PERTUMBUHAN BERBAGAI JENIS UKURAN PROPAGUL

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Mangrove/bakau adalah tanaman alternatif terbaik sebagai
penahan ombak dan penyelamatan hayati pantai. Ada beberapa jenis Mangrove/
bakau yang dibudidayakan di Indonesia. Dua jenis yang paling populer adalah
Mangrove Mucronata/avicullata atau yang kita kenal dengan bakau.Ada juga jenis
avicennia dengan ciri rumpun daun kecil, atau yang biasa disebut orang indonesia
dengan "api-api". Jarak tanam ideal untuk mangrove jenis mucronata/avicullata
(batang besar) adalah 5-7 meter. sedangkan untuk Avicennia sekitar 5 meter.
Untuk pantai dengan ombak besar yang paling ideal adalah jenis apiapi/avicennia; karena akarnya cenderung kuat menahan ombak meski belum lama
ditanam (Wightman, 1989).
Rhizophora spp dapat tumbuh dengan baik pada substrat (tanah) yang
berlumpur dan dapat mentoleransi tanah lumpur berpasir, di pantai yang agak
berombak dengan frekuensi genangan 20-40 kali/bulan. Rhizophora stylosa dapat
ditanam pada lokasi bersubstrat (tanah) pasir berkoral. Avicennia spp lebih cocok
ditanam pada substrat (tanah) pasir berlumpur terutama di bagian terdepan pantai
dengan frekuensi genangan 30-40 kali/bulan. Bruguiera spp dapat tumbuh dengan
baik pada substrat (tanah) yang lebih keras yang terletak ke arah darat dari garis
pantai dengan frekuensi genangan 30-40 kali/bulan. Ceriops spp dapat tumbuh
baik pada substrat pasir berkoral dengan frekuensi genangan 30-40 kali/bulan
(Pratiwi, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Secara umum, penanaman mangrove dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu dengan cara menanam langsung buah mangrove (propagul) ke areal
penanaman dan melalui persemaian bibit. Penanaman secara langsung tingkat
kelulushidupannya rendah (sekitar 20-30 %). Hal ini karena pengaruh arus laut
pada saat pasang dan pengaruh predator. Sedangkan dengan cara persemaian dan
pembibitan,
tingkat
kelulushidupannya
relatif
tinggi
(sekitar
60-80%)
( Samingan, 1980).
Buah yang digunakan untuk pembibitan, sebaiknya dipilih dari pohon
mangrove yang berusia diatas 10 tahun. Buah yang baik, dicirikan oleh hampir
lepasnya hipokotil dari buahnya. Buah yang sudah matang dari Rhizophora spp,
dicirikan dengan warna buah hijau tua atau kecoklatan, dengan kotiledon (cincin)
berwarna kuning atau merah. Media yang digunakan untuk pembibitan adalah
sedimen dari tanggul bekas tambak atau sedimen yang sesuai dengan karakteristik
pohon induknya. Media dibiarkan selama kurang lebih 24 jam agar tidak terlalu
lembek. Media tanam yang sudah disediakan, dimasukkan ke dalam kantong
plastik hitam (polibag) berukuran lebar 12 cm dan tinggi 20 cm, yang telah diberi
lubang keci-kecil kurang lebih 10 buah (Tomlinson, 1986).
Propagul mangrove diusahakan berasal dari lokasi setempat atau lokasi
terdekat. Buah dapat diperoleh dengan cara mengambil buah-buah yang telah
jatuh atau memetik langsung dari pohonnya. Sebaiknya, pengumpulan buah
dilakukan secara berulang dengan interval waktu tertentu. Pada saat memetik buah
secara langsung dari pohon induknya harus dilakukan secara berhati-hati, jangan
sampai bunga dan buah yang belum matang berjatuhan. Untuk memperoleh buah
yang baik, dapat dilakukan antara bulan September sampai dengan Maret. Seleksi
Universitas Sumatera Utara
buah tergantung pada karakteristik jenisnya. Namun biasanya, buah dipilih berasal
dari buah yang matang, sehat, segar dan bebas dari hama. Ciri kematangan dapat
dilihat dari warna kotiledon, warna hipokotil, berat buah atau ciri lainnya.
Sebelum digunakan untuk pembibitan, buah dapat disimpan sementara waktu.
Buah dimasukkan dalam ember atau bak yang berisi air penuh, dengan posisi
tegak, dan diletakkan di tempat yang terlindung dari sinar matahari. Lama
penyimpanan maksimal adalah 10 hari (Monk,dkk, 2000).
Buah disemaikan masing-masing 1 buah dalam setiap polibag. Buah
ditancapkan kurang lebih sepertiga dari total panjangnya (± 7 cm). Setiap 6-10
benih, diikat menjadi satu agar tidak mudah rebah, ikatan dibuka setelah daun
pertama keluar. Daun pertama akan keluar setelah 1 bulan, daun ketiga akan
keluar setelah 3 bulan. Tempat yang akan digunakan untuk persemaian bibit
dipilih lahan yang lapang dan datar. Jaraknya dengan lokasi tanam diusahakan
sedekat mungkin supaya lebih efektif dalam pengangkutan bibitnya. Lahan yang
digunakan untuk pembibitan harus terendam saat air pasang dengan frekuensi
lebih kurang 20-40 kali/bulan, sehingga tidak memerlukan penyiraman
(Kitamura, 1997).
Pembibitan dibuat dengan menggunakan bedeng. Bedeng
dibuat dari
bambu yang kuat. Ukuran bedeng disesuaikan dengan kebutuhan. Umumnya
berukuran 1×5 m atau 1×10 m dengan tinggi 1,5–2 m. Bedeng diberi naungan
ringan dari daun nipah, kelapa, ijuk, rumbia, alang-alang atau sejenisnya. Media
(dasar) bedeng adalah tanah lumpur di daerah sekitarnya. Di atas media (dasar)
dilapisi plastik yang tebal untuk mencegah agar akar tidak menembus ke dalam
tanah. Bila dibuat lebih dari 1 bedeng, bedeng satu dengan bedeng lainnya diberi
Universitas Sumatera Utara
jarak setengah meter, yang digunakan sebagai jalan kerja. Untuk mempermudah
jalan, di sekitar bedeng dibuat jembatan. Bedeng berukuran 1×5 m dapat
menampung bibit dalam polibag ukuran 10×50 cm atau dalam botol air minuman
bekas (500 ml) sebanyak 1200 bibit, atau sebanyak 2250 unit untuk bedeng
berukuran 1×10 m (Soenardjo, dkk. 2003).
Pada beberapa daerah yang sangat ekstrim dengan pola pasang surut yang
sangat lebar, sebaiknya jangan dilakukan pola penanaman yang konvensional.
Pola penanaman konvensional biasanya hanya penancapan bibit yang dibarengai
dengan pengikatan pada ajir. Namun sebaiknya menggunakan modifikasi pada
sistem persemaian. Modifikasi persemaian dapat dilakukan pada polibag bambu
dan atau pot yang didisain khusus. Bentuk polibag dapat dilakukan dengan
panajaman pada bagian bawah yang juga berfungsi sebagai pasak untuk tiap bibit.
Modifikasi juga dapat dipadu dengan pengikatan pada ajir berlapis untuk
memperkokoh dudukan bibit (Nontji,1987).
Penanaman mangrove dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara
menanam langsung buah mangrove (propagul) ke areal penanaman dan melalui
persemaian bibit. Penanaman secara langsung tingkat kelulushidupannya rendah
(sekitar 20-30 %). Hal ini karena pengaruh arus laut pada saat pasang dan
pengaruh predator. Sedangkan dengan cara persemaian dan pembibitan, tingkat
kelulushidupannya relatif tinggi (sekitar 60-80%). Namun demikian, pengalaman
di lapangan membuktikan bahwa tingkat kelulushidupan dengan menggunakan
propagul dan bibit mangrove, bervariasi tergantung dengan kondisi daerah
setempat (Poedjiraharjoe, 1996).
Universitas Sumatera Utara
Mangrove dalam pertumbuhannya mempunyai masa-masa kritis. Oleh
karena itu perlindungan tanaman mangrove dan hama yang merusak, mulai dari
pembibitan hingga mencapai anakan, perlu dilakukan agar pertumbuhannya dapat
berlangsung dengan baik. Sampai dengan usia pembibitan satu tahun, batang
mangrove sangat
disukai oleh
serangga atau
ketam/kepiting.
Menurut
pengalaman, 60-70% mangrove akan mati sebelum berusia 1 tahun karena
digerogoti serangga atau ketam/kepiting. Untuk mengatasi hama, bisa dilakukan
dengan beberapa cara. Buah Rhizophora spp, yang akan digunakan sebagai bibit,
dipilih yang telah cukup matang. Tanda-tanda kematangan buah ditunjukkan oleh
keluarnya buah dari tangkai. Buah kemudian disimpan di tempat yang teduh,
ditutup dengan karung goni setengah basah selama 5-7 hari. Penyimpanan selama
itu dimaksudkan untuk menghilangkan bau/aroma buah segar yang dimiliki buah
yang sangat disenangi oleh serangga, gastropoda dan kepiting. Setelah itu,
mangrove siap untuk disemai pada polibek (Kitamura, 1997).
Pengukuran pertumbuhan bibit dilakukan dengan mengukur pertambahan
tinggi atau panjang plumula, jumlah daun yang mekar, jumlah pasangan daun dan
jumlah cabang. Pengukuran ini diadakan untuk mengetahui dan meneliti seberapa
besar kelulushidupan bibit-bibit mangrove yang telah ditanam. Pada bulan
pertama belum dilakukan pengukuran pertumbuhan terhadap bibit-bibit mangrove
yang hidup. Pengukuran pertumbuhan baru akan dimulai setelah bibit berumur
tiga bulan (untuk mengetahui tingkat pertumbuhan bibit mangrove). Bagian
tanaman mangrove yang tumbuh dan berkembang bernama plumula atau pucuk
daun muda. Bagian tanaman mangrove inilah yang menjadi indikator
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan walaupun ada daun bibit mangrovenya telah layu dan kering
(Bengen dan Adrianto, 2001).
Manfaat Hutan Mangrove
Mangrove memiliki berbagai macam manfaat bagi kehidupan manusia dan
lingkunga sekitarnya. Bagi masyarakat pesisir, pemanfaatan mangrove untuk
berbagai tujuan telah dilakukan sejak lama. Akhir-akhir ini, peranan mangrove
bagi lingkungan sekitarnya dirasakan sangat besar setelah berbagai dampak
merugikan
dirasakan
diberbagai
tempat
akibat
hilangnya
mangrove
(Noor dkk., 1999).
Karakteristik Hutan Mangrove
Tanah
Jenis tanah pada hutan mangrove umumnya alluvial biru smpai coklat
keabua-abuan. Tanah ini berupa tanah lumpur kaku dengan persentase liat tinggi
yang tinggi, bervariasi dari tanah liat biru, dengan sedikit atau tanpa bahan
organik, sampai tanah lumpur coklat hitam yang mudah lepas karena banyak
mengandung pasir dan bahan organic (Widhiastuti, 1996).
Kandungan kimia tanah hutan mangrove umumnya kaya akan bahan
organik, dan mempunyai nilai nitrogen yang tinggi. Secara umum tanah hutan
mangrove termasuk tanah alluvial hydomorf. Tanah ini tarafnya muda dan
tergolong
dalam
tanah-tanah
regosol
atau
entisol
(Soerianegara, 1971 dalam Widhiastuti, 1996)
Universitas Sumatera Utara
Salinitas
Bagi kebanyakan pohon-pohon mangrove dan fauna penggali liang dalam
tanah, salinitas air pasang mungkin kurang penting dibandingkan dengan salinitas
air tanah. Salinitas air tanah umumnya lebih rendah dibandingka dengan air
pasang diatasnya, hal ini disebabkan karena terjadinya pengenceran oleh air tawar
(hujan) yang merembes ke dalam tanah. Bagi akar-akar pohon dan fauna penggali
lubang, faktor terpenting bukan hanya kadar NaCl tetapi tekanan osmotic
(Widhiastuti, 1996).
Menurut De Haan dalam Samingan (1995) salinitas bervariasi dari hari ke
hari dan dari musim ke musim. Selama siang hari salinitas lebih tinggi
dibandingkan pada musim hujan. Demikian pula pada musim pasang, salinitas
akan turun dan cenderung untuk naik bila surut kembali.
Kelebihan Hutan Mangrove
Hutan mangrove memiliki kelebihan, antara lain:
•
Hidup disepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang
surut air laut.
•
Memilik perakaran yang mampu meredam gerak pasang surut air laut dan
mampu terendam dalam air yang kadar garamnya tinggi.
•
Memiliki kemampuan regenerasi tinggi (Muin, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Faktor-faktor lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mangrove
Salinitas
Kondisi salinitas sngat mempengaruhi komposisi mangrove. Berbagai
jenis mangrove mengatasi kadar salinitas dengan cara yang berbeda-beda.
Beberapa diantaranya secara selektif mampu menghindari penyerapan garam dari
media tumbuhnya, sementara beberapa jenis yang lainnya mampu mengeluarkan
garam dari kelenjar khusus pada daunnya (Noor, 1999).
Tanah
Sebagian besar jenis-jenis mangrove tumbuh dengan baik pada tanah
berlumpur, terutama di daerah endapan lumpur terakumulasi. Di Indonesia
substrat berlumpur ini sangat baik untuk tegakan Rhizophora mucronata dan
Avicennia marina (Kint, 1934).
Jenis tanah yang mendominasi kawasan mangrove biasanya adalah fraksi
lempeng berdebu, akibat rapatnya bentuk perakaran-perakaran yang ada. Fraksi
lempung berpasir hanya terdapat dibagian depan (arah pantai). Nilai pH tanah
dikawasan mangrove berbeda-beda, tergantung pada tingkat kerapatan vegetasi
yang tumbuh dikawasan tersebut. Jika kerapatan rendah, tanah akan mempunyai
nilai pH yang tinggi. Nilai pH tidak banyak berbeda, yaitu antara 4,6-6,5 dibawah
tegakan jenis Rhizophora spp ( Arief, 2003).
Hutan mangrove tanahnya selalu basah, mengandung garam, mempunyai
sedikit oksigen dan kaya akan bahan organik. Bahan organik yang terdapat di
dalam tanah, terutama berasal dari sisa tumbuhan yang diproduksi oleh mangrove
sendiri. Serasah secara lambat akan diuraikan oleh mikroorgansme, seperti
Universitas Sumatera Utara
bakteri, jamur dan lainnya. Selain itu juga terjadi sedimen halus dan partikel
kasar, seperti potongan batu dank oral, pecahan kulit kerang dan siput. Biasanya
tanah mangrove kurang membentuk lumpur berlempung dan warnanya bervariasi
dari abu-abu muda sampai hitam (Soeroyo, 1993).
Cahaya
Cahaya adalah salah satu faktor yang penting dalam proses fotosintesis
dalam melakukan pertumbuhan tumbuhan hijau. Cahaya mempengaruhi respirasi,
transpirasi, fisiologi dan juga sruktur fisik tumbuhan. Intensitas cahaya, di dalam
kualitas dan juga lama penyinaran juga merupakan satu faktor penting untuk
tumbuhan. Umumnya tumbuhan di ekosistem mangrove juga membutuhkan
intensitas tinggi (Mac Nae, 1968).
Suhu
Pada Rhizophora spp., Ceriops spp., Exocoecaria spp. dan Lumnitzera
spp., laju tertinggi produksi daun baru adalah pada suhu 26-28 ºC, untuk
Bruguiera spp adalah 27ºC dan Avicennia marina memproduksi daun baru pada
suhu 18-20 ºC (Hutchings dan Saenger, 1987).
Pasang Surut
Pasang surut menetukan zonasi komunitas flora dan fauna mangrove.
Durasi pasang surut berpengaruh besar terhadap perubahan salinitas pada areal
mangrove. Salinitas air menjadi sangat tinggi pada saat pasang naik dan menurun
selama pasang surut. Perubahan tingkat salinitas pada saat pasang merupakan
Universitas Sumatera Utara
salah satu faktor yang membatasi distribusi jenis mangrove. Pada areal yang
selalu tergenang hanya Rhizophora mucronata yang tumbuh baik, sedangkan
Bruguiera spp dan Xylocarpus spp jarang mendominasi daerah yang sering
tergenang. Pasang surut juga berpengaruh terhadap perpindahan massa antara air
tawar dengan air laut, dan oleh karenanya mempengaruhi organisme mangrove
(Ansori, 1998).
Universitas Sumatera Utara
Download