BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Kota Surakarta diusulkan menjadi Kota Kreatif Desain ke UNESCO pada tahun 2012. Hal ini diinisiasi oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Ibu Mari. Sehingga proses Kota Surakarta menuju Kota Kreatif terjadi secara tidak sengaja dan disengaja pasca adanya keputusan Kemnparekraf tersebut. Kekayaan budaya yang ada di Kota Surakarta, khususnya batik menjadi modal penting dalam proses untuk mewujudkan Kota Kreatif Desain. Tahap pembangunan kelompok pencipta dan desainer, yaitu komunitas batik yang terdiri dari komunitas pengrajin (Laweyan dan Kauman), pengusaha batik hingga desainer batik (Ikapersata dan RED batik Solo) menjadi langkah awal dalam mengangkat batik sebagai potensi budaya yang dimiliki Kota Surakarta. Selain itu upaya dilakukan pada pemenuhan infrastruktur ekonomi (Pasar tradisional, Pusat Grosir Solo, Beteng Trade Center) untuk memfasilitasi perdagangan para pelaku industri batik. Hingga setelah itu dilakukan promosi kerajinan lokal batik sebagai tujuan wisata melalui berbagai event kebudayaan yang mengangkat tema batik seperti Solo Batik Carnival dan Solo Batik Fashion (Tuan Rumah Pameran). Disaat bersamaan juga dilakukan pembenahan sektor lingkungan dengan upaya revitalisasi, penghijauan dan pengurangan terhadap resiko bencana (Landscape Budaya). Dengan strategi multiplayer effect yang dilakukan dan dasar pemikiran kreatif pembangunan sektor ekonomi, lingkungan hingga pemanfaatan ruang memberikan dampak lain meningkatnya potensi pariwisata yang ada di Kota Surakarta, sehingga menjadikan Kota Surakarta dikenal dengan potensi batik dan pemanfaatan ruangnya yang unik (Galabo, Solo Car Free Day). Hal tersebut ditandai dengan meningkatnya jumlah pengunjung wisatawan dan para investor 97 yang ingin berinvestasi di Kota Surakarta. Hingga pada akhirnya menarik minat Kemenparekraf untuk menjadi Kota Surakarta menjadi Kota Kreatif Desain. Sehingga pasca keputusaan tersebut Kota Surakarta mulai fokus dengan upaya penguatan jaringan dan pemenuhan kriteria Kota Kreatif Desain dari UNESCO. Dimana penguatan jaringan dilakukan pada tataran pemerintahan, kelompok kreatif batik hingga koordinasi dengan pihak luar terkait Kota Kreatif (BCCF, FEDEP, UNESCO). Dan pemenuhan kriteria dalam upaya pemenuhan kriteria event internasional dan infrastruktur Kota Kreatif Desain. Capaian tersebut tentunya tidaklah mudah dicapai, diperlukan koordinasi yang baik antara berbagai aktor terkait dengan program yang direncanakan. Aktor-aktor yang memiliki peran dalam proses Kota Surakarta menuju kota kreatif adalah Solo Creative City Network (SCCN), Pemerintah dan Komunitas Batik. Sedangkan faktor-faktor yang memiliki pengaruh dalam proses Kota Surakarta menuju Kota Kreatif adalah kepemimpinan (sifat dan strategi pembangunan), dukungan terhadap program Kota Kreatif, dan kerjasama antar stakeholder. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa Kota Surakarta secara teori memiliki modal/potensi untuk menjadi Kota Kreatif, dapat dilihat dari cara yang digunakan (berdasarkan potensi lokal); aktor yang berperan (kerjasama yang terjalin); dan faktor yang mempengaruhi (kepemimpinan dan langkah yang diambil) berbanding dengan teori yang disampaikan oleh Landry dan Florida (Sektor ekonomi kreatif, lingkungan kreatif, sosial dan budaya kreatif). Namun sejauh ini fokus desain yang terjadi di Kota Surakarta masih didominasi oleh industri desain fashion, yaitu dengan batik itu sendiri. Sedangkan Kota Kreatif Desain tidak hanya bergantung pada satu industri desain saja, namun juga kriteria desain lain seperti desain kota, desain arsitektur, desain grafis dan industri desain lainnya. Sedangkan secara kriteria Kota Kreatif Desain UNESCO, Kota Surakarta masih harus banyak berbenah karena masih banyak kriteria yang harus dipenuhi untuk menjadi Kota Kreatif Desain. 98 6.2 Saran Dari penelitian yang telah dilakukan, peneliti memberikan beberapa saran, diantaranya adalah: 1. Pemahaman tentang Kota Kreatif di kalangan pemerintahan masih sangat minim, hanya terbatas pada beberapa aktor yang terlibat secara langsung saja, sehingga disarankan untuk memberikan pemahaman tentang Kota Kreatif kepada seluruh individu dalam pemerintahan, sehingga atmosfer kreatifitas dapat tercipta dengan kesadaran individu. 2. Koordinasi pada lembaga pemerintahan masih terlalu sedikit yang terlibat, sehingga disarankan untuk melibatkan beberapa lembaga pemerintahan yang belum terlibat secara langsung seperti Dinas Perindustrian, dsb. 3. Kota Surakarta membutuhkan seorang sosok (aktor) yang memiliki sifat provokatif untuk memasifkan upaya mewujudkan Kota Surakarta sebagai Kota Kreatif Desain. 4. Sosialisasi terhadap masyarakat Kota Surakarta harus segera dilakukan untuk menciptakan suasana kreatif demi terwujudnya Kota Surakarta sebagai Kota Kreatif Desain. 5. Pembenahan sektor ruang publik yang bermasalah (Solo City Walk, Taman Sriwedari, Galabo, dll) harus segera dibenahi untuk memenuhi kriteria Landscape Budaya Kota Kreatif Desain UNESCO. 6. Industri desain masih didominasi oleh desain fashion, disarankan untuk mulai mengangkat industri desain lainnya sehingga bisa lebih beragam. 99