik arah dibandingkan bulan sebelumnya yang mencatat net beli sebesar Rp10,61 triliun (Gambar 2.35). Aksi jual asing terutama terjadi pasca level tertinggi IHSG pada 6 Maret 2015 didorong oleh sentimen global terkait rencana kenaikan FFR dan berlanjutnya tekanan terhadap nilai tukar Rupiah. Hingga Maret 2015, posisi kepemilikan saham oleh non residen mencapai 39,3% atau turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 47,8%. Kinerja pasar SBN melemah dengan yield yang meningkat di seluruh tenor. Penurunan ini dipengaruhi oleh meningkatnya concern terhadap kenaikan FFR seiring dengan rilis data ekonomi AS yang membaik. Sejumlah sentimen positif domestik seperti rilis inflasi Februari yang kembali deflasi, trade balance Indonesia yang kembali surplus, dan BI Rate yg diputuskan tetap ternyata direspon secara terbatas oleh investor. Pada Maret 2015, yield SBN naik 46 bps dari 6,96% menjadi 7,42%. Yield jangka pendek, menengah dan panjang masing-masing naik sebesar 39 bps, 51 bps dan 43 bps menjadi 7,04%, 7,45% dan 7,85% (Grafik 2.36). Grafik 2.35. Kinerja IHSG dan Net Beli/Jual Asing Grafik 2.36. Perubahan Yield Bulanan (mtm) | 19 Di tengah kenaikan yield, investor non residen melakukan penjualan SBN. Selama Maret 2015, investor non residen tercatat membukukan net jual sebesar Rp3,59 triliun, berbalik arah dari net beli Rp6,84 triliun pada bulan sebelumnya (Grafik 2.37). Aksi jual ini dipengaruhi oleh sentimen eksternal terkait meningkatnya kembali concern investor terhadap rencana kenaikan FFR seiring dengan membaiknya rilis data ekonomi AS. Secara umum, kepemilikan asing di pasar SBN pada Maret 2015 turun dibandingkan dengan bulan sebelumnya yaitu dari 38,94% menjadi 37,59%. Kepemilikan SBN oleh asuransi dan BI masing-masing naik dari 11,52% dan 4,07% menjadi 11,60% dan 4,65%. Sementara kepemilikan lain oleh bank dan dana pensiun menurun. Grafik 2.37. Yield SBN dan Jual/Beli Asing Neto Bulanan Pembiayaan Non Bank Pembiayaan ekonomi non bank tercatat lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Selama Maret 2015, total pembiayaan melalui penerbitan saham perdana, right issue, obligasi korporasi, medium term notes (MTN), promissory notes, negotiable certificate of deposits (NCD) dan instrumen keuangan lainnya tercatat sebsar Rp10,2 triliun, lebih rendah dibandingkan dengan Maret 2014 yang mencapai Rp12,5 triliun. Berdasarkan komponennya, pembiayaan nonbank pada Maret 2015 masih didominasi oleh penerbitan obligasi korporasi (Tabel 2.4) diikuti oleh pembiayaan melalui penerbitan saham yang mulai meningkat. Dibandingkan bulan sebelumnya, pembiayaan non bank pada Maret 2015 mengalami pertumbuhan 19,12%, dipengaruhi oleh tingkat suku bunga yang relatif masih rendah. Kebijakan Bank Indonesia yang mempertahankan BI Rate pada level 7,50% telah mendorong investor maupun korporasi untuk melakukan lebih banyak transaksi pembiayaan melalui penerbitan saham dan surat utang. Tabel 2.4. Pembiayaan Non Bank Rp, Triliun 2014 Non Bank Saham 2015 Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des Total Jan Feb Mar Total 2,9 2,8 12,5 2,1 9,9 27,2 1,7 2,2 0,0 6,4 1,1 0,6 16,0 0,0 8,6 10,2 22,0 0,0 4,5 4,5 0,8 0,0 5,7 9,9 18,8 15,8 110,1 0,0 2,4 13,6 5,2 47,6 3,3 0,0 o/w Emiten Sektor Keuangan 2,2 0,0 0,0 0,0 12,8 0,0 0,0 0,0 Obligasi 0,0 2,8 5,2 0,4 7,3 9,8 1,5 0,0 5,3 4,3 2,1 8,7 47,5 3,0 4,9 4,9 12,8 o/w Emiten Sektor Keuangan 0,0 0,0 3,0 4,6 4,5 12,1 0,3 3,7 0,8 4,8 o/w Emiten Sektor Keuangan 0,8 0,2 0,0 2,6 0,7 3,3 1,3 0,6 5,0 0,0 30,3 0,2 1,6 1,3 4,0 1,1 3,2 1,8 0,4 3,1 3,1 1,9 14,9 1,8 1,8 0,0 0,0 0,3 7,3 4,1 0,8 0,6 0,4 0,0 1,5 0,0 4,4 0,0 MTN dan Promissory Notes + NCD 0,6 0,1 0,9 0,5 2,0 1,3 0,2 0,6 1,1 3,3 1,6 9,2 Sumber: OJK, BEI, diolah | 20 3 RESPONS KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 14 April 2015 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Deposit Facility 5,50% dan Lending Facility pada level 8,00%. Keputusan tersebut sejalan dengan upaya untuk mencapai sasaran inflasi 4±1% pada 2015 dan 2016, serta mengarahkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat dalam kisaran 2,5-3% terhadap PDB dalam jangka menengah. Bank Indonesia akan terus mewaspadai risiko eksternal dan domestik serta secara konsisten memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, termasuk memperkuat langkah-langkah stabilisasi nilai tukar Rupiah, guna menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Selain itu, koordinasi dengan Pemerintah juga terus diperkuat dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan, serta mendorong percepatan reformasi struktural. Dalam kaitan ini, Bank Indonesia mendukung langkah-langkah Pemerintah memperkuat stabilitas makroekonomi dengan melanjutkan berbagai reformasi struktural, termasuk berbagai langkah perbaikan neraca transaksi berjalan dan percepatan berbagai proyek infrastruktur yang diperlukan dalam mendorong pertumbuhan yang berkesinambungan. | 21 INDIKATOR TERKINI SEKTOR KEUANGAN SUKU BUNGA & SAHAM Suku bunga SBI 9 bln 1) Suku bunga deposito 1 bln Suku bunga deposito 3 bln JIBOR satu minggu 2) IHSG Indeks 3) 2013 Mar Juni 2014 Sep Des Mar Juni Sep Des Jan 2015 Feb Mar 4.87 5.51 5.64 4.28 4,941 5.28 5.60 5.72 4.46 4,819 6.96 6.73 6.58 5.89 4,316 7.22 7.92 7.64 6.99 4,274 7.13 7.99 8.28 6.55 4,768 7.14 8.32 8.34 6.55 4,879 6.88 8.48 9.37 6.21 5,138 6.90 8.58 8.94 5.91 5,227 6.93 8.46 8.91 5.94 5,289 5,450 BESARAN MONETER (miliar Rp) Uang Primer M1(C+D) Uang Kartal (C) Uang giral (D) Uang Beredar Luas (M2 = C+D+T+S) Uang kuasi (T) Uang kuasi (Rupiah) Deposito Tabungan Total Deposito (Valas) Simpanan Giro Valuta Asing Surat Berharga Selain Saham (S) 664,935 810,112 331,226 478,886 3,322,586 2,500,342 2,127,118 1,125,587 1,001,530 182,383 190,841 12,132 691,678 858,557 347,204 511,353 3,413,437 2,543,285 2,139,112 1,116,098 1,023,014 198,689 205,484 11,594 715,662 867,721 360,085 507,636 3,584,017 2,691,903 2,218,323 1,148,970 1,069,352 232,808 240,772 24,394 821,679 887,064 399,589 487,475 3,727,696 2,817,826 2,338,485 1,186,783 1,151,702 236,925 242,416 22,805 771,365 853,502 377,438 476,065 3,656,440 2,785,176 2,351,662 1,254,599 1,097,064 213,875 219,639 21,928 794,794 945,718 381,638 564,080 3,861,659 2,903,415 2,437,230 1,331,090 1,106,140 238,735 227,451 16,758 817,230 949,168 395,230 553,939 4,564,085 3,044,842 2,473,236 1,418,043 1,143,054 247,800 235,945 16,136 918,434 942,221 419,262 522,960 4,696,286 3,209,475 2,709,992 1,475,405 1,234,588 254,478 245,005 21,630 854,510 918,079 391,256 526,824 4,701,650 3,233,881 2,708,608 1,523,779 1,184,829 264,828 260,445 22,866 851,132 927,848 387,889 539,958 4,770,633 3,278,945 2,752,142 1,570,171 1,181,971 276,638 250,165 23,882 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Uang Beredar Aktiva Luar Negeri Bersih Aktiva Dalam Negeri Bersih Tagihan Bersih kepada Pemerintah Pusat Tagihan Kepada Sektor Lainnya 3,322,586 947,362 2,375,225 366,902 2,973,874 3,413,437 833,821 2,579,616 330,871 3,180,790 3,584,017 972,110 2,611,907 342,434 3,382,424 3,727,696 1,011,361 2,716,334 406,612 3,525,435 3,660,606 987,705 2,672,901 308,623 3,549,149 3,865,891 1,077,147 2,788,744 325,312 3,717,744 4,010,147 1,114,215 2,895,931 345,765 3,823,505 4,173,327 1,105,783 3,067,544 416,608 3,961,583 4,174,826 1,194,242 2,980,584 363,458 3,936,152 4,230,675 1,212,857 3,017,818 382,650 3,958,638 - PERTUMBUHAN BESARAN MONETER (%,YOY) Uang Primer M1(C+D) Uang Kartal (C) Uang giral (D) Uang Beredar Luas (M2 = C+D+T+S) Uang kuasi (T) Uang kuasi (Rupiah) Deposito Tabungan Total Deposito (Valas) Simpanan Giro Valuta Asing Surat Berharga Selain Saham (S) 13.46 13.42 15.39 12.10 14.10 14.54 13.43 10.13 17.38 22.69 20.04 -17.86 10.25 10.15 10.34 10.03 11.87 12.77 11.61 9.85 13.61 20.59 18.13 -30.20 12.02 9.08 10.60 8.02 14.63 16.05 12.66 11.46 13.98 29.07 41.53 112.91 16.58 5.39 10.39 1.61 12.76 14.84 11.69 11.28 12.12 33.47 32.95 118.85 16.01 5.36 13.95 -0.59 10.05 11.39 10.56 11.46 9.54 17.27 15.09 80.74 14.91 10.15 9.92 10.31 13.13 14.16 13.94 19.26 8.13 20.15 10.69 44.53 14.19 9.39 9.76 9.12 27.35 13.11 11.49 23.42 6.89 6.44 -2.00 -33.85 11.78 6.22 4.92 7.28 25.98 13.90 15.89 24.32 7.20 7.41 1.07 -5.15 9.34 8.95 2.95 13.88 28.84 16.14 16.47 26.18 5.98 19.08 10.20 2.89 12.71 11.18 5.51 15.65 31.08 17.80 17.98 28.43 6.47 29.33 5.64 11.12 - Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Uang Beredar Aktiva Luar Negeri Bersih Aktiva Dalam Negeri Bersih Tagihan Bersih kepada Pemerintah Pusat Tagihan Kepada Sektor Lainnya 14.01 2.29 19.47 23.49 20.61 11.81 -9.91 21.26 16.37 20.03 14.57 -0.36 21.34 14.57 22.79 12.70 4.76 15.98 4.31 20.84 10.17 4.26 12.53 -15.88 19.34 13.26 29.18 8.11 -1.68 16.88 11.89 14.62 10.87 0.97 13.04 11.95 9.34 12.93 2.46 12.37 14.40 15.30 14.05 5.13 12.77 16.24 19.67 14.92 20.05 13.00 - 0.63 5.90 1.03 5.90 -0.35 8.40 0.55 8.38 0.08 7.32 0.43 6.70 0.27 4.53 2.46 8.36 -0.24 6.96 -0.36 6.29 0.17 6.38 9,718 12,727 10,971 9,925 11,970 12,029 11,580 12,248 11,811 12,170 13,672 11,313 11,360 12,551 10,529 11,855 12,624 12,304 12,185 12,730 11,962 12,385 12,307 11,078 12,668 11,309 10,508 12,925 10,474 9,836 12,925 - - - - 2) 2) 6.65 5,519 6.67 8.36 8.94 848,341 - HARGA Inflasi bulanan (%, mtm) Inflasi tahunan (%, yoy) SEKTOR EKSTERNAL Rp/USD (akhir periode, nilai tengah) Ekspor Barang Non migas (f.o.b, juta USD) 4) Impor Barang Non migas (c & f, juta USD) 4) INDIKATOR KUARTALAN Pertumbuhan PDB (%, yoy) Konsumsi Investasi (PMTDB) Perubahan Stok Ekspor Impor 1) minggu terakhir 2014 2013 Tw.I 5.61 5.28 7.95 -19.64 3.50 2.92 Tw.II 5.59 4.98 5.52 16.37 2.10 0.88 Tw.III 5.50 6.28 6.00 -36.77 1.34 4.93 Tw.IV 5.61 5.97 2.10 -65.96 9.44 -0.85 Tw I 5.14 5.75 4.66 -17.36 3.16 5.04 Tw II 5.03 4.53 3.71 -5.52 1.38 0.41 Tw III 4.92 4.58 3.86 99.55 4.86 0.28 Tw IV 5.01 4.53 4.27 42.33 -4.53 3.22 2) rata-rata tertimbang 3) penutupan pada akhir periode 4) closed file Sumber : Bank Indonesia, kecuali IHK, ekspor/impor dan PDB dari BPS Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Maret, April, Juni, Juli, September, Oktober dan Desember. Laporan ini dimaksudkan sebagai media bagi Dewan Gubernur Bank Indonesia untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat luas mengenai evaluasi kondisi moneter terkini atas asesmen dan prakiraan perekonomian Indonesia serta respons kebijakan moneter Bank Indonesia yang dipublikasikan dalam Laporan Kebijakan Moneter (LKM) secara triwulanan pada setiap bulan Februari, Mei, Agustus, dan November. Secara rinci, TKM menyampaikan hasil evaluasi atas perkembangan terkini mengenai inflasi, nilai tukar, dan kondisi moneter selama bulan laporan, serta keputusan respons kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia. Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Divisi Pengaturan dan Komunikasi Kebijakan Grup Kebijakan Moneter Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Telp: +62 21 2981 4402/6836 Fax: +62 21 345 2489 Email: [email protected] Website: http//www.bi.go.id Dewan Gubernur Agus D.W. Martowardojo – Gubernur Mirza Adityaswara – Deputi Gubernur Senior Halim Alamsyah – Deputi Gubernur Ronald Waas – Deputi Gubernur Perry Warjiyo – Deputi Gubernur Hendar – Deputi Gubernur | 22