BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA 2.1 Umum Motor - USU-IR

advertisement
BAB II
MOTOR INDUKSI TIGA PHASA
2.1
Umum
Motor induksi merupakan motor arus bolak–balik (AC) yang paling luas
digunakan dan dapat dijumpai dalam setiap aplikasi industri maupun rumah
tangga. Penamaannya berasal dari kenyataan bahwa arus rotor motor ini bukan
diperoleh dari sumber tertentu, tetapi merupakan arus yang terinduksi sebagai
akibat adanya perbedaan relatif antara putaran rotor dengan medan putar (rotating
magnetic field) yang dihasilkan arus stator.
Motor ini memiliki konstruksi yang kuat, sederhana, handal, serta
berbiaya murah. Di samping itu motor ini juga memiliki effisiensi yang tinggi saat
berbeban penuh dan tidak membutuhkan perawatan yang banyak. Akan tetapi jika
dibandingkan dengan motor DC, motor induksi masih memiliki kelemahan dalam
hal pengaturan kecepatan. Dimana pada motor induksi pengaturan kecepatan
sangat sukar untuk dilakukan, sementara pada motor DC hal yang sama tidak
dijumpai.
2.2
Konstruksi Motor Induksi Tiga Phasa
Sebuah motor induksi tiga fasa memiliki konstruksi yang hampir sama
dengan motor listrik jenis lainnya. Motor ini memiliki dua bagian utama, yaitu
stator yang merupakan bagian yang diam, dan rotor sebagai bagian yang berputar
sebagaimana diperlihatkan pada gambar 2.1. Antara bagian stator dan rotor
dipisahkan oleh celah udara yang sempit, dengan jarak berkisar dari 0,4 mm
sampai 4 mm.
Gambar 2.1. Penampang Stator dan Rotor Motor Induksi Tiga Fasa
2.2.1
Stator
Stator terdiri atas tumpukan laminasi inti yang memiliki alur yang menjadi
tempat kumparan dililitkan yang berbentuk silindris. Alur pada tumpukan
laminasi inti diisolasi dengan kertas (Gambar 2.2.(b)). Tiap elemen laminasi inti
dibentuk dari lempengan besi (Gambar 2.2.(a)). Tiap lempengan besi tersebut
memiliki beberapa alur dan beberapa lubang pengikat untuk menyatukan inti. Tiap
kumparan tersebar dalam alur yang disebut belitan fasa dimana untuk motor tiga
fasa, belitan tersebut terpisah secara listrik sebesar 120°. Kawat kumparan yang
digunakan terbuat dari tembaga yang dilapis dengan isolasi tipis. Kemudian
tumpukan inti dan belitan stator diletakkan dalam cangkang silindris
(Gambar2.2.(c)). Berikut ini contoh lempengan laminasi inti, lempengan inti yang
telah disatukan, belitan stator yang telah dilekatkan pada cangkang luar untuk
motor induksi tiga fasa.
(a)
(b)
(c)
Gambar 2.2. Komponen Stator Motor Induksi Tiga Fasa :
a) Lempengan Inti,
b) Tumpukan Inti dengan Kertas Isolasi pada Beberapa Alurnya,
c) Tumpukan Inti dan Kumparan dalam Cangkang Stator.
2.2.2
Rotor
Berdasarkan jenis rotornya, motor induksi tiga fasa dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yang juga akan menjadi penamaan untuk motor tersebut, yaitu
rotor belitan (wound rotor) dan rotor sangkar tupai (squirrel cage rotor). Jenis
rotor belitan terdiri dari satu set lengkap belitan tiga fasa yang merupakan
bayangan dari belitan pada statornya. Belitan tiga fasa pada rotor fasa rotor
tersebut dihubungkan pada slip ring yang terdapat pada poros rotor (gambar
2.3(a)). Belitan-belitan rotor ini kemudian dihubung singkatkan melalui sikat
(brush) yang menempel pada slip ring (perhatikan gambar 2.4), dengan
menggunakan sebuah perpanjangan kawat untuk tahanan luar.
(a)
(b)
Gambar 2.3.
a) Tampilan Close-Up Bagian Slip Ring Rotor Belitan
b) Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Belitan
Gambar 2.4. Skematik Diagram Motor Induksi Rotor Belitan
Dari gambar 2.4. dapat dilihat bahwa semata-mata keberadaan slip ring
dan sikat hanyalah sebagai penghubung belitan rotor ke tahanan luar (exsternal
resistance). Keberadaan tahanan luar disini berfungsi pada saat pengasutan yang
berguna untuk membatasi arus mula yang besar. Tahanan luar ini kemudian secara
perlahan dikurangi sampai resistansinya nol sebagaimana kecepatan motor
bertambah mencapai kecepatan nominalnya. Ketika motor telah mencapai
kecepatan nominalnya, maka tiga buah sikat akan terhubung singkat tanpa tahanan
luar sehingga rotor belitan akan bekerja seperti halnya rotor sangkar tupai.
Rotor sangkar mempunyai kumparan yang terdiri atas beberapa batang
konduktor yang disusun sedemikian rupa hingga menyerupai sangkar tupai. Rotor
terdiri dari tumpukan lempengan besi tipis yang dilaminasi dan batang konduktor
yang mengitarinya (perhatikan gambar 2.5(a)). Tumpukan besi yang dilaminasi
disatukan untuk membentuk inti rotor. Alumunium (sebagai batang konduktor)
dimasukan ke dalam slot dari inti rotor untuk membentuk serangkaian konduktor
yang mengelilingi inti rotor. Rotor yang terdiri dari sederetan batang-batang
konduktor yang terletak pada alur-alur sekitar permukaan rotor, ujung-ujungnya
dihubung singkat dengan menggunakan cincin hubung singkat (shorting ring)
atau disebut juga dengan end ring.
(a)
(b)
Gambar 2.5.
a) Rotor Sangkar Tupai dan Bagian-bagiannya
b) Motor Induksi Tiga Fasa Rotor Sangkar Tupai
2.3
Medan Putar
Perputaran motor pada mesin arus bolak-balik ditimbulkan oleh adanya
medan putar (fluks yang berputar) yang dihasilkan dalam kumparan statornya.
Medan putar ini terjadi apabila kumparan stator dihubungkan dalam fasa banyak,
umumnya fasa 3. Hubungan dapat berupa hubungan bintang atau delta.
Misalkan kumparan a – a; b – b; c – c dihubungkan 3 fasa, dengan beda
fasa masing-masing 1200 (gambar 2.6a) dan dialiri arus sinusoid. Distribusi arus
i a , i b , i c sebagai fungsi waktu adalah seperti gambar 2.6b. Pada keadaan t 1 , t 2 , t 3 ,
dan t 4 , fluks resultan yang ditimbulkan oleh kumparan tersebut masing-masing
adalah seperti gambar 2.6c, d, e, dan f.
Pada t 1 fluks resultan mempunyai arah sama dengan arah fluks yang
dihasilkan oleh kumparan a – a; sedangkan pada t 2 , fluks resultannya mempunyai
arah sama dengan arah fluks yang dihasilakan oleh kumparan c – c; dan untuk t 3
fluks resultan mempunyai arah sama dengan fluks yang dihasilkan oleh kumparan
b – b. Untuk t 4 , fluks resultannya berlawanan arah dengan fluks resultan yang
dihasilkan pada saat t 1 keterangan ini akan lebih jelas pada analisa vektor.
Gambar 2.6. (a) Diagram Phasor Fluksi Tiga Phasa (b) Arus Tiga Phasa
Setimbang
Gambar 2.7. Medan putar pada motor induksi tiga phasa
Dari gambar c, d ,e, dan f tersebut terlihat fluks resultan ini akan berputar
satu kali. Oleh karena itu untuk mesin dengan jumlah kutub lebih dari dua,
kecepatan sinkron dapat diturunkan sebagai berikut :
ns =
120. f
p
n s = kecepatan sinkron (rpm)
f = frekuensi (Hz)
p = jumlah kutub
2.3.1
Analisis Secara Vektor
Analisis secara vektor didapatkan atas dasar:
1. Arah fluks yang ditimbulkan oleh arus yang mengalir dalam suatu
lingkar, sesuai dengan perputaran sekrup (gambar 2.8).
Gambar 2.8. Arah Fluks Yang Ditimbulkan Oleh Arus Yang Mengalir Dalam
Suatu Lingkar
3. Kebesaran fluks yang ditimbulkan ini sebanding dengan arus yang
mengalir.
Notasi yang dipakai untuk menyatakan positif
atau
negatifnya
arus yang
mengalir pada kumparan a – a, b – b, dan c – c yaitu: harga positif, apabila tanda
silang (x) terletak pada pangkal konduktor tersebut (titik a, b, c), sedangkan
negatif apabila
tanda titik (.) terletak pada pangkal konduktor tersebut (gambar
2.8). Maka diagram vektor untuk
fluks total pada keadaan t 1 , t 2 , t 3 , t 4 , dapat dilihat pada gambar 2.9.
Gambar 2.9. Diagram Vektor Untuk Fluks Total Pada Keadaan t 1 , t 2 , t 3 ,
t4
Dari semua diagram vektor di atas dapat pula dilihat bahwa fluks resultan
berjalan (berputar).
2.4
Prinsip Kerja Motor Induksi Tiga Phasa
Adapun prinsip kerja motor induksi tiga phasa mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut :
1. Apabila belitan stator dihubungkan dengan sumber tegangan tiga fasa
yang setimbang maka akan dihasilkan arus pada tiap belitan fasa.
2. Arus pada tiap fasa menghasilkan fluksi bolak-balik yang berubah-ubah
3. Amplitudo fluksi yang
dihasilkan
berubah
secara sinusoidal
dan
arahnya tegak lurus terhadap belitan fasa Akibat fluksi yang berputar
timbul ggl pada stator motor yang besarnya adalah
E1 = 4,44 fN1Φ ( Volt ) ………................................................(2.1)
4. Penjumlahan ketiga fluksi bolak - balik tersebut disebut medan putar
yang berputar dengan kecepatan sinkron n s, besarnya nilai n s ditentukan
oleh jumlah
kutub p dan frekuensi stator f yang dirumuskan dengan
ns =
120 × f
p
( rpm ) …………………......................................(2.2)
5. Akibat fluksi yang berputar tersebut maka timbul tegangan induksi pada
belitan stator yang besarnya dapat dinyatakan dengan persamaan berikut.
E2 = 4,44 fN 2 Φ …………………................................................ (2.3)
6. Fluksi yang berputar tersebut akan memotong batang konduktor pada
rotor.
Akibatnya pada kumparan rotor timbul tegangan induksi (ggl)
sebesar
E 2 yang besarnya:
E 2 = 4,44 fN 2 Φ m ( Volt )
…………………….........................(2.4)
dimana :
E 2 =Tegangan induksi pada rotor saat rotor dalam keadaan diam (Volt)
N 2 =Jumlah lilitan kumparan rotor
Ф m =Fluksi maksimum(Wb)
7. Karena kumparan rotor merupakan rangkaian t ertutup, maka ggl
tersebut akan menghasilkan arus I 2.
8. Adanya arus I 2 di dalam medan magnet akan menimbulkan gaya F
pada rotor.
9. Bila kopel mula yang dihasilkan oleh gaya F cukup besar untuk memikul
kopel beban, rotor akan berputar searah medan putar stator.
10. Perputaran rotor akan semakin meningkat hingga mendekati kecepatan
sinkron. Perbedaan kecepatan medan stator (n s ) dan kecepatan rotor (n r )
disebut slip (s) dan dinyatakan dengan
s=
ns − n r
× 100%
ns
………….....….................................(2.5)
11. Pada saat rotor dalam keadaan berputar, besarnya tegangan yang terinduksi
pada kumparan
rotor
akan
bervariasi
tergantung
besarnya
slip.
Tegangan induksi ini dinyatakan dengan E 2s yang besarnya
E 2s = 4,44 sfN 2 Φ m ( Volt )
…….…………............................(2.6)
dimana :
E 2s = tegangan induksi pada rotor dalam keadaan berputar (Volt)
f 2 = s.f = frekuensi rotor (frekuensi tegangan induksi pada rotor
dalam
keadaan berputar)
12. Bila n s = n r ,
tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak akan
mengalir pada kumparan rotor, karenanya tidak dihasilkan kopel. Kopel
ditimbulkan jika n r < n s .
2.5
Rangkaian Ekivalen Motor Induksi
2.5.1
Rangkaian Ekivalen Stator
Untuk mempermudah analisis motor induksi, digunakan metoda rangkaian
ekivalen per-fasa. Motor induksi dapat dianggap sebagai transformator dengan
rangkaian sekunder berputar. Rangkaian ekivalen statornya dapat digambarkan
sebagai berikut:
R1
I2
X1
I0
I1
V1
Rc
Ic X m I m
E1
Gambar 2.10 Rangkaian Ekivalen Stator Motor Induksi
Dimana:
V 1 = tegangan terminal stator (Volt)
E 1 = ggl lawan yang dihasilkan oleh fluks celah udara resultan (Volt)
I 1 = arus stator (Ampere)
R 1 = tahanan efektif stator (Ohm)
X 1 = reaktansi bocor stator (Ohm)
Arah positif dapat dilihat pada rangkaian Gambar 2.10. Arus stator terbagi
atas 2 komponen, yaitu komponen arus beban dan komponen arus penguat I 0 .
Komponen arus penguat I 0 merupakan arus stator tambahan yang diperlukan
untuk menghasilkan fluksi celah udara resultan, dan merupakan fungsi ggm E 1 .
Komponen arus penguat I 0 terbagi atas komponen rugi-rugi inti I C yang
sefasa dengan E 1 dan komponen magnetisasi I M yang tertinggal 900 dari E 1 .
Hubungan antara tegangan yang diinduksikan pada rotor sebenarnya
(E rotor ) dan tegangan yang diinduksikan pada rotor ekivalen (E 2S ) adalah:
E2S
N
= 1 =a
E rotor
N2
atau
E 2S = a E rotor ...……………...……..……………………... (2.10)
Dimana a adalah jumlah lilitan efektif tiap fasa pada lilitan stator yang
banyaknya a kali jumlah lilitan rotor.
Bila rotor-rotor diganti secara magnetik, lilitan – ampere masing-masing
harus sama, dan hubungan antara arus rotor sebenarnya I rotor dan arus I 2S pada
rotor ekivalen adalah:
I 2S =
I rotor
a
………… ……….…………………….………… (2.11)
sehingga hubungan antara impedansi bocor frekuensi slip Z 2S dari rotor ekivalen
dan impedansi bocor frekuensi slip Z rotor dari rotor sebenarnya adalah:
E 2 S a 2 E rotor
=
Z 2S =
= a 2 Z rotor
I 2S
I rotor
…………………………..…(2.12)
Nilai tegangan, arus dan impedansi tersebut diatas didefinisikan sebagai nilai yang
referensinya ke stator.
Selanjutnya persamaan (2.12) dapat dituliskan:
E2S
= Z 2 S = R2 + jsX 2
I 2S
……………………………………...(2.13)
dimana :
Z 2S = impedansi bocor rotor frekuensi slip tiap fasa dengan referensi ke
stator (Ohm).
R 2 = tahanan efektif referensi (Ohm).
sX 2 =
reaktansi bocor referensi pada frekuensi slip X 2 didefinisikan
sebagai
harga reaktansi bocor rotor dengan referensi frekuensi stator (Ohm).
2.5.2
Rangkaian Ekivalen Rotor
Reaktansi yang didapat pada persamaan (2.13) dinyatakan dalam cara
yang demikian karena sebanding dengan frekuensi rotor dan slip. Jadi X 2
didefinisikan sebagai harga yang akan dimiliki oleh reaktansi bocor pada rotor
dengan patokan pada frekuensi stator.
Pada stator ada gelombang fluks yang berputar pada kecepatan sinkron.
Gelombang fluks ini akan mengimbaskan tegangan pada rotor dengan frekuensi
slip sebesar E 2 s dan ggl lawan stator E1 . Bila bukan karena efek kecepatan,
tegangan rotor akan sama dengan tegangan stator, karena lilitan rotor identik
dengan lilitan stator. Karena kecepatan relatif gelombang fluks terhadap rotor
adalah s kali kecepatan terhadap stator, hubungan antara ggl efektif pada stator
dan rotor adalah:
E 2 s = sE1
………………………………………...…….(2.14)
Gelombang fluks magnetik pada rotor dilawan oleh fluks magnetik yang
dihasilkan komponen beban I 2 dari arus stator, dan karenanya, untuk harga
efektif
I 2s = I 2
………………….................................................(2.15)
Dengan membagi persamaan (2.14) dengan persamaan (2.15) didapatkan:
E2S
sE
= 1
I 2S
I2
………...…………………………..………..(2.16)
Didapat hubungan antara persamaan (2.15) dengan persamaan (2.16), yaitu
E2S
sE
= 1 = R2 + jsX 2
I 2S
I2
…………...……...........……....(2.17)
Dengan membagi persamaan (2.17) dengan s, maka didapat
E1 R2
=
+ jX 2 ………………………..….………...……(2.18)
I2
s
Dari persamaan (2.18) dapat dibuat rangkaian ekivalen untuk rotor.
Dari persamaan (2.13) , (2.14) dan (2.18) maka dapat digambarkan rangkaian
ekivalen pada rotor sebagai berikut :
R2
E2 s
I2
R2
X2
sX 2
I2
E1
R2
s
X2
I2
E1
1
R2 ( − 1)
s
Gambar 2.11. Rangkaian Ekivalen Pada Rotor Motor Induksi.
R
R2
= 2 + R2 - R2
s
s
R2
= R2 +
s
1
R2 ( − 1) …………………..………………...........(2.19)
s
Dari penjelasan mengenai rangkaian ekivalen pada stator dan rotor di atas, maka
dapat dibuat rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa pada masing-masing
fasanya. Perhatikan gambar di bawah ini.
R1
I2
X1
sX 2
IΦ
I1
V1
Rc
Ic
I2
E1
X m Im
R2
sE 2
Gambar 2.12. Rangkaian Ekivalen Motor Induksi Tiga Phasa
Untuk mempernudah perhitungan maka rangkaian ekivalen pada gambar
2.12 diatas dapat dilihat dari sisi stator, rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa
akan dapat digambarkan sebagai berikut.
I '2
X1
R1
X2
'
I0
I1
V1
E1
Rc
Xm
Im
R2
s
'
Ic
Gambar 2.13. Rangkaian Ekivalen Dilihat Dari Sisi Stator Motor
Induksi
Atau seperti gambar berikut:
R1
I '2
X1
'
R'2
I0
I1
V1
X2
Xm
Rc
Im
Ic
E1
' 1
R2 ( − 1)
s
Gambar 2.14. Rangkaian Ekivalen Dilihat Dari Sisi Stator Motor
Induksi
Dimana:
X '2 = a 2 X 2
R ' 2 = a 2 R2
Dalam teori transformator-statika, analisis rangkaian ekivalen sering
disederhanakan dengan mengabaikan seluruh cabang penalaran atau melakukan
pendekatan dengan memindahkan langsung ke terminal primer. Pendekatan
demikian tidak dibenarkan dalam motor induksi yang bekerja dalam keadaan
normal, karena adanya celah udara yang menjadikan perlunya suatu arus
peneralan yang sangat besar (30% sampai 40% dari arus beban penuh) dan karena
reaktansi bocor juga perlu lebih tinggi. Untuk itu dalam rangkaian ekivalen
Rc dapat dihilangkan (diabaikan). Rangkaian ekivalen menjadi gambar berikut.
R1
I '2
X1
'
R'2
I0
I1
V1
X2
Xm
E1
' 1
R2 ( − 1)
s
Gambar 2.15. Rangkaian Ekivalen Lain Dari Motor Induksi
2.6
Aliran Daya Motor Induksi
Pada motor induksi, tidak ada sumber listrik yang langsung terhubung ke
rotor, sehingga daya yang melewati celah udara sama dengan daya yang
diinputkan ke rotor. Daya total yang dimasukkan pada kumparan stator (P in )
dirumuskan dengan
Pin = 3V1 I 1 cos θ (Watt)……………………….........................(2.20)
Dimana:
V 1 = tegangan sumber (Volt)
I 1 = arus masukan(Ampere)
θ=
perbedaan sudut phasa antara arus masukan dengan tegangan
sumber.
Daya listrik disuplai ke stator motor induksi diubah menjadi daya mekanik
pada poros motor. Berbagai rugi-rugi yang timbul selama proses konversi energi
listrik antara lain:
1. Rugi-rugi tetap (fixed losses), terdiri dari:

Rugi-rugi inti stator (P i )
2
Pi =

3 . E1
(Watt) ………… ………………………..(2.21)
RC
Rugi-rugi gesek dan angin
2. Rugi-rugi variabel, terdiri dari:

Rugi-rugi tembaga stator (P ts )
P ts = 3. I 1 2. R 1 (Watt)……..……………….……..(2.22)

Rugi-rugi tembaga rotor (P tr )
P tr = 3. I 2 2. R 2 (Watt)…..…………………..……..(2.23)
Daya pada celah udara (P cu ) dapat dirumuskan dengan:
P cu = P in – P ts – P i (Watt)…………………………….(2.24)
Jika dilihat pada rangkaian rotor, satu-satunya elemen pada rangkaian
ekivalen yang mengkonsumsi daya pada celah udara adalah resistor R 2 / s. Oleh
karena itu daya pada celah udara dapat juga ditulis dengan:
P cu = 3. I 2 2.
R2
(Watt) ……….…………….……….(2.25)
S
Apabila rugi-rugi tembaga dan rugi-rugi inti dikurangi dengan daya input
motor, maka akan diperoleh besarnya daya listrik yang diubah menjadi daya
mekanik.
Besarnya daya mekanik yang dibangkitkan motor adalah:
P mek = P cu – P tr (Watt)……...……..…………………(2.26)
P mek = 3. I 2 2.
R2
- 3. I 2 2. R 2
S
P mek = 3. I 2 2. R 2 . (
P mek = P tr x (
1− s
)
s
1− s
) (Watt)……………………....…(2.27)
s
Dari persamaan (2.20) dan (2.22) dapat dinyatakan hubungan rugi-rugi
tembaga dengan daya pada celah udara:
P tr = s. P cu (Watt)………………………….…………(2.28)
Karena daya mekanik yang dibangkitkan pada motor merupakan selisih
dari daya pada celah udara dikurangi dengan rugi-rugi tembaga rotor, maka daya
mekanik dapat juga ditulis dengan:
P mek = P cu x (1 – s) (Watt)………...…....……………(2.29)
Daya output akan diperoleh apabila daya yang dikonversikan dalam bentuk
daya mekanik dikurangi dengan rugi-rugi gesek dan angin, sehingga daya
keluarannya:
P out = P mek – P a&g – P b (Watt)……….....………………(2.30)
Secara umum, perbandingan komponen daya pada motor induksi dapat
dijabarkan dalam bentuk slip yaitu:
P cu : P tr : P mek = 1 : s : 1 – s.
Gambar 2.16 menunjukkan aliran daya pada motor induksi tiga phasa:
Energi listrik
konversi
Energi mekanik
Gambar 2.16. Diagram Aliran Daya Motor Induksi
2.7
Torsi Motor Induksi Tiga Phasa
Torsi berhubungan dengan brhubungan dengan kemampuan motor untuk
mensuplai beban mekanik.Oleh karena itu , Torsi (τ) secara umum dapat
dirumuskan sebagai berikut.
𝑷𝒎
𝝎𝒓
𝝉𝒊𝒏𝒅 =
....……………………..……………………….(2.31)
dengan :ω r = kecepatan sudut (mekanik) dari rotor.
Dari persamaan (2.5) dapat dibuat bahwa n r = n s (1-s), sehingga diperoleh pula;
ω 1 = ω s (1-s)
……………………………..………………….(2.32)
Kecepatan sinkron selalu bernilai konstan untuk tiap-tiap frekuensi dan
jumlah kutub yang diberikan motor. Karena kecepatan sinkron selalu tetap, maka
daya pada celah udara akan menentukan besar torsi induksi pada motor.
𝑃
𝜏𝑖𝑛𝑑 = 𝜔 𝑐𝑢
𝑠𝑖𝑛𝑘
…….…………………………………..………(2.33)
Meskipun terdapat berbagai cara menyelesaikan rangkaian seperti gambar
2.15, untuk menentukan besarnya arus I 2 , kemungkinan penyelesaian yang paling
mudah dapat dilakukan dengan menentukan rangkaian ekivalen thevenin dari
gambar tersebut.
Agar dapat menghitung ekivalen thevenin dari sisi input rangkaian
ekivalenmotor induksi, pertama-tama terminal X’s dihubung buka (open-circuit),
kemudian tegangan open circuit diterminal tersebut ditentukan. Untuk
menentukan impedansi thevenin, maka tegangan phasa terminal tersebut
ditentukan. Untuk menentukan impedansi Thevenin, maka tegangan phasa
dihubung singkat (short-circuit) dan Z eq ditentukan dengan melihat kedalam sisi
terminal.
R1
Vφ
jX1
jXM
VTH
Gambar 2.17 Tegangan Ekivalen Thevenin Pada Sisi Rangkaian Input
Dari gambar 2.17 ditunjukkan bahwa terminal di open-circuit untuk
mendapatkan tegangan ekivalen Thevenin. Oleh karena itu dengan aturan
pembagi tegangan diperoleh:
𝑉𝑇𝐻 = 𝑉𝜑 𝑍
𝑍𝑀
𝑀 +𝑍1
𝑉𝑇𝐻 = 𝑉𝜑 𝑅
𝑗𝑋𝑀
𝑉𝑇𝐻 = 𝑉𝜑
𝑋𝑀
1 +𝐽𝑋1 +𝑗𝑋𝑀
Magnitud dari tegangan Thevenin V TH adalah
�(𝑋𝑀 +𝑋1 )2
Karena reaktansi magnetisasi X M >> X 1 dan X M >> R 1, harga pendekatan
dari magnitud tagangan ekivalen Thevenin
𝑉𝑇𝐻 ≈ 𝑉𝜑 𝑋
𝑋𝑀
𝑀 +𝑋1
R
………… ……………………….….(2.34)
Gambar 2.18 menunjukkan tegangan input dihubung singkat . Impedansi
ekivalen Thevenin dibentuk oleh impedansi paralel yang terdapat pada rangkaian.
jX1
R1
jXM
E1
Gambar 2.18 Impedansi Ekivalen Thevenin Pada Sisi Rangkaian Input
Impedansi Thevenin Z TH diberikan oleh;
𝑍 𝑍
𝑍𝑇𝐻 = 𝑍 1+𝑍𝑀
1
𝑀
𝑗𝑋 �𝑅 +𝑗𝑋1 �
𝑍𝑇𝐻 = 𝑅𝑇𝐻 + 𝑗𝑋𝑇𝐻 = 𝑅 𝑀+(𝑋 1+𝑋
1
1
𝑀)
………...……….(3.35)
Karena X M >> X 1 dan X M >> R 1 , tahanan dari reaktansi Thevenin secara
pendekatan diberikan oleh
𝑅𝑇𝐻 ≈ 𝑅1
𝑋𝑇𝐻 ≈ 𝑋1
Gambar dibawah menunjukkan rangkaian ekivalen Thevenin
RTH
jX2
jXTH
Vφ
R2
S
E1
Gambar 2.19 Rangkaian Ekivalen Thevenin Motor Induksi
Dari gambar diatas arus I 2 diberikan oleh:
𝑉𝑇𝐻
𝑇𝐻 +𝑍2
Magnitud dari arus
𝐼2 = 𝑍
𝐼2 =
; 𝐼2 =
𝑉𝑇𝐻
𝑅2
𝑅𝑇𝐻 + 𝑠 +𝑗𝑋𝑀 +𝑗𝑋2
𝑉𝑇𝐻
………... ………..…… ..(3.36)
2
��𝑅𝑇𝐻 +𝑅2 � +(𝑋𝑀 +𝑋2 )2
𝑠
Daya pada celah udara diberikan oleh:
𝑅′
3𝑉𝑇𝐻 𝑅2 /𝑠
2
+𝑅
𝑇𝐻
2 ) (𝑋𝑀 +𝑋2 )�
𝑃𝐴𝐺 = 3𝐼2 2 𝑠 ; 𝑃𝐴𝐺 = �(𝑅
…..………..(3.37)
Hubungan antara torsi dan slip dinyatakan pada gambar 2.20
Gambar 2.20 Hubungan Antara Torsi Dan Slip Motor Induksi
Dengan memperhatikan gambar 2.20 dapat dilihat bahwa:
− Pada kecepatan hipersinkron (kecepatan melebihi sinkron), slipnya negatif
(biasanya kecil), mesin beroperasi sebagai generator induksi dengan torsi
bekerja dengan arah yang berlawanan dengan putaran medan putar.
− Saat mesin bekerja pada kecepatan stanstill dan kecepatan sinkron, dengan
slip positif antara 1 dan 0, mesin berputar pada keadaan tanpa beban
sehingga slipnya kecil sekali, GGL rotor juga kecil sekali, Z 2 (rotor circuit
impedance) hampir Rmurni dan arus cukup untuk membangkitkan torsi
dan memutar rotornya.
− Selanjutnya beban mekanik I dipasang pada poros sehingga putaran rotor
makin lambat, slip naik, GGL rotor naik (besar maupun frekuensinya),
menghasilkan arus dan torsi yang lebih besar.
− Jika motor induksi diputar berlawanan dengan arah putaran medan putar
maka masih akan dihasilkan torsi yang bertindak sebagai rem dan terjadi
penyerapan tenaga mekanik: mesin dalam keadaan berputar dengan slip
“s”, kemudian arah medan putar tiba-tiba dibalik, maka akan terjadi rotor
mempunyai slip (2-s), kecepatan turun menuju nol dan dapat dibawa ke
kondisi stanstill. Cara ini adalah cara pengereman motor yang disebut
dengan Plugging.
2.8
Efisiensi Motor Induksi Tiga Phasa
Efisiensi dari suatu motor induksi didefenisikan sebagai
ukuran
keefektifan motor induksi untuk mengubah energi listrik menjadi energi mekanik
yang dinyatakan sebagai perbandingan/rasio daya output (keluaran) dengan daya
input (masukan), atau dapat juga dirumuskan dengan:
η (%) =
Pout
P − Ploss
Pout
x100% = in
x100% =
× 100% ….…..(2.38)
Pin
Pin
Pout + PLoss
Ploss = Pin + Pi + Ptr + Pa & g + Pb ………………………….…….(2.39)
P in =
3 . V 1 . I 1 . Cos…………………………………………………(2.40)
Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa efisiensi motor tergantung
pada besarnya rugi-rugi. Pada dasarnya metode yang digunakan untuk
menentukan efisiensi motor induksi bergantung pada dua hal apakah motor itu
dapat dibebani secara penuh atau pembebanan simulasi yang harus digunakan.
Gambar 2.21. Efisiensi Pada Motor Induksi
Dimana:
P cu = daya yang diinputkan ke rotor ( Watt )
P tr
= rugi-rugi tembaga rotor ( Watt )
P mek = daya mekanik dalam bentuk putaran ( Watt )
Efisiensi dari motor induksi dapat diperoleh dengan melakukan pengujian
beban nol dan pengujian hubung singkat. Dari pengujian beban nol akan diperoleh
rugi-rugi mekanik dan rugi-rugi inti. Rugi-rugi tembaga stator tidak dapat
diabaikan sekalipun motor berbeban ringan maupun tanpa beban.
2.9
Penentuan Parameter Motor Induksi
Data yang diperlukan untuk menghitung performansi dari suatu motor
induksi dapat diperoleh dari hasil pengujian tanpa beban, pengujian rotor tertahan,
dan pengukuran tahanan dc lilitan stator.
2.9.1
Pengujian Tanpa Beban
Pengujian ini untuk mengukur rugi-rugi putaran dan arus magnetisasi.
Pada keadaan tanpa beban (beban nol), beban yang dipikul hanyalah rugi-rugi
angin dan gesekan. Adapun rangkaian pengujian tanpa beban adalah sebagai
berikut:
P1
A
V
A
P2
A
IR
IS
Motor
IT
Gambar 2.22. Rangkaian pengujian tanpa beban motor induksi
Dari data instrumen ukur dapat ditentukan parameter-parameter (per fasa):
Z bn =
Vbn
I bn
≈
X 1 + X m ……………………………….. . (2.41)
Reaktansi magnetisasi (X m ) dapat dicari jika reaktansi primer X 1 diketahui.
I bn (jala-jala) =
I R + I S + IT
………...……………..…….………...(2.42)
3
Slip yang terjadi umumnya sangat kecil (≤ 0,001), sehingga:
R2
(1 − s)
(1 − s)
> > R 2 dan juga R 2
> > X 2'
s
s
maka I 2 pada percobaan ini diabaikan.
R2
(1 − s)
(1 − s)
+ jX 2 ≈ R 2
s
s
Rugi rotor ini dianggap sebagai rugi angin dan gesekan, sedangkan rugi
tembaga stator dapat dicari sebagai:
P ts = I 1 2 . R 1 ……………...(2.43)
Dimana I 1 di sini sama dengan I bn (fasa) dan R 1 dicari lewat pengujian
tahanan stator arus searah.
Persamaan daya:
P in( bn ) = P ts + .……………………....……………….(2.44)
P rot = P i + P a & g + rugi lain-lain……...…………......(2.45)
Dimana:
P rot
= daya yang hilang akibat adanya putaran (Watt)
Pi
= rugi inti (Watt)
P a & g = rugi angin dan gesekan (Watt)
2.9.2
Pengujian Tahanan Stator
Pengujian ini digunakan untuk mengetahui nilai parameter resistansi stator
(primer) R 1 . Pada pengujian ini kumparan stator dialiri arus searah, sehingga
suhunya mencapai suatu nilai yang sama jika motor induksi beroperasi pada
kondisi operasi normal (resistansi kumparan merupakan fungsi suhu).
Gambar 2.23. Rangkaian Pengujian Tahanan Stator Arus Searah MotorInduksi
Pada percobaan ini, jika kumparan stator terhubung bintang (gambar
2.21.a), maka arus akan mengalir melewati dua kumparan dengan resistansi
sebesar 2R 1 , sehingga:
V AS
= 2R 1
I AS
R1 =
atau
V AS
…………….……...……………………(2.46)
2 I AS
Sedangkan jika terhubung segitiga (gambar 2.21.b), maka arus akan
mengalir melewati ketiga kumparan tersebut yang besarnya secara ekivalen
terlukis pada gambar berikut, dengan resistansi total:
R1
R1
R1
Sehingga:
V AS
2
= . Rt
I AS
3
R1 =
atau
3V AS
……..……..…(2.47)
2 I AS
Nilai R 1 yang didapat hanya merupakan nilai pendekatan, karena pada
kondisi operasi normal, motor induksi diberikan pasokan tegangan arus bolakbalik yang dapat menimbulkan efek kulit (skin effect) yang mempengaruhi
besarnya nilai R 1 .
2.9.3
Pengujian Rotor Tertahan
Pengujian ini pada prinsipnya adalah seperti pengujian hubung singkat
pada transformator. Motor induksi dihubungkan dengan sumber daya listrik, serta
instrument-instrumen ukur pada gambar berikut:
IR
P1
A
V
IS
fr = fj = f uji
IT
Motor
A
A
Rotor
Ditahan
P2
Gambar 2.24. Rangkaian Rotor Ditahan Motor Induksi
Dimana:
f r = frekuensi rotor; f j = frekuensi jaringan listrik; f uji = frekunsi
uji
Pada pengujian ini, rotor ditahan agar tidak berputar dan pada saat itu
nilai-nilai pada instrumen ukur dicatat. Pada pengujian ini ketika setelah frekuensi
dan tegangan diatur, serta rotor ditahan, arus yang mengalir pada motor harus
dengan segera disetel pada nilai nominalnya, data daya masukan, tegangan dan
arus yang terukur harus dengan segera dicatat sebelum rotor menjadi sangat
panas. Sumber daya yang digunakan adalah sumber daya yang tagangan dan
frekuensinya dapat disetel atau diatur (adjustable).
I RT (jala-jala) =
I R + I S + IT
3
≈
I nominal ….…….……(2.48)
Dimana:
I RT = arus rata-rata pada saat pengujian rotor ditahan.
Adapun nilai impedansi per fasa pada percobaan ini sebesar:
Z RT =
V ph
RRT
…...………………………….…………..(2.49)
Dimana:
Z RT = R RT + jX RT ' …...………………….……………………(2.50)
R RT = R 1 + R 2 ….…...……………………………………...(2.51)
X RT ' = X 1 ' + X 2 ' .……...…………………………………….(2.52)
Dimana:
R 1 dan R 2 adalah besarnya resistansi kumparan stator dan kumparan rotor.
X' 1 dan X' 2 adalah besarnya reaktansi kumparan stator dan rotor pada frekuensi
uji.
Sedangkan besarnya reaktansi kumparan stator dan rotor pada kondisi
operasi normal adalah:
X RT =
f no min al
. X RT ' = X 1 + X 2 ………….……………………(2.53)
f uji
Adapun untuk menentukan besarnya nilai X 1 dan X 2 dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 2.1. Standar besarnya reaktansi berbagai jenis desain rotor.
Disain Rotor
X1
X2
Rotor belitan
0,5 X RT
0,5 X RT
Kelas A
0,5 X RT
0,5 X RT
Kelas B
0,4 X RT
0,6 X RT
Kelas C
0,3 X RT
0,7 X RT
Kelas D
0,5 X RT
0,5 X RT
Tabel di atas didasarkan pada percobaan yang telah dilakukan bertahuntahun lamanya dan dijadikan standar NEMA (National Electrical Manufacturers
Association ).
Download